Tampilkan postingan dengan label Kudus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kudus. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 Mei 2021

TEMPAT KUDUS BAGI ALLAH

TEMPAT KUDUS TEMPAT TERPISAH UNTUK ALLAH 

    Ev. Matius Sobolim, M. Th
Keluaran 25:1-40 (Ayat 8) Dan mereka harus membuat tempat kudus bagi-Ku, supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka.

Allah menyuruh bangsa Israel sebagai umat kepunyaan-Nya untuk menyiapkan tempat yang kudus bagi Tuhan. Di tempat kudus itulah Allah akan berdiam di tengah-tengah umat-Nya. Di sanalah Tuhan akan bertemu dengan umat-Nya dan untuk menyampaikan pesan atau perintah Tuhan.

Allah memberikan secara detail tempat kudus yang harus mereka buat lengkap dengan perabotnya. Dan Allah memperlihatkan contoh tempat kudus yang harus dibuat kepada Musa di atas gunung Sinai dan Musa harus membuatnya sama seperti contoh tersebut.

Allah yang kudus tidak bisa berdiam di sembarang tempat. Sampai saat inipun, Allah tetap meminta tempat kudus untuk Allah berdiam di tengah umat-Nya. Dalam Perjanjian Baru, Allah tidak meminta tempat kudus secara fisik atau bangunan untuk Allah tinggal. Allah minta tubuh umat-Nya atau setiap orang percaya menjadi tempat kudus Allah atau Bait Allah (1 Kor. 6:19).

ALLAH YANG KUDUS BERDIAM DALAM TUBUH ORANG PERCAYA; OLEH KARENA ITULAH KITA SEBAGAI ORANG PERCAYA HARUS MENJAGA TUBUH KITA TETAP KUDUS

Allah yang kudus berdiam dalam tubuh orang percaya. Oleh karena itulah kita sebagai orang percaya harus menjaga tubuh kita tetap kudus. Jangan cemari tubuh kita dengan kenajisan-kenajisan apapun juga. Kita harus senantiasa mengoreksi kehidupan kita.  Hidup dalam pertobatan sehingga kita senantiasa berkenan di hadapan Tuhan. 

Dalam 1 Korintus 3:16 (TB)  mengatakan kepada kita agar kita mengetahui diri kita seperti ini. Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?  Dan lanjut lagi dari kitab 1 Korintus 6:19-20 (TB)  Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, — dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?  Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu! 

Artinya ayat firman ini membawa kita kepada suatu pemikiran yang benar mengenai arti tempat kudus sesunggunya. Dalam PL tempat kudus adalah dimana umat Allah menetap suatu tempat untuk nemberikan pemujaan terhadap YHWH, Yerusalem sendiri adalah tempat khusu untuk memuliakan YHWH. Dalamn PB definisi tempat Kudus lebih mengarah pada tubuh kita. Tubuh kita adalah tempat Roh Allah atau Roh Kudus bersemayam, dan hal menandakan bahwa diri kita bukanlah milik kita, melainkan milik Allah. Dasar hukum dari kepemilikan ini adalah Dia sudah bayar secara tunai, berarti jelas bahwa hutang dosa kita telah lunas dibayar dengan kematian Yesus Kristus sang penebus dosa manusia. 

https://alkitab.app/v/799d93eee9f

https://alkitab.app/v/f21ae22f6c8d


Jumat, 15 Februari 2019

KEKUDUSAN ALLAH

            KEKUDUSAN ALLAH

          Ev. Matius Sobolim, M. Th.

