Riwayat Lengkap Nelson Mandela
Matius Sbolim
Nelson Rolihlahla Mandela lahir 18 Juli 1918) adalah seorang revolusioner anti-apartheid dan politisi Afrika
Selatan yang menjabat sebagai Presiden Afrika Selatan sejak 1994 sampai 1999. Ia adalah orang Afrika Selatan berkulit hitam
pertama yang memegang jabatan tersebut dan presiden pertama yang terpilih
melalui pemilu multiras dan lengkap. Pemerintahannya berfokus pada penghapusan pengaruh apartheid dengan memberantas rasisme, kemiskinan dan kesenjangan, dan mendorong
rekonsiliasi rasial. Selaku nasionalis
Afrika dan sosialis
demokratik, ia menjabat sebagai Presiden
Kongres Nasional Afrika (ANC) pada 1991 sampai 1997. Selain
itu, Mandela pernah menjadi Sekretaris Jenderal Gerakan Non-Blok pada
1998 sampai 1999.
Terlahir dari keluarga kerajaan Thembu dan
bersuku Xhosa,
Mandela belajar hukum di Fort
Hare University dan University
of Witwatersrand. Ketika menetap di Johannesburg, ia terlibat dalam politik anti-kolonial, bergabung
dengan ANC, dan menjadi anggota pendiri Liga Pemuda ANC. Setelah kaum nasionalis
Afrikaner dari Partai Nasional berkuasa tahun 1948 dan menerapkan
kebijakan apartheid, popularitas Mandela melejit di Defiance
Campaign ANC tahun 1952, terpilih menjadi Presiden ANC Transvaal,
dan menghadiri Congress
of the People tahun 1955. Sebagai pengacara, ia berulang kali ditahan
karena melakukan aktivitas menghasut dan, sebagai ketua ANC, diadili di Pengadilan Pengkhianatan pada 1956 sampai 1961, namun akhirnya divonis tidak bersalah. Meski
awalnya berunjuk rasa tanpa kekerasan, ia dan Partai
Komunis Afrika Selatan mendirikan militan Umkhonto
we Sizwe (MK) tahun 1961 dan memimpin kampanye pengeboman terhadap
target-target pemerintahan. Pada 1962, ia ditahan dan dituduh melakukan sabotase dan bersekongkol menggulingkan pemerintahan, dan dihukum penjara seumur
hidup di Pengadilan
Rivonia.
Kontroversial nyaris sepanjang hayatnya, para kritikus sayap kanan menyebut
Mandela teroris dan simpatisan komunis. Meski begitu, ia memperoleh pengakuan
internasional atas sikap anti-kolonial dan anti-apartheidnya, menerima lebih dari 250 penghargaan, termasuk Hadiah Perdamaian Nobel 1993, Medali
Kebebasan Presiden Amerika Serikat, dan Order of Lenin dari
Uni Soviet. Ia sangat dihormati di Afrika Selatan dan lebih dikenal dengan nama
klan Xhosa-nya, Madiba atau tata.
Nelson Mandela sering dijuluki "bapak bangsa".
Kehidupan awal
Masa kecil:
1918–1936
Mandela lahir tanggal 18 Juli 1918 di desa Mvezo di Umtatu, waktu
itu terletak di Provinsi Cape, Afrika
Selatan.[1] Dengan nama depan Rolihlahla, istilah Xhoa yang berarti
"pembuat masalah",[1] ia nantinya justru lebih dikenal dengan nama klannya,
Madiba.[2] Kakek buyut dari
ayahnya, Ngubengcuka, adalah
penguasa suku Thembu di Teritori
Transkei yang saat ini menjadi provinsi Eastern Cape di Afrika Selatan.[3] Salah satu putranya, Mandela, menjadi kakek
Nelson dan sumber nama belakangnya.[4] Karena Mandela adalah satu-satunya putra raja yang
ibunya berasal dari klan Ixhiba,
"Dinasti Tangan Kiri", keturunan cabang kadet
keluarga kerajaannya bersifat morganatik, artinya tidak berhak mewarisi takhta tetapi diakui sebagai anggota dewan
kerajaan yang jabatannya turun temurun.[4] Karena itu, ayahnya, Gadla Henry Mphakanyiswa, merupakan
kepala suku
setempat dan anggota dewan kerajaan; ia dilantik tahun 1915 setelah
pendahulunya dituduh korupsi oleh hakim kulit putih yang berkuasa waktu itu.[5] Pada tahun 1926, Gadla juga dituduh melakukan korupsi
dan Nelson kelak diberitahu bahwa ayahnya dipecat karena bersikukuh menolak
permintaan hakim yang tidak masuk akal.[6] Sebagai penyembah dewa Qamata,[7] Gadla adalah seorang poligamis yang memiliki empat istri, empat putra, dan sembilan putri, yang tinggal
di beberapa desa. Ibu Nelson, Nosekeni Fanny, adalah istri ketiga Gadla yang
merupakan putri Nkedama dari Dinasti Tangan Kanan dan anggota klan amaMpemvu.[8]
"Tak
satupun di keluargaku yang pernah bersekolah [...] Pada hari pertama sekolah,
guruku, Miss Mdingane, memberikan nama Inggris kepada setiap murid. Ini adalah
kebiasaan orang Afrika waktu itu dan tentunya dikarenakan pengaruh Britania
pada pendidikan kami. Hari itu, Miss Mdingane memberitahuku bahwa nama baruku
adalah Nelson. Aku tidak tahu mengapa ia memilih nama itu."
Sempat menyebut kehidupan awalnya didominasi "adat, ritual, dan
tabu",[10] Mandela tumbuh bersama dua saudarinya di kraal ibunya di desa Qunu, tempat
Mandela bekerja sebagai gembala sapi dan menghabiskan waktunya bersama
anak-anak lain.[11] Kedua orang tuanya buta huruf, namun merupakan penganut Kristen yang taat. Ibunya mengirimkan Mandela ke sekolah Methodis setempat ketika menginjak usia 7 tahun. Dibaptis sebagai Methodis, Mandela
diberi nama depan Inggris "Nelson" oleh gurunya.[12] Saat Mandela kira-kira berusia 9 tahun, ayahnya menetap
di Qunu dan meninggal akibat penyakit yang tidak diketahui yang diyakini
Mandela sebagai penyakit paru-paru.[13] Merasa "terabaikan", ia kelak mengaku mewarisi
"sifat pemberontak bangga" dan "rasa keadilan yang keras"
dari ayahnya.[14]
Ibunya membawa Mandela ke istana "Great Place" di Mqhekezweni,
lalu dipercayakan untuk asuhan bupati Thembu, Kepala Suku Jongintaba Dalindyebo. Meski ia tidak akan melihat
ibunya lagi selama sekian tahun, Mandela merasa bahwa Jongintaba dan istrinya
Noengland memperlakukannya seperti anak sendiri, membesarkannya bersama
putra-putri mereka, Justice dan Nomafu.[15] Karena Mandela sering menghadiri misa setiap Minggu
bersama orang tua asuhnya, Kristen menjadi bagian utama hidupnya.[16] Ia mengenyam pendidikan di sekolah misi Methodis dekat
istana tersebut. Di sana ia belajar bahasa Inggris, Xhosa, sejarah, dan
geografi.[17] Ia mulai tertarik dengan sejarah Afrika, mendengarkan
cerita-cerita yang diujarkan para pengunjung istana yang tua, dan terpengaruh
retorika anti-imperialis Kepala Suku Joyi.[18] Waktu itu, ia tetap saja menganggap kolonialis Eropa
sebagai penolong, bukan penindas.[19] Pada usia 16 tahun, ia, Justice, dan teman-temannya
berangkat ke Tyhalarha untuk menjalani ritual sunat yang secara simbolis menandakan mereka sudah dewasa. Seusai ritual,
Mandela diberi nama "Dalibunga".[20]
Clarkebury,
Healdtown, dan Fort Hare: 1936–1940
Mandela, sekitar 1937
Untuk mendapatkan keterampilan supaya bisa menjadi anggota dewan penasihat
untuk keluarga raja Thembu, Mandela mengenyam pendidikan menengah di Clarkebury
Boarding Institute di Engcobo,
institusi bergaya Barat yang merupakan sekolah Afrika berkulit hitam terbesar
di Thembuland.[21] Dirancang supaya murid-muridnya saling bersosialisasi
setiap hari, ia mengklaim kehilangan sikap "tertutupnya" dan berteman
baik dengan wanita untuk pertama kalinya; ia mulai berolahraga dan merintis
kecintaannya dalam berkebun.[22] Setelah menyelesaikan Junior
Certificate selama dua tahun,[23] pada tahun 1937 ia pindah ke Healdtown, perguruan Methodis di Fort Beaufort yang
juga dihadiri sebagian besar anggota keluarga raja Thembu, termasuk Justice.[24] Kepala sekolah menekankan superioritas budaya dan
pemerintahan Inggris, namun Mandela semakin tertarik dengan budaya Afrika
pribumi dan berteman untuk pertama kalinya dengan orang non-Xhosa, seorang
penutur bahasa Sotho, dan dipengaruhi salah satu guru
favoritnya, seorang Xhosa yang mematahkan tabu dengan menikahi orang Sotho.[25] Selain menghabiskan waktu luangnya dengan berlari dan
tinju, pada tahun keduanya Mandela memutuskan menjadi prefek.[26]
Dengan bantuan Jongintaba, Mandela mengambil gelar Bachelor of Arts (BA) di
University
of Fort Hare, institusi kulit hitam elit di Alice,
Eastern Cape dengan kurang lebih 150 mahasiswa. Di sana ia belajar
bahasa Inggris, antropologi, politik, pemerintahan pribumi, dan hukum
Belanda Romawi pada tahun pertamanya, dan ingin menjadi penerjemah atau
juru tulis di Departemen Urusan Pribumi.[27] Mandela menetap di asrama Wesley House, berteman dengan Oliver Tambo dan sesama anggota sukunya, K.D.
Matanzima.[28] Melanjutkan ketertarikannya di bidang olahraga, Mandela
mengambil kelas tari ballroom,[29] dan terlibat dalam pementasan drama tentang Abraham Lincoln.[30] Sebagai anggota Students Christian Association, ia
memimpin kelas Injil untuk masyarakat setempat[31] dan menjadi pendukung Britania Raya ketika Perang Dunia Kedua pecah.[32] Meski teman-temannya memiliki hubungan dengan Kongres Nasional Afrika (ANC) dan gerakan anti-impterialis, Mandela tidak mau terlibat.[33] Setelah membantu mendirikan House Committee untuk
mahasiswa tahun pertama yang melawan dominasi mahasiswa tahun kedua,[34] di akhir tahun pertamanya ia terlibat aksi boikot Students' Representative Council (SRC) terhadap kualitas makanan,
sehingga ia diskors sementara dari universitas; ia meninggalkan kuliahnya tanpa
gelar.[35]
Tiba di
Johannesburg: 1941–1943
Sepulangnya ke Mqhekezweni bulan Desember 1940, Mandela mengetahui bahwa
Jongintaba telah mengatur dua pernikahan untuk Mandela dan Justice; karena tidak senang, mereka pergi ke Johannesburg melalui Queenstown dan tiba bulan April 1941.[36] Mandela bekerja sebagai pengawas malam di Crown Mines,
"pemandangan kapitalisme Afrika Selatan pertama[nya]", tetapi dipecat
setelah induna (mandor) mengetahui ia kabur dari rumah.[37] Setelah menetap di rumah sepupunya di George
Goch Township, Mandela diperkenalkan pada pemasar rumah dan aktivis
ANC Walter Sisulu, yang
memberinya pekerjaan sebagai articled
clerk di firma hukum Witkin, Sidelsky and Edelman. Perusahaan
ini dioperasikan oleh seorang Yahudi liberal, Lazar Sidelsky, yang simpati
terhadap perjuangan ANC.[38] Di firma tersebut, Mandela berteman dengan Gaur Redebe,
anggota ANC dan Partai
Komunis bersuku Xhosa, dan Nat Bregman, komunis Yahudi yang
menjadi teman kulit putih pertamanya.[39] Dengan menghadiri pertemuan-pertemuan komunis, Mandela
terpesona melihat orang
Eropa, Afrika, India dan Kleurlinge berbaur
begitu saja. Akan tetapi, ia kemudian mengaku tidak bergabung dengan Partai
tersebut karena sifat ateismenya bertentangan dengan keyakinan Kristen Mandela,
dan karena ia memandang perjuangan Afrika Selatan lebih berbasis ras alih-alih kesejahteraan kelas.[40] Semakin terpolitisasi, bulan Agustus 1943 Mandela
mendukung boikot bus demi menggagalkan kenaikan tarif.[41] Untuk melanjutkan pendidikan tingginya, Mandela
mengikuti kursus korespondensi di University
of South Africa dan mengerjakan tugas akhirnya pada malam hari.[42]
Dengan upah kecil, Mandela menyewa kamar di rumah keluarga Xhoma di Alexandra Township; meski penuh kemiskinan,
kejahatan, dan polusi, Alexandra selalu menjadi "tempat berharga"
baginya.[43] Walaupun malu dengan kemiskinan yang dialaminya, ia
sempat merayu seorang wanita Swazi sebelum
gagal merayu putri tuan tanahnya.[44] Setelah menemukan kamar sewa yang lebih murah, Mandela
pindah ke markas Witwatersrand Native Labour Association,
tinggal bersama para penambang dari berbagai suku dan bertemu Ratu Basutoland.[45] Pada akhir 1941, Jongintaba mengunjungi Mandela dan
memaafkan kelakuannya. Sepulangnya ke Thembuland, sang bupati meninggal dunia
pada musim dingin 1942, Mandela dan Justice terlambat sehari untuk menghadiri
pemakamannya.[46] Pasca wisuda awal 1943, Mandela kembali ke Johannesburg
untuk menjadi pengacara alih-alih anggota dewan penasihat di Thembuland.[47] Ia kelak berkata bahwa saat itu ia tidak sadar, tapi
"mengetahui diriku sedang melakukannya dan tidak bisa melawan."[48]
Aktivitas
revolusi
Studi hukum dan
ANC Youth League: 1943–1949
Saat belajar hukum di University
of Witwatersrand, Mandela adalah satu-satunya orang pribumi Afrika di
fakultas tersebut, dan meski menghadapi rasisme ia berteman dengan sejumlah
mahasiswa Eropa, Yahudi, dan India liberal dan komunis, termasuk Joe Slovo, Harry Schwarz, dan Ruth First.[49] Setelah bergabung dengan ANC, Mandela semakin
dipengaruhi Sisulu dan menghabiskan waktunya bersama aktivis lain di rumah Sisulu
di Orlando, termasuk teman lamanya Oliver Tambo.[50] Tahun 1943, Mandela bertemu Anton Lembede, seorang nasionalis
Afrika yang sangat menentang front ras bersatu terhadap
kolonialisme dan imperialisme atau aliansi dengan kaum komunis.[51] Meski berteman dengan orang non-kulit hitam dan komunis,
Mandela mendukung pandangan Lembede, percaya bahwa orang Afrika kulit hitam
harus terbebas sepenuhnya dalam perjuangan mendapatkan penentuan nasib sendiri
secara politik.[52] Merasa perlunya sayap pemuda untuk memobilisasi penduduk
Afrika secara besar-besaran dalam penentangan penindasan mereka, Mandela ikut
dalam delegasi yang memberitahu Presiden ANC Alfred
Bitini Xuma soal rencana tersebut dirumahnya di Sophiatown; African National Congress Youth League (ANCYL)
didirikan pada Minggu Paskah 1944 di Bantu
Men's Social Centre di Eloff Street; Lembede menjadi
Presiden dan Mandela menjadi anggota komite eksekutif.[53]
Mandela dan Evelyn tahun 1944
Di rumah Sisulu, Mandela bertemu Evelyn Mase,
seorang aktivis ANC dan perawat dari Engcobo, Transkei. Menikah tanggal 5 Oktober 1944, setelah awalnya tinggal bersama kerabat
Evelyn, mereka menyewa Rumah no. 8115 di Orlando pada awal 1946.[54] Anak pertama mereka, Madiba "Thembi"
Thembekile, lahir bulan Februari 1946, sementara seorang putri bernama Makaziwe
lahir tahun 1947 namun meninggal 9 bulan kemudian akibat meningitis.[55] Mandela menikmati kehidupan rumah tangga, mengajak ibu
dan saudarinya Leabie untuk tinggal bersamanya.[56] Pada awal 1947, masa kerjanya di Witkin, Sidelsky and
Edelman selama tiga tahun berakhir dan ia memutuskan menjadi mahasiswa
purnawaktu, bergantung pada pinjaman dari Bantu Welfare Trust.[57]
Bulan Juli 1947, Mandela melarikan Lembede ke rumah sakit, tempat ia
meninggal dunia; Lembede digantikan sebagai presiden ANCYL oleh Peter Mda yang
lebih moderat dan sepakat bekerja sama dengan kaum komunis dan non-kulit hitam.
