Rabu, 10 Juli 2019

KALVIN DAN KALVINISME

CALVIN DAN CALVINISME: PENGARUHNYA TERHADAP PERADABAN MANUSIA

Ev. Matius Sobolum , M. Th

Dalam edisi sebelumnya kita sudah melihat bagaimana Tuhan sudah bekerja melalui seseorang yang dibesarkan tanpa ibu sampai akhirnya pengaruhnya terus berlanjut bahkan setelah ia mati.  Magnum opus Ernst Troeltsch, The Social Teaching of the Christian Churches, menjabarkan lima karakteristik pemikiran Calvin yang tidak dimiliki oleh sistem pemikiran mana pun, yaitu: predestinasi, peranan individu, komunitas kudus, etika Calvinisme, dan pandangan sosial tentang kesetaraan.[1] Inilah yang membuat dampak Calvinisme telah berhasil menembus ikatan-ikatan masyarakat pada masa itu bahkan dampaknya melampaui sistem pemikiran yang lain.

Masa Reformasi selamanya akan dikenang di mana gereja telah berhasil menjalankan tugasnya di tengah-tengah dunia yang pengaruhnya masih bisa kita rasakan sampai sekarang. Dalam edisi kali ini kita akan melanjutkan pembahasan mengenai dampak pemikiran Calvin dan Calvinisme pada bidang-bidang yang lain.

Pengaruhnya terhadap Ekonomi

Dampak langsung Calvinisme terhadap dunia ekonomi pernah didiskusikan oleh ahli sosial, Max Weber. Menurut Max Weber, Calvinisme memberikan pengaruh yang besar terhadap munculnya kapitalisme modern.[2] Ia mencoba menginterpretasi ulang secara sekuler dunia modern sebagai hasil dari interpretasi kehidupan ala Calvinisme.

Tentunya kita harus hati-hati dalam menerima pandangan ini karena Weber sendiri tidak bisa dilepaskan dari ikatan zamannya di mana pengaruh Kant dan Nietzsche begitu besar. Setidaknya Weber benar bahwa negara-negara Protestan memberikan pengaruh yang besar dalam penggunaan uang secara hati-hati.

Pengaruh ini didapatkan dari ajaran Calvin tentang apa arti bekerja, pembayaran bunga, dan pengertian terhadap profit. Calvinisme membuat dobrakan besar kepada konsep medieval di zaman sebelumnya, di mana menurut Thomas Aquinas, bekerja hanyalah diperlukan untuk membiayai dan memelihara individu dan komunitas.

Ketika ini sudah dicapai, perjuangan lebih lanjut hanyalah sia-sia. Calvin memberikan basis religius dalam bekerja yaitu konsep tentang panggilan yang membuat pengikutnya bekerja sungguh-sungguh untuk memuliakan Tuhan.

Di masa sebelumnya, pekerjaan paling penting adalah pekerjaan yang berkaitan dengan hal-hal religius, tetapi Calvin membuat gebrakan di mana pekerjaan sekuler adalah pekerjaan yang sama religiusnya.

Ajaran Calvin bahwa bekerja itu ibadah (laborare est orare) membuat manusia harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah diberikan Allah (atau dalam kata lain manusia bekerja keras untuk memuliakan Allah).

Calvin juga sangat tidak menyukai orang yang tidak bekerja dan pengemis yang hanya menggantungkan diri pada jerih payah orang lain yang menurutnya sangat tidak Alkitabiah.[3]

Penatalayanan menjadi tema sentral di mana semua harta kita semata-mata adalah anugerah Allah dan kita harus setia mengelolanya untuk dikembalikan kepada Tuhan. Konsep kerja demikian menyebabkan berbagai kemajuan dalam bidang ekonomi yang bertahan selama beratus-ratus tahun di daerah-daerah seperti Inggris, Perancis, Belanda, dan negara-negara penganut Calvinisme lainnya.

APAKAH TAURAT, ZABUR DAN INJIL?

APAKAH TAURAT, ZABUR DAN INJIL?

Ev. Matius Soboliem, M. Th

Secara umum diketahui bahwa saudara-saudara dari umat Muslim mengenal tiga kitab suci Kristiani dari 104 pewahyuan. Kendati umat Muslim sering mendapat pengajaran bahwa ketiga kitab sebelum Al-Quran itu telah dirubah, sebagian besar umat Muslim sangatlah menghargai ketiga kitab suci tersebut. Ketiga kitab suci tersebut adalah Taurat, Zabur dan Injil.

Artikel ini tidak membahas kepercayaan umat Muslim tentang pembatalan akan ketiga kitab tersebut, ataupun juga keyakinan bahwa adanya penyimpangan dalam penulisan yang dilakukan oleh umat Yahudi dan Kristen untuk ketiga kitab suci tersebut.

Tujuan dari artikel ini adalah untuk menguji berbagai pendapat dari kalangan Muslim akan ketiga kitab tersebut. Bagaimana pengertian mereka tentang ketiga kitab tersebut?

Perlu dinyatakan disini tentang keyakinan penulis bahwa Taurat, Zabur dan Injil yang naskahnya masih ada di tengah-tengah umat Yahudi dan Kristen (Alkitab), adalah sama dengan kitab-kitab terdahulu yang diturunkan oleh Allah Yang Mahakuasa.

