Tampilkan postingan dengan label THEOLOGI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label THEOLOGI. Tampilkan semua postingan

Rabu, 15 Agustus 2018

MENDISAIN BLACK THEOLOGY OF LIBERATION THEOLOGI PEMBEBASAN KULIT HITAM DALAM BENTUK CONPREHENSIF INTEGRATED

MENDISAIN BLACK  THEOLOGY  OF LIBERATION
THEOLOGI  PEMBEBASAN KULIT HITAM
DALAM BENTUK CONPREHENSIF INTEGRATED







Minggu, 12 Agustus 2018


MatiusSobolim
NIM: 16047




DiserahkanKepada:
Dr. Gunaryo Sudarmanto, D.Th
Sebagai Bagian Dari Tugas Mata Kuliah
Comprehensive & Integrated Systematic Theology



ISTITUT INJILI INDONESIA
Batu 17 April, 2017



A.    Latar Belakan
Desain bisa diterjemahkan sebagai seni terapan, aristektur dan berbagai pencapaian kreatif lainya. dalam sebuah kalimat sebuah “desain” bisa digunakan sebagai baik kata benda maupun kata kerja. sebagai kata keraja, “desain”  memiliki arti “proses untuk membuat dan menciptakan opjek baru”. sebagai kata benda desain digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal atau berbentuk benda nyata. Proses pada umumnya memperhitungkan aspek fungsi, estetika, dan berbagai macam aspek lainya dengan sumber data yang didapatkan dari riset, pemikiran, brainstorming, maupun dari desain yang sudah ada sebelumnya. Dalam hal ini penulis akan  Mendisain salah satu bentuk Teologi secara Konprehensif, mengintegrasikan Karya Penulisan James H. Cone Berjudul  A Black  Theology of Liberation Theologi Pembebasan Kulit Hitam.
Teologi Pembebasan Kulit Hitam adalah teologi yang dikembangkan oleh para teolog berkulit hitam dari gereja-gereja Kristen Protestan di Amerika Serikat. James Hal Cone adalah teolog kulit hitam yang memperkenalkan teologi hitam pertama kali. Para teolog hitam mencoba membaca Alkitab dan menekankan pada pembebasan orang berkulit hitam dari diskriminasi orang-orang berkulit putih. Menurut penulis, orang kulit hitam telah banyak merasakan pengalaman pahit yang seharusnya diperhatikan dalam proses berteologi. Pada waktu itu, yang mendominasi bidang teologi adalah teolog-teolog berkulit putih. Teologi hitam meyakini Yesus sebagai sahabat setia bagi semua manusia yang mengalami penindasan, penderitaan dan penghinaan tanpa memandang ras atau bangsa. Yesus dalam pandangan theology hitam datang untuk mengangkat dan meneguhkan martabat serta identitas orang hitam sebagai orang hitam. James Hal Cone dalam bukunya A Black Theology of Liberation yang ditulis tahun 1970, menyatakan bahwa Allah telah menggabungkan diri-Nya dalam perjuangan orang-orang berkulit hitam. Dengan demikian, Yesus dapat dikatakan sebagai Mesias Kulit Hitam (Black Messiah).[1]
       I.            Lahirnya Theology Hitam
Teologi Kulit Hitam lahir dikarenakan terjadinya “diskriminasi perkepanjangan dalam lugos dunia. Nasip yang mengenaskan dan pahit warga kulit hitan di Amerika Serikat tak kunjung kala, terjadi sepanjang abad. Sejarah kulit hitam di Amerika banyak mengalami pasang surut. Hampir warga kulit hitam yang hidup semua berasal dari benua Afrika. Nenekmoyang mereka di culik oleh AS dari Afrika, serta dibawa secara paksa ke Amerika dalam kondisi yang sangat mengenaskan. setibanya di Amerika mereka dijadikan budak secara paksa.[2]  Warga Kulit Hitam di Afrika tidak salah, hanya karena warna kulitnya saja mereka menjadi budak dan dihina habis-habisan. Sejak saat itu, kehidupan yang manis dan tenang menjadi impian yang sangat mustahil untuk dicapai. Alex Haley, Penulis besar AS menceriterakan secara terapik penderitaan warga kulit hitam di Amerika. Cerita menyedikan perbudakan di Amerika mulai terjadi sejak tahun 1691 para budak dari Afrika dibawa ke negeri ini pada abad ke 17 dan 18. Mereka dipekerjakan  di kebun Jagung dan Kapas, ladang tembakau dan beras. Maka, tidak bisa dipungkiri bahwa para budak Afrika ini memainkan peran penting dalam perekonomian Amerika Serikat.