Mda menunjuk Mandela sebagai sekretaris ANCYL.[58] Pada Desember 1947, Mandela tidak sependapat dengan
pendekatan Mda untuk mendukung upaya pengusiran kaum komunis dari ANCYL, karena
ideologi mereka dianggap tidak Afrikawi; upaya ini terbukti gagal.[59] Tahun 1947, Mandela terpilih masuk komite eksekutif ANC
Transvaal di bawah presiden regional C.S. Ramohanoe. Ketika Ramohanoe bertindak
melawan keinginan Komite Eksekutif Transvaal dengan bekerja sama dengan orang
India dan komunis, Mandela termasuk salah satu yang memaksanya mengundurkan
diri.[60]
Pada pemilihan umum Afrika Selatan 1948 yang
hanya boleh diikuti penduduk kulit putih, Partai
Herenigde Nasionale yang didominasi Afrikaner pimpinan Daniel
François Malan menang dan bergabung dengan Partai
Afrikaner menjadi Partai Nasional. Karena rasialis secara terbuka, partai ini meresmikan dan memperluas segregasi ras melalui
undang-undang apartheid yang baru.[61] Semakin meningkat pengaruhnya di ANC, Mandela dan
kader-kadernya mulai menyerukan aksi langsung terhadap apartheid, seperti boikot
dan mogok, yang dipengaruhi oleh taktik masyarakat India Afrika Selatan. Xuma
tidak mendukung aksi ini dan didepak dari kursi presiden melalui pemungutan
suara tidak percaya dan digantikan oleh James Moroka dan
kabinet yang lebih militan yang terdiri dari Sisulu, Mda, Tambo, dan Godfrey
Pitje; Mandela kelak berkata bahwa "Kami sekarang telah memandu ANC ke
jalur yang lebih radikal dan revolusioner."[62] Karena meluangkan waktunya untuk politik, Mandela gagal
di tahun terakhirnya sebanyak tiga kali di Witwatersrand; gelarnya akhirnya
ditahan permanen pada Desember 1949.[63]
Bendera triwarna Kongres Nasional Afrika
Mandela menggantikan Xuma sebagai Eksekutif Nasional ANC pada bulan Maret
1950.[64] Bulan itu, Defend Free Speech Convention diadakan di
Johannesburg dan meminta para aktivis Afrik,a India, dan komunis melakukan
mogok massal anti-apartheid. Mandela menentang mogok tersebut karena tidak
dipimpin ANC, tetapi mayoritas pekerja berkulit hitam terlibat, sehingga
kepolisian terpaksa meningkatkan aksi kekerasan dan memperkenalkan Undang-Undang Pemberantasan Komunisme 1950 yang
memengaruhi aksi semua kelompok pengunjuk rasa.[65] Pada tahun 1950, Mandela terpilih sebagai presiden
nasional ANCYL; di konferensi nasional ANC Desember 1951, ia terus menentang
front ras bersatu, sayangnya ia kalah jumlah suara.[66] Sejak itu, ia mengubah seluruh sudut pandangnya dan
beralih ke pandangan tadi; dipengaruhi teman-temannya seperti Moses Kotane dan
dukungan Uni Soviet terhadap perang
pembebasan nasional. Ketidakpercayaan Mandela terhadap
komunisme juga patah. Ia terpengaruh tulisan-tulisan Karl
Marx, Friedrich Engels, Vladimir Lenin, Joseph Stalin, dan Mao Zedong, dan menganut materialisme dialektik.[67] Pada April 1952, Mandela mulai bekerja di firma hukum
H.M. Basner,[68] meski komitmen kerja dan aktivismenya yang meningkat
berarti ia menghabiskan lebih sedikit waktunya untuk keluarga.[69]
Tahun 1952, ANC memulai persiapan Defiance
Campaign gabungan terhadap apartheid dengan kelompok India dan
komunis dan mendirikan National Voluntary Board untuk merekrut voluntir.
Tentang jalur pemberontakan
non-kekerasan yang dipengaruhi Mohandas Gandhi, beberapa pihak menganggapnya pilihan yang etis, tetapi Mandela
menganggapnya pragmatis.[70] Di rapat umum Durban tanggal 22 Juni, Mandela menyampaikan pidato di hadapan 10.000 orang,
memulai protes kampanye, yang karena itu ia ditangkap dan ditahan sementara di
penjara Marshall Square.[71] Seiring berlanjutnya protes, keanggotaan ANC meledak
dari 20.000 menjadi 100.000; pemerintah menanggapi dengan penangkapan massal
dan memperkenalkan Undang-Undang Keselamatan Umum 1953 supaya
bisa menerapkan darurat militer.[72] Bulan Mei, pihak berwenang melarang Presiden ANU
Transvaal J. B. Marks tampil
di hadapan publik; karena gagal mempertahankan posisinya, ia menyarankan agar
Mandela menggantikannya. Meski kelompok ultra-Afrikanis Bafabegiya menentang
pencalonannya, Mandela terpilih sebagai presiden regional pada bulan Oktober
October.[73]
Pada awal 1950-an, Mandela dipengaruhi
pemikiran anti-kolonialis sayap kiri, termasuk olah tokoh-tokoh seperti Karl
Marx (kiri) dan Jawaharlal Nehru (kanan).
|
Tanggal 30 Juli 1952, Mandela ditangkap di bawah UU Pemberantasan Komunisme
dan diadili sebagai bagian dari 21 orang terdakwa—termasuk Moroka, Sisulu, dan
Dadoo—di Johannesburg. Dinyatakan bersalah karena "komunisme menurut
undang-undang", hukuman kerja paksa mereka
selama sembilan bulan diperpanjang menjadi dua tahun.[74] Bulan Desember, Mandela dijatuhkan larangan menghadiri
pertemuan atau berbicara kepada lebih dari satu orang dalam satu waktu selama
enam bulan, sehingga kepresidenan ANU Transvaal-nya menjadi tidak praktis.
Defiance Campaign berangsur-angsur selesai.[75] Bulan September 1953, Andrew Kunene membacakan pidato
"No Easy Walk to Freedom" Mandela di sebuah pertemuan ANC Transvaal;
judulnya diambil dari kutipan pemimpin kemerdekaan India Jawaharlal Nehru, kelak memengaruhi pemikiran Mandela.
Pidato ini menetapkan rencana cadangan seandainya ANC dibubarkan. Rencana
Mandela (Mandela Plan) atau M-Plan ini terdiri dari pembelahan
organisasi menjadi struktur sel dengan
kepemimpinan yang lebih tersentralisasi.[76]
Mandela mendapatkan pekerjaan sebagai pengacara untuk firma Terblanche and
Briggish sebelum pindah ke Helman and Michel yang liberal dan lulus tes
kualifikasi untuk menjadi pengacara penuh.[77] Pada Agustus 1953, Mandela dan Oliver Tambo membuka
firma hukumnya sendiri, Mandela
and Tambo, yang beroperasi di pusat kota Johannesburg. Sebagai
satu-satunya firma hukum milik orang Afrika di negara itu, firma ini populer di
kalangan orang kulit hitam yang merasa dirugikan dan sering menangani kasus
kebrutalan polisi. Karena tidak disukai pihak berwenang, firma ini dipaksa
pindah ke lokasi terpencil setelah izin pendiriannya dicabut sesuai Group
Areas Act; akibatnya, pengguna jasa mereka menyusut.[78] Walau putri kedua, Makaziwe Phumia, lahir pada Mei 1954,
hubungan Mandela dengan Evelyn merenggang dan Evelyn menuduhnya selingkuh.
Bukti-bukti muncul bahwa ia selingkuh dengan anggota ANC Lillian Ngoyi dan
sekretaris Ruth Mompati; klaim kuat namun tanpa bukti menandakan Mompati
memiliki anak dengan Mandela. Karena jijik akan kelakuan putranya, Nosekeni
pulang ke Transkei, sedangkan Evelyn memeluk Saksi-Saksi Yehuwa dan
menentang obsesi politik Mandela.[79]
Kongres Rakyat
dan Pengadilan Pengkhianatan: 1955–1961
"Kami,
rakyat Afrika Selatan, menyatakan kepada seluruh negeri dan dunia:
Bahwa Afrika Selatan adalah milik semua orang yang tinggal di dalamnya, hitam dan putih, dan tak satu pemerintahan pun yang dapat mengklaim kekuasaan kecuali berdasarkan keinginan rakyat."
Bahwa Afrika Selatan adalah milik semua orang yang tinggal di dalamnya, hitam dan putih, dan tak satu pemerintahan pun yang dapat mengklaim kekuasaan kecuali berdasarkan keinginan rakyat."
— Kalimat
pembuka Piagam Kebebasan[80]
Mandela berpendapat bahwa ANC "tidak punya
alternatif terhadap pemberontakan bersenjata dan keras" setelah terlibat
dalam unjuk rasa yang gagal mencegah penggusuran kota pinggiran berpenduduk
kulit hitam Sophiatown, Johannesburg, pada Februari 1955.[81] Ia menyarankan Sisulu agar meminta persenjataan dari
Republik Rakyat Cina, tetapi meski mendukung perjuangan anti-apartheid,
pemerintah Cina percaya gerakan ini tidak cukup siap untuk perang gerilya.[82] Dengan keterlibatan South
African Indian Congress, Coloured People's Congress, South
African Congress of Trade Unions dan Congress of Democrats, ANC berencana mengadakan Kongres
Rakyat, meminta semua warga Afrika Selatan mengirimkan proposal
untuk zaman pasca-apartheid. Berdasarkan tanggapan-tanggapan ini, Piagam
Kebebasan dirancang oleh Rusty
Bernstein yang isinya meminta pembentukan negara demokratis
non-rasialis disertai nasionalisasi industri besar. Saat piagam ini diadopsi pada konferensi
Juni 1955 di Kliptown yang
dihadiri 3000 delegasi, polisi membubarkan acara, namun ini tetap menjadi
bagian utama ideologi Mandela.[83]
Setelah akhir pelarangan kecua bulan September 1955, Mandela cuti kerja ke
Transkei untuk membahas dampak Undang-Undang Otoritas Bantu 1951 bersama ketua-ketua suku setempat. Ia
juga menjenguk ibunya dan Noengland sebelum melanjutkan perjalanan ke Cape
Town.[84] Pada Maret 1956, ia dijatuhkan larangan tampil di
hadapan publik untuk ketiga kalinya, melarangnya masuk Johannesburg selama lima
tahun, tetapi sering ia langgar.[85] Pernikahannya berakhir setelah Evelyn meninggalkan
Mandela, membawa anak-anak mereka ke rumah saudaranya. Saat memulai sidang
cerai bulan Mei 1956, ia mengklaim Mandela menyiksanya secara fisik; ia menolak
tuduhan-tuduhan tersebut dan berjuang mendapatkan hak asuh anak-anaknya. Evelyn
menarik petisi perceraiannya pada November, namun Mandela meminta cerai pada
Januari 1958; perceraian ini akhirnya diputuskan bulan Maret yang hasilnya
anak-anak berada di bawah asuhan Evelyn.[86] Selama sidang cerai, Mandela mulai merayu dan melakukan
politisasi terhadap seorang pekerja sosial, Winnie Madikizela, yang ia nikahi di Bizana tanggal 14 Juni 1958. Madikizela kelak terlibat dalam aktivitas ANC dan sempat
dipenjara selama beberapa minggu.[87]
Sistem apartheid membatasi berbagai bidang kehidupan.
