APAKAH ORANG-ORANG KUDUS YANG MENDERITA ?
Matius Sobolim, M. Th
I. Orang-Orang Kudus Yang Menderita
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menunjukan pada, sesuatu yang menyusahkan ditanggung dalam hati, seperti kesengsaraan, penyakit: ia telah merasakan berbagai menderita menanggung sesuatu yang tidak menyangkan. Dalama Bahasa Yunaninya: θλιψις thlipsis; λυπη lupe; παθεμα pathema; πασχω pascho including the forms παθω (patho ; συνεχω sunecho.
Pengalaman derita yang universal menjadi masalah utama bagi Yudaisme maupun Kristen, yang mempercayai kebaikan Allah. Secara umum ada dua macam penderitaan yang dikenal dalam Alkitab: penderitaan yang kita alami karena kemanusiaan kita, dan yang didatangkan atas umat Allah, karena iman orang Yahudi dan Kristen.
Yang pertama mencakup derita sakit, derita kehilangan, derita kekhawatiran dan depresi; yang kedua disebabkan oleh penganiayaan atau pengekangan diri pribadi. Beberapa bagian PL menyatakan bahwa sebagian penderitaan manusia disebabkan oleh dosa (Kej. 3:14-19). Pembuangan bangsa Israel diartikan sebagai hukuman atas dosa bangsa tersebut (2Raj. 17). Para 'penghibur' Ayub cenderung yakin bahwa Ayub mestinya melakukan kejahatan berat, sehingga harus menderita seperti yang dialaminya. Ayub menolak kesimpulan itu (bnd. Yoh. 9:3), dan dalam Ayb. 38-41, Ayub menerima jawaban dari Allah sendiri, yang sangat berkuasa: masalahnya melampaui pengertian manusia, dan Ayub harus tenang dan menyerahkannya pada hikmat Allah.
Para penulis apokalyptis memiliki pandangan bahwa penderitaan yang diderita tanpa salah akan diberi upah di dunia sesudah mati (Dan. 12:2).Ada lagi macam penderitaan yang diterima demi kebaikan, atau yang bahkan dipeluk, seperti yang dilakukan Hamba Yang Menderita dari Deutero Yesaya. Dalam PB pengikut Kristus dinasihati untuk memikul salib 'setiap hari' (Luk. 9:23) dan menanggung permusuhan dan penganiayaan. Itulah pesan terutama dari 1 Petrus. Penderitaan seperti itu bukan sekadar imitatio Christi saja, melainkan dikatakan juga untuk melengkapi apa yang masih kurang dari beban penderitaan Gereja (Kol. 1:24).
Yang dimaksud dengan 'penderitaan' atau passion dalam studi PB ialah penderitaan dan kematian Yesus; dan passion sebagai kisah penderitaan mencakup seluruh masa penderitaan Yesus, mulai dari Perjamuan Akhir (Mrk. 14), penahanan, pengadilan, penyaliban dan pemakaman, sebagaimana dicatat di dalam keempat Injil. Tetapi, penggunaan istilah passion atau penderitaan Yesus itu hanya kita jumpai dalam Kis. 1:3.Keempat kisah penderitaan Yesus itu cenderung mengecilkan tanggung jawab Pilatus atas penyaliban Yesus dan lebih membebani para pemimpin Yahudi. Kecenderungan itu dipandang mencerminkan keadaan Gereja setelah tahun 70, dalam hubungannya dengan Kerajaan Roma maupun dengan Yudaisme waktu itu. Ada keinginan agar Gereja tidak memberi kesan melakukan kegiatan-kegiatan bawah tanah dalam Kerajaan Roma, dan juga perlu untuk mengukuhkan pengertian bahwa Gereja yang sudah semakin terdiri dari anggota-anggota bukan Yahudi itu, sebagai umat perjanjian, dan telah mengatasi kedudukan Yahudi. Tetapi, pandangan bahwa Yesus mestinya mati dirajam menurut hukum Yahudi (Im. 24:14) adalah mustahil.
Penyaliban (yaitu hukuman Romawi) sudah terlalu kukuh terbukti.Mat. 27:24-25 menceritakan bahwa Pilatus mencuci tangannya untuk menyatakan bahwa Ia tidak bersalah apa pun, sementara orang Yahudi menyatakan, mereka rela supaya darah Yesus ditanggungkan atas mereka dan atas anak-anak mereka. Dalam Injil Lukas, yang mempunyai cerita pengadilan tambahan di depan Herodes, dikemukakan bagaimana Pilatus tiga kali menyatakan bahwa Yesus tidak bersalah, dan hal itu diulangi oleh kepala pasukan di dekat salib (Luk. 23:47). Yohanes 19:12 menceritakan bagaimana Pilatus mempunyai niat untuk membebaskan Yesus, tetapi terhalang oleh ancaman orang Yahudi yang akan mengadukan dia ke Roma. Tetapi, puncak dari prestasi kerja Pilatus dalam penilaian Kristen tercapai pada waktu dinyatakan sebagai orang suci oleh Gereja Koptik, yang memperingati mati syahidnya pada tanggal 25 Juni.