Tenaga mereka dikuras dan keringat mereka di peras hingga titik terakhir dan dipaksa kerja keras dengan gaji yang sangat kecil. Bahkan wanita Afrika yang tenga hamil pun di paksa pekerja keras diladang dan perkebunan. Perempuan ini hanya memberikan hak asuh anak tiga sampai empat bulan untuk menyusui bayinya. oleh karena perbuatan semacam ini membuat para bayi mereka cepat meninggal dunia dengan mengenaskan. Penyiksaan terhadap Kunta sampai dengan keturunannya mendapat penyiksaan berulang-ulang kali merupakan makanan sehari-hari dan makan sehari keturunan berikutnya. Dalam pandangan orang kulit putih orang hitam tidak bertuhan. Jika orang kulit putih bersumpa bahwa budak kulit hitam berdusta maka budak tersebut akan memotong telinganya. Orang kulit hitam membunu kulit putih maka konsekwensinya adalah hukuman gantung. Jikalau seorang kulit putih membunuh kulit hitam hukumannya hanya dicambuk. Menulis dan membaca bagi orang hitam dilarang dan hukumnya ilegal. Memberi buku kepada orang hitam juga merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. Ingin mehirup udara bebas, hidu seperti layaknya manusia lain, namun itu hanya tinggal mimpi buruk. berkali-kali meloloskan diri namun tangan besi menindas. pada saat ketahuan orang kulit hitam melarikan diri, maka hukumannya  adalah tangan mereka di paku ke dinding dan mereka dipaksa makan telinga mereka sendiri. Berbagai tidakan keji orang kulit putih juga diceritakan dalam Novel ini.[3]
 Mereka dirampok dalam jumlah yang cukup fantastis, sekitar 11 Juta orang Afrika kulit hitam dari pantai barat Afrika sekitar tahun 1562 dan 1807. Nama julukan kulit hitam ialah Negro, definisinya sungguh menyakitkan dan mengandung unsur negatif. Manusia Kulit hitam itu seolah-olah menjadikan sebagai orang hutan (monyet). Kulit putih berangkapan bahwa orang brkulit hitam adalah keturunan monyet. Makan tidak boleh satu tempat dengan orang berkulit Putih. Tidak boleh naik bus bersama dengan orang kulit putih. Sampai saat ini, Amerika yang dewasa ini kita kenal dan mengklaim pembela Hak Asasi Manusia (HAM), tumbuh dan berkembang diatas penderitaan dan cucuran darah pada budak afrika. Namun anak cucu para budak ini yang berkembang di Amerika, namanyapun tidak pernah disebut untuk mendapat pujian, namun sebaliknya mereka masi tetap hidup dalam diskriminasi.
Berjalanya waktu dunia Amerika di resolusi oleh kekuatan Injil secara luar biasa namun, perbudakan adalah kesempatan dan diskriminasi merupakan lahan subur bagi orang kulit putih. Orang kulit putih sejak itu Injil bisa dikatakan sudah matang dan dewasa. Tetapi, Pikiran Imprealis, Klonialis, serta militeris yang membuat mata rohani mereka tertutup. oleh karena itu, mereka melihat firman Tuhan dengan lensa hermeneitik yang kabur. dengan demikian orang kulit putih melihat orang kulit hitam adalah dari spesies lain. Padahal, dalam Kisah Para Rasul 17: 28 Sebab didalam Dia kita hidup, kita bergerak,  kta ada, seperti yang telah dikatan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah juga. Hal-hal ini yang membuat Cone mendirikan suatu Theology Hitam.
    II.            Pemikiran Terhadap Theology Kulit Hitam
Menurut James H. Cone, Yesus Kristus tidak hanya datang untuk menebus dosa-dosa umat-Nya.  Dia datang ke dunia bukan melulu terkait soal keselamatan, dan pengorbanan, tapi juga memberi pembebasan. Pembebasan dari ekonomi, politik, atau sosial yang tidak adil.  Peran inilah yang digumuli oleh para teolog pembebasan.  Tidak itu saja, para Teolog pembebasan juga berjuang untuk menafsirkan ulang kabar Injil gereja mula-mula, di mana kekristenan secara politis dan budaya terdesentralisasi. Salah satu di antara sederet nama para teolog pembebasan adalah James Hal Cone.
James H. Cone dikenal banyak orang sebagai teolog “hitam” terkemuka di Amerika Serikat.  Dalam kesaksiannya, Dia dipanggil untuk melayani Tuhan di usia yang relatif muda, 16 tahun, dan menjadi seorang pendeta pada tahun berikutnya, 1954, ketika dia sedang studi di perguruan tinggi.  Perjuangan Cone membela kaumnya tidak hanya ketika dia menjadi seorang teolog, sebelumnya Cone juga berjuang melalui tulisan-tulisannya dengan menjadi seorang jurnalis untuk sekolah.  Dia juga terlibat aktif dalam serangkaian demo, termasuk  boikot bus di Montgomery yang diselenggarakan oleh Martin Luther King, Jr. Meskipun ia merasa tidak siap untuk mengorganisir umat layaknya dilakukan King namun dia sangat terinspirasi oleh karya King bagi kaumnya. Dengan mengusung “Teologi Pembebasan Hitam”, Cone berjuang keras bagi kemerdekaan rakyat “hitam” Afrika secara sosial, ras, filosofis dan teologis, seperti yang dilakukan King.  Kendati dengan cara berbeda, teolog yang memperoleh gelar Ph. D dari  Northwestern University ini ternyata mampu menghimpun kembali spirit “black power” untuk melawan ketidakadilan dan diskriminasi.  Untuk tujuan kemerdekaan kaumnya, Cone kemudian menggali ulang berita Injil, dan berusaha mencari kebenaran Alkitab terkait karya Allah bagi orang miskin dan tertindas. Mengawali teologinya, Cone mencari akar permasalahan dengan mempertanyakan kembali pengalaman-pengalaman Afrika-Amerika yang dialami, ditinjau dari segi teologis. Pertanyaan-pertanyan yang sama juga menghantarkan dia pada titik terang dalam kitab suci tentang unsur-unsur liberatif dalam kitab Keluaran, tradisi Israel dan teladan kehidupan Yesus. Namun, Alkitab bukan satu-satunya sumber yang membentuk teologi Cone. Menanggapi kritik dari para teolog kulit hitam lainnya  Cone mulai memanfaatkan sumber-sumber literatur lain tentang komunitas Kristen Afrika Amerika untuk karya teologisnya.