Umat Muslim percaya bahwa ketiga kitab suci terdahulu telah dilebur Nabi Muhammad dalam hubungannya dengan umat Yahudi dan Kristen yang hidup pada masanya. Istri pertama Nabi, Siti Khodijah diketahui beragama Kristen sebelum menjadi Muslim, sepupunya yang bernama Waraka (Warqa) diketahui juga sebagai seorang pelajar Alkitab yang serius dan bahkan ada kemungkinan juga menjadi seorang penterjemah. Jadi sangatlah menarik jika kita dapat mengetahui apa yang dikatakan Quran mengenai ketiga kitab suci ini, dan juga kita dapat mengetahui akan pemikiran umat Yahudi dan Kristen yang hidup pada masa itu. Dalam melakukan hal ini kita juga akan melakukan perbandingan dengan Kitab Injil.

Pengertian Umat Muslim tentang Tiga Kitab Suci Umat Muslim pada umumnya mengenal akan Taurat, Zabur dan Injil, pengertian mereka akan ketiga kitab ini sangat sederhana. Semuanya berpikir bahwa hal ini merupakan pewahyuan yang diberikan melalui Hazrat Musa, Daud dan Isa (yang berati damai besertanya). Tapi di bawah ini kita akan melihat beberapa pendapat lain.

Pendapat yang mengatakan bahwa Taurat setara dengan Pentateukh: Tiga bagian dari Alkitab telah dikutip oleh Alquran menjadi bagian dari wahyu yang diterimanya yaitu Pentateukh(Kitab Kejadian sampai dengan Ulangan) atau kitab Musa (Taurat); Mazmur Daud (Zabur) dan Injil Isa (Glasse, The Concise Encyclopedodia of Islam, hal. 72).

Pendapat yang mengatakan bahwa Taurat setara dengan Perjanjian Lama: Pendapat lain mengatakan bahwa Taurat lebih kurang merupakan pewahyuan yang diberikan kepada umat Yahudi.

Agama yang berhubungan dengan Ibrahim (Abraham) dan semua agama yang berhubungan dengan Yahudi dan Kristen harus menanggung konsekuensinya. Qur'an meninggikan yang satu dan mengabaikan yang lain contoh : Di antara mereka (umat dan kitabnya) ada kelompok yang berlaku benar, tapi kebanyakan dari mereka berkelakuan sangat buruk (ayat 66).

Mereka diminta untuk hidup sesuai dengan Torah (Taurat) dan Evangel(Injil), tapi seperti para pendahulu organisasi agama tradisi lainnya, kaum Yahudi dan Keristen saling bertengkar satu sama lain bahwa masing-masinglah yang mempunyai kunci ke jalan keselamatan dalam eksklusivitas mereka :'Umat Yahudi berkata bahwa umat Kristen tak mempunyai dasar atas keyakinan mereka sedang umat Kristen mengatakan yang sebaliknya, padahal mereka semuanya membaca kitab tersebut.' (II,120). (FazlurRahman, Islam halaman 27).

Dari kutipan di atas dari Fazlur Rahman diketahui bahwa Kitab yang menjadi dasar umat Yahudi dan Kristen adalah Taurat 
dan Injil, yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Pemikiran ini berasal dari kesaksian Al-Quran sendiri. Kepercayaan yang sama juga ditunjukkan oleh A.J Arberry, Muslim dari Inggris yang menyatakan kata pengantarnya dalam penterjemahan Al-Quran:

Dalam beberapa bagian dikatakan bahwa Al-Quran telah diturunkan untuk "mengkonfirmasikan yang sebelumnya", yang berarti Kitab Taurat dan Injil; yang merupakan kitab Yahudi dan Kristen, kecuali beberapa kesalahan yang dianggap sebagai kebenaran .(Arberry, The Koran Interpreted, halaman xi).

Pendapat yang mengatakan bahwa Taurat setara dengan Kitab yang hilang: Abdullah Jusuf Ali kelihatannya menyetarakan Taurat dengan Perjanjian Lama ."Secara langsung dapat dikatakan bahwa ini setara dengan Kitab Yahudi." (Ali,The Holy Qur'an:Text, Translation and Commentary halaman 282). Karena kepercayaannya akan penyimpangan dari Alkitab, ada beberapa kualifikasi berikut:

Tapi Kitab tersebut telah hilang sebelum Islam disiarkan. Bagian yang hilang adalah "Hukum" dimana kehilangan terjadi oleh penyalinan secara massal yang dilakukan secara tradisional di masa kaum Yahudi dan Rasul hidup, di mana saya mencoba untuk menelusurinya dalam buku ini. (Ali,Ibid halaaman 285).

"Penyalinan massal secara tradisional" yang dimaksud Ali adalah merujuk pada Talmud (Ali,Ibid halaaman 285) (lihat bagian Interval Between Christ and Muhammad).

Jadi menurut pendapat Ali, Taurattak lagi berlaku. Pendapat yang mengatakan bahwa Injil setara dengan Kitab yang hilang:

Sesuai dengan Injil, beberapa pendapat penyimpangan adalah benar. Pendapat penyimpangan ini pada dasarnya merujuk pada variasi tema yang sama. Namun karena hal ini, dianggap bahwa terjadi penyimpangan dalam Injil. Dengan pandangan ini muncul pendapat bahwa Injil tak lagi ada. Hal ini menyebabkan pengakuan akan adanya Perjanjian Baru sangat kecil:

Injil (dari bahasa Yunani Evangel=kabar baik=Gospel) dikatakan dalam Quran bukanlah Perjanjian Baru yang diakui sebagai kanon dalam gereja, melainkan yang diajarkan adalah yang diyakini Islam sebagai yang diajarkan Kristus. Bagian-bagian yang menyimpanglah yang selamat dan yang sekarang diakui Gereja sebagai kanon (contoh Gospel of Childhood, Gospel of Nativity, Gospel of St Barnabas- dikenal di Indonesia sebagai Injil Barnabas). (Ali Ibid, halaman 287).