Pada tanggal 5 Desember 1956, Mandeal ditahan bersama sebagian besar
eksekutif ANC karena "pengkhianatan tinggi" terhadap negara. Pada
sidang di Penjara Johannesburg yang dipenuhi unjuk rasa massal, mereka
menjalani pemeriksaan sementara di Drill Hall tanggal 19 Desember sebelum
dibebaskan dengan jaminan.[88] Sidang sanggahan terdakwa dimulai tanggal 9 Januari
1957, melibatkan pengacara terdakwa Vernon
Berrangé, dan berlanjut sampai ditangguhkan pada bulan September.
Pada Januari 1958, hakim Oswald Pirow
ditunjuk untuk menangani kasus ini, dan pada Februari ia memutuskan bahwa ada
"bukti yang cukup" supaya para terdakwa diadili di Mahkamah Agung
Transvaal.[89] Pengadilan
Pengkhianatan resmi dimulai di Pretoria bulan Agustus 1958 dan para terdakwa berhasil meminta ketiga
hakim—semuanya terlibat dengan Partai Nasional yang berkuasa—diganti. Pada
Agustus, satu tuduhan dicabut, dan pada Oktober jaksa menarik dakwaannya dan
mengirim rancangan baru pada November yang berpendapat bahwa pemimpin ANC
melakukan pengkhianatan tinggi dengan menyerukan revolusi kekerasan, tuduhan
yang ditolak mentah-mentah oleh terdakwa.[90]
Pada April 1959, para militan Afrikanis yang tidak puas dengan pendekatan
front bersatu ANC mendirikan Pan-African
Congress (PAC); teman Mandela Robert Sobukwe
terpilih menjadi presiden, meski Mandela menganggap kelompok ini "tidak
dewasa".[91] Kedua partai menyerukan kampanye anti-pas pada bulan Mei
1960, yaitu pembakaran pas yang wajib dibawa ke mana-mana oleh penduduk Afrika.
Salah satu demonstrasi PAc dibubarkan polisi dan menewaskan 69 pengunjuk rasa
dalam pembantaian
Sharpeville. Sebagai bentuk solidaritas, Mandela membakar pasnya
ketika kerusuhan pecah di seluruh Afrika Selatan, sehingga pemerintah
memberlakukan darurat militer.[92] Di bawah kondisi Keadaan Darurat, Mandela dan sejumlah
aktivis lain ditangkap pada tanggal 30 Maret, dipenjara tanpa tuduhan di
penjara lokal Pretoria yang kotor, sementara ANC dan PAC dibubarkan pada bulan
April.[93] Hal ini membuat para pengacaranya sulit menghubungi
mereka dan disepakati bahwa tim terdakwa untuk Pengadilan Pengkhianatan harus
mengundurkan diri sebagai bentuk protes. Mewakili mereka di pengadilan, para
terdakwa dibebaskan dari penjara ketika keadaan darurat dicabut pada akhir
Agustus.[94] Mandela memanfaatkan waktu luangnya untuk mengadakan
All-In African Conference dekat Pietermaritzburg, Natal, pada bulan Maret yang dihadiri 1.400 delegasi anti-apartheid dan
menyepakati protes mogok kerja untuk memperingati 31 Mei, hari ketika Afrika
Selatan menjadi negara republik.[95] Tanggal 29 Maret 1961, setelah pengadilan berlangsung
selama enam tahun, para hakim menjatuhkan vonis tidak bersalah yang lantas
mempermalukan pemerintah.[96]
Umkhonto we
Sizwe dan tur Afrika: 1961–1962
Ruang beralas jerami di Liliesleaf Farm, tempat Mandela
bersembunyi
Menyamar sebagai sopir, Mandela berkeliling Afrika Selatan secara rahasia
dan menyusun struktur sel baru ANC dan mogok kerja massal pada 29 Mei. Dijuluki
"Black Pimpernel" di media—mengutip novel Emma Orczy tahun
1905 The
Scarlet Pimpernel—polisi mengeluarkan surat perintah
penangkapannya.[97] Mandela mengadakan beberapa rapat rahasia dengan
wartawan, dan setelah pemerintah gagal mencegah mogok tersebut, ia
memperingatkan mereka bahwa banyak aktivis anti-apartheid yang beralih ke aksi
kekerasan melalui kelompok-kelompok seperti Poqo PAC.[98] Ia yakin bahwa ANC harus membentuk kelompok bersenjata
untuk menyalurkan aksi-aksi kekerasannya dan meyakinkan ketua ANC Albert Luthuli—yang
secara moral menentang kekerasan—dan kelompok aktivis sekutu tentang perlunya
hal tersebut.[99]
Terinspirasi oleh Gerakan
26 Juli Fidel Castro dalam Revolusi Kuba, pada tahun 1961 Mandela ikut mendirikan Umkhonto
we Sizwe ("Tombak Bangsa", disingkat MK) bersama
Sisulu dan komunis Joe Slovo. Ketika menjabat sebagai ketua grup militan ini,
ia mendapatkan sejumlah ide dari literatur ilegal tentang perang gerilya karya
Mao dan Che Guevara. Setelah terpisah secara resmi dari
ANC, pada tahun-tahun berikutnya MK menjadi sayap bersenjata dari grup
tersebut.[100] Kebanyakan anggota awal MK adalah komunis berkulit
putih; setelah bersembunyi di flat Wolfie Kodesh di Berea, Mandela
pindah ke Liliesleaf
Farm milik komunis di Rivonia dan
bergabung dengan Raymond Mhlaba, Slovo,
dan Bernstein, yang sama-sama menyusun konstitusi MK.[101] Beroperasi dengan struktur sel, MK sepakat melakukan
sabotase demi memberi tekanan besar terhadap pemerintah dengan korban kecil,
mengebom instalasi militer, pembangkit listrik, kabel telepon, dan jalur
transportasi pada malam hari ketika tidak ada warga sipil. Mandela mencatat
bahwa jika taktik-taktik tersebut gagal, MK akan beralih ke "peperangan
gerilya dan terorisme."[102] Sesaat setelah pemimpin ANC Luthuli mendapatkan Hadiah Perdamaian Nobel, MK mengumumkan keberadaan mereka ke publik dan rencana 57 pengeboman pada
Hari Dingane (16
Desember) 1961, diikuti serangan-serangan lain pada Malam Tahun Baru.[103]
ANC setuju mengirim Mandela sebagai perwakilan mereka di pertemuan
Pan-African Freedom Movement for East, Central and Southern Africa (PAFMECSA) Addis Ababa, Ethiopia, Februari 1962.[104] Bepergian secara rahasia, Mandela bertemu Kaisar Haile
Selassie I dan berpidato setelah pidato Selassie di konferensi
tersebut.[105] Pasca konferensi, ia mengunjungi Kairo, Mesir, menyukai reformasi politik Presiden Gamal Abdel Nasser, dan
pergi ke Tunis, Tunisia, tempat Presiden Habib Bourguiba memberinya dana £5000 untuk persenjataan.
Ia kemudian melanjutkan perjalanan ke Maroko, Mali, Guinea, Sierra Leone,
Liberia, dan Senegal, sambil menerima bantuan dana dari Presiden Liberia William Tubman dan
Presiden Guinea Ahmed Sékou Touré.[106] Di London, Inggris, ia bertemu para aktivis
anti-apartheid, wartawan, dan politikus kiri ternama.[107] Di Ethiopia, ia mengikuti kursus perang gerilya selama
enam bulan, namun hanya sempat menyelesaikan dua bulan saja sebelum dipanggil
pulang ke Afrika Selatan.[108]
Penahanan
Penangkapan dan
pengadilan Rivonia: 1962–1964
Monumen yang didirikan tahun 1996 ini menandakan situs
penangkapan Mandela dekat Howick, KwaZulu-Natal
Pada 5 Agustus 1962, polisi menangkap Mandela dan Cecil Williams dekat Howick.[109] Ditahan di penjara Marshall Square, Johannesburg, ia
dituduh menghasut mogok buruh dan ke luar negeri tanpa izin. Mewakili dirinya
sendiri ditemani Slovo sebagai penasihat hukum, Mandela hendak memanfaatkan
pengadilan ini untuk menunjukkan "penentangan moral ANC terhadap rasisme"
sementara para pendukungnya berdemo di luar pengadilan.[110] Setelah dipindahkan ke Pretoria, tempat yang bisa
dijangkau Winnie, Mandela mulai mengambil studi korespondensi untuk mendapatkan
gelar Bachelor
of Laws (LLB) dari University of London dari
dalam selnya.[111] Sidang dengar pendapatnya dimulai tanggal 15 Oktober,
tetapi ia mengganggu jalannya sidang dengan mengenakan kaross
tradisional, menolak memanggil saksi mata, dan mengganti permohonan
keringanannya menjadi pidato politik. Dinyatakan bersalah, Mandela dihukum
penjara lima tahun; ketika ia keluar dari ruang sidang, para pendukungnya
menyanyikan Nkosi
Sikelel iAfrika.[112]
"Dengan
cara yang belum pernah kupahami sebelumnya, aku menyadari peran yang kumainkan
di pengadilan dan kemungkinan di hadapanku selaku terdakwa. Aku adalah simbol
keadilan di pengadilan para penindas, perwakilan ide-ide agung kebebasan,
keadilan, demokrasi di dalam masyarakat yang memandang rendah nilai-nilai
tersebut. Aku kemudian sadar dan di sanalah aku dapat melanjutkan perjuangan
meski berada di benteng musuh."
— Mandela, 1994[113]
Tanggal 11 Juli 1963, polisi menggeledah Lilielsleaf Farm, menahan semua
orang di sana, dan menyita berkas-berkas aktivitas MK, beberapa di antaranya
menyebut nama Mandela. Pengadilan
Rivonia langsung diselenggarakan di Mahkamah
Agung Pretoria pada tanggal 9 Oktober. Mandela dan rekan-rekannya
dituduh empat kali melakukan sabotase dan konspirasi untuk menggulingkan
pemerintah. Kepala jaksa penuntut Percy Yutar
menuntut mereka dihukum mati.[114] Hakim Quartus de Wet menutup
kasus jaksa dengan alasan bukti tidak cukup, tetapi Yutar menyusun ulang
tuntutannya dan mengajukan kasus baru sejak Desember sampai Februari 1964
dengan melibatkan 173 saksi mata dan ribuan dokumen dan foto.[115]
Kecuali James Kantor, yang
dinyatakan tidak bersalah atas semua tuduhan, Mandela dan terdakwa lainnya
mengaku melakukan sabotase namun menolak pernah sepakat melancarkan perang
gerilya terhadap pemerintah. Mereka menegaskan tujuan politik mereka di
pengadilan ini; salah satu pidato Mandela—terinspirasi pidato "History
Will Absolve Me" oleh Castro—diliput besar-besaran oleh pers meski
ada sensor dari pemerintah.[116] Pengadilan ini mendapat perhatian internasional; banyak
pihak di seluruh dunia meminta pembebasan para terdakwa, termasuk Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan World
Peace Council. University
of London Union menyerukan agar Mandela menjadi presiden dan misa malam
untuknya diadakan di St.
Paul's Cathedral, London.[117] Apa daya, karena dianggap penyerobot komunis, pemerintah
Afrika Selatan mengabaikan tuntutan-tuntutan tersebut, dan pada 12 Juni 1964 de
Wet menetapkan empat tuduhan kepada Mandela dan dua terdakwa dan menjatuhkan
vonis penjara seumur hidup, bukan hukuman mati.[118]
Pulau Robben:
1962–1982
Tambang batu kapur di Pulau Robben
Mandela dan terdakwa lainnya dipindahkan dari Pretoria ke penjara di Pulau Robben dan
dikurung di sana sampai 18 tahun selanjutnya.[119] Terisolasi dari tahanan-tahanan non-politik di Section
B, Mandela ditahan di sel beton lembap berukuran 8 kaki
(2.4 m) kali 7 kaki
(2.1 m) yang dilengkapi tikar jerami untuk tidur.[120] Selain sering ditindas secara verbal dan fisik oleh
penjaga berkulit putih, para tahanan Pengadilan Rivonia menghabiskan waktu
dengan memecah batu sampai akhirnya dipindahtugaskan ke tambang batu kapur pada
Januari 1965. Mandela awalnya dilarang memakai kaca mata, sehingga sinar batu
kapur tersebut merusak penglihatannya secara permanen.[121] Malamnya, ia belajar demi mendapatkan gelar LLB tetapi
dilarang membaca surat kabar. Ia sempat beberapa kali ditahan di kurungan
soliter akibat menyelundupkan kliping berita.[122] Dengan level tahanan terendah, Kelas D, Mandela hanya
boleh dijenguk sekali dan mengirim sepucuk surat saja setiap enam bulan,
walaupun semua surat yang keluar masuk disensor besar-besaran.[123]
Para tahanan politik bekerja dan mogok makan–cara terakhir dianggap tidak efektif oleh Mandela—demi
memperbaiki kondisi penjara dan melihatnya sebagai dunia perjuangan
anti-apartheid berukuran kecil.[124] Para tahanan ANC mengangkat Mandela sebagai anggota
"High Organ" bersama Sisulu, Govan Mbeki, dan Raymond Mhlaba.