Bagi Cone teologi tidaklah universal, namun terikat dengan konteks sejarah tertentu.  Pemikiran inilah yang juga melatar-belakangi kritikannya terhadap teologi barat yang dianggap sangat abstrak.  Cone sendiri merumuskan teologi pembebasan dengan beranjak pada konteks pengalaman hitam,  dan penin-dasan. Dalam teologinya, teolog kelahiran 5 Agustus 1938  di Fordyce, Arkansas ini menggambarkan Yesus sebagai sosok suci yang dekat dengan orang miskin, tertindas, dan kebangkitan sebagai tindakan utama pembebasan.  Pandangan pandangan seperti itulah yang kemudian membentuk “Lensa hermeneutik” (sudut pandang penafsiran) terhadap Injil. Pengaruh teologi Cone terus meluas setelah penerbitan buku sebagai karya perdananya (1969). Ia dipandang sebagai teolog yang berperan sangat besar dalam munculnya teologi pembebasan di seluruh Dunia Ketiga dan membangun kepedulian orang untuk membebaskan kaum tertindas dari penderitaan politik, sosial, dan ekonomi. Tahun 1977 dalam bukunya Cone mengajak agar orang Kristen memiliki visi yang lebih jauh lagi.  Cone melihat teologi Kristen harus terus mengembangkan visinya untuk merangkul dunia lebih luas lagi melampaui keprihatinan kaum Hitam Amerika dan kekhasan iman Kristen. “Saya berpikir bahwa waktunya telah datang untuk teolog hitam dan orang gereja bergerak melampaui reaksi hanya untuk rasisme kulit putih di Amerika dan mulai untuk memperluas visi kita tentang kemanusiaan konstruksi sosial baru di seluruh dunia yang dihuni. Demi kemanusiaan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan menjadi kelompok-kelompok rasial dan nasional. “ seperti ditulis dalam bukunya “Cross Currents”. Sebagai hamba Tuhan dan Teolog James H Cone sangat produktif.  Ada begitu banyak karya fenomenal yang dihasilkan dari buah pikirnya.  Beberapa diantaranya adalah “Teologi Hitam & Black Power (1969)”; Teologi Pembebasan Hitam(1970), Kaum Tertindas (1975), dan Martin & Malcolm & Amerika: Mimpi atau Mimpi Buruk (1991).  Hampir keseluruhan karya Cone bernuansa teologi pembebasan.  Semua karyanya yang telah dibukukan juga telah diterjemahkan ke dalam sembilan bahasa.[4]James H. Cone, tokoh yang mengembangkan Teologi Hitam (Black Theology) di AS sejak akihr tahun 1960-an, diundang untuk menyampaikan kuliah tamunya. Ia sendiri sesungguhnya adalah dosen teologi sistematika di Union, New York. Menurut Cone, para budak Afrika yang menjadi Kristen di Amerika, mengalami ketegangan di dalam pemahaman iman mereka. Bagaimana mereka dapat menerima pengajaran bahwa Allah itu kasih apabila pada kenyataannya mereka menderita secara luar biasa di dalam perbudakan? Mengapa Allah membiarkan mereka menderita seperti itu? Memang sempat muncul teologi yang mengajarkan mereka agar tetap bersabar dalam penderitaan mereka itu, karena pada akhirnya mereka akan menerima ganjarannya di surga kelak. Tetapi teologi seperti ini tidak dapat mereka terima.