Pendapat yang mengatakan bahwa Injil setara dengan Empat Kitab pertama dari Perjanjian Baru: Mengacu pada pendapat Cyril Glasee, ahli Muslim dari Barat, ia menggunakan 3 nama berbeda untuk Injil yaitu: Injil Yesus, Injil dan Perjanjian Baru:

Tiga bagian dari Alkitab diterima sebagai Al-Qur'an sebagai wahyu yaitu: Pentateukh, Kitab Musa (Taurat); Mazmur Daud (Zabur) dan Injil...

Tapi Zabur dan Injil tidak mendapat tempat dalam norma Islam, dan isinya kemungkinan besar tak diketahui atau diabaikan oleh saudara-saudara dari Muslim. Dan Injil sangat sukar sekali diterima dalam Al-Qur'an; hal ini disebabkan Injil bertentangan dengan doktrin pemahaman Islam, dan sebagaian besar karena wujud alamiah Kristus...

Umat Muslim percaya bahwa Kitab Perjanjian Baru yang digunakan oleh umat Kristen tak benar, dan telah mengalami penyesatan. (Glasse, Ibid, halaman 72)

Karena adanya perbedaan tema inilah Injil dianggap telah mengalami penyimpangan, ada kalangan Muslim yang menolak Perjanjian Baru sebagai Injil.

Pendapat yang mengatakan bahwa Injil setara dengan Perjanjian Baru:
Hughes membuat pernyataan yang menarik pada tahun 1885:

Injil digunakan dalam Al-Qur'an, dan secara tradisi oleh pengikut Nabi pada mulanya, yaitu tentang pewahyuan yang diberikan Allah pada Nabi Isa. Tapi di kemudian hari Injil diasosiasikan sebagai Perjanjian Baru (Hughes, Dictionary of Islam, halaman 211).

Bagi sebagian umat Muslim sangatlah sulit menerima fakta bahwa Hazrat Isa tidak berbicara atau menulis Injil. Adanya pengarang yang berbeda dari Perjanjian Baru merupakan konsep baru bagi mereka.

Pendapat yang mengatakan Mazmur setara dengan Hazrat Daud Mazmur atau Zabur bukan merupakan isu yang besar. Kecuali pendapat dari Cyril Glasse di atas.

Pendapat yang mengatakan bahwa Taurat, Zabur dan Injil setara dengan Alkitab:
Puncak dari semua ini adalah pendapat dari Abdul Rahman Azzam, pemimpin Muslim yang dihormati dan pendiri dari Liga Arab, dan merupakan salah seorang yang mempengaruhi Malcolm X menjadi Islam Ortodoks:

Imam Ibnu Al Qayyim berkata: Allah yang dimuliakan telah mengirim para nabiNya dan memberikan pewahyuan melalui buku untuk menunjukkan keadilan di bumi dan di surga."(Azzam, The Eternal Message of Muhammad hal. 102)

Ketika mengomentari kutipan ini, Azzam berkata," Melalui semua buku pewahyuan dilakukan oleh Allah yaitu: Alkitab, Al-Quran."(Azzam Ibid, hal. 102). Azzam telah menyetarakan ketiga kitab (Taurat, Zabur dan Injil) ini dengan Alkitab yang kita kenal sekarang.

DOKTRIN KALVINISME

 

JIKA ALLAH SUDAH MEMILIH SEJAK KEKEKALAN, APAKAH KITA TIDAK PERLU MENGINJILI ?




Kita sudah belajar bersama, bahwa sejak kekekalan, Allah telah memilih sebagian orang untuk diselamatkan dalam Kristus Yesus. Pertanyaannya: Apakah dengan demikian pemberitaan Injil masih perlu dilakukan? Pertanyaan ini sangat wajar untuk dipikirkan. Sebagian orang mungkin akan memahaminya seperti ini: Jikalau Allah sudah memilih orang-orang tertentu untuk diselamatkan, maka bagaimana pun orang-orang tersebut pasti akan selamat, sehingga kita tidak perlu memberitakan Injil kepada mereka Di mata mereka, doktrin pemilihan membuat pemberitaan Injil menjadi tidak berguna, atau paling tidak doktrin pemilihan membuat pemberitaan Injil menjadi dilemahkan.

Apakah Injil tetap harus diberitakan? Jawabannya jelas sekali menurut Alkitab: Ya! Doktrin pemilihan tidak meniadakan pemberitaan Injil. Ada dua alasannya. Alasan pertama, karena kita tidak pernah tahu siapa yang dipilih, sedangkan keselamatan itu melibatkan pemberitaan Injil. Di dalam Roma 10:9-10, dikatakan, mereka yang diselamatkan adalah mereka yang mengaku dengan mulutnya dan percaya di dalam hatinya bahwa Yesus adalah Tuhan. Tetapi bagaimana mereka bisa percaya? Di ayat 14-15, Paulus berkata bahwa, siapa yang akan pergi untuk Tuhan, karena jika tidak ada yang pergi untuk Tuhan maka tidak ada yang diutus. Jika tidak ada yang diutus, maka tidak ada yang akan membawa Injil; dan jika tidak ada yang membawa Injil, maka tidak ada yang mendengar Injil; dan jika tidak ada yang mendengar Injil, maka tidak ada orang yang bisa mengaku dengan mulutnya dan percaya di dalam hatinya.