ALLAH ADALAH KUDUS
Undang-undang Kekudusan (Im. 17-20) merupakan suatu ikhtisar ketetapan-ketetapan ritual dan moral yang didasarkan pada kekudusan Allah (Im. 19:2). Kemungkinan Undang-undang Kekudusan itu digunakan oleh imam-imam dan orang Lewi sebagai pengajaran. Dalam PB kekudusan yang dimiliki Bait Yerusalem dianggap sebagai kuail umat Kristen (1Kor. 3:16-17); namun, terutama Yesus disebut kudus (Luk. 1:35), sebagaimana Ia disebut pada awal pemberitaan-Nya (Kis. 3:14), dan seperti Ia menyapa Bapa-Nya (Job. 17:11). Gereja juga kudus (Ef. 2:19-22), didiami oleh  Roh Kudus karena itu, setiap perilaku yang merusak hubungan ini dicela (Rm. 5:5; 2Kor. 6:16-17).
          Digunakan dalam  Doa Bapa Kami (Mat. 6:9) dengan anti menghormati sebagai yang kudus. Istilah-istilah yg prinsipal adalah gadosy dan  (Ibrani) dan hagios (Yunani). Terjemahan yg lazim bagi keduanya adalah kudus, walaupun kadang-kadang keduanya diterjemahkan dengan 'suci'. Perbedaan antara kudus dan suci tidaklah gamblang, justru bisa benar mengatakan bahwa bila yg dipikirkan adalah kualitas hakiki Tuhan dan manusia, maka dipakailah istilah kudus; istilah suci menekankan akibat daripada sikap yg menjurus kepada kesucian.
          Dalam bahasa Ibrani Qadosy dapat berarti 'terpisah' (dikhususkan) atau 'terpotong dari', digunakan terhadap keadaan terlepasnya seseorang atau suatu benda (supaya Tuhan dapat memakainya, dan dgn demikian terhadap keadaan orang atau obyek yg dilepas itu). Hagios mempunyai dasar pemikiran yg sama mengenai keterpisahan dan kesucian terhadap Allah. Kata 'mahakudus' dalam Kis 2:27 dan kata 'kudus' dalam Why 15:4 adalah terjemahan dari kata Yunani hosios (di tempat lain diterjemahkan 'suci' atau 'saleh'), suatu kata yg mengandung arti hubungan yg benar dengan Allah, mungkin juga dalam pengertian kekasih.
a. Kekudusan Allah
Istilah kudus didalam PL sama dengan di PB, dipakai dalam pengertian tertinggi terhadap Allah. Istilah itu menunjuk, pertama, kepada keterpisahan Allah dari ciptaan dan bahwa Ia mengungguli ciptaan itu. Demikianlah 'kudus' menggambarkan transendensi Allah. Yahweh, karena 'kekudusan'-Nya berdiri bertentangan dengan ilah-ilah (Kel 15:11) demikian juga dengan seluruh ciptaan (Yes 40:25).  ALLAH.
Istilah itu juga menunjuk kepada hubungan, dan mengandung arti ketentuan Allah untuk memelihara kedudukanNya sendiri terhadap makhluk-makhluk bebas lainnya. Itu adalah pengesahan Allah sendiri, 'sifat dalam mana Yahweh menjadikan diriNya sendiri ukuran mutlak bagi diriNya sendiri' (Godet). Istilah itu tidak hanya menjelaskan perbedaan Allah dan manusia (Hos 11:9), itu adalah sama artinya dengan 'Allah yg tertinggi', dan terutama menekankan sifat Allah yg sangat menakutkan (Mzm 99:3).
Karena kekudusan meliputi setiap keistimewaan sifat Allah, maka hal itu dapat disifatkan sebagai: demikianlah Allah adanya. Sebagaimana sinar matahari mencakup semua warna dalam spektrumnya dan menjadi cahaya (terang) demikianlah dalam penyataan diriNya sendiri, semua sifat Allah menjadi satu dalam kekudusan; untuk maksud itu maka kekudusan pernah disebut: 'sifat dari segala sifat' yg kesatuannya mencakup segala sifat Allah. Untuk mengerti keberadaan dan perangai Allah sebagai hanya kumpulan kesempurnaan yg abstrak, berarti membuat Allah tidak riil. Di dalam Allah dari Alkitab, kesempurnaan hidup berfungsi dalam kekudusan.
Karena itu dapatlah dimengerti mengapa kekudusan khas disifatkan dalam Kitab Suci untuk setiap Oknum Allah Tritunggal, Bapak (Yoh 17:11), Anak (Kis 4:30) dan khususnya bagi Roh Kudus sebagai yg menyatakan dan yg mengaruniakan kekudusan Allah kepada ciptaan-Nya.
b. Kekudusan Allah dalam hubungan dengan umat-Nya
