Tampilkan postingan dengan label DOSA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DOSA. Tampilkan semua postingan

Selasa, 18 Januari 2022

KONSEP DOSA YANG TIDAK BISA DIAMPUNI MENURUT PERJANJIAN BARU

 KONSEP DOSA YANG TIDAK BISA DIAMPUNI MENURUT PERJANJIAN BARU 

Ev. Matius Soboliem, M. Th.


Latar Belakang

Mengapa sangat penting sekali mengajarkan Alkitab PL dan PB  tentang  universalitas dosa mulai dari dosa Adam sampai dengan dosa menusia secara turun-temurun? Atau pentingkah tema tentang dosa harus diajarkan dalam kehidupan manusia, secara khusus dalam kehidupan kekristenan ?  Adakah tergolong dosa kecil dan dosa besar di dalam Alkitab, maupun di mata TUHAN ? Dosa apa saja yang sifatnya tidak bisa diampuni dalam Alkitab  Perjanian Lama dan Perjanjian Baru? Bagaimana cara menjelaskan agar para pembaca dapat mengerti, dan memahami secara baik dan benar tentang dosa yang tidak bisa diampuni menurut PL dan PB? Langkah apa yang harus diambil dalam hal menjelasakan arti ajaran PL  dan PB tentang dosa yang tidak terampuni? Metode apa yang harus digunakan dalam edugasi tersebut ?  Apakah ada tujuan PL dan PB dalam pengajaran tentang dosa secar umum, dan  khusus? Apaka ada manfat dalam pengajaran PL dan PB tentang dosa yang tidak bisa diampuni dalam Kekristenan? bagaimana pembaca mengetahui  adanya dosa yang tidak terampuni dalam kehidupan secara pribadi ? Apakah Alkitab memberikan jawaban secara terperinci dan terustruktur tentang dosa yang tidak dapat diampuni ? Benarkah semua tema-tema penting yang diajarkan dalam Alkitab, itu tidak mendengar dan tidak dipatuhinya bisa menjadi dosa yang tidak bisa terampuni ? Apakah ketidak setiaan dan ketidakpatuhan, serta keras kepala sampai berakhir pada kemaatiannya. Apakah hal tersebut sudah tamat atau berakhir , tidak ada pengampunan lagi ?

Semua pertanyaan-pertanyaan diatas tumpang tindis dalam kehidupan kekristenan. Banyak ahli Theologi memberikan pencerahan sampai dengan menjelaskan dalam bentuk khotbah secara monolog, maupun mengajarkan mengajarkan secara dialog. Itu sebabnya banyak orang dikalangan Kristen memintah dan menyarankan bahwa alangkah baiknya mengedukasikan tema tentang dosa yang tidak dapat diampuni dalam bentuk pengajaran melalui buku refrensi, supaya dapat diajarkan kapan dan dimana saja dalam kelompok sel,  maupun di perguruan tinggi.

 Agar tidak ketinggalan informasi dalam meresapi pengetahuan tentang universalitas dosa, komunalitas dosa, sampai dengan dosa yang tidak bisa diampuni menurut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, maka perlu ada suatu  tindakan, pengajaran (edukasi).  Untuk itu, langkah apakah yang paling tepat diambil dalam hal pengajaran? Langkah yang paling tepat disini adalah menyusun suatu program dalam organisasi atau gereja atau lembaga pendidikan formal supaya menerapkan  pengajaran itu secara informal dan nonformal, kapan dan dimana saja dalam kekristenan. Karena buku ini penulis berusaha menuliskan dalam bentuk sederhana dengan bahasa yang sederhana, yang bisa dapat dimengerti oleh semua pihak.

Kontribusi pengajaran dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru khususnya pada lembaga pendidikan agama Kristen  membantu para peserta untuk mencapai kedewasaan iman. Untuk tujuan itu, maka pengajaran Perjanjian Baru memberikan pengetahuan yang lebih fundamental perihal misteri iman, dan mendorong mereka menghayati serta mengamalkan imannya dalam hidup. Juga supaya tidak ada komponen yang terabaikan dalam pengajaran agama, maka perlu penataan atau diberi struktur membangun atau disusun .

Tesis karya Sarce Maria menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia sebelum tahun 1975 mempunyai dua pola pengajaran yang sangat diharuskan untuk dipakai pada saat mengajar yaitu: dengan pola “hafalan” dan “pola pendidikan agama Kristen dengan analisis teks” di mana dalam pola ini kebenaran agama biasanya disajikan rumusan yang padat dan disajikan secara terpenggal-penggal kalimat demi kalimat, kata demi kata. Kemudian, dibuat aplikasi untuk penggunaan praktis yang sering bersifat moralitas. Pola ini lebih menekankan pengetahuan tentang iman dan ajaran wahyu.[1] Oleh sebab itu, di zaman sekarang ajaran Perjanjian Baru tidak dibatasi pada hafalan, tetapi lebih menekankan pada inti (pokok-pokok masalah). Misalnya, dosa yang tidak bisa diampuni haruslah dijelaskan supaya mengerti dengan baik bukan sekedar menghafal.

Ajaran Perjanjian Baru tentang dosa yang tidak bisa  diampuni sangat bermanfaat dalam kehidupan orang Kristen masa kini. Banyak orang Kristen mengerti tentang dosa secara universal, namun pengertian orang-orang Kristen hanya bersifat formalitas. Dalam hal ini, pengertian dosa secara umum bisa dapat di mengerti, tetapi belum mengerti tentang dosa yang tidak bisa diampuni tersebut secara mendalam. Melalui kesempatan ini penulis berusaha menjelaskan tentang ajaran Perjanjian Baru perihal dosa yang tidak bisa diampuni berdasarkan Alkitab PB, sebagai dasar utama, dan buku-buku pendukung lainya untuk menjawab kebutuhan ini.

Oleh karena itu, perlu ada pengajaran Alkitabiah dengan tujuan memberikan pemahaman yang benar, sebab melalui pengajaran ini pembaca bisa mengerti dan memahami arti ajaran tentang dosa yang tidak bias dapat diampuni. Cara mengajarkan arti ajaran dalam Perjanjian Baru tentang dosa yang tidak bisa diampuni harus di ajarkan secara umum, khusus, dan perorangan (personalyti). Pengajaran Perjanjian Baru sangat penting dalam kehidupan  kekristen masa kini. Pengajaran ini pun harus diajarkan kepada orang-orang yang tidak percaya pada Yesus Kristus, sebagai Tuhan dan Juru selamat secara pribadi. 

Sebab bagi orang tidak percaya (beriman) kepada Yesus Kristus sangat sulit memahami tentang dosa yang tidak bisa terampuni tersebut. Karena itu, perlu ada tindakan pengajaran khusus, supaya orang-orang berdosa bisa mengerti tentang dosa yang tidak terampuni. Itulah sebabnya ajaran Perjanjian Baru dengan jelas mengatakan bahwa dosa yang tidak terampuni (mendatangkan maut) itu adalah menghujat Roh Kudus. Siapa pun yang  melakukan dosa penghujatan ini, maka mereka adalah orang- orang tidak hidup dalam dosalah yang menghujat Roh Kudus dan meremehkan pekerjaan  Roh Kudus,  sampai sama sekali tidak percaya pada karya-Nya.

Tetapi, apakah orang percaya bisa berbuat dosa menghujat Roh Kudus?  Jelas tidak. Dalam kehidupan kekristen masa kini bentuk-bentuk tindakannya berbeda dengan bentuk-bentuk tindakan penghujatan yang dilakukan oleh orang yang hidup dalam dosa. Peranan Roh Kudus sangat penting dalam kehidupan Kristen masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Jadi, jelaslah bahwa segala sesuatu dan segala pekerjaan yang dilakukan manusia secara keseluruhan adalah bukan dengan kamampuan manusia (usaha manusia semata),  melainkan diberi kemampuan oleh Roh Kudus sendiri. Dia sebagai pengajar. pelayanan Roh Kudus untuk mengajar merupakan salah satu janji-janji Kristus yang terakhir sebelum disalibkan. Kedua, membimbing atau memimpin “Semua orang yang dipimpin Roh Allah adalah anak Allah (Rm. 8:14). Ketiga, Roh Kudus juga adalah pribadi yang meyakinkan umat Kristen bahwa dirinya adalah anak Allah (Rom. 8:16). Keempat, Roh Kudus  berdoa.

Meskipun kita mungkin tidak sepenuhnya memahami arti ganda tentang Roh Kudus yang berdoa untuk orang percaya, namun kenyataan bahwa Roh Kudus memang melakukan hal itu amat jelas ( Rom. 8:26). Satu hal yang perlu tidak terlupakan ialah bahwa pekerjaan Roh Kudus bukan dari diri-Nya sendiri, tetapi ketiga pribadi Allah dalam hakekat ketritunggalan-Nya tetap terlibat dalam pelayanan semasa Tuhan Yesus didunia maupun semasa Roh Kudus sekarang ini.[2]  Oleh karena itu, Tuhan Yesus dengan tegas membuat suatu pernyataan sikap bahwa dosa terhadap Anak Manusia akan diampuni, tetapi dosa terhadap Roh Kudus, tidak akan diampuni. Hal ini menjadi masalah dalam kehidupan orang Kristen masa kini. Apakah dosa terhadap Roh Kudus tersebut benar-benar tidak diampuni? Ataukah ada jalan keluar untuk dapat diampuni? Dosa apa saja yang tidak dapat diampuni menurut Perjanjian Baru? Banyak orang Kristen sering merasa terpukul bila menyaksikan fakta yang ada, bahwa beberapa orang percaya yang tadinya secara kasad mata sungguh-sungguh dalam merefleksikan imannya, kemudian didapati meninggalkan iman kepercayaannya.

Bahkan kejadian seperti ini akan sangat memilukan apabila bersangkutan adalah sahabat atau keluarga. Perpindahan sistem kepercayaan seperti ini sering disebut murtad  dimana yang bersangkutan melepaskan keyakinan religius yang sebelumnya dan beralih kepada suatu hidup atau juga pola keagamaan tertentu. Hal ini dilandasi oleh berbagai alasan. Tetapi Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa orang seperti ini berakhir pada kebinasaan. Dengan kata lain, ini adalah dosa yang mendatangkan maut. Bagaimana kita sekarang menyingkapi hal ini? Apakah mungkin ada orang yang tidak dapat dibawa kepada pertobatan setelah berbuat dosa? Lalu apa saja yang dikatakan atau diajarkan Alkitab tentang dosa yang mendatangkan maut?

Melalui kesempatan ini, penulis tertarik untuk membahas mengenai apa yang diajarkan Alkitab tentang dosa yang tidak bisa diampuni tentang “Ajaran  Perjanjian Baru tentang  dosa yang  tidak  diampuni dan implikasinya bagi Kehidupan orang Kristen masa kini”. Dalam penulisan ini, penulis mengeksposisikan dari seluruh Perjanjian Baru, sesuai dengan judul buku ini. Dalam pembahasan ini penulis menggunakan menurut urutan kitab masing-masing, mulai dari Injil Matius sampai Kitab Wahyu sebagai Kitab Apokaluptik.



[1] Sarce Maria Garjalai, Tesis Pasca Sarjana. Kontribusi Pengajaran Kategisasi Sidi sebagai Upaya Pembinaan Iman Pemuda (Malang: Sekolah Tinggi Alkitab Nusantara,2009 ) 1.

[2] Charles C. Ryrie, Theologi Dasar Panduan Populer Untuk Memahami Kebenaran Alkitab

(Yokjakarta: Andi, 1991) 166-167.


A.  MENURUT  INJIL SINOPTIK

Didalam Injil sinoptik masing-masing Injil Matius, Markus, dan Lukas, melaporkan tentang dosa yang tidak bisa diampuni lebih menekankan pada menghujat atau penghujatan terhadap karya dan kuasa Roh Kudus. Yesus Kristus membuat stekmen secara tegas bahwa, “Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni. Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan dating pun tidak” (Mat. 12:31-32 ).[1]  

1.   Secara Terminologi

Arti akar kata Menghujat adalah perbuatan kurang ajar oleh manusia yang menghina kehormatan Allah. Obyek kata ini adalah nama Allah, yang dikutuk atau dicemarkan dan tidak dihormati (ungkapan Alkitabiah para rabi, 'Dihormatilah Engkau, ya Tuhan). Hukuman atas penghujatan adalah dilempari dengan batu sampai mati (Im. 24:10-23; 1 Raj. 21:9; Kis. 6:11; 7:58). Dalam Im. 24 ada seorang Israel peranakan yang berbuat dosa demikian, dan pada umumnya penghujatan dilakukan oleh orang kafir (2 Raj. 19:6,22 , Yes 37:6, 23; Mzm. 44:16; Mzm. 74:10,18; Yes. 52:5) kadang-kadang disebabkan contoh jelek dan penyelewengan-penyelewengan moral dari umat Tuhan. Kalau umat Allah jatuh kepada penyembahan berhala, maka mereka dianggap melakukan penghujatan seperti orang kafir (Yeh. 20:27; Yes. 65:7). Menguduskan nama Yahweh adalah tugas khusus bangsa Israel, tapi bangsa yang tidak setia dan tidak taat mencemarkan-Nya.[2]

Artinya diperluas. Allah juga kena hujat secara terwakili dalam diri para utusan-Nya. Demikianlah kata ini diterapkan terhadap Musa (Kis. 6:11); Paulus (Rom .3:8; 1 Kor 4:12; 10:30); dan secara khusus terhadap Tuhan Yesus dalam pelayanan pengampunan-Nya (Mrk 2:7 dan ayat-ayat sejajar), pada waktu Ia diadili (Mrk 14:61-64).[3] Karena para utusan atau wakil ini adalah jelmaan kebenaran Allah sendiri (dan Tuhan Yesus secara istimewa), maka penghinaan terhadap mereka dan ajaran mereka sebenarnya adalah ditujukan kepada Allah, yang atas nama-Nya mereka berbicara (demikian Mat 10:40; Luk 10:16). Saulus dari Tarsus mengamuk terhadap pengikut-pengikut Yesus dan berusaha memaksa mereka untuk menghujat, yakni untuk mengutuki Nama yang menyelamatkan (Kis 26:11), dan dengan demikian mengingkari janji waktu mereka dibaptis, yaitu 'Yesus adalah Tuhan' (bnd 1 Kor 12:3; Yak 2:7). Tapi tekadnya yang keliru arahnya, bukan hanya terhadap gereja melainkan terhadap Tuhan sendiri (1 Tim 1:13, bnd Kis 9:4).

Ada dua ayat Alkitab yang merupakan masalah. 2 Ptr 2:10,11 mengatakan 'menghujat kemuliaan'. Mungkin ini berarti Allah sendiri, tapi kata 'kemuliaan' ini bentuknya jamak dalam bahasa Yunani dan ada yang mengartikannya kuasa jahat malaikat yg oleh pengajar-pengajar sesat dihina (bnd Yud 8). Tentang hujatan terhadap Roh Kudus (Mat 12:32; Mrk 3:29) disebut dalam pernyataan yang hebat, bahwa pelakunya 'bersalah karena berbuat dosa yang kekal' yang tidak dapat diampuni. Ayat ini mengingatkan dengan khidmat kepada penolakan yang terus menerus dan dengan sengaja akan panggilan Roh untuk menerima keselamatan dalam Kristus. Ketidakpekaan manusia pasti membawa ketidakpekaan moral dan kepada kekacauan hal-hal moral, yaitu yang jahat dianggap baik (Kejahatan, jadilah kebaikanku', bnd Yes 5:18-20; Yoh 3:19).[4] 

2.    Secara  Etimologi

Dalam  Injil Matius 12: 31) kata “Hujat  blasfhmia (Blaspemia). Bentuknya nominativ feminin singular  dari kata blasfhmia. [5] Kasusnya adalah menunjukkan kepada siapa atau apa yang menghasilkan tindakannya atau terlibat dalam tindakan yang dinyatakan oleh kata kerjanya.[6] Sedangkan kata tou pneumatoz (tou pneumatos) berarti tidak terpuji oleh manusia “terhadap Roh Kudus” dan karya-karya-Nya. Dari  kata pneumatoj bentuk tindakanya adalah genitive neuter  singular dari kata pneu/ma /pneuma Kasus (bentuk penjelasannya) adalah sebagai objek dari atau  penerima dari tindakan kata benda. Oleh sebab itu, ayat ini, berbicara tentang tindakan atau perkataan yang dikeluarkan dalam bentuk penghujatan terhadap Roh Kudus. Jadi, semua dosa manusia  terhadap Roh Kudus tidak ada yang lebih buruk daripada dosa menghujat Dia sebagai pribadi ketiga dari A hakekat Allah Tritunggal. 

3.   Menurut Injil Matius 12:22-37

Dalam ayat-ayat ini berbicara tentang: Yesus Kristus menaklukan suatu tindakan yang sangat radikal, atas Iblis secara gemilang, yaitu melalui tindakan penyembuhan yang mulia atas seseorang yang, atas seizin Allah, dikuasai dan dirasuki oleh Iblis (ay. 22). Perhatikanlah di sini: Keadaan orang itu sangatlah menyedihkan; ia kerasukan setan. Pada waktu Yesus Kristus berada di dunia ini, masalah-masalah seperti itu lebih banyak muncul daripada biasanya, agar dengan menentang dan mengusir Iblis, kuasa Yesus Kristus dapat lebih dimuliakan dan tujuan-Nya lebih nyata terungkap. Juga, agar tampak lebih jelas lagi bahwa Ia datang untuk membinasakan pekerjaan-pekerjaan Iblis. Orang malang yang kerasukan itu buta dan bisu. Sungguh menyengsarakan! Ia tidak bisa melihat untuk membantu dirinya sendiri, dan berbicara kepada orang lain untuk minta bantuan. Jiwa yang dikuasai Iblis dan yang diperbudak olehnya buta terhadap perkara-perkara  Allah dan bisu di hadapan takhta anugerah

Ia tidak dapat melihat dan berkata apa pun untuk mendapatkan semuanya ini. Iblis membutakan mata iman dan mengatupkan bibir untuk berdoa. Kesembuhan yang dialaminya sangatlah aneh, dan semakin aneh lagi sebab terjadinya tiba-tiba; Yesus menyembuhkannya. Perhatikanlah, setelah Iblis ditaklukkan dan diusir dari jiwa, maka jiwa itu akan mengalami kesembuhan. Karena penyebabnya sudah disingkirkan, maka akibatnya pun langsung berhenti; si bisu dan buta itu berkata-kata dan melihat. Perhatikanlah, belas kasihan Yesus Kristus sangatlah bertentangan dengan kejahatan Iblis, dan pertolongan-Nya begitu berlawanan dengan kekejian Iblis. Ketika kuasa Iblis dihancurkan di dalam jiwa, mata menjadi terbuka untuk melihat kemuliaan Allah, dan bibir terbuka untuk memuji-Nya.

Pengaruh kuat yang ditimbulkan peristiwa ini terhadap orang banyak, pada sekalian orang banyak itu: mereka takjub. Kristus sudah mengadakan banyak mujizat seperti ini sebelumnya: namun demikian perbuatan-perbuatan-Nya tetap menakjubkan dan tidak berkurang kekaguman orang kepadanya, meskipun sudah sering diulangi. Dari kejadian itu, orang banyak mengambil kesimpulan, "Ia ini agaknya Anak Daud (KJV; "Bukankah Ia ini Anak Daud?"). Bukankah Ia Mesias yang dijanjikan yang akan muncul dari keturunan Daud? Bukankah Ia ini yang akan datang?" Kita dapat memandang pertanyaan ini:

Sebagai pertanyaan yang diajukan untuk mencari tahu. Mereka bertanya, "Bukankah Ia ini Anak Daud?" Namun demikian, sesudah mengajukan pertanyaan itu mereka tidak tetap tinggal untuk mendapatkan jawabannya. Kesan-kesan yang mereka dapat sangat kuat, namun cepat menghilang. Mereka sudah memulai dengan pertanyaan yang baik, namun pertanyaan itu segera berlalu begitu saja dan tidak ditindaklanjuti. Keyakinan-keyakinan seperti ini seharusnya dimasukkan ke dalam kepala, dan setelah itu disimpan di dalam hati.

Atau, sebagai pertanyaan yang diajukan untuk menguatkan.Bukankah Ia ini Anak Daud? "Ya, ini pasti Dia, tiada lain dan tiada bukan. Mujizat-mujizat seperti ini dengan jelas menunjukkan bahwa kerajaan Mesias sedang didirikan sekarang." Orang banyaklah, yakni orang-orang biasa yang melihat kejadian itu, yang menyimpulkan hal ini dari mujizat-mujizat Kristus. Orang yang tidak percaya kepada Tuhan akan berkata, "Orang-orang ini bisa berkesimpulan seperti ini karena mereka tidak bisa berpikir dalam-dalam seperti orang-orang Farisi." Oh, tidak demikian. Kejadiannya sangat jelas dan tidak menuntut banyak penyelidikan. Sebaliknya, ini karena orang banyak itu tidak terlalu berprasangka atau memiliki pikiran duniawi yang macam-macam.

Begitu jelas dan mudahnya jalan yang disediakan untuk mengetahui kebenaran agung bahwa Kristus adalah Mesias dan Juruselamat dunia ini sehingga orang biasa pun pasti bisa memahami jalan itu. Orang-orang pandir tidak akan mengembara di atasnya (Yes. 35:8). Jalan itu ditemukan oleh orang-orang yang mencarinya. Ini merupakan gambaran bagaimana anugerah ilahi merunduk untuk meraih orang banyak, sehingga hal-hal yang tersembunyi bagi orang pandai dan orang bijak dinyatakan kepada orang kecil. Dunia oleh hikmatnya tidak mengenal Allah, dan orang-orang bijak menjadi bingung karena hal-hal yang bodoh. Keberatan yang menghujat yang diucapkan orang-orang Farisi (ay. 24). Kaum Farisi adalah kaum yang mengaku-ngaku lebih mengenal dan mencintai hukum Allah daripada orang lain, namun justru merekalah yang menjadi musuh paling keji bagi Yesus Kristus dan ajaran-Nya.

Mereka bangga dengan nama baik yang mereka miliki di kalangan orang banyak. Nama baik itu membuat mereka semakin sombong, menopang kekuasaan mereka, dan membuat dompet mereka semakin tebal. Jadi, ketika mendengar orang berkata, "Bukankah Ia ini Anak Daud?", mereka menjadi sangat jengkel. Perkataan ini membuat mereka lebih jengkel daripada melihat mujizat itu sendiri. Perkataan tersebut membuat mereka iri terhadap Yesus Kristus Tuhan kita, dan membuat mereka takut kalau kehormatan-Nya semakin bertambah di mata orang, dan tentu saja kehormatan mereka semakin pudar dan menghilang.

Oleh sebab itu, mereka dengki terhadap-Nya, seperti Saul dengki terhadap Daud, bapa-Nya, ketika ia mendengar apa yang dinyanyikan wanita-wanita Yahudi tentang Daud (1Sam. 18:7-8). Perhatikanlah, bila orang menggantungkan kebahagian mereka pada pujian dan sanjungan orang lain, mereka akan merasa gelisah setiap kali mendengar perkataan-perkataan yang memuji orang lain. Bayang-bayang kehormatan mengikuti Kristus, tetapi Kristus sendiri menghindar darinya; di lain pihak, bayang-bayang itu sendiri menjauh dari orang-orang Farisi, yang justru sangat ingin mendapatkannya. Karena itu, orang Farisi berkata, "Dengan Beelzebul, penghulu setan, Ia mengusir setan dan karena itu Ia bukan Anak Daud."

Perhatikanlah secara baik dan benar: Bagaimana mungkin mereka menyebut Yesus Kristus dengan begitu merendahkan martabat, kehormata, serta keagungan, kuat kuasa-Nya. Mereka memanggil-Nya: orang ini (KJV), seolah-olah nama-Nya yang mulia itu, keharumnya seperti minyak wangi harum semerbak, tidak layak diucapkan melalui bibir mereka. Ini merupakan gambaran dari kesombongan dan keangkuhan mereka, serta rasa iri mereka yang keji, sehingga semakin tinggi orang memuliakan Kristus, semakin giat mereka menjelek-jelekkan-Nya. Tidaklah baik menghina orang yang baik hanya karena mereka miskin hikmat dan pengetahuan. Bagaimana mereka mengucapkan perkataan hujat tentang mujizat-mujizat-Nya. Mereka tidak bisa menyangkal kenyataan yang sebenarnya, sebab apa yang terjadi itu sangatlah terang, seterang matahari, yaitu bahwa setan-setan diusir oleh perkataan Yesus Kristus. Mereka juga tidak dapat menyangkal bahwa kejadian itu sungguh luar biasa dan bersifat adikodrati.

Karena terpaksa harus mengakui bukti-bukti yang telah tampak ini, mereka tidak bisa mengelak dari kebenaran yang bisa disimpulkan dari bukti-bukti ini bahwa Ia adalah Anak Daud. Dan karena tidak bisa mengelak, mereka menghasut bahwa Yesus Kristus mengusir setan dengan Beelzebul, bahwa ada suatu perjanjian antara Yesus Kristus dan Iblis, dan bahwa dengan mengikuti perjanjian itu, setan-setan sebenarnya tidak diusir, melainkan hanya mengundurkan diri dengan sukarela untuk kembali nanti sesuai dengan kesepakatan dan rencana yang sudah diatur. Atau, seolah-olah melalui persetujuan dengan penghulu setan, Ia berkuasa mengusir setan-setan yang lebih rendah. Tidak ada anggapan yang lebih keliru dan lebih kejam daripada anggapan ini, yaitu bahwa Dia, yang adalah Kebenaran itu sendiri, dituduh bersekongkol dengan bapa dari segala dusta untuk menipu dunia.

Anggapan ini merupakan suatu jalan terakhir untuk menyelamatkan diri, atau suatu penipuan untuk mengelak, atau juga merupakan suatu bentuk ketidaktaatan yang sudah mengeras, yang dipakai untuk melawan keyakinan-keyakinan hati yang begitu jelas. Perhatikanlah, setan-setan mempunyai penghulu, yang memimpin mereka untuk murtad dari Allah dan memberontak terhadap-Nya. Penghulu ini bernama Beelzebul, yang berarti dewa lalat atau dewa kotoran. Betapa dalamnya engkau terjatuh, hai Lucifer! Engkau yang dulunya malaikat terang kini menjadi dewa lalat! Namun demikian, dia juga adalah penghulu setan, ketua gerombolan roh ganas dari neraka.

Tanggapan Yesus Kristus terhadap tuduhan yang menghina ini (ay. 25-30). Yesus mengetahui pikiran mereka.[7] Perhatikanlah, Yesus Kristus tahu apa yang Manusia pikirkan pada segala waktu. Ia tahu apa yang ada dalam diri Manusia, dan Ia mengetahui pikiran-pikiran manusia dari jauh. Tampaknya orang-orang Farisi merasa malu untuk mengatakannya terang-terangan, dan hanya menyimpannya dalam pikiran mereka saja. Mereka tentu tidak dapat berharap orang akan puas dengan tuduhan mereka itu, dan karenanya mereka hanya menyimpan pikiran mereka ini untuk mengusir keyakinan-keyakinan di dalam hati nurani mereka sendiri.

Perhatikanlah, banyak orang tidak mau melakukan kewajiban mereka karena ada sesuatu yang malu untuk mereka akui dalam diri mereka; namun, hal ini tidak bisa mereka sembunyikan dari Yesus Kristus. Tetapi mungkin juga orang-orang Farisi saling berbisik mengenai pikiran mereka ini, untuk membantu mengeraskan hati sesama mereka.

Namun demikian, dalam ayat-ayat di atas dikatakan bahwa jawaban Kristus itu ditujukan kepada pikiran-pikiran mereka, karena Ia tahu dengan pemikiran dan prinsip apa mereka mengatakannya, yaitu, bahwa mereka tidak asal-asalan saja dalam mengucapkannya, melainkan bahwa perkataan itu merupakan buah dari suatu kejahatan yang sudah berurat akar.

Yesus Kristus menjawab tuduhan ini dengan bantahan yang kuat dan panjang lebar, supaya setiap mulut tersumbat dengan nalar dan akal budi, sebelum tersumbat nanti dengan siksaan api neraka. Berikut ini tiga bantahan yang digunakan-Nya untuk menunjukkan bagaimana perkataan mereka itu sangat tidak masuk akal. Sangatlah aneh, dan juga tidak mungkin, bahwa Iblis diusir melalui perjanjian seperti itu, sebab dengan demikian kerajaan Iblis akan terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, dan ini sungguh tidak dapat dibayangkan sebab kita tahu bagaimana liciknya Iblis itu (ay.25-26).

Pertama. Dalam bantahan-Nya ada suatu aturan yang sudah umum diketahui, yaitu bahwa untuk masyarakat apa saja, kehancuran merupakan akibat dari perpecahan yang terjadi di dalamnya. Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, demikian juga dengan setiap rumah tangga: Quæ enim domus tam stabilis est, quæ tam firma civitas, quæ non odiis atque dissidiis funditus everti possit? "Sebab keluarga manakah yang begitu kuat dan masyarakat manakah yang begitu kokoh yang tidak bisa digulingkan oleh permusuhan dan perpecahan?" (Cic. Læl. 7). Perpecahan biasanya berakhir dengan kebinasaan. Jika kita bentrok, maka kita akan hancur, jika kita saling terpecah-belah, maka kita akan menjadi mangsa empuk bagi musuh kita bersama, apalagi jika kita saling menggigit dan saling menelan, pastilah kita akan saling membinasakan (Gal. 5:15). Banyak gereja dan negara mengetahui hal ini dengan baik melalui pengalaman yang menyedihkan.

Kedua. Penerapannya pada masalah yang sedang dibicarakan (ay. 26). Kalau Iblis mengusir Iblis, kalau penghulu setan berselisih dengan setan-setan bawahannya, maka seluruh kerajaan beserta kepentingannya akan segera hancur. Bahkan, jika Iblis membuat suatu perjanjian dengan Kristus, maka ini hanya akan menyebabkan kehancuran bagi dirinya sendiri, sebab rancangan dan kuasa nyata yang dibawa ajaran Kristus beserta mujizat-mujizat-Nya adalah untuk menghancurkan kerajaan Iblis, sebagai kerajaan kegelapan, kejahatan, dan permusuhan terhadap Allah, dan untuk mendirikan, di atas kehancuran itu, suatu kerajaan terang, kekudusan, dan kasih.

Pekerjaan-pekerjaan Iblis, yang memberontak terhadap Allah dan menguasai jiwa manusia, dihancurkan oleh Yesus Kristus. Oleh sebab itu, sungguh suatu hal yang sangat mustahil dibayangkan bahwa Beelzebul mau menyetujui rancangan seperti itu, atau mau menjadi bagian di dalamnya. Jika ia akan jatuh oleh Yesus Kristus, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan? Itu artinya ia sendiri turut mengakibatkan kehancuran kerajaannya. Perhatikanlah, Iblis mempunyai kerajaan, yang di dalamnya pengikut-pengikutnya bersama-sama menentang Allah dan Kristus, dan ia berusaha dengan segenap kekuatan untuk tetap berdiri, dan tidak akan pernah mau ambil bagian dalam kepentingan-kepentingan Kristus. Iblis harus ditaklukkan dan dihancurkan oleh Kristus. Jadi, ia tidak bisa tunduk dan berlutut kepada-Nya. Bagaimana mungkin bisa ada persamaan atau persekutuan antara terang dan gelap, Kristus dan Belial, Kristus dan Beelzebul? Kristus akan menghancurkan kerajaan Iblis, tetapi Ia tidak perlu melakukannya dengan cara dan rancangan murahan seperti membuat perjanjian rahasia dengan Beelzebul ini. Oh tidak, kemenangan ini harus diraih dengan cara-cara yang lebih mulia. Biarpun penghulu setan mengumpulkan segala kekuatannya, sekalipun ia mengerahkan segala kuasa dan kelicikannya dan bersekutu seerat-eratnya dengan pengikut-pengikutnya, namun Kristus masih terlalu tangguh untuk gabungan seluruh kekuatannya sekalipun, dan kerajaannya pasti tidak akan bertahan.

Sama sekali tidak mengherankan, atau mustahil, bahwa setan-setan diusir dengan Roh Allah, sebab: Dengan kuasa siapakah pengikut-pengikutmu mengusirnya? Dalam kalangan Yahudi ada sebagian orang yang terkadang mengusir setan dengan memanggil nama Allah yang mahatinggi, atau Allah Abraham, Ishak, dan Yakub. Sejarawan Josephus menceritakan tentang sebagian orang pada masanya yang melakukan hal ini. Selain itu kita juga dapat membaca kisah tentang tukang jampi Yahudi (Kis. 19:13), dan tentang sebagian orang yang mengusir setan demi nama Kristus, walaupun mereka bukan pengikut-Nya (Mrk. 9:38), atau tidak setia kepada-Nya (Mat. 7:22). Orang-orang Farisi tidak mengecam mereka, melainkan memandang bahwa Roh Allah-lah yang bekerja di dalam mereka, dan hal ini menjadi kebanggaan bagi diri dan bangsa mereka. Oleh sebab itu, hanya karena iri dan dengki terhadap Kristuslah mereka mau mengakui bahwa orang lain mengusir setan dengan Roh Allah, sedangkan Ia mengusirnya melalui perjanjian dengan Beelzebul.

Perhatikanlah, orang jahat, terutama mereka yang menganiaya Kristus dan Kekristenan, biasanya mengecam suatu hal yang dilakukan oleh orang-orang yang mereka benci, tetapi mendukung dan memuji hal yang sama yang dilakukan oleh orang-orang yang mereka sukai. Jika orang sudah merasa iri, maka ia akan menilai bukan dengan berdasar pada apa yang dilakukan, melainkan siapa yang melakukannya, bukan dengan akal budi, melainkan dengan prasangka. Tetapi mereka yang ketika membuat penghakiman hanya melihat wajah orang, dan tidak melihat hal-hal lain, tidaklah pantas untuk duduk di kursi Musa.

Sebab itu, hal-hal inilah yang akan menjadi hakimmu, "Pertentangan yang kamu buat ini akan bangkit melawanmu pada hari penghakiman besar, dan akan menghakimimu." Perhatikanlah, pada hari penghakiman, bukan hanya setiap dosa, melainkan juga setiap kesalahan yang diakibatkannya, akan diadili, dan sebagian pemikiran kita yang benar dan baik akan dihadapkan sebagai bukti yang melawan kita, yang mempersalahkan kita karena telah bertindak berat sebelah. Pengusiran setan ini merupakan suatu pertanda dan petunjuk pasti mengenai mendekatnya kedatangan Kerajaan Allah (ay. 28). "Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, seperti yang memang Aku lakukan, maka kamu harus menyimpulkan bahwa, walaupun kamu tidak rela menerimanya, Kerajaan Mesias akan segera didirikan di tengah-tengah kamu." Mujizat-mujizat lain yang diadakan Kristus membuktikan bahwa Ia diutus Allah, tetapi mujizat ini membuktikan bahwa Ia diutus Allah untuk menghancurkan kerajaan Iblis dan pekerjaan-pekerjaannya.

Sekaranglah janji yang besar itu dengan jelas digenapi, yaitu bahwa keturunan wanita itu akan meremukkan kepala ular (Kej. 3:15). "Oleh karena itu, zaman mulia Kerajaan Allah, yang sudah lama dinantikan itu, dimulai sekarang. Kalau kamu meremehkannya, kamu akan binasa sendiri." Perhatikanlah:

Pertama. Penghancuran kuasa Iblis dikerjakan oleh Roh Allah. Roh yang bekerja untuk membuat orang taat dalam iman memusnahkan pekerjaan roh yang bekerja di antara orang-orang durhaka dan tidak taat.

Kedua. Pengusiran setan menandai awal mula berdirinya Kerajaan Allah. Pekerjaan Iblis di dalam jiwa tidak bisa dihilangkan hanya melalui adat kebiasaan atau pengendalian diri, ia harus dibenamkan dan dihancurkan oleh Roh Allah, yaitu Roh yang menguduskan, supaya dengan demikian datanglah Kerajaan Allah itu kepada jiwa itu, datanglah kerajaan anugerah, kerajaan yang sungguh dipenuhi kemuliaan. Dengan demikian, maka membandingkan mujizat-mujizat yang dilakuikan oleh Yesus Kristus, terutama mujizat pengusiran setan ini beserta ajaran-Nya, dan rancangan serta kuasa agama yang kudus dibawa-Nya, sangat terbukti bahwa Ia sama sekali tidak bersekutu dengan Iblis, dan bahwa Ia justru secara terang-terangan bermusuhan dan bertentangan dengannya (ay. 29). Bagaimanakah orang dapat memasuki rumah seorang yang kuat dan merampas harta bendanya, dan kemudian membawanya, apabila tidak diikatnya dahulu orang kuat itu? Sesudah itu barulah dapat ia merampok rumah itu. Sebelumnya, dunia, yang diam dalam kegelapan dan tergeletak dalam kejahatan, ada dalam kepemilikan dan kuasa Iblis.

Dunia seperti sebuah rumah yang dimiliki dan dikuasai oleh orang kuat  itu. Begitu pula dengan setiap jiwa yang tidak diperbarui, di dalamnya Iblis tinggal, dan ia memerintahkannya. Nah: itulah sebabnya Rancangan Injil Yesus Kristus adalah untuk merampas rumah Iblis itu, yang dimilikinya di dunia ini sebagai orang kuat, supaya orang berbalik dari kegelapan kepada terang, dari dosa kepada kekudusan, dari dunia ini kepada dunia yang lebih baik, dan dari kuasa Iblis kepada Allah (Kis. 26:18), serta untuk mengambil alih hak kepemilikan atas jiwa-jiwa.

Sesuai dengan rancangan tersebut, Yesus Kristus mengikat orang kuat itu ketika Ia mengusir roh-roh najis dengan perkataan-Nya. Dengan demikian, Ia merampas pedang dari tangan Iblis supaya Ia bisa merampas tongkat kerajaan darinya. Kristus mengajar kita bagaimana kita harus memandang mujizat-mujizat-Nya. Ketika Ia menunjukkan bagaimana Ia dengan begitu mudah mengusir setan dari tubuh manusia, Ia mendorong semua orang percaya untuk berharap bahwa, sehebat apa pun kekuatan yang dipakai Iblis untuk menjerat jiwa-jiwa manusia, Kristus dengan anugerah-Nya pasti akan menghancurkannya. Ia akan menghancurkannya, karena kita tahu bahwa Ia dapat mengikatnya.

Ketika bangsa-bangsa berbalik dari beribadah kepada berhala menjadi beribadah kepada Allah yang hidup, dan ketika sebagian dari orang-orang yang paling berdosa dikuduskan dan dibenarkan, dan menjadi orang-orang yang paling kudus, maka pada saat itulah Kristus telah menghancurkan rumah Iblis, dan Ia akan menghancurkannya dengan lebih dahsyat lagi. Dalam hal ini juga ditunjukkan bahwa peperangan yang kudus ini, yang dengan penuh semangat dikobarkan Kristus melawan Iblis dan kerajaannya, adalah peperangan yang tidak mengizinkan sikap tidak memihak (ay. 30), siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku.

Jika ada perbedaan-perbedaan kecil yang timbul di antara murid-murid Kristus sendiri, kita diajar untuk tidak membesar-besarkan masalah yang ada, dan untuk berusaha mencari jalan damai, dengan menganggap orang-orang yang tidak melawan kita, berada di pihak kita (Luk. 9:50). Tetapi dalam pertempuran hebat antara Kristus dan Iblis, kita tidak boleh mencari jalan damai atau bersikap tidak peduli terhadap masalah itu. Barangsiapa tidak sungguh-sungguh bersama Kristus, ia dipandang benar-benar melawan-Nya, barangsiapa bersikap dingin-dingin saja terhadap kepentingan-Nya, dipandang sebagai musuh-Nya. Apabila permusuhan yang terjadi adalah antara Allah dan Baal, maka kita harus memilih salah satu dari keduanya (1Raj. 18:21).

Kita tidak bisa bersikap tidak memihak dalam permusuhan antara Kristus dan Belial, sebab kerajaan Kristus, yang selamanya bertentangan dengan kerajaan Iblis, juga akan selamanya menang atas kerajaan Iblis. Oleh karena itu, dalam pertentangan ini kita tidak boleh duduk diam melihat tentara Gilead di seberang Sungai Yordan atau tentara Sisera di tepi laut (Hak. 4:16-17). Kita harus berada di pihak Kristus dengan setia, dengan sepenuhnya, dan dengan tidak tergoyahkan, sebab inilah pihak yang benar, dan yang pada akhirnya akan menjadi pihak pemenang (Kel. 32:26). Kalimat berikut yang diucapkan Kristus juga mempunyai arti tersirat yang sama, "Siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan." Perhatikanlah:

Pertama. Tugas Kristus datang ke dunia ini adalah untuk mengumpulkan, mengumpulkan sebagai hasil panen-Nya, mengumpulkan orang-orang yang sudah diberikan Bapa kepada-Nya (Yoh. 11:52; Ef. 1:10). Kedua. Kristus mengharapkan dan mengharuskan orang-orang yang bersama-Nya untuk mengumpulkan bersama Dia, dan bukan hanya mereka sendiri yang harus berkumpul dengan-Nya, melainkan juga mereka harus berbuat semampu mungkin untuk mengumpulkan orang-orang lain kepada-Nya, dan dengan demikian mereka turut bekerja memajukan kepentingan kerajaan-Nya. Ketiga. Orang yang tidak bersedia dan tidak bertindak untuk memajukan kerajaan Kristus akan dipandang dan diperlakukan sebagai orang yang berusaha menghambatnya. Jika kita tidak mengumpulkan bersama Kristus, maka kita menceraiberaikan. Tidak menyakiti orang lain saja tidaklah cukup, kita juga harus berbuat baik. Begitulah luasnya jurang yang terbentang antara Kristus dan Iblis, dan ini menunjukkan bahwa tidak ada perjanjian di antara mereka seperti yang digunjingkan oleh orang-orang Farisi.

Dalam kesempatan ini Yesus Kristus mengatakan sesuatu tentang dosa lidah, sebab itu Aku berkata kepadamu. Ia tampak berbalik dari orang-orang Farisi kepada orang banyak, dari berselisih lalu mengajar. Dari dosa orang Farisi ini juga Ia memperingatkan orang banyak mengenai tiga macam dosa lidah. Kerugian yang menimpa orang lain hendaknya menjadi suatu peringatan bagi kita. Hujat terhadap Roh Kudus sebagai pelaku utama adalah dosa lidah yang paling buruk, dan tidak dapat diampuni (ay. 31-32). Di sini kita melihat tentang kepastian pengampunan atas semua dosa menurut persyaratan Injil.

Yesus Kristus sendiri yang mengatakan hal ini, dan perkataan-Nya ini sungguh menghibur, yaitu bahwa besarnya dosa tidak akan menjadi penghalang bagi kita untuk diterima Allah, jika kita benar-benar bertobat dan percaya kepada Injil. Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni. Walaupun dosanya merah seperti kirmizi (Yes. 1:18), sekalipun sangat jahat sifatnya, dan dampak yang diakibatkannya begitu luas oleh karena keadaan-keadaan tertentu di sekitarnya, walaupun dosa itu sangat sering diulangi, dan membumbung tinggi sampai ke langit, namun pada TUHAN ada kasih setia, yang tingginya melebihi langit. Anugerah akan diberikan bahkan kepada mereka yang melakukan dosa hujat, yaitu suatu dosa yang langsung menyinggung nama dan kehormatan Allah.Paulus yang tadinya seorang penghujat mendapat anugerah (1Tim. 1:13). Dengan demikian kita juga dapat berkata, "Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa (Mi. 7:18).

Bahkan perkataan yang diucapkan untuk menentang Anak Manusia akan diampuni, seperti perkataan orang-orang yang mengejek-Nya pada saat kematian-Nya; banyak dari antara mereka kemudian bertobat dan mendapat anugerah. Yesus Kristus dalam hal ini telah memberikan sebuah contoh bagi semua anak manusia agar mereka selalu mau memaafkan perkataan-perkataan yang diucapkan melawan mereka. Aku ini seperti orang tuli, aku tidak mendengar. Perhatikanlah, dosa-dosa itu akan diampuni bagi manusia, bukan bagi roh-roh jahat. Inilah kasih Allah kepada seluruh dunia yang dihuni umat manusia, yang berada di atas dunia para malaikat yang jatuh, bahwa segala dosa mereka dapat diampuni.

Pengecualian untuk hal ini adalah hujat terhadap Roh Kudus, yang di sini dinyatakan sebagai satu-satunya dosa yang tidak dapat diampuni. Lihatlah di sini: Dosa apa ini. Dosa tersebut adalah hujat terhadap Roh Kudus. Lihatlah bagaimana jahatnya dosa lidah, sampai-sampai dosa ini merupakan satu-satunya dosa yang tidak dapat diampuni. Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka (ay. 25). Hujat yang dimaksudkan di sini sama sekali bukan hujat melawan pribadi atau keilahian Roh Kudus, atau sesuatu mengenai tindak-tanduk pribadi-Nya, atau penolakan terhadap pekerjaan-Nya di dalam hati orang berdosa, sebab jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan? Di dalam hukum negara dinyatakan bahwa tindakan pemberian grasi (pembebasan dari hukuman) harus dilakukan atas dasar anugerah dan pengampunan, dan oleh sebab itu pengecualian terhadap tindakan pemberian grasi ini tidak bisa diperluas melebihi apa yang perlu.

Injil merupakan suatu tindakan pemberian grasi. Di dalamnya tidak ada pengecualian untuk seseorang dengan nama tertentu atau untuk alasan tertentu, selain mereka yang menghujat Roh Kudus. Karena itu, pemberian grasi menurut Injil harus dipandang dalam pengertian yang paling sempit, yaitu bahwa semua orang yang dipandang berdosa dapat bebas berdasarkan syarat-syarat pemberian grasi, yaitu iman dan pertobatan, dan karena itu, tidak boleh ada pengecualian-pengecualian lainnya. Namun, penghujatan ini merupakan pengecualian, bukan karena kurangnya anugerah Allah atau kebaikan Yesus Kristus, melainkan karena hujat itu sudah pasti akan membuat orang berdosa tetap tidak mau percaya dan tidak mau bertobat.

Sangat beralasan untuk berpikir bahwa orang yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Anak Allah dan yang dengan tulus ingin mendapat bagian dalam kebaikan dan anugerah-Nya tidak akan bersalah atas dosa ini, dan orang yang takut telah berbuat dosa ini menunjukkan suatu pertanda yang baik bahwa mereka tidak melakukannya. Cendekiawan Dr. Whitby mengamati dengan baik bahwa dalam hal ini Yesus Kristus tidak berbicara mengenai suatu hal yang terjadi pada saat itu (Mrk. 3:28; Luk. 12:10), tetapi mengenai apa yang akan dikatakan di kemudian hari, siapa yang menghujat (KJV, "Siapa yang akan menghujat"). Mengenai orang-orang yang menghujat Yesus Kristus ketika Ia masih di bumi dan memanggil-Nya si Peminum anggur, Penipu, Penghujat, dan semacamnya, mereka ini mempunyai alasan untuk dimaafkan, karena mereka melihat rupa Yesus Kristus yang hina dan ada prasangka-prasangka buruk bangsa Yahudi terhadap-Nya. Lagi pula, bukti terhadap misi ilahi-Nya belum disempurnakan sebelum kenaikan-Nya ke sorga. Karena itu, ketika bertobat, mereka akan diampuni, dan diharapkan mereka akan dapat diyakinkan dengan dicurahkannya Roh Kudus, seperti yang memang terjadi pada banyak di antara mereka yang dulunya mengkhianati dan membunuh-Nya.