Dari sini kita tahu bahwa keselamatan itu melibatkan pemberitaan Injil. Orang diselamatkan karena percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan itulah berita di dalam Injil. Allah memilih orang untuk diselamatkan: Benar! Bagaimanapun orang itu akan selamat: Benar! Tetapi kita tidak boleh lupa bahwa cara Allah untuk menyelamatkan manusia adalah melalui pemberitaan Injil. Jadi Injil harus tetap diberitakan. Injil merupakan sarana yang Allah pakai untuk menyelamatkan orang-orang yang Dia sudah pilih sejak kekekalan. Kita tidak pernah tahu siapa yang akan dipilih, kita baru tahu setelah orang tersebut merespon Injil sampai akhir hidupnya. Kalau seseorang mendengar Injil berkali-kali, dan ia tetap tidak menerima Injil, maka kita baru tahu bahwa orang itu termasuk orang-orang yang dibiarkan oleh Allah. Atau, kalau ada orang yang tidak pernah mendengar Injil sama sekali, baik dari manusia maupun dari Allah secara langsung, maka kita tahu bahwa orang itu termasuk orang-orang yang dibiarkan oleh Allah. Doktrin pemilihan Allah tidak meniadakan pemberitaan Injil, justru pemberitaan Injil merupakan sarana Allah menyelamatkan orang-orang pilihan. Kita tidak tahu siapa yang dipilih, kita baru tahu berdasarkan respon mereka terhadap Injil. Ini alasan pertama mengapa Injil harus tetap diberitakan.

Alasan kedua, karena doktrin pemilihan justru menguatkan dan bermanfaat bagi pekabaran Injil. Ada beberapa contoh tentang hal ini dari kehidupan Paulus. Paulus sangat meyakini doktrin pemilihan. Di dalam tulisan Paulus, doktrin pemilihan muncul dengan begitu jelas, seperti Roma 8:29-30, Efesus 1:3-8, 2Timotius 1:9. Paulus sangat menekankan doktrin pemilihan dan ini berdampak pada cara Paulus memberitakan Injil. Pada waktu Paulus berada di kota Korintus (Kisah Rasul 18) ia menghadapi begitu banyak tekanan, halangan, tantangan bahkan penganiayaan yang dialaminya, dan Tuhan menghiburkannya, demikian: “Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam! Sebab banyak umat-Ku di kota ini.” Jelas pada waktu itu tidak banyak orang Kristen, sehingga apa yang dimaksud Tuhan melalui perkataan itu adalah ada banyak orang-orang pilihan di kota Korintus yang harus mendengar Injil, yang harus diselamatkan melalui pemberitaan Injil yang dilakukan oleh Paulus, dan itulah cara Tuhan menguatkan Paulus. Lalu Paulus yang sama dalam 2Timotius 2:9-10, menceritakan bahwa ia begitu menderita di dalam pemberitaan Injil, tetapi inilah yang dikatakannya, “Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah, …” Jadi mengapa Paulus berani menderita dan rela di dalam tekanan dan penganiayaan yang begitu rupa dalam pemberitaan Injil? Demi orang-orang pilihan Allah. Oleh karena itu Paulus tetap memberitakan Injil, karena ia tahu bahwa ketika Injil hadir dan menjumpai orang-orang yang sudah dipilih Allah, maka orang itu akan diselamatkan.

Contoh yang lain adalah kerendahan hati Paulus. Di akhir pasal pertama Surat 1Korintus, Paulus mengatakan “Apa yang kelihatan hina telah dipilih oleh Allah… supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah”. Pemilihan ini seharusnya membuat manusia semakin rendah hati. Kita dipillih bukan karena kita hebat. Lalu 1Korintus 2:4-5, Paulus menjelaskan bahwa Injil yang dia sampaikan itu bukan berdasarkan hikmat manusia, tapi oleh kekuatan Roh, supaya iman kita jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah. Itulah yang membuat Paulus rendah hati dan mampu mengajarkan kerendahan hati itu pada jemaat Korintus. Mereka bisa bertobat, karena Roh Kudus bekerja dan menolong. Jadi sekali lagi, doktrin pemilihan tidak meniadakan dan melemahkan penginjilan, tetapi justru menguatkan dan bermanfaat bagi pemberitaan Injil. Tuhan memberkati kita.

 Ev. Matius Soboliem, S.Th. M.Th 

Kamis, 04 Juli 2019

KALVIN DAN KALVINISME

CALVIN DAN CALVINISME: PENGARUHNYA TERHADAP PERADABAN MANUSIA

          

     Magnum opus Ernst Troeltsch, The Social Teaching of the Christian Churches, menjabarkan lima karakteristik pemikiran Calvin yang tidak dimiliki oleh sistem pemikiran mana pun, yaitu: predestinasi, peranan individu, komunitas kudus, etika Calvinisme, dan pandangan sosial tentang kesetaraan. Inilah yang membuat dampak Calvinisme telah berhasil menembus ikatan-ikatan masyarakat pada masa itu bahkan dampaknya melampaui sistem pemikiran yang lain.