         Umat Allah adalah kudus karena mereka dimurnikan melalui Kristus dan mereka hanya kepunyaan Allah. Dengan bantuan Roh Kudus mereka menjaga dirinya dari dosa, dan hidup hanya untuk Allah. Segala sesuatu yang terpisahkan (dikhususkan) dari kebiasaan atau hal-hal yang duniawi adalah 'kudus'. Karena itu, di atas semuanya, Allah adalah kudus (Yes. 6:3), dan kekudusan-Nya diperluas kepada manusia yang berada dalam transaksi dengan-Nya (mis. imam-imam di Bait Allah) dan segala peralatan yang mereka gunakan serta perayaan-perayaan yang mereka rayakan (Im. 23). PL menggunakan kata 'kudus' atas orang yg dinobatkan bagi maksud-maksud agamawi. Misalnya para imam yg ditahbiskan dalam upacara istimewa, juga seluruh umat Israel sebagai satu bangsa yg disucikan bagi Allah tidak sama dengan bangsa-bangsa lain. Jadi hubungannya dengan Allah menjadikan Israel satu bangsa kudus, dan dalam pengertian ini 'kudus' mengacu kepada pengungkapan tertinggi hubungan perjanjian Israel dan Allah. Jalan pikiran ini tidak terlepas dari PB, sebagaimana dalam 1 Kor 7:14, di mana suami yg tidak beriman dikuduskan karena hubungannya dengan istri yg beriman demikian sebaliknya.
         Tapi konsepsi mengenai kekudusan berkembang, sejalan dengan penyataan Allah, dari luar ke dalam, dari yg bersifat upacara kepada kenyataan; maka 'kudus' mendapat arti etis yg kuat, dan ini adalah maknanya, yg nyaris satu-satunya makna dalam PB. Para nabi memproklamirkan kekudusan sebagai penyataan sendiri oleh Allah, kesaksian yg Ia terapkan pada diriNya sendiri dan segi yg Ia kehendaki supaya makhluk ciptaan-Nya mengenal Dia demikian. Dan para nabi menyatakan bahwa Allah menghendaki untuk mengkomunikasikan kekudusan-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya, dan sebaliknya Ia menuntut kesucian dari mereka. Apabila 'Aku ini kudus adanya', demikianlah pernyataan Allah sendiri yg mengangkat hakikat diriNya mengungguli makhluk ciptaan-Nya, demikianlah 'hendaknya kamu kudus' adalah seruan Allah bagi makhluk ciptaan-Nya, supaya mereka dapat menjadi orang yg mengambil bagian dalam kekudusan-Nya (Ibr 12:10). Kekudusan Allah dikaruniakan kepada jiwa manusia, pada saat ia dilahirkan kembali, dan itulah yg menjadi sumber dan landasan bagi tabiat yg suci.
          Kristus dalam hidup dan sifat-sifat-Nya adalah teladan tertinggi kekudusan Allah. Dalam Dia keadaan kudus bahkan lebih daripada hanya tidak berdosa: itu adalah penyerahan-Nya yg seutuhnya kepada kehendak dan maksud Allah, dan untuk itu Yesus menguduskan diriNya sendiri (Yoh 17:19). Kekudusan Kristus adalah ukuran bagi sifat orang Kristen dan jaminannya, 'Sebab Ia yg menguduskan dan mereka yg dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu' (Ibr 2:11).  
         Dalam PB petunjuk rasuli bagi orang Kristen ialah orang-orang kudus (hagioi). Istilah ini terus dipakai sebagai petunjuk umum, sekurang-kurangnya sampai zaman Ireneus dan Tertulianus (abad 3 sM), kendati sesudah itu dalam pemakaian gerejawi derajatnya merosot menjadi gelar yg diperoleh sebagai kehormatan. Walaupun anti utamanya adalah hubungan dengan pribadi, toh juga menggambarkan sifat, dan terutama sifat seperti sifat Kristus. Di mana-mana dalam PB ditekankan anti kekudusan secara etis bertentangan dengan hal-hal yg kotor. Kekudusan ialah panggilan tertinggi bagi orang Kristen dan tujuan daripada hidupnya. Pada Hari Kiamat, menurut Kitab Suci, ada dua kategori manusia yaitu yg benar dan yg jahat.
c. Makna eskatologis mengenai kekudusan
          Kitab Suci menekankan kemantapan sifat moral (Why 22: 11), juga menekankan segi pembalasan dari kekudusan Allah, yg mencakup dunia dalam penghakiman. Berdasarkan hakikat Allah, hidup diatur sedemikian rupa sehingga dalam kekudusan terdapat 'sejahtera', dalam dosa terdapat 'kutuk'. Karena kekudusan Allah tidak bisa membuat dan mengindahkan suatu alam semesta di mana dosa dapat tumbuh dengan sempurna, maka kualitas pembalasan dalam pemerintahan Allah menjadi jelas. Tapi pembalasan itu bukanlah akhir dari segala sesuatu; kekudusan Allah menjamin bahwa akan ada perbaikan akhir, suatu palingenesia, suatu regenerasi dalam bidang moral. Eskatologi Alkitab berjanji bahwa kekudusan Allah akan membersihkan alam semesta, lalu menciptakan langit baru dan bumi baru dimana terdapat kebenaran (2 Ptr 3:13).