Tetapi jika setelah Roh Kudus diberikan, beserta karunia-karunia penyataan-Nya, misalnya berbicara dalam bahasa lidah dan sebagainya seperti yang dikaruniakan Roh Kudus kepada para rasul, namun mereka terus menghujat Roh Kudus sebagai roh jahat, maka tidak ada harapan bahwa mereka bisa dibawa untuk percaya kepada Yesus Kristus. Sebab, pertama, karunia-karunia Roh Kudus dalam diri para rasul itu adalah bukti terakhir yang dirancang dan dipakai Allah untuk meneguhkan pesan Injil, yang sebelumnya disimpan ketika cara-cara lain masih digunakan. Kedua, Roh Kudus merupakan bukti yang paling kuat dan yang lebih berkuasa untuk meyakinkan orang daripada mujizat-mujizat itu sendiri. Ketiga, oleh karena itu, orang yang menghujat di dalam zaman Roh Kudus ini tidak mungkin akan percaya kepada Yesus Kristus. Jika orang memandang pekerjaan-pekerjaan Roh Kudus sebagai suatu perjanjian dengan Iblis, seperti pandangan orang-orang Farisi terhadap mujizat yang dilakukan oleh Yesus Kristus, maka dengan apa lagi mereka ini dapat diyakinkan? Keadaan mereka ini sudah menjadi suatu bentuk ketidak percayaan yang begitu kuatnya sampai tidak bisa diruntuhkan lagi, dan karena itu tidak dapat diampuni, sebab dalam keadaan seperti ini pertobatan sudah tersembunyi dari mata si pendosa itu.

Perkataan yang ditambahkan ke dalam pernyataan tentang hujat ini, "Ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak." Seperti halnya pada zaman jemaat Yahudi tidak ada korban penebusan bagi jiwa yang melakukan dosa hujat, demikian pula pada zaman anugerah Injil, dalam Alkitab sering disebut dengan dunia yang akan datang, tidak akan ada pengampunan bagi orang yang menginjak-injak darah perjanjian, dan yang menghina Roh anugerah. Tidak ada penyembuhan lagi atas dosa yang langsung menentang obat penawarnya. Dalam hukum lama kita juga dinyatakan bahwa tidak ada tempat suci bagi perbuatan yang cemar. Atau, si pendosa tersebut tidak akan diampuni baik pada masa sekarang, dalam hati nuraninya sendiri, maupun pada hari penghakiman besar, ketika pengampunan dinyatakan di depan umum. Atau, dengan kata lain juga, dosa ini adalah dosa yang membuat si pendosa menderita hukuman sementara di dunia ini dan juga hukuman kekal, baik murka sekarang ini maupun murka yang akan datang.

Di sini Yesus Kristus juga berbicara tentang perkataan-perkataan lain yang jahat, buah-buah kejahatan yang bertakhta di dalam hati dan yang meluap dari sana (ay. 33-35). Dikatakan bahwa Yesus mengetahui pikiran mereka (ay. 25), dan secara langsung Ia menyinggung mereka bahwa tidaklah aneh jika mereka berkata-kata jahat seperti itu, sebab hati mereka sudah sangat dipenuhi dengan permusuhan dan kedengkian, yang sering berusaha mereka sembunyikan dan tutup-tutupi dengan berbuat seolah-olah mereka orang benar.[8] Hati adalah akar, perkataan adalah buah (ay. 33).[9] Hati adalah perbendaharaan, dan perkataan adalah apa yang dikeluarkan dari perbendaharaan itu (ay. 35), dan dari situ sifat-sifat manusia bisa digambarkan dan dinilai.[10]

Sifat orang yang jahat adalah mempunyai perbendaharaan yang jahat di dalam hatinya, dan dari hatinya itu ia mengeluarkan hal-hal yang jahat.[11] Yesus Kristus di sini juga berbicara tentang perkataan yang sia-sia, dan menunjukkan bagaimana jahatnya perkataan itu (ay. 36-37), terlebih lagi perkataan-perkataan jahat seperti yang diucapkan orang-orang Farisi. Kita harus banyak berpikir tentang hari penghakiman agar kita dapat mengendalikan lidah kita. Sekarang marilah kita pikirkan: Bahwa Allah memerhatikan setiap kata yang kita ucapkan, bahkan perkataan yang tidak kita perhatikan.

Sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui (Mzm. 139:4). Walaupun diucapkan tanpa perhatian dan tanpa direncanakan, Allah mengetahuinya.[12] Perkataan yang sombong, yang sia-sia, dan yang kasar itu tidak menyenangkan hati Allah. Perkataan seperti itu tidak pernah mengarah kepada suatu kebaikan apa pun, dan sama sekali tidak dapat digunakan untuk membangun orang lain. Perkataan ini merupakan buah dari hati yang sombong dan tidak sungguh-sungguh. Perkataan yang sia-sia ini sama dengan perkataan yang kotor, kosong, atau sembrono yang dilarang (Ef. 5:4). Ini merupakan dosa yang sering kali hadir dalam percakapan yang tidak berguna dan perkataan yang tidak berfaedah (Ayb. 15:3).[13] Kita akan segera dimintai pertanggungjawaban atas perkataan yang sia-sia ini. Perkataan sia-sia ini akan ditunjukkan sebagai bukti yang melawan kita, untuk membuktikan bahwa kita adalah hamba-hamba yang tidak berguna, yang tidak memanfaatkan kecakapan akal budi dan kecakapan lidah, yang merupakan sebagian talenta yang dipercayakan kepada kita. Jika kita tidak bertobat dari kebiasaan mengucapkan perkataan yang sia-sia[14] ini, dan jika pertanggungjawaban kita untuknya tidak diimbangi dengan darah Kristus.

4.   Menrut Injil  Markus

Hujatan Ahli-ahli Taurat (Mar. 3:22-30). Di sini kita melihat, cap yang sangat tidak pantas dan bertentangan dengan iman yang dilontarkan oleh ahli-ahli Taurat kepada Tuhan Yesus Kristus  atas pengusiran setan yang dilakukan-Nya. Hal ini mereka lakukan untuk menyerang tindakan itu dan tidak mengakui kebenarannya, supaya dengan demikian mereka memiliki cukup alasan untuk tidak mempercayainya. Ahli-ahli Taurat ini datang dari Yerusalem (ay. 22). Tampaknya mereka sengaja datang jauh-jauh hanya untuk menghambat kegiatan aktifitas pengajaran yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Betapa relanya mereka bersusah-susah datang hanya untuk melakukan kejahatan. Mengingat bahwa mereka datang dari Yerusalem, tempat ahli-ahli Taurat yang paling santun dan terpelajar berada, dan juga tempat yang memberi mereka peluang untuk bermufakat bersama-sama melawan TUHAN Yesus Kristus dan yang diurapi-Nya, di sana mereka memiliki kekuatan besar untuk mengganggu.

Kedudukan ahli-ahli Taurat dari Yerusalem sangat berpengaruh, bukan hanya terhadap orang-orang di pedesaan, tetapi juga bagi ahli-ahli Taurat pedesaan. Orang-orang pedesaan ini tidak pernah berpikir sebelumnya tentang dasar yang dipakai Yesus Kristus dalam melakukan berbagai mujizat-Nya sampai ahli-ahli Taurat dari Yerusalem ini datang dan menanamkannya di dalam kepala mereka. Karena tidak dapat menyangkal bahwa Ia mengusir setan, yang jelas-jelas menunjukkan bahwa Ia berasal dari Allah, ahli-ahli Taurat Yerusalem ini menuduh bahwa Beelzebul berada di pihak-Nya, bersekutu dengan-Nya, dan dengan penghulu setan Ia mengusir setan.

Ada tipu muslihat dalam tuduhan mereka ini; setan tidak diusir, ia hanya pergi keluar karena diizinkan. Tidak ada suatu pun yang patut dicurigai dalam cara Yesus Kristus mengusir setan, Ia melakukan-Nya sebagai orang yang berkuasa. Tetapi itulah tuduhan dari mereka yang memang memutuskan untuk tidak mempercayai-Nya. Jawaban yang tepat dan masuk akal yang diberikan Kristus atas tuduhan ini menunjukkan bahwa tuduhan mereka sangat tidak masuk akal. Iblis itu begitu cerdik, sehingga ia tidak akan pernah secara sukarela meninggalkan miliknya. Bila Iblis mengusir Iblis, maka kerajaannya akan terpecah-pecah, sehingga tidak bisa bertahan (ay. 23-26).

Yesus memanggil mereka karena Ia ingin meyakinkan mereka; Ia memperlakukan mereka dengan penuh kebebasan, bersahabat, dan seramah mungkin. Ia bersedia membicarakan persoalan tersebut dengan mereka, supaya tersumbat setiap mulut. Jelaslah bahwa ajaran Yesus Kristus berperang melawan kerajaan Iblis, dan mengandung maksud langsung untuk menghancurkan kuasa Iblis itu serta membebaskan cengkeramannya atas jiwa manusia. Sudah jelas bahwa pengusiran setan dari tubuh manusia menegaskan ajaran itu dan menjelaskan semuanya. Oleh karena itu, tidak bisa dibayangkan bahwa setan akan menyetujui rancangan semacam itu.

Setiap orang tahu bahwa Iblis itu tidak bodoh, dan tidak akan begitu saja melawan kepentingannya sendiri. Yesus Kristus begitu bijaksana, sehingga sementara berperang dengan Iblis, Ia akan tetap menyerang kekuatannya di mana pun Ia berjumpa dengan kawanan setan ini, baik di dalam tubuh maupun jiwa manusia (ay. 27). Jelaslah bahwa rancangan Kristus adalah memasuki rumah orang yang kuat itu {metafora untuk Iblis – pen}, mengambil apa yang dimiliki Iblis di dunia ini, merampas harta miliknya, dan mengubah miliknya itu menjadi milik-Nya sendiri. Oleh karena itu, sangat wajar untuk menduga bahwa Yesus akan mengikat orang kuat itu, melarangnya berbicara ketika dia ingin berbicara, dan menyuruhnya pergi ketika dia ingin tinggal.

Dengan demikian Yesus Kristus menunjukkan bahwa Dia telah menang atas Iblis. Peringatan yang sangat menakutkan yang diberikan Yesus Kristus kepada mereka agar memperhatikan betapa berbahayanya kata-kata yang mereka ucapkan itu. Namun, mereka mungkin meremehkan peringatan ini, menganggapnya hanya sebagai silat lidah belaka, sebagai bahasa orang yang berpikiran bebas. Bila mereka terus-menerus melakukannya, akibatnya akan sangat parah bagi mereka, karena perbuatan itu merupakan suatu dosa yang melawan upaya penebusan terakhir, dan dengan demikian tidak bisa diampuni lagi. Dengan suatu alasan yang lemah, mereka menolak untuk diyakinkan oleh alasan kuat yang dijelaskan Yesus Kristus, jadi upaya apa lagi yang bisa dipakai untuk membuat mereka ini bertobat dari perbuatan menghujat Yesus Kristus itu? Memang benar bahwa Injil menjanjikan pengampunan, karena Kristus telah menebus dan memberikan pengampunan bagi dosa dan pendosa yang terbesar sekalipun (ay. 28).

Malahan banyak orang yang mencaci-maki Yesus Kristus yang sedang terpaku di atas kayu salib (yang merupakan suatu hujatan terhebat terhadap Anak Manusia) pun mendapat belas kasihan dan Kristus sendiri bahkan berdoa "Ya Bapa, ampunilah mereka." Tetapi dosa yang satu ini adalah dosa menghujat Roh Kudus, karena Ia mengusir setan dengan kuasa Roh Kudus, atau lebih tepatnya lagi Roh Kudus “memimpin” Yesus Kristus, tetapi mereka mengatakan "Ia melakukannya dengan kuasa roh jahat (ay. 30)." Dengan cara ini mereka akan menyangkali semua bukti tentang karunia Roh Kudus yang terjadi setelah kenaikan Kristus ke sorga dan dengan begitu menghapus semua keyakinan karunia itu, sehingga tidak ada lagi bukti yang tersisa. Dengan demikian, sepantasnyalah kalau mereka tidak akan pernah mendapat pengampunan selama-lamanya, dan layak diganjar dengan kutuk yang kekal. Mereka berada di ambang bahaya menghadapi hukuman kekal, yang tidak bisa ditebus lagi, tanpa jeda, dan tanpa keringanan hukuman. 

5.   Menrut Injil Lukas

Yesus Kristus Dituduh Bersekutu dengan Iblis; yang menjadi tekanan utama adalah “hal Berjaga-jaga Ditekankan Berulang-ulang” (11:14-26). Inti dari ayat-ayat ini dapat kita lihat dalam Matius 12:22, dan seterusnya. Di sini Yesus Kristus memberikan bukti umum bagi Misi Ilahi-Nya, dengan secara khusus membuktikan kuasa-Nya atas Iblis. Penaklukan-Nya atas Iblis menunjukkan rancangan besar-Nya mengapa Ia datang ke dunia, yaitu untuk membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis. Di sini Dia juga menunjukkan bahwa pekerjaan-Nya itu sungguh-sungguh berhasil. Dia mengusir setan yang merasuki orang yang malang itu sampai bisu: dalam Injil Matius dikatakan bahwa dia buta dan bisu. Ketika setan itu diusir dengan paksa oleh firman sang Yesus Kristus, orang bisu itu langsung berbicara, menjawab perkataan Yesus Kristus, dan bibirnya terbuka mengeluarkan puji-pujian. Nah, terhadap peristiwa ini:

1.    Sebagian orang yang ada di sekitarnya tergerak hatinya oleh mujizat itu. Mereka bertanya-tanya; mereka mengagumi kuasa Allah, terutama karena kuasa itu dijalankan melalui tangan seorang kecil yang tidak berarti, seorang yang melakukan pekerjaan Mesias tetapi tidak punya penampilan yang hebat seperti Mesias yang mereka harap-harapkan.

2.    Sebagian orang lain tersandung karena mujizat itu, dan untuk membenarkan ketidakpercayaan mereka, mereka berkata bahwa karena bersekutu dengan Beelzebullah, yaitu si penghulu setan, dia dapat melakukannya (ay. 15). Rupa-rupanya dalam kerajaan Iblis pun ada para pemimpin, yang dengan demikian berarti ada juga para bawahan. Sekarang mereka pasti sudah berpikir, atau setidak-tidaknya berkata, bahwa ada suatu persekongkolan antara Yesus Kristus dan Iblis. Dalam persekongkolan ini, menurut mereka, Iblislah yang terutama akan diuntungkan dan yang akan menang pada akhirnya. Tetapi, untuk mencapai tujuan itu, dalam hal-hal tertentu Iblis harus membiarkan Yesus Kristus mendapat keuntungan dan ia sendiri harus mundur sesuai dengan perjanjian.

3.    Sebagian orang lagi, untuk menyokong pendapat ini, dan untuk melawan bukti kuasa mujizat Kristus, menantang-Nya untuk memberi mereka suatu tanda dari sorga (ay. 16). Mereka meminta Dia untuk menyokong ajaran-Nya dengan suatu penampakan di awan-awan, seperti yang terjadi di gunung Sinai ketika hukum Taurat diberikan; seolah-olah mereka menyangka bahwa suatu tanda dari sorga, yang tidak bisa disangkal oleh hikmat mereka, tidak dapat diberikan kepada mereka juga melalui kesepakatan dan kerja sama dengan penguasa-penguasa di udara, yang bekerja disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-mujizat palsu, seperti pengusiran setan di sini.

Bahkan, suatu tanda dari sorga tidak akan membuat orang berprasangka buruk terhadap-Nya sekarang, sedangkan pengusiran setan ini dengan jelas membuat mereka bersikap demikian. Perhatikanlah, jika ketidaktaatan orang sudah mengeras hati, mereka akan berusaha memberikan berbagai alasan untuk membenarkan ketidaktaatan mereka, sekalipun alasan mereka itu selalu tampak ganjil dan dibuat-buat. Di sini Yesus Kristus memberikan jawaban yang tegas dan langsung atas keberatan mereka sepele ini, Bahwa tidak bisa dibayangkan kalau penguasa yang begitu licik seperti Iblis menyetujui terjadinya suatu peristiwa yang akan berakibat langsung terhadap keruntuhan kerajaannya sendiri (ay. 17-18).

Orang-orang ini hanya menyimpan keberatan mereka dalam hati, mereka takut untuk mengungkapkannya, karena kalau diungkapkan, mereka akan dijawab dan dibuat tersandung. Namun Yesus mengetahui pikiran mereka, sekalipun mereka mati-matian menyembunyikannya. Yesus Kristus berkata, "Kamu sendiri pasti bisa melihat bahwa tuduhanmu itu sungguh tidak berdasar dan sangat keji; karena benarlah ungkapan yang bisa dilihat dalam pengalaman sehari-hari ini, bahwa tidak ada satu kepentingan pun yang bisa bertahan kalau ia terbagi-bagi melawan dirinya sendiri, baik itu kepentingan umum dari suatu kerajaan maupun kepentingan pribadi dari suatu rumah tangga atau keluarga. Kepentingan apa pun itu juga, kalau terbagi-bagi, tidak akan dapat bertahan.

Jadi dalam hal ini Iblis dikatakan bertindak melawan dirinya sendiri, bukan hanya melalui mujizat yang mengusirnya dengan paksa dari tubuh-tubuh orang yang dirasukinya, tetapi terlebih lagi melalui ajaran yang demi penyampaian dan peneguhannyalah mujizat tersebut diadakan, dan yang mempunyai pengaruh langsung untuk menghancurkan kepentingan Iblis dalam pikiran manusia, karena ajaran itu mematikan perbuatan dosa dan membuat orang berbalik kepada Allah.

bahkan seandainya, Iblis terbagi-bagi melawan dirinya sendiri, ia akan mempercepat keruntuhannya sendiri, dan tidak mungkin kamu akan berpikir bahwa seorang musuh yang sudah bertindak dengan begitu teliti dalam mendirikan kerajaannya dan begitu berhati-hati untuk menjaga keutuhan kerajaannya itu akan berbuat demikian." Jadi, dengan menuduh-Nya bersekutu dengan Iblis, mereka melakukan suatu perbuatan jahat dan pilih kasih, sebab mereka sendiri juga menghargai dan memuji pekerjaan seperti itu yang sebelumnya telah dilakukan oleh orang-orang sebangsa mereka sendiri (ay. 19): "Dengan kuasa apakah pengikut-pengikutmu mengusirnya? Sebagian dari saudaramu sendiri, yaitu orang-orang Yahudi, dan malah beberapa pengikutmu sendiri, yaitu orang-orang Farisi, dalam nama Allah Israel, telah mengusir setan-setan, dan kamu tidak pernah menuduhkan hal-hal yang keji kepada mereka seperti yang kamu tuduhkan kepada-Ku." Perhatikanlah, mengecam suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang yang menegur kita, tetapi memperbolehkannya apabila itu dilakukan oleh orang yang memuji kita, adalah suatu tindakan yang jelas-jelas munafik.

Bahwa, dengan menentang mujizat yang sungguh meyakinkan ini, mereka menjadi musuh bagi diri mereka sendiri, mereka menghalang-halangi terang yang seharusnya menyinari mereka, dan memasang penghalang di depan pintu hati mereka sendiri, karena dengan demikian mereka menjauhkan kerajaan Allah dari diri mereka (ay. 20): "Jika Aku dengan kekuatan tangan Allah mengusir setan, seperti yang kalian ketahui ini dengan pasti bahwa memang demikianlah kejadiannya, artinya secara sungguh-sungguh (secara pasti) kerajaan Allah sudah datang kepadamu. Kerajaan Mesias menawarkan segala kebaikan dan keuntungannya kepadamu, dan, jika kamu tidak menerimanya, maka kamu sendiri yang akan rugi." Dalam Injil Matius dikatakan dengan Roh Allah, di sini dikatakan dengan tangan Allah; atau Roh Allah adalah tangan Allah lihat (Yes. 53:1). Pekerjaan Allah yang paling besar dan paling hebat dilakukan dengan penyertaan kuasa Roh-Nya; namun, jika dalam karya ini Roh Kudus dikatakan sebagai tangan Allah, maka mungkin hal ini mengartikan betapa mudahnya Yesus Kristus menaklukkan dan mengalahkan Iblis, bahkan cukup dengan tangan Allah saja, yaitu dengan menggunakan kekuatan ilahi dalam kadar yang lebih rendah dibandingkan dengan yang digunakan-Nya dalam banyak kasus lain. Dia tidak perlu menunjukkan lengan-lengan-Nya yang kekal; singa yang mengaum-ngaum itu diremukkan-Nya, sesuai dengan kehendak-Nya, seperti ngengat, hanya dengan sentuhan tangan. Mungkin juga ini merujuk kepada pengakuan para ahli sihir Firaun ketika mereka dikalahkan (Kel. 8:19): "Inilah tangan Allah." "Jadi, jika kerajaan Allah sekarang datang kepadamu, dan kamu menunjukkan keberatan dan hujatmu melawannya, maka kerajaan itu akan datang kepadamu dengan kuat kuasa, dan kamu tidak akan tahan berdiri di hadapannya."

Dengan mengusir setan-setan, Ia benar-benar menghancurkan Iblis dan kuasanya, karena pengusiran itu meneguhkan suatu ajaran yang berpengaruh langsung dalam menghancurkan kerajaan Iblis (ay. 21-22). Barangkali memang ada sebagian orang yang mengusir setan-setan yang berkedudukan rendah melalui perjanjian dengan Beelzebul, penghulu mereka, namun itu dilakukan tanpa benar-benar menimbulkan suatu kebencian terhadap Iblis atau merusak kerajaannya. Dia rugi dalam satu hal tetapi mendapat untung dalam hal lain lagi. Iblis dan pengusir-pengusir setan yang demikian bermain rampas-rampasan; meskipun dari antara bala tentara Iblis ada yang dijadikan korban, tubuh utamanya justru mendapat korban dengan cara demikian.

Kepentingan Iblis dalam jiwa-jiwa manusia sama sekali tidak dilemahkan oleh pengusiran seperti itu. Sebaliknya, ketika Kristus mengusir setan-setan, Ia tidak perlu melakukannya dengan membuat perjanjian apa pun dengan mereka, sebab Ia lebih kuat dari mereka, dan Ia dapat melakukannya dengan paksa, dan akan terus memaksa sampai kuasa Iblis dihancurkan dan rencananya diobrak-abrik dengan ajaran dan anugerah yang sanggup menghancurkan kuasa dosa, dan dengan demikian mengacaubalaukan tubuh utama Iblis, merampas semua senjatanya, dan membagi-bagikan rampasannya, yang tidak pernah atau tidak akan pernah sanggup dilakukan oleh setan mana pun terhadap sesamanya.

Hal ini dapat juga dimengerti sebagai kemenangan Kristus atas Iblis baik itu di dunia maupun di dalam hati orang per orang secara khusus, yaitu melalui kuasa yang menyertai pewartaan Injil-Nya pada masa lalu sampai sekarang ini. Dengan demikian, kita dapat melihat di sini: Pertama. Keadaan yang menyedihkan dalam diri orang berdosa yang belum bertobat. Di dalam hatinya, yang layak didiami Allah, namun Iblis bertakhta, dan segala daya kekuatan jiwa, yang digunakannya untuk melayani dosa, adalah barang milik Iblis. Hati setiap orang berdosa yang belum bertobat adalah istana Iblis, tempat dia tinggal dan memerintah; dia bekerja di antara orang-orang durhaka. Hati adalah istana, tempat tinggal yang mulia, namun hati yang belum dikuduskan adalah istana Iblis. Kehendak Iblis dituruti, kepentingannya dilayani, dan bala tentaranya ada dalam tangannya; dia merampas takhta di dalam jiwa.

Iblis, sebagai seorang yang kuat, menjagai istana ini, berbuat sekuat tenaga untuk mengamankannya, dan mempertahankannya dari Kristus. Segala prasangka yang digunakannya untuk mengeraskan hati manusia terhadap kebenaran dan kekudusan adalah benteng pertahanan yang dibangunnya untuk menjagai istananya. Istana ini adalah tempat pasukannya berkumpul. Ada semacam damai di istana milik jiwa yang belum bertobat, karena Iblis, sebagai orang kuat yang bersenjata, menjaganya. Orang berdosa itu berpikiran baik tentang dirinya sendiri, ia merasa sangat aman dan gembira, yakin akan keadaannya yang baik, dan tidak takut akan penghakiman yang akan datang. Ia memuji dirinya menurut pandangannya sendiri dan berkata bahwa ia mempunyai damai di hati.

Sebelum Kristus datang, semua tenang, karena semuanya menuju ke arah yang sama. Namun, pengabaran Injil mengganggu ketenangan istana Iblis itu. Kedua. Perubahan indah yang terjadi dalam pertobatan, yang merupakan kemenangan Kristus atas si perampas ini. Iblis adalah orang kuat yang bersenjata, namun Yesus Tuhan kita, sebagai Allah dan sebagai

Pengantara, lebih kuat darinya. Jika berbicara mengenai kekuatan, Dia kuat: yang lebih kuat ada bersama kita, dan bukan melawan kita. Bagaimana kemenangan ini diperoleh: Kristus datang kepada Iblis secara tiba-tiba, ketika barang miliknya sedang tenang dan ketika dia berpikir bahwa dia memilikinya untuk selamanya, lalu Ia mengalahkannya. Perhatikanlah, pertobatan satu jiwa kepada Allah merupakan kemenangan Kristus atas Iblis dan atas kuasanya di dalam jiwa itu. Ia membebaskan jiwa itu dan memulihkan kepentingan-Nya dan kekuasaan-Nya sendiri atas jiwa itu. Bukti-bukti dari kemenangan ini.

Pertama, Dia merampas semua senjata yang diandalkan Iblis. Iblis adalah musuh yang percaya diri, dia mengandalkan senjatanya, seperti Firaun yang mengandalkan Sungai Nilnya (Yeh. 29:3). Tetapi, Kristus melucuti senjatanya itu. Ketika kuasa dosa dan kecemaran di dalam jiwa dihancurkan,kesalahan-kesalahan diluruskan, mata dicelikkan, hati direndahkan dan diubah, serta dibuat menjadi sungguh-sungguh dan rohani, maka senjata Iblis dilucuti.

Kedua, Dia membagi-bagikan rampasan-Nya, Dia mengambil alih kepemilikan Iblis atas mereka dan menjadikannya milik-Nya sendiri. Segala kemampuan pikiran dan tubuh, harta benda, kekuasaan, dan kepentingan, yang sebelumnya diabdikan untuk melayani dosa dan Iblis, kini dibalikkan untuk melayani Kristus dan digunakan untuk kemuliaan nama-Nya. Namun bukan hanya itu saja, Dia juga membagi-bagikan semuanya itu kepada para pengikut-Nya, dan, setelah mengalahkan Iblis, membagi-bagikan keuntungan dari kemenangan-Nya itu kepada semua orang percaya.

Oleh sebab itu, Kristus menunjukkan bahwa, karena seluruh ajaran dan mujizat-Nya ditujukan untuk menghancurkan kuasa Iblis, si musuh besar umat manusia itu, maka adalah kewajiban semua orang untuk bergabung bersama Dia, untuk mengikuti bimbingan-Nya, untuk menerima Injil-Nya, dan untuk datang dengan sepenuh hati melaksanakan apa yang diajarkan dalam Injil-Nya itu, sebab kalau tidak, mereka dianggap berpihak kepada musuh (ay. 23): Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku.

Maka dari itu, mereka yang menolak ajaran Kristus, dan meremehkan mujizat-mujizat-Nya, dipandang sebagai musuh-Nya, dan berpihak kepada Iblis. Bahwa ada perbedaan besar antara keluarnya Iblis karena kesepakatan dan diusirnya Iblis oleh paksaan. Jika Kristus mengusir Iblis dari seseorang, Iblis tidak akan pernah memasuki orang itu lagi, karena demikianlah yang dikatakan Kristus (Mrk. 9:25). Tetapi, jika Iblis hanya keluar dari seseorang, dia akan mencoba memasuki orang itu lagi apabila tiba waktu yang dianggap tepat baginya, karena begitulah cara kerja roh jahat, ketika dia dengan sukarela dan dengan suatu rancangan keluar dari seseorang (ay. 24-26). Si penghulu setan mungkin memberikan izin, malah bukan hanya itu saja, ia juga mungkin memberikan perintah kepada pasukannya untuk mundur, atau untuk membuat suatu tipuan, agar jiwa malang yang tertipu itu masuk ke dalam jeratnya. Tetapi Kristus, ketika Dia menaklukkan musuh secara telak, maka ini berarti kekalahan tuntas bagi si musuh.

Di sini Dia mempunyai maksud yang lebih jauh, yaitu untuk menunjukkan gambaran keadaan orang yang sudah ditawari hal-hal yang baik. Allah sudah mulai menghancurkan kuasa Iblis dan menaklukkan kerajaannya dalam diri mereka, tetapi mereka menolak rencana-Nya bagi diri mereka, dan ini membawa akibat buruk bagi mereka sendiri, yaitu mereka tergelincir kembali ke dalam kuasa Iblis. Di sini kita bisa melihat: Keadaan orang munafik, yakni sisi terang dan sisi gelapnya. Hatinya masih tetap merupakan rumah Iblis. Iblis mengaku memilikinya, dan dia mempertahankan kepentingannya di dalam diri orang itu.

Walaupun demikian: Roh jahat telah keluar darinya. Dia tidak diusir keluar oleh kuasa anugerah yang menobatkan; tidak ada paksaan yang dilakukan oleh Kerajaan Sorga. Jadi dia pergi keluar, mundur begitu saja untuk sementara waktu, supaya orang itu tampak tidak berada di bawah kuasa Iblis seperti sebelumnya, dan juga tidak terlihat mengikuti godaan-godaannya. Iblis telah pergi, atau telah mengubah dirinya menjadi seorang malaikat terang.

Rumah itu disapu dari pencemaran-pencemaran biasa, melalui pengakuan dosa yang dilakukan secara terpaksa, seperti pengakuan Firaun, pertobatan palsu seperti pengakuan Ahab, dan pembaruan hati setengah-setengah seperti yang dibuat Herodes. Ada orang yang melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia, namun masih berada di bawah penguasa dunia ini (2Ptr. 2:20). Rumah itu disapu, tetapi tidak dibasuh, dan Kristus berkata, "Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku." Rumah itu harus dibasuh, atau tidak akan menjadi milik-Nya. Menyapu hanya membersihkan kotoran ringan, sementara dosa yang membelenggu, yakni dosa yang disukai, tidak tersentuh sama sekali. Rumah itu disapu dari kotoran yang terlihat oleh mata duniawi, namun kotoran rahasianya tidak dicari dan diobrak-abrik (Mat. 23:25).

Rumah itu disapu, namun penyakit kusta masih melekat di dinding, dan tetap menempel di sana sebelum ada usaha lebih keras yang dilakukan untuk membersihkannya. Rumah itu dihiasi dengan karunia dan anugerah umum. Rumah itu tidak diperlengkapi dengan anugerah yang sejati, tetapi hanya dihiasi dengan gambar-gambar karunia. Simon si penyihir dihiasi dengan iman, Balaam dengan keinginan-keinginan yang baik, Herodes dengan rasa hormat kepada Yohanes, dan orang-orang Farisi dengan berbagai penampilan lahiriah. Memang dihiasi, tetapi, seperti pecahan periuk bersalutkan perak, semuanya cuma cat dan pernis, bukan sungguhan dan tidak tahan lama.

Rumah itu dihiasi, namun kepemilikannya tetap tidak berubah. Rumah itu tidak pernah diserahkan kepada Kristus, dan juga tidak didiami oleh Roh Kudus. Oleh sebab itu, marilah kita berjaga-jaga agar jangan bersandar pada apa yang mungkin dimiliki orang, namun yang tidak sepenuhnya dikuasainya. Inilah keadaan orang murtad pada akhirnya, setan kembali lagi ke dalam dirinya setelah keluar: Lalu ia keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya (ay. 26). Ini suatu jumlah yang menunjukkan suatu jumlah yang tidak tentu, seperti tujuh roh jahat dikatakan telah diusir dari Maria Magdalena.

Tujuh roh jahat dipertentangkan dengan tujuh roh Allah (Why. 3:1). Ketujuh roh jahat ini dikatakan lebih jahat dari setan yang masuk sebelumnya. Rupa-rupanya, bahkan setan-setan pun tidak sama jahatnya; mungkin tingkat kejahatan mereka dalam keadaan mereka sekarang yang jatuh, sama seperti tingkat kekudusan mereka ketika sebelum jatuh. Supaya kejahatannya sangat berhasil, setan memakai roh-roh yang lebih jahat dari dirinya sendiri. Roh-roh seperti ini masuk tanpa ada kesulitan atau perlawanan apa pun. Mereka disambut, dan berdiam di sana. Di sanalah mereka bekerja dan memerintah. Maka, akhirnya keadaan orang itu lebih buruk dari pada keadaannya semula. Kemunafikan adalah jalan cepat menuju kemurtadan. Jika hati tetap melayani kepentingan dosa dan Iblis, maka apa pun yang ditunjukkannya tetap akan sia-sia. Hati yang belum benar tidak akan lama berdiri teguh. Ketika dosa tetap tersembunyi, di balik jubah pengakuan iman, dan hati nurani dipermainkan, maka Allah dipaksa untuk menarik anugerah-Nya yang menyelamatkan, dan orang munafik yang sembunyi-sembunyi biasanya akan tampak murtad secara terang-terangan.

Keadaan orang seperti itu pada akhirnya akan lebih buruk dari pada semula, baik dalam hal dosa maupun hukuman. Orang murtad biasanya orang yang paling jahat, orang yang paling angkuh dan gegabah, paling berani dan menantang. Hati nurani mereka sudah kering kerontang, dan dosa mereka yang paling terburuk dari semuanya. Sering kali Allah menunjukkan ketidaksukaan-Nya kepada mereka di dunia ini, dan di dunia nanti mereka akan menerima hukuman yang jauh lebih hebat. Oleh sebab itu marilah kita dengarkan ajaran ini, dan menjadi takut serta berpegang pada kewaspadaan kejujuran hati nurani kit

Menrut Injil Yohanes

Menurut Injil Yohanes tentang dosa yang tidak bisa di ampuni tidak dirumuskan secara spesifik atau  khusus seperti ketiga Injil Sinoptik diatas. Hal tersebut terlihat dari arah pembicaraan dalam Injil Yohanes secara vertical tentang keilahian Yesus Kristus secara tuntas.  Baik tentang esensi dan hakekat Allah, serta keunggulan Yesus Kristus sebaga Allah yang pra ada dan yang sudah berinkarnasi, (Yoh. 1. 1). Akkhirnya banyak umat Kristen lebih berfokus belajar Injil Yohanes dibanding Kitab-Kitab lain, mengapa demikian! karena, Kitab ini memiliki corak dan estetikanya menarik dan berbeda. Bahkan karena kenyamanan kitab ini membawa para pembaca lebih nyaman, serta tidak mengungkir persoalan peripadi seseorang, atau aib orang dalam hal keberdosaan manusia yang ada.

Namun jangan lupa, dan juga jangan terlena, karena topik pembahasan dalam bab ini adalah berkaitan dengan “dosa yang mendatangkan maut” karena atau akibat dari umpatan “menghujat” “Roh Kudus”. Injil Yohanes inilah yang memberikan pengharapan atau janji tentang pemberian Roh Kudus sebagai pengganti Yesus Kristus. Yesus Kristus sebagai pribadi kedua memberikan mandat atau pegalihan tugas, kepada Roh Kudus pribadi ketiga, dengan kualitas yang sama, tidak jauh beda dalam hakekat ketritunggalan Allah (Yoh. 14. 15-16), dan memiliki esensi atau kekekalan itu sendiri.

Semua tugas, dan tanggung jawab tentang seluruh aspek tatanan kehidupan manusia, akan diajarkan oleh Roh Kudus, dalam setiap waktu. Tugas Roh Kudus sangat berat dibanding dengan tugas kita sebagai hakekat kemanusiaan yang sangat lemah, kita memiliki waktu istirehat, dan berada dalam ruang dan waktu yang terbatas, namun Roh Kudus tidak pernah beristirehat, dengan alasan apapun, karena Dia adalah Roh Allah yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

Segala macam tindakan, serta perbuatan apapun sifatnnya memuliakan nama TUHAN maka kita datang kepada Tuhan dengan penuh kerendahan hati bawa semua persoalan kepada Allah. Kemudian, Kita berdo dengan bahasa manusia yang terbatas, atau dengan cara yang sederhana, namun Roh Kudus menolong kita untuk menerjemahkan dengan bahasa yang sangat sempurna kepada Allah (Rom. 8. 26). Oleh karena itu, setiap orang yang percaya Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juru selamat secara pribadi pasti tidak ada alasan untuk mengenal Roh Kudus dan kapan dan dimana saja menikmati karunia Roh Kudus, secara tidak terbatas.

Tetapi, mereka yang tidak mengenal dan tidak menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juru selamat secara pribadi, maka mereka tidak sama sekali mengenal Roh Kudus sebagai pribadi ketiga dalam keesaan-Nya. Tetapi lebih para lagi, mereka yang diresapi dosa-dosa mereka melalui perbuatan dan melalui karya Roh Kudus yang menginsafkan atau memberikan kesadaran terhadap dosa-dosa mereka, namun terus saja melakukkan, atau tetap saja kompromi dengan dosa, maka orang-orang semacam ini atau orang-orang setingkat inilah yang akan menanggung akibat dosa yang tidak dapat terampuni, di dunia ini maupun di dunia yang akan datang.

Tetapi pertanyaannya, apaka orang percaya bisa melakukan dosa terhadap Roh Kudus? sebenarnya mereka itu adalah orang-orang yang sudah percaya bukan! Jelas dalam Injil, Yohanes, sebelum  Tuhan Yesus naik ke surga, Dia mengatakan tentang kedatangan Roh Kudus sebagai pengganti-Nya.[15] Dan kalau Ia (Roh Kudus) datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh. 16:8). Ayat 8-11, begitu padat sehingga rumit diartikan.

Carson menyatakan bahwa setelah Tuhan Yesus pergi Roh Allah akan datang ke dunia dan meneruskan pelayanan Tuhan Yesus, dalam hal memaksa supaya orang memilih mereka harus melawan  Dia atau memihak pada Dia.[16] Roh Allah menunjukkan dosa  seseorang kepada orang itu supaya dia bertobat. Dia menginsafkan dunia bahwa dunia bersalah dalam tiga hal. Pertama, mereka salah dari segi dosa mereka. Kedua, mereka juga salah dari segi kebenaran mereka, dan ketiga, mereka salah dari segi penghakiman.[17] Lanjutan ayat 9,  mengatakan “akan  dosa, karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku”.

 Roh Allah menginsafkan dunia mengenai dosa mereka, karena mereka tidak percaya kepada-Nya. Seandainya mereka  percaya kepada-Nya, maka mereka memperoleh pengampunan, namun mereka belum percaya dan perlu diinsafkan akan dosa mereka. Dalam pasal 5:24 Dia telah mengatakan, “sesungguhnya barang siapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut kedalam hidup. Jika mereka percaya, mereka dipindahkan, dan  sudah bukan anggota dunia lagi.” Pemindahan posisi orang percaya dari dunia ke Kerajaan-Nya adalah posisi yang ideal dan sangat baik. Tetapi karena kebebalan hati orang-orang yang sudah percaya namun mereka tidak mau mentaati atau mendengarkan perintah Roh Kudus, maka dosa ini tidak akan diampuni, didunia ini maupun di dunia yang akan datang. Perbuatan pemalsuan identitas, penipuan ataupun kemunafikan, peralihan penyembahan, perubahan sikap kesetiaan kepada Tuhan, dan setia kepada allah-allah lain, bentuk dan cara-cara semacam ini, “mendukakan Roh Kudus”.

Kedatangan Roh Kebenaran, atau pelayanan Roh Kudus yang diceritakan dalam nats ini adalah sesuai dengan ajaran yang dikutip dari Yohanes 8:31-32; kebenaran itu yang akan memerdekakan (bnd. 1 Kor. 2:1; 3:3 orang Kristen memiliki keduniawian ).[18] Orang percaya yang tidak taat  atau yang tidak tinggal di dalam Tuhan Yesus, yang tidak tetap dalam firman-Nya, tidak mampu menerima seluruh kebenaran. Dengan kata lain dosa menghalangi pemahaman rohani mereka. Sedangkan ayat 14 dan 15 menjelaskan seluruh kebenaran itu berpusat pada Tuhan Yesus Kristus (Kristosentris).

Sama seperti Tuhan  Yesus yang selalu melakukan pekerjaan yang dikehendaki Bapa dan menyampaikan firman kebenaran dari Allah. Demikian juga, segala sesuatu yang di dengar oleh Roh Allah itulah yang akan dikatakan-Nya. Mungkin ungkapan “dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang” merujuk pada nubuatan yang akan diberikan kepada murid-murid Tuhan Yesus oleh Roh Allah. Namun, tema akhir zaman bukanlah  merupakan suatu tema besar dalam Injil Yohanes. Carson berpendapat bahwa ungkapan  dan Ia akan memberitakan  kepadmu hal-hal yang akan datang” merujuk pada hal-hal yang terkait dengan arti dan akibat dari kematian, kebangkitan, dan kenaikan Tuhan Yesus Kristus.

Fokus tersebut adalah sesuai dengan konteks ayat 13-15 dan juga sesuai dengan tema seluruh Injil Yohanes.[19] Sedangkan, (Yoh. 14:17) menyatakan mengenai Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu. Sang penolong adalah Roh Allah, yang disebut Roh Kebenaran.[20] dalam konteks ini Tuhan Yesus adalah kebenaran.  Roh Allah bersaksi mengenai kebenaran tersebut, Roh kebenaran mengkomunikasikan Dia atau Yesus Kristus yang adalah kebenaran itu sendiri.

Jika orang-orang dunia percaya kepada Tuhan Yesus, mereka dapat menerima Roh Kebenaran dengan demikian, orang itu bukan orang dunia lagi. William Barclay menyatakan bahwa orang Yunani menggunakan kata itu dalam bermacam-macam cara. Parakletos Parakletos, bisa berarti seorang yang datang untuk memanggil dan memberi kesaksian dalam suatu perkara pengadilan. Untuk kepentingan orang yang dituduh atau menjadi saksi. Mungkin juga Dia sebagai pengacara untuk membela orang yang tertuduh. Parakeletos  berarti seorang yang dipanggil datang untuk menolong pada saat, kesulitan atau kebutuhan.[21]  Roh Kudus juga memiliki sifat gagah berani, dan juga adalah seorang komforter (Penghibur) yang menjadikan seorang yang patah hati, atau semangat  menjadikan dia gagah berani.

Seorang penghibur adalah seorang yang bersimpati dengan kita pada saat sedih. Dia mengambil kelemahan dan memberi kita kemampuan untuk menghadapi hidup. Roh Kudus mengganti hidup yang kalah dan hidup yang menang.[22] Yesus mengatakan bahwa “Aku akan mengutus Parakletos, dialah yang akan memimpin kamu tentang apa yang harus kamu lakukan dan memampukan kamu untuk melakukannya”.

Yesus Kristus melanjutkan pembicaraan-Nya bahwa “dunia ini tidak akan mengenal Roh Kudus  itu”. Dunia diartikan bagian umat manusia yang hidup seolah-olah tidak ada Allah. Dengan peranan Roh Allah sebagai saksi sekaligus sebagai Pembela, atau penegak keadilan, Roh Kudus selalu memberi kekuatan. Bahkan ketika orang Kristen mengalami kekurangan dalam segala hal, Dia atau Roh Kudus tetap mempersiapkan sarana-prasarana, serta mengsponsori untuk mencukupkan kebutuhan manusia sehari-hari. Doa kita yang tidak sempurna seringkali tidak sesuai dengan harapan Allah, maka Roh Kuduslah yang meluruskan setiap kata yang tidak sesuai.

Roh Kudus membantu orang-orang percaya dalam kelemahan tersebut (Rom. 8 : 26). Melihat pekerjaan Roh Kudus sedemikian rupa maka sebenarnya orang-orang yang sudah percaya Yesus Kristus sebgai Tuhan dan Juru Selamat seharus membayar harga, sama seperti pendakwa membayar seorang pengacara. Dalam hal ini orang-orang percaya Yesus Kristus tidak membayar uang, maupun segalah barang atau benda berharga, yang bergerak maupun yang tidak bergerak kepada Roh Kudus. Harga yang harus di bayar disini adalah Percaya, taat dan setiaan kepada ajaran Roh Kudus. Namun, kadang atau sering setiap orang percaya Yesus Kristus sekalipun menganggap Roh Kudus sebagai misteri, hanya bayangan, tidak berpribadi seperti Tuhan Yesus Kristus. Dalam hal inilah Tuhan Yesus dengan tegas mengatakan bahwa perbuatan atau akibat penyanggalan semacam ini terhadap Roh Kudus maka, dosa tidak akan diampuni selama-lamanya di dunia ini maupun di dunia yang akan datang, sungguh benar.

Bagaimana mungkin orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus tidak bisa mengenal Pribadi Roh Kudus? Seperti ada tertulis. “Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia” (Yoh.14:17).[23] Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu. Sang  penolong adalah Roh Allah, yang disebut Roh Kebenaran. Dalam konteks ini, Tuhan Yesus adalah kebenaran. Roh Allah bersaksi mengenai kebenaran tersebut. Roh kebenaran mengkomunikasikan Dia yang adalah kebenaran (Yoh. 14. 6).

Jika orang dunia percaya kepada Tuhan Yesus, mereka dapat menerima Roh kebenaran, dan dengan demikian orang itu bukan orang dunia lagi. Murid-murid Tuhan Yesus bukan seperti orang dunia itu. Mereka sudah mengenal Roh kebenaran. Dia sudah menyertai mereka. Ayat ini, mengatakan dunia mengenal Dia (Yesus). “Ia telah ada di dalam dunia Dalam bahasa sumber urutan kata adalah sebagai berikut: “didalam dunia Ia telah ada dan dunia dijadikan oleh-Nya, tapi dunia tidak mengenal-Nya”’ maka setiap anak kalimat ini diawali dengan istilah dunia. Urutan ini memberi tekanan pada istilah dunia. Dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya.[24] ” Ada dua kata yang dapat diterjemahkan “mengetahui” Yaitu kinoskw /kinosko dan  aida/aida.

Dua kata ini dapat dipakai tentang pengetahuan akan fakta (misalnya dalam pasal 7:9; 9:20; 11:57 dan 18:2), tetapi dalam Injil Yohanes dua kata ini lebih biasa dipakai tentang pengenalan manusia terhadap Allah, dan pengenalan antara Bapa, Anak dan Roh Kudus. Pengenalan akan Roh Kudus (Yoh.1:10, Yoh.1:33). Dan aku pun tidak mengenal-Nya, tetapi Dia, yang mengutus aku untuk membaptis dengan air, telah berfirman kepadaku: Jikalau engkau melihat Roh itu turun ke atas seseorang dan tinggal di atas-Nya, Dialah itu yang akan membaptis dengan Roh Kudus. Bahwa Roh Kudus turun keatas seseorang dan tinggal diatas-Nya, sesuai dengan Yesaya 11:2,  berbunyi. “Roh Tuhan ada pada-Nya Roh hikmat dan pengertian, Roh nasehat, dan keperkasaan, Roh pengenalan dan takut akan Tuhan, (Yes. 42:1; dan  16:1).

Mereka melihat Allah lebih jelas, padahal gambaran  Allah yang Sulung  adalah Yesus Kristu itu sendiri. Untuk itu berkatalah Yesus kepada Filipus bahwa: "Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. (Yoh. 14:9), Namun Murid-murid juga tidak tahu darimana Yesus berasal (Yoh.15:21, bnd. Yoh. 16:3).[25] Kata Yesus semua itu dikarenakan mereka tidak mengenal Allah.