        Masa Reformasi selamanya akan dikenang di mana gereja telah berhasil menjalankan tugasnya di tengah-tengah dunia yang pengaruhnya masih bisa kita rasakan sampai sekarang. Dalam edisi kali ini kita akan melanjutkan pembahasan mengenai dampak pemikiran Calvin dan Calvinisme pada bidang-bidang yang lain.

Pengaruhnya terhadap Ekonomi

        Dampak langsung Calvinisme terhadap dunia ekonomi pernah didiskusikan oleh ahli sosial, Max Weber. Menurut Max Weber, Calvinisme memberikan pengaruh yang besar terhadap munculnya kapitalisme modern. Ia mencoba menginterpretasi ulang secara sekuler dunia modern sebagai hasil dari interpretasi kehidupan ala Calvinisme.

    Tentunya kita harus hati-hati dalam menerima pandangan ini karena Weber sendiri tidak bisa dilepaskan dari ikatan zamannya di mana pengaruh Kant dan Nietzsche begitu besar. Setidaknya Weber benar bahwa negara-negara Protestan memberikan pengaruh yang besar dalam penggunaan uang secara hati-hati.

       Pengaruh ini didapatkan dari ajaran Calvin tentang apa arti bekerja, pembayaran bunga, dan pengertian terhadap profit. Calvinisme membuat dobrakan besar kepada konsep medieval di zaman sebelumnya, di mana menurut Thomas Aquinas, bekerja hanyalah diperlukan untuk membiayai dan memelihara individu dan komunitas.

      Ketika ini sudah dicapai, perjuangan lebih lanjut hanyalah sia-sia. Calvin memberikan basis religius dalam bekerja yaitu konsep tentang panggilan yang membuat pengikutnya bekerja sungguh-sungguh untuk memuliakan Tuhan. Di masa sebelumnya, pekerjaan paling penting adalah pekerjaan yang berkaitan dengan hal-hal religius, tetapi Calvin membuat gebrakan di mana pekerjaan sekuler adalah pekerjaan yang sama religiusnya.

    Ajaran Calvin bahwa bekerja itu ibadah (laborare est orare) membuat manusia harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah diberikan Allah (atau dalam kata lain manusia bekerja keras untuk memuliakan Allah). Calvin juga sangat tidak menyukai orang yang tidak bekerja dan pengemis yang hanya menggantungkan diri pada jerih payah orang lain yang menurutnya sangat tidak Alkitabiah.

     Penatalayanan menjadi tema sentral di mana semua harta kita semata-mata adalah anugerah Allah dan kita harus setia mengelolanya untuk dikembalikan kepada Tuhan. Konsep kerja demikian menyebabkan berbagai kemajuan dalam bidang ekonomi yang bertahan selama beratus-ratus tahun di daerah-daerah seperti Inggris, Perancis, Belanda, dan negara-negara penganut Calvinisme lainnya. 


Ev. Matius Sobolum , M. Th

APAKAH TAURAT, ZABUR DAN INJIL?

APAKAH TAURAT, ZABUR DAN INJIL?

         Ev. Matius Soboliem, M. Th

Secara umum diketahui bahwa saudara-saudara dari umat Muslim mengenal tiga kitab suci Kristiani dari 104 pewahyuan. Kendati umat Muslim sering mendapat pengajaran bahwa ketiga kitab sebelum Al-Quran itu telah dirubah, sebagian besar umat Muslim sangatlah menghargai ketiga kitab suci tersebut. Ketiga kitab suci tersebut adalah Taurat, Zabur dan Injil.

Artikel ini tidak membahas kepercayaan umat Muslim tentang pembatalan akan ketiga kitab tersebut, ataupun juga keyakinan bahwa adanya penyimpangan dalam penulisan yang dilakukan oleh umat Yahudi dan Kristen untuk ketiga kitab suci tersebut.

Tujuan dari artikel ini adalah untuk menguji berbagai pendapat dari kalangan Muslim akan ketiga kitab tersebut. Bagaimana pengertian mereka tentang ketiga kitab tersebut?

Perlu dinyatakan disini tentang keyakinan penulis bahwa Taurat, Zabur dan Injil yang naskahnya masih ada di tengah-tengah umat Yahudi dan Kristen (Alkitab), adalah sama dengan kitab-kitab terdahulu yang diturunkan oleh Allah Yang Mahakuasa.

Umat Muslim percaya bahwa ketiga kitab suci terdahulu telah dilebur Nabi Muhammad dalam hubungannya dengan umat Yahudi dan Kristen yang hidup pada masanya. Istri pertama Nabi, Siti Khodijah diketahui beragama Kristen sebelum menjadi Muslim, sepupunya yang bernama Waraka (Warqa) diketahui juga sebagai seorang pelajar Alkitab yang serius dan bahkan ada kemungkinan juga menjadi seorang penterjemah. Jadi sangatlah menarik jika kita dapat mengetahui apa yang dikatakan Quran mengenai ketiga kitab suci ini, dan juga kita dapat mengetahui akan pemikiran umat Yahudi dan Kristen yang hidup pada masa itu. Dalam melakukan hal ini kita juga akan melakukan perbandingan dengan Kitab Injil.

Pengertian Umat Muslim tentang Tiga Kitab Suci Umat Muslim pada umumnya mengenal akan Taurat, Zabur dan Injil, pengertian mereka akan ketiga kitab ini sangat sederhana. Semuanya berpikir bahwa hal ini merupakan pewahyuan yang diberikan melalui Hazrat Musa, Daud dan Isa (yang berati damai besertanya). Tapi di bawah ini kita akan melihat beberapa pendapat lain.