Menurut penelitian Cone, ada dua teks Alkitab yang menonjol bagi orang-orang kulit hitam, yaitu kitab Keluaran dan Mazmur 68:32 yang menurut mereka secara samar-samar mengacu kepada janji Allah untuk membebaskan para budak Afrika, “Dari Mesir orang membawa barang-barang tembaga, Etiopia bersegera mengulurkan tangannya kepada Allah.” Allah adalah pembebas kaum tertindas. Inilah dasar keyakinan orang-orang Afrika itu. Kalau Allah memang ada, Allah tidak akan membiarkan perbudakan terjadi dan berlangsung terus. Di dalam perjuangannya, orang-orang kulit hitam ini dipimpin oleh Martin Luther King, Jr., yang menekankan pendekatan anti-kekerasan yang diperolehnya dari Mahatma Gandhi. King memimpin gerakan anti-kekerasan secara radikal, meskipun itu berarti orang-orang kulit hitam itu harus menderita. “Tidak ada pembebasan sejati tanpa penderitaan,” demikian keyakinan mereka. Hal ini mengusik hati nurani orang-orang kulit putih, namun tidak sepenuhnya memuaskan orang-orang kulit hitam. Sebagian orang kulit hitam akhirnya malah menolak Amerika dan kekristenan. Mereka mengembangkan gagasan untuk memisahkan diri, membentuk sebuah negara yang terpisah di Amerika, atau malah kembali ke Afrika. Tokoh-tokoh seperti Malcolm X, mengritik King dan mengatakan bahwa kekristenan adalah agama orang kulit putih. “Bagaimana mungkin kamu menyembah Allah yang disembah orang kulit putih yang menindas kamu?” begitu Malcolm X menantang orang-orang kulit hitam. Tantangan ini membangkitkan kesadaran baru di kalangan orang kulit hitam dan pada tahun 1966 terbentuklah apa yang disebut sebagai “Black Power” – suatu gerakan di antara orang-orang kulit hitam yang mencoba membangkitkan kebanggaan mereka atas identitas mereka. Gerakan ini mencapai tujuannya ketika semakin banyak orang kulit hitam yang mencoba menantang semangat keunggulan orang-orang kulit putih. Gereja orang-orang kulit hitam yang selama ini mengajarkan “anugerah yang murah” dan spiritualitas yang dangkal, disentakkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang baru. “Anugerah yang murah” di sini jelas mengacu kepada gagasan yang dikemukakan oleh seorang teolog Jerman terkemuka, Dietrich Bonhoeffer, yang mengatakan betapa banyak gereja yang mengajarkan pengampunan tanpa pertobatan dan perubahan yang radikal di dalam diri orang yang mengaku dosa itu, sehingga anugerah pengampunan Allah itu menjadi murah. “Bagaimana mungkin pengampunan yang dibayar mahal oleh Allah dengan pengorbanan Anak-Nya sendiri dijadikan begitu murah oleh manusia?” begitu pertanyaan yang diajukan oleh Bonhoeffer. “Penderitaan memaksa kita berpikir, mencari makna,” kata Cone mengutip Feuerbach, seorang filsuf. “Kita (orang kulit hitam) harus menantang realitas penderitaan yang dihadapi sehari-hari dalam bentuk racial profiling (pemilah-milahan berdasarkan ras), kebrutalan polisi yang membuat banyak orang kulit hitam bulan-bulanan polisi atau bahkan dicari-cari kesalahannya hingga jumlah tahanan kulit hitam jauh melampaui proporsi mereka di Amerika Serikat,” kata Cone pula. Teologi Hitam James Cone telah membangkitkan kesadaran orang-orang kulit hitam terhadap iman mereka dan kenyataan sosial yang mereka hadapi sehari-hari. Mereka ditantang untuk menerjemahkan iman mereka secara konkret, sebab bila tidak demikian maka iman mereka menjadi hampa belaka atau malah mati.[5]

 III.            RANCANG BAGUN COMPREHENSIF INTEGRATED THEOLOGY PEMBEBASAN KULIT HITAM DAN AREA STUDI THEOLOGISNYA!
Teologi “pembebasan kulit hitam” adalah turunan dari teologi pembebasan  yang lahir di Amerika Selatan, kebanyakan bersifat humanistik, karena berusaha untuk mengaitkan pengajaran Kristen pada nasib orang miskin. Teologi pembebasan kulit hitam umumnya berfokus pada orang Afrika dan secara khusus pada orang Afrika-Amerika, agar dibebaskan dari segala macam perbudakan, diskriminasi, dan yang nyata terlihat ataupun yang hanya dapat dirasakan, baik dalam bidang sosial, politik, ekonomi, hukum ataupun agama di America.
Tujuan Theolgi Pembebasan Kulit Hitam: Tujuan dari teologi pembebasan kulit hitam ini adalah untuk “membuat Kekristenan menjadi nyata bagi kaum kulit hitam.” Kesalahan utama dalam teologi pembebasan kulit hitam ini justru terkait fokus dari teologi itu sendiri. Teologi pembebasan kulit hitam berusaha membawa Kekristenan pada usaha pembebasan dari masalah ketidakadilan sosial di dunia ini dan saat ini, bukannya untuk kehidupan setelah kematian nanti.
Metodologi Theology Hitam: Para teolog dari teologi pembebasan kulit hitam  beranggapan bahwa hal yang pertama yang tepat harus dengan “sudut pandang dari bawah”, artinya, “dimana terdapat penderitaan”; yang berarti dalam konteks penderitaan dari yang tertindas dan yang terbuang. Kita harus terpanggil untuk melihat dunia dari sudut pandang mereka. Sementara teologi tradisional meletakkan strukturnya pada filosofi, teologi pembebasan berjalan kepada ilmu sosial.
Doktrin Tentang  Allah: Allah berbicara kepada kaum kulit hitam dalam “kehitaman”-Nya, Dia tahu bahwa Dia adalah “pribadi.” Dalam masyarakat dimana terdapat orang yang tertindas sebab perbedaan warna kulit, Allah menerima warna kulit orang tersebut, menyerukan bahwa “hitam adalah indah.” Sifat Allah yang menonjol dalam teologi kulit hitam adalah kuasa dan kedaulatan-Nya; tidak mengherankan bahwa orang kulit hitam sebagian besar sadar sebagai sebuah kelompok yang kurang berkuasa. Atribut lain yang penting dari Allah adalah kebaikan-Nya. Roberts mengatakan bahwa Allah adalah absolut dalam kuasa dan kebaikan terhadap kaum kulit hitam. Kuasa yang absolut menjamin kemenangan yang terbaik dari yang baik, tetapi kebaikan absolut meyakinkan kita bahwa kuasa absolut tidak akan disalah gunakan.