Tragedi di dalam gereja ialah bahwa orang yang seringkali berupaya untuk mempropagandakan pandangan-pandangan mereka tentang agama, mereka bahkan seringkali mereka percaya bahwa mereka mempunyai monopoli kebenaran dan anugerah Allah. Fakta yang menyedihkan adalah bahwa hal semacam itulah yang sering terjadi, itulah yang menjadi penghalang dalam perkembangan gereja Tuhan. Bahkan salah satu tragedi yang memilihkan dari agama ialah bahwa sering orang mengira atau beranggapan bahwa mereka melayani Allah dengan cara menganiaya orang-orang yang mereka pandang sebagai penyesat. Dalam hal ini Rasul Paulus juga mengira bahwa ia melayani Allah pada waktu ia berusaha menghapuskan nama Yesus Kristus dan melenyapkan gereja (Kis. 26:9-11).[26]

Jadi intinya, tidak  mengenal Roh Kudus  sebagai pribadi yang terlibat dalam pelayanan kita adalah termasuk dosa yang tidak dapat terampuni. Karena Dia adalah Roh Kudus memiliki kekuatan yang supra natural, pemberani, memberikan kecerdasan kepada dunia.  Namun dunia tidak percaya dan tidak mau mendengarkan suara Roh Kudus. Telinga manusia semakin menebal tidak mau mendengar suarah Roh Kudus, pendengaran mereka lebih mengarahkan kepada bisikan atau rajuan dunia, bahkan manusia lebih menonjolkan kepintaran mereka, dan tidak mau lagi mengakui bahwa semuanya yang telah berhasil, maupun tela dirai itu tidak semata-mata melalui pekerjaan Roh Kudus. Sungguh penyanggalan semacam ini sangat radika, egois, tidak tahu berterimakasi, cuek, tenar. Padahal, segala pengetahuan, kepintaran, kebolehan, kefasihan, itu bersumber dari Roh Kudus. Orang percaya tentunya harus mengenal Roh Kudus sebagai pribadi yang memiliki drajat dan kuwalitas yang sama, setara, sehakekat, dan seesensi dalam kekekalan.

Dia atau Roh Kudus datang sebagai pengganti Yesus Kristus untuk dapat mengatakan pekerjaan Yesus Kristus dalam karya penyelamatan-Nya  bagi orang-orang berdosa. Tetapi banyak orang tidak mau mengenal pribadi Roh Kudus, sebagai oknum yang ketiga dari yang Esa itu. Maka, orang-orang semacam ini atau segolongan ini timbangan dosanya sangat berat dimata Tuhan dan tidak akan diampuni lagi sekarang sampai selama- lamanya. Tetapi dengan syarat adanya kasih dan kemurahan Roh Kudus, menginsafkan apabila orang itu sadar dan mengakui kesalahan sebelumnya, berarti anugerah Allah mendahuluinya sehingga masih terbuka untuk mengampuni dosa-dosanya dan menjadikan dia sebagai anak-Nya.

 

7.   Menurut Kisah Para Rasul

Dosa yang tidak bisa diampuni menurut Kisah Para Rasul. terdapat dalam pasal, (5:1-6). adalah ”Dosa Mendustai Roh Kudus” dosa mendustai Roh Kudus dalam kehidupan Gereja di lakukan oleh Ananias dan Safira istrinya. “Ananias" Nama Ibrani Hananya, yang berarti "YHWH telah berbelas kasihan" atau "YHWH adalah murah hati." "Safira" adalah istri Ananias. Nama dalam bahasa Aram berarti "indah." Keduanya orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus (Kis 5:2) "menahan" kata yang sama (nosphizomai) digunakan dalam Septuaginta (LXX) Yos 7:1) untuk menggambarkan dosa Akhan. F. F. Bruce telah membuat komentar bahwa Ananias melakukan di masa gereja mula-mula apa yang dilakukan Akhan dalam masa penaklukan. Dosa ini memiliki potensi merusak seluruh tatanan gereja. Istilah ini juga digunakan dalam (Tit 2:10) budak mencuri dari majikan mereka. "Membawa sebagian dari uang itu, dan ia meletakkannya di depan kaki rasul-rasul." ini mirip dengan apa yang Barnabas lakukan di (Kis 4:37).

Pasangan ini memiliki kebebasan untuk menjual atau tidak menjual properti pribadi mereka (Kis 5:4). Mereka memiliki kebebasan untuk memberikan beberapa atau semuanya untuk pekerjaan Tuhan. Mereka tidak memiliki hak untuk memberikan sebagian, tetapi mereka menyatakan memberikan semuanya.

Motif dan tindakan ganda mereka mengungkapkan hati mereka (Kis 5:4c; Luk 21:14). Allah melihat hati (lih. 1Sam 16:07; 1Raj 8:39; 1Taw 28:9; Ams 21:02; Yer 17:10, Luk 16:15, Kis 1:24 ; Rom 8:27). "Setan Roh Kudus" (Kis 5:3). Ini menunjukkan adanya dua kekuatan spiritual aktif di dunia dan dalam hidup kita. Dalam Ef 2:2-3 (lih. Yak 4) disebutkan tiga musuh pasca-Kejadian manusia: (1) sistem dunia yang telah runtuh; (2) godaan pribadi, dan (3) tabiat dosa kita. "Dipenuhi" ini adalah kata yang sama digunakan untuk Roh (lih. Ef 5:18). Memenuhi membutuhkan kerjasama! Kita dipenuhi dengan sesuatu! Setan terlibat, tetapi kita yang bertanggung jawab (Luk 22:3-6).

Penulis merekomendasikan buku Three Crucial Questions About Spiritual Warfare, oleh Clinton E. Arnold. Ini juga merupakan bukti pengaruh setan dalam kehidupan orang percaya (lih. 1Yoh 5:18-19). Lihat catatan lebih lengkap di Kis 2:4; 3:10. "Mendustai Roh Kudus" Mereka berbohong kepada Petrus dan gereja, tetapi kenyataanya mereka berbohong atau menipu kepada Roh Kudus. Secara Teologis hal ini sangat mirip ketika Yesus menampakkan diri kepada Paulus di jalan menuju Damaskus, "Mengapa engkau menganiaya Aku?" (Kis 9:4). Paulus menganiaya orang percaya, tetapi Yesus menjadikannya masalah pribadi (tetapi Yesus menganggap Paulus menganiaya diri-Nya), seperti halnya mendustai Roh Kudus di topik ini. Ini harus menjadi kata peringatan untuk orang percaya modern, masa kini. Kisah Para Rasul 5:4 "Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah" Bukan karena mereka menyimpan sebagian dari uang itu, tetapi mereka berbohong atau menipu, agar terlihat rohani.

Perhatikan sekalipun hal baik, perbuatan baik, yang dilakukan dengan motivasi buruk, adalah dosa. Simak kembali bahwa Roh Kudus yang disebutkan di Kis. 5:3 adalah Allah.  Kis 5:5 "ia rebah dan putuslah nyawanya" Menurut masyarakat kuno, nafas terakhir adalah bukti bahwa roh orang tersebut telah pergi (lih.Hak 4:2; Yeh 21:7 di LXX). Istilah ini jarang ditemukan dalam PB hanya dalam Kisah Para Rasul (lih. Kis 5:4,10; 12:23). Ini adalah contoh penghakiman sementara. Hal ini mirip dengan penghakiman Allah pada anak-anak Harun di Im 10. Dosa adalah hal serius bagi Allah. Harganya adalah nyawa (lih. 2Raj 14:6; Yeh 18:4,20). "Ketakutan yang besar melanda semua orang."

Hal ini mungkin adalah tujuan dari penghakiman sementara. Peristiwa ini dapat disamakan dengan kematian di PL, kematian Nadab dan Abihu dalam Im 10 dan Uza di 2 Samul 6. Berdasarkan 1Kor 11:30, Yak 5:20 dan 1Yoh 5:16-17, adalah mungkin untuk menganggapkan bahwa beberapa dosa orang percaya mengakibatkan kematian dini. Sulit untuk menjaga keseimbangan antara kekudusan Allah (transendensi) dan Kebapaan Allah (imanensi). Kisah Para Rasul  5:6 "mereka menguburkan dia" orang-orang Yahudi abad pertama tidak mempraktekkan pembalseman (sampai sekarang pun tidak), mungkin karena Kej 3:19 (lih. Mazm 103:14; 104:29). Seseorang harus dikuburkan segera, biasanya dalam satu hari. Karena hal ini, tidak ada upacara pemakaman atau upacara penguburan Kristen. Gereja yang dipenuhi Roh Kudus, tidak menjamin bahwa semuanya penuh keindahan dan kebenaran. Setelah musuh dari luar tidak mampu membendung kesaksian para rasul ada musuh yang dari dalam. Sepasang suami istri yang cemburu akan penghargaan yang diterima Barnabas, telah menjual tanah mereka dan menyumbangkan hasilnya untuk orang miskin.

Tetapi mereka bersekongkol untuk berpura-pura telah memberikan semua hasil penjualan tanah itu secara utuh, padahal menyimpan sebagian dari hasil penjualan. Akibat tipuan itu mereka berdua ditimpa kematian mendadak. Kejadian ini menakutkan seluruh jemaat dan semua orang yang mendengar kejadian itu (ay. 11). Tiga pelajaran utama. Pertama, Ananias dan Safira tidak berdosa kepada para rasul, tetapi kepada Allah. Allah membenci kemunafikan. Dosa yang menghancurkan dan meracuni persekutuan Kristen ini diungkapkan agar gereja menjauhkan kemunafikan. Kedua, Ananias dan Safira telah gagal menjaga kesucian hati nuraninya. Kesucian hati nurani sangat penting bagi kelangsungan hidup umat tebusan-Nya. Ketiga, pentingnya menegakkan disiplin gereja. Gereja harus waspada terhadap pelanggaran yang dilakukan jemaat, sebab hal-hal itu bisa menjadi senjata Iblis untuk menghancurkan persekutuan Kristen, kapan saja waktu yang kita tidak terduga.

Berhati-hatilah terhadap keinginan untuk lebih mendapatkan pengakuan yang dikenal luas daripada hidup batiniah menjadi ambisius untuk dianggap religius dan liberal sementara diam-diam suka dengan motif egois - karena hal ini menyandarkan diri kepada Setan dan menipu, bukan hanya menipu manusia, tetapi  menipu Roh Kudus, sebuah penghinaan yang besar kepada Allah. Tidak akan pernah pekerjaan baik yang dilakukan di dalam nama Yesus Kristus, namun pekerjaan yang sejalan dengan lawan, untuk Setan, penghancur manusia, itulah yang akan menjadi musuh bagi mereka yang dermawan kepada manusia. Kita bisa dengan gembira memercayakan keselamatan kita kepada Allah, selama kita tetap dekat dengan kehendak Allah dan percaya di dalam Kristus Pemimpin kita yang agung dan muliah.

 

B.  MENURUT SURAT - SURAT  PAULUS

1.   Menurut Kitab Roma

Rasul Paulus, seperti seorang ahli bedah yang terampil, sebelum menggunakan pembalut luka, terlebih dahulu mengorek-orek lukanya. Ia berusaha terlebih dulu meyakinkan mereka mengenai kesalahan mereka dan murka Allah, baru kemudian menunjukkan jalan keselamatan.

Ini membuat Injil semakin dirindukan. Kita harus terlebih dulu melihat kebenaran Allah dalam mengutuk, barulah kemudian kebenaran Allah dalam membenarkan akan tampak patut diterima sepenuhnya (Rom. 1:18-32).  Secara umum (ay. 18), murka Allah nyata. Terang alam dan terang hukum menyingkapkan murka Allah, yang bertolak dari dosa yang satu dan memimpin kepada dosa yang lain. Sungguh baik bagi kita bahwa Injil menyingkapkan kebenaran Allah yang membenarkan, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman. Keadaan yang berlawanan dengan hal ini dapat diamati sebagai berikut:

a.    Keberdosaan manusia digambarkan. Paulus meringkasnya menjadi dua pokok, KEFASIKAN dan KELALIMAN. Kefasikan berarti melawan hukum-hukum pada loh batu yang pertama, dan kelaliman pada loh batu yang kedua.

b.    Penyebab dari keberdosaan itu, menindas kebenaran dengan kelaliman. Pada mereka ada sedikit banyak communes notitæ, gagasan umum tentang keberadaan Allah, dan tentang perbedaan antara yang baik dan yang buruk. Akan tetapi, mereka menindasnya dengan kelaliman, yakni, mereka tahu dan mengakuinya, namun mereka tetap hidup fasik. Mereka menahan kebenaran sebagai sandera atau tahanan, supaya kebenaran itu tidak mengubah perilaku mereka sebagaimana mestinya. Hati yang tidak benar dan fasik adalah lobang di mana banyak kebenaran yang baik dipendam dan dikubur. Memegang segala sesuatu yang telah didengar dalam iman dan kasih adalah akar dari agama (2 Tim. 1:13), tetapi menindasnya dengan kelaliman adalah akar dari semua dosa.

c.    Tidak berkenannya Allah terhadap kefasikan dan kelaliman itu: Murka Allah nyata dari sorga, bukan hanya dalam kata-kata tertulis, yang diberikan melalui ilham Allah (ini tidak dimiliki bangsa-bangsa bukan Yahudi), melainkan juga dalam pemeliharaan-pemeliharaan Allah, dalam penghakiman-penghakiman-Nya yang terlaksana atas para pendosa, yang tidak timbul dari debu tanah, atau jatuh begitu saja karena kebetulan, tidak juga karena penyebab-penyebab alamiah, melainkan suatu pewahyuan dari sorga. Atau, murka nyata dari sorga. Ini bukan murka manusia seperti kita, melainkan murka dari sorga, dan oleh sebab itu lebih mengerikan dan lebih tak terhindarkan.

  Dalam bagian terakhir dari pasal ini, Rasul Paulus menerapkan apa yang secara khusus sudah dikatakannya kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi, di dalamnya kita dapat mengamati, bahwa: Sarana dan bantuan yang mereka miliki untuk mengetahui Allah. Walaupun mereka tidak mengenal hukum-Nya seperti Yakub dan Israel (Mzm. 147:20), namun bagi mereka Ia bukan tidak menyatakan diri-Nya (Kis. 14:17): Karena apa yang dapat mereka ketahui, (ay. 19-20).

v  Apa yang mereka temukan: Apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata, en autois-bagi mereka, maksudnya, bahkan ada beberapa orang di antara mereka yang mengetahui Allah, yakin akan keberadaan satu Numen (kekuatan roh – pen.) yang maha-agung. Filsafat Pitagoras, Plato, dan kaum Stoa banyak mengungkapkan pengetahuan tentang Allah, seperti yang tampak dari begitu banyaknya kesaksian yang mereka tinggalkan. Apa yang dapat diketahui, yang menyiratkan bahwa ada banyak yang mungkin tidak diketahui. Keberadaan Allah bisa ditangkap, tetapi tidak bisa dipahami. Kita tidak dapat memahami hakikat Allah dengan menyelami kedalamannya (Ayb. 11:7-9). Pengertian yang terbatas tidak bisa sepenuhnya mengenal Keberadaan yang tidak terbatas. Akan tetapi, terpujilah Allah, ada yang bisa diketahui, yang cukup untuk membawa kita pada tujuan utama kita, yaitu memuliakan dan menikmati Dia. Hal-hal yang dinyatakan ini ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita, sementara hal-hal yang tersembunyi tidak boleh diutak-atik (Ul. 29:29).

v  Dari mana mereka mendapat temuan-temuan ini: Allah telah menyatakannya kepada mereka. Gagasan-gagasan umum yang mereka miliki tentang Allah ditanamkan dalam hati mereka oleh Allah penguasa alam sendiri, yang adalah Bapa segala terang. Kesadaran akan Yang Ilahi ini, dan kepedulian terhadap Yang Ilahi itu, sudah begitu melekat pada kodrat manusia sehingga menurut sebagian orang, kita harus lebih membedakan manusia dari binatang berdasarkan kesadaran dan kepedulian itu, daripada berdasarkan akal budi.

v  Dengan jalan dan sarana apa temuan-temuan dan pemberitahuan-pemberitahuan yang ada pada mereka ini diteguhkan dan dikembangkan. Itu dilakukan melalui karya ciptaan (ay. 20), Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, dan seterusnya.

v  Amatilah apa yang mereka ketahui: Apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya. Meskipun Allah tidak tampak oleh alat indra kita, namun Ia telah menyingkapkan dan menyatakan diri-Nya melalui apa yang bisa ditangkap oleh indra kita. Kuasa dan ke-Allah-an (atau sifat-sifat Allah) dari Allah adalah dua hal yang tidak tampak, tetapi dengan jelas bisa dilihat dari apa yang dihasilkan oleh keduanya. Ia bekerja secara tersembunyi (Ayb. 23:8-9; Mzm. 139:15; Pkh. 11:5), tetapi wujud dari hasil pekerjaan-Nya ditunjukkan-Nya dan di dalamnya kekuatan dan ke-Allah-an-Nya itu tampak. Juga kelihatan sifat-sifat-Nya yang lain, yang ditangkap oleh terang alam dalam bentuk gagasan umum tentang Allah. Dengan terang alam, mereka tidak bisa mengetahui tiga pribadi dalam ke-Allah-an Allah (meskipun sebagian orang berkhayal telah menemukan jejak-jejak pemikiran itu dalam tulisan-tulisan Plato), tetapi mereka betul-betul sampai pada pengetahuan akan ke-Allah-an-Nya, setidak-tidaknya cukup untuk menjauhkan mereka dari penyembahan berhala. Inilah kebenaran yang mereka tindas dengan kelaliman.

v  Bagaimana mereka mengetahuinya: Dari karya-Nya, yang tidak tercipta dengan sendirinya, atau tertata dalam susunan yang begitu tepat dan selaras hanya karena kebetulan. Oleh sebab itu, karya-Nya pasti dihasilkan oleh suatu Penyebab utama atau Pelaku yang mempunyai kemampuan berpikir. Penyebab utama ini tidak lain dan tidak bukan adalah Allah yang berkuasa dan kekal itu sendiri. Lihat Mazmur 19:2, Yesaya 40:26, dan Kisah Para Rasul 17:24. Pekerja dikenal melalui hasil karyanya. Karya-karya ciptaan yang begitu beragam, berlimpah, teratur, indah, selaras, berbeda-beda sifatnya, dirancang secara luar biasa hebat, diarahkan pada suatu tujuan, dan semua bagian bekerja sama demi kebaikan dan keindahan keseluruhan, dengan amat kuat membuktikan keberadaan Sang Pencipta dan kuasa serta ke-Allah-an-Nya yang kekal. Demikianlah, terang bersinar dalam kegelapan. Dan ini terjadi sejak dunia diciptakan. Kita bisa memahami perkataan itu entah,

ü  Sebagai pokok pikiran yang darinya pengetahuan tentang karya ciptaan disimpulkan. Untuk menunjukkan kebenaran ini, kita bisa kembali melihat karya agung penciptaan. Dan menurut sebagian orang, ktisis kosmou ini, makhluk ciptaan dunia ini (begitu kita bisa membacanya), harus dipahami sebagai manusia, ktisis kat exochen – ciptaan yang paling menakjubkan dari dunia bawah, disebut ktisis dalam Markus 16:15. Kerangka dan susunan tubuh manusia, terutama segala kekuatan, kecakapan, dan kemampuan jiwa manusia, betul-betul membuktikan dengan teramat kuat bahwa ada Pencipta, dan bahwa Ia adalah Allah. Atau,

ü  Sebagai keterangan waktu ditemukannya gagasan itu. Gagasan tentang adanya Tuhan sudah setua penciptaan dunia. Dalam pengertian inilah apo ktiseōs paling sering digunakan dalam Kitab Suci. Pengetahuan-pengetahuan tentang Allah bukanlah temuan baru, yang baru belakangan ini disadari, melainkan sudah dari zaman dulu kala, dari awal mula. Jalan yang mengakui Allah adalah sebuah jalan baik yang sudah lama ditempuh. Jalan itu sudah ada sejak dari awalnya. Kebenaran mendahului kekeliruan.

Penyembahan berhala mereka yang mencolok, kendati Allah sudah  menyingkapkan diri-Nya kepada mereka, yang digambarkan di sini dalam ayat 21-23, 25. Penyingkapan-penyingkapan alamiah tentang keberadaan Allah ini tidak mencegah penyembahan bangsa-bangsa bukan Yahudi dari penyembahan berhala. Tetapi kita tidak akan begitu terheran-heran dengan hal ini, jika kita ingat bahwa bahkan orang-orang Yahudi sendiri, yang mempunyai terang Kitab Suci untuk memandu mereka, juga condong hatinya untuk melakukan penyembahan berhala.

Betapa menyedihkannya anak-anak manusia yang sudah merosot ini, terperosok ke dalam kubangan panca indra. Penyebab batiniah dari penyembahan berhala mereka (ay. 21-22). Mereka tidak dapat berdalih, sebab mereka mengetahui Allah, dan dari apa yang mereka ketahui, mereka bisa dengan mudah menyimpulkan bahwa sudah menjadi kewajiban merekalah untuk menyembah Dia, dan hanya Dia. Meskipun sebagian orang mempunyai terang dan sarana pengetahuan yang lebih besar daripada sebagian yang lain, namun yang mereka punyai itu cukup sehingga mereka tidak bisa berdalih. Tetapi yang menjadi kejahatan mereka adalah:

Pertama: Mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah. Perasaan-perasaan, penghormatan, dan pemujaan mereka terhadap-Nya tidak sejalan dengan pengetahuan mereka. Memuliakan Dia sebagai Allah berarti memuliakan Dia saja. Sebab hanya ada satu yang tidak terbatas. Tetapi mereka tidak memuliakan Dia seperti itu, sebab mereka meninggikan banyak ilah lain. Memuliakan Dia sebagai Allah berarti menyembah Dia secara rohani. Tetapi mereka menggambar-Nya dalam patung-patung. Tidak memuliakan Allah sebagai Allah pada akhirnya sama saja dengan tidak memuliakan-Nya sama sekali. Menghormati-Nya sebagai makhluk ciptaan berarti tidak memuliakan-Nya, melainkan menghina Dia.

Kedua: Atau mengucap syukur kepada-Nya. Mereka tidak mengucap syukur atas kebaikan-kebaikan yang pada umumnya mereka terima dari Allah (tidak peka terhadap belas kasihan Allah merupakan penyebab mengapa kita berbuat dosa dengan meninggalkan Dia). Mereka tidak mengucap syukur secara khusus bahwa Allah sudah berkenan menyingkapkan diri-Nya kepada mereka. Orang yang tidak memanfaatkan sarana pengetahuan dan anugerah sudah sewajarnya dianggap sebagai orang yang tidak tahu bersyukur atas pemberian Allah secara cuma-cuma.

Ketiga: Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia, en tois dialogismois – dalam segala pemikiran mereka, dalam pedoman hidup mereka sehari-hari. Mereka tahu banyak tentang kebenaran-kebenaran umum (ay. 19), tetapi tidak bijak untuk menerapkannya pada masalah-masalah khusus. Atau, gagasan-gagasan mereka tentang Allah, penciptaan dunia, asal-usul umat manusia, dan kebaikan yang utama menjadi sia-sia. Dalam hal-hal ini, setelah meninggalkan kebenaran yang nyata-nyata tampak, mereka segera berdebat di kalangan mereka sendiri sampai menghasilkan seribu macam khayalan yang sia-sia dan bodoh. Beberapa pendapat dan pandangan dari berbagai macam aliran filsuf mengenai hal-hal ini merupakan pikiran yang sia-sia. Apabila kebenaran ditinggalkan, kesalahan berlipat ganda in infinitum– secara tidak terhingga.

Keempat: Dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. Kebodohan dan kefasikan hati untuk berbuat jahat menutupi dan menggelapkan kekuatan serta kemampuan berpikir. Tidak ada yang lebih membutakan dan mencemarkan pengertian daripada rusak dan bobroknya kehendak dan perasaaan.

Kelima: Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh (ay. 22). Ini merupakan celaan terhadap para filsuf, yang berpura-pura mencari hikmat dan mengaku diri sebagai orang berhikmat. Orang yang mempunyai khayalan paling tinggi dalam membentuk gagasan tentang Allah, jatuh ke dalam kecongkakan yang paling mencolok dan ganjil. Dan itu hukuman yang adil bagi kesombongan dan keangkuhan diri mereka. Sudah terbukti bahwa bangsa-bangsa yang paling beradab, yang paling banyak memperlihatkan hikmat, merupakan bangsa yang luar biasa bodoh dalam hal agama. Orang-orang biadab memuja matahari dan bulan, yang paling masuk akal, walaupun salah. Sementara orang-orang Mesir yang terpelajar menyembah lembu dan bawang. Orang-orang Yunani, yang melebihi mereka dalam hikmat, memuja penyakit dan hawa nafsu manusia. Orang-orang Romawi, yang paling berhikmat dari semuanya, menyembah amarah.

Dan sampai pada hari ini, suku asli Amerika yang malang menyembah guruh, sementara orang Cina asli memuja setan. Di pulau Jawa dan Sumatera menyembah benda-benda keramat yang mereka yakini sebagai dewi kesuburan padi dan tanaman lainnya. Di Indonesia bagian Timur menyembah roh-roh tertentu untuk mendatangkan kesembuhan, maupun keuntungan dalam usaha mereka masing-masin. Demikianlah, dunia tidak mengenal Allah oleh hikmatnya (1Kor. 1:21). Seperti halnya mengaku berhikmat menambah kebodohan, demikian pula bermegah dalam hikmat menyebabkan banyak kebodohan. Oleh sebab itulah kita hanya membaca sedikit filsuf yang bertobat masuk Kristen.

Pemberitaan Paulus tidak ditertawakan dan diolok-olok sedemikian rupa seperti di antara orang-orang Atena yang terpelajar (Kis. 17:18-32). Phaskontes einai – menyombongkan diri sebagai orang berhikmat. Kebenaran yang jelas tentang keberadaaan Allah tidak akan membuat mereka puas. mereka menganggap diri lebih tinggi dari itu, dan dengan demikian jatuh ke dalam kesalahan-kesalahan yang paling besar. Secara lahiriah mereka perbuat dalam menyembah berhala (ay. 23-25).

Pertama: Membuat patung-patung Allah (ay. 23), yang dengannya, sejauh yang bisa dikandung dalam patung-patung itu, mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana. Bandingkan Mazmur 106:20 dan Yeremia 2:11. Mereka menganggap makhluk-makhluk yang paling hina sebagai allah, dan dengannya mereka menggambarkan Allah. Merupakan suatu kehormatan terbesar yang diberikan Allah kepada manusia bahwa Ia menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Allah. Tetapi merupakan penghinaan terbesar yang telah diperbuat manusia terhadap Allah bahwa ia menjadikan Allah menurut gambar dan rupa manusia.

Inilah yang dengan keras diperingatkan Allah atas bangsa Yahudi (Ul. 4:15). Kebodohan dari perbuatan ini ditunjukkan oleh Rasul Paulus dalam khotbahnya di Atena (Kis. 17:29.) Lihat Yesaya 40:18, dan Yes. 44:10, dst. Ini disebut (ay. 25) menggantikan kebenaran Allah dengan dusta. Selain menghina kemuliaan-Nya, penyembahan berhala juga salah menggambarkan keberadaan-Nya. Berhala-berhala disebut dusta, sebab mereka mengingkari Allah, seolah-olah Ia mempunyai tubuh, padahal Ia adalah Roh (Yer. 23:14; Hos. 7:1). Mereka adalah pengajar-pengajar dusta (Hab. 2:18). Kedua: Memberikan kehormatan ilahi kepada makhluk: Memuja dan menyembah makhluk, para ton ktisavta – di samping Penciptanya.

Mereka memang mengakui satu Numen yang maha-agung, tetapi dengan menyembah makhluk, itu sama saja berarti mereka tidak mengakui Dia, sebab Allah mengatasi semuanya atau tidak sama sekali. Atau, mengatasi Penciptanya. Mereka lebih memuja ilah-ilah yang lebih rendah, bintang-bintang, pahlawan-pahlawan, karena berpikir bahwa Allah yang maha-agung tidak bisa didekati, atau tidak dapat dicapai melalui penyembahan mereka. Menyembah makhluk itu sendiri adalah dosa. Tetapi yang lebih memperberat dosa itu adalah bahwa mereka menyembah makhluk lebih daripada Sang Pencipta.

Ini adalah kefasikan umum yang ditemukan di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, dan yang sudah merasuki segenap hukum dan pemerintahan mereka. Dalam menuruti hukum dan pemerintahan itu, bahkan orang-orang berhikmat di antara mereka, yang mengetahui dan mengakui Allah yang maha-agung dan yakin betapa tidak masuk akal dan ganjilnya penyembahan berhala dan dewa-dewa mereka, tetap melakukan seperti apa yang dilakukan oleh semua tetangga mereka yang lain. Seneca, dalam bukunya De Superstitione, sebagaimana dikutip oleh Agustinus dalam bukunya De Civit Dei (Kota Allah), lib. 6, cap. 10 (karena buku Seneca itu sendiri sudah hilang), setelah menunjukkan dengan panjang lebar betapa bodoh dan cemarnya agama rakyat jelata, dalam berbagai contohnya, tetap saja menyimpulkan, Quæ omnia sapiens servabit tanquam legibus jussa, non tanquam diis grata – Semuanya itu akan dijalankan oleh orang berhikmat sebagai suatu ketetapan hukum, dengan tidak menganggap bahwa semua itu menyenangkan para dewa.

Dan setelah itu, Omnem istam ignobilem deorum turbam, quam longo ævo longa superstitio congessit, sic adorabimus, ut meminerimus cultum ejus magis ad morem quam ad rem pertinere – Semua kumpulan dewa murahan yang kacau balau ini, yang sudah ditumpuk oleh takhayul zaman dulu melalui ketetapan yang sekian lama dijalankan, akan kami puja, dengan mengingat bahwa dengan memuja mereka kami hanya ingin mengikuti kebiasaan, dan bukan karena kami percaya pada ajarannya. Untuk itu Agustinus menanggapi, Coleb at quod reprehendebat, agebat quod arguebat, quod culpabat adorabat – Ia menyembah apa yang dicelanya, melakukan apa yang sudah dibuktikannya salah, dan memuja apa yang sudah dia temukan salahnya.

Saya menyebutkan ini secara panjang lebar seperti itu karena tampak bagi saya bahwa itu sepenuhnya menjelaskan apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus di sini (ay. 18): Yang menindas kebenaran dengan kelaliman. Di sini kita dapat mengamati bahwa, setelah disebutkan penghinaan yang dilakukan terhadap Allah oleh penyembahan berhala bangsa-bangsa kafir, Rasul Paulus, di tengah-tengah penjelasannya, mengungkapkan pemujaannya yang penuh hormat terhadap Allah: Yang harus dipuji selama-lamanya, amin. Apabila kita melihat atau mendengar penghinaan apa saja yang ditujukan terhadap Allah atau nama-Nya, kita harus mengambil kesempatan dari situ untuk meninggikan dan menghormati-Nya dalam pikiran dan perkataan kita.

Dalam hal ini, sama seperti dalam hal-hal lain, semakin buruk orang lain, semakin baik seharusnya kita. Dipuji selama-lamanya, kendati dengan segala penghinaan yang diperbuat terhadap nama-Nya ini. Meskipun ada orang yang tidak memuliakan Dia, Dia tetap dimuliakan, dan akan dimuliakan sampai selama-lamanya. Penghakiman-penghakiman Allah atas mereka karena penyembahan berhala ini. Bukan penghakiman-penghakiman lahiriah (bangsa-bangsa penyembah berhala adalah bangsa penakluk dan pemimpin dunia), melainkan penghakiman-penghakiman rohani, dengan menyerahkan mereka pada hawa nafsu yang teramat bejat dan tidak wajar. Paredōken autous – Ia menyerahkan mereka. Perkataan itu diulangi sebanyak tiga kali di sini (ay. 24, 26, 28). Penghakiman-penghakiman rohani, dari semua penghakiman, adalah penghakiman yang paling pedih, dan yang harus paling ditakuti.

Pertama: Oleh siapa mereka diserahkan. Allah-lah yang menyerahkan mereka, menurut penghakiman yang benar, sebagai hukuman yang adil atas penyembahan berhala mereka. Ia melepaskan tali kekang anugerah, sehingga membiarkan mereka berbuat semau mereka, membiarkan mereka sendiri. Karena anugerah-Nya adalah milik-Nya sendiri, Ia tidak berutang pada siapa pun. Ia bebas memberi atau menahan anugerah-Nya sesuai kehendak-Nya. Apakah penyerahan ini merupakan perbuatan Allah yang mengandung maksud tertentu atau tidak, kita serahkan kepada para ahli untuk membicarakannya. Tetapi ini kita yakin, bahwa bukan hal baru bagi Allah untuk menyerahkan manusia kepada hawa nafsu mereka sendiri, membiarkan mereka dalam khayalan-khayalan tidak tertahankan, membiarkan Iblis merasuki mereka, dan bahkan, meletakkan batu sandungan di depan mereka. Namun, Allah bukanlah Pencipta dosa, sebaliknya, dalam hal ini Ia adil dan kudus secara tidak terhingga.

Sebab, meskipun penyerahan ini mengakibatkan kefasikan terbesar, namun yang harus dipersalahkan adalah hati pendosa yang fasik. Jika pasien keras kepala, dan tidak mau meminum obat sesuai resep, tetapi dengan sengaja makan dan melakukan apa yang berbahaya bagi kesehatannya, maka bukan salah dokter jika ia angkat tangan terhadap pasien itu dan membiarkannya tak tersembuhkan lagi. Dan semua gejala penyakit mematikan yang diakibatkannya bukanlah karena ulah si dokter, melainkan karena penyakit itu sendiri, dan kebodohan serta kekerasan hati pasien. Kepada apa mereka diserahkan.

Pertama: Kepada kecemaran dan hawa nafsu yang memalukan (ay. 24, 26-27). Orang yang tidak mau menerima tanda-tanda yang lebih murni dan halus dari terang alam, yang berfungsi menjaga kehormatan Allah, sudah sewajarnya kehilangan perasaan-perasaan yang terang dan jelas, yang berfungsi menjaga kehormatan kodrat manusia. Manusia, yang dengan segala kegemilangannya menolak untuk memahami Allah yang menjadikan dia, boleh disamakan dengan hewan yang dibinasakan (Mzm. 49:21). Dengan demikian, satu orang, atas seizin ilahi, menjadi hukuman bagi orang lain. Akan tetapi (seperti yang dikatakan di sini), itu terjadi karena keinginan hati mereka. Di situlah letak semua kesalahannya.

Orang yang menghina Allah diserahkan untuk menghina dirinya sendiri. Tidak ada perbudakan yang lebih besar yang kepadanya orang bisa diserahkan selain perbudakan terhadap hawa nafsunya sendiri. Orang seperti itu diserahkan, seperti orang-orang Mesir (Yes. 19:4), kepada tangan tuan yang kejam. Contoh-contoh khusus dari kenajisan dan kecemaran mereka adalah hawa nafsu yang tidak wajar. Banyak dari orang-orang kafir, termasuk mereka yang dianggap sebagai orang-orang bijak, seperti Solon dan Zeno, terkenal melakukan ini, melawan tuntutan-tuntutan terang alam yang teramat terang dan jelas.

Pelanggaran Sodom dan Gomora yang naik sampai ke langit, yang untuk itu Allah menurunkan hujan api dari sana ke atas mereka, tidak saja menjadi biasa dilakukan, tetapi juga diakui secara terang-terangan, di antara bangsa-bangsa kafir. Mungkin Rasul Paulus terutama merujuk pada segala kenistaan yang mereka lakukan dalam menyembah dewa-dewa mereka, yang di dalamnya kenajisan terburuk diharuskan untuk menghormati dewa-dewa mereka itu. Itulah ibadah sampah untuk dewa-dewa sampah. Roh-roh najis suka dengan penyembahan-penyembahan seperti itu. Di gereja tertentu, di mana penyembahan berhala kafir dihidupkan kembali, patung-patung disembah, dan orang-orang kudus menggantikan setan-setan, kita mendengar tentang kenistaan-kenistaan yang sama ini dilakuan secara terang-terangan lihat.[27] Dan ini bukan hanya dilaksanakan oleh kalangan awam, tetapi juga dibenarkan dan dibela oleh sebagian pemimpin mereka. Itulah tulah-tulah rohani yang sama untuk kefasikan-kefasikan rohani yang sama.

Lihatlah kefasikan apa yang terdapat pada kodrat manusia. Betapa menjijikkan dan kotornya manusia itu! Ya TUHAN, apakah manusia itu,? kata Daud. Betapa ia makhluk yang hina jika dibiarkan semaunya sendiri! Betapa kita berutang budi pada tali kekang anugerah Allah yang sudah menjaga kehormatan dan kebaikan apa saja yang ada pada kodrat manusia! Sebab, seandainya bukan karena tali kekang ini, manusia, yang dijadikan sedikit lebih rendah dari malaikat, akan mau menjadikan dirinya jauh lebih rendah dari setan. Ini dikatakan sebagai balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka. Hakim atas seluruh bumi bertindak dengan benar, dan memperhatikan setimpalnya hukuman dengan dosa.

Kedua: Kepada pikiran-pikiran terkutuk dalam melakukan kekejian-kekejian ini (ay. 28). Mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah. Butanya pengertian mereka disebabkan oleh keengganan mereka dalam berkehendak dan merasa. Mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, karena mereka tidak menyukainya. Mereka tidak mau tahu atau berbuat apa saja kecuali untuk menyenangkan diri sendiri. Memang seperti itu sifat hati duniawi. Menyenangkan diri adalah tujuan utama mereka. Ada banyak orang yang tahu Allah, mereka tidak bisa menghindarinya, sebab terang bercahaya begitu penuh dalam wajah mereka. Tetapi mereka tidak mau mengakui-Nya. Mereka berkata kepada Yang Mahakuasa: Pergilah dari kami! (Ayb. 21:14), dan mereka tidak mau mengakui Allah sebab itu mematikan dan menentang hawa nafsu mereka. Mereka tidak menyukainya.

Dalam pengetahuan mereka (KJV: Mereka tidak menyimpan Allah dalam penge tahuan mereka – pen.) – en epignosei. Ada perbedaan antara gnosis dan epignosis, pengetahuan dan pengakuan akan Allah. Orang kafir tahu Allah, tetapi tidak, dan tidak akan mau, mengakui-Nya. Karena mereka sengaja menolak kebenaran, Allah menyerahkan mereka pada kemauan terhadap dosa-dosa yang paling kotor, yang di sini disebut sebagai pikiran yang terkutuk – eis adokimon noun, pikiran yang kosong dari segala pengertian dan penilaian untuk membedakan segala sesuatu, sehingga mereka tidak bisa membedakan mana tangan kanan dan mana tangan kiri dalam hal-hal rohani. Lihatlah ke mana jalan dosa menuntun, dan ke lobang apa dosa menjerumuskan pendosa pada akhirnya.

Ke sinilah nafsu daging langsung membawa manusia. Mata yang penuh nafsu zinah tidak pernah jemu berbuat dosa (2Ptr. 2:14). Pikiran yang terkutuk ini adalah hati nurani yang buta dan takut, perasaan yang telah tumpul (Ef. 4:19). Apabila hukuman dibuat setimpal dengan dosa, maka si pendosa pasti terjerumus ke dalam pinggiran neraka. Pertama-tama Firaun mengeraskan hatinya, tetapi setelah itu Allah mengeraskan hati Firaun. Demikianlah, kekerasan yang disengaja sudah sewajarnya dihukum oleh kerasnya penghakiman.

Sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas. Ungkapan ini mungkin tampak berbicara tentang suatu kejahatan yang kecil, tetapi sebenarnya yang dibicarakan di sini adalah kejahatan besar yang paling menjijikkan. Yang dibicarakan itu adalah hal-hal yang tidak pantas bagi manusia, yang menentang terang dan hukum alam itu sendiri. Dan di sini ia menambahkan daftar hitam tentang hal-hal tidak pantas yang dilakukan bangsa-bangsa kafir, karena mereka sudah diserahkan kepada pikiran yang terkutuk. Kefasikan apa saja yang begitu keji, begitu berlawanan dengan terang alam, dengan hukum bangsa-bangsa, dan dengan semua kepentingan umat manusia, itu akan dilakukan oleh pikiran yang terkutuk.

Menurut sejarah pada masa itu, terutama laporan yang kita terima tentang kecenderungan hati dan perbuatan sebagian besar bangsa Romawi, setelah kebajikan yang dulu ada di negara persemakmuran itu menjadi sedemikian merosot, tampak bahwa dosa-dosa yang disebutkan di sini merupakan dosa-dosa yang paling banyak dilakukan oleh bangsa itu pada waktu itu. Tidak kurang dari dua puluh tiga jenis dosa dan pendosa disebutkan di sini (ay. 29-31). Di sinilah Iblis bertakhta. Namanya adalah legion, sebab mereka banyak. Memang sudah waktunya Injil diberitakan di antara mereka, sebab dunia memerlukan pembaharuan. Pertama, dosa-dosa melawan perintah-perintah dalam loh batu yang pertama: Pembenci Allah. Inilah Iblis tampil dalam warna aslinya, dosa menampakkan diri sebagai dosa. Bisakah dibayangkan bahwa makhluk yang berakal budi membenci kebaikan yang utama, dan makhluk yang bergantung membenci Sumber keberadaan mereka? Namun, itulah yang terjadi. Dalam setiap dosa, terkandung kebencian terhadap Allah. Tetapi sebagian pendosa secara lebih terbuka dan terang-terangan memusuhi  Allah dibandingkan yang lain (Za. 11:8).

Orang yang congkak dan sombong bertempur melawan Allah sendiri, dan mengenakan di kepala mereka sendiri mahkota-mahkota yang seharusnya di lemparkan di hadapan takhta-Nya. Kedua, dosa-dosa melawan perintah-perintah dalam loh batu kedua. Ini terutama disebutkan sebab dalam hal-hal ini mereka mempunyai terang yang lebih jelas. Secara umum, yang dikecam di sini adalah kelaliman. Ini disebutkan di awal karena setiap dosa adalah kelaliman. Kelaliman berarti menahan apa yang seharusnya diberikan, menyerongkan apa yang benar. Kelaliman terutama ditempatkan di antara dosa-dosa melawan loh batu kedua, yaitu berbuat seperti kita tidak mau orang lain berbuat kepada kita. Melawan perintah kelima: Tidak taat kepada orang tua,dan tidak penyayang– astorgous,maksudnya, orangtua yang tidak baik dan kejam terhadap anak-anak mereka. Demikianlah, apabila kewajiban tidak terlaksana oleh satu pihak, biasanya gagal dijalankan oleh pihak lain.

Anak-anak yang tidak taat sudah sewajarnya dihukum dengan orangtua yang tidak penyayang. Dan, sebaliknya, orangtua yang tidak penyayang dihukum dengan anak-anak yang tidak taat. Melawan perintah keenam: Kejahatan (melakukan kejahatan demi kejahatan itu sendiri), kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan (eridos – pertengkaran), tipu muslihat dan kefasikan, tidak mengenal belas kasihan. Ini semua merupakan ungkapan kebencian terhadap saudara kita, yang sama saja berarti membunuh di dalam hati. Melawan perintah ketujuh: Perzinahan.

Paulus tidak menyebutkan ini lagi, karena sudah membicarakannya sebelumnya dalam kenajisan yang lain. Melawan perintah kedelapan: Kelaliman dan keserakahan. Melawan perintah kesembilan: Tipu muslihat, pengumpat, pemfitnah, tidak setia, berbohong dan bergunjing. Ada juga dua dosa umum yang tidak disebutkan sebelumnya – pandai dalam kejahatan, tidak berakal. Pintar berbuat jahat, dan tidak tahu bagaimana berbuat baik. Semakin sengaja dan lihai pendosa dalam berbuat kejahatan, semakin besarlah dosanya. Kalau berbuat dosa mereka begitu cepat, tetapi kalau menyangkut perkara-perkara tentang Allah mereka tidak mengerti (benar-benar dungu). Semua ini seharusnya sudah cukup untuk merendahkan kita semua dalam menyadari kebobrokan asali kita. Sebab setiap hati secara alami mengandung benih dan bibit dari semua dosa ini.

Dalam bagian penutup, ia menyebutkan apa yang membuat dosa-dosa itu semakin berat (ay. 32). Mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, maksudnya.

a.    Mereka mengetahui hukum. Penghakiman Allah adalah apa yang dituntut oleh keadilan-Nya, dan, karena adil, Ia akan memberikan hukuman yang setimpal.

b.    Mereka tahu hukumannya. Beginilah yang dijelaskan di sini: Mereka tahu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mati kekal. Hati nurani mereka sendiri tidak bisa tidak pasti mengatakan ini kepada mereka, namun mereka tetap berani melakukannya. Dosa menjadi semakin berat apabila dilakukan secara sadar (Yak. 4:17), terutama jika sadar akan penghakiman Allah. Sungguh bodoh jika kita berlari-lari di atas ujung tombak. Itu hanya menunjukkan bahwa hati sudah amat mengeras, dan berkemauan keras untuk berdosa.

c.    Mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya. Kuatnya godaan saat ini bisa membuat orang terbujuk untuk melakukan dosa-dosa seperti itu, untuk memuaskan hawa nafsunya yang rendah. Tetapi senang dengan dosa-dosa orang lain berarti mencintai dosa demi dosa itu sendiri. Itu berarti menggabungkan diri dan bersekutu dengan kerajaan dan kepentingan Iblis. Syneudokousi: mereka tidak hanya berbuat dosa, tetapi juga membela dan membenarkannya, dan mendorong orang lain untuk berbuat serupa. Dosa-dosa kita sendiri jauh lebih berat jika kita mendukung dan puas menyaksikan dosa-dosa orang lain.

Nah, jika semuanya ini digabungkan, coba katakan apakah bangsa-bangsa kafir, yang terhampar dalam kesalahan dan kebobrokkan yang begitu besar, bisa dibenarkan di hadapan Allah oleh perbuatan perbuatan mereka sendiri! Tidak.

 

2.   Menurut Surat 1 dan 2 Korintus

Didalam surat 1 dan 2 Korintus penekanannya pada dosa tidak mengkuduskan diri atau  Pencemaran tubuh, perbuatan A-moral atau Perzinahan secara lahiria dan batinia terhadap Bait Allah Roh Kudus.   sebagai bait Allah dalam kehidupan umat manusia dan sebagai tuntutan Allah (1 Pet. 1. 16).  Barang siapa tidak menghormati tubuh dan merusakkannya sampai tidak bertobat, maka tidak ada pengampunan bagi orang merusak tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan segala cara, sampai hidupnya jauh dari persekutuan denga Allah dan gereja. Tubuh adalah Rumah Roh Kudus, harus menenangkan Roh Kudus dalam hati, dan Roh Kudus bersemayam dengan suasana batin kita yang tenang. Gambaran Kesucian  dalam 1 Korintus 3:16-17, di sini Rasul Paulus meneruskan pendapat dan nasihatnya, mendasarinya pada kiasan sebelumnya, kamu adalah bangunan Allah (ay. 9), dan di sini, Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan (merusakkan dan menghancurkan) bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia (dalam teks asli juga dipakai kata yang sama pada kedua anak kalimat di atas). Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu.

Dari bagian-bagian lain dalam surat ini, di mana Rasul Paulus juga mengutarakan hal serupa (1Kor 6:13-20), terlihat seakan-akan para guru palsu di antara jemaat Korintus tidaklah hidup serampangan saja, tetapi juga mengajarkan ajaran-ajaran yang tidak bermoral, yang tentu saja sesuai dengan selera kota yang cabul ini, yaitu mengenai perzinahan. Ajaran semacam ini tidak dapat dianggap rumput kering dan jerami, yang akan hangus terbakar sementara orang yang meletakkannya di atas dasar bangunan dapat lolos dari api. Sebab, ajaran ini cenderung menyesatkan, menggotori, dan membinasakan jemaat, yang merupakan bangunan yang didirikan untuk Allah dan disucikan bagi-Nya, karena itu harus dijaga, supaya tetap murni dan suci.