Mandela juga terlibat dalam sebuah grup yang mewakili semua tahanan politik di
pulau itu, Ulundi; dari situ ia membina hubungan dengan anggota PAC dan Yu Chi
Chan Club.[125] Setelah merintis "University of Robben
Island," tempat para tahanan berceramah tentang bidang yang dikuasainya,
ia memperdebatkan topik-topik seperti homoseksualitas dan politik dengan
teman-temannya sampai terlibat perdebatan panas soal politik dengan penganut
Marxis seperti Mbeki dan Harry Gwala.[126] Meski rajin menghadiri misa Minggu, Mandela juga
mempelajari Islam.[127] Ia juga belajar bahasa Afrikaans dengan harapan mampu membuat penjaga penjara mengerti dan mendukung
perjuangannya.[128] Sejumlah pejabat menjenguk Mandela, termasuk perwakilan
parlemen liberal Helen Suzman dari Partai Progresif yang melanjutkan perjuangan Mandela di
luar penjara.[129] Pada September 1970, Mandela dijenguk AP Partai Buruh
Britania Raya Dennis Healey.[130] Menteri Kehakiman Afrika Selatan Jimmy Kruger
berkunjung bulan Desember 1974, namun Healey dan Mandela gagal menemuinya.[131] Ibu Mandela berkunjung tahun 1968 dan meninggal tidak
lama kemudian. Putra pertama Mandela, Thembi, meninggal dunia akibat kecelakaan
mobil setahun berikutnya; Mandela dilarang menghadiri pemakaman ibu maupun
putranya.[132] Istrinya jarang menjenguk karena sering dipenjara akibat
aktivitas politiknya, sementara putri-putrinya pertama menjenguk Mandela bulan
Desember 1975; Winnie keluar penjara tahun 1977 namun dipaksa menetap di Brandfort,
sehingga tidak bisa menjenguk ayahnya.[133]
Sel Mandela
dan lapangan penjara di Pulau Robben
|
Sejak 1967, kondisi penjara membaik, tahanan berkulit hitam diberikan
celana panjang (sebelumnya celana pendek), permainan boleh diselenggarakan, dan
kualitas makanan meningkat.[134] Pada 1969, rencana kabur untuk Mandela disusun oleh
Gordon Bruce, namun dibatalkan setelah diketahui agen South African Bureau of State Security (BOSS)
yang ingin melihat Mandela ditembak saat kabur.[135] Tahun 1970, Komandan Piet Badenhost menjadi mengambil
alih kendali. Merasa penyiksaan fisik dan mental terhadap tahanan meningkat,
Mandela menyampaikan keluhannya ke hakim-hakim yang berkunjung; Badenost
akhirnya dipindahtugaskan.[136] Ia digantikan oleh Komandan Willie Willemse yang membina
hubungan baik dengan Mandela dan mau memperbaiki standar penjara.[137] Pada 1975, Mandela menjadi tahanan Kelas A,[138] sehingga ia berhak mendapat jatah kunjungan dan surat
yang lebih besar; ia menghubungi para aktivis anti-apartheid seperti Mangosuthu
Buthelezi dan Desmond Tutu.[139] Tahun itu pula, ia mulai menulis otobiografi yang kemudian
diselundupkan ke London, namun tidak diterbitkan; otoritas penjara menemukan
beberapa lembar halaman dan hak belajar Mandela dihentikan selama empat tahun.[140] Ia lantas menghabiskan waktunya dengan berkebun dan
membaca sampai melanjutkan studi LLB-nya tahun 1980.[141]
Pada akhir 1960-an, ketenaran Mandela dikalahkan oleh Steve Biko dan Black
Consciousness Movement (BCM). Menganggap ANC tidak efektif,
BCM menyerukan aksi militan, tetapi setelah pemberontakan
Soweto tahun 1976 banyak aktivis BCM yang dipenjara di Pulau
Robben.[142] Mandela mencoba membangun hubungan dengan radikal-radikal
muda ini, meski kritis terhadap rasialisme dan ketidaksukaan mereka terhadap
aktivis anti-apartheid berkulit putih.[143] Ketertarikan dunia internasional terhadap perjuangannya
bermula bulan Juli 1978, bertepatan dengan ulang tahun Mandela ke-60.[144] Ia mendapatkan gelar doktoral kehormatan di Lesotho, Nehru Prize for International Understanding di
India tahun 1970, dan Freedom
of the City di Glasgow, Skotlandia, tahun 1980.[145] Pada Maret 1980, slogan "Free Mandela!"
dicetuskan oleh jurnalis Percy Qoboza dan
mengawali kampanye internasional yang memaksa Dewan Keamanan PBB
menuntut pembebasannya.[146] Walaupun tekanan luar negeri sangat besar, pemerintah
menolak dan bergantung pada sekutu Perang Dingin yang kuat seperti Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan dan Perdana Menteri Britania Raya Margaret Thatcher; Thatcher menganggap Mandela teroris
komunis dan mendukung penekanan terhadap ANC.[147]
Penjara
Pollsmoor: 1982–1988
Bulan April 1982, Mandela ditransfer ke Penjara
Pollsmoor di Tokai,
Cape Town bersama sejumlah pemimpin senior ANC Walter Sisulu,
Andrew Mlangeni, Ahmed Kathrada, dan
Raymond Mhlaba; mereka yakin sedang diisolasi demi menghapus pengaruh mereka
terhadap aktivis-aktivis muda.[148] Kondisi di Pollsmoor lebih baik ketimbang Pulau Robben,
tetapi Mandela merasa rindu camaraderie dan pemandangan pulau tersebut.[149] Berteman dengan kepala sipir Pollsmoor, Brigadir Munro,
Mandela diizinkan membuat kebun atap,[150] serta membaca besar-besar dan mendapat jatah 52 surat
setahun.[151] Ia ditunjuk sebagai pelindung gerakan multiras Front Demokratik Bersatu (UDF) yang didirikan untuk melawan
reformasi pemerintahan Presiden Afrika Selatan P.W. Botha. Pemerintah Partai Nasional pimpinan Botha mengizinkan
warga Kleurlinge dan India memilih perwakilannya sendiri yang kelak mengatur
pendidikan, kesehatan, dan perumahan, namun orang Afrika kulit hitam
dikecualikan dari sistem ini; layaknya Mandela, UDF memandang hal ini sebagai
upaya memecah gerakan anti-apartheid di sektor ras.[152]
Patung Mandela di Southbank, London, dipasang oleh Greater
London Council yang dipimpin sosialis Ken Livingstone tahun 1985
Kekerasan di seluruh negeri meningkat. Banyak orang mengkhawatirkan pecah
perang saudara. Di bawah tekanan lobi internasional, bank-bank multinasional
berhenti berinvestasi di Afrika Selatan, mengakibatkan stagnasi ekonomi.
Beberapa bank dan Thatcher menuntut Botha membebaskan Mandela—pada puncak
ketenaran internasionalnya—untuk meredam situasi yang tidak stabil ini.[153] Walaupun menganggap Mandela "Marxis besar"
yang berbahaya,[154] pada Februari 1985 Botha menawarkan pembebasannya dari
penjara dengan syarat ia "menolak kekerasan tanpa syarat sebagai senjata
politik". Mandela menolaknya dan merilis pernyataan melalui putrinya,
Zindzi, bahwa "Kebebasan apa yang sedang ditawarkan kepadaku jika
organisasi rakyat [ANC] tetap dilarang? Hanya orang bebas yang dapat
bernegosiasi. Seorang tahanan tidak boleh terlibat kesepakatan."[155]
Pada tahun 1985, Mandela menjalani operasi terhadap pembesaran kelenjar
prostat sebelum ditempatkan di sel soliter baru di lantai bawah.[156] Ia bertemu "tujuh orang penting", yaitu
delegasi internasional yang dikirimkan untuk menegosiasikan penyelesaian kasus,
tetapi pemerintah Botha menolak kerja sama. Bulan Juni tahun itu, pemerintah
menyatakan keadaan darurat dan mengizinkan polisi meredam kerusuhan tersebut.
Pemberontak anti-apartheid melawan; ANC melakukan 231 serangan tahun 1836 dan
235 serangan tahun 1987. Dengan pasukan darat dan paramiliter sayap kanan untuk
melawan pemberontak, pemerintah diam-diam mendanai gerakan nasionalis Zulu, Inkatha, untuk
menyerang anggota-anggota ANC yang lantas memperparah tindak kekerasan.[157] Mandela meminta diskusi dengan Botha tapi ditolak, malah
bertemu secara rahasia dengan Menteri Kehakiman Kobie Coetsee pada
1987, lalu bertemu lagi sebanyak 11 kali selama 3 tahun. Coetsee mengatur
negosiasi antara Mandel dengan satu tim beranggotakan empat pejabat pemerintah
sejak Mei 1988; tim sepakat membebaskan tahanan politik dan mengesahkan ANC
dengan syarat mereka tidak boleh lagi melancarkan aksi kekerasan, memutus
hubungan dengan Partai Komunis, dan tidak memaksakan kekuasaan
mayoritas. Mandela menolak semuanya dan menegaskan bahwa ANC hanya
akan mengakhiri pemberontakan bersenjata jika pemerintah menghentikan
kekerasan.[158]
Ulang tahun Mandela ke-70 bulan Januari 1988 menarik perhatian
internasional. BBC mengadakan konser musik Nelson Mandela 70th Birthday Tribute di Wembley Stadium, London.[159] Meskipun dijadikan tokoh heroik di seluruh dunia, ia
menghadapi masalah pribadi ketika para pemimpin ANC memberitahunya bahwa Winnie
menjadi ketua geng penjahat, "Mandela United Football Club", yang
bertanggung jawab atas penyiksaan dan pembunuhan lawan—termasuk anak-anak—di
Soweto. Walau banyak orang memaksa Mandela menceraikannya, ia tetap setia
sampai Winnie dinyatakan bersalah oleh pengadilan.[160]
Penjara Victo
Mandela di prangko peringatan Soviet tahun 1988
Sepulihnya dari tuberkulosis yang disebabkan kondisi sel yang
lembap,[161] pada Desember 1988 Mandela dipindahkan ke Penjara
Victor Verster dekat Paarl. Di
sini, ia tinggal di rumah sipir yang lebih nyaman dengan koki pribadi; Mandela
memanfaatkannya untuk menyelesaikan studi LLB-nya.[162] Diizinkan banyak pengunjung, Mandela melakukan
komunikasi rahasia dengan pemimpin ANC yang terasingkan, Oliver Tambo.[163] Tahun 1989, Botha menderita stroke, tetap menjadi
presiden tetapi mundur sebagai ketua Partai Nasional dan digantikan oleh F. W. de Klerk yang
konservatif.[164] Tanpa diduga, Botha mengundang Mandela minum teh pada
Juli 1989; Mandela menyebutnya undangan yang hangat.[165] Botha digantikan sebagai presiden oleh de Klerk enam
minggu kemudian; presiden baru ini percaya bahwa apartheid tidak berkelanjutan
dan membebaskan semua tahanan ANC tanpa syarat kecuali Mandela.[166] Setelah runtuhnya Tembok Berlin bulan November 1989, de Klerk memanggil kabinetnya untuk
membicarakan legalisasi ANC dan pembebasan Mandela. Meski beberapa anggota
kabinet sangat menentang renccananya, de Klerk bertemu Mandela pada Desember
untuk mendiskusikan situasi ini, sebuah pertemuan yang dianggap bersahabat oleh
kedua orang tersebut, sebelum membebaskan Mandela tanpa syarat dan mengesahkan
semua partai politik yang sebelumnya dibubarkan pada 2 Februari 1990.[167]
Setelah keluar dari Victor Verster pada 11 Februari, Mandela menggandeng
tangan Winnie di hadapan kerumunan dan pers; acara ini disiarkan langsung di
seluruh dunia.[168] Di Balai
Kota Cape Town, ia menyampaikan pidato yang menyatakan komitmennya
terhadap perdamaian dan rekonsiliasi dengan kaum minoritas kulit putih, tetapi
menegaskan bahwa pemberontakan bersenjata ANC belum berakhir dan akan terus
berlanjut sebagai "aksi defensif murni terhadap kekejaman apartheid".
Ia berharap pemerintah akan menyepakati negosiasi sehingga "pemberontakan
bersenjata tidak diperlukan lagi" dan memaksa bahwa fokus utamanya adalah
membawa perdamaian ke kalangan mayoritas kulit hitam dan memberi mereka hak
suara di pemilu nasional dan lokal.[169] Ketika tinggal di rumah Desmond Tutu beberapa hari selanjutnya, Mandela bertemu teman-teman,
aktivis, dan pers, dan berpidato di hadapan 100.000 orang di Soccer City, Johannesburg.[170]
Akhir apartheid
Negosiasi
pertama: 1990–1991
Shell House di Johannesburg yang menjadi kantor pusat ANC
pada 1991
Mandela melanjutkan tur Afrikanya, bertemu banyak pendukung dan politikus
di Zambia, Zimbabwe, Namibia, Libya, dan Aljazair, kemudian ke Swedia untuk
reuni dengan Tambo, lalu London, tempat ia tampil di konser Nelson Mandela: An International Tribute for a Free South Africa di Wembley Stadium.[171] Ketika mendorong negara-negara asing untuk mendukung
sanksi terhadap pemerintah apartheid, di Perancis ia disambut Presiden François Mitterrand, di
Kota Vatikan ia disambut Paus Yohanes Paulus II, dan di Inggris ia bertemu Margaret Thatcher. Di Amerika Serikat, ia bertemu
Presiden George H.W. Bush,
berpidato di Kongres, dan berkunjung ke delapan kota; ia populer di kalangan
masyarakat Afrika-Amerika.[172] Di Kuba, ia bertemu Presiden Fidel Castro yang sudah
lama digemarinya; keduanya bersahabat.[173] Di Asia ia bertemu Presiden R.
Venkataraman di India, Presiden Suharto di Indonesia dan Perdana Menteri Mahathir Mohamad di Malaysia, sebelum mengunjungi
Australia dan Jepang. Ia justru tidak mengunjungi Uni Soviet, pendukung lama
ANC.[174]
Pada Mei 1990, Mandela memimpin delegasi multirasial ANC dalam negosiasi
pendahuluan dengan delegasi 11 pria Afrikaner pemerintah. Mandela membuat
mereka terkesan dengan diskusinya seputar sejarah Afrikaner, dan negosiasi ini
berujung pada Groot Schuur Minute, yaitu pemeirntah mencabut keadaan darurat.