Kekudusan Allah adalah mutlak kekal dan abadi. Jaka Allah menuntut manusia Kudus, maka perintah itu tidak bisa dibatasi oleh manusia. Karena Esensi Allah adalah Kudus dalam keabadian.

Sabtu 16 Februari 2019 di Gangsiran Butuk desa Telekund Kecamatan Junerjo, Kota Wisata Batu. Provinsi Jawa Timur. Posting Melalui HP Android untuk kepentingan pengembangan sekaligus memahami arti dan seluruh isi Firman Allah tentang Kekudusan ALLAH; Ditinjau dari sudut pandang Alkitab.

sobolommatius@gmail.com

BIBLIOGRAFI

A Murray, Holy in Christ, 1888; 

R Otto (trJ. W Harvey), The Idea of theHoly,1946; ERE, 6, hlm 731-759; W. E Sangster, The Path to Perfection, 1943; 

H Seebass, C Brown, di NIDNTT 2, hlm 223-238; TDNT 1, hlm 88-115, 122: 3, hlm 221-230; 5, hlm 489-493; 7, hlm 175-185. RAF/P.


KEMATIAN ORANG-ORANG KUDUS

KEMATIAN ORANG-ORANG KUDUS


Oleh: Ev. Matius Sobolim

Mati, Kematian Orang-Orang Kudus. Kematian Oran-orang Kudus adalah kematian yang wajar dan sangat spesial didalam Tuhan Yesus Kristus. Penderitaan yang dialama oleh orang percaya adalah proses menuju kesempurnaan. Untuk memahami hal itu penulis mengajak Para pembaca bisa melihat ayat nast dibawa ini.
1. Mati di dalam Kristus.
1Kor 15:18; 1Tes 4:14
2. Berbahagia.
Wahy 14:13
3. Keuntungan.
Fili 1:21
4. Kadang-kadang diinginkan.
Luk 2:29
5. Penuh dengan:
5.1 Iman.
Ibr 11:13
5.2 Perlindungan.
Ams 14:32
5.3 Perhentian.
Yes 57:2
6. Dinanti-nantikan.
Ayub 14:14
7. Dihadapi dengan penyerahan.
Kej 50:24; Yos 23:14; 1Raj 2:2
8. Dihadapi dengan tidak takut.
1Kor 15:55
9. Berharga di mata Tuhan.
Mazm 116:15
10. Allah yang memimpin mereka sampai - .
Mazm 48:14
11. Allah menyertai mereka dalam - .
Mazm 23:4
12. Dihindarkan dari segala malapetaka yang akan didatangkan Tuhan.
2Raj 22:20; Yes 57:1
13. Tidak diperhatikan orang fasik.
Yes 57:1
14. Menuju kepada:
14.1 Istirahat.
Ayub 3:17; 2Tes 1:7
14.2 Hiburan.
Luk 16:25
14.3 Hadirat Kristus.
2Kor 5:8; Fili 1:23
14.4 Mahkota kehidupan.
Wahy 2:10
14.5 Mahkota kebenaran.
2Tim 4:8
14.6 Suatu kebangkitan yang penuh sukacita.
Yes 26:19; Dan 12:2
15. Tidak diperhatikan oleh orang fasik.
Yes 57:1
16. Orang yang masih hidup dihibur dengan - .
1Tes 4:13-18
17. Orang fasik ingin supaya kematiannya seperti - .
Bil 23:10
18. Contoh-contoh:
18.1 Abraham.
Kej 25:8
18.2 Dorkas.
Kis 9:37
18.3 Elisa.
2Raj 13:14,20
18.4 Harun.
Bil 20:28
18.5 Ishak.
Kej 35:29
18.6 Musa.
Ul 34:5
18.7 Penjahat yang bertobat.
Luk 23:43
18.8 Yakub.
Kej 49:33
18.9 Yosua.
Yos 24:29