Orang-orang yang menyebarkan asas-asas semacam ini mendatangkan amarah Allah atau mendatangkan dosa yang tidak dapat diampuni, sehingga membinasakan mereka. Perhatikanlah, orang-orang yang menyebarkan asas kotor seperti itu, yang memiliki kecenderungan langsung untuk menggotori jemaat Allah dan menjadikannya tidak suci, akan mendatangkan kebinasaan yang paling sadis pada diri mereka sendiri. Ini juga dapat diartikan sebagai teguran atas perpecahan dan perseteruan jemaat Korintus, yang dapat mendatangkan kebinasaan. Akan tetapi apa yang telah saya sebutkan sepertinya merupakan makna yang cocok dari perikop ini: Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?

Hal ini bisa diartikan sebagai mengenai jemaat di Korintus secara keseluruhan, atau setiap orang percaya di antara mereka. Jemaat Kristen merupakan bait Allah, dimana Roh Allah, atau Roh Kudus bersemayam. Dia berdiam di antara mereka melalui Roh-Nya ayang Kudus. Mereka dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh (Ef. 2:22). Setiap orang Kristen adalah bait yang hidup dari Allah yang hidup. Sebelumnya, Allah berdiam di dalam Bait Allah bangsa Yahudi, berkuasa atasnya dan menempatinya, melalui awan kemuliaan yang menjadi tanda hadirat-Nya di antara bangsa itu. Begitu pulalah sekarang Yesus Kristus berdiam di dalam diri orang-orang percaya sejati melalui Roh-Nya yang Kudus. Bait Allah pada bangsa Yahudi itu diabdikan dan disucikan bagi Allah, dan dipisahkan dari tujuan-tujuan umum lainnya serta diperuntukkan khusus bagi tujuan suci saja, untuk beribadah kepada Allah secara langsung. Begitu pulalah sekarang semua orang Kristen dipisahkan dari kegunaan-kegunaan yang biasa dan dikhususkan bagi Allah dan pelayanan-Nya.

Mereka dikuduskan bagi-Nya. Inilah dasar untuk melawan seluruh nafsu kedagingan dan semua ajaran yang mendukung nafsu dan ajaran semacam itu. Jika kita adalah bait Allah, maka kita tidak boleh melakukan apa pun yang akan memisahkan kita dari-Nya, atau menggotori dan menajiskan diri kita, dan yang membuat kita tidak layak untuk dipakai oleh-Nya. Kita juga harus berhati-hati untuk tidak mengindahkan ajaran dan guru-gurunya yang akan menyimpangkan kita kepada hal-hal tersebut. Perhatikanlah, menjadi orang Kristen itu adalah kudus, sehingga orang-orang Kristen haruslah bersih dan suci dalam hati dan perilakunya. Kita harus sungguh-sungguh membenci dan menghindari hal-hal yang akan mengkotori bait Allah dan menajiskan apa yang seharusnya kudus bagi-Nya.

Peristiwa Kejahatan yang Menjijikkan; Kekudusan Kristiani (5:1-6). Di sini Rasul Paulus menyebutkan permasalahan itu, dan, memberitahukan kepada mereka laporan secara umum yang berkaitan dengan mereka, yakni bahwa salah seorang dari antara mereka telah bersalah melakukan percabulan (ay. 1). Hal ini dibicarakan di mana-mana sehingga mendatangkan aib bagi mereka dan celaan bagi orang Kristen. Hal ini semakin menjadi tercela karena tidak bisa disangkali. Perhatikanlah, dosa-dosa keji yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku diri mereka orang Kristen, tetapi akan cepat terlihat dan diberitakan ke mana-mana.

Kita harus melangkah dengan sangat hati-hati, sebab banyak mata tertuju kepada kita. Banyak orang akan membuka mulut dan berbicara menentang kita apabila kita jatuh dalam dosa yang memalukan. Kejadian ini bukanlah sekedar contoh umum perihal percabulan, melainkan percabulan yang begitu rupa, seperti yang tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, yaitu bahwa ada orang yang hidup dengan isteri ayahnya. Orang ini mungkin menikah dengan perempuan itu sementara ayahnya masih hidup, atau memelihara dia sebagai gundiknya ketika ayahnya sudah meninggal atau ketika masih hidup. Apa pun itu, perilakunya yang jahat dengan perempuan itu dapat disebut percabulan. Seandainya ayahnya telah meninggal, dan dia menikah dengan perempuan itu, hal ini tetap merupakan kejahatan karena menikah dengan anggota keluarga, tetapi memang bukan merupakan percabulan atau perzinahan dalam arti yang ketat.

Namun, menikah dengan perempuan itu atau memeliharanya sebagai gundik sementara ayahnya masih hidup, walaupun ayahnya tidak mau mengakuinya sebagai istri lagi atau perempuan itu telah meninggalkan ayahnya itu, dan walaupun perempuan itu bukan ibu kandungnya atau tidak, ini tetaplah disebut percabulan dan perzinahan dengan anggota keluarga sendiri. Scelus incredibile (seperti yang disebut oleh Cicero), et prater unum in omni vitâ inauditum (Orat. pro Cluent.), ketika seorang perempuan menyebabkan putrinya sendiri disingkirkan, lalu menikah dengan suami putrinya itu. Ini kejahatan yang luar biasa! kata sang pembicara, sesuatu yang belum pernah kudengar seumur hidupku. Bukan berarti bahwa di antara orang-orang kafir tidak pernah terjadi perkawinan di antara sesama anggota keluarga, tetapi, setiap kali terjadi, hal ini akan sangat mengejutkan bagi setiap orang yang baik hati dan tulus.

Orang tidak bisa berpikir tentang hal itu tanpa merasa ngeri, atau menyebutkannya tanpa rasa jijik dan tidak senang. Sekalipun demikian, kejahatan yang mengerikan itu ternyata telah dilakukan oleh salah seorang jemaat Korintus, yang boleh jadi adalah seorang pemimpin dari salah satu golongan di antara mereka, seorang tokoh penting. Perhatikanlah, dalam keadaan yang tidak sempurna di dunia ini, jemaat yang terbaik sekalipun rentan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang sangat cemar. Mengherankankah apabila perbuatan sekeji itu dibiarkan begitu saja di sebuah jemaat yang rasuli, jemaat yang ditanam oleh rasul orang-orang bukan Yahudi yang agung itu? Paulus sangat mempersalahkan mereka atas sikap mereka terhadap peristiwa ini: Sekalipun demikian mereka sombong (ay. 2), mereka bahkan bermegah.

1.    Boleh jadi menyangkut orang yang sangat memalukan ini. Dia mungkin saja seorang yang sangat fasih lidah, berpengetahuan tinggi, dan oleh karena itu sangat dijunjung tinggi, diikuti, dan dielu-elukan oleh banyak di antara mereka. Mereka bangga memiliki pemimpin seperti itu. Mereka tidak meratapi kejatuhannya, menegur kesalahannya, dan menolak serta mengucilkan dia dari perkumpulan itu, tetapi malah terus memuji dan membanggakan dia. Perhatikanlah, kesombongan atau rasa hormat harga diri sering kali mendasari penghargaan tidak wajar yang kita berikan kepada orang lain, dan hal ini membuat kita tidak dapat melihat kesalahannya dan kesalahan kita sendiri. Hanya kerendahan hati yang sejatilah yang dapat membuat seseorang bisa melihat dan mengakui kekeliruannya. Orang yang sombong akan sepenuhnya mengabaikan atau dengan licik menyembunyikan kesalahannya, atau juga berusaha keras mengubah nodanya menjadi keindahan. Orang-orang Korintus yang mengagumi kelebihan-kelebihan yang dimiliki orang yang melakukan perzinahan dengan anggota keluarga sendiri itu, bisa saja mengabaikan atau meringankan perbuatan-perbuatannya yang mengerikan itu.

2.    Secara tidak langsung hal ini menunjukkan kepada kita bahwa beberapa dari antara golongan yang mempunyai pendapat berseberangan bersikap sombong. Mereka membanggakan pendirian mereka sendiri, dan menginjak-injak pihak yang mengalami kejatuhan.

         Perhatikanlah, sungguh jahat apabila orang bermegah atas kejatuhan dan dosa-dosa yang dilakukan orang lain. Sudah seharusnya kita peduli dan menangisi mereka, bukannya bersikap sombong terhadap mereka. Boleh jadi inilah salah satu akibat yang ditimbulkan karena perpecahan di antara mereka. Pihak lawan mengambil keuntungan dari peristiwa memalukan ini, dan senang dengan kesempatan itu. Perhatikanlah, sungguh merupakan akibat yang menyedihkan dari perpecahan di antara orang-orang Kristen, apabila karena masalah itu mereka sampai bergembira dengan kesalahan orang lain. Dosa-dosa orang lain seharusnya menjadi dukacita kita. Bahkan lebih dari itu, jemaat sudah seharusnya menangisi perilaku memalukan anggotanya, dan apabila sudah tidak dapat diperbaiki lagi, harus menyingkirkan orangnya. Orang yang melakukan perbuatan yang jahat ini harus dikucilkan dari jemaat.

 

Di sini disebutkan tentang pengarahan Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus perihal apa yang selanjutnya harus mereka lakukan terhadap pelaku dosa yang sangat memalukan itu. Dia mau supaya orang itu dikucilkan dan diserahkan kepada Iblis (ay. 3-5). Sekalipun secara badani tidak hadir, tetapi secara rohani hadir, dia sama seperti hadir. Artinya, dia sampai kepada keputusan tersebut dengan wewenang khusus dari Roh Kudus, karena ia mendapat pengetahuan yang sempurna tentang perkara tersebut melalui pewahyuan dan karunia ajaib untuk membedakan roh, yang dianugerahkan Roh kepadanya. Paulus mengatakan ini untuk memberitahukan kepada mereka bahwa meskipun dia berada di tempat yang jauh, dia tidak menjatuhkan hukuman yang tidak adil, atau menghakimi tanpa tahu sepenuhnya tentang peristiwa itu. Perhatikanlah, orang-orang yang mau tampil di mata dunia sebagai hakim-hakim yang adil, akan berusaha memberitahukan bahwa mereka tidak menjatuhkan hukuman tanpa bukti dan petunjuk yang lengkap. Rasul Paulus juga menambahkan, orang itu telah melakukan hal yang semacam itu.

Peristiwa itu tidak saja jahat dengan sendirinya, dan mengerikan di mata orang-orang kafir, tetapi juga menyebabkan beberapa keadaan tertentu yang memperparah pelanggaran itu. Orang itu telah melakukan kejahatan yang semakin berat karena cara dia melakukannya. Mungkin dia itu seorang hamba Tuhan penuh waktu, seorang peng ajar, atau tokoh penting di antara mereka. Dengan demikian, jemaat dan juga pengakuan iman mereka semakin dicela orang. Perhatikanlah, di dalam menangani para pelaku dosa yang memalukan, mereka tidak saja harus didakwa atas perbuatan itu, tetapi juga atas suasana menyakitkan yang disebabkannya. Paulus telah memutuskan agar orang itu diserahkan kepada Iblis (ay. 5), dan hal ini harus dilakukan di dalam nama Tuhan Yesus, dengan kuasa Kristus, dan di hadapan seluruh perhimpunan jemaat.

Rasul Paulus juga akan hadir di dalam rohnya, atau melalui karunia membedakan roh dari jauh. Sebagian orang mengartikan hal ini sebagai suatu pengucilan biasa, dan bahwa menyerahkan orang itu kepada Iblis demi memusnahan kedagingan hanya berarti tidak mengakui orang itu lagi dan mengusir dia dari jemaat, supaya dengan cara ini dia bisa dibawa kepada pertobatan, dan sifat kedagingannya dipadamkan. Kristus dan Iblis membagi dunia ini, dan mereka yang hidup di dalam dosa meskipun mengaku berhubungan dengan Kristus, sebenarnya adalah milik tuan yang lain, dan melalui pengucilan, dia harus diserahkan kepada tuannya itu, dan hal ini harus dilakukan dalam nama Kristus.

Perhatikanlah, kecaman jemaat merupakan ketetapan Kristus dan harus disampaikan dalam nama-Nya. Hal ini juga harus dilaksanakan ketika mereka berkumpul dalam perhimpunan lengkap. Semakin banyak yang menyaksikan, pelaksanaannya akan semakin khidmat, dan semakin baik pengaruhnya terhadap si pelaku. Perhatikanlah, kecaman jemaat terhadap para pelaku dosa yang terkenal buruk namanya dan tidak dapat diperbaiki lagi, sudah seharusnya disampaikan dengan khidmat. Orang-orang yang melakukan dosa dengan cara ini hendaklah kau tegor di depan semua orang agar yang lain itupun takut (1Tim. 5:20).

Ada pula yang berpendapat bahwa perkataan Rasul Paulus janganlah diartikan sebagai pengucilan yang biasa, tetapi sebagai kuasa ajaib atau wewenang untuk menyerahkan pelaku dosa memalukan itu kepada kuasa Iblis, supaya terserang penyakit jasmani dan tersiksa oleh rasa sakit badani. Artinya, sehingga binasa tubuhnya. Dalam pengertian ini, pembinasaan tubuh atau sifat kedagingan justru merupakan hal membahagiakan bagi keselamatan roh. Ada kemungkinan bahwa hal ini bersifat campuran. Ini merupakan kejadian yang luar biasa, dan jemaat harus menyampaikan kecaman yang sesuai kepadanya. Ketika mereka melakukannya, Rasul Paulus bertindak dengan kuasa yang luar biasa juga, dan menyerahkan dia kepada Iblis. Bukan demi kehancurannya, melainkan demi keselamatannya, setidaknya demi penghancuran sifat kedagingannya, supaya jiwanya diselamatkan. Perhatikanlah, tujuan mulia kecaman jemaat adalah demi kebaikan orang-orang yang menerimanya, yakni kebaikan rohani yang kekal. Hal ini dimaksudkan supaya roh mereka bisa diselamatkan pada hari Tuhan (ay. 5). Bagaimanapun, bukanlah sekadar demi kebaikan merekalah hal ini harus dilaksanakan.

Sebab, Paulus menunjukkan sekilas bahaya penularan melalui contoh peristiwa tersebut: Kemegahanmu tidak baik. Tidak tahukah kamu, bahwa sedikit ragi mengkhamiri seluruh adonan?  Contoh buruk yang diberikan orang yang berkedudukan tinggi dan terkenal sangatlah mencelakakan, serta menyebar sampai ke mana-mana. Hal tersebut mungkin telah terjadi di dalam jemaat Korintus melalui peristiwa keji itu (lih. 2Kor. 12 : 21). Mereka tidak bisa acu tak acuh dengan hal ini. Pengalaman di seluruh dunia membuktikan hal ini. Seekor domba berkudis akan menulari seluruh kumpulan domba. Sedikit ragi akan segera menyebar dan mengkhamirkan seluruh adonan. Camkanlah, kepedulian akan kekudusan dan keberlangsungan jemaat haruslah melibatkan gereja-gereja Kristen untuk menyingkirkan para pelaku dosa yang keji dan memalukan. Tidak dijauhkan, maka dosa itu membahayakan kekudusan orang lain, untuk tudak mendapatkan hidup kekal, melainkan hidup kekal di Neraka.

Peringatan yang Sungguh-sungguh (6:9-11). Di sini Rasul Paulus mengambil kesempatan untuk memperingatkan mereka terhadap banyak kejahatan mengerikan yang sebelumnya sangat mereka sukai. Pertama. Rasul Paulus memaparkan hal itu sebagai suatu kebenaran yang jelas-jelas bisa dilihat, yang tidak boleh mereka abaikan, bahwa orang-orang berdosa seperti itu tidak akan mewarisi Kerajaan Allah. Orang-orang yang paling tidak berarti di antara mereka sekalipun sangat mengetahui hal itu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? (ay. 9), tidak akan diakui sebagai anggota yang sejati dari jemaatnya di dunia ini, dan juga tidak diakui sebagai anggota yang mulia dari jemaat di sorga.

Semua ketidakadilan adalah dosa, dan semua dosa yang masih berkuasa, bahwa setiap dosa nyata yang dilakukan dengan sengaja, dan tidak disesali, akan mengunci kerajaan sorga. Paulus memerincikan beberapa jenis dosa: terhadap hukum yang pertama dan kedua, sebagai penyembah-penyembah berhala, terhadap hukum yang ketujuh, sebagai orang cabul, pezinah, banci, dan pemburit, terhadap hukum yang kedelapan, sebagai pencuri dan penipu, yang secara paksa atau curang berbuat ketidakadilan terhadap sesama mereka, terhadap hukum kesembilan, sebagai pemfitnah, serta terhadap hukum kesepuluh, sebagai orang kikir dan pemabuk. Semua dosa ini dengan jelas melanggar hukum-hukum selebihnya. Orang-orang yang mengetahui suatu hal apa saja mengenai perkara-perkara agama harus tahu bahwa sorga tidak pernah dimaksudkan untuk hal-hal ini. Sampah dunia ini sama sekali tidak layak untuk mengisi rumah-rumah yang besar dan permai di sorga. Orang-orang yang melakukan pekerjaan Iblis tidak akan pernah menerima upah dari Allah, selain maut, atau kematian kekal di Neraka sebagai upah yang adil dari dosa (Rom. 6:23), sangat jelas dan tegas, tidak diganggu-gugat.

Kedua. Sekarang Rasul Paulus memperingatkan mereka terhadap penyesatan diri sendiri: Janganlah sesat! Orang-orang yang seharusnya sudah mengetahui kebenaran seperti yang telah disebutkan sebelumnya, biasanya justru cenderung tidak memperhatikannya. Manusia sangat cenderung menghibur diri sendiri bahwa Allah itu sama seperti mereka, dan bahwa mereka dapat hidup di dalam dosa, namun mati di dalam Kristus. Dapat menjalankan kehidupan seperti anak-anak Iblis, namun dapat masuk sorga bersama anak-anak Allah. Tetapi, ini semua benar-benar sebuah kebohongan besar. Camkanlah, umat manusia ini sungguh harus peduli agar mereka tidak menipu diri sendiri mengenai hal-hal yang berkaitan dengan jiwa mereka. Kita tidak dapat berharap menabur di dalam daging, namun akan menuai hidup yang kekal.

Ketiga. Rasul Paulus mengingatkan mereka betapa dahsyatnya perubahan yang telah dikerjakan Injil dan kasih karunia Allah di dalam diri mereka. Beberapa orang di antara kamu (ay. 11), yakni orang-orang berdosa yang begitu terkenal kejahatannya, seperti yang telah ia ungkapkan. Kata bahasa Yunani yang digunakan adalah tauta - seperti itulah beberapa orang di antara kamu, seperti monster daripada manusia. Perhatikanlah, beberapa orang yang sekarang sungguh menjadi sangat baik  setelah pertobatan mereka, dahulunya adalah orang-orang yang luar biasa jahat. Quantum mutatus abillo!-Betapa mulianya perubahan yang dilakukan oleh kasih karunia! Kasih karunia mengubah orang-orang yang paling keji dan hina menjadi orang-orang kudus dan anak-anak Allah. Seperti itulah tadinya beberapa orang di antara kamu dahulu, namun kamu sekarang tidaklah sama seperti kamu yang dahulu itu. Kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita.

Perhatikanlah, kejahatan manusia sebelum pertobatan bukanlah penghalang bagi pemulihan dan pendamaiannya dengan Allah. Darah Kristus dan penyucian untuk pemulihan, dapat membersihkan semua kesalahan dan kecemaran. Di sini ada perubahan urutan perkataan yang indah: Kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan. Pengudusan disebut sebelum pembenaran, tetapi nama Kristus, yang oleh-Nya kita dibenarkan, ditempatkan sebelum nama Roh Allah, yang oleh-Nya kita dikuduskan. Pembenaran kita dikarenakan oleh jasa Kristus, sedangkan pengudusan kita disebabkan oleh pekerjaan Roh Kudus, namun keduanya berjalan bersama-sama. Perhatikanlah, tidak ada orang yang dibersihkan dari kesalahan dosa dan didamaikan dengan Allah melalui Kristus selain mereka yang juga dikuduskan oleh Roh-Nya. Semua yang dibenarkan di hadapan Allah, dikuduskan oleh kasih karunia Allah.

Teguran dan Peringatan (10:1-5). Untuk membujuk jemaat Korintus supaya tidak bersekutu dengan para penyembah berhala, dan dilindungi dari berbuat dosa, Rasul Paulus memberikan contoh perihal orang Yahudi, jemaat di bawah Perjanjian Lama. Mereka telah menikmati hak-hak istimewa yang luar biasa, tetapi karena bersalah melakukan kejahatan-kejahatan keji, mereka dijatuhi hukuman-hukuman yang sangat menyedihkan, artinya hukuman mati. Di dalam ayat-ayat ini Paulus menyebutkan hak-hak istimewa mereka, yang pada dasarnya sama dengan yang kita terima melalui anugerah Allah.

Pertama. Ia mengawali pembicaraannya dengan suatu keinginan hati, “Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara. Aku tidak ingin kamu tidak mengetahui hal ini. Hal ini patut kamu ketahui dan perhatikan. Ini adalah sejarah yang mengandung pelajaran dan peringatan yang sangat penting.” Yudaisme atau agama Yahudi adalah agama Kristen yang tertutup tirai, terbungkus di dalam berbagai perlambang dan petunjuk yang gelap. Injil telah diberitakan kepada orang Yahudi melalui upacara-upacara keagamaan dan korban-korban persembahan. Dan, tindakan pemeliharaan Allah atas mereka dan apa yang terjadi atas mereka sekalipun mereka memiliki hak-hak istimewa ini, dapat dan patut menjadi peringatan bagi kita juga.

Kedua. Rasul Paulus memerinci beberapa dari hak-hak istimewa mereka. Ia mengawalinya dengan, pembebasan mereka dari Mesir: “Nenek moyang kita, yakni leluhur kita orang Yahudi, semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut. Mereka semua berada di bawah perlindungan dan pimpinan ilahi.” Awan itu mempunyai dua tujuan: adakalanya awan itu mengerucut menjadi tiang awan yang bersinar di satu sisi untuk menerangi jalan mereka, dan gelap di sisi yang lain untuk menyembunyikan mereka dari kejaran musuh. Adakalanya awan itu mengembang di atas mereka bagaikan naungan yang luas untuk melindungi mereka dari teriknya matahari yang membakar di atas padang pasir (Mzm. 105:39). Mereka dipimpin dengan ajaib menyeberangi Laut Merah, sedangkan orang-orang Mesir yang mengejar mereka mati tenggelam di dalamnya. Ini merupakan jalan raya bagi mereka tetapi kubur bagi orang Mesir, sebuah perlambang dari penebusan kita oleh Kristus, yang menyelamatkan kita dengan cara menaklukkan dan menghancurkan musuh-Nya dan musuh kita. Orang-orang Israel itu sangat dikasihi dan disenangi Allah, hingga Dia bersedia melakukan mujizat sebesar itu demi membebaskan mereka, dan memimpin serta melindungi mereka dengan segera.

Ketiga. Mereka juga menjalankan upacara-upacara ibadah seperti kita. Mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut (ay. 2), dan menjadi pengikut Musa, yakni mempunyai kewajiban terhadap hukum dan perjanjian Musa, sama seperti kita mempunyai kewajiban terhadap hukum dan perjanjian Kristen melalui baptisan. Bagi mereka, ini merupakan lambang baptisan. Mereka semua makan makanan rohani yang sama dan mereka semua minum minuman rohani yang sama seperti kita. Manna yang menjadi makanan mereka merupakan perlambang dari Kristus yang disalibkan, roti yang turun dari sorga, dan siapa yang memakannya akan hidup selamanya.

Minuman mereka adalah sebuah aliran yang mengalir dari batu karang dan mengikuti mereka sepanjang perjalanan melintasi padang gurun. Batu karang ini Kristus, yaitu dalam bentuk perlambang dan gambar. Dia adalah batu karang dan di atasnya jemaat Kristen dibangun. Dari Dia aliran-aliran air keluar dan semua orang percaya minum dan disegarkan oleh air itu. Nah, semua orang Yahudi makan dari makanan ini dan minum dari batu ini, yang di sini disebut batu karang rohani, karena melambangkan hal-hal rohani. Ini semua merupakan hak-hak yang sangat istimewa. Orang akan berpikir bahwa hal ini tentunya akan menyelamatkan mereka, bahwa semua orang yang makan dari makanan rohani dan minum dari minuman rohani ini akan terus suci dan memperoleh perkenanan Allah. Namun, ternyata kebalikannyalah yang terjadi: Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun (ay. 5). Perhatikanlah, orang mungkin saja menikmati banyak hak istimewa rohani yang luar biasa di dalam dunia ini, tetapi gagal memperoleh hidup kekal. Banyak dari antara mereka yang untuk menjadi pengikut Musa telah dibaptis dalam awan dan dalam laut, yaitu, memiliki iman atas pengutusan ilahinya dan dikukuhkan oleh mujizat-mujizat ini, ternyata dicampakkan di padang gurun dan tidak pernah melihat negeri perjanjian. Janganlah ada seorang pun yang menganggap dirinya sudah benar-benar aman karena sudah mendapatkan hak-hak istimewa itu atau karena sudah mengakui kebenaran itu. Hal-hal tersebut tidak akan menjamin dia akan mendapat kebahagiaan sorgawi ataupun mencegah dia dihukum di bumi sini, kecuali inti sebenarnya dari hal-hal itu ada dalam diri kita.

Teguran dan Peringatan (10:6-14). Setelah menyebutkan hak-hak istimewa mereka, di sini Paulus melanjutkan uraian perihal kesalahan dan hukuman mereka, dosa-dosa dan tulah-tulah yang menimpa mereka. Semuanya dicatat sebagai contoh bagi kita untuk menjadi peringatan terhadap dosa-dosa serupa, jika kita ingin luput dari hukuman-hukuman serupa, yang bersibat tidak terampuni. Janganlah kita berbuat seperti mereka supaya tidak menderita seperti mereka, penderitaan yang dimaksudkan adalah penderitaan jiwa dan penderitan Roh. Beberapa dari dosa-dosa mereka diperinci sebagai peringatan bagi kita, misalnya.

Pertama. Kita harus menghindari keinginan berlebihan terhadap benda-benda duniawi: jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat (ay. 6). Allah memberi mereka makan manna, tetapi mereka menuntut daging (Bil. 11:4). Mereka sudah menerima makanan yang cukup, tetapi karena merasa tidak puas, mereka meminta makanan menuruti nafsu mereka (Mzm. 78:18). Keinginan duniawi diawali dengan mengikuti hawa nafsu, yang oleh sebab itu harus diamati dan dikendalikan begitu mulai muncul. Begitu keinginan itu berjaya dan menguasai kita, kita tidak tahu ke mana kita akan dibawa. Peringatan ini disebutkan pertama, karena keinginan duniawi yang dituruti merupakan akar dan sumber banyak dosa. Kedua. Paulus memperingatkan perihal penyembahan berhala (ay. 7): Jangan kita menjadi penyembah-penyembah berhala, sama seperti beberapa orang dari mereka, seperti ada tertulis: “Maka duduklah bangsa itu untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria.” Ini mengacu pada dosa menyembah anak lembu emas (Kel. 32:6). Pertama-tama mereka mempersembahkan korban kepada berhala mereka, kemudian berpesta pora dengan segala korban persembahan itu, dan setelah itu menari-nari di depannya. Meskipun yang disebutkan di sini hanyalah perihal makan dan minum, yang sebenarnya dimaksudkan adalah korban persembahan itu. Rasul Paulus sedang berbicara tentang kasus orang-orang Korintus yang tergoda untuk berpesta dengan korban persembahan orang-orang tidak percaya, hal-hal yang dipersembahkan kepada berhala, meskipun mereka sepertinya tidak tergoda untuk mempersembahkan korban itu sendiri. Tetapi, makan dan minum korban persembahan di depan berhala sebagai hal yang dipersembahkan, merupakan penyembahan berhala, dan sesuai contoh yang diberikan perihal orang Israel, orang Korintus harus diperingatkan untuk menghindari perbuatan itu.

Ketiga. Paulus memperingatkan mereka terhadap percabulan, dosa yang membuat penduduk Korintus begitu ketagihan dengan cara tertentu. Mereka mempunyai kuil yang dipersembahkan kepada dewi Venus (yakni, kepada hawa nafsu), termasuk lebih dari seribu imam perempuan di dalamnya, yang semuanya adalah perempuan tuna susila biasa. Alangkah perlunya peringatan terhadap percabulan bagi mereka yang tinggal di kota sebejat itu, yang telah terbiasa dengan perilaku semesum itu, terutama ketika mereka tergoda untuk menyembah berhala juga!

Persundalan rohani sering kali membawa orang ke persundalan jasmani. Kebanyakan dewa yang dilayani orang kafir dilambangkan dengan pola-pola cabul dan banyak percabulan dilakukan dalam sebagian besar upacara penyembahan mereka. Banyak penulis Yahudi, dan banyak penulis Kristen setuju, berpendapat bahwa upacara penyembahan seperti itu ditujukan kepada Baal-Peor, dan bahwa percabulan dilakukan dengan anak-anak perempuan Moab dalam upacara penyembahan kepada berhala itu. Mereka tergoda oleh perempuan-perempuan ini, baik dalam hal persundalan rohani maupun jasmani. Pertama-tama untuk berpesta pora dengan korban persembahan, bahkan menjalankan perilaku seperti binatang demi menghormati berhala itu, kemudian mencemari diri dengan kepuasan-kepuasan yang tidak wajar (Bil. 25).

Semua ini mendatangkan tulah ke atas mereka, sehingga dalam satu hari dua puluh tiga ribu orang binasa, ini termasuk dalam kategori dosa yang tidak mendapatkan pengampunan, binasakan secara tidak terhormat, tanpa terkecuali, ditambah orang-orang yang jatuh karena tangan keadilan orang banyak. Perhatikanlah, para pelaku persundalan dan pezinah akan dihakimi Allah, tidak peduli dengan hubungan lahiriah mereka dengan Dia dan segala hak istimewa yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka. Marilah kita takut melakukan dosa-dosa yang dilakukan oleh orang Israel,  jika kita hendak menghindari tulah-tulah yang mereka terima. Kalu tidak menghindari dan tetap saja melakukan dosa yang sama, yang dilakukan Israel, maka setiap orang yang melakukan dosa ini akan dibinasakan oleh Allah tanpa ampun. Pengampunan datang dari Tuhan, apabilah mengalami rekonsiliasi, dan restorisi hidup dengan kesadaran penuh. Tetapi tidak merekonsiliasi dan merestorasi, kehidupan, kemudian dibiarkan hidup terdekradasi dalam sona kehidupan, maka keputusan terakhir, adalah hukaman mati, karena telah kehilangan kemulian Allah, akibat berbuat dosa (Rom. 3. 23).

Keempat. Rasul Paulus memperingatkan kita agar tidak mencobai Tuhan Allah,  seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka mati dipagut ular (ay. 9), atau membangkitkan kecemburuan-Nya (ay. 22). Dia menyertai umat-Nya di padang gurun. Dialah malaikat perjanjian yang berjalan di depan mereka. Namun, Dia telah dibuat sangat berduka dan amarah-Nya dibangkitkan dengan berbagai cara: Mereka berkata-kata melawan Allah dan Musa: Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Untuk alasan inilah Allah mengirimkan ular-ular berbisa ke tengah mereka (Bil. 21:5-6), yang memagut mati banyak dari antara mereka. Kita sungguh patut merasa takut, bahwa orang-orang yang sekarang ini ada di bawah pemerintahan Kristus dan mencobai-Nya seperti ini akan diserahkan oleh-Nya kepada kuasa ular tua itu, yaitu si Iblis. Ketika Allah mengutuk malaikat dan berkata makananmu adalah debuh tanah, debuh tanah adalah manusia yang diciptakan dari tebuh tanah itu sendiri. Setiap orang yang tidak mau percaya Yesus Kristus, tetap saja berkeras hati, maupun yang sudah percaya tetapi mengangkap sepi kasih karunia Allah, dan lekas meninggalkannya, maka orang semacam ini, atau sederajat ini tidak mendapat bagian dalam kerajaan Allah, melainkan didalam kerajaan Iblis atau ular tua itu. Mereka layak mendapat hukuman yang setimpal atas perbuatan mereka yang senono itu.

Kelima. Paulus memperingatkan perihal persungutan: Janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut (ay. 10), malaikat pembinasa, algojo yang melaksanakan balas dendam ilahi. Mereka berbantah-bantah dengan Allah dan bersungut-sungut melawan Musa hamba-Nya, setiap kali ditekan dengan kesukaran. Ketika mereka patah semangat dalam perjalanan menuju Kanaan, mereka suka menentang dan mengganti para pemimpin mereka, serta ingin kembali ke Mesir di bawah pimpinan orang lain yang mereka pilih sendiri. Hal seperti inilah yang sama persis telah terjadi dengan orang-orang Korintus.

Mereka bersungut-sungut melawan Paulus, dan di dalam dia juga melawan Yesus Kristus. Mereka sepertinya telah menentukan guru-guru lain yang mau memanjakan dan menyenangkan hati mereka dengan menuruti kemauan mereka, terutama dalam pemberontakan mereka untuk melakukan penyembahan berhala. Mereka lebih suka ikut berpesta pora dengan korban-korban persembahan kepada berhala daripada diejek atau diperlakukan tidak baik oleh para tetangga kafir. Perilaku seperti ini sangat dibenci Allah, dan akan membawa kebinasaan bagi mereka seperti yang terjadi pada orang-orang Israel (Bil. 14:37). Perhatikanlah, bersungut-sungut melawan peraturan dan perintah ilahi adalah dosa yang sangat memancing amarah, terutama apabila berkembang sedemikian rupa hingga menyebabkan kemurtadan serta pemberontakan terhadap Allah dan jalan-jalan-Nya yang baik. Dalam kehidupan Jemaat dimanapun saudara bimbing, pasti saudara akan menjumpai kehidupan atau perilaku jemaat, yang sama seperti yang dialami oleh Musa hamba Tuhan itu di padang pelantara, dan Rasul Paulus sang misionaris di jemaat Korintus. Melalui kedua pemimpin ini kita mendapatkan pengalaman berharga, agar menjadi parometer untuk kita sebagai pemimpin gereja dimanapun sudara bertugas. Sebagai seorang pemimpin harus perhatikan secara serius dan tidak bermain-main di lingkaran kehidupan jemaat yang bandel dan tidak mau diatur. Membing jemaat harus tegas, lugas, dan kelem, tapi bertanggung jawab.

Seorang pemimpin tidak bisa kompromi dengan jemaat yang bermain-main dengan dosa. Misalnya, jemaat yang memiliki uang banyak, dia bisa melakukan suatu rencana apa saja, dan kapan saja. Diwaktu yang sama dia juga memberikan uang persembahan dengan jumlah yang banyak, kemudian dia juga melakukan perzinahan, pembunuhan, pemukulan, perang mulut, berjudi, sampai mendatangkan masalah yang sangat serius. Disinilah  dilemah bagi seorang pemimpin Gereja atau Pastoral. Sepakat untuk menegur, melalui rapat majelis, tetapi rencana itu terganjal karena beralasan demikian, jikalau menegur tidak bisa memberikan persembahan, alasan lainnya adalah menegur orang semacam ini pengikutpun lebih banyak, akhirnya lambat laun seorang gembala lebih memilih membiarkan persolan itu tetap bertumbuh, berakar daripada menegur. Tidak menegur karena ada beberapa alasan, pertama, orang semacam ini berpotensi bisa merusak tatanan pelayanan dalam gereja. Kedua, pengikutnya banyak secara kuantitas, sehingga bisa terjadi keributan dalam gereja. Ketiga, dia bisa menciptakan atau membawa masalah baru dalam gereja dan bisa saja mengusulkan menggudeta seorang pemimpin dari jawatan Pastoral, dengan segala cara. Kadang berselisi dengan gembala, orang-orang yang hidupnya tidak benar selalu saja memasukan ide yang berhaluan negative atau kotor, bermaksud untuk melawan Gembala. Hal semacam ini yang menyebabkan gereja menjadi lemah dan mengorbankan hakekat gereja sebagai symbol terang yang ajaib itu. Dosa jemaat adalah penghalang bagi perkembangan rohani, dan mengakibatkan terjadi jurang pemisah antara Allah dan manusia.

Sikap dan kehidupan jemaat yang berdosa itu dipelihara dari tahun ke tahun maka gereja tidak bertumbuh serta maju, malah terjadi kemunduran. Akibat perbutan ini Tuhan murkah terhadap jemaat yang kepala batu, yang tidak tunduk kepada gembala, akan mendapat hukuman setimpal oleh kepala gereja yaitu, Yesus Kristus. Hukumanya adalah kematian kekal, karena mereka menindas kebenaran dengan, perilaku mereka yang bandel dan berkeras kepala terhadap seorang gembala jemaat. Seorang Gembala adalah representasi Yesus Kristus untuk membina jemaat sama seperti Musa  dan Paulus. Musa berdoa dan berlut kepada Allah untuk memintah mana dari soraga untuk memberikan kepada Israel. Rasul Paulus membina jemaat Korintus, dengan serius dan bertanggung jawab membiri makan jasmani dan Rohani. Dalam kehupan kekristenan, seorang gembala adalah konsumtor Rohani, dan sekaligus guru bagi jemaat. Seorang gembala tugasnya adalah dia mengajarkan firman dan meningkatkan taraf hidup jemaat ke arah yang lebih baik. Dia berlutut dan berdoa untuk jemaat dalam segala waktu.

Mengorbankan waktu, tenaga, moril dan melimpahkan segala pengetahunnya bagi mencerdaskan jemaat yang ia pimpin. Perbuatan seorang gembala semacam ini, seyokyanya patut dihormati, dan diacungkan jempol, namun yang ada selalu saja di hujat, dikritik dan dihina didepan umum, padahal dia adalah utusan Allah. Itulah sebabnya barang siapa yang  melawan dengan seorang gembala atau pemimpin gereja Tuhan, dia akan menerima hukuman kekal, yaitu, kematian. Kematian kekal karena dosanya berisbat tidak terampuni. Penghinaan dan pelecehan terhadap pelayanan gembala adalah menghina Allah Tritunggal. Dosa semacam ini sangat berat, dan dosa ini tidak dapat diampuni, apabilah dia tidak bertobat dan menyesali perbuatannya. Jikalau dia diinsfkan oleh Roh Kudus dan menyesali berbuatannya maka pintuh anugerha masih terbuka untuk dia.

Dari peringatan-peringatan yang hanya khusus bagi umat Israel ini, Rasul Paulus memberikan peringatan yang bersifat lebih umum kepada kita (ay. 11): Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita. Bukan saja hukum-hukum dan peraturan-peraturan orang Yahudi, pemeliharaan Allah terhadap mereka juga semuanya merupakan perlambang. Dosa-dosa mereka terhadap Allah dan undur dari-Nya merupakan perlambang atau gambaran dari ketidaksetiaan banyak orang yang telah menerima Injil. Penghukuman Allah atas mereka dahulu merupakan perlambang dari berbagai penghukuman rohani sekarang.

Larangan memasuki Kanaan di bumi ini melambangkan larangan memasuki Kanaan sorgawi yang dikenakan kepada banyak orang yang mengenal Injil, akibat ketidakpercayaan mereka. Sejarah mereka telah dicatat untuk diperhatikan oleh jemaat, bahkan di bawah pengaturan terakhir yang paling sempurna sekalipun: bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba, masa akhir pemerintahan anugerah Allah atas umat manusia. Perhatikanlah, tidak ada firman Tuhan yang dituliskan dengan percuma.  Allah memiliki tujuan-tujuan bijak dan mulia bagi kita di balik pencatatan sejarah orang Yahudi. Jadi sudah sepantasnya kita berhikmat untuk menerima pengajaran darinya.

Untuk inilah Rasul Paulus memberikan peringatan (ay. 12): Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh! Perhatikanlah, kerugian yang diderita orang lain sudah seharusnya menjadi peringatan bagi kita supaya bersikap waspada. Orang yang menyangka bahwa ia berdiri teguh, janganlah merasa yakin dan aman, tetapi berjaga-jaga. Orang lain pernah jatuh, kita mungkin saja mengalaminya juga. Kita justru sangat mungkin jatuh pada waktu kita merasa teramat yakin akan kekuatan sendiri, sehingga merasa sangat aman dan tidak berjaga-jaga. Tidak memercayai kekuatan sendiri, serta berjaga-jaga dan bergantung pada Allah, merupakan cara pengamanan terbaik orang Kristen untuk melawan semua dosa.

Perhatikanlah, orang yang menyangka bahwa dia berdiri teguh, cenderung tidak menjaga tempatnya berpijak apabila dia tidak takut jatuh atau menjaga diri supaya tidak jatuh. Allah tidak berjanji untuk menjaga kita dari kejatuhan apabila kita sendiri tidak berjaga-jaga. Perlindungan-Nya menghendaki adanya perhatian dan sikap hati-hati dari diri kita. Namun, selain memberikan peringatan ini, Paulus juga menambahkan kata-kata penghiburan (ay. 13). Meskipun Allah tidak suka apabila kita tidak berjaga-jaga, Dia juga tidak suka apabila kita merasa putus asa. Jika perasaan yang pertama tadi merupakan dosa besar, maka perasaan yang terakhir sama sekali tidak bisa disebut sikap yang benar. Meskipun kita patut merasa takut dan berjaga-jaga supaya tidak jatuh, kita juga tidak boleh merasa sangat ketakutan atau kebingungan.

Sebab kalau bukan pencobaan kita yang disesuaikan dengan kekuatan kita, maka kekuatan akan diberikan kepada kita sehingga sesuai dengan pencobaan yang kita alami. Kita memang hidup di dunia yang penuh godaan dan dikelilingi dengan berbagai perangkap. Setiap tempat, keadaan, hubungan, pekerjaan, dan kesenangan, penuh dengan kedua hal tersebut. Namun, alangkah besarnya penghiburan yang bisa kita peroleh di tengah semua itu. Sebab,

1.    “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami,” kata Rasul Paulus, “ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia, yaitu yang manusiawi sifatnya. Artinya, tidak melebihi kekuatan manusia mana saja termasuk orang-orang kafir dengan pegangan-pegangan hidup dan kekuatan yang ada pada mereka. Atau, pencobaan itu biasa terjadi pada umat manusia dewasa ini. Atau juga itu cobaan yang dapat ditanggung dengan semangat dan ketetapan hati manusia biasa mana pun.” Perhatikanlah, pencobaan yang dialami orang Kristen biasa hanyalah pencobaan yang umum terjadi. Orang-orang lain juga mengalami beban dan godaan serupa. Apa yang mereka tanggung dan atasi, juga bisa terjadi pada kita.

2.    Sebab Allah setia. Jika Iblis adalah pendusta, Allah adalah benar. Manusia bisa saja bersikap palsu, demikian juga dunia ini, tetapi Allah setia, dan kekuatan serta keamanan kita ada di dalam diri-Nya. Dia memegang janji-Nya dan tidak akan pernah mengecewakan pengharapan serta kepercayaan anak-anak-Nya.

3.    Allah bijaksana sekaligus setia, dan akan menyesuaikan beban yang kita tanggung dengan kekuatan kita. Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Ia tahu apa yang dapat kita tanggung dan tahan. Melalui pemeliharaan-Nya yang bijaksana, Ia akan menyesuaikan pencobaan dengan kekuatan kita, atau memampukan kita bergumul dengannya. Ia akan menjaga supaya kita tidak ditaklukkan oleh pencobaan, asal kita mengandalkan Dia dan bertekad untuk tetap setia kepada-Nya. Kita tidak perlu merisaukan diri dengan kesukaran-kesukaran yang kita alami, karena Allah akan menjaga supaya pencobaan-pencobaan itu tidak terlampau berat untuk kita alami, terutama

4.    Karena Ia akan membuat semuanya itu berakhir dengan baik.Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, baik dari pencobaan itu sendiri, ataupun paling tidak dari celaka yang diakibatkannya. Tidak ada lembah yang begitu gelap sehingga Ia tidak mampu mencari jalan keluar dari situ. Tidak ada penderitaan yang begitu parah sehingga tidak dapat dicegah atau disingkirkan oleh-Nya, atau memampukan kita untuk menanggungnya. Pada akhirnya Ia akan mengatasinya demi keuntungan kita.

 

Berdasarkan alasan dan penjelasan di atas, Rasul Paulus memberikan peringatan mengenai penyembahan berhala: Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, jauhilah penyembahan berhala! Amatilah.

a.    Bagaimana ia menyapa jemaat Korintus itu: Saudara-saudaraku yang kekasih. Betapa dengan perasaan kasih sayang yang mendalam ia menekankan nasihat ini kepada mereka.

b.    Pokok dari nasihatnya: “Jauhilah penyembahan berhala, hindarilah hal itu, dan semua hal yang menjurus ke situ.” Penyembahan berhala merupakan perbuatan keji yang sangat menyakiti dan menyinggung Allah yang benar. Ini sama dengan mengalihkan penyembahan dan penghormatan bagi-Nya kepada pesaing.

c.    Dasar dari nasihat ini: “Mengingat bahwa kamu sudah memperoleh dorongan seperti itu untuk mempercayai Allah dan tetap setia kepada-Nya, maka berdirilah teguh, janganlah digoyahkan oleh rongrongan-rongrongan dari musuh-musuh kafirmu. Allah akan menolong dan menopangmu, membantumu dalam pencobaan-pencobaan yang kaualami, dan menolongmu keluar darinya. Oleh sebab itu janganlah berbuat dosa dengan melakukan penyembahan berhala dalam bentuk apa pun.” Perhatikanlah, kita punya segala bantuan dan dorongan di dunia ini untuk menjauh dari dosa dan membuktikan diri tetap setia kepada Allah. Kita tidak akan jatuh karena pencobaan apabila kita melekat erat kepada-Nya.

 

Rasul Paulus memperingatkan mereka agar melawan penyembahan berhala semacam itu, dengan memberitahukan kepada mereka bahwa Allah adalah Allah yang cemburuan (ay. 22): Atau maukah kita membangkitkan cemburu Tuhan? Apakah kita lebih kuat dari pada Dia? Besar kemungkinan bahwa banyak orang Korintus yang memandang enteng kehadiran mereka di pesta-pesta perjamuan orang kafir ini dan menyangka bahwa hal itu tidak menjadi soal. Namun, Rasul Paulus memperingatkan mereka untuk berhati-hati. Alasan mengapa perintah kedua (dari Sepuluh Perintah – pen.) ditekankan adalah, Aku adalah Allah yang cemburu. Dalam hal penyembahan, Allah tidak tahan dengan adanya pesaing. Tidak pula Ia mau menyerahkan kemuliaan-Nya, atau membiarkannya diberikan kepada yang lain. Orang-orang yang bersekutu dengan ilah-ilah lain akan membangkitkan kecemburuan-Nya (Ul. 32:16). Sebelum berbuat seperti ini, orang-orang harus mempertimbangkan apakah mereka lebih kuat daripada Dia.

Sungguh berbahaya untuk membangkitkan murka Allah, kecuali kita mampu melawan kuasa-Nya. Namun siapakah yang tahan berdiri menghadapi geram-Nya? (Nah. 1:6). Hal ini patut dipertimbangkan oleh semua orang yang terus menyukai dosa dan melekat padanya, sementara mereka juga mengaku bersekutu dengan Kristus. Bukankah ini cara untuk membangkitkan kecemburuan dan murka-Nya? Camkanlah, memperhatikan kedahsyatan kuasa Allah sudah seharusnya menahan kita dari membangkitkan kecemburuan-Nya, dari melakukan apa pun yang tidak menyukakan hati-Nya. Akankah kita membangkitkan murka Yang Mahakuasa? Bagaimana kita dapat bertahan terhadap murka-Nya? Seimbangkah kekuatan kita dengan kekuatan-Nya? Mampukah kita melawan kuasa-Nya atau mengendalikannya? Jika tidak, akankah kita menjadikannya senjata melawan kita dengan cara membangkitkan kecemburuan-Nya? Tidak, marilah kita takut akan kuasa-Nya dan biarlah hal ini mencegah kita membangkitkan amarah dan kecemburuan-Nya dalam bentuk apa pun.