Bulan Agustus, Mandela—mengakui kekurangan militer ANC yang sangat
besar—menawarkan gencatan senjata, Pretoria Minute, yang karena itulah ia
dikritik habis-habisan oleh aktivis MK.[175] Ia menghabiskan banyak waktu untuk menyatukan dan
membangun ANC, tampil di konferensi Johannesburg bulan Desember yang dihadiri
1.600 delegasi, kebanyakan menganggap Mandela lebih moderat daripada yang
diharapkan.[176] Pada konferensi nasional ANC Juli 1991 di Durban,
Mandela mengakui kekurangan-kekurangan partai ini mengumumkan rencananya untuk
membangun "satuan tugas yang kuat dan kokoh" agar memperoleh
kekuasaan mayoritas. Di konferensi tersebut, ia diangkat sebagai Presiden ANC,
menggantikan Tambo yang sakit, dan eksekutif nasional multigender dan multiras
dipilih bersama-sama.[177]
Mandela diberikan kantor di markas ANC yang baru dibeli di Shell House,
Johannesburg pusat, dan pindah bersama Winnie ke rumahnya yang besar di Soweto.[178] Pernikahan mereka semakin renggang setelah ia tahu perselingkuhan Winnie dengan Dali Mpofu, tetapi
ia mendukungnya saat Winnie diadili dengan tuduhan penculikan dan penyerangan.
Ia mendapatkan dana untuk pembelaan Winnie dari International
Defence and Aid dan pemimpin Libya Muammar Gaddafi, namun pada Juni 1991 Winnie
dinyatakan bersalah dan dihukum penjara enam tahun, dikurangi menjadi dua di
pengadilan banding. Tanggal 13 April 1992, Mandela mengumumkan perpisahannya
dengan Winnie, sedangkan ANC memaksa Winnie mengundurkan diri dari eksekutif
nasional karena menyalahgunakan dana ANC; Mandela pindah ke pinggiran
Johannesburg yang didominasi kulit putih, Houghton.[179] Reputasi Mandela semakin hancur akibat peningkatan
kekerasan "hitam-ke-hitam", terutama antara pendukung ANC dan Inkatha
di KwaZulu-Natal yang menewaskan ribuan orang. Mandela
bertemu pemimpin Inkatha Buthelezi, tetapi ANC mencegah perundingan lebih
lanjut mengenai masalah ini. Mandela mengakui bahwa ada "pasukan
ketiga" di dalam dinas intelijen negara yang mengompori
"pembantaian rakyat" dan secara terbuka menyalahkan de Klerk—yang
semakin tidak ia percayai—atas pembantaian Sebokeng.[180] Pada bulan September 1991, konferensi perdamaian
nasional diadakan di Johannesburg. Mandela, Buthelezi, dan de Klerk
menandatangani perjanjian damai, tetapi kekerasan tetap berlanjut.[181]
Diskusi CODESA:
1991–1992
Convention for a Democratic South Africa
(CODESA) diselenggarakan bulan Desember 1991 di Johannesburg World Trade
Center, dihadiri oleh 228 delegasi dari 19 partai politik. Meski Cyril
Ramaphosa memimpin delegasi ANC, Mandela masih menjadi tokoh
penting, dan setelah de Klerk menggunakan pidato penutupnya untuk mengutuk
kekerasan ANC, ia naik panggung dan menyebut de Klerk "pemimpin rezim
minoritas yang tidak sah dan terdiskreditkan". Karena didominasi Partai
Nasional dan ANC, tidak banyak perundingan yang tercapai.[182] CODESA 2 diadakan bulan Mei 1992. De Klerk memaksa
Afrika Selatan pasca-apartheid harus memakai sistem federal dengan
rotasi presiden untuk menjamin keselamatan etnis minoritas; Mandela menolaknya
dan menuntut sistem kesatuan yang dikuasai kaum mayoritas.[183] Setelah pembantaian
Boipatong oleh militan Inkatha yang dibantu pemerintah terhadap
aktivis-aktivis ANC, Mandela membatalkan negosiasi tersebut sebelum menghadiri
pertemuan Organisation
of African Unity di Senegal. Di sana ia meminta agar Dewan Keamanan PBB
mengadakan sidang istimewa dan pasukan penjaga perdamaian PBB diterjunkan di Afrika Selatan untuk
mencegah "terorisme negara".
PBB langsung mengirim utusan khusus Cyrus Vance ke
negara ini untuk membantu proses negosiasi.[184] Menyerukan aksi massal dalam negeri, pada bulan Agustus
ANC mengadakan mogok terbesar dalam sejarah Afrika Selatan dan para
pendukungnya memadati jalanan Pretoria.[185]
De Klerk dan Mandela bersalaman di World Economic Forum,
1992
Pasca pembantaian
Bisho, yaitu penembakan oleh Ciskei
Defence Force terhadap 28 pendukung ANC dan 1 tentara saat unjuk rasa,
Mandela menyadari bahwa aksi massal berujung pada kekerasan lebih lanjut dan
melanjutkan negosiasi pada bulan September. Ia menyetujuinya dengan syarat
semua tahanan politik dibebaskan, senjata tradisional Zulu dilarang, dan
hostel-hostel Zulu dipagari, dua syarat terakhir bertujuan mencegah serangan
Inkatha selanjutnya; karena ditekan terus-menerus, de Klerk mau tidak mau
setuju. Negosiasi ini menyepakati pemilu multiras akan diselenggarakan, yang
kemudian membentuk pemerintahan
koalisi persatuan nasional selama lima tahun dan majelis
konstitusional yang memberi Partai Nasional pengaruh besar. ANC juga setuju
melindungi pekerjaan para pegawai negeri kulit putih; konsesi semacam itu
dikritik habis-habisan di dalam negeri.[186] Keduanya menyetujui konstitusi
interim, menjamin pemisahan kekuasaan, mendirikan pengadilan
konstitusi, dan undang-undang
hak asasi manusia bergaya Amerika Serikat. Negosiasi ini juga membagi
negara ini menjadi sembilan provinsi, masing-masing dengan pemimpin dan
pelayanan sipilnya sendiri, kesepakatan di antara keinginan federalisme de
Klerk dan pemerintah kesatuan Mandela.[187]
Proses demokratis ini terancam oleh Concerned South Africans Group (COSAG),
aliansi partai-partai Afrikaner sayap kanan dan kelompok separatis kulit hitam
seperti Inkatha; pada Juni 1993, kelompok supremasis kulit putih Afrikaner
Weerstandsbeweging (AWB) menyerang Kempton Park World Trade Centre.[188] Pasca pembunuhan ketua ANC Chris Hani,
Mandela berpidato untuk meredam kerusuhan, sesaat setelah muncul di pemakaman
massal di Soweto mewakili Tambo yang meninggal akibat stroke.[189] Bulan Juli 1993, Mandela dan de Klerk sama-sama berkunjung
ke Amerika Serikat, bertemu Presiden Bill Clinton secara terpisah dan masing-masing mendapatkan Liberty Medal.[190] Tidak lama kemudian, mereka sama-sama mendapatkan Hadiah
Perdamaian Nobel di Norwegia.[191] Dipengaruhi ketua ANC yang muda, Thabo Mbeki, Mandela mulai bertemu tokoh-tokoh bisnis besar dan
membungkam dukungannya untuk nasionalisasi, khawatir ia akan menakut-nakuti
investor asing yang sangat diperlukan. Meski dikritisi anggota-anggota ANC yang
sosialis, ia didorong memboyong perusahaan swasta oleh anggota partai Komunis
Cina dan Vietnam di World
Economic Forum Januari 1992 di Swiss.[192] Mandela juga tampil kameo sebagai guru sekolah yang
membacakan salah satu pidato Malcolm
X di adegan terakhir film Malcolm
X (1992).[193]
Pemilihan umum:
1994
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pemilihan umum Afrika Selatan, 1994
Mandela memberikan suara pada pemilu 1994.
Dengan penetapan pemilu pada tanggal 27 April 1994, ANC mulai berkampanye,
membuka 100 posko pemilu, dan mempekerjakan penasihat Stanley
Greenberg. Greenberg merancang pondasi People's Forums di seluruh
negeri, sehingga Mandela bisa tampil; meski merupakan pembicara publik yang
buruk, Greenberg adalah tokoh terkenal dengan status tinggi di kalangan
penduduk kulit hitam Afrika Selatan.[194] ANC mengampanyekan Reconstruction and Development Programme (RDP),
yaitu program pembangunan satu juta rumah dalam lima tahun, penciptaan
pendidikan gratis universal, dan perluasan akses air bersih dan listrik. Slogan
partai ini adalah "a better life for all" (kehidupan yang
lebih baik untuk semua), walaupun tidak dijelaskan dari mana pendanaannya.[195] Selain Weekly Mail dan New Nation, pers
Afrika Selatan menentang pencalonan Mandela, mengkhawatirkan konflik etnis, dan
mendukung Partai Nasional atau Partai Demokrat.[196] Mandela menghabiskan banyak waktu untuk menggalang dana
untuk ANC, keliling Amerika Utara, Eropa, dan Asia untuk bertemu
donatur-donatur kaya, termasuk mantan pendukung rezim apartheid.[197] Ia juga mengusulkan pengurangan batas usia memberi suara
dari 18 tahun menjadi 14; setelah ditolak ANC, kebijakan ini menjadi bahan
tertawaan.[198]
Khawatir bahwa COSAG akan mengacaukan pemilu, terutama pasca Pertempuran
Bop dan Pembantaian
Shell House—masing-masing kekerasan yang melibatkan AWB dan
Inkatha—Mandela bertemu beberapa politikus dan jenderal Afrikaner, termasuk P.W.
Botha, Pik Botha, dan Constand
Viljoen, membujuk mereka untuk ikut sistem demokrasi, dan de
Klerk meyakinkan Buthelezi dari Inkatha untuk ikut pemilu alih-alih melancarkan
perang separatis.[199] Selaku ketua kedua partai besar tersebut, de Klerk dan
Mandela tampil dalam acara debat televisi; meskipun de Kler dianggap luas
sebagai pembicara terbaik di acara ini, tawaran Mandela untuk bersalaman
mengejutkannya, sehingga banyak komentator menganggap Mandela-lah yang menang.[200] Pemilihan umum berlangsung dengan sedikit aksi
kekerasan, termasuk bom mobil sel AWB yang menewaskan 20 orang. Mandela memberi
suara di Ohlange
High School di Durban, dan meski menjadi Presiden terpilih, ia
mengaku secara terbuka bahwa pemilu ini penuh penipuan dan sabotase.[201] Dengan 62% suara nasional, ANC tinggal sedikit lagi
mencapai dua pertiga mayoritas yang diperlukan untuk mengubah konstitusi. ANC
juga menang di 7 provinsi, sementara masing-masing Inkatha dan Partai Nasional
1 provinsi.[202]
Kepemimpinan di
Afrika Selatan: 1994–1999
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kepresidenan
Nelson Mandela
Pelantikan Mandela dilangsungkan di Pretoria pada tanggal 10 Mei 1994,
disiarkan ke satu miliar penonton di seluruh dunia. Acara ini dihadiri 4.000
tamu, termasuk pemimpin dunia dari berbagai latar belakang.[203] Selain Presiden Afrika
Selatan berkulit hitam pertama, Mandela juga menjadi kepala Pemerintah Persatuan Nasional yang didominasi ANC—yang justru tidak
punya pengalaman di pemerintahan—tetapi juga melibatkan perwakilan Partai
Nasional dan Inkatha. Sesuai perjanjian sebelumnya, de Klerk menjadi Wakil Presiden
pertama, sedangkan Thabo Mbeki sebagai wakil pada masa jabatan kedua.[204] Meski Mbeki bukan pilihan pertamanya untuk jabatan ini,
Mandela menjadi sangat bergantung padanya sepanjang masa pemerintahannya dan
mengizinkan Mbeki menyusun rincian kebijakan.[205] Setelah pindah ke kantor presiden di Tuynhuys di Cape
Town, Mandela mengizinkan de Klerk tetap di kediaman kepresidenan di puri Groote Schuur, bukan
di puri Westbrooke yang berganti nama menjadi "Genadendal"
yang berarti "Lembah Pertolongan" dalam bahasa Afrikaans.[206] Selain mempertahankan rumahnya di Houghton, ia juga
membangun rumah di kampung halamannya, Qunu. Ia sering berkunjung ke Qunu,
jalan-jalan di sana, bertemu warga setempat, dan memutuskan sengketa suku.[207]
Mandela pindah ke Kantor Kepresidenan Tuynhuys, Cape
Town.
Pada usia 76 tahun, ia menghadapi berbagai penyakit, dan walaupun memiliki
cukup tenaga, ia merasa terisolasi dan ditinggal sendirian.[208] Ia sering menghibur selebritis, seperti Michael Jackson, Whoopi Goldberg, dan Spice Girls. Ia juga berteman dengan sejumlah pebisnis kaya seperti Harry
Oppenheimer dari Anglo-American, dan ratu Britania Raya Elizabeth II dalam kunjungan
kenegaraannya ke Afrika Selatan bulan Maret 1995, sehingga Mandela
dihujani kritik dari penganut anti-kapitalis di ANC.[209] Meski orang-orang sekitarnya hidup berkecukupan, Mandela
hidup sederhana dan menyumbangkan sepertiga gaji tahunannya sebesar 552.000
rand ke Nelson
Mandela Children's Fund yang ia dirikan tahun 1995.[210] Walaupun berbicara lantang mendukung kebebasan pers dan berteman dengan banyak jurnalis, Mandela kritis
terhadap sebagian besar media di negaranya karena dimiliki dan dioperasikan
penduduk kulit putih kelas menengah dan yakin mereka terlalu fokus
menakut-nakuti penonton dengan berita kejahatan.[211] Setelah duduk di kursi presiden, Mandela ganti baju
beberapa kali sehari dan salah satu merek dagang Mandela adalah baju batiknya yang dikenal sebagai "baju Madiba".