Pendapat yang mengatakan bahwa Taurat setara dengan Pentateukh: Tiga bagian dari Alkitab telah dikutip oleh Alquran menjadi bagian dari wahyu yang diterimanya yaitu Pentateukh(Kitab Kejadian sampai dengan Ulangan) atau kitab Musa (Taurat); Mazmur Daud (Zabur) dan Injil Isa (Glasse, The Concise Encyclopedodia of Islam, hal. 72).

Pendapat yang mengatakan bahwa Taurat setara dengan Perjanjian Lama: Pendapat lain mengatakan bahwa Taurat lebih kurang merupakan pewahyuan yang diberikan kepada umat Yahudi.

Agama yang berhubungan dengan Ibrahim (Abraham) dan semua agama yang berhubungan dengan Yahudi dan Kristen harus menanggung konsekuensinya. Qur'an meninggikan yang satu dan mengabaikan yang lain contoh : Di antara mereka (umat dan kitabnya) ada kelompok yang berlaku benar, tapi kebanyakan dari mereka berkelakuan sangat buruk (ayat 66).

Mereka diminta untuk hidup sesuai dengan Torah (Taurat) dan Evangel(Injil), tapi seperti para pendahulu organisasi agama tradisi lainnya, kaum Yahudi dan Keristen saling bertengkar satu sama lain bahwa masing-masinglah yang mempunyai kunci ke jalan keselamatan dalam eksklusivitas mereka :'Umat Yahudi berkata bahwa umat Kristen tak mempunyai dasar atas keyakinan mereka sedang umat Kristen mengatakan yang sebaliknya, padahal mereka semuanya membaca kitab tersebut.' (II,120). (FazlurRahman, Islam halaman 27).

Dari kutipan di atas dari Fazlur Rahman diketahui bahwa Kitab yang menjadi dasar umat Yahudi dan Kristen adalah Taurat 
dan Injil, yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Pemikiran ini berasal dari kesaksian Al-Quran sendiri. Kepercayaan yang sama juga ditunjukkan oleh A.J Arberry, Muslim dari Inggris yang menyatakan kata pengantarnya dalam penterjemahan Al-Quran:

Dalam beberapa bagian dikatakan bahwa Al-Quran telah diturunkan untuk "mengkonfirmasikan yang sebelumnya", yang berarti Kitab Taurat dan Injil; yang merupakan kitab Yahudi dan Kristen, kecuali beberapa kesalahan yang dianggap sebagai kebenaran .(Arberry, The Koran Interpreted, halaman xi).

Pendapat yang mengatakan bahwa Taurat setara dengan Kitab yang hilang: Abdullah Jusuf Ali kelihatannya menyetarakan Taurat dengan Perjanjian Lama ."Secara langsung dapat dikatakan bahwa ini setara dengan Kitab Yahudi." (Ali,The Holy Qur'an:Text, Translation and Commentary halaman 282). Karena kepercayaannya akan penyimpangan dari Alkitab, ada beberapa kualifikasi berikut:

Tapi Kitab tersebut telah hilang sebelum Islam disiarkan. Bagian yang hilang adalah "Hukum" dimana kehilangan terjadi oleh penyalinan secara massal yang dilakukan secara tradisional di masa kaum Yahudi dan Rasul hidup, di mana saya mencoba untuk menelusurinya dalam buku ini. (Ali,Ibid halaaman 285).

"Penyalinan massal secara tradisional" yang dimaksud Ali adalah merujuk pada Talmud (Ali,Ibid halaaman 285) (lihat bagian Interval Between Christ and Muhammad).

Jadi menurut pendapat Ali, Taurattak lagi berlaku. Pendapat yang mengatakan bahwa Injil setara dengan Kitab yang hilang:

Sesuai dengan Injil, beberapa pendapat penyimpangan adalah benar. Pendapat penyimpangan ini pada dasarnya merujuk pada variasi tema yang sama. Namun karena hal ini, dianggap bahwa terjadi penyimpangan dalam Injil. Dengan pandangan ini muncul pendapat bahwa Injil tak lagi ada. Hal ini menyebabkan pengakuan akan adanya Perjanjian Baru sangat kecil:

Injil (dari bahasa Yunani Evangel=kabar baik=Gospel) dikatakan dalam Quran bukanlah Perjanjian Baru yang diakui sebagai kanon dalam gereja, melainkan yang diajarkan adalah yang diyakini Islam sebagai yang diajarkan Kristus. Bagian-bagian yang menyimpanglah yang selamat dan yang sekarang diakui Gereja sebagai kanon (contoh Gospel of Childhood, Gospel of Nativity, Gospel of St Barnabas- dikenal di Indonesia sebagai Injil Barnabas). (Ali Ibid, halaman 287).

Pendapat yang mengatakan bahwa Injil setara dengan Empat Kitab pertama dari Perjanjian Baru: Mengacu pada pendapat Cyril Glasee, ahli Muslim dari Barat, ia menggunakan 3 nama berbeda untuk Injil yaitu: Injil Yesus, Injil dan Perjanjian Baru:

Tiga bagian dari Alkitab diterima sebagai Al-Qur'an sebagai wahyu yaitu: Pentateukh, Kitab Musa (Taurat); Mazmur Daud (Zabur) dan Injil...