Peringatan Agar Tidak Bersekutu Dengan Orang Yang Tidak Percaya (6:11-18). Pertama. Bagaimana peringatan ini didahului dengan sebuah pernyataan, dengan cara yang sangat menyentuh hati, dengan rasa kasih yang sangat dalam terhadap mereka, bahkan seperti seorang bapa kepada anak-anaknya (ay. 11-13). Meskipun Paulus biasanya senang mengungkapkan perasaan hatinya dengan kata-kata yang dalam, namun tampaknya sekarang ia kekurangan perkataan untuk mengungkapkan kehangatan kasihnya kepada orang-orang Korintus ini. Seolah-olah ia berkata, “Hai orang-orang Korintus, yang aku tujui dengan suratku ini, sungguh teramat sungguh, aku ini sangat mengasihi kalian.

Kami sungguh rindu untuk meningkatkan kerohanian dan kesejahteraan kekal dari kalian semua yang mendengar pemberitaan Injil ini. Karena itu, dengan cara yang istimewa kami telah berbicara terus terang kepada kamu, hati kami terbuka lebar-lebar bagi kamu.” Dan karena hatinya sedemikian terbuka lebar dengan kasih bagi mereka, maka ia pun tidak menahan-nahan untuk membuka mulut dan menasihati mereka dengan baik-baik. “Bagi kamu,” katanya, “ada tempat yang luas dalam hati kami. Dengan senang hati kami akan melayani kalian semampunya, dan membuat kalian semakin terhibur, menjadi penolong dalam iman dan sukacitamu. Namun seandainya yang terjadi tidak demikian, maka kesalahannya ada pada kalian sendiri. Itu karena kalian yang menahan hati kalian sendiri dan tidak mau menanggapi kebaikan hati kami, dengan berprasangka buruk terhadap kami. Yang kami semua inginkan sebagai imbalan hanyalah supaya kamu semua mengasihi kami dengan sepantasnya, sebagaimana seharusnya anak-anak mengasihi ayah mereka.” Perhatikan, sudah seharusnya ada rasa kasih yang timbal balik antara para pelayan Tuhan dan jemaat mereka, dan ini akan sangat membuat mereka untuk saling menghibur dan menguntungkan.

Peringatan atau seruan itu sendiri, yaitu supaya jangan bersekutu dengan orang tidak percaya, supaya jangan menjadi pasangan yang tidak seimbang dengan mereka (ay. 14). Baik di dalam mengadakan hubungan-hubungan yang sifatnya tetap. Tidak baik jika orang baik menikah dengan orang yang jahat dan tidak kudus. Mereka akan menempuh jalan yang berbeda, dan hal itu akan mendatangkan masalah dan duka. Hubungan semacam itu, di mana pilihan ada di tangan kita, harus ditetapkan berdasarkan peraturan. Adalah baik bagi anak-anak Allah untuk bersekutu dengan orang-orang yang serupa dengan mereka, karena kemungkinannya akan lebih berbahaya bahwa yang buruk akan merusakkan yang baik daripada mengharapkan yang baik akan menolong yang buruk. Bergaul sehari-hari. Kita tidak boleh menjadi pasangan yang tidak seimbang dalam bersahabat dan menjalin hubungan dengan orang yang bebal dan tidak percaya. Meskipun kita tidak dapat menghindar untuk melihat, mendengar, dan berada bersama-sama dengan orang-orang semacam itu, kita tidak boleh memilih mereka untuk menjadi sahabat karib. Apalagi ikut serta di dalam persekutuan ibadah bersama mereka.

Kita tidak boleh ikut di dalam acara-acara penyembahan berhala mereka, ataupun turut bersama mereka menjalankan ibadah yang tidak benar, atau melakukan perbuatan keji yang apa saja. Kita tidak boleh mempersatukan meja Allah dengan meja iblis, rumah Allah dengan rumah Rimon. Paulus memberikan beberapa alasan yang kuat untuk menentang percampuran yang jahat ini. Itu merupakan hal yang sangat tidak masuk akal (ay. 14-15). Ini adalah memasangkan hal-hal yang tidak akan cocok satu sama lain. Ini sama buruknya seperti jika orang Yahudi membajak menggunakan lembu dan keledai bersama-sama, atau menabur bermacam-macam benih yang dicampur bersama-sama. Betapa tidak masuk akalnya jika kita mengira dapat mempersatukan kebenaran dengan kejahatan, atau menggabungkan terang dengan gelap, air dengan api, bersama-sama.

Orang-orang percaya itu orang benar, dan sudah seharusnya demikian, sedangkan orang-orang yang tidak percaya tidak memiliki kebenaran di da lam diri mereka. Orang-orang percaya dijadikan terang di dalam Tuhan, tetapi orang tidak percaya berada di dalam kegelapan. Jadi, bagaimana mungkin mereka bisa merasa nyaman jika berada bersama-sama? Kristus dan Belial saling bertentangan, keduanya memiliki rencana dan kepentingan yang saling bertolak belakang, sehingga tidak mungkin akan ada kesepakatan di antara mereka. Karena itu, tidak masuk akal jika kita mengira dapat melibatkan diri dalam kedua-duanya. Karena itu, apabila orang percaya berhubungan dengan seorang tidak percaya, maka ia hendak mempersatukan Kristus dengan Belial.

Itu merupakan penghinaan bagi pernyataan iman Kristen (ay. 16). Oleh pengakuan imannya, orang Kristen menyatakan diri mereka sebagai bait Allah yang hidup, dan dalam kenyataan seharusnya memang benar demikian. Mereka mengabdikan diri untuk melayani Allah, dan bekerja bagi Dia, yang telah berjanji untuk tinggal di tengah mereka, diam dan hidup di tengah-tengah mereka, memiliki hubungan istimewa dengan mereka, dan memelihara mereka secara khusus, sehingga Dia akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Nya. Dengan demikian tidak akan ada kesepakatan antara bait Allah dengan berhala. Berhala adalah saingan Allah yang memperebutkan kehormatan-Nya, sedangkan Allah adalah Allah yang cemburu, dan tidak akan memberikan kemuliaan-Nya kepada yang lain.

Besar bahayanya jika berhubungan dengan orang yang tidak percaya dan penyembah berhala, mereka terancam untuk menjadi tercemar dan ditolak. Karena itu, Paulus berseru (ay. 17) supaya orang percaya keluar dari antara mereka, menjaga jarak, dan memisahkan diri, seperti orang yang akan menghindari kumpulan orang yang berpenyakit kusta atau wabah, karena takut tertular, dan tidak menjamah apa yang najis, supaya tidak tercemar. Siapa yang bisa menjamah lumpur dan tidak menjadi kotor olehnya? Kita harus berhati-hati supaya tidak mencemarkan diri dengan bergaul dengan orang-orang yang mencemarkan diri mereka dengan dosa.

Begitu pula kehendak Allah, sebagaimana kita berharap agar kita diterima oleh-Nya, dan bukan ditolak. Ini sungguh suatu sikap yang tidak tahu berterima kasih kepada Allah, atas segala kebaikan yang telah dicurahkan-Nya atas orang percaya, dan yang telah dijanjikan-Nya kepada mereka (ay. 18). Allah sudah berjanji akan menjadi bapa bagi mereka, dan mereka akan menjadi anak-anak-Nya, lelaki dan perempuan, dan adakah kehormatan atau kebahagiaan yang lebih besar daripada ini? Maka, betapa tidak tahu berterima kasihnya jika orang-orang yang memiliki kehormatan dan kebahagiaan ini justru merendahkan dan menghinakan diri mereka sendiri dengan bersekutu dengan orang yang tidak percaya! Demikianlah engkau mengadakan pembalasan terhadap Tuhan, hai orang yangbebal dan tidak bijaksana?

 

3.   Menurut Surat Galatia

Surat Galatia lebih menekankan, dosa Kemurtatdan terhadap Roh Kudus, karena sikap dan pengaruh ajaran guru-guru palsu. Dampak dari dosa kemurtatdan ini sangat berpotensi pada hukuman kekal. Itulah sebanya, Rasul Paulus memprihatinkan atas Murtadnya Jemaat Galatia (1:6-9). Dalam perikop ini Rasul Paulus sampai pada isi pokok surat ini. Dan ia memulainya dengan teguran yang lebih umum kepada jemaat-jemaat di Galatia atas kegoyahan iman mereka. Setelah itu, dalam beberapa bagian berikutnya, ia membicarakan hal ini secara lebih panjang lebar. Di sini kita dapat mengamati, betapa ia prihatin dengan kemurtadan mereka: Paulus mengatakan “Aku heran”. Hatinya amat terkejut sekaligus sedih karenanya. Yang menjadi dosa dan kebodohan mereka adalah bahwa mereka tidak memegang teguh ajaran Kekristenan sebagaimana yang sudah diberitakan kepada mereka, tetapi malah membiarkan diri dipalingkan dari kemurnian dan kesederhanaannya. Dan ada beberapa hal yang memperburuk kemurtadan mereka.[28]

1.    Bahwa mereka berbalik dari pada Dia yang telah memanggil mereka. Bukan saja dari Rasul Paulus, yang sudah menjadi alat untuk memanggil mereka ke dalam persekutuan Injil, melainkan juga dari Allah sendiri, yang oleh perintah dan petunjuk-Nya Injil diberitakan kepada mereka, dan mereka diundang untuk ambil bagian dalam hak-hak istimewanya. Sehingga dalam hal ini mereka sungguh bersalah telah menyalahgunakan kebaikan dan rahmat yang sudah diberikan kepada mereka.

2.    Bahwa mereka telah dipanggil ke dalam kasih karunia oleh Yesus Kristus. Karena Injil yang sudah diberitakan kepada mereka adalah penyingkapan yang paling mulia akan anugerah dan rahmat ilahi di dalam Kristus Yesus, maka melalui Injil itu mereka dipanggil untuk ambil bagian dalam berkat-berkat dan keuntungan-keuntungannya yang terbesar, seperti pembenaran, pendamaian dengan Allah di dunia sini, dan kehidupan serta kebahagiaan kekal di akhirat nanti. Ini sudah ditebus Tuhan Yesus untuk kita dengan darah-Nya yang berharga sebagai bayarannya, dan dengan cuma-cuma Ia memberikannya kepada semua orang yang tulus menerima Dia. Oleh karena itu, sepadan dengan besarnya hak istimewa yang mereka nikmati, demikianlah besarnya dosa dan kebodohan mereka dalam meninggalkannya dan membiarkan diri dijauhkan dari cara yang sudah ditetapkan untuk memperoleh berkat-berkat ini.[29]

3.    Bahwa mereka begitu lekas berbalik. Dalam sekejap saja mereka sudah kehilangan selera dan penghargaan terhadap anugerah Kristus yang tampaknya telah mereka miliki, dan begitu mudahnya mereka termakan oleh orang-orang yang mengajarkan pembenaran dengan menjalankan hukum-hukum Taurat. Banyak dari antara mereka sudah termakan oleh ajaran ini. Para pengajar itu besar dan dididik dalam ajaran-ajaran kaum Farisi, yang mereka campur adukkan dengan ajaran Yesus Kristus, dan dengan demikian merusakkannya. Dan sama seperti ini merupakan tanda kelemahan dari jemaat-jemaat di Galatia, demikian pula itu semakin memperbesar kesalahan mereka.

4.    Bahwa mereka berbalik mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Demikianlah Rasul Paulus menggambarkan ajaran dari para pengajar yang masih berpegang pada agama Yahudi ini. Ia menyebutnya Injil lain, karena ajaran itu membuka jalan pembenaran dan keselamatan yang berbeda dari apa yang sudah diwahyukan di dalam Injil, yaitu oleh perbuatan, dan bukan oleh iman di dalam Kristus. Dan ia menambahkan, “Yang sebenarnya bukan Injil, kamu akan mendapatinya sebagai sesuatu yang bukan Injil sama sekali, yakni yang sungguh bukan Injil lain, tetapi yang memutarbalikkan Injil Kristus, dan menjungkirbalikkan fondasi-fondasinya.” Dengan ini ia menyiratkan bahwa orang-orang yang berusaha menetapkan jalan lain untuk masuk sorga selain dari apa yang sudah diwahyukan oleh Injil Kristus bersalah atas penyimpangan yang luar biasa besar, dan pada akhirnya akan mendapati diri mereka keliru secara menyedihkan. Demikianlah, Rasul Paulus berusaha menanamkan perasaan bersalah yang memang sudah semestinya begitu pada diri orang-orang Galatia ini karena mereka sudah meninggalkan jalan pembenaran menurut Injil. Namun, pada saat yang sama, ia memperhalus tegurannya dengan bersikap lemah lembut terhadap mereka, dan berkata bahwa mereka sebenarnya lebih tertarik pada ajaran itu karena kelicikan dan kegigihan beberapa orang yang mengacaukan mereka, dan bukan karena mereka mendekatinya atas kemauan mereka sendiri. Ini memang tidak bisa mereka jadikan alasan, namun bisa meringankan kesalahan mereka. Dan melalui hal ini ia mengajar kita bahwa dalam menegur orang lain, sebagaimana kita tidak boleh lalai memberikan teguran, demikian pula kita harus menegur dengan lembut, dan berusaha memimpin orang itu dalam roh lemah lembut (6:1).[30]

 

Betapa ia yakin bahwa Injil yang sudah diberitakannya kepada mereka adalah satu-satunya Injil yang benar. Ia sepenuhnya yakin akan hal ini sehingga ia mengutuk orang yang berkhayal memberitakan suatu Injil lain (ay. Galatia 1:8). Dan supaya mereka tahu bahwa ini dilakukannya bukan karena ia gegabah atau tidak bisa menahan diri, ia mengulanginya sekali lagi (ay. Galatia 1:9). Ini tidak membenarkan kita untuk mengucapkan kutuk-kutuk yang menggelegar terhadap mereka yang berbeda pendapat dengan kita dalam hal-hal kecil.

Paulus mencela hal ini hanya untuk melawan orang-orang yang membuat suatu Injil baru, yang menjungkirbalikkan fondasi kovenan anugerah, dengan mendirikan pelaksanaan hukum Taurat sebagai ganti kebenaran Kristus, dan merusakkan Kekristenan dengan agama Yahudi. Paulus menempatkan duduk perkaranya: “Misalkan kami memberitakan suatu Injil lain. Bahkan, misalkan ada malaikat dari sorga yang memberitakannya.”

Bukan berarti bahwa merupakan sesuatu yang mungkin bagi malaikat dari sorga untuk membawa pesan dusta. Tetapi ini diungkapkan demikian untuk lebih menguatkan apa yang hendak dikatakannya. “Kalaupun ada suatu Injil lain yang diberitakan kepada kamu oleh siapa saja, atas nama kami, atau dengan mengaku-ngaku bahwa Injil itu dari malaikat sendiri, kamu harus sadar bahwa kamu sedang diperdaya. Dan siapa saja yang memberitakan Injil lain menimpakan kutuk pada dirinya sendiri, dan sedang menimpakannya juga kepada kamu.” Rasul Paulus Melanjutkan tentang pembenaran oleh Iman (3:1-5). Di sini Rasul Paulus berurusan dengan mereka yang setelah beriman kepada Yesus Kristus, masih juga mencari pembenaran dengan melakukan hukum Taurat.

Artinya, orang-orang ini mengandalkan ketaatan mereka terhadap aturan-aturan moral sebagai kebenaran mereka di hadapan Allah, dan ketika cara ini tidak dilakukan dengan sempurna, mereka lalu berpaling kepada upacara mempersembahkan korban dan penyucian untuk memperbaiki kekurangan itu. Hal inilah yang pertama-tama dikecam dengan keras oleh Rasul Paulus, dan kemudian ia berusaha untuk menyadarkan mereka, dengan memberikan bukti-bukti yang benar. Ini merupakan cara yang tepat ketika kita menegur seseorang atas kesalahan atau kekeliruan yang mereka lakukan, yakni menyadarkan mereka bahwa perbuatan mereka salah dan tidak benar, di hadapan sang pencipta.

Dia menegur mereka, dan tegurannya itu sangat akrab dan hangat. Ia menyebut mereka orang-orang Galatia yang bodoh (Galatia 3:1). Meskipun sebagai orang Kristen mereka adalah anak-anak dari Sang Hikmat, namun sebagai orang-orang Kristen yang cemar, mereka merupakan anak-anak yang bodoh. Jadi, ia bertanya, siapakah yang telah mempesona kamu? Melalui pertanyaan ini ia memandang mereka telah terpesona oleh keahlian dan perangkap guru-guru mereka yang pandai memikat, sehingga mampu memperdayakan mereka begitu rupa dan membuat mereka bertindak tidak seperti biasanya dalam kehidupan kekristenan mereka.

Hal yang membuat mereka tampak bodoh dan mudah terpikat adalah karena mereka tidak menaati kebenaran. Yakni, mereka tidak setia kepada ajaran Injil mengenai pembenaran, yang telah diajarkan kepada mereka, dan yang telah mereka peluk. Perhatikanlah, belumlah cukup untuk mengetahui kebenaran dan mengatakan bahwa kita mempercayainya. Kita juga harus mentaatinya. Kita harus tunduk kepadanya dengan segenap hati, dan dengan teguh berpegang kepadanya. Perhatikanlah juga bahwa orang-orang yang terpesona secara rohani adalah mereka yang ketika kebenaran disampaikan dengan jelas di hadapan mereka, akan menaatinya. Beberapa hal membuktikan dan memperburuk kebodohan orang-orang Kristen disini.

1.    Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di depan mereka. Artinya, mereka telah mendengar ajaran salib disampaikan kepada mereka, serta mengambil bagian dalam perjamuan Tuhan. Di dalam kedua hal tersebut, Kristus yang disalibkan telah dibentangkan di hadapan mereka. Nah, alangkah bodohnya mereka yang telah menerima misteri-misteri kudus seperti itu dan menjalani upacara sekhidmat itu, kemudian tidak menaati kebenaran yang disampaikan kepada mereka, dan yang telah dimeteraikan di dalam ketetapan itu. Perhatikanlah, mengingat semua kehormatan dan hak istimewa yang telah diberikan kepada kita sebagai orang Kristen, sudah sepatutnyalah kita malu melakukan kebodohan dengan undur dan berpaling dari Allah.

2.    Rasul Paulus menyebutkan pengalaman-pengalaman yang telah mereka alami mengenai pekerjaan Roh atas jiwa mereka (Galatia 3:2). Ia mengingatkan bahwa setelah menjadi orang Kristen, mereka telah menerima Roh Kudus, bahwa banyak dari antara mereka setidaknya telah turut mengambil bagian, tidak saja dalam pengaruh yang menguduskan, tetapi juga karunia-karunia Roh Kudus yang ajaib, yang merupakan bukti nyata tentang kebenaran dan ajaran-ajaran Kekristenan, terutama ajaran pembenaran melalui Kristus semata, dan tidak karena melakukan hukum Taurat, yang merupakan salah satu asas agama Kristen yang khusus dan mendasar. Untuk meyakinkan mereka akan kebodohan mereka karena meninggalkan ajaran ini, Rasul Paulus ingin mengetahui bagaimana mereka memperoleh karunia-karunia dan anugerah-anugerah ini.

         Apakah dengan melakukan hukum Taurat, artinya, pemberitaan tentang pentingnya hal ini demi memperoleh pembenaran? Mereka tentunya tidak dapat berkata demikian, sebab ketika itu pengajaran ini belum diberitakan kepada mereka. Selain itu, sebagai orang bukan Yahudi, mereka tidak dapat beranggapan bisa memperoleh pembenaran melalui cara itu. Atau, apakah karena percaya kepada pemberitaan Injil, yaitu, pemberitaan tentang pengajaran iman di dalam Kristus sebagai satu-satunya cara guna memperoleh pembenaran? Apabila mereka mau mengatakannya dengan jujur, hal ini wajib mereka akui. Oleh sebab itu, sungguh tidak beralasan apabila mereka menolak pengajaran yang telah memberikan pengaruh baik dan telah mereka alami itu.

3.    Rasul Paulus mengajak mereka merenungkan perilaku mereka pada masa lalu dan masa sekarang, kemudian menilai sendiri apakah mereka bersikap sangat lemah dan tanpa menggunakan akal sehat atau tidak (Galatia 3:3-4). Ia berkata bahwa mereka telah mulai dengan Roh Kudus, tetapi sekarang hendak mengakhirinya di dalam daging. Mereka telah memeluk ajaran Injil, dan melaluinya mereka telah menerima Roh Kudus, dan dengan itu jalan satu-satunya untuk memperoleh pembenaran diungkapkan kepada mereka. Mereka telah mengawali dengan baik. Namun sekarang mereka kembali kepada hukum Taurat, dan mengharapkan menjadi lebih sempurna dengan menambahkan kepatuhan terhadap hukum Taurat itu kepada iman di dalam Yesus Kristus, guna memperoleh pembenaran mereka. Padahal upaya ini hanya akan membuat mereka malu serta kecewa, sebab mereka bukannya mendapat keuntungan dari Injil, tetapi malah justru memutarbalikkannya.

4.    Sementara mereka berusaha dibenarkan dengan cara ini, mereka justru tidak menjadi orang Kristen yang lebih sempurna. Malah, mereka ada dalam keadaan bahaya tidak menjadi orang Kristen sama sekali. Dengan cara ini, mereka seperti sedang merobohkan dengan sebelah tangan sesuatu yang telah mereka bangun dengan sebelah tangan yang lain, dan membatalkan semua hal yang selama ini telah mereka lakukan di dalam iman Kekristenan mereka. Terlebih lagi, ia mengingatkan bahwa mereka tidak saja telah menerima pengajaran Kristen, tetapi juga menderita karenanya.

5.    Kebodohan mereka semakin parah apabila mereka hendak meninggalkan pengajaran itu. Dalam hal ini, semua pengorbanan mereka akan sia-sia belaka. Mereka akan tampak bodoh karena telah menderita demi apa yang sekarang mereka tinggalkan itu. Penderitaan mereka akan sia-sia saja dan tidak berguna bagi mereka.

a)    Alangkah bodohnya orang-orang yang murtad dari agama mereka, karena mereka akan kehilangan manfaat atau penderitaan yang telah mereka alami selama menjalankan ibadah mereka.

b)    Sangatlah menyedihkan apabila seseorang hidup pada masa penuh pelayanan dan penderitaan, melaksanakan hari-hari Sabat, khotbah-khotbah, dan upacara-upacara keagamaan dengan sia-sia saja. Dalam hal ini, kebenaran yang pernah diterima itu tidak akan disebut-sebut.

6.    Rasul Paulus mengingatkan bahwa di antara mereka terdapat para pelayan Tuhan (terutama dirinya sendiri), yang datang dengan meterai dan pengutusan ilahi. Para pelayan Tuhan itu telah menganugerahkan Roh   Kudus kepada mereka dengan berlimpah-limpah dan melakukan mujizat di antara mereka. Ia bertanya apakah para pelayan Tuhan itu berbuat demikian karena melakukan hukum Taurat atau karena percaya kepada pemberitaan Injil. Apakah pengajaran yang mereka beritakan dan diteguhkan melalui karunia-karunia serta pekerjaan Roh yang ajaib itu adalah melalui pembenaran karena melakukan hukum Taurat atau karena beriman kepada Kristus. Mereka tahu betul bahwa jawabannya bukanlah yang disebutkan pertama tadi, melainkan yang terakhir. Oleh karena itu, sungguh tidak dapat dimaafkan apabila mereka meninggalkan pengajaran yang telah diakui dan terbukti kebenarannya dengan berbagai tanda, dan menukarnya dengan pengajaran yang tidak terbukti kebenarannya.

 

Setelah panjang lebar menguraikan ajaran Injil, dan berusaha meyakinkan orang-orang Kristen ini untuk berperilaku sesuai ajaran itu, Rasul Paulus di sini tampak bermaksud mengakhiri surat ini. Ini terutama ketika ia memberi tahu mereka bahwa, sebagai tanda khusus dari penghormatannya terhadap mereka, ia menulis surat panjang ini dengan tangannya sendiri, dan tidak memakai orang lain sebagai juru tulisnya, dengan hanya menuliskan namanya di surat itu, seperti yang biasa dilakukannya dalam surat-surat lain. Tetapi demikianlah kasih sayangnya kepada mereka, demikianlah kepeduliannya untuk memulihkan mereka dari kesan-kesan buruk yang ditinggalkan oleh guru-guru palsu pada mereka, sehingga ia tidak bisa pamit sebelum menggambarkan sekali lagi kepada mereka tabiat yang sebenarnya dari guru-guru itu, dan gambaran tentang sikap dan perilakunya sendiri yang bertentangan.

Dengan membandingkan itu bersama-sama, mereka diharapkan bisa dengan mudah melihat betapa tidak beralasan bagi mereka untuk meninggalkan ajaran yang sudah diajarkannya kepada mereka dan mengikuti ajaran guru-guru palsu itu. Ia menggambarkan kepada mereka tabiat yang sebenarnya dari guru-guru yang giat menggoda mereka itu, dengan memberikan sejumlah contoh khusus.

1)    Mereka adalah orang-orang yang secara lahiriah suka menonjolkan diri (ay. Galatia 6:12). Mereka sangat bersemangat melakukan hal-hal lahiriah dari agama. Mereka menjadi yang terdepan dalam menjalankan, dan menyuruh orang lain untuk menjalankan, upacara-upacara agama, walaupun pada saat yang sama mereka hanya sedikit atau sama sekali tidak peduli dengan kesalehan yang sesungguhnya. Sebab, seperti yang dikatakan Rasul Paulus tentang mereka di ayat berikutnya, mereka sendiri tidak memelihara hukum Taurat. Tidak ada yang lebih diinginkan oleh hati yang sombong, angkuh, dan bersifat kedagingan selain memamerkan hal-hal lahiriah, dan mereka puas menjalankan perintah agama sejauh itu membantu mereka mempertahankan pamer itu. Tetapi sering kali orang-orang yang paling ingin memamerkan agama, paling sedikit memahami hakikatnya.

2)    Mereka adalah orang-orang yang takut menderita, sebab mereka menyuruh orang-orang Kristen yang bukan keturunan Yahudi untuk bersunat, hanya dengan maksud, supaya mereka tidak dianiaya karena salib Kristus. Mereka melakukan itu bukan karena mereka memperhatikan hukum Taurat, melainkan demi kepentingan diri mereka sendiri. Mereka hanya ingin tidur aman dan menyelamatkan barang-barang duniawi mereka, tak peduli bila hal itu akan membuat karam kapal iman dan hati nurani mereka. Apa yang terutama mereka inginkan adalah menyenangkan hati orang-orang Yahudi, dan menjaga nama baik mereka di antara orang-orang itu, dan dengan demikian mencegah masalah seperti yang biasanya dialami Paulus dan orang lain yang setia mengakui ajaran Tuhan Yesus Kristus.

3)    Tabiat lainnya adalah bahwa mereka adalah orang-orang yang hanya mementingkan golongan, dan tidak mempunyai semangat untuk menjalankan hukum Taurat lebih jauh daripada yang bisa memenuhi maksud-maksud mereka yang bersifat kedagingan dan mementingkan diri. Sebab mereka ingin supaya orang-orang Kristen ini disunat, agar mereka dapat bermegah atas keadaan lahiriah orang-orang itu (ay. Galatia 6:13), agar mereka bisa berkata bahwa mereka berhasil membuat orang-orang itu berpihak pada mereka, dan membuat mereka pindah agama, yang tandanya ada pada tubuh mereka. Dengan demikian, walaupun mengaku-ngaku memajukan agama, mereka sebenarnya adalah musuh-musuhnya yang terbesar. Sebab, tidak ada hal lain yang lebih merusak kepentingan agama selain semangat untuk memihak suatu kalangan atau membentuk suatu golongan.

4)    Guru-guru yang masih berpegang pada ajaran agama Yahudi sendiri, walaupun sudah memeluk Kekristenan, begitu malu dengan salib Kristus, sampai-sampai untuk menuruti orang-orang Yahudi, dan untuk menghindari penganiayaan dari orang-orang itu, mereka mencampuradukkan pelaksanaan hukum Musa dengan iman kepada Kristus sebagai hal yang penting untuk memperoleh keselamatan.

5)    Tetapi Paulus mempunyai pendapat yang sangat berbeda tentangnya. Ia sama sekali tidak tersandung oleh salib Kristus, atau malu dengannya, atau takut mengakuinya, tetapi justru bermegah di dalamnya. Bahkan, ia tidak mau bermegah dalam hal lain, dan dengan perasaan yang sangat jijik menolak menempatkan apa saja untuk bersaing melawan salib Kristus sebagai sesuatu yang dihargainya. Aku sekali-kali tidak mau, dan seterusnya. Ini merupakan dasar dari segala pengharapannya sebagai orang Kristen.

6)    Ini adalah ajaran yang, sebagai seorang rasul, bertekad untuk diberitakannya. Dan, apa pun ujian yang mungkin menimpanya karena kesetiaannya yang teguh terhadap ajaran itu, ia tidak saja siap untuk berserah padanya, tetapi juga untuk bersukacita di dalamnya. Perhatikanlah, salib Kristus adalah kemuliaan utama dari orang Kristen yang baik, dan ada alasan yang sangat kuat mengapa kita harus bermegah di dalamnya, sebab kepadanya kita berutang segala sukacita dan pengharapan kita.

7)    Bahwa ia mati terhadap dunia. Oleh Kristus, atau oleh salib Kristus, dunia telah disalibkan baginya dan ia bagi dunia. Ia sudah mengalami kekuatan dan kuasa dari salib itu dalam menjauhkannya dari dunia, dan ini merupakan salah satu alasan kuat mengapa ia bermegah di dalamnya.

8)    Guru-guru palsu itu adalah orang-orang yang bersikap duniawi, yang terutama mereka pedulikan adalah kepentingan-kepentingan duniawi mereka, dan karena itu mereka menyesuaikan agama mereka dengan kepentingan-kepentingan itu. Tetapi Paulus adalah seorang yang berjiwa lain. Sebagaimana dunia tidak berbaik hati terhadap dia, demikian pula ia tidak terlalu peduli dengan dunia. Ia sudah mengatasi baik senyuman maupun kernyit dahi dunia, dan merasa tidak acuh terhadapnya seperti orang yang sudah mati dan keluar dari dunia. Ini adalah sikap pikiran yang harus berusaha diperoleh semua orang Kristen. Dan cara terbaik untuk memperolehnya adalah dengan mengenal baik salib Kristus. Semakin tinggi penghormatan kita terhadap-Nya, semakin rendah pendapat kita tentang dunia. Dan semakin sering kita merenungkan penderitaan-penderitaan yang dialami oleh Juruselamat kita yang terkasih dari dunia, semakin kecil kemungkinan kita untuk mencintai dunia.

9)    Guru-guru palsu sangat gigih membela sunat. Bahkan, mereka sedemikian gigihnya sehingga menggambarkan sunat sebagai hal yang penting untuk memperoleh keselamatan, dan karena itu mereka berbuat semampu mungkin untuk membuat orang-orang Kristen yang bukan keturunan Yahudi untuk tunduk pada ketentuan sunat. Dalam hal ini mereka memperlakukan masalah sunat lebih jauh daripada orang lain. Sebab, walaupun para rasul membolehkan sunat di kalangan keturunan Yahudi yang bertobat, namun mereka sama sekali tidak mau memaksakannya kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi. Tetapi apa persisnya yang begitu ditekankan oleh guru-guru itu, Paulus sangat sedikit menceritakannya.

10)  Memang sangatlah penting bagi kepentingan Kekristenan bahwa sunat tidak boleh dipaksakan kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi yang bertobat, dan karena itu hal ini dilawannya habis-habisan. Tetapi kalau sekadar masalah bersunat atau tidak bersunat, entah orang-orang yang sudah memeluk agama Kristen itu keturunan Yahudi atau bukan, dan apakah mereka mendukung atau menentang penerusan kebiasaan sunat, supaya mereka tidak menempatkan agama hanya pada masalah sunat, ini masalah yang dianggap kurang penting oleh Paulus. Sebab ia tahu betul bahwa di dalam Yesus Kristus, yaitu dalam pandangan-Nya, atau di zaman anugerah, bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya dalam kaitannya dengan perkenanan Allah, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya. Di sini ia mengajar kita apa yang merupakan hakikat dari agama yang sejati dan apa yang bukan. Hakikat agama tidak terletak pada bersunat atau tidak bersunat, menjadi anggota gereja ini atau itu. Hakikat agama terletak pada kita menjadi ciptaan baru, bagaimana akal budi kita diperbaharui dan Kristus terbentuk dalam diri kita. Inilah yang paling diperhitungkan oleh Allah. Orang-orang Kristen yang sejati adalah mereka yang hidup menurut patokan. Bukan patokan yang mereka buat sendiri, melainkan yang sudah ditentukan Allah sendiri untuk mereka.

11)  Karena salib Kristus, atau ajaran keselamatan oleh Juruselamat yang disalibkan, adalah apa yang terutama dimegahkannya, maka ia rela menghadapi segala bahaya daripada harus mengkhianati kebenaran ini, atau membiarkannya dirusakkan. Guru-guru palsu takut akan penganiayaan, dan ini merupakan alasan kuat mengapa mereka bersemangat membela sunat, seperti yang kita lihat dalam (ayat 12). Wajar saja untuk beranggapan bahwa jika orang rela menderita demi membela suatu kebenaran, maka ia sepenuhnya yakin akan kebenaran itu.

 

4.   Menurut Efesus

Menurut Surat Efesus disini Rasul Paulus mengambil waktu untuk Nasihat Jemaat Efesusu, Supaya Hidup Murni, dan Kudus; kemudian Peringatan-peringatan terhadap bahaya Dosa yang mendatangkan maut oleh karena Mendukakan Roh Kudus ( Ef. 4:17-32). Setelah menyampaikan nasihatnya dalam ayat-ayat sebelumnya supaya jemaat saling mengasihi, bersatu, dan rukun, dalam ayat-ayat ini Rasul Paulus memberikan sebuah nasihat supaya hati dan hidup orang Kristen murni dan kudus. Kemurnian dan kekudusan ini dibicarakan secara lebih umum dalam ayat 17-24, dan dalam beberapa contoh khusus dalam ayat 25-32. Nasihat ini didahului dengan penuh kesungguhan: “Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan.

Maksudnya, menimbang masalah yang dijelaskan di atas, melihat kamu sebagai anggota-anggota tubuh Kristus dan ikut ambil bagian dalam pemberian-pemberian-Nya, hal ini aku tekankan pada hati nuranimu, dan aku tegaskan sebagai kewajibanmu di dalam nama Tuhan, berdasarkan wewenangku yang berasal dari-Nya.” Pikirkanlah.

1)    Nasihat yang lebih umum mengenai kemurnian dan kekudusan hati dan hidup. Nasihat itu dimulai seperti ini, “Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah – bahwa untuk waktu ke depan, kamu jangan lagi hidup dan bertingkah laku seperti orang-orang kafir yang tidak insaf dan tidak bertobat, yang sepenuhnya dipimpin oleh pikiran yang memikirkan perkara yang sia-sia, yaitu berhala-berhala dan harta duniawi mereka, hal-hal yang sama sekali tidak bermanfaat bagi jiwa mereka, dan yang akan mengecewakan harapan-harapan mereka.” Bangsa-bangsa bukan Yahudi yang sudah bertobat tidak boleh hidup seperti bangsa-bangsa bukan Yahudi yang belum bertobat. Meskipun hidup di antara mereka, bangsa-bangsa bukan Yahudi yang sudah bertobat tidak boleh hidup seperti mereka.

Di sini, Rasul Paulus mengambil kesempatan untuk menggambarkan kefasikan dunia kafir, yang darinya orang-orang Kristen yang diperbaharui direbut seperti kayu dari api yang membakar. Pengertian mereka gelap (ay. Efesus 4:18). Mereka tidak mempunyai pengetahuan yang menyelamatkan. Bahkan, mereka tidak tahu banyak hal tentang Allah yang bisa saja mereka ketahui melalui terang alam. Mereka berdiam dalam kegelapan, dan mereka menyukainya daripada terang. Dan karena kebodohan, mereka jauh dari hidup persekutuan dengan Allah. Mereka terasing dari hidup kudus, dan tidak suka serta benci terhadapnya. Padahal hidup kudus bukan saja merupakan cara hidup yang dituntut Allah dan yang membuat-Nya berkenan, yang melaluinya kita hidup untuk Dia, tetapi juga hidup yang menyerupai Allah sendiri, dalam kemurnian-Nya, kebajikan-Nya, kebenaran-Nya, dan kebaikan-Nya.

Sikap mereka yang masa bodoh merupakan penyebab dari keterasingan mereka dari persekutuan dengan Allah ini, di mana persekutuan ini dimulai di dalam terang dan pengetahuan. Sikap yang cenderung tidak mau tahu dan masa bodoh itu merusak hidup beragama dan kesalehan. Dan apa yang menyebabkan mereka bersikap masa bodoh seperti itu? Itu karena kedegilan atau kekerasan hati mereka. Bukan karena Allah tidak menyatakan diri-Nya kepada mereka melalui karya-karya-Nya, melainkan karena mereka tidak mau menerima pancaran-pancaran terang ilahi yang memberi pengajaran. Mereka tidak tahu karena tidak mau tahu. Ketidaktahuan mereka timbul dari kedegilan dan kekerasan hati mereka, karena mereka menolak terang dan semua sarana pencerahan dan pengetahuan.

Hati nurani mereka bejat dan kering: Perasaan mereka telah tumpul (ay. Efesus 4:19). Mereka tidak merasa berdosa, tidak juga sadar akan kesengsaraan dan bahaya yang akan menimpa karena dosa mereka. Sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu. Mereka terlena dalam hawa nafsu yang kotor. Dan, dengan menyerahkan diri pada kuasa hawa nafsu ini, mereka menjadi budak dan hamba dari dosa dan Iblis, mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran. Sudah menjadi kebiasaan mereka untuk mengerjakan segala macam kecemaran, bahkan dosa-dosa yang paling tidak wajar dan mencengangkan, dan itu dilakukan dengan nafsu yang tak terpuaskan. Perhatikanlah, apabila hati nurani sudah kering kerontang, maka dosa dilakukan tanpa mengenal lagi batas-batas. Apabila mereka memancangkan hati untuk memuaskan hawa nafsu, apa lagi yang dapat diharapkan selain kecemaran dan percabulan yang paling najis, dan bahwa perbuatan mereka yang menjijikkan itu akan bertumpuk? Ini merupakan ciri-ciri bangsa-bangsa bukan Yahudi. Akan tetapi,

Orang-orang Kristen ini harus membedakan diri dari bangsa-bangsa bukan Yahudi yang seperti itu: Bukan itu yang kamu pelajari dari Kristus (ay. Efesus 4:20, KJV). Ayat itu bisa juga dibaca demikian, tetapi kamu bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus. Orang yang sudah belajar mengenal Kristus diselamatkan dari kegelapan dan kenajisan yang melingkupi orang lain. Dan, seiring bertambahnya pengenalan mereka, mereka wajib untuk hidup lebih baik daripada orang lain. Ini merupakan alasan yang baik untuk menentang dosa, bahwa bukan itu yang kita pelajari dari Kristus. Pelajarilah Kristus! Adakah Kristus itu sebuah buku, pelajaran, cara, atau keahlian? Yang dimaksudkan di sini adalah, “Bukan itu yang kamu pelajari dari Kekristenan, yaitu ajaran-ajaran Kristus dan pedoman-pedoman hidup yang ditetapkan oleh-Nya, yaitu tidak berbuat seperti apa yang diperbuat oleh orang lain. Seperti itulah adanya, atau karena, kamu telah mendengar tentang Dia (ay. Efesus 4:21), telah mendengar ajaran-Nya yang diberitakan oleh kami, dan menerima pengajaran di dalam Dia, di dalam batin dan dengan berhasil, oleh Roh-Nya.” Kristus adalah pelajaran. Kita harus mempelajari Kristus. Dan Kristus adalah Guru. Kita diajar oleh-Nya. Menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus. Ini bisa dipahami dengan dua cara: entah “Kamu sudah diajarkan kebenaran yang sesungguhnya, sebagaimana yang dipegang oleh Kristus sendiri, baik dalam ajaran-Nya maupun dalam hidup-Nya.” Atau seperti ini, “Kebenaran sudah menanamkan kesan yang sedemikian rupa dalam hatimu, menurut ukuranmu, sebagaimana demikian dalam hati Yesus.” Kebenaran Kristus tampil dalam keindahan dan kuasanya, apabila ia tampil sebagaimana di dalam Yesus.

Bagian lain dari nasihat umum itu tampak dalam kata-kata selanjutnya, yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, dst. (ay. Efesus 4:22-24). “Ini adalah bagian besar dari ajaran yang sudah diajarkan kepada kamu, dan yang sudah kamu pelajari.” Di sini Rasul Paulus berbicara dalam bahasa kiasan tentang pakaian. Kaidah-kaidah, kebiasaan-kebiasaan, dan kecenderungan-kecenderungan jiwa harus diubah, sebelum bisa terjadi perubahan hidup yang menyelamatkan. Harus ada pengudusan, yang terdiri atas dua hal:

Manusia lama harus ditanggalkan. Sifat yang bobrok disebut manusia, karena, seperti tubuh manusia, sifat itu terdiri atas bagian-bagian yang beragam, yang saling mendukung dan menguatkan. Dari manusia lamalah, Adam yang lama, kita mendapatkan sifat itu. Sifat itu merasuk ke dalam tulang-tulang, dan kita membawanya bersama kita ke dalam dunia. Sifat itu halus seperti manusia lama, tetapi dalam diri semua orang kudus kepunyaan Allah, sifat itu melemah dan layu seperti manusia lama, siap untuk mati. Sifat itu dikatakan bobrok. Sebab dosa di dalam jiwa merusakkan kemampuannya untuk berpikir dan merasa. Dan, apabila tidak dimatikan, dosa itu bertambah buruk setiap hari, dan dengan demikian akan menghancurkan. Oleh nafsunya yang menyesatkan. Segala kecenderungan dan keinginan yang berdosa adalah nafsu yang menyesatkan. Nafsu-nafsu itu menjanjikan kebahagiaan kepada manusia, tetapi justru membuatnya semakin sengsara, dan jika tidak ditundukkan dan dimatikan akan mengkhianati mereka dengan membawa mereka pada kebinasaan. Oleh sebab itu, semuanya ini harus ditanggalkan seperti pakaian lama yang sudah malu kita pakai. Itu semua harus ditundukkan dan dimatikan. Nafsu-nafsu ini menang melawan mereka dalam kehidupan mereka yang dahulu, yaitu selagi mereka belum diperbaharui dan hidup dalam keadaan tidak mengenal Allah.

Manusia baru harus dikenakan. Menyingkirkan kaidah-kaidah yang bobrok saja tidak cukup, kita juga harus dihidupkan oleh kaidah-kaidah yang penuh rahmat. Kita harus memeluk kaidah-kaidah itu, menerapkannya, dan menuliskannya dalam hati kita. Berhenti melakukan kejahatan saja tidak cukup, kita juga harus belajar berbuat baik. “Supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu (ay. Efesus 4:23). Maksudnya, gunakanlah sarana yang tepat dan sudah ditetapkan supaya pikiranmu, yang adalah roh, makin lama makin diperbaharui.” Dan supaya kamu mengenakan manusia baru (ay. Efesus 4:24). Yang dimaksudkan dengan manusia baru adalah sifat baru, makhluk baru, yang dihidupkan oleh sebuah kaidah baru, yaitu anugerah yang memperbaharui, yang memampukan manusia untuk menjalani hidup baru, hidup dalam kebajikan dan kekudusan yang dituntut oleh kekristenan. Manusia baru ini diciptakan, atau dihasilkan dari kekacauan dan kehampaan, oleh kekuatan Allah yang mahakuasa, yang karya-Nya sungguh unggul dan indah. Menurut kehendak Allah, dengan meniru Dia, dan dengan mengikuti contoh dan teladan yang agung itu. Hilangnya citra Allah pada jiwa merupakan keberdosaan dan kesengsaraan manusia dalam keadaannya yang jatuh. Dan keserupaan yang dimiliki jiwa dengan Allah adalah keindahan, kemuliaan, dan kebahagiaan makhluk baru. Di dalam kebenaran, dalam hubungan dengan sesama manusia, yang mencakup semua kewajiban yang terdapat dalam loh batu kedua. Dan dalam kekudusan, dalam hubungan dengan Allah, yang menandakan ketaatan tulus terhadap perintah-perintah yang terdapat dalam loh batu pertama. Kekudusan yang sesungguhnya, yang berlawanan dengan kekudusan orang Yahudi yang bersifat lahiriah dan keupacaraan. Dikatakan bahwa kita harus mengenakan manusia baru ini ketika, dalam menggunakan semua sarana yang sudah ditentukan Allah, kita berusaha mencontoh sifat ilahi ini, makhluk baru ini. Inilah nasihat umum mengenai kemurnian dan kekudusan hati dan hidup.

 

2)    Rasul Paulus melanjutkan ke beberapa hal yang lebih khusus. Karena hal-hal yang umum biasanya tidak begitu berdampak, kita diberi tahu bagian-bagian tertentu yang mana dari manusia lama yang harus dimatikan, kain kotor dari sifat lama yang harus ditanggalkan itu, dan perhiasan-perhiasan khas apa dari manusia baru yang dengannya kita harus menghiasi pengakuan iman Kristen kita. Rasul Paulus lebih menekankan agar waspadah terhadap dusta, dan selalu berusahalah berkata benar (ay. Efesus 4:25): “Karena itu, kamu sudah tahu betul kewajibanmu, dan diwajibkan untuk melaksanakannya, biarlah tampak dalam perilakumu di masa depan, bahwa ada perubahan yang besar dan nyata yang dikerjakan dalam dirimu, khususnya dengan membuang dusta.”

Bangsa-bangsa kafir sangat bersalah atas dosa ini, dengan menegaskan bahwa dusta yang bermanfaat itu lebih baik daripada kebenaran yang menyakitkan. Dan karena itu, Rasul Paulus menasihati mereka untuk berhenti berdusta, berhenti melakukan apa saja yang bertentangan dengan kebenaran. Ini adalah bagian dari manusia lama yang harus ditanggalkan. Dan bagian dari manusia baru yang harus dikenakan yang berlawanan dengannya adalah berkata benar dalam semua percakapan kita dengan orang lain. Merupakan ciri-ciri umat Allah bahwa mereka adalah anak-anak yang tidak mau berdusta, yang tidak berani berdusta, yang membenci dan tidak menyukai dusta. Semua orang yang beroleh anugerah berkata benar dengan kesadaran hati nurani, tidak mau sengaja berdusta demi mendapatkan keuntungan besar bagi diri mereka sendiri. Alasan yang diberikan di sini untuk berkata jujur adalah, karena kita adalah sesama anggota.

Kebenaran adalah utang yang harus kita bayar satu terhadap yang lain. Dan, jika kita saling mengasihi, kita tidak akan menipu atau berbohong satu terhadap yang lain. Kita termasuk dalam satu perkumpulan atau tubuh, dan kepalsuan atau dusta cenderung mencerai-beraikannya. Oleh karena itu, kita harus menghindarinya dan berkata benar. Amatilah, berdusta adalah dosa yang sangat besar, suatu pelanggaran khusus terhadap kewajiban-kewajiban yang mengikat orang-orang Kristen, dan sangat melukai serta merugikan perkumpulan Kristen. “Waspadalah terhadap kemarahan dan amarah yang tak terkendali. Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa” (ay. Efesus 4:26). Ini dipinjam dari terjemahan Septuaginta (Perjanjian Lama terjemahan bahasa Yunani – pen.) dari Mazmur 4:5, di mana kita mengartikannya, biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa.