Ia selalu memakainya bahkan dalam suasana formal.[212]
Bulan Desember 1994, otobiografi
Mandela, Long
Walk to Freedom, akhirnya diterbitkan.[213] Pada akhir 1994, ia menghadiri konferensi ANC ke-49 di Bloemfontein. Di sana Eksekutif Nasional yang lebih militan dipilih,
termasuk di antaranya Winnie Mandela; meski Winnie tertarik rujuk, Nelson
memulai proses perceraian pada Agustus 1995.[214] Tahun 1995, ia menjalin hubungan dengan Graça Machel,
aktivis politik Mozambik yang 27 lebih muda dan merupakan janda mantan presiden
Samora Machel. Mereka pertama bertemu bulan Juli
1990 ketika Machel masih berduka, namun persahabatan mereka berkembang menjadi
pasangan kekasih. Machel sering menemani Mandela dalam kunjungannya ke luar
negeri. Ia menolak lamaran pernikahan pertama Mandela karena ingin lebih bebas
dan bisa membagi waktunya antara Mozambik dan Johannesburg.[215]
Rekonsiliasi
nasional
Memimpin transisi dari kekuasaan minoritas apartheid ke demokrasi
multikultural, Mandela melihat rekonsiliasi nasional sebagai tugas utama
pemerintahannya.[216] Setelah melihat negara-negara Afrika pasca-kolonial
hancur akibat ditinggalkan elit kulit putih, Mandela berusaha menjamin populasi
kulit putih Afrika Selatan bahwa mereka dilindungi dan diwakili di "Bangsa Pelangi"
ini.[217] Mandela berupaya menciptakan koalisi seluas mungkin di
kabinetnya. De Klerk menjadi Wakil Presiden pertama, sedangkan pejabat-pejabat
Partai Nasional lainnya menjadi menteri Pertanian, Energi, Lingkungan, dan
Mineral dan Energi, dan Buthelezi menjadi Menteri Dalam Negeri.[218] Jabatan kabinet yang lain diduduki anggota ANC,
kebanyakan di antaranya—seperti Joe Modise, Alfred Nzo, Joe
Slovo, Mac Maharaj, dan Dullah Omar—adalah
teman seperjuangan, meski yang lainnya seperti Tito Mboweni dan Jeff Radebe justru
jauh lebih muda.[219] Hubungan Mandela dengan de Klerk renggang; Mandela
menduga de Klerk sengaja provokatif, sementara de Klerk merasa ia sengaja
dipermalukan oleh presiden. Pada Januari 1995, Mandela mengkritik habis-habisan
de Klerk karena memberikan amnesti kepada 3.500 polisi tepat sebelum pemilu,
dan kemudian mengkritiknya karena melindungi mantan Menteri Pertahanan Magnus Malan yang
dituduh melakukan pembunuhan.[220]
Bendera Afrika Selatan, diadopsi April 1994
Mandela secara pribadi bertemu tokoh-tokoh senior rezim apartheid, termasuk
janda Hendrik
Verwoerd Betsie Schoombie dan pengacara Percy Yutar; menekankan
pemberian maaf dan rekonsiliasi pribadinya, ia mengumumkan bahwa
"orang-orang berani tidak takut memberi maaf demi perdamaian."[221] Ia mendorong penduduk kulit hitam Afrika Selatan
mendukung tim nasional rugbi yang sebelumnya dibenci, Springboks, saat Afrika Selatan menjadi tuan rumah Piala
Dunia Rugbi 1995. Setelah Springboks memenangkan final melawan Selandia
Baru, Mandela mempersembahkan trofinya ke kapten Francois
Pienaar, seorang Afrikaner, sambil mengenakan baju Sprinboks
dengan nomor 6 miliki Pienaar di belakangnya. Hal ini dipandang luas sebagai
loncatan besar rekonsiliasi penduduk kulit putih dan hitam Afrika Selatan;
seperti yang dikatakan de Klerk, "Mandela memenangkan hati jutaan
penggemar rugbi berkulit putih."[222] Upaya rekonsiliasi Mandela meredam rasa takut masyarakat
kulit putih, namun juga mendapat kritik dari kaum militan kulit hitam. Mantan
istrinya, Winnie, menuduh ANC lebih tertarik memuaskan orang kulit putih
ketimbang membantu orang kulit hitam.[223]
Kontroversialnya lagi, Mandela terlibat dalam pembentukan Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk menyelidiki kejahatan-kejahatan
era apartheid oleh pemerintah dan ANC dan menunjuk Desmond Tutu sebagai
ketuanya. Untuk mencegah munculnya martir, Komisi ini memberikan amnesti
individu dengan imbalan kesaksian kejahatan yang dilakukan selama era apartheid.
Didirikan bulan Februari 1996, Komisi ini mengadakan dengar pendapat selama dua
tahun yang merincikan kasus pemerkosaan, penyiksaan, pengeboman, dan
pembunuhan, sebelum menerbitkan laporan terakhirnya pada Oktober 1998. Baik de
Klerk dan Mbeki menuntut sebagian laporan tersebut dihapus, tetapi hanya
tuntutan de Klerk yang dipenuhi.[224] Mandela memuji kerja Komisi sambil menyatakan mereka
"telah membantu kita beralih dari masa lalu untuk berkonsentrasi di masa
kini dan masa depan".[225]
Program dalam
negeri
Mandela mengunjungi Brasil tahun 1998
Pemerintahan Mandela mewarisi negara dengan kesenjangan kekayaan dan jasa
yang sangat besar di kalangan masyarakat kulit putih dan hitam. Dengan populasi
40 juta orang, kurang lebih 23 juta di antaranya tidak terhubung dengan listrik
atau sanitasi memadai, 12 juta orang tidak punya suplai air bersih, dan 2 juta
anak tidak bersekolah dan sepertiga penduduknya buta huruf. 33% rakyat
menganggur dan nyaris separuh populasi hidup di bawah garis kemiskinan.[226] Cadangan keuangan pemerintah hampir habis dan seperlima
anggaran nasional dihabiskan untuk bayar utang, artinya cakupan Program
Rekonstruksi dan Pembangunan (RDP) yang dijanjikan harus disusutkan dan tidak
ada nasionalisasi atau penciptaan lapangan kerja.[227] Pemerintah malahan mengadopsi kebijakan ekonomi liberal
untuk mempromosikan investasi asing, mengikuti "konsensus Washington"
yang dikeluarkan Bank Dunia dan International Monetary Fund.[228]
Di bawah pemerintahan Mandela, anggaran kesejahteraan naik 13% tahun
1996/97, 13% tahun 1997/98, dan 7% tahun 1998/99.[229] Pemerintah memperkenalkan kesetaraan bantuan untuk
masyarakat, termasuk bantuan orang cacat, bantuan perawatan anak, serta dana
pensiun lansia, yang sebelumnya diberi tingkatan-tingkatan untuk berbagai
kelompok ras Afrika Selatan.[229] Tahun 1994, layanan kesehatan gratis diberikan untuk
anak-anak di bawah usia 6 tahun dan ibu hamil, suatu peraturan yang cakupannya
diperluas sampai semua pengguna layanan kesehatan sektor publik tingkat dasar
pada tahun 1996.[230] Pada pemilu 1999, ANC mengatakan bahwa karena kebijakan
mereka, 3 juta orang terhubung ke telepon, 1,5 juta anak mengenyam pendidikan,
500 klinik diperbarui atau dibangun, 2 juta orang terhubung ke listrik, akses
air bersih diperluas samapai 3 juta orang, dan 750.000 rumah dibangun dengan
total penghuni nyaris 3 juta orang.[231]
Undang-Undang Pengembalian Lahan 1994 memungkinkan masyarakat yang
kehilangan propertinya akibat Undang-Undang
Tanah Prbumi 1913 mengklaim balik tanah mereka. Puluhan ribu orang
berhasil menyelesaikan klaim tanah mereka.[232] UU Reformasi Lahan 3 tahun 1996 melindungi hak-hak
penyewa pekerja yang tinggal dan menanam hasil bumi atau beternak di
peternakan. Undang-undang ini menjamin penyewa tidak dapat diusir tanpa
perintah pengadilan atau usianya melebihi 65 tahun.[233] UU Pengembangan Kemampuan 1998 menetapkan serangkaian
mekanisme untuk mendanai dan mempromosikan pengembangan kemampuan di tempat
kerja.[234] UU Hubungan Tenaga Kerja 1995 mempromosikan demokrasi di
tempat kerja, perundingan bersama secara tertib, serta penyelesaian efektif
sengketa tenaga kerja.[235] UU Persyaratan Dasar Pekerjaan 1997 memperbaiki
mekanisme kerja serta memperluas "cakupan" hak ke semua pekerja,[235] sedangkan UU Kesetaraan Pekerjaan 1998 disahkan untuk
mengakhiri diskriminasi tidak adil dan menjamin implementasi tindakan yang
disetujui di tempat kerja.[235]
Sayangnya banyak masalah di dalam negeri. Sejumlah kritikus seperti Edwin Cameron menuduh
pemerintah Mandela berbuat sedikit untuk meredam wabah HIV/AIDS di negara itu;
tahun 1999, 10% penduduk Afrika Selatan dinyatakan positif mengidap HIV.
Mandela kelak mengakui bahwa ia secara pribadi mengabaikan masalah ini dan
menyutuh Mbeki menanganinya.[236] Mandela juga mendapat kritik karena gagal memberantas
kejahatan, karena itu pula Afrika Selatan memiliki salah satu tingkat kejahatan
tertinggi di dunia; ini juga alasan utama yang dikatakan 750.000 orang kulit
putih yang beremigrasi pada akhir 1990-an.[237] Pemerintahan Mandela dibanjiri skandal korupsi dan
Mandela sendiri dianggap "lembek" terhadap korupsi dan kerakusan.[238]
Hubungan luar negeri
Mandela bersama Presiden AS Bill Clinton. Meski secara terbuka mengkritik Clinton, Mandela
menyukai Clinton, dan secara pribadi mendukungnya saat sidang
pemakzulannya.[239]
Mencontoh Afrika Selatan, Mandela mendorong negara-negara lain
menyelesaikan konflik melalui diplomasi dan rekonsiliasi.[240] Ia mengulang seruan Mbeki untuk "Renaisans
Afrika" dan sangat memedulikan masalah di benua ini. Ia
mengambil pendekatan diplomatik
lembut untuk menurunkan junta militer Sani Abacha di Nigeria namun justru menjadi tokoh utama yang
menuntut sanksi ketika rezim Abacha terus-terusan melanggar hak asasi manusia.[241] Tahun 1996, ia ditunjuk sebagai Ketua Southern African Development Community (SADC)
dan memulai negosiasi pengakhiran Perang Kongo Pertama di Zaire yang kemudian terbukti gagal.[242] Dalam operasi militer pasca-apartheid pertama Afrika Selatan, Mandela memerintahkan tentara masuk Lesotho pada September 1998 untuk
melindungi pemerintahan Perdana Menteri Pakalitha Mosisili setelah
sengketa pemilu memicu pemberontakan oposisi.[243]
Pada September 1998, Mandela ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal Gerakan Non-Blok dan mengadakan konferensi tahunannya
di Durban. Ia memanfaatkan acara ini untuk mengkritik "kepentingan sempit
dan chauvinistik" pemerintah Israel karena menghambat negosiasi untuk
mengakhiri konflik Israel-Palestina dan memaksa India dan Pakistan berunding untuk mengakhiri konflik
Kashmir, dan karena itu pula ia dikritik oleh Israel dan India.[244] Terinspirasi oleh ledakan ekonomi di kawasan ini,
Mandela mempererat hubungan ekonominya dengan Asia Timur, terutama dengan
Malaysia, walaupun terganggu oleh krisis keuangan Asia 1997.[245] Ia memicu kontroversi karena berteman dekat dengan
Presiden Indonesia Suharto, yang rezimnya bertanggung jawab atas sejumlah besar
pelanggaran hak asasi manusia. Mandela secara pribadi membujuk Suharto agar
menarik pasukannya dari Timor Timur.[246]
Mandela menghadapi kritik serupa dari dunia barat karena
berteman dengan Fidel Castro dan Muammar Gaddafi. Castro berkunjung ke Afrika
Selatan tahun 1998 dan disambut masyarakat, sedangkan Mandela bertemu Gaddafi
di Libya untuk menganugerahkan Order of
Good Hope kepadanya.[247] Saat pemerintah dan media barat mengkritik kunjungan-kunjungan
tersebut, Mandela menyebut kritik tersebut bernada rasis.[248] Mandela berharap bisa menyelesaikan masalah yang tak
kunjung uai antara Libya dan Amerika Serikat dan Britania seputar pengadilan
dua warga Libya, Abdelbaset
al-Megrahi adn Lamin
Khalifah Fhimah, yang diadili bulan November 1991 dan dituduh
menyabotase Pan Am Penerbangan 103. Mandela mengusulkan mereka diadili di negara ketiga yang disetujui semua
pihak terlibat. Mengikuti hukum
Skotlandia, pengadilan ini diselenggarakan di Camp
Zeist di Belanda pada April 1999 dan menyatakan salah satunya
bersalah.[249]
Penarikan diri
dari politik
Konstitusi
Afrika Selatan yang baru disetujui parlemen pada bulan Mei 1996.