Kata Yunani paskho adalah istilah umum untuk sesuatu yg dilakukan terhadap seseorang; dalam Kis 1:3 kata ini khusus dikenakan pada penderitaan Yesus. Kata Yunani thlipsis mempunyai arti umum 'tekanan', beban yg berat bagi hati orang. Kata itu dipakai juga mengenai Siksaan Besar (Mrk 13:19; 2 Tes 1:6 dab; Why 7:14); ESKATOLOGI. Dalam PL tak ada kata yg artinya penderitaan secara umum. Tapi 'penderitaan' dipakai dalam TBI untuk menerjemahkan banyak kata yg artinya sakit, dukacita, malang, siksaan.
II. Ajaran
Dalam Alkitab penderitaan dianggap gangguan atas dunia ciptaan ini. Seluruh ciptaan diciptakan dalam keadaan baik dan bebas dari penderitaan (Kej 1:31). Sesudah dosa terjadi maka penderitaan pun timbul dalam bentuk pertentangan, kesakitan, kebinasaan ... dan maut (Kej 3:15-19). Di langit dan bumi baru, seluruh penderitaan dihapuskan (Why 21:4; Yes 65:17 dab). Pekerjaan Kristus adalah melepaskan orang dari penderitaan, kebinasaan dan maut (Rm 8:21; 1 Kor 15:26), maupun dari dosa (Mat 1:21). Walaupun Iblis dianggap mempunyai kekuatan untuk membuat manusia menderita (2 Kor 12:7; Ayb 1:12; 2:6), toh manusia menderita tidak terlepas dari kedaulatan Allah, dan Allah mengontrol serta mendatangkan penderitaan (Am 3:6; Yes 45:7; Mat 26:39; Kis 2:23).
Beban penderitaan selalu dirasa berat oleh umat Allah (Kej 47:9; 2 Sam 14:14). Adanya penderitaan senantiasa menjadi persoalan, karena dianggap didatangkan oleh Allah (Mzm 39:10). Justru penderitaan harus dihubungkan dengan fakta yakni kasih Allah, keadilan dan kebenaranNya (Mzm 73). Maka di tengah-tengah penderitaan, manusia dipaksa untuk menentukan sampai di mana dia bisa hidup oleh iman, dan seberapa jauh dapat ditolaknya keinginan hatinya untuk mendapati keterangan yg rasional.
Masalahnya tidak akan sebegitu gawat bila semangat solidaritas dalam persekutuan masyarakat sangat kuat. Juga bila setiap pribadi, sebagai anggota dari masyarakatnya atau keluarganya bertanggung jawab dalam segala macam keadaan, sanggup menerima hukuman dan penderitaan yg menimpa umatnya sebagai tanggung jawabnya pribadi (Yos 7). Tapi masalahnya akan menjadi lebih gawat bila hubungan yg bertanggung jawab dari setiap pribadi terhadap Allah diberi penekanan (Yer 31:29; Yeh 18:2-4). Iman sejati, bergulat menggumuli soal dan beban penderitaan, tidak menuntut untuk segera mengetahui lengkap mengapa Allah membiarkan penderitaannya. Iman sejati dapat menunggu kendati dalam keadaan paling gawat sekalipun (Hab 2:2-4). Iman demikian menemukan dalam kehadiran dan kebaikan Allah unsur yg lebih menentukan pada keadaan yg sedang dihadapinya, kendati penderitaan teramat pahit (Mzm 73:21-23). Iman sejati bersedia menentang kebobrokan yg sedang berlangsung dan berjaya, sekaligus memberlakukan tata tertib baru yg sempurna sesuai yg berlaku dalam Kerajaan Allah, dari tata mana ia terima nikmat pendahuluannya (Mzm 73:24-26; Rm 8:18; 2 Kor 4:16-18).
Tapi orang beriman tidaklah kebal terhadap kodrat kengerian dari masalah yg membingungkan ini. Kitab Ayb menunjukkan betapa Ayub mengalami penderitaan sampai ke tingkat yg paling mengerikan dan membingungkan dan yg tidak terjelaskan. Pada saat itu ia menolak menghibur dirinya dengan teori-teori rasional yg melulu membuat jalan-jalan Allah takluk kepada perhitungan-perhitungan manusia. Dalam pergumulan itu Ayub sempat kehilangan semangat dan putus asa. Tapi pada akhirnya ia sanggup bangkit kembali. Dalam penglihatan ia melihat Allah sendiri menantangnya, dan oleh penglihatan itu Ayub mencapai kepastian dapat menang mengatasi segala kesukarannya kendati ia belum mampu -- dan ia tahu ia takkan kunjung mampu memberikan penjelasan rasional mengenai segala ihwal dalam kehidupan ini.