Di sini diberikan kelonggaran yang mudah, sebab seperti itulah kita harus memandangnya, bukan sebagai perintah. Biarlah kamu marah. Kita cukup mudah marah, Allah tahu itu. Tetapi kita cukup kesulitan untuk tidak melanggar batasan ini, tetapi jangan berbuat dosa. “Jika ada alasan yang bisa diterima bagimu untuk marah, usahakanlah untuk tidak berbuat dosa dalam amarahmu itu. Dan karena itu, waspadalah terhadap kemarahan yang berlebihan.” Ada orang bilang, kalau memang kita boleh marah tetapi tidak boleh berdosa, maka jangan marah terhadap apa-apa kecuali terhadap dosa. Dan kita harus lebih menginginkan kemuliaan Allah daripada kepentingan atau nama baik kita sendiri. Satu dosa besar dan umum dalam amarah adalah membiarkannya memanas menjadi kegeraman, dan membiarkan kegeraman itu mendekam di dalam hati.

Oleh sebab itulah di sini kita diperingatkan terhadap amarah. “Jika kamu tersulut amarah dan jiwamu menjadi sangat resah, dan jika kamu dengan pahit hati membenci penghinaan apa saja yang sudah diberikan kepadamu, maka sebelum malam tiba, tenangkan dan diamkan jiwamu. Berdamailah dengan orang yang sudah berbuat salah terhadapmu, dan biarlah semuanya menjadi baik-baik kembali: Janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu. Jika amarah memanas menjadi kegeraman dan kepahitan roh, oh pastikanlah engkau segera menekannya.”

Amatilah, walaupun amarah dengan sendirinya tidak berdosa, namun ada bahaya yang sangat besar bahwa amarah itu akan menjadi dosa jika tidak diwaspadai dengan hati-hati dan ditekan dengan segera. Dan karena itu, walaupun bisa saja timbul dalam dada seorang bijak, amarah hanya menetap dalam dada orang bodoh. Dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis (ay. Efesus 4:27). Orang yang terus memendam kegeraman dan amarah yang berdosa membiarkan Iblis masuk ke dalam hati mereka, dan membiarkannya mengambil keuntungan atas diri mereka, sampai ia membawa mereka pada kebencian, rancangan-rancangan jahat, dst. “Dan janganlah beri kesempatan kepada pemfitnah atau pendakwa palsu” (begitulah sebagian orang membaca ayat itu). Maksudnya, “janganlah pasang telinga kepada para pembisik, penggunjing, dan pemfitnah.”

Di sini kita diperingatkan terhadap dosa mencuri, yaitu pelanggaran terhadap perintah kedelapan, dan dinasihati supaya bekerja dengan jujur dan beramal: Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi (ay. Efesus 4:28). Ini merupakan peringatan terhadap segala macam perbuatan salah, yang dilakukan dengan kekerasan ataupun penipuan. “Hendaklah kamu yang ketika masih dalam keadaan tidak mengenal Allah, bersalah atas kejahatan besar ini, tidak lagi melakukannya.” Tetapi kita tidak hanya harus berjaga-jaga terhadap dosa, melainkan juga dengan kesadaran hati nurani harus banyak-banyak melakukan kewajiban yang berlawanan dengan itu. Bukan hanya tidak mencuri, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri. Kemalasan membuat orang menjadi pencuri. Begitulah menurut Krisostomus (uskup Konstantinopel, abad keempat – pen.), To gar kleptein argias estin – Mencuri adalah akibat dari kemalasan.

Orang yang tidak mau bekerja, dan malu meminta-minta, membuka diri lebar-lebar pada godaan-godaan untuk mencuri. Oleh sebab itu, orang harus tekun dan rajin, bukan dengan cara yang terlarang, melainkan dalam panggilan hidup yang jujur. Melakukan pekerjaan yang baik. Bekerja, dengan cara yang jujur, akan menjauhkan orang dari godaan untuk berbuat salah. Tetapi ada alasan lain mengapa orang harus rajin, yaitu supaya mereka mampu berbuat suatu kebaikan, dan juga supaya mereka terhindar dari godaan: Supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan. Mereka harus berusaha bukan hanya supaya mereka sendiri hidup, dan hidup dengan jujur, melainkan juga supaya mereka bisa membagikan sesuatu untuk menutupi orang yang berkekurangan. Amatilah, bahkan orang yang mendapat penghasilan dari pekerjaan mereka harus beramal dari sedikit yang mereka punya kepada orang-orang yang tidak bisa bekerja. Begitu penting dan tetap berlakunya kewajiban beramal kepada kaum miskin ini sehingga bahkan para pekerja dan hamba pun, dan mereka yang hanya mempunyai sedikit, harus menyumbangkan sedikit harta mereka itu ke dalam perbendaharaan. Allah harus mendapat apa yang layak didapat-Nya, dan kaum miskin adalah pihak penerima untuk Dia. Cermatilah lebih jauh, amal yang akan mendapat perkenanan Allah bukanlah hasil dari ketidakbenaran dan perampasan, melainkan dari kejujuran dan ketekunan. Allah membenci perampasan dan kecurangan.

Di sini kita diperingatkan terhadap perkataan kotor, dan dibimbing kepada perkataan yang berguna dan membangun (ay. Efesus 4:29). Perkataan atau pembicaraan yang kotor dan najis itu beracun dan menular, seperti daging yang tengik dan busuk. Perkataan seperti itu timbul dari, dan banyak membuktikan, kebobrokan dalam hati pembicaranya, dan cenderung merusakkan pikiran dan perilaku orang lain yang mendengarnya. Oleh karena itu, orang-orang Kristen harus waspada terhadap segala macam pembicaraan seperti itu. Secara umum, perkataan seperti itu bisa dipahami sebagai semua hal yang menyulut hawa nafsu dan amarah orang lain. Kita tidak hanya harus menanggalkan perkataan kotor, tetapi juga mengenakan perkataan yang baik untuk membangun. Manfaat besar dari kata-kata adalah membangun mereka yang kita ajak bicara. Orangorang Kristen harus berusaha menggalakkan penggunaan percakapan yang berguna: supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia. Supaya perkataan itu baik untuk, dan berkenan pada, mereka yang mendengarnya, dengan memberi informasi, nasihat, teguran yang diperlukan, atau sejenisnya.

Amatilah, merupakan kewajiban besar dari orang-orang Kristen untuk memastikan bahwa mereka tidak menyinggung orang lain dengan bibir mereka, dan memanfaatkan percakapan dan perbincangan, sebanyak mungkin, demi kebaikan orang lain. Di sini ada peringatan lain terhadap kegeraman dan kemarahan, dengan nasihat lebih jauh untuk saling mengasihi dan bersikap ramah satu terhadap yang lain (ay. Efesus 4:31-32). Yang dimaksud dengan kepahitan, kegeraman, dan kemarahan adalah kebencian dan ketidaksenangan yang kasar di dalam batin terhadap orang lain. Dan yang dimaksud dengan pertikaian adalah omong besar, ancaman keras, dan perkataan lain yang melewati batas, yang dengannya kepahitan, kegeraman, dan kemarahan melampiaskan diri.

Orang-orang Kristen tidak boleh memanjakan nafsu-nafsu rendah ini dalam hati mereka, tidak boleh bertikai dengan lidah mereka. Fitnah berarti semua perkataan yang menista, mencerca, dan mencemooh orang-orang yang membuat kita marah. Dan yang dimaksudkan dengan kejahatan di sini adalah kemarahan yang berurat akar, yang mendorong orang untuk merancang dan melakukan kejahatan kepada orang lain. Selanjutnya disebutkan apa yang bertentangan dengan semuanya ini: Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain. Ini menyiratkan asas kasih di dalam hati, dan ungkapan-ungkapan lahiriahnya dalam perilaku yang ramah, rendah hati, dan sopan. Sudah sepatutnya murid-murid Yesus ramah satu terhadap yang lain, seperti orang-orang yang sudah belajar, dan mau mengajar, rasa terima kasih. Penuh kasih mesra, yaitu murah hati dan peka terhadap kesusahan dan penderitaan orang lain, sehingga cepat tergerak oleh belas kasihan. Saling mengampuni. Perbedaan akan ada di antara murid-murid Kristus.

Oleh karena itu, mereka harus cinta damai, dan siap mengampuni. Dengan demikian, mereka menyerupai Allah sendiri, yang di dalam Kristus telah mengampuni mereka, dan itu lebih daripada mereka bisa mengampuni satu sama lain. Perhatikanlah, pada Allah ada pengampunan. Ia mengampuni dosa di dalam Yesus Kristus, dan berdasarkan penebusan yang sudah dibuat Kristus demi memuaskan keadilan ilahi.

Perhatikan lagi, mereka yang diampuni Allah haruslah berjiwa pengampun, dan harus mengampuni sebagaimana Allah mengampuni, dengan tulus dan sepenuh hati, dengan hati yang siap dan gembira, mengampuni semua orang dan untuk selama-lamanya, apabila si pendosa bertobat dengan tulus, mengingat bahwa mereka berdoa, ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami. Sekarang, kita bisa mencermati semua hal khusus yang ditekankan oleh Rasul Paulus ini, bahwa itu semua termasuk dalam perintah-perintah yang terdapat dalam loh batu kedua. Dari sini orang-orang Kristen harus mempelajari kewajiban-kewajiban ketat yang mengikat mereka untuk melaksanakan perintah-perintah dalam loh batu kedua. Dan bahwa orang yang tidak melaksanakannya dengan kesadaran hati nurani berarti tidak pernah takut akan Allah atau mengasihi-Nya dengan sebenarnya dan tulus, apa pun itu kepura-puraan mereka.

Di tengah-tengah nasihat dan peringatan ini, Rasul Paulus menyelipkan sebuah nasihat umum, dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah (ay. Efesus 4:30). Dengan melihat apa yang dikatakan sebelumnya, dan apa yang dikatakan selanjutnya, kita bisa melihat apa itu yang mendukakan Roh Allah. Dalam ayat 25-29, tersirat bahwa semua kecemaran dan kenajisan, dusta, dan perkataan kotor yang memicu hawa nafsu kotor mendukakan Roh Allah. Dalam bagian selanjutnya tersirat bahwa nafsu-nafsu bobrok seperti kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, fitnah, dan kejahatan itu mendukakan Roh yang baik ini. Dengan ini tidak dimaksudkan bahwa Sang Pribadi yang penuh berkat itu bisa dibuat berduka atau kesal seperti kita manusia. Tetapi maksud dari nasihat itu adalah supaya kita tidak berbuat kepada-Nya dengan cara yang cenderung mendukakan dan menggelisahkan sesama kita.

Kita tidak boleh melakukan apa yang bertentangan dengan sifat-Nya yang kudus dan kehendak-Nya. Kita tidak boleh menolak mendengarkan nasihat-nasihat-Nya, atau memberontak melawan pemerintahan-Nya, sebab itu akan membuat-Nya berbuat terhadap kita seperti yang cenderung akan dilakukan manusia satu terhadap yang lainnya ketika mereka dibuat marah dan berduka, yaitu dengan cara menarik diri dan kebaikan mereka dari orang-orang itu, dan mencampakkan mereka kepada musuh-musuh mereka. Oh, janganlah membuat Roh Allah yang penuh berkat itu menarik hadirat-Nya dan kuasa-kuasa-Nya yang penuh rahmat darimu! Inilah alasan yang baik mengapa kita tidak boleh mendukakan Dia, yang oleh-Nya kita telah dimeteraikan menjelang hari penyelamatan. Akan datang hari penyelamatan. Tubuh pasti akan ditebus dari kuasa maut pada hari kebangkitan, dan kemudian umat Allah akan dilepaskan dari semua akibat dosa, dan juga dari segala dosa dan kesengsaraan, yang tidak akan pernah lepas dari mereka sebelum mereka diselamatkan dari alam maut. Barulah pada saat itu kebahagiaan mereka yang penuh dan utuh dimulai. Semua orang yang sungguh-sungguh percaya dimeteraikan menjelang hari itu.

Allah telah membedakan mereka dari orang lain, dengan memberikan tanda pada mereka. Dan Ia memberi mereka jaminan dan keyakinan akan kebangkitan yang penuh sukacita dan mulia. Dan Roh Allahlah meterainya. Di mana pun Roh yang penuh berkat itu berada sebagai Pengudus, Dia adalah jaminan dari segala sukacita dan kemuliaan di hari penyelamatan. Dan kita pasti akan binasa seandainya Allah mengambil Roh Kudus-Nya dari kita.

Keadaan orang Efesus yang pada dasarnya malang itu dijelaskan sebagian di sini. (2:1-3) Perhatikan dengan baik, Jiwa yang belum diperbarui adalah jiwa yang mati di dalam pelanggaran dan dosa. Semua orang yang tinggal di dalam dosa mereka, mati di dalam dosa. Bahkan tidak hanya itu, tetapi juga di dalam pelanggaran dan dosa, yang bisa berarti segala macam dosa, baik yang sudah biasa dilakukan maupun yang dilakukan satu kali saja, baik dosa di dalam hati maupun dosa dalam perbuatan. Dosa adalah kematian jiwa. Di mana pun hal itu terjadi, maka di situ pun segala kehidupan rohani lenyap. Orang berdosa ada dalam keadaan mati, karena tidak lagi berpegang pada hukum, dan kehilangan kuasa kehidupan rohani. Mereka terbuang dari Allah, sumber kehidupan. Mereka juga mati secara hukum, karena dikatakan bahwa seorang penjahat yang bersalah harus mati.

Keadaan berdosa adalah suatu keserupaan dengan dunia ini (ay. Efesus 2:2). Di ayat pertama, Paulus berbicara tentang keadaan batiniah mereka. Di sini, ia berbicara mengenai perilaku mereka secara lahiriah. Di dalamnya, yaitu di dalam pelanggaran dan dosa, dahulu kamu hidup. Kamu hidup dan berperilaku sedemikian rupa seperti yang biasa dilakukan orang dunia.

Pada dasarnya, kita adalah budak yang terikat pada dosa dan Iblis. Barangsiapa hidup dalam pelanggaran dan dosa, dan mengikuti jalan dunia ini, ia mentaati penguasa kerajaan angkasa. Demikianlah Iblis, atau penguasa setan-setan, digambarkan. Lihat Matius 12:24, 26. Pasukan malaikat yang telah jatuh adalah seperti sebuah kekuatan yang dipersatukan di bawah seorang pemimpin. Karena itu, apa yang di tempat lain disebut sebagai kuasa-kuasa gelap di sini disebut dalam bentuk tunggal. Angkasa digambarkan sebagai takhta kerajaan Iblis, dan baik orang Yahudi maupun orang kafir memang berpendapat bahwa angkasa penuh dengan roh-roh, dan di sanalah roh-roh itu bekerja. Tampaknya Iblis memiliki kekuasaan tertentu (dengan seizin Allah) di bagian angkasa yang lebih rendah.

Di sana dia telah siap sedia untuk menggoda manusia, dan sebisa mungkin melakukan kejahatan sebanyak-banyaknya di dunia. Namun, sungguh merupakan penghiburan dan sukacita bagi umat Allah bahwa Dia, yang menjadi Kepala dari segala yang ada bagi jemaat, telah menaklukkan Iblis dan membelenggunya. Namun orang jahat adalah budak Iblis, karena mereka hidup mengikutinya. Mereka hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan kesenangan si perebut kekuasaan ini. Perbuatan dan tujuan mereka dilakukan seturut dengan nasihatnya, dan menuruti godaannya. Mereka tunduk kepadanya, dan menjadi tawanannya yang mengikat mereka dengan kehendaknya, sehingga ia disebut sebagai ilah dunia ini, dan roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka.

Orang-orang durhaka adalah orang-orang yang memilih untuk tidak menaati Allah, dan melayani Iblis. Di dalam diri mereka Iblis bekerja dengan begitu kuat dan efektif. Sebagaimana Roh yang baik mengerjakan apa yang baik di dalam jiwa yang taat, demikian pula roh yang jahat ini mengerjakan apa yang jahat di dalam diri orang jahat. Dan sekarang ia bekerja, bukan hanya sejak sekarang ini, melainkan juga sudah sejak dunia diberkati dengan terang Injil yang mulia. Rasul Paulus menambahkan, sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka. Kata-kata ini mengacu pada orang Yahudi. Di sini Paulus menyiratkan bahwa pada dasarnya dahulu mereka berada di dalam keadaan yang malang dan menyedihkan, serta sama jahat dan kejinya dengan orang-orang bukan Yahudi yang belum diperbarui itu sendiri. Paulus menggambarkan lebih jauh keadaan mereka yang sesungguhnya di dalam perkataannya yang berikut.

Pada dasarnya kita diperbudak oleh daging dan kesenangan kita yang keji (ay. Efesus 2:3). Dengan menuruti kehendak daging dan pikiran, manusia ternoda oleh pencemaran jasmani dan rohani. Tetapi Rasul Paulus menyuruh orang Kristen menyucikan diri dari semuanya itu (2Kor. 7:1). Menuruti keinginan daging dan pikiran mencakup segala dosa dan kejahatan yang dilakukan di dalam dan oleh para penguasa jiwa, baik yang lebih rendah maupun yang lebih tinggi atau lebih berkuasa. Sifat bejat kita mencondongkan kita kepada segala dosa itu, dan kita hidup untuk melakukan semua dosa tersebut. Pikiran yang bersifat kedagingan menjadikan manusia sebagai budak yang sempurna terhadap nafsunya yang bejat. Memenuhi kehendak daging, begitulah kata-katanya dapat ditafsirkan, menunjukkan besarnya kekuatan nafsu-nafsu ini, dan kuasa apa yang mereka punyai atas orang-orang yang menyerahkan diri kepadanya.

Pada dasarnya kita adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain. Orang Yahudi harus dimurkai, seperti halnya orang bukan Yahudi. Dan pada dasarnya kodrat orang yang satu sama saja seperti yang lain, bukan hanya karena kebiasaan dan karena meniru, melainkan juga sudah sejak kita mulai ada, dan juga dikarenakan kecenderungan dan nafsu alamiah kita. Karena pada dasarnya semua orang adalah orang-orang durhaka, maka pada dasarnya mereka juga adalah orang-orang yang harus dimurkai. Setiap hari Allah murka terhadap orang yang jahat. Tindakan dan keadaan kita begitu layak dimurkai, dan akan berakhir di dalam murka kekal, seandainya anugerah ilahi tidak turut campur tangan. Oleh sebab itu, jelas sekali mengapa orang berdosa harus menaruh perhatian terhadap anugerah yang akan mengubah mereka dari orang-orang yang harus dimurkai menjadi anak-anak Allah dan ahli waris kemuliaan! Sampai di sini, Rasul Paulus telah menjelaskan betapa malangnya keadaan manusia yang sesungguhnya di dalam ayat-ayat ini. Kita akan mendapati bahwa topik ini dibahas lagi oleh Paulus dalam beberapa ayat berikutnya.

 

5.   Menurut Kolose

Menurut Surat Kolose penekananya adalah Perlunya Mematikan Dosa (Kol. 3:5-7)”. Rasul Paulus menasihati jemaat Kolose untuk mematikan dosa, yang menjadi penghalang besar untuk mencari perkara-perkara yang di atas. Karena merupakan kewajiban kita untuk mengarahkan hati kepada perkara-perkara sorgawi, maka sudah menjadi kewajiban kita pulalah untuk mematikan dalam diri kita segala sesuatu yang duniawi, yang biasanya mencondongkan hati kita pada perkara-perkara yang di dunia. “Matikanlah mereka, yaitu, taklukkanlah kebiasaan-kebiasaan pikiran yang jahat yang menguasai kamu ketika kamu masih belum percaya. Bunuhlah mereka, tindaslah mereka, seperti yang kamu lakukan terhadap ilalang atau hama yang menyebar dan membinasakan semua di sekitarnya. Atau, seperti kamu membunuh seorang musuh yang melawanmu dan melukaimu.” Segala sesuatu dalam dirimu yang duniawi. Ini termasuk anggota tubuh, yang merupakan bagian dari diri kita di dunia, dan yang direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah (Mzm. 139:15), atau kegemaran yang bejat di dalam pikiran, yang mengarahkan kita kepada perkara-perkara duniawi, anggota-anggota tubuh maut (Rm. 7:24). Paulus merincinya,

1)    Nafsu-nafsu kedagingan, yang dahulu dikenal sangat menguasai mereka. Percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat, berbagai perbuatan nafsu daging dan ketidakmurnian daging. Semua itu begitu mereka nikmati di dalam kehidupan mereka sebelumnya, dan begitu bertentangan dengan kehidupan sebagai orang Kristen dan pengharapan sorgawi.

2)    Cinta akan dunia ini. Dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala. Yaitu, kasih yang tidak sepatutnya terhadap kebaikan yang hanya sementara sifatnya dan kenikmatan lahiriah. Itu dimulai dengan menilainya terlalu tinggi, sehingga orang mengejarnya dengan nafsu berlebih, dan tidak dapat menggunakan serta menikmatinya sebagaimana mestinya, dan kemudian timbullah perasaan sangat takut dan kesedihan yang luar biasa apabila kehilangan itu semua. Perhatikan, keserakahan adalah penyembahan berhala secara rohaniah. Keserakahan berarti memberikan kasih dan penghargaan terhadap kekayaan duniawi, yang seharusnya hanya layak diberikan bagi Allah. Sikap seperti ini menjadikan keserakahan semakin jahat dan jauh lebih menjengkelkan bagi Allah, daripada yang biasa disangka orang. Selain itu, tampak jelas bahwa di antara segala contoh dosa yang pernah dilakukan oleh semua orang baik seperti yang tercatat di dalam firman (dan jarang sekali ada di antaranya yang tidak jatuh ke dalam dosa, kecuali beberapa orang saja, dalam suatu kesempatan dalam hidup mereka), tidak pernah di dalamnya tercatat ada orang baik yang berdosa dalam hal keserakahan. Paulus terus menunjukkan betapa pentingnya mematikan dosa (ay. Kolose 3:6-7).

Karena, jika kita tidak membunuh mereka, mereka akan membunuh kita. Semuanya itu mendatangkan murka Allah (atas orang-orang durhaka) (ay. Kolose 3:6). Perhatikanlah, pada dasarnya apakah kita ini, kurang lebihnya: orang-orang durhaka. Bukan hanya orang-orang durhaka, melainkan juga ada di bawah kuasa dosa dan secara alamiah cenderung untuk durhaka atau tidak patuh. Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat (Mzm. 58:4). Selain itu, sebagai orang-orang durhaka, kita adalah orang-orang yang harus dimurkai (Ef. 2:3). Murka Allah menimpa semua orang durhaka. Barangsiapa tidak menaati ketetapan-ketetapan hukum, ia menimpakan hukuman kepada dirinya sendiri. Dosa yang disebutkan oleh Paulus adalah dosa yang dilakukan jemaat Kolose ketika mereka masih kafir dan menyembah berhala, sehingga khususnya pada saat itu mereka adalah orang-orang durhaka, dan dosa-dosa ini menimpakan hukuman ke atas mereka, dan memperhadapkan mereka pada murka Allah.

Kita harus mematikan dosa-dosa ini, karena dosa-dosa tersebut sudah hidup di dalam diri kita. Dahulu kamu juga melakukan hal-hal itu ketika kamu hidup di dalamnya (ay. Kolose 3:7). Perhatikan, merenungkan bahwa tadinya kita hidup di dalam dosa merupakan sebuah alasan yang baik mengapa sekarang kita harus meninggalkan dosa. Kita sudah melangkah di jalan yang sesat, dan karena itu janganlah kita berjalan di dalamnya lagi. Jikalau aku telah berbuat curang, maka aku tidak akan berbuat lagi (Ayb. 34:32). Telah cukup banyak waktu yang kita pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah, ketika kita berjalan di dalam hawa nafsu (1Ptr. 4:3). Ketika kamu hidup di antara orang-orang yang berbuat demikian (demikianlah beberapa orang menafsirkannya), berarti kamu hidup di dalam perbuatan-perbuatan yang jahat itu. Adalah sukar untuk tinggal di antara orang-orang yang melakukan pekerjaan gelap tanpa memiliki persekutuan dengan mereka, seperti halnya berjalan di dalam lumpur tanpa ternoda tanah. Marilah kita menjauh dari jalan orang jahat.

Perlunya Mematikan Dosa lihat di pasal (3:8-11). Sebagaimana kita harus mematikan segala keinginan yang tidak pada tempatnya, begitu juga kita harus mematikan segala nafsu yang tidak semestinya (ay. Kolose 3:8). Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, karena semuanya ini bertentangan dengan rancangan Injil, seperti halnya segala ketidakmurnian yang jahat. Sekalipun semua itu merupakan kejahatan yang lebih bersifat rohani, bukan berarti tidak lebih jahat. Kebenaran Injil memperkenalkan suatu perubahan terhadap kuasa-kuasa jiwa baik yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah, dan mendukung akal sehat dan hati nurani lebih berkuasa daripada nafsu dan gairah.

Amarah dan geram sudah buruk, tetapi kejahatan lebih buruk lagi, karena akarnya lebih dalam dan dilakukan dengan sengaja. Kejahatan adalah suatu amarah yang memuncak dan ditindaklanjuti. Selain itu, sebagaimana keyakinan-keyakinan bejat di dalam hati harus dipangkas, maka begitu juga dengan buah yang dihasilkannya melalui lidah. Contohnya yaitu fitnah, yang agaknya lebih dimaksudkan berbicara buruk tentang manusia daripada tentang Allah, berkata-kata jahat kepada mereka, atau menimbulkan pembicaraan-pembicaraan yang buruk tentang mereka, dan mencemari nama baik mereka dengan cara-cara licik yang jahat.

Kata-kata kotor, yaitu, segala percakapan yang kotor dan kasar, yang berasal dari pikiran cemar di dalam diri orang yang mengatakannya, dan menimbulkan pencemaran yang sama pada diri pendengarnya. Dan juga, dusta: Jangan lagi kamu saling mendustai (ay. Kolose 3:9), karena dusta bertentangan baik dengan hukum kebenaran maupun hukum kasih. Dusta itu tidak adil dan juga tidak baik, dan biasanya cenderung menghancurkan iman dan persahabatan di tengah umat manusia. Dusta menjadikan kita serupa dengan Iblis (yang adalah bapa segala dusta), dan merupakan bagian utama dari gambaran Iblis pada jiwa kita. Karena itulah, kita diperingatkan terhadap dosa ini dengan penjelasan umum ini: Karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru (ay. Kolose 3:10).

Dengan merenungkan pengakuan kita bahwa kita sudah menjauhi dosa dan mendukung kepentingan Kristus, bahwa kita telah menolak segala dosa dan memeluk kepentingan Kristus, maka seharusnya itu membentengi kita dari dosa dusta ini. Barangsiapa telah menanggalkan manusia lama, juga telah menanggalkan perbuatan manusia lama itu. Juga, mereka yang telah mengenakan manusia baru harus mengenakan semua perbuatan manusia baru, bukan hanya memeluk kaidah-kaidah yang baik, tetapi juga menindakinya dalam perilaku yang baik. Dikatakan bahwa manusia baru terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar,

karena orang yang tidak berpengetahuan tidak dapat menjadi orang yang baik. Tanpa pengetahuan, hati tidak dapat menjadi baik (Ams. 19:2). Anugerah Allah bekerja atas kehendak dan perasaan dengan memperbarui akal budi. Teranglah yang pertama ada dalam ciptaan baru, sebagaimana ia yang pertama ada pada mulanya, menurut gambar Khaliknya. Bagi manusia yang tidak berdosa, merupakan sebuah kehormatan bahwa ia diciptakan menurut gambar Allah. Namun, gambar itu rusak dan terhilang oleh karena dosa, dan diperbarui oleh anugerah yang menguduskan. Karena itu, jiwa yang diperbarui sama seperti keadaan awal Adam ketika ia diciptakan. Di dalam karya pengudusan yang merupakan sebuah hak istimewa, tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka (ay. Kolose 3:11). Sekarang sudah tidak ada lagi perbedaan yang timbul karena adanya perbedaan negara atau perbedaan keadaan dalam kehidupan. Menjadi kudus merupakan tugas bagi orang yang satu dan juga bagi yang lain, seperti halnya menerima anugerah dari Allah untuk menjadi kudus adalah hak istimewa bagi orang yang satu sama seperti bagi yang lain. Kristus datang untuk merubuhkan semua tembok pemisah, supaya semua orang dapat berdiri sejajar di hadapan Allah, baik dalam hal tugas maupun hak istimewa. Dan karena alasan ini, yaitu karena Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu. Kristus adalah segala-galanya bagi seorang Kristen, satu-satunya Tuhan dan Juruselamatnya, dan segala pengharapan dan kebahagiaannya. Dan bagi orang-orang yang dikuduskan, baik yang satu maupun yang lain, dan siapa pun mereka di dalam hal yang lain, Dia adalah semua di dalam semua, Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir. Dia adalah semua di dalam segala sesuatu bagi mereka.

 

6.   Menurut 1 dan 2 Tesalonika

Menurut 1 dan 2 Tesalonika, lebih menyoroti tentang dosa yang bersifat merendahkan Roh Kudus atau memandang rendah terhadap karya Roh Kudus. Dalam kehidupan manusia hari demi hari. Rasul Paulus dengan tegas mengatakan dengan nada tegas bahwa “Janganlah padamkan Roh” (ay. 1 Tesalonika 5:19), sebab Roh anugerah dan permohonan inilah yang menopang kita dalam segala kelemahan kita, yang mendampingi kita dalam segala doa dan ucapan syukur kita. Orang Kristen dikatakan dibaptis dengan Roh Kudus dan dengan api. Ia bekerja seperti api, dengan menerangi, menghidupkan, dan memurnikan jiwa-jiwa manusia. Kita harus berhati-hati agar tidak memadamkan api kudus ini. Seperti api yang akan padam kalau kehabisan bahan bakar, demikian pula kita akan memadamkan Roh jika kita tidak menggugah roh kita, dan segenap batin kita, untuk mengikuti pimpian-pimpinan Roh yang baik itu. Dan sama seperti api akan padam jika disiram air, atau ditimbun dengan banyak kotoran, demikian pula kita harus berhati-hati agar tidak memadamkan Roh Kudus dengan memanjakan diri dengan hawa nafsu kedagingan, atau hanya memikirkan perkara-perkara duniawi.

         Janganlah anggap rendah nubuat-nubuat (ay. 1 Tesalonika 5:20). Sebab, jika kita mengabaikan sarana anugerah, maka kita akan kehilangan Roh anugerah. Yang dimaksudkan dengan nubuat di sini adalah mengajarkan firman, dan menafsirkan serta menerapkan Kitab Suci. Ini tidak boleh kita anggap rendah, tetapi harus kita hargai dan nilai tinggi, karena itu merupakan ketetapan Allah, yang ditetapkan oleh-Nya untuk memajukan dan mengembangkan diri kita dalam pengetahuan dan anugerah, kekudusan dan penghiburan. Kita tidak boleh menganggap rendah pengajaran, walaupun itu sederhana, dan tidak disampaikan dengan kata-kata indah hikmat manusia, dan walaupun kita tidak diberi tahu lebih daripada apa yang sudah kita ketahui sebelumnya. Sungguh bermanfaat, dan sering kali perlu, bila pikiran kita digugah, perasaan dan tekad hati kita dibangkitkan, kepada hal-hal yang sudah kita ketahui merupakan kepentingan dan kewajiban kita.

         Pemberitahuan mengenai Kemurtadan (2:13-15). Ayat 13 Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai. 14 Untuk itulah Ia telah memanggil kamu oleh Injil yang kami beritakan, sehingga kamu boleh memperoleh kemuliaan Yesus Kristus, Tuhan kita. 15 Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis. (2 Tesalonika 2:13-15).

         Penghiburan yang dapat dirasakan oleh jemaat Tesalonika dalam menghadapi ngerinya kemurtadan ini (ay. 2 Tesalonika 2:13-14). Karena mereka dipilih untuk memperoleh keselamatan, dan dipanggil untuk menerima kemuliaan. Perhatikan, ketika kita mendengar tentang kemurtadan banyak orang, sungguh merupakan suatu penghiburan dan sukacita yang besar bahwa masih ada sejumlah orang yang tersisa menurut pilihan kasih karunia, yang telah bertekun dan akan terus bertekun. Secara khusus, kita harus bersukacita, jika kita mempunyai alasan untuk berharap bahwa kita adalah bagian dari kumpulan tersebut. Rasul Paulus menganggap dirinya wajib untuk bersyukur kepada Allah dalam hal ini. Kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu.

         Dia sudah sering mengucap syukur karena mereka, dan ia masih terikat untuk mengucap syukur atas diri mereka. Dan memang ada alasan yang kuat untuk itu, yaitu karena mereka dikasihi oleh Tuhan, seperti yang tampak di dalam persoalan ini, yakni bahwa mereka aman dari kemurtadan. Pemeliharaan terhadap orang-orang kudus ini disebabkan oleh. Kokohnya pilihan kasih karunia (ay. 2 Tesalonika 2:13). Mereka dikasihi oleh Tuhan, karena Allah telah memilih mereka dari mulanya. Ia telah mengasihi mereka dengan kasih yang kekal. Mengenai pemilihan Allah ini kita dapat mengamati,

a.    Waktunya yang kekal. Pemilihan ini dilakukan sejak dari mulanya, bukan sejak permulaan Injil, melainkan sejak permulaan dunia, sebelum dunia dijadikan (Ef. 1:4). Kemudian,

b.    Tujuan mengapa mereka dipilih, yaitu untuk menerima keselamatan, keselamatan yang utuh dan kekal dari dosa dan kesengsaraan, dan menikmati segala sesuatu yang baik sepenuhnya.

Sarana untuk mencapai tujuan ini, yaitu pengudusan oleh Roh dan dalam kepercayaan pada kebenaran. Dengan begitu, ketetapan mengenai pemilihan ini menghubungkan tujuan dengan sarananya, dan keduanya tidak boleh dipisahkan. Kita tidak dipilih oleh Allah karena kita kudus, melainkan supaya kita dapat menjadi kudus. Karena kita telah dipilih oleh Allah, maka kita tidak boleh hidup sekehendak hati kita. Namun jika kita telah dipilih untuk menerima keselamatan sebagai tujuan kita, maka kita harus mempersiapkan diri untuk hal itu dengan menguduskan diri, karena pengudusan adalah sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Pengudusan ini terjadi melalui pekerjaan Roh Kudus, sebagai pihak yang menguduskan, dan dengan iman, sebagai bagian yang wajib kita kerjakan. Kepercayaan pada kebenaran harus ada, karena tanpa hal itu tidak mungkin ada pengudusan yang sejati, atau ketekunan di dalam kasih karunia, atau pemerolehan keselamatan. Iman dan kekudusan harus bersama-sama, seperti halnya kekudusan dan kebahagiaan. Itu sebabnya, Juruselamat kita berdoa bagi Petrus supaya imannya jangan gugur (Luk. 22:32), dan bagi para murid-Nya (Yoh. 17:17), kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.

Kuasa panggilan Injil (ay. 2 Tesalonika 2:14). Sebagaimana mereka telah dipilih untuk menerima keselamatan, maka begitu pula mereka dipilih untuk itu oleh Injil. Mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya (Rm. 8:30). Secara lahiriah, Allah memanggil melalui Injil, dan panggilan ini dibuat menjadi berhasil melalui pekerjaan di dalam batin yang dilakukan oleh Roh. Perhatikan, ke mana pun Injil datang, ia memanggil dan mengundang orang untuk menerima kemuliaan. Ini adalah sebuah panggilan untuk menerima kehormatan dan kebahagiaan, bahkan kemuliaan Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu kemuliaan yang telah dibeli-Nya, dan kemuliaan yang dimiliki-Nya, untuk diberikan kepada siapa saja yang mau percaya kepada-Nya dan menaati Injil-Nya. Orang-orang yang demikian itu akan hidup bersama Kristus, memandang kemuliaan-Nya, dan mereka akan dimuliakan bersama Kristus dan turut ambil bagian di dalam kemuliaan-Nya. Dari sini, pembahasan dilanjutkan dengan,

2)    Suatu seruan untuk berdiri teguh dan bertekun. Sebab itu, berdirilah teguh (ay. 2 Tesalonika 2:15). Perhatikan, Paulus bukan berkata, “Kamu telah dipilih untuk menerima keselamatan, dan karena itu kamu boleh berbuat seenaknya dan tetap aman,” melainkan, sebab itu berdirilah teguh. Anugerah Allah di dalam memilih dan menetapkan kita sama sekali tidak berarti bahwa kita boleh meninggalkan jerih payah dan usaha kita. Justru seharusnya hal itu menyadarkan dan menarik kita supaya memiliki tekad dan kerajinan sehebat-hebatnya. Begitu pula, Rasul Yohanes, setelah memberi tahu orang-orang yang ditujunya di dalam suratnya bahwa mereka telah menerima pengurapan yang akan tinggal tetap di dalam diri mereka, dan bahwa mereka harus tinggal di dalam Dia (di dalam Kristus), menambahkan nasihat ini, sekarang tinggallah di dalam Kristus (1Yoh. 2:27-28). Jemaat Tesalonika dinasihati supaya berdiri teguh di dalam pengakuan Kristen mereka, supaya berpegang pada ajaran-ajaran yang mereka terima, atau ajaran Injil, yang disampaikan oleh Rasul Paulus, baik secara lisan maupun melalui surat. Pada saat itu kanon Alkitab masih belum lengkap, sehingga beberapa hal disampaikan oleh para rasul melalui khotbah-khotbah mereka, di bawah tuntunan Roh yang tidak mungkin keliru, dan orang Kristen wajib menerimanya sebagai perkataan yang berasal dari Allah.

Beberapa hal yang lain setelah itu dituliskan oleh mereka, sebagaimana Rasul Paulus telah menulis surat yang pertama kepada jemaat Tesalonika ini, dan surat-surat ini ditulis ketika para penulis ini digerakkan oleh Roh Kudus. Perhatikan, karena itu tidak ada alasan untuk menganggap tradisi lisan di zaman kita ini sebagai memiliki kuasa yang sama dengan tulisan-tulisan kudus, karena sekarang kanon Alkitab sudah lengkap. Segala ajaran dan kewajiban seperti yang diajarkan oleh para rasul yang diilhami Roh harus kita taati sungguh-sungguh. Dan kita tidak memiliki bukti yang pasti mengenai segala sesuatu yang disampaikan oleh mereka selain yang kita temukan ada di dalam Alkitab.

E. MENURUT SURAT PENGGEMBALAAN

1.   Menurut Surat 1 dan 2 Timotius

Kemurtadan Dinubuatkan dan Kemerdekaan Kristen (4:1-5). Di sini kita dapati sebuah nubuat Rasul Paulus tentang kemurtadan yang akan terjadi di waktu-waktu kemudian, yang pernah ia katakan sebagai sesuatu yang pasti akan datang dan harus diyakini adanya di antara orang Kristen (2Tes. 2).

Pertama. Di bagian penutup pasal sebelumnya, kita dapati ringkasan rahasia ibadah kita. Oleh karena itu sangat tepat jika pada permulaan pasal ini kita temukan juga rahasia kejahatan diuraikan singkat: Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad dari iman. Roh yang dimaksudkan oleh Rasul Paulus adalah Roh dalam Perjanjian Lama, atau Roh di dalam nabi-nabi Perjanjian Baru, atau keduanya. Baik nubuat-nubuat mengenai antikristus maupun nubuat-nubuat mengenai Kristus berasal dari Roh. Roh di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru berbicara dengan jelas mengenai kemurtadan umum dari iman kepada Kristus dan ibadah yang sejati kepada Allah. Hal ini akan terjadi di waktu-waktu kemudian, selama masa penyelenggaraan Kristen, sebab masa-masa ini disebut waktu-waktu kemudian, masa-masa berikutnya dari gereja, sebab rahasia kejahatan ini sudah mulai bekerja sekarang ini. Ada orang yang akan murtad dari iman, atau akan ada yang mundur dari iman. Sebagian orang, tidak semuanya. Sebab, di waktu-waktu yang paling buruk sekalipun Allah tetap memiliki suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia.

Mereka akan murtad dari iman, iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus (Yud. 1:3), yang telah disampaikan sekaligus, yaitu ajaran yang benar dari Injil. Mereka lalu mengikuti roh-roh penyesat, yaitu orang-orang yang mengaku-ngaku dibimbing oleh Roh, namun yang tidak benar-benar dipimpin oleh Roh. Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh (1Yoh. 4:1), yaitu siapa saja yang berpura-pura dibimbing oleh Roh. Nah, amatilah di sini,

v  Salah satu contoh kemurtadan yang besar, yaitu memberikan perhatian kepada ajaran-ajaran setan-setan, atau mengenai setan-setan. Yaitu ajaran-ajaran yang mengajarkan penyembahan-penyembahan kepada orang-orang kudus dan malaikat-malaikat, yang dijadikan sebagai ilah-ilah pengantara antara Allah yang kekal dan manusia yang fana. Ilah-ilah ini seperti setan-setan yang dipanggil oleh para penyembah berhala dan disembah mereka. Nah, ada gereja yang dengan jelas menunjukkan kesesuaian dengan hal ini, yang merupakan salah satu dari langkah-langkah pertama menuju kemurtadan besar, seperti penyimpanan berbagai benda peninggalan para martir dengan penuh rasa cinta dan hormat, memberikan penghormatan ilahi kepada benda-benda itu, membangun mezbah-mezbah, membakar ukupan, menguduskan gambar-gambar dan tempat-tempat ibadah, serta memanjatkan doa-doa dan puji-pujian untuk menghormati orang-orang kudus yang sudah meninggal. Penyembahan setan-setan ini merupakan warisan dari bangsa kafir yang dihidupkan kembali, yang adalah suatu gambaran dari binatang yang pertama (di dalam Kitab Wahyu).

v  Alat-alat yang digunakan untuk memajukan dan menyebarluaskan kemurtadan dan khayalan ini.

Ø  Hal itu akan dilakukan dengan memanfaatkan kemunafikan dari orang-orang yang berkata dusta, para kaki tangan dan utusan Iblis, yang memajukan khayalan-khayalan ini dengan dusta dan pemalsuan serta mujizat-mujizat yang palsu (ay. 1 Timotius 4:2). Hal ini dilakukan melalui kemunafikan mereka, dengan mengaku-ngaku menghormati Kristus, namun pada waktu yang sama menyerang semua jabatan-jabatan yang diurapi-Nya, serta merusak semua ketetapan-Nya. Hal ini juga berkaitan dengan kemunafikan orang-orang yang hati nurani mereka seperti diselar dengan besi hangat (ay. 1 Timotius 4:2, TL) atau yang hati nuraninya memakai cap para penyesat atau sudah disesatkan, yaitu orang-orang yang benar-benar telah kehilangan asas-asas utama mengenai kebajikan dan kejujuran akhlak. Jika hati nurani orang sudah disesatkan, maka mereka tidak akan pernah mampu mempertahankan kuasa untuk melakukan kebaikan bagi orang banyak, tidak akan pernah mampu mempertahankan iman terhadap ajaran sesat, tidak akan pernah mampu mempertahankan sisa-sisa rasa kemanusiaan dan belas kasihan dan menyelubungi diri dengan kekejaman yang paling biadab dengan berpura-pura memajukan kepentingan gereja.

Ø  Bagian lain dari ciri mereka adalah bahwa mereka melarang orang kawin. Meskipun perkawinan adalah ketetapan Allah, mereka melarang para pemimpin jemaat untuk menikah, dan berbicara dengan penuh celaan terhadap perkawinan. Mereka juga melarang orang makan makanan tertentu, dan melakukan pantang pada waktu-waktu tertentu sebagai ketetapan agama, hanya untuk melaksanakan kesewenang-wenangan atas hati nurani manusia.

ü  Kemurtadan di waktu-waktu kemudian seharusnya tidak mengejutkan kita, karena sebelumnya sudah dinyatakan dengan jelas oleh Roh.

ü  Roh itu adalah Allah sendiri, kalau tidak Ia tidak akan dapat melihat jauh ke depan dengan pasti kejadian-kejadian yang masih jauh itu, yang bagi kita penuh ketidakpastian dan tidak terduga, tergantung pada watak, suasana hati, dan hawa nafsu manusia.

ü  Perbedaan antara nubuat Roh dan ramalan-ramalan para dukun penyembah berhala sangat besar sekali. Roh berbicara dengan jelas, sedangkan para dukun penyembah berhala selalu penuh keraguan dan ketidakpastian.

ü  Sangat menyenangkan untuk merenungkan bahwa tidak semua orang terlibat di dalam kemurtadan itu, melainkan hanya sebagian orang saja.

ü  Sudah merupakan hal yang lazim bagi para penyesat dan pendusta untuk berpura-pura mengikuti Roh, yang memberikan anggapan kuat bahwa kemungkinan besar hal seperti inilah yang bekerja di antara kita.

ü  Manusia harus dikeraskan dan hati nuraninya dikeringkan lebih dulu sebelum mereka dapat meninggalkan iman dan ditarik kepada pihak lain bersama mereka.

ü  Tanda bahwa manusia telah meninggalkan iman adalah ketika mereka memerintahkan orang untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya telah dilarang Allah, seperti penyembahan kepada orang-orang kudus dan malaikat-malaikat atau kepada setan-setan, serta melarang apa yang sebenarnya diperbolehkan atau diperintahkan Allah, seperti perkawinan dan makan.

 

Sesudah menyebut puasa-puasa mereka yang munafik, Rasul Paulus mengambil kesempatan untuk menguraikan ajaran mengenai kebebasan Kristen, yang kita nikmati di bawah Injil, mengenai memanfaatkan ciptaan Allah yang baik, yaitu apa yang ketika di bawah hukum Taurat ada perbedaan antara makanan yang halal dan haram (seperti jenis-jenis daging yang boleh mereka makan, dan jenis-jenis yang tidak boleh mereka makan), semuanya kini sudah dihapuskan, dan kita tidak boleh menyebut apa pun halal atau haram (Kis. 10:15). Amatilah disini,

a.    Kita harus memandang makanan kita sebagai sesuatu yang diciptakan Allah. Kita menerimanya dari Dia, dan itulah sebabnya harus kita gunakan untuk Dia.

b.    Dalam menciptakan hal-hal itu, Allah memberikan perhatian khusus kepada orang yang percaya dan dan yang telah mengenal kebenaran, kepada orang-orang Kristen yang baik, yang memiliki hak perjanjian atas makhluk-makhluk ciptaan itu, sedangkan orang-orang lain hanya memiliki suatu hak umum atas mereka.

c.    Segala sesuatu yang diciptakan Allah harus diterima dengan pengucapan syukur. Kita tidak boleh menolak karunia-karunia Allah, atau sibuk membuat pembedaan ketika Allah tidak membedakan. Sebaliknya, kita harus menerimanya dan bersyukur, mengakui kuasa Allah, Pencipta dari semua berkat itu, serta mengakui kemurahan hati Allah Sang Pemberi dari semua itu: Karena semua yang diciptakan Allah itu baik, dan suatu pun tidak ada yang haram (ay. 1 Timotius 4:4). Ayat ini dengan jelas membebaskan kita dari semua pembedaan makanan yang ditentukan oleh hukum Taurat, khususnya mengenai daging babi, yang tidak boleh dimakan oleh orang-orang Yahudi, tetapi yang diperbolehkan bagi orang-orang Kristen sesuai dengan ketentuan ini, karena semua yang diciptakan Allah itu baik, dst. Amatilah, makhluk-makhluk ciptaan yang baik dari Allah itu menjadi baik adanya, dan menjadi kebaikan ganda bagi kita, jika diterima dengan ucapan syukur, sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa (ay. 1 Timotius 4:5). Sangatlah diinginkan agar ciptaan Allah yang kita pakai untuk nikmati, dikuduskan terlebih dahulu. Nah, sekarang semua makanan itu sungguh telah dikuduskan bagi kita,

d.    Oleh firman Allah. Bukan saja izin-Nya, yang memberikan kebebasan kepada kita untuk menggunakan makhluk-makhluk ini sebagai makanan, tetapi juga janjinya untuk memberi kita makan dengan makanan yang nyaman bagi kita. Ini berarti kenikmatan yang kita peroleh dari makhluk ciptaan sudah dikuduskan kegunaannya oleh Allah.

e.    Oleh doa, yang memberkati makanan untuk kita makan. Firman Allah dan doa harus disertakan di dalam semua tindakan dan urusan-urusan kita, dan kemudian kita melakukan semuanya di dalam iman. Amatilah di sini,

§  Setiap makhluk ciptaan adalah milik Allah, karena Ia menciptakan segalanya. Sebab punya-Kulah segala binatang hutan (firman Allah), dan beribu-ribu hewan di gunung, dan apa yang bergerak di padang adalah dalam kuasa-Ku (Mzm. 50:10-11).