Pribadi dan Karya Kristus: Orang kulit hitam melihat Yesus sebagai salah satu dari mereka, karena dalam Perjanjian Baru menggambarkan-Nya sebagai Seorang yang tertindas. Dia berkumpul dengan yang tertindas, pengemis dan tunawisma. Sebagai Mesias, Kristus adalah Raja. Ke-Raja-an ini bukan hanya masa yang akan datang. Para teolog kulit hitam sepakat dalam pandangan mereka bahwa Yesus adalah kulit hitam. Gagasan Cleage mengenai Yesus secara literal dan sejarah adalah dari golongan kulit hitam orang Ibrani. Orang kulit hitam menaruh pengharapan pada 1 Kor. 15:25, “Karena Ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai Allah meletakkan semua musuh-Nya di bawah kaki-Nya.” Pengajaran tentang Kristus sebagai Pembebas merupakan sebuah tema utama dalam teologi kulit hitam.
Eskatologi: Teologi kulit hitam adalah sebuah teologi pengharapan. Penekanannya lebih kepada realitas masa kini daripada masa yang akan datang yang tidak nyata. Janji upah yang akan datang (seperti sorga) atau penghukuman (neraka) sedikit pengaruhnya kepada orang yang lapar, yang diperkosa dan yang melarat. Cone mengatakan bahwa gagasan sorga tidak relevan dalam teologi kulit hitam. Orang Kristen tidak boleh membuang waktu merenungi dunia yang akan datang (jika ada). Orang Kristen sejati tidak akan menghabiskan waktu memikirkan sorga dan neraka, tetapi menggunakannya untuk memperjuangkan hak-hak manusia dan kebebasan.
Konsep Allah Dalam Teologi Afrika: Terdapat perbedaan pandangan tentang warna kulit Allah, apakah putih atau hitam, atau berwarna. Di Afrika Selatan, kekristenan “putih” sudah sangat ditegaskan. Hal-hal yang hitam sudah dihubungkan dengan yang jahat. Akibatnya, diperlukan sebuah konsep baru tentang Allah yang berbeda dari yang sudah ada. Sabelo Ntwase dan Basil Moore menyarankan sebuah konsep baru yaitu, kebebasan hubungan gambar Allah. “Allah bebas dikenal secara sepintas dan secara tidak sempurna dalam pengalaman kita sendiri. Tetapi Allah juga bebas diatas segala sesuatu yang kita sudah ketahui, bebas untuk melepaskan kita dari belenggu penindasan dalam seluruh kehidupan.”
Yesus Kristus Sebagai Pembebas: Satu perhatian utama dari orang Afrika adalah ancaman serangan roh-roh jahat. Pelepasan adalah satu tema yang umum diantara orang percaya dan yang tidak percaya. Maka, tidak heran untuk menemukan bahwa Yesus dilihat sebagai Juruselamat, Penebus dan Kuasa. Jelas sekali ini ada hubungan dengan konsep Kristus sebagai Pembebas. Yesus memiliki kuasa untuk membebaskan dari ketakutan, penyakit, dan roh jahat, seperti dari penindasan, rasisme dan eksploitasi.
Pandangan Teologi Afrika Tentang Keselamatan: Teolog Afrika, Manas Buthelezi, menerangkan karakter hidup sebagai “sakramental.” Hubungan manusia dengan Allah adalah sesuatu yang diberikan sepanjang kehidupannya. Untuk menjadi serupa dengan gambaran Allah, artinya bahwa orang tersebut mengekspresikan hubungan itu. Keselamatan adalah sebuah sakramen dengan jalan manusia menerima dan mengakui karunia-karunia Allah yang baik dan sempurna bahkan seandainya belum menerimanya dalam totalitas. Allah memberikan hal-hal yang baik, meskipun itu pada suatu waktu akhirnya kepada orang lain. Kepercayaan ini adalah salah satu aspek iman. Aspek lain dari iman adalah menerima orang lain sebagai umat manusia yang Allah sudah terima. Maka bagian iman yang krusial, termasuk melibatkan hubungan damai dengan orang yang mengeksploitasi.
Gereja dan Masyarakat: Julius Nyerere menyarankan bahwa gereja harus menerima perkembangan manusia yang terlibat dalam pemberontakan. Dunia sudah terbagi antara yang punya dan yang tidak punya, yang kaya dan yang miskin, yang beruntung dan yang rugi. Mereka adalah orang yang berkuasa dan yang tidak. Kaum minoritas tersisih oleh karena perbedaan warna kulit dan ras. Gereja semestinya tidak terus mengikuti masalah seperti itu. Gereja harus mendesak dunia untuk menjadi satu dan untuk memenangkan keadilan sosial.