Memang sudah dikemukakan bahwa penyelesaian-penyelesaian seperti itu tidak tepat diterapkan secara umum, namun kadang-kadang diberikan alasan-alasan yg dapat jelas dimengerti tentang penderitaan tertentu (bnd Mzm 37). Beberapa pendapat mengenai soal ini timbul dan padu jadi satu. Penderitaan bisa sebagai akibat dosa (Hos 8:7; Luk 13:1-5, Gal 6:8), menimpa baik perseorangan (Mzm 1) maupun kelompok kecil masyarakat atau seluruh bangsa (Am 1-2). Penderitaan kadang-kadang dapat dipandang sebagai hukuman yg dijatuhkan Allah, atau hajaran guna memperbaiki cara hidup umat-Nya (Ams 3:12; Hak 2:22-3:6), atau untuk menguji maupun memurnikan manusia (Mzm 66:10; Yak 1:3,12; 1 Ptr 1:7; Rm 5:3) atau mendekatkannya kepada Allah dalam rangka ketaatan dan persekutuan yg baru (Mzm 119:67; Rm 8:35-37).
Jadi penderitaan bisa mendampakkan kebaikan (Rm 8:28 dab) dan bisa sebaliknya.
Dalam memberikan kesaksian tentang penderitaan Mesias (1 Ptr 1:10-12), para penulis PB diajari bagaimana Allah dapat memberi makna baru dari penderitaan. Pengalaman mereka mematuhi Allah bertalian dengan maksud-Nya menyelamatkan Israel, mengajar mereka bahwa kasih Allah harus langsung terlibat dalam malang dan malu dari orang-orang yg hendak diselamatkan-Nya (Hos 1-3; Yer 9:1-2; 20:7-10; Yes 63:9), bahkan menanggung celaan dan penentangan yg mereka hadapi. Karena itulah Kristus dalam menggenapi secara sempurna kehendak-Nya yg menyelamatkan itu menjadi Hamba yg menderita. Penderitaan demikian tidaklah timbul begitu saja sebagai akibat dari kesetiaan-Nya kepada Allah dalam melaksanakan panggilanNya, tapi memang merupakan panggilan yg sesungguhnya yg wajib digenapi-Nya (Yes 53).
Dalam penderitaan khas seperti itu nampak makna baru dari vicarious (rela bertindak atau berbuat demi orang lain, dan ikhlas menanggung segala risikonya), juga nampak suatu tujuan baru. Dengan perkataan lain, penderitaan khas itu menyatakan bahwa SATU Orang bisa menanggung derita dan menderita sebagai pengganti semua orang yg menjadi obyek penderitaan itu, dan sekaligus mewakili segenap orang yg mau menerima 'SATU Orang itu' (lih Yes 53; 1 Ptr 2:24).
Penderitaan mempunyai makna baru bagi orang-orang yg menjadi anggota tubuh Kristus. Mereka turut menderita dalam penderitaan Kristus (2 Kor 1:5 dab; Mrk 10:39; Rm 8:17), dan menganggap dirinya wajib menanggung penderitaan atau terpanggil kepada penderitaan (Flp 1:29; 1 Ptr 4:1-2). Halnya demikian, karena anggota tubuh harus berpautan dengan Kepala baik dalam penderitaan (Flp 3:10; Rm 8:29) maupun kemuliaan-Nya. Apa pun bentuk penderitaan orang Kristen, itu dapat dianggap sebagai salib yg wajib dipikul dalam rangka mengikuti Yesus di jalan salib-Nya (Mat 16:24; Rm 8:28-29). Penderitaan demikian yg memang tak dapat dielakkan, menuju kepada kebangkitan dan kemuliaan (Rm 8:18; Ibr 12:1-2; Mat 5:10; 2 Kor 4:17).
Adalah wajar menanggung sengsara jika seseorang hendak masuk ke dalam Kerajaan Allah (Kis 14:22; Yoh 16:21). Kedatangan zaman baru dilukiskan sebagai didahului oleh kesakitan yg dialami seorang ibu sewaktu melahirkan, dan gereja turut mengalami penderitaan ini secara menentukan (Mat 24:21-22; Why 12:1-2,13-17; bnd ump Dan 12:1; Mi 4:9-10; 5:2-4).
Penderitaan Kristus pada hakikatnya adalah 'pada', puma dan genap untuk membebaskan semua orang (Yes 53:4-6; Ibr 10:14). Jadi penderitaan yg ditanggung oleh setiap pengikut Kristus sebagai partisipasinya dalam penderitaan Kristus, dapat disebut menggenapkan apa yang belum tercakup dalam penderitaan Kristus (Kol 1:24), melulu karena kasih karunia, dan sama sekali bukan upaya keharusan untuk menebus diri sendiri. Hal itu adalah supaya kita dapat bersekutu dengan Dia dalam penderitaan-Nya yg vicarious -- menggantikan dan melepaskan.
KEPUSTAKAAN.
in the Old Testament, 1904; S. R Driver dan G. B Gray, Job, ICC, 1921; ERE; C. S Lewis, The Problem of Pain, 1940; H. E Hopkins, The Mystery of Suffering, 1959; W Eichrodt, Man in the Old Testament, 1951; H. H Rowley, Submission in Suffering, 1951; J Scharbert dan J Schmidt, 'Suffering', EBT 3, 1970, hlm 890-897; J Bowker, The Problem of Suffering in the World Religions, 1970; B Gartner, NIDNTT 3, hlm 719-726. RSW/MHS.
Sobolimmatius@gmail.com