Di silakan agar pembaca bisa menggunakannya untuk bahan khotbah.

Sobolimmatius@gmail. com

ORANG-ORANG KUDUS YANG MENDERITA

APAKAH ORANG-ORANG KUDUS YANG MENDERITA ?


            Matius Sobolim, M. Th

I. Orang-Orang Kudus Yang Menderita
          Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menunjukan pada, sesuatu yang menyusahkan ditanggung dalam hati, seperti kesengsaraan, penyakit: ia telah merasakan berbagai menderita menanggung sesuatu yang tidak menyangkan. Dalama Bahasa Yunaninya: θλιψις thlipsis; λυπη lupe; παθεμα pathema; πασχω pascho including the forms παθω (patho ; συνεχω sunecho.
         Pengalaman derita yang universal menjadi masalah utama bagi Yudaisme maupun Kristen, yang mempercayai kebaikan Allah. Secara umum ada dua macam penderitaan yang dikenal dalam Alkitab: penderitaan yang kita alami karena kemanusiaan kita, dan yang didatangkan atas umat Allah, karena  iman orang Yahudi dan Kristen.
         
           Yang pertama mencakup derita sakit, derita kehilangan, derita kekhawatiran dan depresi; yang kedua disebabkan oleh penganiayaan atau pengekangan diri pribadi. Beberapa bagian PL menyatakan bahwa sebagian penderitaan manusia disebabkan oleh dosa (Kej. 3:14-19). Pembuangan bangsa Israel diartikan sebagai hukuman atas dosa bangsa tersebut (2Raj. 17). Para 'penghibur'  Ayub cenderung yakin bahwa Ayub mestinya melakukan kejahatan berat, sehingga harus menderita seperti yang dialaminya. Ayub menolak kesimpulan itu (bnd. Yoh. 9:3), dan dalam Ayb. 38-41, Ayub menerima jawaban dari Allah sendiri, yang sangat berkuasa: masalahnya melampaui pengertian manusia, dan Ayub harus tenang dan menyerahkannya pada  hikmat Allah.

         Para penulis apokalyptis memiliki pandangan bahwa penderitaan yang diderita tanpa salah akan diberi upah di dunia sesudah mati (Dan. 12:2).Ada lagi macam penderitaan yang diterima demi kebaikan, atau yang bahkan dipeluk, seperti yang dilakukan Hamba Yang Menderita dari Deutero Yesaya. Dalam PB pengikut Kristus dinasihati untuk memikul salib 'setiap hari' (Luk. 9:23) dan menanggung permusuhan dan penganiayaan. Itulah pesan terutama dari 1 Petrus. Penderitaan seperti itu bukan sekadar imitatio Christi saja, melainkan dikatakan juga untuk melengkapi apa yang masih kurang dari beban penderitaan Gereja (Kol. 1:24).
Yang dimaksud dengan 'penderitaan' atau passion dalam studi PB ialah penderitaan dan kematian Yesus; dan passion sebagai kisah penderitaan mencakup seluruh masa penderitaan Yesus, mulai dari Perjamuan Akhir (Mrk. 14), penahanan, pengadilan, penyaliban dan pemakaman, sebagaimana dicatat di dalam keempat Injil. Tetapi, penggunaan istilah passion atau penderitaan Yesus itu hanya kita jumpai dalam Kis. 1:3.Keempat kisah penderitaan Yesus itu cenderung mengecilkan tanggung jawab Pilatus atas penyaliban Yesus dan lebih membebani para pemimpin Yahudi. Kecenderungan itu dipandang mencerminkan keadaan Gereja setelah tahun 70, dalam hubungannya dengan Kerajaan Roma maupun dengan Yudaisme waktu itu. Ada keinginan agar Gereja tidak memberi kesan melakukan kegiatan-kegiatan bawah tanah dalam Kerajaan Roma, dan juga perlu untuk mengukuhkan pengertian bahwa Gereja yang sudah semakin terdiri dari anggota-anggota  bukan Yahudi itu, sebagai umat perjanjian, dan telah mengatasi kedudukan Yahudi. Tetapi, pandangan bahwa Yesus mestinya mati dirajam menurut hukum Yahudi (Im. 24:14) adalah mustahil.