Konstitusi ini menetapkan serangkaian institusi untuk mengawasi kewenangan
politik dan administratif di dalam bingkai demokrasi konstitusional.[250] De Klerk tetap saja menentang penerapan konstitusi ini
dan menarik diri dari pemerintah koalisi sebagai bentuk protes.[251] ANC mengambil alih jabatan-jabatan kabinet yang
sebelumnya dipegang Partai Nasional; Mbeki menjadi Wakil Presiden tunggal.[252] Andai suatu hari Mandela bersama Mbkei berada di luar
negeri, Buthelezi ditunjuk sebagai "Presiden Sementara". Ini
menandakan adanya perbaikan hubungan antara dirinya dengan Mandela.[253]
Mandela mengundurkan diri sebagai Presiden ANC pada konferensi Desember
1997, dan meski berharap Ramaphosa akan menggantikannya, ANC memilih Mbeki sebagai
presiden; Mandela mengaku bahwa saat itu Mbeki telah menjadi "Presiden
negara secara de facto". Menggantikan Mbeki sebagai Wakil Presiden,
Mandela dan Eksekutif mendukung pencalonan Jacob Zuma, seorang Zulu yang sempat dipenjara di Pulau Robben,
tetapi ia ditantang Winnie, yang retorika populisnya memberinya banyak pengikut
di dalam partai; Zuma mengalahkannya dengan telak di pemilu.[254]
Hubungan Mandela dengan Machel semakin intensif; pada Februari 1998 ia
menyatakan bahwa "Aku jatuh cinta dengan seorang wanita yang luar
biasa", dan di bawah tekanan sahabatnya Desmond Tutu, yang memaksanya
menjadi panutan bagi para pemuda, ia mengadakan pernikahan pada ulang tahun
Mandela ke-80 bulan Juli.[255] Keesokan harinya, ia mengadakan pesta besar yang
dihadiri beberapa tamu asing.[256] Mandela tidak pernah berencana mencalonkan diri untuk
kedua kalinya dan menyampaikan pidato perpisahan pada 29 Maret 1999. Setelah
itu ia pensiun.[257]
Masa pensiun
Kelanjutan
aktivisme: 1999–2004
Pensiun bulan Juni 1999, Mandela memilih kehidupan keluarga yang sunyi,
terbagi antara Johannesburg dan Qunu. Ia hendak menulis sekuel otobiografinya
yang berjudul The Presidential Years, tetapi ditinggalkan begitu saja
sebelum diterbitkan.[258] Karena menganggap hidup sendiri sulit, ia beralih ke
kehidupan publik yang sibuk dengan program harian penuh tugas, bertemu pemimpin
dunia dan selebriti, dan di Johannesburg bekerja dengan Nelson
Mandela Foundation yang didirikan tahun 1999 untuk berfokus pada pemberantasan
HIV/AIDS, pembangunan desa, dan pembangunan sekolah.[259] Walaupun dihujani kritik karena gagal melakukan hal yang
sepantasnya untuk mencegah wabah tersebut selama masa pemerintahannya, ia
menghabiskan banyak waktunya untuk masalah ini setelah pensiun dan menyebutnya
"perang" yang menewaskan lebih dari "perang-perang
sebelumnya". Ia juga meminta pemerintahan Mbeki menjamin warga Afrika
Selatan yang terjangkit HIV+ mendapatkan retrovirus.[260] Tahun 2000, turnamen golf amal Nelson
Mandela Invitational diadakan dan dibawakan oleh Gary Player.[261] Mandela berhasil sembuh dari kanker prostat pada bulan Juli 2001.[262]
Pada tahun 2002, Mandela meresmikan Nelson Mandela Annual Lecture, dan Mandela
Rhodes Foundation dibentuk tahun 2003 di Rhodes House, University of Oxford, untuk
menyediakan beasiswa pascasarjana kepada mahasiswa-mahasiswa Afrika.
Proyek-proyek ini diikuti oleh Nelson Mandela Centre of Memory dan kampanye 46664 melawan
HIV/AIDS.[263] Ia menyampaikan pidato penutup di XIII International AIDS Conference di
Durban tahun 2000,[264] dan pada 2004, ia berbicara di XV International AIDS Conference di Bangkok, Thailand.[265]
Secara terbuka, Mandela semakin lantang mengkritik negara-negara Barat. Ia
sangat menentang intevensi
NATO di Kosovo tahun 1999 dan menyebutnya upaya bangsa-bangsa kuat
dunia untuk menjadi polisi dunia.[266] Pada tahun 2003, ia menentang rencana Amerika Serikat
dan Britania Raya melancarkan perang di Irak,
menyebutnya "tragedi" dan mengecam Presiden AS George W. Bush dan Perdana Menteri Britania Tony Blair karena meremehkan PBB. Ia umumnya lebih menyerang AS,
menegaskan bahwa negara tersebut melakukan "kekerasan yang sangat tak
terhitung" di seluruh dunia ketimbang negara lain sambil menyebut pengeboman atom di Jepang; pernyataan ini memicu kontroveris internasional, meski ia tetap
melanjutkan hubungannya dengan Blair.[267] Tertarik dengan hubungan Libya-Britania, ia menjenguk
Megrahi di penjara
Barlinnie dan tidak menerima perlakuan terhadapnya; ia menyebut
perlakuan tersebut "siksaan psikologis."[268]
"Pensiun
dari masa pensiun": 2004–sekarang
pada bulan Juni 2004, pada usia 85 tahun dan kesehatan yang memburuk,
Mandela mengumumkan bahwa ia "pensiun dari masa pensiun" dan menarik
diri dari kehidupan publik seraya mengatakan "Jangan panggil aku, aku yang
akan memanggilmu."[269] Meski terus bertemu teman dekat dan keluarga, Foundation
terus menolak undangan agar Mandela tampil di acara-acara publik dan menolak
sebagian besar permintaan wawancara.[270] Ia tetap terlibat dalam urusan internasional dan
mendorong Presiden Zimbabwe Robert Mugabe mengundurkan diri karena meningkatnya pelanggaran hak
asasi manusia di negara itu. Setelah terbukti tidak efektif, ia berbicara
lantang menentang Mugabe pada tahun 2007, memintanya turun "dengan penuh
rasa hormat dan martabat."[271] Tahun itu, Mandela, Machel, dan Desmond Tutu
mengumpulkan para pemimpin dunia di Johannesburg untuk menyumbangkan pemikiran
dan kepemimpinan independen mereka untuk menyelesaikan sejumlah masalah
tersulit di dunia. Mandela mengumumkan pembentukan grup barunya, The
Elders, dalam sebuah pidato yang disampaikan pada ulang tahun
ke-89.[272]
Ulang tahun Mandela ke-90 dirayakan di seluruh Afrika
Selatan pada 18 Juli 2008. Pesta utamanya diadakan di Qunu[273] dan konser penghormatan kepadanya diselenggarakan di Hyde
Park, London.[274] Dalam pidato acara tersebut, Mandela meminta semua orang
kaya membantu orang miskin di seluruh dunia.[273] Sepanjang masa pemerintahan Mbeki, Mandela terus
mendukung ANC, meski biasanya dibayang-bayangi Mbeki di setiap acara publik
yang dihadiri keduanya. Mandela lebih mudah bersosialisasi dengan pengganti
Mbeki Jacob Zuma, walaupun Nelson Mandela Foundation
kecewa karena cucunya, Kepala Suku Mandla Mandela, menerbangkannya ke Eastern
Cape untuk menghadiri rapat umum pro-Zuma di tengah badai pada tahun 2009.[275]
Sejak 2004, Mandela berhasil berkampanye agar Afrika Selatan menjadi tuan
rumah Piala Dunia FIFA 2010 seraya menyatakan bahwa di sana "ada hadiah yang lebih baik bagi kita
pada tahun" peringatan satu dasawarsa sejak jatuhnya apartheid. Meski
tetap tertutup sepanjang acara, Mandela untuk pertama kalinya tampil pada
upacara penutupan dan mendapat "sambutan yang menggembirakan hari".[276]
Kesehatan
Bulan Februari 2011, ia sempat diinapkan di rumah sakit akibat infeksi
pernapasan[277] sebelum diinapkan kembali akibat infeksi paru-paru dan
pengangkatan batu empedu pada Desember 2012.[278] Setelah prosedur medis berhasil pada awal Maret 2013,[279] infeksi paru-parunya kambuh kembali dan ia dilarikan ke
rumah sakit di Pretoria.[280]
Pada 8 Juni 2013, infeksi paru-parunya memburuk dan ia dilarikan kembali ke
rumah sakit Pretoria dalam keadaan serius.[281] Setelah empat hari, dilaporkan bahwa ia stabil dan
berada dalam "kondisi serius namun stabil".[282] Dalam perjalanan ke rumah sakit, ambulansnya mogok dan terjebak di pinggir jalan selama 40 menit; pemerintah Afrika
Selatan dikritik atas insiden tersebut setelah mengonfirmasi laporannya
beberapa minggu kemudian, tetapi Presiden Jacob Zuma melawan balik bahwa
"Ada tujuh dokter di konvoi tersebut yang memegang kendali penuh atas
situasi waktu itu. Ia mendapatkan perawatan medis dari para ahli."[283]
Pada tanggal 22 Juni 2013, CBS News
menyatakan bahwa ia belum membuka mata berhasi-hari dan tidak responsif, dan
keluarganya membahas betapa banyak intervensi medis yang harus diberikan.[284] Tanggal 23 Juni 2013, Presiden Jacob Zuma merilis
pernyataan bahwa kondisi Mandela semakin "kritis".[285][286][287] Zuma, ditemani Wakil Presiden ANC, Cyril
Ramaphosa, bertemu istri Mandela Graça Machel di rumah sakit di
Pretoria dan membahas kondisinya.[288] Tanggal 25 Juni, Uskup Agung Cape Town Thabo Makgoba
menjenguk Mandela di rumah sakit dan berdoa bersama Graça Machel Mandela
"pada waktu sulit untuk menyaksikan dan menunggu".[289] Keesokan harinya, Zuma menjenguk Mandela dan membatalkan
kunjungan esok harinya ke Mozambik.[290] Kerabat Mandela memberitahu The Daily Telegraph bahwa ia memakai mesin pendukung
hidup.[291]
Kehidupan
pribadi dan publik
Citra
Di seluruh dunia, Mandela terlihat seperti "otoritas moral' yang
memiliki "kepedulian terhadap kebenaran" yang besar.[292] Dianggap ramah, Mandela tampak "santai" ketika
berbicara dengan orang lain, termasuk para saingannya.[293] Meski sering berteman dengan miliuner dan tamu penting,
ia menikmati berbicara dengan staf-staf mereka saat menjalankan tugas resmi.[294] Di kehidupan akhirnya, ia dikenal mencari hal terbaik
dari setiap orang, bahkan mempertahankan saingan politiknya sebagai sekutunya;
beberapa orang menganggapnya terlalu mempercayai orang lain.[295] Ia terkenal karena keras kepala dan kesetiaannya,[296] dan memiliki "temperamen panas" yang dapat
meledak menjadi amarah dalam situasi tertentu, serta "murung dan
gundah" ketika menjauhi mata publik.[297] Ia juga memiliki rasa humor dan sering jahil.[298] Dalai Lama ke-14 adalah teman lama mantan
presiden Nelson Mandela.
Sangat sadar akan citranya, sepanjang hidupnya Mandela memakai
pakaian-pakaian berkualitas tinggi, menjadikan dirinya "bergaya
kerajaan" karena terpengaruh masa kecilnya di rumah kerajaan Thembu, dan
selama masa pemerintahannay sering dibanding-bandingkan dengan raja konstitusional.[299] Dianggap sebagai "master citra dan
penampilan", ia sangat pintar menampilkan dirinya saat difoto pers dan
mulutnya sering mengeluarkan suara gigit.[300]
Ideologi
politik
Unjuk rasa "Free Mandela" di Berlin, 1986
Mandela adalah seorang nasionalis
Afrika, posisi ideologi yang ia pegang terus sejak bergabung
ANC,[301] sekaligus menjadi "demokrat dan sosialis".[302] Walaupun menampilkan diri dengan gaya otokratik dalam
beberapa pidatonya, Mandela adalah penganut demokrasi dan akan mematuhi
keputusan mayoritas bahkan jika ia sangat tidak setuju.[303] Ia memegang keyakinan bahwa "keterlibatan,
pertanggungjawaban, dan kebebasan berbicara" adalah dasar-dasar demokrasi,[304] dan didorong oleh kepercayaan akan hak
alami dan hak asasi manusia.[305]
Sebagai seorang sosialis
demokratik, Mandela "secara terbuka menentang kapitalisme,
kepemilikan lahan swasta, dan kekuatan pihak berkantong tebal".[306] Dipengaruhi Marxisme, selama revolusi Mandela menyerukan sosialisme
ilmiah,[307] meski ia menolak dicap komunis pada Pengadilan
Pengkhianatan.[308] Biografer David James Smith menduga ini tidak benar dan
menyatakan bahwa Mandela "menganut komunisme dan komunis" pada akhir
1950-an dan awal 1960-an, walaupun ia adlaah "sesama
petualang" alih-alih anggota partai.[309] Di Piagam Kebebasan 1955, yang penyusunannya dibantu
Mandela, isinya menuntut nasionalisasi bank, tambang emas, dan tanah, percaya
hal ini diperlukan untuk menjamin distribusi kekayaan secara adil.[310] Meski punya kepercayaan seperti ini, Mandela tidak
menasionalisasikan apapun selama masa pemerintahannya, khawatir ia akan
menakuti investor asing. Keputusan ini separuh dipengaruhi jatuhnya negara
sosialis di Uni Soviet dan Blok Timur sepanjang awal 1990-an.[311]
Keluarga
Mandela telah menikah tiga kali, menjadi ayah dari enam anak, memiliki 17
cucu per April 2013,[312] dan cicit yang terus bertambah.[313] Dianggap tidak demonstratif secara fisik dengan
anak-anaknya, Mandela bisa saja bersikap keras dan menuntut terhadap mereka,
namun justru lebih sayang kepada cucu-cucunya.[314]
Pernikahan pertama Mandela adalah dengan Evelyn Ntoko Mase, yang berasal dari Transkei dan bertemu di Johannesburg sebelum menikah
pada bulan Oktober 1944.[54] Keduanya berpisah tahun 1957 setelah 13 tahun menikah,
lalu bercerai akibat Mandela dituduh sering selingkuh dan tidak berada di
rumah, setia dengan perjuangan revolusi, dan fakta bahwa Evelyn adalah anggota Saksi-Saksi Yehuwa, agama
yang mewajibkan netralitas politik.[86] Keduanya dikaruniai dua putra, Madiba "Thembi"
Thembekile (1946–1969) dan Makgatho
Mandela (1950–2005), dan dua putri, keduanya
bernama Makaziwe
Mandela (known as Maki; lahir 1947 dan 1953). Putri pertama
mereka meninggal pada usia sembilan bulan dan mereka memberi nama putri
keduanya sama seperti itu sebagai bentuk penghormatan.[315] Mase meninggal dunia tahun 2004 dan Mandela menghadiri
pemakamannya.[316] Putra Makgatho, Mandla Mandela,
menjadi kepala dewan suku Mvezo pada
tahun 2007.[317]
Istri kedua Mandela, Winnie Madikizela-Mandela, juga berasal dari Transkei
meski mereka juga bertemu di Johannesburg, tempat Winnie menjadi pekerja sosial
berkulit hitam pertama di kota itu.[318] Mereka dikaruniai dua putri, Zenani (Zeni), lahir 4 Februari
1958, dan Zindziswa (Zindzi) Mandela-Hlongwane, lahir 1960.[318] Zindzi hanya berusia 18 bulan ketika ayahnya dikirim ke
Pulau Robben. Winnie kelak merasa sangat hancur akibat percekcokan keluarga