§  Setiap ciptaan Allah itu baik, ketika Allah yang mulia dan mahabahagia melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik (Kej. 1:31).

§  Berkat Allah membuat setiap makhluk ciptaan menjadi makanan yang bergizi bagi kita. Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah (Mat. 4:4), dan karena itu tidak boleh ada yang ditolak.

§  Itulah sebabnya kita harus memohon berkat-Nya melalui doa, dan dengan demikian menguduskan makhluk-makhluk ciptaan yang kita terima melalui doa.

 

2.   Menurut Titus

Menurut Surat Titus tekanannya “Kemurtadan atau perlakuan terhadap Orang-orang Murtad; Pemberkatan Rasuli (3:9-15),  sini terdapat pokok bahasan kelima dan terakhir dalam isi surat ini, yaitu apa yang harus dihindari Titus dalam mengajar, bagaimana dia harus menangani orang yang murtad, disertai beberapa pengarahan lain.

Pertama, Supaya maksud Rasul Paulus menjadi lebih jelas dan lengkap, dan terutama supaya sesuai dengan zaman dan keadaan di Kreta, dan dengan banyak penganut Yudaisme di sana, dia memberi tahu Titus apa yang harus dihindarinya dalam mengajar (ay. Titus 3:9). Ada pertanyaan-pertanyaan yang memang perlu didiskusikan dan dijernihkan, yang bisa meningkatkan pengetahuan yang bermanfaat, tetapi persoalan-persoalan yang dicari-cari dan yang bodoh, yang tidak memberi kemuliaan bagi Allah dan juga tidak membangun manusia, haruslah dielakkan. Beberapa orang mungkin tampaknya berhikmat, tetapi sia-sia saja, seperti banyak di antara ahli-ahli Taurat Yahudi, serta juga orang-orang terpelajar di zaman setelahnya, yang memiliki banyak pertanyaan yang tidak cocok dan tidak ada gunanya bagi iman maupun ibadah.

Hindarilah hal-hal seperti itu. Dan persoalan silsilah (mengenai dewa-dewa, tutur beberapa orang, yang didengung-dengungkan para pujangga kafir, atau yang begitu memicu rasa penasaran orang-orang Yahudi). Memang ada beberapa pertanyaan yang layak dan bermanfaat untuk diselidiki mengenai persoalan silsilah ini, untuk melihat penggenapan firman dalam beberapa perkara, dan terutama mengenai kedatangan Kristus Sang Mesias. Namun, semua persoalan silsilah yang hanya bertujuan untuk menyombong-nyombongkan diri, memegahkan silsilah asal usul yang panjang, dan masih banyak lagi, seperti yang sibuk dilakukan guru-guru Yahudi sehingga menyusahkan para pendengar mereka, bahkan setelah Kristus sendiri sudah datang dan perbedaan antara keluarga dan suku sudah dihapuskan.

Mereka ini seolah-olah ingin membangun lagi kebijakan lama yang kini sudah dihapuskan. Dan percekcokan dan pertengkaran mengenai hukum Taurat. Ada beberapa orang yang memihak pada tata cara ibadah dan upacara seperti pada zaman Musa dulu, dan ingin supaya hal itu diteruskan di dalam jemaat, padahal melalui Injil dan kedatangan Kristus hal-hal tadi sudah digantikan dan dihapuskan. Titus tidak boleh menyetujui hal-hal seperti itu, melainkan harus menghindari dan menentangnya: karena semua itu tidak berguna dan sia-sia belaka. Semuanya itu termasuk dalam persoalan dan silsilah yang bodoh, dan pertengkaran mengenai hukum Taurat. Hal-hal itu sama sekali tidak mendidik dan tidak membangun kesalehan, malahan menghalanginya.

Agama Kristen dan perbuatan baik yang harus dipertahankan akan menjadi lemah dan dirugikan karenanya, damai sejahtera jemaat terganggu, dan kemajuan Injil terhambat. Perhatikanlah, para hamba Tuhan bukan hanya harus mengajarkan hal-hal yang baik dan bermanfaat, tetapi juga menghindari dan menentang hal-hal yang berlawanan dengan hal-hal itu, yang akan mencemari iman dan menghambat kesalehan serta perbuatan baik. Jemaat juga hendaknya tidak gatal telinga untuk mendengar hal-hal itu, melainkan harus menyukai dan memegang teguh ajaran yang sehat, yang cenderung membangun.

Kedua. Akan tetapi, karena akan ada pengajaran-pengajaran sesat dan bidat dalam jemaat, Rasul Paulus kemudian mengarahkan Titus mengenai apa yang harus dilakukannya bila hal itu terjadi, dan bagaimana harus menghadapinya (ay. Titus 3:10). Orang yang meninggalkan kebenaran di dalam Kristus Yesus, yang mencetuskan pengajaran palsu dan menyebarkannya untuk mencemari iman dalam hal-hal yang berat dan penting, dan menghancurkan damai sejahtera jemaat mengenainya, setelah beberapa cara untuk membuatnya bertobat gagal, haruslah dijauhi. “Nasihatilah dia lagi dan lagi, sehingga, jika memungkinkan, dia bisa disadarkan kembali, dan engkau bisa mendapatkan kembali saudaramu.

Tetapi, jika usahamu itu tidak juga membuatnya sadar, maka supaya orang-orang lain tidak dirugikan, usirlah dia dari persekutuan, dan peringatkan semua orang Kristen untuk menghindari dia.” Engkau tahu bahwa orang yang semacam itu benar-benar sesat (tercerabut dari akar imannya) dan dengan dosanya yang besar menghukum dirinya sendiri. Orang-orang yang tidak kunjung sadar juga setelah diperingatkan, dan terus keras kepala dalam dosa dan kekeliruan mereka, benar-benar sesat dan menghukum diri mereka sendiri. Mereka mendatangkan penghukuman atas diri mereka sendiri, yang seharusnya ditimpakan para pemimpin jemaat terhadap mereka. Mereka membuang diri mereka sendiri dari jemaat, dan mengenyahkan persekutuan dengannya, dan dengan demikian menghukum diri mereka sendiri.

Betapa jahatnya kesesatan yang nyata-nyata seperti itu, sehingga tidak boleh sembarangan dituduhkan pada siapa pun, walaupun harus benar-benar diwaspadai oleh semua orang. Orang yang benar-benar sesat sering dikatakan sudah tumbang, suatu kiasan yang diambil dari gedung yang sudah sangat hancur sehingga sulit, jika tidak bisa dibilang mustahil, untuk diperbaiki dan ditegakkan lagi. Orang-orang yang telah murtad jarang dapat dipulihkan kembali ke dalam iman sejati: begitu banyak kerusakannya dalam hal penilaian akan kebenaran, serta teguhnya pendirian, yang tampak melalui kesombongan, atau ambisi, atau kekerasan hati, atau keserakahan, atau kebusukan yang karena itu haruslah diwaspadai: “Bersikaplah rendah hati, cintailah kebenaran dan terapkanlah hal itu, dan kemurtadan yang membinasakan pun akan terhindarkan.” Susah payah dan kesabaran harus dicurahkan terhadap orang-orang yang berbuat kekeliruan besar itu. Mereka tidak begitu saja dibiarkan dan langsung dijauhi, tetapi banyak sekali waktu dan sarana yang harus dipakai demi pemulihan mereka. Sarana-sarana yang dipakai oleh jemaat, bahkan untuk menghadapi orang-orang yang sesat pun, adalah dengan cara membujuk dan memberi pengertian yang masuk akal. Orang-orang seperti itu harus diperingatkan, diarahkan, dan ditegur. Begitu banyak nouthesia, peringatan atau nasihat ilahi, yang harus dilayangkan.

Jika mereka tetap tegar tengkuk dan tidak bisa disadarkan, maka jemaat memiliki kuasa dan juga wajib untuk mempertahankan kemurniannya dengan memutuskan hubungan dengan anggotanya yang sudah sesat itu. Tindakan disiplin itu, dengan restu dari Allah, bisa mendatangkan keberhasilan dalam menyadarkan yang tersesat. Jika tidak demikian, maka kesalahan orang itu akan menimpakan penghukuman yang semakin berat atas dirinya sendiri.

Rasul Paulus memaparkan lebih banyak lagi pengarahan (ay. Titus 3:12- 13). Di sini terdapat dua hal pribadi yang ditambahkannya: Supaya Titus siap sedia untuk datang kepada Paulus di Nikopolis (yaitu kota yang dikenal juga bernama Trake, di perbatasan dengan Makedonia), segera setelah Artemas atau Tikhikus dikirim ke Kreta, untuk menggantikan tempatnya dan mengurus jemaat-jemaat di sana saat Titus meninggalkan mereka. Rasul Paulus tidak ingin meninggalkan mereka dalam keadaan mereka yang muda dan lemah tanpa salah satu pemimpin untuk membimbing dan menjaga mereka. Tampaknya Titus bukanlah diaken atau gembala tetap mereka, melainkan seorang pengabar Injil, sebab jika begitu, Paulus tidak akan memanggilnya begitu saja untuk meninggalkan tugasnya di sana.

Mengenai Artemas kita hanya membaca sedikit saja, tetapi Tikhikus disebutkan dalam banyak kesempatan dengan penuh hormat. Paulus memanggilnya sebagai saudara yang kekasih, hamba yang setia dan kawan pelayan dalam Tuhan: dengan begitu, dia adalah orang yang pantas untuk mengemban tugas tersebut. Saat Paulus menyuruh Titus, berusahalah datang kepadaku di Nikopolis, karena sudah kuputuskan untuk tinggal di tempat itu selama musim dingin ini, jelaslah bahwa surat itu tidak dikirim dari Nikopolis, seperti yang tersirat dalam keterangan tambahan pada bagian akhir surat, sebab kalau begitu dia pasti akan mengatakan, sudah kuputuskan untuk tinggal di tempat ini, bukannya di tempat itu, selama musim dingin. Tugas pribadi lain yang diperintahkan pada Titus adalah supaya dia menolong dua kawan seperjalanannya dengan sebaik-baiknya dan memastikan bahwa mereka berkecukupan, supaya mereka tidak kekurangan apa pun.

Hal ini dilakukan bukan hanya sebagai kewajiban biasa saja, tetapi berdasarkan kesalehan kristiani, atas dasar rasa hormat terhadap orang itu beserta pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka, yang kemungkinannya ialah untuk mengabarkan Injil atau melayani jemaat dalam beberapa hal tertentu. Zenas disebutkan sebagai ahli Taurat, dan apakah hal itu terkait dengan Taurat atau hukum kerajaan Roma atau Taurat Musa, yang sudah menjadi keahliannya selama beberapa waktu, di sini kurang begitu jelas. Apolos merupakan hamba yang cakap dan setia. Menemani orang-orang seperti itu dalam sebagian perjalanan mereka, dan menyediakan kebutuhan bagi pekerjaan dan perjalanan mereka, merupakan pelayanan yang saleh dan bermanfaat. Untuk menggalakkan dan menghimbau lebih lanjut lagi mengenai apa yang sudah dipaparkan Rasul Paulus untuk diajarkan oleh Titus (ay. Titus 3:8), di sini diulanginya lagi: Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah (ay. Titus 3:14).

Biarlah orang-orang Kristen, mereka yang sudah percaya kepada Allah, belajar melakukan pekerjaan yang baik, terutama yang seperti ini, mendukung para hamba Allah dalam pekerjaan pengabaran dan penyebaran Injil sehingga dengan begitu, boleh mengambil bagian dalam pekerjaan mereka untuk kebenaran (3Yoh. 1:5-8). Supaya hidup mereka jangan tidak berbuah. Kekristenan bukanlah pengakuan iman yang tidak berbuah. Para pemeluknya harus penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah. Tidaklah cukup bersikap tidak merugikan, tetapi mereka juga harus bermanfaat, melakukan pekerjaan baik, serta menjauhi kejahatan. “Biarlah apa yang kita lakukan menegakkan dan mengerjakan pekerjaan dan usaha yang jujur, untuk memenuhi kebutuhan kita dan keluarga kita, supaya kita tidak menjadi beban yang merugikan di dunia ini,” begitulah yang diartikan oleh sebagian orang. Janganlah kita berpikir bahwa Kekristenan memberi kita surat keringanan. Tidak begitu. Kekristenan membebankan kewajiban kepada kita untuk mencari pekerjaan dan panggilan yang jujur, dan dengan demikian kita tinggal di hadapan Allah.

Hal ini mendatangkan nama baik, memberi kehormatan bagi agama dan kebaikan bagi manusia. Kita tidak akan menjadi anggota tubuh yang tidak berbuah, tidak membebani dan menyusahkan orang lain, tetapi dimampukan untuk membantu orang-orang yang berkekurangan. Kita harus melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, tidak hidup seperti benalu yang bergantung pada jerih payah orang, tetapi justru berbuah bagi kebaikan orang banyak.

Rasul Paulus menutup suratnya dengan salam dan berkat (ay. Titus 3:15). Meski mungkin tidak semua orang secara pribadi mengenal Titus (setidaknya begitulah beberapa orang dari mereka), tetapi semuanya, melalui Paulus, mengungkapkan kasih dan harapan baik mereka untuk Titus, dan dengan demikian mengakuinya dalam pekerjaannya, serta mendorongnya untuk meneruskan pekerjaan itu. Didukung sepenuh hati dalam doa orang-orang Kristen lainnya merupakan penghiburan dan penguatan yang besar. Sampaikanlah salamku kepada mereka yang mengasihi kami di dalam iman, atau karena imannya, yang merupakan rekan-rekan seiman Kristen yang penuh kasih. Kekudusan, atau penggambaran rupa Allah dalam apa saja, merupakan hal berharga yang menguatkan seluruh ikatan lainnya, dan merupakan hal terbaik.

Kasih karunia menyertai kamu sekalian! Amin. Ini merupakan berkat penutup, bukan hanya bagi Titus saja, tetapi bagi semua orang setia yang bersama-sama dengannya, yang menunjukkan bahwa meskipun surat itu ditujukan atas nama Titus dalam penulisannya, namun ditujukan untuk digunakan oleh jemaat-jemaat di sana, dan bahwa mereka selalu ada dalam pikiran dan hati Rasul Paulus saat dia menuliskannya. “Kasih karunia menyertai kamu sekalian, kasih dan kebaikan Allah, dengan buah dan dampaknya, seturut dengan kebutuhan, terutama kebutuhan rohani, serta pertambahan dan penghiburan semua itu, lebih dan lebih lagi, ada dan dirasakan dalam jiwa kalian.” Inilah keinginan dan doa Rasul Paulus, yang menunjukkan kasihnya pada mereka, perhatiannya bagi kebaikan mereka, dan sarana untuk memperoleh dan menghantarkan hal yang dimintakannya bagi mereka.

Perhatikanlah, kasih karunia merupakan hal utama yang harus didambakan dan dimohonkan, bagi orang lain maupun bagi diri kita sendiri. Kasih karunia pada intinya adalah segala hal yang baik. Amin menutup doa, mengungkapkan keinginan dan harapan, supaya semua itu boleh dan akan terjadi.

 

C.  MENURUT SURAT-SURAT UMUM

1.   Manurut  Kitab Ibrani

    Menurut Kitab Ibrani. Dalam perikop ini penulis Kitab Ibrani terus menekankan kepada mereka atau para pembaca dalam bentuk berbagai nasihat dan peringatan yang sungguh-sungguh sampai pada bagian penutup. Dan penulis Kitab Ibrani juga kemudian mengutip sebuah nas dari Kitab Mazmur 95:7, tentang pentingnaya nasihat.  Apa yang dinasihatkannya kepada mereka para pembaca, yaitu supaya mereka segera memperhatikan panggilan Yesus Kristus saat ini. “Dengarlah suara-Nya, setujui, sepakati, dan pertimbangkanlah apa yang dikatakan Allah di dalam Yesus Kristus kepadamu. Terapkanlah itu pada dirimu sendiri dengan segala perasaan dan usaha yang pantas, dan mulailah melakukannya hari ini juga, sebab esok mungkin sudah terlambat.”

         Apa yang diperingatkannya kepada mereka, yaitu supaya mereka tidak mengeraskan hati, tuli terhadap panggilan dan nasihat Kristus: “Ketika Ia memberi tahu kamu tentang kejahatan dosa, kemuliaan kekudusan, pentingnya menerima Dia dengan iman sebagai Juruselamatmu, janganlah tutup telinga dan hatimu melawan suara seperti itu.” Perhatikanlah, mengeraskan hati adalah sumber bagi semua dosa kita yang lain, artinya siap mebuka telingah untuk kebenaran itu masuk dan membuat manusia berubah karakter keberdosaanya, menjadi manusia yang beriman. Dalam hal ini kepada siapa ia memperingatkan mereka, yaitu contoh umat Israel bapak leluhur mereka di padang gurun: Seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun. Ini merujuk pada nas Kitab Suci yang luar biasa itu tentang tempat bernama Masa dan Meriba (Kel. 17:2-7). Masa pencobaan sering kali menjadi masa kegeraman.

Membuat Allah murka, ketika Ia sedang menguji Manusia, sementara Manusia melihat bahwa hidup kitu sepenuhnya bergantung pada Dia, adalah perbuatan membangkitkan amarah disertai dengan saksi. Dosa-dosa orang lain, terutama saudara-saudara sekeliling kita, harus menjadi peringatan bagi kita. Dosa-dosa dan penghukuman nenek moyang mereka harus mereka ingat, supaya mereka  tidak mengikuti contoh-contoh buruk nenekmoyang mereka. Nah, berkenaan dengan dosa nenek moyang orang Yahudi, yang direnungkan di sini, membawa para pembaca buku ini agar simak dan telaah.

a.    Seperti apa keadaan nenek moyang mereka ini, ketika mereka berbuat dosa seperti itu: mereka sedang berada di padang gurun, dibawa keluar dari Mesir, tetapi belum masuk ke Kanaan, dengan memikirkannya saja seharusnya dapat menahan mereka dari berbuat dosa.

b.    Dosa yang atasnya mereka bersalah, mereka mencobai Allah dan membuat-Nya murka. Mereka tidak mempercayai Allah, bersungut-sungut terhadap Musa, dan tidak mau memperhatikan suara Allah.

c.    Yang memperberat dosa mereka: mereka berdosa di padang gurun, di mana mereka sungguh sangat bergantung langsung kepada Allah. Mereka berdosa ketika Allah menguji mereka. Mereka berdosa ketika mereka melihat pekerjaan-pekerjaan-Nya, yaitu pekerjaan-pekerjaan ajaib yang dilakukan untuk membebaskan mereka dari Mesir, dan untuk memberi mereka persediaan dan penopang hidup dari hari ke hari di padang gurun. Mereka terus berbuat dosa terhadap Allah seperti itu selama empat puluh tahun. Kekejian ini teramat memperberat dosa mereka.

Sumber dari dosa-dosa yang sangat parah seperti itu adalah, Mereka sesat hati, dan kesesatan hati ini menimbulkan banyak kesalahan lain dalam bibir dan hidup mereka. Mereka tidak mengenal jalan-jalan Allah, meskipun Ia sudah berjalan mendahului mereka. Mereka tidak mengenal jalan-jalan-Nya. Entah itu jalan-jalan pemeliharaan-Nya yang di dalamnya Ia sudah berjalan menghampiri mereka, ataupun jalan-jalan perintah-Nya yang di dalamnya mereka seharusnya berjalan menghampiri Allah. Mereka tidak mencermati pemeliharaan-pemeliharaan-Nya ataupun menjalankan ketetapan-ketetapan- Nya dengan cara yang benar.

Kebencian Allah yang wajar dan besar terhadap dosa-dosa mereka, namun juga kesabaran besar yang ditunjukkanNya terhadap mereka (ay. 10): Itulah sebabnya Aku murka kepada angkatan itu. Semua dosa, terutama dosa yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku umat Allah yang beroleh hak istimewa, tidak hanya membuat Allah murka dan terhina, tetapi juga mendukakan Dia. Allah enggan menghancurkan umat-Nya di dalam atau karena dosa mereka. Sudah lama Ia menunggu untuk berbelas kasihan kepada mereka, arti lain adalah terlalu lama Allah bersabar, agar supaya umat pilihan-Nya berbalik kepada jalan yang benar dan menginsafi kasih karunia yang Allah karuniakan segala macam berkat Jasmani, maupun rohani, di padang belantara tanpa mereka mengerjakan sesuatu dengan tangan mereka sendiri secara mandiri.

Allah menyimpan catatan yang tepat tentang berapa kali orang terus berbuat dosa terhadap Dia, dan mendukakan Dia dengan dosa-dosa mereka. Tetapi pada akhirnya, jika mereka terus mendukakan Roh Allah dengan dosa-dosa mereka, maka dosa-dosa mereka akan dibuat mendukakan roh mereka sendiri, baik dengan cara dihakimi atau memohon belas kasihan. Penghakiman yang tidak dapat diganggu gugat dijatuhkan atas mereka pada akhirnya karena dosa-dosa mereka. Allah bersumpah dalam murka-Nya bahwa mereka tidak akan masuk ke dalam tempat perhentian-Nya, entah perhentian Kanaan duniawi ataupun sorgawi. Dosa, apabila terus dilakukan, akan menyalakan murka ilahi, dan membakar hangus orang-orang berdosa. Murka Allah akan menyingkapkan dirinya dalam keputusan yang benar untuk menghancurkan orang yang tidak mau bertobat. Ia akan bersumpah dalam murkaNya, bukan dengan gegabah, melainkan dengan benar, dan murka-Nya akan membuat mereka senantiasa dalam keadaan gelisah. Tidak ada kesempatan beristirahat di bawah murka Allah.

Pelajaran apa yang dipetik penulis Kitab Ibrani memetik dari contoh buruk dan mengerikan yang dilakukan oleh umat pilihan Sllah itu (ay. 12-13). Ia memberikan peringatan yang semestinya terhadap orang-orang Ibrani, dan mempertegasnya dengan suatu desakan yang penuh kasih sayang. Ia memberikan peringatan yang semestinya kepada orang-orang Ibrani. Kata yang dipakai adalah waspadalah, blepete – perhatikanlah itu. “Lihat sekelilingmu. Berjaga-jagalah terhadap musuh-musuh baik di dalam maupun di luar dirimu. Berhati-hatilah. Kamu sudah tahu apa yang membuat nenek moyangmu tidak dapat memasuki Kanaan, dan yang membuat mayat mereka berserakan di padang gurun. Waspadalah, waspadalah, waspadalah supaya kamu tidak jatuh ke dalam dosa, jerat, dan hukuman mengerikan yang sama. Karena kamu tahu bahwa Kristus adalah Kepala jemaat, Pribadi yang jauh lebih besar daripada Musa, maka penghinaan kamu terhadap-Nya pasti merupakan dosa yang lebih besar daripada penghinaan mereka terhadap Musa. Jadi kamu terancam hukuman yang lebih keras daripada mereka.” Perhatikanlah, kehancuran orang lain harus menjadi peringatan bagi kita untuk waspada terhadap penyebab kehancuran mereka.

Kejatuhan Israel haruslah selamanya menjadi peringatan bagi semua orang yang datang setelah mereka. Sebab semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh (1Kor. 10:11), dan harus kita ingat. Waspadalah! Siapa yang mau sampai di sorga dengan selamat harus memperhatikan dengan awas sekeliling mereka. Penulis Kitab Ibrani menegaskan peringatan itu dengan suatu desakan yang penuh kasih sayang: “Hai saudara-saudara, bukan hanya saudara-saudara dalam daging, melainkan juga di dalam Tuhan. Saudara-saudara yang aku kasihi, bagi kesejahteraanmu telah lama aku berjerih payah.” Dan di sini ia berbicara secara panjang lebar tentang hal yang diperingatkannya: Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup.

Hati yang tidak percaya adalah hati yang jahat. Ketidakpercayaan adalah dosa besar, ia membusukkan hati manusia. Hati yang jahat dan tidak percaya adalah dasar dari semua dosa kita dalam meninggalkan Allah. Itu merupakan langkah besar menuju kemurtadan. Sekali saja kita membiarkan diri tidak mempercayai Allah, maka kemungkinan besar kita bisa segera meninggalkan-Nya. Saudara-saudara seiman perlu diperingatkan terhadap kemurtadan. Siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh! Penulis Kitab Ibrani menambahkan nasihat yang baik pada peringatan itu, dan menganjurkan mereka pada apa yang akan menjadi penangkal melawan hati yang jahat dan tidak percaya ini, yaitu bahwa mereka harus menasihati seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan “hari ini” (ay. 13). Manusia harus melakukan segala kebaikan yang dapat di lakukan satu terhadap yang lain selama manusia bersama-sama, yang hanya untuk waktu sebentar saja dan tidak pasti.

Karena hari esok bukanlah milik kita, kita harus memanfaatkan hari ini sebaik-baiknya. Jika orang-orang Kristen tidak saling menasihati setiap hari, maka mereka ada dalam bahaya menjadi tegar hati karena tipu daya dosa. Ada banyak tipu daya di dalam dosa. Dosa tampak bagus, tetapi sebenarnya kotor. Dosa tampak menyenangkan, tetapi sebenarnya merusak. Dosa menjanjikan banyak hal, tetapi tidak melaksanakan apa-apa. Tipu daya dosa itu membuat hati menjadi tegar. Satu dosa dibiarkan akan mempersiapkan dosa lain. Setiap perbuatan dosa meneguhkan kebiasaan berdosa. Berdosa melawan hati nurani adalah cara untuk mengebalkan hati nurani. Oleh karena itu, harus menjadi kepedulian setiap orang untuk menasihat diri sendiri dan orang lain supaya waspada terhadap dosa yang mendatangkan maut atau dosa yang bersifat tidak dapat diampuni.

Penulis Kitab Ibrani menghibur orang-orang yang tidak hanya memulai dengan baik, tetapi juga yang bertahan dengan baik, dan bertekun sampai pada akhirnya (ay. 14): Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula. Hak istimewa orang-orang kudus: mereka telah beroleh bagian di dalam Kristus, yaitu bagian di dalam Roh Yesus Kristus, dan dalam kodrat Yesus Kristus, serta anugerah-anugerah yang dilimpahkan oleh sang Yesus Kristus. Kemudian memiliki kebenaran Yesus Kristus, dan hidup bersama Yesus Kristus. Mereka berkepentingan dalam segala kepunyaan Yesus Kristus, dalam segala hal apa yang menyangkut Dia, dan dalam segala hal apa yang telah Dia lakukan, atau dapat Dia lakukan.

Syarat utama dalam kehidupan manusia mendapat hak istimewa itu, yaitu ketekunan setiap morang dalam mengakui dan hidup dalam Yesus Kristus dan Kekristenan secara berani dan terang-terangan sampai pada akhirnya. Bukan berarti bahwa mereka tidak akan bertekun, sebab mereka dipelihara oleh kuasa Allah yang mahakuasa melalui iman supaya mereka selamat, melainkan bahwa desakan untuk memperoleh keselamatan seperti itu adalah suatu cara yang dengannya Yesus Kristus membantu umat-Nya untuk bertekun. Hal ini akan membuat mereka waspada dan tekun, sehingga menjaga mereka dari kemurtadan. Semangat yang sama yang dengannya orang-orang Kristen memulai di jalan-jalan Allah harus mereka pertahankan dan buktikan sampai pada akhirnya.

Siapa yang memulai dengan sungguh-sungguh, dengan segala perasaan dan bersemangat, tekad yang kudus, dan kebergantungan yang disertai kerendahan hati, harus meneruskannya dengan semangat yang sama. Banyak sekali orang pada awal pengakuan iman menunjukkan keberanian dan keyakinan yang besar, tetapi mereka tidak berpegang teguh pada iman itu sampai pada akhirnya. Ketekunan dalam iman adalah bukti terbaik dari ketulusan iman kita. Penulis Kitab Ibrani kembali melanjutkan apa yang sudah dia kutip sebelumnya dari Mazmur 95:7, dan ia menerapkannya langsung pada orang-orang dari angkatannya (ay. 15-16). Tetapi apabila pernah dikatakan: Pada hari ini, dan seterusnya, seolah-olah ia berkata, “Apa yang dikutip sebelumnya dari Kitab Suci bukan hanya untuk masa-masa sebelumnya, melainkan juga untuk kamu sekarang, dan untuk semua orang yang akan datang setelah kamu. Agar kamu berjaga-jaga untuk tidak jatuh ke dalam dosa-dosa yang sama, supaya jangan kamu jatuh ke dalam kutukan yang sama.” Rasul Paulus berkata kepada mereka bahwa meskipun sebagian orang yang sudah mendengar suara Allah memang betul-betul membangkitkan amarah-Nya, namun tidak semua orang berbuat demikian.

Meskipun sebagian besar pendengar membangkitkan murka Allah dengan ketidakpercayaan mereka, namun ada sebagian lain yang percaya pada apa yang disampaikan kepada mereka. Meskipun mendengarkan firman adalah sarana biasa menuju keselamatan, namun, kalau tidak didengarkan, itu akan membuat orang terbuka bagi murka Allah. Allah ingin mempunyai umat sisa yang mau patuh pada suara-Nya, dan Ia akan memperhatikan umat itu dan menyebut mereka dengan hormat. Seandainya pun umat sisa ini sampai tertimpa musibah bersama-sama orang berdosa, namun mereka akan beroleh bagian dalam keselamatan kekal, sedangkan para pendengar firman yang tidak taat akan binasa selama-lamanya.

Penulis Kitab Ibrani memberikan beberapa pertanyaan atas apa yang sudah disebutkan sebelumnya, dan memberikan jawaban yang tepat untuknya (ay. 17-19): Dan siapakah yang Ia murkai empat puluh tahun lamanya? Bukankah mereka yang berbuat dosa? Dan siapakah yang telah Ia sumpahi ?  Allah berduka hanya terhadap umat-Nya yang berbuat dosa terhadap Dia, dan terus berbuat dosa. Allah paling berduka dan murka dengan dosa-dosa yang dilakukan di depan umum oleh kebanyakan orang dari suatu bangsa. Apabila dosa sudah mewabah, dosa itu membangkitkan murka yang paling dahsyat. Meskipun Allah murka untuk waktu yang lama, dan bersabar untuk waktu yang lama, namun ketika ditekan oleh beratnya kefasikan yang merajalela di mana-mana, pada akhirnya Ia akan membebaskan diri-Nya dari orang-orang yang melakukan pelanggaran secara umum dengan penghakiman-penghakiman yang diberikan di hadapan umum.

Ketidakpercayaan (dengan pemberontakan yang merupakan akibatnya) adalah dosa dunia yang membawa kutukan besar, terutama jika dilakukan oleh mereka yang telah mendapat pewahyuan tentang pikiran dan kehendak Allah. Dosa ini menutup hati Allah, dan menutup gerbang-gerbang sorga bagi mereka. Dosa ini menempatkan mereka di bawah murka dan kutukan Allah, dan meninggalkan mereka di situ. Sehingga dalam kebenaran dan keadilan pada diri-Nya sendiri, Allah berkewajiban untuk mencampakkan mereka untuk selama-lamanya di dalam api neraka yang kekal.

 

2.   Menurut Yakobus

Dalam pasal ini Rasul Yakobus mengecam keinginan yang berlebihan, dan lidah yang sombong dan semena-mena. Ia juga menunjukkan kewajiban dan keuntungan dari mengekang lidah, karena kekuatan lidah untuk merusak. Orang yang terutama mengaku beragama harus mengendalikan lidah mereka (ay. 1-12). Hikmat yang sejati membuat orang lemah lembut dan menghindari perselisihan dan iri hati. Dan dari sini hikmat sejati dapat dengan mudah dibedakan dari hikmat yang bersifat duniawi dan munafik (ay. 13, sampai selesai). Mengendalikan Lidah (3:1-12). Pasal sebelumnya menunjukkan bagaimana iman tanpa perbuatan adalah iman yang tidak bermanfaat dan mati.

Jelas tersirat dari apa yang pertama-tama disampaikan dalam pasal ini bahwa iman seperti itu juga cenderung membuat orang angkuh dan semena-mena dalam perilaku dan perkataan mereka. Orang yang menegakkan iman dengan cara yang dikecam dalam pasal sebelumnya adalah orang yang paling mudah jatuh ke dalam dosa-dosa lidah yang dikecam dalam pasal ini. Jadi orang-orang terbaik memang sungguh-sungguh perlu diperingatkan supaya tidak menggunakan lidah mereka untuk berbuat semena-mena, mencela, dan merusak. Oleh karena itu kita diajar. Untuk tidak menggunakan lidah kita sampai berkuasa atas orang lain: Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru, (ay. ). Pertama. Perkataan ini tidak melarang kita untuk melakukan apa yang kita bisa untuk membimbing dan mengajar orang lain dalam kewajiban mereka, atau untuk menegur mereka atas apa yang salah dengan cara-cara kristiani.

Tetapi kita tidak boleh bicara dan bertindak seperti orang yang senantiasa berkuasa. Kita tidak boleh mengatur-atur seorang terhadap yang lain, sehingga menjadikan perasaan kita sendiri sebagai patokan untuk menguji semua orang lain. Sebab Allah memberikan berbagai macam karunia kepada manusia, dan mengharapkan dari tiap-tiap orang sesuai dengan ukuran terang yang Ia berikan. “Oleh sebab itu, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi tuan” (atau guru, seperti sebagian orang membacanya). “Janganlah bersikap menggurui, seperti pihak yang berkuasa, dan hakim, tetapi berbicaralah dengan rendah hati dan dengan semangat untuk belajar. Janganlah mencela satu sama lain, seolah-olah semua orang harus mengikuti patokanmu.” Hal ini dipertegas dengan dua alasan.

1.    Orang yang mau menjadi seperti hakim dan pencela seperti itu akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. Menghakimi orang lain hanya akan membuat kita dihakimi dengan lebih keras dan berat (Mat. 7:1-2). Orang yang ingin mencari-cari kesalahan orang lain, dan angkuh dalam mencela mereka, hendaklah sadar bahwa Allah akan berlaku sama kerasnya dalam memperhitungkan kesalahan yang mereka katakan dan lakukan.

2.    Alasan lain yang diberikan supaya kita tidak bersikap menggurui adalah karena kita semua adalah orang-orang berdosa: Kita semua bersalah dalam banyak hal (ay. 2). Kalau saja kita lebih memikirkan kesalahan-kesalahan dan pelanggaran-pelanggaran kita sendiri, kita tidak akan begitu mudah menghakimi orang lain. Sementara kita bersikap keras dalam mengecam apa yang kita anggap salah dalam diri orang lain, kita tidak mempertimbangkan seberapa banyak dalam diri kita sendiri yang secara wajar dianggap salah oleh orang lain. Orang yang suka membenarkan diri biasanya menipu diri sendiri. Kita semua bersalah di hadapan Allah. Jadi orang yang bermegah di atas kekurangan dan kelemahan orang lain, sedikit memikirkan berapa banyak mereka sendiri melakukan pelanggaran. Bahkan, bisa jadi kelakuan mereka sendiri yang sok berkuasa, dan lidah mereka yang suka mencela itu, ternyata lebih buruk daripada kesalahan-kesalahan apa saja yang mereka kecam dalam diri orang lain. Marilah kita belajar untuk keras dalam menghakimi diri sendiri, tetapi bermurah hati dalam menghakimi orang lain.

3.    Kita diajar untuk mengendalikan lidah kita sehingga dapat membuktikan bahwa kita adalah manusia yang sempurna dan lurus hati, orang yang sepenuhnya mengendalikan diri sendiri: Barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. Tersirat di sini bahwa orang yang hati nuraninya disadarkan akan dosa-dosa lidah, dan yang berusaha untuk menghindarinya, adalah orang yang lurus hati, dan tidak diragukan lagi beroleh tanda anugerah yang sesungguhnya. Akan tetapi, di sisi lain, jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, (seperti yang dinyatakan dalam pasal pertama) tetapi tidak mengekang lidahnya, maka apa pun pengakuan mulutnya, sia-sialah ibadahnya. Lebih jauh lagi, orang yang tidak bersalah dalam perkataannya akan membuktikan dirinya sebagai orang Kristen yang tidak hanya tulus, tetapi juga yang sudah sangat matang dan bertumbuh. Sebab hikmat dan anugerah yang memampukan dia untuk mengendalikan lidahnya akan memampukan dia juga untuk mengendalikan semua perbuatannya. Kita melihat hal ini digambarkan dalam dua perbandingan:

a.    Seperti mengendalikan dan mengarahkan gerakan-gerakan kuda, dengan kekang yang dipasang pada mulutnya: Kita mengenakan kekang pada mulut kuda, sehingga ia menuruti kehendak kita, dengan jalan demikian kita dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya (ay. 3). Ada begitu besar keberingasan dan keliaran dalam diri kita. Hal ini dengan sendirinya ditunjukkan oleh lidah, sehingga lidah harus dikekang. Seperti yang dikatakan dalam Mazmur 39:2, “Aku hendak menahan mulutku dengan kekang (atau, aku hendak mengekang mulutku) selama orang fasik masih ada di depanku.” Semakin gesit dan hidup lidah kita, semakin kita harus berusaha mengendalikannya. Jika tidak, sama seperti kuda yang liar dan susah diatur akan membawa kabur penunggangnya, atau melemparkan dia, demikian pula lidah yang liar akan melayani orang-orang yang dengan cara serupa tidak dapat mengendalikannya. Sementara, jika tekad dan kewaspadaan, dengan kuasa anugerah Allah, mengendalikan lidah, maka segala gerakan dan tindakan seluruh tubuh akan dapat dengan mudah diatur dan dikendalikan.

b.    Seperti mengendalikan kapal dengan cara mengendalikan kemudinya dengan benar: Dan lihat saja kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi. Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar (ay. 4-5). Seperti halnya kemudi adalah bagian yang sangat kecil dari kapal, demikian pula lidah adalah anggota yang sangat kecil dari tubuh. Tetapi jika kemudi dikendalikan, maka kapal akan berjalan dan berbelok menurut kehendak si juru mudi. Jadi, mengendalikan lidah dengan benar berarti, dalam banyak hal, mengendalikan orang secara keseluruhan. Ada keindahan yang menakjubkan dalam perbandingan-perbandingan ini, untuk menunjukkan bagaimana benda yang kecil bisa mempunyai manfaat yang luar biasa. Maka dari itu, kita harus belajar untuk berusaha lebih lagi dalam mengatur lidah kita dengan benar, karena meskipun anggota tubuh yang kecil, lidah mampu melakukan kebaikan atau kerugian yang besar. Oleh karena itu.

 

4.    Kita diajar untuk ngeri terhadap lidah yang liar sebagai salah satu kejahatan terbesar dan paling merusak. Lidah yang liar dibandingkan dengan sepercik api di antara banyak bahan yang mudah terbakar, yang akan segera menyulut api dan menghanguskan semua yang ada di hadapannya: Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. Lidah pun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan, dst. (ay. 5-6). Ada begitu banyak dosa dalam lidah hingga lidah bisa disebut sebagai dunia kejahatan. Betapa banyak kecemaran yang ditimbulkannya! Betapa besar dan mengerikan api yang disulutnya! Demikianlah lidah mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh. Oleh karena itu perhatikanlah, ada kecemaran dan noda yang besar dalam dosa-dosa lidah.

Nafsu-nafsu yang mencemarkan disulutkan, dilampiaskan, dan dimanjakan oleh anggota tubuh yang liar ini. Dan oleh lidah, seluruh tubuh sering kali diseret ke dalam dosa dan kebersalahan. Oleh sebab itu Salomo berkata, janganlah mulutmu membawa engkau ke dalam dosa (Pkh. 5:5).

Perangkap yang kadang-kadang menjerat manusia karena lidah itu tidak tertahankan bagi diri mereka sendiri dan merusak bagi orang lain. Lidah menyalakan roda kehidupan kita. Perkara-perkara manusia dan masyarakat menjadi kacau-balau, dan semuanya terbakar, oleh lidah manusia. Sebagian orang membacanya, setiap angkatan terbakar oleh lidah. Tidak ada zaman di dunia ini, atau keadaan hidup, entah pribadi atau umum, yang di dalamnya tidak ditemukan contoh ini. Sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka. Dari sini perhatikanlah, neraka mempunyai andil yang besar dalam membesarkan api lidah lebih daripada yang disadari orang pada umumnya.

Karena rancangan-rancangan setanlah maka lidah manusia disulut. Iblis secara tegas disebut sebagai pendusta, pembunuh, pendakwa saudara-saudara kita. Dan, setiap kali lidah manusia dipakai untuk berdusta, membunuh, atau mendakwa, lidah mereka dinyalakan oleh api neraka. Roh Kudus memang pernah turun dalam lidah-lidah seperti nyala api (Kis. 2). Dan, apabila lidah itu dibimbing dan dinyalakan oleh api sorga, ia menyalakan pikiran-pikiran yang baik, perasan-perasaan yang kudus, dan ibadah yang menyala-nyala. Tetapi apabila dinyalakan oleh api neraka, seperti halnya semua panas yang tidak pantas, maka ia melakukan kerusakan, menimbulkan kegeraman dan kebencian, dan segala hal yang memenuhi tujuan-tujuan Iblis.

Oleh karena itu, sama seperti engkau ngeri terhadap nyala api, demikian pula engkau harus ngeri terhadap perselisihan, cercaan, fitnah, kebohongan, dan segala hal yang akan menyalakan api murka dalam rohmu sendiri atau roh orang lain. Akan tetapi.

5.    Selanjutnya kita diajar mengenai betapa sulitnya mengendalikan lidah: Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-binatang menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan telah dijinakkan oleh sifat manusia. Tetapi tidak seorang pun yang berkuasa menjinakkan lidah (ay. 7-8). Seolah-olah Rasul Yakobus berkata, “Singa, dan binatang-binatang yang paling buas, serta kuda dan unta, dan makhluk-makhluk yang paling kuat, telah dijinakkan dan dikendalikan oleh manusia.          

Demikian pula halnya dengan burung-burung, meskipun mereka liar dan tidak jinak, dan sayap-sayap mereka senantiasa menjauhkan mereka dari jangkauan kita. Bahkan ular, kendati dengan segala bisa dan kelicikannya, telah dijinakkan dan dibuat tidak berbahaya. Binatang-binatang di laut pun telah ditangkap oleh manusia, dan dibuat berguna bagi mereka. Makhluk-makhluk ini tidak saja sudah ditaklukkan atau dijinakkan oleh mujizat (seperti singa-singa yang bertelut di samping Daniel, bukan melahap dia, dan burung-burung gagak yang memberi makan Elia, serta ikan besar yang membawa Yunus dari kedalaman laut ke tanah kering), tetapi juga apa yang dibicarakan di sini merupakan sesuatu yang lazim terjadi.

Mereka ini tidak hanya sudah dijinakkan, tetapi juga sudah menjadi jinak terhadap manusia. Sekalipun begitu, masih saja lidah lebih buruk dari semua makhluk ini, dan tidak dapat dijinakkan oleh kekuatan dan keahlian yang bermanfaat untuk menjinakkan makhluk-makhluk ini. Tidak ada orang yang bisa menjinakkan lidah tanpa anugerah dan pertolongan adikodrati.” Rasul Yakobus tidak bermaksud menggambarkannya sebagai hal yang mustahil, tetapi sebagai hal yang luar biasa sulit. Oleh karena itu diperlukan banyak kewaspadaan, usaha, dan doa untuk tetap mengendalikan lidah. Namun kadang-kadang semua usaha ini pun masih saja kurang.

Sebab ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan. Binatang-binatang buas dapat dipelihara dalam batas-batas tertentu, mereka dapat diatur dengan aturan-aturan tertentu, dan bahkan ular dapat digunakan, sehingga meskipun berbisa, ia tidak melukai. Tetapi lidah mudah menerobos semua batasan dan aturan, dan menyemburkan racunnya pada satu atau lain kesempatan, meskipun kita sudah bertindak dengan sangat hati-hati. Sehingga lidah bukan saja perlu diawasi, dijaga, dan dikendalikan, sama seperti binatang buas, atau makhluk yang berbahaya dan beracun, tetapi juga akan diperlukan jauh lebih banyak perhatian dan upaya untuk mencegah semburan-semburan dan dampak-dampak yang merusak dari lidah. Walaupun begitu.

 

6.    Kita diajar untuk merenungkan bagaimana kita menggunakan lidah kita di dalam agama dan dalam melayani Allah. Dengan permenungan ini, kita juga diajar bagaimana menjaga lidah supaya tidak mengutuk, mencela, dan melakukan apa saja yang jahat pada kesempatan-kesempatan lain: Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi (ay. 9-10).

Betapa tidak masuk akal bahwa orang yang menggunakan lidah mereka untuk berdoa dan memuji, tetapi juga menggunakannya untuk mengutuk, memfitnah, dan sejenisnya! Jika kita memuji Allah sebagai Bapa kita, itu seharusnya mengajar kita untuk berbicara yang baik-baik mengenai dan ramah kepada semua orang yang mengenakan gambar-Nya. Lidah yang menyapa Yang Ilahi dengan rasa hormat harus tetap dijaga setia, supaya jangan berbalik kepada sesama dengan memakai bahasa yang mencerca dan mencaci maki. Dikatakan tentang para Serafim yang memuji Allah, bahwa mereka tidak berani menghakimi dengan kata-kata hujatan. Terlebih lagi, jika manusia mencela orang yang tidak hanya mengenakan gambar Allah dalam indra-indra alami mereka, tetapi juga yang diperbaharui menyerupai rupa Allah oleh anugerah Injil, maka ini merupakan perbuatan bertentangan yang paling memalukan bagi pengakuan bibir mereka bahwa mereka menghormati Yang Asali.

Hal ini tidak boleh demikian terjadi. Dan jika permenungan-permenungan seperti itu selalu kita perhatikan, maka pasti tidak akan terjadi yang demikian. Kesalehan dipermalukan jika hanya dipamerkan tanpa ada kasih di dalamnya. Lidah menyangkal dirinya sendiri jika pada suatu waktu ia berlagak memuja kesempurnaan-kesempurnaan Allah, dan mengembalikan semuanya kepada Dia, sementara pada waktu lain ia mengutuk bahkan orang-orang baik sekalipun jika mereka tidak memakai kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang sama seperti yang digunakannya.

Lebih jauh lagi, untuk menegaskan permenungan ini, Rasul Yakobus menunjukkan bahwa dampak-dampak yang berlawanan dari penyebab yang sama itu dahsyat, dan tidak ditemukan di dalam alam, dan karena itu tidak mungkin bersesuaian dengan anugerah: Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama? Adakah pohon ara dapat menghasilkan buah zaitun dan adakah pokok anggur dapat menghasilkan buah ara? Demikian juga mata air asin tidak dapat mengeluarkan air tawar (ay. 11-12).

Agama yang benar tidak akan mengakui tindakan-tindakan yang bertentangan. Dan orang yang betul-betul beragama tidak akan pernah membiarkan adanya pertentangan entah dalam perkataan atau perbuatannya. Berapa banyak dosa yang akan dicegah, dan berapa banyak orang akan kembali bertobat, jika mereka senantiasa diingatkan untuk selalu setia dengan diri mereka sendiri!

 

3.   Menurut Kitab 1 dan 2 Petrus

Peringatan terhadap Kejahatan dan Kemunafikan (2:1-3). Rasul Petrus sejauh ini telah menganjurkan kasih terhadap sesama, dan menyatakan keunggulan firman Allah yang disebutnya benih yang tidak fana, yang hidup dan yang kekal. Ia melanjutkan pembicaraannya, dan dengan sangat tepat memberikan nasihat penting berikut, Karena itu buanglah segala kejahatan, dan seterusnya.