       Penyaliban (yaitu hukuman Romawi) sudah terlalu kukuh terbukti.Mat. 27:24-25 menceritakan bahwa Pilatus mencuci tangannya untuk menyatakan bahwa Ia tidak bersalah apa pun, sementara orang Yahudi menyatakan, mereka rela supaya darah Yesus ditanggungkan atas mereka dan atas anak-anak mereka. Dalam Injil Lukas, yang mempunyai cerita pengadilan tambahan di depan Herodes, dikemukakan bagaimana Pilatus tiga kali menyatakan bahwa Yesus tidak bersalah, dan hal itu diulangi oleh kepala pasukan di dekat salib (Luk. 23:47). Yohanes 19:12 menceritakan bagaimana Pilatus mempunyai niat untuk membebaskan Yesus, tetapi terhalang oleh ancaman orang Yahudi yang akan mengadukan dia ke Roma. Tetapi, puncak dari prestasi kerja Pilatus dalam penilaian Kristen tercapai pada waktu dinyatakan sebagai orang suci oleh Gereja Koptik, yang memperingati mati syahidnya pada tanggal 25 Juni.
        
         Kata Yunani paskho adalah istilah umum untuk sesuatu yg dilakukan terhadap seseorang; dalam Kis 1:3 kata ini khusus dikenakan pada penderitaan Yesus. Kata Yunani thlipsis mempunyai arti umum 'tekanan', beban yg berat bagi hati orang. Kata itu dipakai juga mengenai Siksaan Besar (Mrk 13:19; 2 Tes 1:6 dab; Why 7:14); ESKATOLOGI. Dalam PL tak ada kata yg artinya penderitaan secara umum. Tapi 'penderitaan' dipakai dalam TBI untuk menerjemahkan banyak kata yg artinya sakit, dukacita, malang, siksaan.

II. Ajaran
         Dalam Alkitab penderitaan dianggap gangguan atas dunia ciptaan ini. Seluruh ciptaan diciptakan dalam keadaan baik dan bebas dari penderitaan (Kej 1:31). Sesudah dosa terjadi maka penderitaan pun timbul dalam bentuk pertentangan, kesakitan, kebinasaan ... dan maut (Kej 3:15-19). Di langit dan bumi baru, seluruh penderitaan dihapuskan (Why 21:4; Yes 65:17 dab). Pekerjaan Kristus adalah melepaskan orang dari penderitaan, kebinasaan dan maut (Rm 8:21; 1 Kor 15:26), maupun dari dosa (Mat 1:21). Walaupun Iblis dianggap mempunyai kekuatan untuk membuat manusia menderita (2 Kor 12:7; Ayb 1:12; 2:6), toh manusia menderita tidak terlepas dari kedaulatan Allah, dan Allah mengontrol serta mendatangkan penderitaan (Am 3:6; Yes 45:7; Mat 26:39; Kis 2:23).