 IV.            ANALISIS DAN KRITIK PENULIS TERHADAP THEOLOGY PEMBEBASAN KULIT HITAM AFRIKA AMERIKA
Dalam pembahasan diatas James Hal, Cone menegaskan bahwa, Yesus datang  bukan untuk menyelamatkan manusia dari perbudakan dosa saja. Melainkan Ia datang sebagai, Politikus, Sosialis, dan Rekonsiliator. Jadi, Theology pembebasan Kulit hitam disini James H. Cone, berusaha Mengintegrasikan secara Comprehensif masalah diskriminasi dan ketidak adilan sosial hukum dan politik, menjadi area studi, menjadi sumber utama (primer) dan Theology menjadi sember sekunder, artinya dari deduktif ke induktif. Alkitap sebagai pendukung, masalah diskriminasi, serta rasisme.
Tetapi, Dalam pandangan lensa hermeneutika kontras dengan pandangan Cone dan pandangan Yesus Kristus. Dalam hal ini penulis tidak membatasi kedatangan Yesus membawa visi besar untuk menyelamatkan manusia pastilah ada potensi yang bersifat multi dimensi, didalam Yesus Yakni: Allah mengaruniakan Yesus Nama diatas segalah Nama. Namun, pertanyaan Theologis yang paling kontradiktif adalah pengajaran Yesus Kristus.  Yesus mengajarkan sebaliknya: “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini” (Yoh 18:36).
Apakah kaum kulit hitam (orang Afrika) dan khususnya orang Afrika-Amerika telah diperlakukan dengan tidak adil, curang dan kejam di dalam sejarah? Tentu saja ya! Haruskah salah satu buah dari Injil adalah berakhirnya rasisme, diskriminasi, prasangka, dan ketidaksetaraan? Lagi-lagi ya benar, tentu saja (Gal 3:28). Apakah pembebasan dari masalah ketidakadilan sosial adalah inti dari Injil? Tidak, bukan itu. Inilah pesan dari Injil: kita semua telah tercemar oleh dosa (Rom 3:23). Kita semua layak terpisah dari Allah dalam kekekalan (Roma 6:23). Yesus mati di kayu salib, mengambil alih hukuman yang sepantasnya ditimpakan kepada kita (2 Kor 5:21; 1 Yoh 2:2), dan malahan mengaruniakan keselamatan kepada kita. Yesus kemudian bangkit, menegaskan bahwa kematian-Nya adalah pembayaran yang memadai untuk hukuman atas dosa-dosa kita (1 Kor 15:1-4).
Jika kita beriman-percaya kepada Yesus sebagai Juru Selamat, maka semua dosa-dosa kita akan diampuni. Kita diberikan karunia agar bisa memasuki surga setelah kematian kita (Yoh 3:16). Inilah injil yang sebenarnya. Inilah yang seharusnya menjadi fokus kita. Inilah yang benar-benar dapat menyembuhkan “wabah penyakit” umat manusia. Ketika seseorang menerima Yesus sebagai Juru Selamat, dia menjadi ciptaan baru (2 Kor 5:17).
Roh Kudus yang berdiam di dalam hatinya memulai proses pengudusan supaya orang itu semakin serupa dengan Kristus (Rm 12:1-2). Hanya melalui transformasi spiritual inilah rasisme dapat benar-benar ditaklukkan. Teologi pembebasan kulit hitam ini tidak memadai karena teologi ini hanya mencoba menghilangkan gejala-gejala yang ada, tanpa mengatasi penyakitnya. Dosa yang sesungguhnya menjadi penyakitnya. Rasisme hanyalah salah satu dari banyak gejala penyakit ini. Pesan Injil adalah: Yesus mati di atas kayu salib untuk menebus dosa-dosa manusia. Keselamatan karena-Nya hanya tersedia melalui iman-percaya kepada-Nya. Berakhirnya rasisme akan menjadi hasil dari masyarakat yang benar-benar menerima Yesus Kristus sebagai Juru Selamat.
Namun, Injil sendiri tidak secara khusus membahas rasisme. Karena penekanannya yang terlalu berlebihan terhadap isu rasial, teologi pembebasan kulit hitam ini cenderung memisahkan komunitas orang Kristen kulit hitam dengan kulit putih. Ini benar-benar tidak alkitabiah. Kristus datang ke dunia untuk menyatukan semua yang percaya kepada-Nya dalam sebuah Gereja universal, Tubuh Kristus, di mana Dia menjadi kepalanya (Ef 1:22-23). Anggota dari Tubuh Kristus berbagi ikatan yang sama dengan seluruh orang Kristen lainnya, terlepas dari latar belakang, ras, ataupun kebangsaan mereka. “Supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan” (1 Kor 12:25).
Kita harus menjadi satu pikiran, dengan memiliki pikiran Kristus, dan memiliki satu tujuan, yaitu untuk memuliakan Allah dengan melaksanakan perintah Kristus untuk “pergi ke seluruh dunia,” memberitahu bangsa-bangsa tentang Dia, mengabarkan Injil, dan mengajar orang lain untuk taat kepada perintah-Nya (Mat 28:19-20). Yesus mengingatkan kita mengenai dua perintah yang terbesar: mengasihi Allah dan mengasihi orang lain seperti diri sendiri, terlepas dari ras apapun orang itu (Mat 22:36-40).