Tapi Zabur dan Injil tidak mendapat tempat dalam norma Islam, dan isinya kemungkinan besar tak diketahui atau diabaikan oleh saudara-saudara dari Muslim. Dan Injil sangat sukar sekali diterima dalam Al-Qur'an; hal ini disebabkan Injil bertentangan dengan doktrin pemahaman Islam, dan sebagaian besar karena wujud alamiah Kristus...

Umat Muslim percaya bahwa Kitab Perjanjian Baru yang digunakan oleh umat Kristen tak benar, dan telah mengalami penyesatan. (Glasse, Ibid, halaman 72)

Karena adanya perbedaan tema inilah Injil dianggap telah mengalami penyimpangan, ada kalangan Muslim yang menolak Perjanjian Baru sebagai Injil.

Pendapat yang mengatakan bahwa Injil setara dengan Perjanjian Baru:
Hughes membuat pernyataan yang menarik pada tahun 1885:

Injil digunakan dalam Al-Qur'an, dan secara tradisi oleh pengikut Nabi pada mulanya, yaitu tentang pewahyuan yang diberikan Allah pada Nabi Isa. Tapi di kemudian hari Injil diasosiasikan sebagai Perjanjian Baru (Hughes, Dictionary of Islam, halaman 211).

Bagi sebagian umat Muslim sangatlah sulit menerima fakta bahwa Hazrat Isa tidak berbicara atau menulis Injil. Adanya pengarang yang berbeda dari Perjanjian Baru merupakan konsep baru bagi mereka.

Pendapat yang mengatakan Mazmur setara dengan Hazrat Daud Mazmur atau Zabur bukan merupakan isu yang besar. Kecuali pendapat dari Cyril Glasse di atas.

Pendapat yang mengatakan bahwa Taurat, Zabur dan Injil setara dengan Alkitab:
Puncak dari semua ini adalah pendapat dari Abdul Rahman Azzam, pemimpin Muslim yang dihormati dan pendiri dari Liga Arab, dan merupakan salah seorang yang mempengaruhi Malcolm X menjadi Islam Ortodoks:

Imam Ibnu Al Qayyim berkata: Allah yang dimuliakan telah mengirim para nabiNya dan memberikan pewahyuan melalui buku untuk menunjukkan keadilan di bumi dan di surga."(Azzam, The Eternal Message of Muhammad hal. 102)

Ketika mengomentari kutipan ini, Azzam berkata," Melalui semua buku pewahyuan dilakukan oleh Allah yaitu: Alkitab, Al-Quran."(Azzam Ibid, hal. 102). Azzam telah menyetarakan ketiga kitab (Taurat, Zabur dan Injil) ini dengan Alkitab yang kita kenal sekarang.

SEPULUH AYAT ALKITAB TENTANG FIRMAN ALLAH

SEPULUH AYAT ALKITAB TENTANG
      FIRMAN TUHAN

          Ev. Matius Sobolim, M. Th


Firman Tuhan sangatlah penting bagi kehidupan orang Kristen. Melalui Firman Tuhan, kita dapat mengetahui kehendak Tuhan dan dapat mendengar janjiNya atas hidup kita. Berikut adalah ayat-ayat Alkitab tentang Firman Tuhan.

 Ibrani 4:12

Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita.

For the word of God is alive and active. Sharper than any double-edged sword, it penetrates even to dividing soul and spirit, joints and marrow; it judges the thoughts and attitudes of
the heart.

 2 Timotius 3:16-17

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.

All Scripture is God-breathed and is useful for teaching, rebuking, correcting and training in righteousness, so that the servant of God may be thoroughly equipped for every good work.

 Mazmur 119:105

Sabda-Mu adalah pelita bagi langkahku, cahaya untuk menerangi jalanku.

Your word is a lamp for my feet, a light on my path.

 Yakobus 1:22

Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.

Do not merely listen to the word, and so deceive yourselves. Do what it says.

 Yesaya 40:8

Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, tetapi firman Allah kita tetap untuk selama-lamanya.

The grass withers and the flowers fall, but the word of our God endures forever.

Matius 7:24

Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.

Therefore everyone who hears these words of mine and puts them into practice is like a wise man who built his house on the rock.

 Matius 24:35

Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.

Heaven and earth will pass away, but my words will never pass away.

 Matius 4:4

Tetapi Yesus menjawab: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.”

Jesus answered, “It is written: ‘Man shall not live on bread alone, but on every word that comes from the mouth of God.’”

 Yohanes 1:1

Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.

In the beginning was the Word, and the Word was with God, and the Word was God.

 Mazmur 33:4

Sebab firman TUHAN itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan.