yang menyerupai kekacauan politik negara ini; saat suaminya menjalani hukuman
penjara seumur hidup di Pulau Robben, ayahnya menjadi menteri pertanian di
Transkei.[318] Pernikahan ini berakhir dengan perpisahan (April 1992)
dan perceraian (Maret 1996), diperparah oleh pengasingan politik.[319] Mandela masih dipenjara ketika putrinya, Zenani, menikah
tahun 1973 dengan Pangeran Thumbumuzi Dlamini, saudara Raja Mswati III dari
Swaziland[320] dan Ratu Mantfombi dari suku Zulu.[321] Meski ia punya ingatan jelas tentang ayahnya, sejak usia
empat sampai enam belas tahun, otoritas Afrika Selatan melarang ia menjenguknya.[322] Bulan Juli 2012, Zenani ditunjuk sebagai duta besar
untuk Argentina dan menjadi anak Mandela pertama yang memasuki kehidupan
publik.[323]
Mandela menikah kembali pada ulang tahunnya ke-80 tahun 1998 dengan Graça Machel (née
Simbine), janda Samora Machel, mantan presiden Mozambik dan sekutu
ANC yang tewas dalam kecelakaan pesawat 12 tahun sebelumnya.[324]
Pengaruh
Mandela Family Museum, Soweto
Penghargaan dan
monumen
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar penghargaan yang diterima Nelson Mandela
Di South Africa, Mandela secara luas dianggap sebagai "bapak
bangsa",[327] dan "bapak pendiri demokrasi",[328] dipandang sebagai "pembebas bangsa, sang
penyelamat, Washington dan Lincoln digabung menjadi satu".[329] Pada tahun 2004, Johannesburg memberikan Mandela kunci kota,[330] dan pusat perbelanjaan Sandton Square diganti namanya
menjadi Nelson
Mandela Square setelah sebuah patung Mandela dipasang di sana.[331] Tahun 2008, patung Mandela dipasang di Groot Drakenstein
Correctional Centre, sebelumnya Penjara Victor Verster,
dekat Cape Town, di titik tempat Mandela dibebaskan dari penjara.[332]
Ia juga mendapat banyak pujian dari dunia internasional. Pada tahun 1993,
ia menerima Hadiah Perdamaian Nobel bersama de Klerk.[333] Bulan November 2009, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan ulang tahun Mandela, 18 Juli, sebagai "Hari Mandela",
yang menandakan kontribusinya untuk perjuangan anti-apartheid. Peringatan ini meminta
semua orang menyumbangkan 67 menit waktunya untuk menolong orang lain. Angka
tersebut diambil dari 67 tahun masa keterlibatan Mandela dalam pergerakan
anti-apartheid.[334]
Selain US Presidential
Medal of Freedom,[335] dan Order of Canada,[336] ia merupakan orang hidup pertama yang mendapatkan status
warga
negara kehormatan Kanada.[337] Setelah menjadi penerima terakhir Hadiah Perdamaian Lenin dari Uni Soviet,[338] pada tahun 1990 ia menerima Bharat Ratna Award
dari pemerintah India,[339] dan tahun 1992 ia menerima Nishan-e-Pakistan dari Pakistan.[340] Pada tahun 1992, ia dianugerahkan Atatürk Peace Award
oleh Turki. Ia menolaknya karena waktu itu Turki melakukan serangkaian
pelanggaran hak asasi manusia,[341] namun akhirnya diterima Mandela tahun 1999.[338] Elizabeth II menganugerahkan Mandela Bailiff Grand Cross
of the Order of
St. John dan Order of Merit.[342]
Seni
Jembatan Nelson Mandela di Johannesburg
Banyak artis yang mempersembahkan lagunya kepada Mandela. Salah satu lagu
yang paling terkenal adalah "Free
Nelson Mandela" dari The
Special AKA tahun 1983, yang juga dinyanyikan Elvis Costello dan sama-sama terkenal. Stevie Wonder mendedikasikan Piala Oscar 1985 untuk lagu "I Just
Called to Say I Love You"-nya kepada Mandela, sampai-sampai
musiknya dilarang beredar oleh South African Broadcasting Corporation.[343] Tahun 1985, album Youssou N'Dour Nelson Mandela adalah rilis pertama artis
Senegal ini di Amerika Serikat. Artis-artis lain yang merilis lagu atau video
sebagai penghormatan untuk Mandela meliputi Johnny Clegg,[344] Hugh Masekela,[345] Brenda Fassie,[346] Beyond,[347] Nickelback,[348] Raffi,[349] dan Ampie du Preez dan AB de Villiers.[350]
Film dan
televisi
Mandela telah ditampilkan di film dan televisi beberapa kali. Film tahun
1997, Mandela
and de Klerk, dibintangi Sidney Poitier yang berperan sebagai Mandela,[351] sedangkan Dennis
Haysbert memerankannya di Goodbye
Bafana (2007).[352] Dalam film televisi BBC tahun 2009, Mrs Mandela,
Nelson Mandela diperankan oleh David Harewood,[353] dan Morgan Freeman memerankannya di Invictus (2009).[354]
Referensi
Catatan kaki
121.
^ Mandela 2004, hlm. 82–84, 108–116; Sampson 2011, hlm. 206–207; Meredith 2010, hlm. 281–283, 290–291
155.
^ Sampson 2011, hlm. 330–332; Meredith 2010, hlm. 351–352; "Mandela's response to being offered freedom". ANC. Diarsipkan dari aslinya tanggal 22 June 2008. Diakses 28 October 2008.
159.
^ Sampson 2011, hlm. 368; Ketchum, Mike. "The Mandela Concert, Wembley 1988".
African National Congress. Diarsipkan dari aslinya tanggal 9 July 2008. Diakses 23 December 2008.
163.
^ Sampson 2011, hlm. 384–385, 392–393; Christopher S. Wren (8
December 1988). "Mandela Moved to House at Prison Farm". The
New York Times. Diarsipkan dari aslinya pada tanggal 13 February 2013. Diakses 13
February 2013.
167.
^ Sampson 2011, hlm. 399–402; Meredith 2010, hlm. 369–397; "1990: Freedom for Nelson Mandela". BBC.
11 February 1990. Diarsipkan dari aslinya pada tanggal 26 February 2013. Diakses 28
October 2008.
168.
^ Sampson 2011, hlm. 407; Meredith 2010, hlm. 399–402; Ormond, Roger (12 February 1990). "Mandela free after 27 years". The
Guardian (London). Diarsipkan dari aslinya pada tanggal 26 February 2013. Diakses 28
October 2008.
169.
^ Sampson 2011, hlm. 408–409; Meredith 2010, hlm. 400–402; Teks pidato Mandela dapat dibaca di "Nelson Mandela's address to Rally in Cape Town on his Release from
Prison". ANC. 11 February 1990. Diarsipkan dari aslinya tanggal 28 July 2008. Diakses 28 October 2008.
171.
^ Sampson 2011, hlm. 412–414; Meredith 2010, hlm. 409–410; "ITN Source website: "...Mandela onto stage..."". Itnsource.com. 16 April 1990. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 14 February 2013. Diakses 2012-12-27.
193.
^ Cunningham, Matthew (3 June 2004). "Creme cameos". The Guardian (London). Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 14 February 2013. Diakses 26 October 2008.
201.
^ Sampson 2011, hlm. 490; Meredith 2010, hlm. 510–512; "This Day in History: April 27, 1994: South Africa holds first
multiracial elections". History. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 26 February 2013. Diakses 26 February 2013.
202.
^ Sampson 2011, hlm. 491; Meredith 2010, hlm. 512; Glen Levy (15 November 2010). "Top 10 Political Prisoners". Time.
Diarsipkan dari aslinya pada tanggal 25 March 2013. Diakses 25 March 2013.
204.
^ Sampson 2011, hlm. 492; "Mandela becomes SA's first black president". BBC. 10 May 1994. Diarsipkan dari aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 26
May 2008.
212.
^ Sampson 2011, hlm. 503; Meredith 2010, hlm. 495; Khumalo, Fred (5 August 2004). "How
Mandela changed SA fashion". BBC. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal
February 2013. Diakses 28 October 2008.
222.
^ Sampson 2011, hlm. 524; Meredith 2010, hlm. 525–527; "Mandela rallies Springboks". BBC
Sport. 6 October 2003. Diarsipkan dari aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 28
October 2008.; Carlin, John (19 October 2007). "How Nelson Mandela won the rugby World Cup". The Daily Telegraph (UK). Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 28 October 2008.; Sampson 2011, hlm. 516
230.
^ Meredith 2010, hlm. 521; Leatt, Annie; Shung-King, Maylene; and
Monson, Jo. "Healing inequalities: The free health care policy" (PDF). Children's Institute. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 26 February 2013. Diakses 15 May 2011.
232.
^ "Land Redistribution: A Case for Land Reform in South Africa". NGO Pulse. 10 February 2010. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 26 February 2013. Diakses 21 November 2011.
233.
^ "Land
Reform Policies in South Africa Compare To Human Rights Internationally" (PDF). Diakses 11 February 2012.[pranala nonaktif]; "No.
3 of 1996: Land Reform (Labour Tenants) Act, 1996". South African Government Online. 22 March 1996. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 26 February 2013. Diakses 26 February 2013.
234.
^ "Faculty of Commerce at the University of Cape Town". Commerce.uct.ac.za. 25 April 2007. Diakses 2012-12-27.[pranala
nonaktif]
235.
^ a b c "Why
workers should vote ANC". Cosatu.org.za. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 26 February 2013. Diakses 27 October 2012.
236.
^ Meredith 2010, hlm. 571–573;Sampson,
Anthony (6 July 2003). "Mandela at 85". The Observer (UK). Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 26 February 2013. Diakses 26 May 2008.; "Can Mandela's AIDS Message Pierce the Walls of Shame?". Peninsula Peace and Justice Center. 9
January 2005. Diarsipkan dari aslinya pada tanggal 26 February 2013. Diakses 26
May 2008.; Quist-Arcton, Ofeibea (19 July 2003). "South
Africa: Mandela Deluged With Tributes as He Turns 85". AllAfrica.com. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 26 February 2013. Diakses 26 May 2008.
243.
^ Sampson 2011, hlm. 558–559;Thai, Bethuel (4 October 1998). "Lesotho
to hold re-elections within 15 to 18 months".
Lesotho News Online. Diarsipkan dari aslinya pada tanggal 26 February 2013. Diakses 26
May 2008.
249.
^ Sampson 2011, hlm. 563–564; "Analysis:
Lockerbie's long road". BBC. 31 January 2001. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 26 May 2008.
261.
^ "Nelson Mandela Invitational Tees Off".
GaryPlayer.com. 14 November 2003. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 27 October 2008.
262.
^ Battersby 2011, hlm. 598; "Mandela
'responding well to treatment'". BBC. 15 August 2001. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 26 May 2008.
264.
^ Pablo Tebas (13 July 2000). "Closing
Ceremony". The Body. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 25 February 2013.
265.
^ "XV International AIDS Conference – Daily Coverage". Kaisernetwork. 15 July 2004. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 27 October 2008.
266.
^ Keith Weir (13 April 2003). "Equipo
Nizkor – Mandela slams Western action in Kosovo, Iraq". Derechos.org. Reuters. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 21 February 2013. Diakses 3 October 2010.
267.
^ Battersby 2011, hlm. 591–592; Pienaar, John (1 September 2002). "Mandela
warns Bush over Iraq". BBC. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 21 February 2013. Diakses 27 October 2008.; Cornwell,
Rupert (31 January 2003). "Mandela
lambastes 'arrogant' Bush over Iraq". The
Independent (London). Diakses 27 October 2008.;Fenton, Tom (30 January
2003). "Mandela Slams Bush on Iraq". CBS. Diarsipkan dari aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 26 May 2008.
269.
^ Battersby 2011, hlm. 598; ; Meredith 2010, hlm. 593; "I'll call you". SouthAfrica.info. 2 June 2004. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 26 May 2008.
272.
^ Battersby 2011, hlm. 600; "Mandela joins 'Elders' on turning
89". MSNBC. Associated Press. 20 July 2007. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 26 May 2008.; "Mandela
launches The Elders". SAinfo. 19 July 2007. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 27 October 2008.
273.
^ a b "Nelson
Mandela Celebrates 90th Birthday by Urging Rich to Help Poor". Fox News Channel. 18
July 2008. Diarsipkan dari aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 27 October 2008.
274.
^ Bingham, John (6 May 2008). "Hyde Park concert to mark Mandela's 90th". The Independent (London: Independent Print Limited). Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 27 October 2008.
276.
^ Battersby 2011, hlm. 600; Batty, David (11 July 2010). "Nelson Mandela attends World Cup closing ceremony". The Guardian (London). Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 25 February 2013.
277.
^ Battersby 2011, hlm. 607; "Nelson Mandela 'breathing on his own'". News
24. 18 January. Diarsipkan dari aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 30
January.
278.
^ Jon Gambrell (11 December 2012). "Mandela Has Lung Infection, South African Officials Say". The Huffington Post. Associated Press. Diarsipkan dari
aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 11 December 2012.; "Mandela Has Surgery for Gallstones". The
New York Times. Diarsipkan dari aslinya pada tanggal 25 February 2013. Diakses 15
December 2012.
279.
^ "Nelson Mandela, 94, responding positively to treatment in hospital |
CTV News". Ctvnews.ca. 2013-03-28. Diakses 2013-06-10.
283.
^ Walsh, Declan (23 June 2013). "Mandela’s Condition Now Said to Be 'Critical'". The New York Times. Diakses 23 June 2013.
284.
^ "Mandela's ambulance broke down, stranding him for 40 minutes". CBS News. Diakses 22 June 2013.
286.
^ Karimi, Faith; Norgaard, Kim (June 23, 2013). "Nelson Mandela in critical condition, South Africa's presidency
says". CNN. Diakses 23 June 2013.
288.
^ Associated Press. "South Africa: Anti-apartheid leader Nelson Mandela’s condition has
turned critical". The Washington Post. Diakses
2013-06-24.
291.