    V.            Presuposisi
Presuposisinya dalam Black Theology James H. Cone, menegaskan bahwa Yesus Sebagai Aktor Pembebas, Rekonsiliator, umat manusia terutama orang kulit hitam. Yesus Kristus sang sosialis, Humanis, Politikus. Yesus Kristus adalah sosok yang dihina, dianiaya, mengalami penderitaan memikul beban berat sampai disalipkan secara tidak manusiawi. Menurut James H Cone, Penderitaan Yesus Kristus sama dengan penderitaan warga kulit hitam Afrika Amerika, dari abad ke abad, dirantai, dicambuk, dipisahkan sebagai manusia yang berasal dari mahluk lain. Kerja Paksa, hak memandang sekeliling pun disita oleh aturan (undang-undang)  pemerintahan warga kulit putih.  Hak duduk bersama tidak ada tempat, bagi warga kulit hitam, makan minum diperlakukan tidak layak sebagai manusia pada umumnya . Itulah sebabnya,  James H.  Kone, berperangkapan  bahwa Yesus adalah solusi terakhir, hal tersebut ditekankan pada Black Theology. Dan selanjutnya Menurut James H. Cone, mengatakan bahwa makna Injil bagi orang kulit puti selama itu tidak jelas semakin kabur, baik: dalam pengajaran, penerapan, dan dalam pemberitaan Injil. Sebab selama berabad-abad, dari waktu ke waktu makna Injil sebenarnya dilengserkan oleh sistem kapitalis, militeris, modalis membuat menjadi manusia rakus angkuh, mementingkan diri-sendiri, dan menjadikan diri mereka orang kulit putih  sebagai gen utama dari semua ras. Hal- hal ini yang menyebabkan warga kulit putih sendiri secara tidak langsung Injil pun turut diperbudak, dikaburkan makna Injil yang sebenarnya, bahkan dikuburkan  secara dalam, memakai lapisan timbunan serentetan persoalan yang disebutkan diatas dan jelas sekali bahwa makna Injil yang sebenarnaya saat itu ada, namun tidak ada di permukaan. Kacamata rohani orang kulit puti sudah kabur saat itu kata Cone.  Dari sinilah ada tempat bagi warga kulit hitam untuk Rancang bagun Area Theolohy Hitam. Cone mengatakan bahwa Rancang Bagun Theology Hitam, bertujuan untuk belajar theology hitam, dan berteology secara terbuka. Karena menurut Jamen H Cone Theology Hitam adalah jawaban bagi orang kulit hitam, sebagai kekuatan untuk menghapus ketidak adilan sosial, bagi seluruh warga kulit hitam. Dan menanamkan, serta menemukan nilai-nilai kemanusian, yang adil dan beradap. Manusia yang berketuhanan dalam Yesus Kristus, sama seperti manusia pada umumnya di belahan dunia ini.  Theologi Kulit hitam perperan penting mengajarkan persatuan dan kesatuan warga kulit hitam dan kulit Putih. Teologi kulit hitam berpihak pada hikmat kebijaksanaan, bermufakatan untuk perwakilan orang kulit  hitam sebagai presentator atau ujung tompak, wakil kulit hitam di muka umum. Jadi, Menurut Jamens H Cone, Theology Pembebasan Kulit Hitam adalah solusi dalam segala serentetan aspeck kehidupan orang kulit hitam.
 VI.            Saran
Theology Pembebasan Kulit Hitam lahir melalui kesadaran, dari abad ke abad dari waktu ke waktu para sendikiawan kulit hitam, ilmuwan kulit hitam , dan para Theolog kulit hitam, bergumul untuk menemukan jati diri dan identitas sebagai manusia kulit hitam sebagai wakil Allah yang ada di bumi ini. Pada akhirnya James H. Cone, Menemukan suatu rancang bangun Theology Pembebasan Kulit Hitam (Area sutdi Theology Pembebasan Kulit Hitam.
Melalui lembaga ini orang kulit hitam sudah dan telah menemukan jati diri. Melalui survei kami baik, bacaan maupun pantauan langsung melalui sistem elektronika telah terpantau bahwa Theologi Kulit hitam, berpendirian jelas sampai saat ini, sudah terakreditasi di Amerika dan Di Afrika. Di beberapa Negara Kulit Hitam ada Teology Hitam yang berhaluan Injili sampai saat ini. Penilaian Kritik maupun sacaran dari siapun dipersilakan menangkapinya sebagaimana mestinya para teolog yang lain sudah mendahului kita dalam hal mengkritisi Black Theology. Namun Penulis sarankan bahwa dalam hal menangkapi, kritik dan saran terhadap Theology Pembebasan Kulit Hitam, harus menangkapi secara Comprehensif (menyeluruh) secara utuh dan tidak sepenggal penggal. Sebab para interpretator selama ini menilai dan menginterpretasi (menafsirkan) theology pembebasan kulit hitam dari sisi Negatifnya saja. Sedangkan sisi positifisme  terhadap latar belakang permasalahan munculnya teologi pembebasan kulit hitam belum di soroti. Secara kwantitas terlalu sedikit yang menilai hal-hal positif mengenai pemikiran Cone sebagai Pendiri Theology Pembebasan Kulit Hitam.