Ev. Matius Sobolim, M.Th

Rabu, 27 Februari 2019

APOLOGETIKA DALAM GEREJA MULA-MULA

PERMOHONAN DALAM GEREJA CERITA
Matthew Soboliem, M. Th 

Apologetika telah dimulai dari gereja mula-mula yang menghadapi tuduhan iman Kristen yang parah. Bagaimana gereja menghadapi tuduhan ini? Para ayah gereja memahami tugas meminta maaf karena orang-orang Kristen mula-mula menghadapi banyak tuduhan bahwa mereka melakukan hal-hal yang mengerikan. Sebelum Yerusalem dihancurkan pada 70 M, Kekaisaran Romawi memandang kekristenan sebagai bagian dari Yudaisme. Namun, setelah kehancuran Yerusalem dan Diaspora (penyebaran orang Yahudi), ada pemisahan antara Yudaisme dan Kristen. Masalahnya, Yudaisme adalah salah satu agama yang diakui oleh pemerintah Romawi, tidak demikian dengan agama Kristen. Iman Kristen adalah ilegal dan dapat dihukum. Akibatnya, para pemikir Kristen kemudian muncul dan menjawab tuduhan yang diarahkan pada agama Kristen. [1]
Dalam permintaan maaf pada waktu itu (misalnya, Permintaan Maaf Yustinus Martyr dan Athenagoras '), kami menemukan empat tuduhan umum terhadap agama Kristen. Pertama, orang Kristen dituduh melakukan provokasi - sebagai pemberontak yang menyangkal kedaulatan pemerintah. Pada sekitar 29 SM, pemujaan kaisar dimulai, terutama di kota Pergamus, praktik ini berlanjut hingga abad kedua Masehi. Menekankan Kaisar Kaisar (Caesar is God), membakar dupa untuk kaisar, atau bersumpah atas nama kaisar adalah tanda kesetiaan kepada kekaisaran. Orang-orang Kristen menolak untuk menyembah kaisar sehingga mereka dianggap pemberontak. Para pembela seperti Justin Martyr menyatakan bahwa pemerintah harus dihormati (Roma 13: 1-7) dan ia menunjukkan bahwa orang-orang Kristen adalah warga negara teladan yang membayar pajak dan mematuhi hukum sipil, tetapi mereka tidak dapat mengenali Caesar sebagai Tuhan karena Yesus satu-satunya Tuhan yang pantas disembah. Karena itu, Justin meminta pihak berwenang untuk tidak menghukum orang Kristen dengan alasan berita palsu.
Kedua, gereja pertama kali dituduh sebagai ateis atas dasar penolakan mereka untuk menyembah dewa-dewa Romawi. Contohnya adalah Polikarpus, uskup Gereja di Smyrna, yang ketika ia berusia delapan puluh tahun dihakimi di hadapan Kaisar Markus Aurelius dengan dakwaan sebagai ateis. Kaisar tidak ingin menjadikan martir uskup yang disegani, berusaha mencari celah untuk membebaskannya. Saat mengadili Polikarpus di tengah arena yang dipenuhi oleh warga Romawi, Markus Aurelius berjanji untuk mengampuni Polikarpus dengan satu syarat, yang menyangkal iman Kristennya dengan mengatakan, "Singkirkan para ateis!" Anda ateis! "Kaisar menjadi jengkel dan menghukum Polikarpus mati di tempat yang sama. Justinus Martyr, yang juga terbunuh pada masa pemerintahan Markus Aurelius, menulis dalam buku Permintaan Maaf bahwa orang-orang Kristen bukanlah ateis, tetapi mereka yang benar-benar percaya pada Tuhan, yang menerima keberadaan Tuhan yang berdaulat dan berdaulat serta menolak politeisme bangsa Romawi.
Tuduhan ketiga dan keempat muncul sebagai akibat dari desas-desus tentang pertemuan rahasia Kristen yang diadakan di tempat-tempat seperti kuburan bawah tanah. "Perjamuan Tuhan" (di mana gereja mula-mula makan bersama, termasuk Perjamuan Tuhan, karena pernyataan mereka adalah satu kesatuan dengan Kristus dan yang lainnya) melahirkan kisah tentang praktik inses dan pelanggaran lainnya. Tuduhan terbaru datang dari perayaan Ekaristi itu sendiri. Orang-orang Kristen mula-mula dituduh sebagai kanibal. Dikabarkan bahwa dalam pertemuan-pertemuan itu orang-orang Kristen memakan daging manusia dan meminum darah manusia. Para pembela menanggapi dakwaan ini dengan menjelaskan Sakramen Perjamuan Tuhan dan memohon kepada pemerintah untuk memeriksa kebenaran berita sebelum mengutuknya.
Selain tuduhan-tuduhan ini, orang-orang Kristen juga dianggap sebagai orang yang terbelakang secara intelektual, terutama karena doktrin Tritunggal nampaknya menjadi kontradiksi di mata para filsuf Yunani. Pada waktu itu, ide-ide Plato dan Stoa mendominasi, dan para filsuf menuduh orang Kristen sebagai penulis mitos. Salah satu contoh konflik ini dapat dibaca dalam Kisah Para Rasul 17, sebuah kisah terkenal tentang Paulus di bukit Mars.
Itu adalah tentang deskripsi pertahanan iman dalam tiga abad pertama Kekristenan. Para filsuf Yunani menuduh orang Kristen bertentangan dan juga menentang konsistensi doktrin seperti Inkarnasi atau Kebangkitan. Para pembela iman mula-mula menanggapi dengan baik tuduhan itu.
Selama berabad-abad, gereja dihadapkan dengan tugas mengklarifikasi fakta yang ia yakini dari pandangan menyimpang. Disiplin apologetika tidak hilang pada abad kedua; tetapi berlanjut hingga hari ini. Setiap saat, di mana pun agama Kristen tumbuh dan berkembang, pandangan menyimpang, kesalahpahaman, dan bahkan tuduhan jahat selalu disertai. Oposisi terhadap Kekristenan akan terus memfitnah Kekristenan sebagai pelaku kejahatan (ini jelas dinyatakan dalam I Petrus 3:16), oleh karena itu, para pembela Kristen harus terus waspada untuk melawan tuduhan palsu ini.




[1] Penerjemah: Ming Chen, dari Sproul, RC, Defending Your Faith, 2003, Crossway Books