          Beban penderitaan selalu dirasa berat oleh umat Allah  (Kej 47:9; 2 Sam 14:14). Adanya penderitaan senantiasa menjadi persoalan, karena dianggap didatangkan oleh Allah (Mzm 39:10). Justru penderitaan harus dihubungkan dengan fakta yakni kasih Allah, keadilan dan kebenaranNya (Mzm 73). Maka di tengah-tengah penderitaan, manusia dipaksa untuk menentukan sampai di mana dia bisa hidup oleh iman, dan seberapa jauh dapat ditolaknya keinginan hatinya untuk mendapati keterangan yg rasional.

          Masalahnya tidak akan sebegitu gawat bila semangat solidaritas dalam persekutuan masyarakat sangat kuat. Juga bila setiap pribadi, sebagai anggota dari masyarakatnya atau keluarganya bertanggung jawab dalam segala macam keadaan, sanggup menerima hukuman dan penderitaan yg menimpa umatnya sebagai tanggung jawabnya pribadi (Yos 7). Tapi masalahnya akan menjadi lebih gawat bila hubungan yg bertanggung jawab dari setiap pribadi terhadap Allah diberi penekanan (Yer 31:29; Yeh 18:2-4). Iman sejati, bergulat menggumuli soal dan beban penderitaan, tidak menuntut untuk segera mengetahui lengkap mengapa Allah membiarkan penderitaannya. Iman sejati dapat menunggu kendati dalam keadaan paling gawat sekalipun (Hab 2:2-4). Iman demikian menemukan dalam kehadiran dan kebaikan Allah unsur yg lebih menentukan pada keadaan yg sedang dihadapinya, kendati penderitaan teramat pahit (Mzm 73:21-23). Iman sejati bersedia menentang kebobrokan yg sedang berlangsung dan berjaya, sekaligus memberlakukan tata tertib baru yg sempurna sesuai yg berlaku dalam Kerajaan Allah, dari tata mana ia terima nikmat pendahuluannya (Mzm 73:24-26; Rm 8:18; 2 Kor 4:16-18).

         Tapi orang beriman tidaklah kebal terhadap kodrat kengerian dari masalah yg membingungkan ini. Kitab Ayb menunjukkan betapa Ayub mengalami penderitaan sampai ke tingkat yg paling mengerikan dan membingungkan dan yg tidak terjelaskan. Pada saat itu ia menolak menghibur dirinya dengan teori-teori rasional yg melulu membuat jalan-jalan Allah takluk kepada perhitungan-perhitungan manusia. Dalam pergumulan itu Ayub sempat kehilangan semangat dan putus asa. Tapi pada akhirnya ia sanggup bangkit kembali. Dalam penglihatan ia melihat Allah sendiri menantangnya, dan oleh penglihatan itu Ayub mencapai kepastian dapat menang mengatasi segala kesukarannya kendati ia belum mampu -- dan ia tahu ia takkan kunjung mampu memberikan penjelasan rasional mengenai segala ihwal dalam kehidupan ini.
         Memang sudah dikemukakan bahwa penyelesaian-penyelesaian seperti itu tidak tepat diterapkan secara umum, namun kadang-kadang diberikan alasan-alasan yg dapat jelas dimengerti tentang penderitaan tertentu (bnd Mzm 37). Beberapa pendapat mengenai soal ini timbul dan padu jadi satu. Penderitaan bisa sebagai akibat dosa (Hos 8:7; Luk 13:1-5, Gal 6:8), menimpa baik perseorangan (Mzm 1) maupun kelompok kecil masyarakat atau seluruh bangsa (Am 1-2). Penderitaan kadang-kadang dapat dipandang sebagai hukuman yg dijatuhkan Allah, atau hajaran guna memperbaiki cara hidup umat-Nya (Ams 3:12; Hak 2:22-3:6), atau untuk menguji maupun memurnikan manusia (Mzm 66:10; Yak 1:3,12; 1 Ptr 1:7; Rm 5:3) atau mendekatkannya kepada Allah dalam rangka ketaatan dan persekutuan yg baru (Mzm 119:67; Rm 8:35-37).