Adanya Theologi Pembebasan Kulit Hitam memberikan tempat bagi warga kulit hitam, secara penuh dalam menilai diri sendiri, menyampaikan dan menghargai pendapat orang lain sebagai mahkluk sosial, dan mematuhi hukum dan ham, serta menjunjung tinggi nilai-nilai, ineransi Alkitab,  Otoritas Alkitab,  Keapsahan, keautentikan Alkitab  serta pengilhaman Alkitab itu sendiri penuh dan bertanggung jawab.

B.     Kesimpulan
Theologi Hitam lahir, karena adanya diskriminasi yang berkepanjangan, dan tidak ada keadilan sosial bagi seluruh warga kulit hitam di kalangan Afrika, Amerika. Kemajuan di bidang ekonomi besar-besaran samapai menjadi negara adidaya dikarenakan ada pemeran utuma yang dimainkan di belakang layar yakni: “petani, buru kasar warga kulit hitam. Peranan yang dimainkan oleh warga kulit hitam di Amerika menjadi negara super power, namun tidak ada pengakuan sedikitpun dari pemerintahan. Warga kulit puti melakukan suatu penyangkalan rasis, serta diskriminasi, besar-besaran terjadi dalam segala zama. Adanya Theology pembebasan kulit hitam , maka terjadi revolusi mental di kalangan warga kulit hitam. Melalui Pendirian theology inipun,  juga membuat warga kulit hitam dimerdekakan. Dalam uraian diatas kita melihat bahwa, sebelumnya warga kulit puti sudah mengalami apa yang disebut transformasi misi Allah. Namun, mereka menggunakan lensa hermeneutika yang salah, akibatnya Injil Yesus Kristus diperbudak oleh sistem Eksploitasi hak hidup orang lain, militeris, imperialis dan klonial.
Dengan demikan, dalam theologi pembebasan kulit hitam, lebih menekankan pada diskriminasi, keadilan sosial, hukum dan hak-hak hidup orang kulit hitam.  Secara teologis James H. Cone, menegaskan penderitaan Yesus Kristus itu sama dengan penderitaan orang kulit hitam di segala zaman. Dan Cone menegaskan dalam theologynya bahwa Allah dipahami dalam konteks orang kulit hitam sebagai Allah yang hitam, dan Yesus Kristus sebagai kulit hitam. Menurut kone, surga bukan masa yang akan datang saja tetapi sekarang juga harus ada surga didalam kehidupan kita.
Dalam rancang bagun Theologisnya lebih menekankan kekinian, atau gereja saat ini. Dia tidak terlalu melihat masa yang akan datang. Hal-hal tersebut mempegaruhi para teolog yang lain mengkritis Cone, bahwa Theologinya mebuat pukulan telat terhadap Theologi orang Kulit Putih. Dengan demikian secara keseluruhan Theologi pembebasan kulit hitam adalah baik, sebab adanya pemikiran Teolog seperti Cone, yang membuat orang kulit hitam di bebaskan dari perbudakan. Orang Kulit Puti tudak hanya memperbudak warga kulit hitam, melainkan Injil tentang kerjaan Allah diperbudak sampai ratusan tahun. Seorang teolog Kulit hitam membongkar tirai besi yang menjadi tembok raksasa dengan berbagai macam cara sehingga sampai sekarang orang kulit hitam hidup sebagai orang yang merdeka seprti selayaknya manusia yang lain.
.......


C.     DAFTAR  RUJUKAN
ALKITAB Yaitu: Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam Terjemahan Baru yang diselenggarakan oleh
 Lembaga Alkitab Indonesia LAI,
James H. Cone Berjudul  A Black  Theology of Liberation Theologi  Pembebasan Kulit Hitam Anton Wessel. 2001. Memandang Yesus: Gambar Yesus dalam Berbagai Budaya.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 83-84.
_______________ Reformata Menyuarakan Kebenaran dan Keadilan.
Reformata.com. 2012  
________________http:www:// Google, Pencaraian kata Theologya Hitam.com


[1] Anton Wessel. 2001. Memandang Yesus: Gambar Yesus dalam Berbagai Budaya. Jakarta:BPK Gunung Mulia. hlm. 83,84.
[2] Roots. Diaga of and American family, Karya Alex Haley.
[3] Novel Roots berbeda dengan novel-novel lainnya, yang bersifat fantasi dan khalayan belaka. Novel ini adalah sebuah realita sejarah yang menyakitkan Roman yang ditulis berdasarkan data-data sejarah ini dengan gamlang menceritrakan keganasan dan kepuasan kulit putih, terhadap kulit hitam Afrika. Roman ini juga kemudian menjadi bukti kezaliman kulit putih terhadap warga kulit hitam Afrika yang diperbudak secara paksa. Ini bukan kejadian Prasejarah, namun terjadi sekitar 120-130 tahun yang lalu. indonesian arib.ir
[4] Copyright © 2004-2017 Reformata.com. All rights reserved
[5] Copyright ©1999-2002, Gereja Kristen Indonesia. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang. Address: Jl. Gading Indah III NF-1/20, Kelapa Gading Permai, Jakarta, Indonesia. Phone: 62 21 4530971 : Fax: 62 21 4502814