         Jadi penderitaan bisa mendampakkan kebaikan (Rm 8:28 dab) dan bisa sebaliknya.
Dalam memberikan kesaksian tentang penderitaan Mesias (1 Ptr 1:10-12), para penulis PB diajari bagaimana Allah dapat memberi makna baru dari penderitaan. Pengalaman mereka mematuhi Allah bertalian dengan maksud-Nya menyelamatkan Israel, mengajar mereka bahwa kasih Allah harus langsung terlibat dalam malang dan malu dari orang-orang yg hendak diselamatkan-Nya (Hos 1-3; Yer 9:1-2; 20:7-10; Yes 63:9), bahkan menanggung celaan dan penentangan yg mereka hadapi. Karena itulah Kristus dalam menggenapi secara sempurna kehendak-Nya yg menyelamatkan itu menjadi Hamba yg menderita. Penderitaan demikian tidaklah timbul begitu saja sebagai akibat dari kesetiaan-Nya kepada Allah dalam melaksanakan panggilanNya, tapi memang merupakan panggilan yg sesungguhnya yg wajib digenapi-Nya (Yes 53).

         Dalam penderitaan khas seperti itu nampak makna baru dari vicarious (rela bertindak atau berbuat demi orang lain, dan ikhlas menanggung segala risikonya), juga nampak suatu tujuan baru. Dengan perkataan lain, penderitaan khas itu menyatakan bahwa SATU Orang bisa menanggung derita dan menderita sebagai pengganti semua orang yg menjadi obyek penderitaan itu, dan sekaligus mewakili segenap orang yg mau menerima 'SATU Orang itu' (lih Yes 53; 1 Ptr 2:24).
Penderitaan mempunyai makna baru bagi orang-orang yg menjadi anggota tubuh Kristus. Mereka turut menderita dalam penderitaan Kristus (2 Kor 1:5 dab; Mrk 10:39; Rm 8:17), dan menganggap dirinya wajib menanggung penderitaan atau terpanggil kepada penderitaan (Flp 1:29; 1 Ptr 4:1-2). Halnya demikian, karena anggota tubuh harus berpautan dengan Kepala baik dalam penderitaan (Flp 3:10; Rm 8:29) maupun kemuliaan-Nya. Apa pun bentuk penderitaan orang Kristen, itu dapat dianggap sebagai salib yg wajib dipikul dalam rangka mengikuti Yesus di jalan salib-Nya (Mat 16:24; Rm 8:28-29). Penderitaan demikian yg memang tak dapat dielakkan, menuju kepada kebangkitan dan kemuliaan (Rm 8:18; Ibr 12:1-2; Mat 5:10; 2 Kor 4:17).
Adalah wajar menanggung sengsara jika seseorang hendak masuk ke dalam Kerajaan Allah (Kis 14:22; Yoh 16:21). Kedatangan zaman baru dilukiskan sebagai didahului oleh kesakitan yg dialami seorang ibu sewaktu melahirkan, dan gereja turut mengalami penderitaan ini secara menentukan (Mat 24:21-22; Why 12:1-2,13-17; bnd ump Dan 12:1; Mi 4:9-10; 5:2-4).

          Penderitaan Kristus pada hakikatnya adalah 'pada', puma dan genap untuk membebaskan semua orang (Yes 53:4-6; Ibr 10:14). Jadi penderitaan yg ditanggung oleh setiap pengikut Kristus sebagai partisipasinya dalam penderitaan Kristus, dapat disebut menggenapkan apa yang belum tercakup dalam penderitaan Kristus (Kol 1:24), melulu karena kasih karunia, dan sama sekali bukan upaya keharusan untuk menebus diri sendiri. Hal itu adalah supaya kita dapat bersekutu dengan Dia dalam penderitaan-Nya yg vicarious -- menggantikan dan melepaskan.

KEPUSTAKAAN.
in the Old Testament, 1904; S. R Driver dan G. B Gray, Job, ICC, 1921; ERE; C. S Lewis, The Problem of Pain, 1940; H. E Hopkins, The Mystery of Suffering, 1959; W Eichrodt, Man in the Old Testament, 1951; H. H Rowley, Submission in Suffering, 1951; J Scharbert dan J Schmidt, 'Suffering', EBT 3, 1970, hlm 890-897; J Bowker, The Problem of Suffering in the World Religions, 1970; B Gartner, NIDNTT 3, hlm 719-726. RSW/MHS.

Sobolimmatius@gmail.com