Dosa-Dosa ini dapat merusak kasih dan juga menghambat keampuhan firman itu, sehingga dengan demikian menghambat pembaharuan hidup kita juga. Ia menyarankan untuk mengesampingkan atau menolak segala sesuatu yang jahat, seperti yang diperlakukan orang terhadap pakaian yang rusak dan kotor, “Buanglah dengan rasa jijik, dan jangan pernah mengenakannya lagi.” Dosa-dosa yang harus dikesampingkan atau ditolak adalah,

a.    Kejahatan, yang bisa diartikan dengan lebih umum sebagai segala jenis kejahatan, seperti yang disebutkan dalam Yakobus 1:21 dan 1 Korintus 5:8. Namun, dalam arti yang lebih terbatas, kejahatan adalah amarah yang tersimpan di dada orang bodoh, amarah yang sudah berurat akar dan memuncak, yang siap membakar orang itu untuk merencanakan kejahatan, melakukan kejahatan, atau bergembira dengan kejahatan yang menimpa orang lain.

b.    Tipu muslihat, atau penipuan melalui perkataan. Hal ini mencakup sanjungan yang bersifat menjilat, kepalsuan, dan kata-kata khayal yang dengan licik memperdaya orang lain karena ketidaktahuan atau kelemahannya, sehingga ia menderita kerugian.

c.    Segala macam kemunafikan. Ini berarti berbagai jenis kemunafikan. Dalam hal agama, kemunafikan adalah kebalikan dari kesalehan. Di dalam perilaku sehari-hari, kemunafikan adalah kebalikan dari persahabatan, yang sering kali dilakukan orang-orang yang suka memberikan pujian setinggi langit tanpa ketulusan, membuat janji yang tidak pernah ditepati, atau pura-pura bersahabat padahal mempunyai niat jahat di dalam hati mereka.

d.    Segala macam kedengkian. Yakni segala sesuatu yang dapat disebut kedengkian, yang merasa gusar dengan kebaikan dan kesejahteraan orang lain, dengan kemampuan, kemakmuran, kemasyhuran, atau keberhasilan orang lain.

e.    Fitnah, yakni kata-kata yang mencela, menentang, atau mencemarkan nama baik orang. Ini juga disebut umpat (2Kor. 12:20, TL; Rm. 1:30).

Oleh sebab itu, ketahuilah bahwa, Orang-orang Kristen terbaik perlu diperingatkan dan berhati-hati terhadap dosa-dosa paling buruk, seperti kejahatan, kemunafikan, dan kedengkian. Mereka baru dikuduskan sebagian, dan masih rapuh terhadap pencobaan. Segala pelayanan terbaik kita kepada Allah tidak akan menyukakan hati-Nya ataupun menguntungkan diri kita apabila kita tidak tulus dalam kewajiban kita terhadap manusia. Dosa-dosa yang disebutkan di sini merupakan pelanggaran terhadap loh batu kedua. Semua ini harus dikesampingkan, sebab jika tidak, kita tidak akan dapat menerima firman Allah seperti seharusnya.

Ketika di sini dikatakan segala kejahatan, dan segala tipu muslihat, maka ketahuilah bahwa bila satu dosa tidak dikesampingkan, maka ini akan menghambat keuntungan rohani dan kesejahteraan kekal kita. Kejahatan, kedengkian, kebencian, kemunafikan, dan fitnah, biasanya berjalan bersama. Fitnah merupakan tanda bahwa kejahatan dan tipu muslihat ada berdiam dalam hati. Dan bersama-sama, semua dosa tadi menghalang-halangi kita menerima manfaat dari firman Allah.

Bagaikan tabib penuh hikmat, setelah menasihati tentang pembersihan diri dari keinginan-keinginan jahat, Rasul Petrus melanjutkan dengan menyebutkan makanan sehari-hari yang sehat, supaya tubuh dapat bertumbuh. Kewajiban yang disarankan adalah terus-menerus dengan sepenuh tenaga menginginkan firman. Di sini, istilah firman disebut dengan susu yang murni. Dalam terjemahan LAI (TB) ditambahkan dan yang rohani, dalam terjemahan KJV digunakan perkataan susu firman. Dengan demikian kita dapat memahami bahwa inilah makanan yang tepat bagi jiwa, atau makhluk yang berakal budi, yang dengannya akal budi, dan bukan tubuh jasmani, diberi gizi dan dikuatkan. Susu firman ini haruslah murni, tidak dicemari oleh campuran yang dibubuhkan manusia yang sering mencemari firman Allah (2Kor. 2:17). Sikap mereka dalam menginginkan susu murni dari firman itu dinyatakan sebagai berikut: sama seperti bayi yang baru lahir. Rasul Petrus mengingatkan mereka bahwa mereka sudah lahir baru. Kehidupan baru membutuhkan makanan yang sesuai. Karena baru dilahirkan, mereka harus merindukan susu firman. Bayi menginginkan susu ibu, dan keinginan mereka akan susu itu amat kuat serta sering. Hal ini timbul karena rasa lapar yang tidak tertahankan, dan diikuti dengan segala upaya yang mampu dilakukannya. Seperti itulah orang-orang Kristen harus merindu kan firman Allah. Dengan cara ini kita dapat bertumbuh, dan bertambah dalam kasih karunia dan pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita (2Ptr. 3:18). Keinginan kuat dan rasa kasih sayang terhadap firman Allah merupakan bukti nyata tentang kelahiran baru seseorang. Jika ada keinginan sebegitu rupa seperti yang dimiliki bayi akan susu, maka ini membuktikan bahwa orang itu sudah lahir baru. Meskipun tergolong yang paling sederhana, bukti ini sungguh pasti. Pertumbuhan dan pertambahan dalam hikmat dan kasih karunia merupakan tujuan dan kerinduan setiap orang Kristen. Semua sarana rohani bertujuan mencapai perbaikan dan peningkatan. Bila digunakan dengan benar, firman Allah tidak membiarkan seseorang tetap sama seperti sebelumnya, tetapi meningkatkan dan memperbaikinya.

Rasul Petrus menambahkan alasan yang diambil dari pengalaman jemaat sendiri: jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan (ay. 3). Ia tidak memperlihatkan keraguan, tetapi menegaskan bahwa orang-orang Kristen yang baik ini telah mengecap kebaikan Allah, dan karena itu menuntut mereka, “Kamu harus mengesampingkan dosa-dosa yang jahat ini (ay. 1). Kamu harus merindukan firman Allah. Kamu harus bertumbuh dengan firman itu, sebab kamu tidak dapat menyangkal bahwa kamu telah merasakan sendiri bahwa Tuhan itu penuh rahmat.” Ayat berikutnya memastikan kepada kita bahwa Tuhan yang dibicarakan di sini adalah Tuhan Yesus Kristus. Karena itu ketahuilah bahwa,

1)    Yesus Kristus Tuhan kita sangat penuh rahmat terhadap umat-Nya. Ia memang baik tidak terhingga. Ia teramat baik hati, pemurah, dan penuh perhatian dan pengampun terhadap orang-orang berdosa yang malang. Ia penuh belas kasihan dan baik kepada mereka yang tidak layak menerimanya. Ia memiliki kepenuhan kasih karunia di dalam diri-Nya.

2)    Bahwa Penebus kita itu penuh dengan rahmat paling mudah ditemukan dengan cara mengecapnya sendiri. Indra pengecap harus langsung merasakan sendiri sesuatu yang hendak dikecap. Kita tidak dapat mengecap dari jarak jauh seperti halnya apabila kita melihat, mendengar, dan mencium bau sesuatu. Untuk dapat mengecap kebaikan Kristus langsung sendiri, diri kita haruslah dipersatukan dengan-Nya melalui iman. Baru sesudah itulah kita dapat mengecap kebaikan-Nya di dalam semua pemeliharaan-Nya, di dalam semua urusan rohani kita, dalam semua ketakutan dan pencobaan kita, di firman-Nya dan penyembahan kita setiap hari.

3)    Yang terbaik yang dimiliki hamba-hamba Allah dalam hidup ini tiada lain adalah mengecap kasih karunia Kristus. Mengecap berarti mencicipi sedikit saja, tidak mereguk banyak-banyak, sehingga tidak cukup memuaskan. Begitu jugalah halnya dengan penghiburan Allah dalam hidup ini.

4)    Firman Allah merupakan sarana besar yang digunakan-Nya untuk menyingkapkan dan menyampaikan kasih karunia-Nya kepada manusia. Orang-orang yang mereguk susu murni firman-Nya, akan mengecap dan mengalami sebagian besar kasih karunia-Nya. Dalam bergaul akrab dengan firman-Nya, kita harus senantiasa berusaha keras untuk semakin memahami dan mengalami kasih karunia-Nya.

Setelah uraikan lebar panjang tentang dosa… Rasul Petrus, memberi peringatan yang sudah seharusnya mengenai guru-guru palsu, yang bisa menjadikan mereka tersesat. Untuk mencegah hal ini, Ia menggambarkan para penyesat ini sebagai orang-orang yang tidak memiliki kesalehan dalam diri mereka, dan sangat membahayakan orang lain (ay. 1-3). Ia meyakinkan mereka tentang hukuman yang akan ditimpakan kepada para penyesat tersebut (ay. 3-6). Ia memberi tahu kita betapa berlawanannya rencana Allah bagi orang-orang yang takut akan Dia (ay. 7-9). Ia mengisi sisa pasal ini dengan lebih jauh memberikan gambaran tentang para penyesat tersebut, untuk memperingatkan mereka supaya waspada terhadap orang-orang itu. Siapa orang-orang itu!! Mereka adaah Nabi-nabi Palsu dan Para Pemimpin yang Bejat (2:1-3a).

Pada akhir pasal sebelumnya, disebutkan mengenai orang-orang kudus kepunyaan Allah, yang hidup pada zaman Perjanjian Lama dan dipakai untuk mencatat perkataan Roh Kudus, dalam tulisan-tulisan kudus. Namun pada permulaan pasal ini, ia memberi tahu kita bahwa pada saat itu pun di dalam jemaat sudah ada nabi-nabi palsu bersama-sama dengan nabi-nabi yang sejati. Di sepanjang zaman gereja, dalam keadaan apa pun, ketika Allah mengutus nabi-nabi yang sejati, Iblis mengutus beberapa nabi palsu dalam Perjanjian Lama, serta kristus-kristus palsu, rasul-rasul palsu, dan para guru penyesat dalam Perjanjian Baru, untuk menyesatkan dan memperdayai. Mengenai hal ini perhatikanlah,

1)    Tugas mereka adalah untuk membawa masuk berbagai kekeliruan yang menghancurkan, pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan, seperti halnya tugas para pengajar yang diutus Allah ialah menunjukkan jalan kebenaran, jalan yang benar menuju kehidupan kekal. Ada pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan selain praktik-praktik yang membinasakan, dan guru-guru palsu rajin menyebarluaskan berbagai paham keliru yang berbahaya.

2)    Pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan biasa dimasukkan secara diam-diam, di bawah selubung dan topeng kebenaran. Mereka yang memperkenalkan pengajaran-pengajaran sesat yang menghancurkan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka. Mereka menolak dan tidak mau mendengar serta belajar dari Sang Guru Agung yang diutus Allah itu, sekalipun Dialah satu-satunya Juruselamat dan Penebus umat manusia, yang telah membayar harga yang cukup untuk menebus seluruh isi dunia orang berdosa sebanyak yang ada di dalam dunia ini.

3)    Orang-orang yang memasukkan ajaran-ajaran sesat yang berbahaya bagi orang lain itu segera (dan pasti) mendatangkan kebinasaan atas diri mereka. Orang yang membinasakan diri sendiri akan binasa dengan segera. Dan mereka yang begitu gigih menyebarkan berbagai kekeliruan yang berbahaya bagi orang lain itu pasti akan dibinasakan dengan tiba-tiba, dan tanpa dipulihkan.

 

Di ayat kedua, ia melanjutkan untuk memberi tahu kita apa akibat dari hal itu sehubungan dengan orang lain. Di sini kita bisa belajar dua hal yaitu.

1)    Bahwa para pemimpin yang bejat jarang kekurangan orang yang mengikuti mereka. Sekalipun jalan yang menyimpang itu berbahaya, banyak orang yang rela berjalan ke dalamnya. Orang meneguk kejahatan bagaikan air, dan senang hidup dalam penyimpangan. Para nabi bernubuat palsu, dan umat-Ku menyukai yang demikian.

2)    Tersebarnya penyimpangan akan menimbulkan hujatan terhadap jalan kebenaran, yaitu jalan keselamatan oleh Yesus Kristus, yang adalah jalan dan kebenaran dan hidup. Agama Kristen berasal dari Allah yang benar sebagai penciptanya, menuntun kepada kebahagiaan sejati berupa menikmati kebersamaan bersama Allah yang benar sebagai tujuannya, dan mengerjakan kebenaran di dalam batin sebagai sarana agar dikenan melayani Allah. Namun, jalan kebenaran ini dilanggar dan dihujat oleh orang-orang yang menerima dan menyebarluaskan penyesatan-penyesatan yang membinasakan. Hal ini telah dinubuatkan oleh Rasul Petrus sebagai hal yang pasti akan terjadi. Jadi janganlah kita menjadi marah dengan adanya hal-hal ini pada zaman kita, melainkan kita harus waspada supaya jangan memberikan kesempatan kepada musuh untuk menghujat nama yang kudus itu, yang dengan-Nya kita dipanggil, atau berbicara jahat tentang jalan yang menjadi pengharapan kita untuk diselamatkan.

Perhatikan, berikutnya, rencana yang dipakai oleh para penyesat untuk menarik banyak murid mengikuti mereka. Mereka menggunakan ceritera-ceritera isapan jempol. Mereka membual, dan dengan kata-kata yang muluk-muluk serta pidato yang fasih memperdaya hati orang yang polos, sehingga mereka sepenuhnya tunduk pada pandangan-pandangan yang berusaha disebarkan oleh para penyesat ini. Mereka menjual serta memberi diri kepada petunjuk dan peraturan guru-guru palsu ini, yang mengambil untung dari orang-orang yang mereka jadikan pengikut mereka yang baru, melayani diri sendiri dan memanfaatkan mereka. Semua ini dilakukan dengan maksud serakah, dengan hasrat dan rencana untuk mendapatkan lebih banyak kekayaan, atau hor mat, atau pujian, dengan menambah jumlah pengikut mereka. Para pelayan Kristus yang setia, yang menunjukkan jalan kebenaran kepada orang banyak, menghendaki keuntungan dan manfaat bagi para pengikut mereka, supaya mereka dapat diselamatkan. Namun, para guru penyesat ini hanya menginginkan dan bermaksud untuk mendapatkan keuntungan dan kebesaran duniawi.

 

4.   Menurut  2 Petrus

Menurut 2 Petrus lebih mengedepankan Penghakiman Ilahi (2:3b-6). Orang cenderung mengira bahwa apabila hukuman ditunda, tandanya akan ada pengampunan. Sedangkan bila hukuman tidak segera dilaksanakan, artinya hukuman itu pasti sudah, atau akan, dibatalkan. Namun Rasul Petrus memberi tahu kita bahwa betapapun guru-guru palsu berhasil dan berbuah, dan sekalipun itu terjadi untuk sementara waktu, namun hukuman telah lama tersedia bagi mereka. Allah sudah menetapkan sejak dahulu bagaimana Dia akan berurusan dengan mereka. Orang-orang yang tidak percaya semacam itu, yang berusaha memalingkan orang lain dari iman mereka, telah dihukum, dan murka Allah ada pada mereka. Hakim yang adil itu dengan segera akan menyatakan pembalasan. Hari celaka mereka sudah dekat, dan segala sesuatu yang akan menimpa mereka datang segera. Untuk membuktikan pernyataan ini, di sini disampaikan beberapa contoh mengenai penghakiman Allah yang adil, dalam membalas orang berdosa, yang dimaksudkan supaya kita renungkan dengan sungguh-sungguh.

Lihat bagaimana Allah berurusan dengan para malaikat yang berbuat dosa. Tidak ada keunggulan yang dapat membebaskan seorang berdosa dari hukuman. Jika para malaikat, yang jauh mengungguli kita dalam hal kekuatan dan pengetahuan, melanggar hukum Allah, maka putusan yang dijatuhkan oleh hukum akan ditimpakan kepada mereka, tanpa ada belas kasihan atau keringanan, karena Allah tidak menyayangkan mereka. Semakin unggul seorang pelanggar, semakin berat pula hukumannya. Para malaikat ini, yang mengungguli manusia dalam hal kemuliaan kodrat mereka, langsung dihukum. Tidak ada penundaan bagi mereka untuk beberapa hari saja, tidak ada keistimewaan yang ditunjukkan kepada mereka.

Dosa merendahkan dan menurunkan derajat orang yang melakukannya. Para malaikat di sorga dibuang dari ketinggian keunggulan mereka, dan dilucuti dari segala kemuliaan dan martabat mereka, atas ketidaktaatan mereka. Barangsiapa berdosa terhadap Allah, melukai dirinya sendiri. Mereka yang memberontak terhadap Allah di sorga semuanya akan dijebloskan ke neraka. Tidak ada tempat atau keadaan yang terdapat di antara tingginya kemuliaan dan dalamnya kesengsaraan di mana mereka boleh tinggal. Jika makhluk ciptaan berbuat dosa di sorga, maka mereka harus menderita di neraka. Dosa adalah perbuatan kegelapan, dan kegelapan adalah upah dosa. Gelapnya sengsara dan siksaan mengikuti gelapnya dosa. Mereka yang tidak mau berjalan menurut terang dan tuntunan hukum Allah akan dilucuti dari terang wajah Allah dan penghiburan hadirat-Nya. Seperti halnya dosa mengikatkan manusia pada hukuman, begitu juga sengsara dan siksaan mencengkeram manusia di bawah penghukuman. Kegelapan yang menjadi sengsara mereka menahan mereka sehingga tidak bisa lepas dari siksaan mereka. Tingkat siksaan yang terakhir tidak diberikan sampai hari penghakiman. Malaikat yang berbuat dosa, sekalipun sudah berada di neraka, masih disimpan untuk dihakimi pada hari yang besar itu.

Lihat bagaimana Allah berurusan dengan dunia lama, dengan cara yang sama persis sebagaimana Dia berurusan dengan para malaikat. Dia tidak menyayangkan dunia lama. Di sini perhatikanlah.Banyaknya pelaku pelanggaran tidak lebih penting untuk memberikan kelonggaran dibandingkan dengan beratnya pelanggaran yang ada. Jika dosa dilakukan oleh semua orang, maka begitu juga hukumannya akan dijatuhkan kepada semuanya. Namun. Jika ada beberapa orang benar saja, mereka akan dilindungi. Allah tidak membinasakan orang baik bersama-sama dengan orang jahat. Di dalam kemurkaan Dia mengingat rahmat. Barangsiapa menjadi pemberita kebenaran pada zaman di mana kebobrokan dan kemerosotan sudah menjadi hal yang umum, yang berpegang pada firman kehidupan dalam perilaku yang tidak bercela dan pantas diteladani, akan dilindungi di zaman kehancuran atas seluruh manusia.

Allah bisa memakai segala ciptaan ini sebagai alat pembalasan-Nya dalam menghukum orang berdosa walau tadinya dibuat dan ditetapkan-Nya untuk melayani dan memberikan manfaat bagi mereka. Ia membinasakan seluruh dunia dengan air. Namun perhatikanlah. Apa yang menyebabkan semua ini terjadi, ialah karena dunia ini adalah dunia orang-orang yang fasik. Kefasikan menempatkan manusia di luar perlindungan ilahi, dan memperhadapkan mereka pada kebinasaan mutlak.

Lihat bagaimana Allah berurusan dengan Sodom dan Gomora. Sekalipun mereka terletak di suatu daerah yang menyerupai taman Tuhan, namun apabila di tanah yang begitu subur mereka berlimpah-limpah dosanya, Allah dapat langsung membuat negeri yang subur itu menjadi gersang dan daerah yang banyak airnya menjadi debu dan abu. Tidak ada satu pun persatuan atau ikatan kerja sama politik yang dapat menahan penghakiman dari orang berdosa. Sodom dan kota-kota di sekitarnya tidak lebih aman oleh karena kuatnya pemerintahan mereka dibandingkan dengan para malaikat oleh keunggulan kodrat mereka atau dunia purba dengan jumlah mereka yang besar.

Allah bisa memakai ciptaan-ciptaan yang berlawanan untuk menghukum orang-orang berdosa yang sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Ia membinasakan dunia purba dengan air, sedangkan Sodom dengan api. Dia yang mencegah api dan air mencelakakan umat-Nya (Yes. 43:2) dapat memakai yang mana pun untuk membinasakan musuh-musuh-Nya, sehingga mereka tidak pernah aman.

Dosa-dosa yang paling menjijikkan mendatangkan penghakiman yang paling menyedihkan. Barangsiapa busuk kejahatannya, akan tampak nyata celakanya. Mereka yang luar biasa berdosa di hadapan Tuhan harus bersiap menerima pembalasan yang paling mengerikan. Hukuman bagi orang berdosa pada zaman yang terdahulu dirancang sebagai contoh bagi orang-orang yang hidup sesudahnya. “Teladanilah mereka, tidak hanya dalam hal masa hidup, tetapi juga di dalam langkah dan cara hidup mereka.” Manusia yang hidupnya tidak saleh harus melihat apa yang akan menimpa mereka apabila mereka terus hidup di jalan yang tidak kudus.

Marilah kita mengambil hikmah dari semua contoh bagaimana Allah mengadakan pembalasan, yang dicatat untuk menasihati kita, dan untuk mencegah kita untuk tidak menjanjikan bagi diri sendiri bahwa kita akan bebas dari hukuman walaupun kita hidup di dalam dosa. Penghakiman Ilahi (2:7-9). Ketika Allah menimpakan kebinasaan atas orang fasik, Ia memerintahkan pembebasan bagi orang benar. Dan, jika Ia menurunkan hujan api dan belerang ke atas orang jahat, Dia akan menudungi kepala orang benar, dan mereka akan disembunyikan pada hari murka-Nya. Mengenai hal ini kita memiliki contoh bagaimana Allah memelihara Lot. Di sini perhatikanlah.

Ciri-ciri yang dijelaskan tentang Lot. Ia disebut sebagai orang yang benar. Memang demikianlah dia dalam hal kecenderungan hatinya secara umum dan di sepanjang tindak-tanduknya. Allah tidak menilai orang benar atau tidak benar dari satu perbuatan, melainkan dari jalannya kehidupan mereka secara umum. Di sini ada seorang benar di tengah angkatan yang paling bejat dan tidak bermoral yang semuanya sudah menjauh dari segala yang baik. Ia tidak mengikuti orang banyak itu untuk berbuat jahat, tetapi di sebuah kota yang penuh ketidakbenaran ia hidup lurus.

Akibat dari dosa yang dilakukan orang lain terhadap orang benar ini. Sekalipun orang yang berdosa bersukaria dalam kejahatannya, itu adalah suatu kesedihan dan dukacita bagi jiwa orang benar. Dalam kumpulan orang buruk kita tidak bisa menghindari rasa bersalah ataupun dukacita. Kiranya dosa orang lain menggelisahkan kita, karena jika tidak demikian maka tidak mungkin kita sanggup menjaga diri tetap murni.

Di sini disebutkan secara khusus lamanya serta kelanjutan dari kesedihan dan dukacita orang baik ini, yaitu setiap hari. Sekalipun terbiasa mendengar dan melihat kejahatan mereka, itu tidak membuatnya senang akan hal tersebut, ataupun melenyapkan rasa ngeri yang ditimbulkan oleh kejahatan itu. Inilah orang benar yang dijaga Allah dari penghakiman yang mematikan, yang membinasakan segala sesuatu di sekelilingnya. Dari contoh ini kita diajar untuk berpikir bahwa Allah tahu bagaimana membebaskan umat-Nya dan menghukum para musuh-Nya. Dapat diduga di sini bahwa orang benar pasti memiliki pencobaan dan godaan mereka sendiri. Iblis dan antek-anteknya akan menghunjamkan masalah kepada mereka, supaya mereka jatuh. Karena itu, apabila kita mau masuk sorga, pastilah itu melewati banyak masa kesukaran. Jadi sudah menjadi tugas kitalah untuk waspada dan bersiap-siap menghadapi segala kesukaran itu. Perhatikanlah di sini.

Tuhan mengenal siapa kepunyaan-Nya. Dia telah memisahkan orang yang saleh untuk diri-Nya. Jikalau hanya ada satu orang di dalam lima kota, maka Dia mengenal orang itu, dan apabila jumlahnya lebih banyak maka Ia tidak dapat mengabaikan ataupun melewatkan satu pun dari mereka. Hikmat Allah tidak pernah kehabisan cara dan sarana untuk membebaskan umat-Nya. Umat-Nya sering kali kehabisan akal dan tidak bisa melihat jalan, tetapi Dia dapat membebaskan dengan amat banyak cara. Membebaskan orang saleh adalah pekerjaan Allah. Untuk pekerjaan itu, perhatian-Nya tercurah baik pada hikmat-Nya untuk merancangkan caranya maupun pada kuasa-Nya untuk melakukan penyelamatan dari pencobaan, supaya mereka jangan terjatuh ke dalam dosa dan hancur akibat kesulitan mereka. Jadi, tentulah apabila Dia sanggup menyelamatkan dari pencobaan, maka Dia sanggup pula menjaga supaya jangan mereka terjatuh ke dalamnya apabila Ia tidak melihat pencobaan-pencobaan semacam itu diperlukan.

Ada perbedaan besar dalam cara Allah berurusan dengan orang saleh dan orang jahat. Ketika Dia menyelamatkan umat-Nya dari kebinasaan, Dia menyerahkan para musuh-Nya kepada kebinasaan yang setimpal. Orang yang tidak adil tidak mendapat bagian dalam keselamatan yang dikerjakan Allah bagi orang benar. Orang-orang jahat disimpan untuk disiksa pada hari penghakiman. Di sini kita melihat bahwa.

Kesimpulan akhir dari pembahasan dari pasal dan ayat dari kitab 1 dan 2 Petrus bahwa ada suatu hari ada penghakiman yang sangat dasyat. Allah telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia akan menghakimi dunia. Orang berdosa yang tidak mau bertobat dipelihara hanya untuk disimpan hingga pada hari ketika penghakiman Allah yang adil dinyatakan.

 

D.  Menurut Surat-Surat Yohanes

            Menurut Surat 1, 2 dan 3 Yohanes penekanannya adalah lebih kepada Dosa Menghujat Roh Kudus (1Yohanes 5:14-17). Sebuah hak istimewa dalam beriman kepada Kristus, yaitu bahwa doa kita akan dikabulkan: Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya (ay. 14). Kristus Tuhan membuat kita berani datang kepada Allah dalam semua keadaan, dengan segala permohonan dan permintaan kita. Melalui Dia permohonan-permohonan kita diakui dan diterima Allah. Pokok doa kita harus sesuai dengan kehendak Allah yang sudah dinyatakan. Tidak pantas kita meminta apa yang bertentangan entah dengan keagungan dan kemuliaan-Nya atau dengan kebaikan kita sendiri, sebab kita adalah milik-Nya dan bergantung padanya. Sesudah itu, barulah kita bisa yakin bahwa apa yang didoakan dengan iman akan didengar di sorga.

Keuntungan yang kita peroleh dengan hak istimewa seperti itu: Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya (ay. 15). Sungguh besar segala pembebasan, belas kasihan, dan berkat yang dibutuhkan oleh si pemohon yang kudus. Mengetahui bahwa permohonan-permohonannya didengar atau diterima sama baiknya dengan mengetahui bahwa permohonan-permohonan itu dikabulkan.

Oleh sebab itu ia juga yakin pasti dikasihani, diampuni, atau dinasihati, dikuduskan, dibantu, dan diselamatkan (atau akan diperlakukan demikian) sepasti ia diperbolehkan untuk meminta dari Allah. Petunjuk untuk berdoa dalam kaitannya dengan dosa-dosa orang lain: Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa (ay. 16). Di sini kita dapat mencermati bahwa,

Pertama. Kita harus berdoa bagi orang lain seperti juga bagi diri kita sendiri. Bagi saudara-saudara kita sesama manusia, supaya mereka dicerahkan, dipertobatkan, dan diselamatkan. Bagi saudara-saudara kita yang mengakui iman Kristen, supaya mereka tulus, supaya dosa-dosa mereka diampuni, dan supaya mereka dibebaskan dari yang jahat dan dari hukuman-hukuman Allah, dan dipelihara di dalam Kristus Yesus. Kedua. Ada pembedaan yang besar dalam hal kekejian dan kebersalahan dosa: Ada dosa yang mendatangkan maut (ay. 16), ada dosa yang tidak mendatangkan maut (ay. 17). (a). Ada dosa yang mendatangkan maut.

Semua dosa, berkenaan dengan kelayakan dan hukumannya, mendatangkan maut. Upah dosa ialah maut, dan terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat (Gal. 3:10). Tetapi ada dosa yang mendatangkan maut sebagai lawan dari dosa yang dikatakan di sini tidak mendatangkan maut. Oleh sebab itu, (b). Ada dosa yang tidak mendatangkan maut. Ini pasti mencakup semua dosa yang oleh ketetapan ilahi atau manusiawi dapat berdampingan dengan hidup. Dalam ketetapan manusiawi, dosa itu dapat berdampingan dengan hidup duniawi atau jasmani, sementara dalam ketetapan ilahi, dosa itu dapat berdampingan dengan hidup jasmani atau hidup rohani secara Injil.

Ada dosa-dosa yang, oleh ketetapan manusia yang benar, tidak mendatangkan maut, misalnya seperti berbagai macam bentuk ketidakadilan, yang dapat dihukum tanpa kematian si penjahat. Sebagai lawannya, ada dosa-dosa yang, oleh ketetapan yang benar, mendatangkan maut, atau dapat mencabut hidup secara sah, seperti yang kita sebut dengan kejahatan yang diancam dengan hukuman mati. Lalu ada dosa-dosa yang, oleh ketetapan ilahi, mendatangkan maut, entah maut jasmani atau rohani dan Injil. Pertama, dosa-dosa yang mendatangkan atau dapat mendatangkan maut jasmani. Dosa-dosa seperti itu mungkin dilakukan entah oleh orang yang jelas-jelas munafik, seperti Ananias dan Safira, atau, seperti yang kita tahu, oleh saudara-saudara yang betul-betul Kristen, seperti ketika Rasul Paulus berkata tentang anggota-anggota jemaat Korintus yang bersalah, sebab itu banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal (1Kor. 11:30).

Bisa jadi ada dosa yang mendatangkan maut jasmani di antara orang-orang yang mungkin tidak dihukum bersama dengan dunia. Dosa seperti itu, saya katakan, adalah, atau bisa jadi, mendatangkan maut jasmani. Ketetapan hukum ilahi di dalam Injil tidak secara pasti atau khusus mengancam maut untuk dosa-dosa yang lebih kasat mata, yang diperbuat oleh anggota-anggota Kristus, tetapi dosa-dosa itu hanya diancam dengan suatu hukuman Injil. Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak  (Ibr. 12:6).

Ada ruang yang tersisa untuk hikmat atau kebaikan ilahi, atau bahkan kerasnya Injil, untuk menentukan seberapa jauh hukuman atau cambuk dapat berlanjut. Kita tidak bisa mengatakan ini, tetapi adakalanya hukuman itu dapat (in terrorem – sebagai peringatan bagi orang lain) berlanjut bahkan sampai pada kematian. Kemudian, kedua, ada dosa-dosa yang, oleh ketetapan ilahi, mendatangkan maut rohani dan Injil, yaitu yang tidak sesuai dengan hidup rohani dan Injil, dengan hidup rohani di dalam jiwa dan dengan hak Injil untuk mendapat hidup yang di atas. Seperti itulah dosa orang yang pada saat ini tidak mau bertobat dan percaya. Tidak mau bertobat dan percaya yang terus berlanjut sampai akhir sudah pasti akan berujung pada kematian kekal, seperti juga menghujat Roh Allah, dengan menyangsikan kesaksian yang telah diberikanNya mengenai Kristus dan Injil-Nya.

Ini juga termasuk kemurtadan sepenuhnya dari terang dan bukti yang meyakinkan dari kebenaran agama Kristen. Inilah dosa-dosa yang menimbulkan kesalahan yang pantas diganjar dengan kematian kekal. Lalu sampailah kita pada, Penerapan petunjuk doa ini menurut jenis-jenis dosa yang sudah dibedakan seperti itu. Doa seharusnya meminta hidup: Hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya. Hidup harus diminta dari Allah. Dia adalah Allah atas hidup. Dia memberikan hidup kapan dan kepada siapa seperti yang dikehendaki-Nya, dan mengambilnya entah dengan ketetapan atau pemeliharaan-Nya, atau kedua-duanya, sebagaimana yang dipandang-Nya pantas. Dalam hal dosa saudara seiman, yang tidak (dengan cara yang sudah disebutkan) mendatangkan maut, kita dalam iman dan pengharapan boleh berdoa bagi dia, dan khususnya bagi kehidupan jiwa dan tubuhnya. Akan tetapi, dalam hal dosa yang mendatangkan maut dengan cara-cara yang sudah disebutkan, kita tidak diperbolehkan untuk berdoa. Mungkin maksud dari ucapan Rasul Yohanes, tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa, tidak lebih dari, “Aku tidak bisa menjanjikan kamu apa-apa dalam hal itu. Tidak ada dasar untuk berdoa dengan iman.”

Hukum-hukum keadilan harus dijalankan, demi keamanan bersama dan kepentingan umat manusia: dan bahkan saudara seiman yang bersalah dalam perkara seperti itu harus diserahkan pada keadilan umum (yang dasarnya bersifat ilahi), dan pada saat yang sama juga diserahkan pada belas kasihan Allah.

Penghapusan hukuman-hukuman Injil (sebagaimana itu bisa disebut), atau pencegahan kematian (yang tampaknya memang sudah menjadi akibat, atau yang ditimpakan karena, suatu dosa tertentu), dapat didoakan hanya dengan syarat tertentu, yaitu asalkan hal itu sejalan dengan hikmat, kehendak, dan kemuliaan Allah bahwa hukuman-hukuman itu harus dihapus, dan khususnya kematian seperti itu dicegah.

Kita tidak dapat berdoa supaya dosa-dosa orang yang tidak mau bertobat dan tidak percaya harus diampuni, selama mereka masih begitu, atau supaya belas kasihan terhadap hidup atau jiwa, yang mengandaikan pengampunan dosa, dapat diberikan kepada mereka, selama mereka terus seperti itu. Tetapi kita bisa berdoa supaya mereka bertobat (dengan menganggap bahwa mereka tidak termasuk dalam dunia yang tidak mau bertobat), supaya mereka diperkaya dengan iman kepada Kristus, dan dari situ berdoa meminta semua belas kasihan lain yang menyelamatkan.

Kalau ada orang yang tampak melakukan penghujatan terhadap Roh Kudus yang tak dapat diampuni, dan telah murtad sepenuhnya dari kuasa-kuasa yang menerangi dan meyakinkan dari agama Kristen, tampaknya mereka tidak perlu didoakan sama sekali. Sebab yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka (Ibr. 10:27). Yang terakhir inilah tampaknya yang terutama dimaksudkan Rasul Yohanes dengan sebutan dosa yang mendatangkan maut. Lalu.

Rasul Yohanes tampak berpendapat bahwa ada dosa yang tidak mendatangkan maut. Jadi, semua kejahatan adalah dosa (ay. 17). Akan tetapi, seandainya semua kejahatan mendatangkan maut (karena kita semua pernah sedikit banyak berbuat jahat terhadap Allah atau manusia, atau kedua-duanya, dengan menghilangkan dan mengabaikan sesuatu yang sudah semestinya mereka dapatkan), maka mutlak kita semua harus diserahkan kepada maut. Tetapi karena tidak demikian halnya (sebab saudara-saudara seiman, kalau kita berbicara secara umum, memiliki hak untuk hidup), maka pasti ada dosa yang tidak mendatangkan maut. Meskipun tidak ada dosa ringan (sebagaimana yang diterima pada umumnya), tetapi ada dosa yang diampuni, dosa yang tidak menuntut kewajiban penuh untuk diganjar dengan kematian kekal. Seandainya tidak demikian, tidak mungkin orang bisa dibenarkan dan dapat terus berada dalam keadaan yang dibenarkan. Ketetapan atau perjanjian Injil akan memperpendek, mempersingkat, atau membatalkan kesalahan dosa.

 

Rasul Yohanes, setelah memberi pandangan bahwa bahkan orang-orang yang sudah beroleh persekutuan sorgawi ini sekalipun masih berdosa yang bersifat tidak terampuni, oleh karena itu ia melanjutkan dengan membenarkan anggapan itu. Ini dilakukannya dengan menunjukkan akibat-akibat yang mengerikan jika kita menyangkal kebenaran ini,  untuk ini secara khusus ada dua:

Pertama. Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada sama sekali di dalam diri kita (ay. 8). Kita harus berhati-hati supaya tidak menipu diri kita sendiri dalam menyangkali dosa-dosa kita atau berdalih bagi dosa-dosa kita. Semakin kita melihat dosa-dosa kita, semakin kita akan menghormati dan menghargai obat penawarnya.

Jika kita menyangkalnya, kebenaran tidak ada di dalam kita, entah kebenaran yang menentang penyangkalan itu (kita berdusta dalam menyangkal dosa kita), atau kebenaran agama, dua-duanya tidak ada di dalam kita. Agama Kristen adalah agama orang-orang berdosa, orang-orang yang sudah berdosa, dalam diri mereka dosa lebih banyak masih melekat atau masih tinggal dalam kehidupan mereka. Sedangkan Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang senantiasa bertobat, senantiasa merendahkan diri karena dosa dan mematikan dosa, terus-menerus beriman, bersyukur, dan mengasihi Sang Penebus, dan juga menantikan dengan penuh harapan dan sukacita kedatangan hari penebusan yang mulia, ketika orang percaya akan sepenuhnya dan pada akhirnya dibebaskan, dan dosa dihapuskan untuk selama-lamanya.

Kedua. Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Roh Kudus menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada di dalam kita (ay. 10). Menyangkali dosa tidak hanya menipu diri kita sendiri, tetapi juga menghina kehormatan Allah. Penyangkalan itu menantang kebenaran-Nya. Ia sudah begitu banyak memberi bukti tentang dosa dunia dan melawan dosa dunia. Berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya (bertekad demikian dalam hati-Nya): Aku takkan mengutuk bumi ini lagi (seperti yang baru-baru ini dilakukan-Nya) karena manusia, sebab atau sekalipun (mengikuti seorang cendekiawan, Uskup Patrick) yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya (Kej. 8:21).

Allah telah bersaksi tentang adanya dosa yang terus berlanjut dan keberdosaan dunia dengan menyediakan korban yang memadai dan mujarab untuk dosa, yang akan dibutuhkan di segala zaman. Dan Allah telah bersaksi tentang berlanjutnya keberdosaan orang-orang percaya sendiri dengan mengharuskan mereka untuk senantiasa mengakui dosa-dosa mereka, dan membasuh diri mereka dengan iman dalam darah korban itu. Oleh karena itu, jika kita berkata bahwa kita tidak berdosa atau belum berdosa, maka firman Allah tidak ada di dalam kita, tidak ada di dalam pikiran kita sehingga kita dapat mengenalnya, tidak pula ada di dalam hati kita sehingga berpengaruh dalam perilaku kita. Hidup semacam ini perluh menyuntik kebenaran, kejujuran, agara supaya di sken virus dusta untuk lebih refres dan befungsi kembali atau normal seperti semula. Jika tidak menyuntikan virus kebenaran maka tidak ada penyesalan terhadap dusta yang berakar dalam kehidupannya dan selalu saja melawan Roh Kudus tanpa batas semaunya sendiri. Pendusta, pembohong, pemburit, adalah golongan pemberontak anti kebenaran.  Orang semacam ini dosanya berat dan tidak ada lagi pengampunan terhadap perbuatan dusta yang tidak terpuji itu. Konsekwensinya adalah menerima hukum an kekal atau murkah Allah, untuk selama – lamanya.



[1] Lembaga Alkitab Indinesia (Jakarta: 2002) 15.

[2] (lih G. F Moore, Judaism, 2, 1927-1930, hlm 103)

[3] Yesus, Pengadilan), dan di Golgota (Mat 27:39; Luk 23:39).

[4] Kamus Alkitab Versi 1. 2.1 Oleh Sabda dan Tim Alkitab. Android. Sabda.orang

[5] Beble Works version 7, Morphology Ginkhrick, blas fhmia plespemia) dari kata blasfhmi,a.

[6] Budyo Pantoro, Sintaksis Bahasa Yunani Perjanjian Baru (Malang: Sekolah Tinggi Alkitab Nusantara, 2008 ) 49.

[7] Hati adalah mata air, perkataan adalah aliran airnya (ay. 34), yang diucapkan mulut meluap dari hati, seperti aliran air meluap dari mata air. Hati yang jahat dikatakan meluapkan kejahatannya seperti mata air meluapkan airnya (Yer. 6:7). Mata air yang keruh dan sumber yang kotor, seperti yang dikatakan Salomo (Ams. 25:26), pasti akan mengeluarkan aliran yang kotor dan berlumpur.

Perkataan yang jahat merupakan buah yang alami dan nyata dari hati yang jahat. Hanyalah garam anugerah yang dibubuhkan ke dalam mata air yang akan memulihkan air itu, yang akan memperindah perkataan dan memurnikan percakapan yang rusak. Inilah yang mereka inginkan, namun hati mereka jahat, jadi bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat? Mereka adalah keturunan ular beludak, begitulah yang dikatakan Yohanes Pembaptis (3:7), dan mereka masih tetap sama,

sebab dapatkah orang mengganti warna kulitnya? Orang banyak memandang orang-orang Farisi sebagai keturunan orang-orang kudus, namun Kristus memanggil mereka keturunan ular beludak, keturunan ular tua, yang memusuhi Kristus dan Injil-Nya. Nah, apakah yang dapat diharapkan dari keturunan ular beludak kecuali sesuatu yang berbisa dan berbahaya? Dapatkah ular beludak tidak berbisa? Perhatikanlah, hal-hal yang buruk dapat diharapkan dari orang-orang yang jahat, seperti kata peribahasa kuno, "Dari orang fasik timbul kefasikan" (1Sam. 24:14). Orang bebal mengatakan kebebalan (Yes. 32:6).

Orang yang dengan sendirinya jahat tidak mempunyai kecakapan maupun kehendak untuk mengatakan hal-hal yang baik, seperti yang seharusnya dikatakan. Kristus ingin murid-murid-Nya tahu dengan orang seperti apa mereka harus bergaul, supaya mereka tahu apa yang harus mereka cari. Mereka seperti Yehezkiel di tengah-tengah kalajengking (Yeh. 2:6), dan karena itu, jika mereka disengat atau digigit, janganlah mereka menganggapnya aneh.

 

[8] Oleh karena itu, Yesus Tuhan kita langsung menunjuk kepada sumber permasalahannya, dan menyembuhkan mereka. Biarlah hati kita dikuduskan terlebih dulu, maka hal itu nanti juga akan tampak dalam perkataan kita.

[9] Jika pohonnya baik, buahnya juga akan baik. Jika yang terutama bertakhta di dalam hati adalah anugerah, maka bahasa yang keluar adalah bahasa yang dipakai oleh orang yang takut akan Tuhan. Sebaliknya, jika yang bertakhta di dalam hati adalah hawa nafsu, maka itulah yang akan meluap ke luar. Paru-paru yang sakit mengeluarkan nafas yang menusuk, demikian pula, bahasa orang menunjukkan asal bangsanya dan roh macam apa yang dimilikinya.

Tumbuhkanlah pohon yang baik, maka buahnya pun akan baik (KJV), milikilah hati yang murni, maka kamu pun akan memiliki bibir yang bersih dan hidup yang suci. Kalau tidak, maka pohonnya akan jelek dan buahnya pun demikian.

Kita bisa menumbuhkan pohon yang baik dengan batang yang jelek apabila kita mencangkokkan batang jelek itu pada tunas dari pohon yang baik, dan buahnya pun akan menjadi baik. Tetapi jika pohonnya sama, maka di mana pun kita menanamnya dan bagaimanapun kita menyiramnya, buahnya pasti akan tetap jelek."

Perhatikanlah, jika hati kita tidak diubah, maka hidup kita tidak akan pernah dapat diperbarui. Orang-orang Farisi enggan mengungkapkan pikiran-pikiran mereka yang jahat tentang Yesus Kristus, namun Kristus di sini menunjukkan betapa sia-sianya mereka berusaha menyembunyikan akar kepahitan yang ada di dalam diri mereka, yang menopang segala kegetiran dan kedengkian mereka itu, apabila mereka tidak berusaha mematikannya. Perhatikanlah, kita harus berusaha untuk menjadi orang yang benar-benar baik daripada hanya tampak baik dari luarnya saja.

[10] Orang yang baik mempunyai perbendaharaan yang baik dalam hatinya, dan dari sana keluarlah hal-hal yang baik, pada saat diperlukan. Belas kasihan, penghiburan, pengalaman, pengetahuan yang baik, perasaan-perasaan yang baik, dan tekad-tekad yang baik, semuanya ini adalah perbendaharaan yang baik di dalam hati. Firman Allah bersemayam di sana, hukum Allah tertulis di sana, dan kebenaran-kebenaran ilahi diam dan berkuasa di sana, semuanya ini merupakan harta karun yang berharga dan sesuai, yang tersimpan dengan aman dan tersembunyi dengan baik, seperti persediaan-persediaan yang disimpan tuan rumah yang baik, yang siap digunakan kapan pun diperlukan. Seorang yang baik, yang diperlengkapi secara demikian, akan mengeluarkan perbendaharaan yang baik, seperti Yusuf yang mengeluarkan persediaan-persediaannya. Ia akan mengatakan dan melakukan sesuatu yang baik, untuk kemuliaan Allah dan untuk membangun orang lain (Ams. 10:11, 13-14, 20-21, 31-32).

[11] Hawa nafsu dan kejahatan yang tinggal dan berkuasa di dalam hati adalah perbendaharaan yang jahat, dan dari perbendaharaan itulah orang berdosa mengeluarkan perkataan dan perbuatan yang buruk, yang membawa penghinaan bagi Allah dan menyakiti orang lain (Kej. 6:5, 12; Mat. 15:18-20; Yak. 1:15). Tetapi perbendaharaan yang fasik (Ams. 10:2) akan menjadi perbendaharaan bagi murka yang akan datang.

[12] Betapa terperincinya pertanggungjawaban yang diminta atas dosa lidah pada hari penghakiman itu. Bahkan setiap kata atau percakapan sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya. Hal ini menunjukkan:

[13] Betapa terperincinya pertanggungjawaban yang diminta atas dosa lidah pada hari penghakiman itu. Bahkan setiap kata atau percakapan sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya. Hal ini menunjukkan:

[14] Orang yang mengaku beribadah, tetapi tidak mengekang lidah mereka, akan didapati menipu diri mereka sendiri dengan ibadah yang sia-sia (Yak. 1:26). Sebagian orang berpikir bahwa Kristus di sini merujuk kepada perkataan Elifas, "Mulutmu sendirilah yang mempersalahkan engkau, bukan aku" (Ayb. 15:6), atau mungkin lebih tepatnya, kepada perkataan Salomo, "Hidup dan mati dikuasai lidah" (Ams. 18:21).

[15] Dalam Bahasa Yunani yang diluar Perjanjian Baru istilah ini, elegcw /elegkho, berarti “memperlihatkan”, mempermalukan, membuktikan, menghina, mendakwa, atau menyangkal kata ini, 17 atau 18 disebutkan dalam Perjanjian Baru. Kata ini dipakai karena ada arti” menunjukkan dosa orang supaya ia bertobat. 

[16] Carson, 533-534) dan Beasley- Murray .280).

[17] Deve Hagelberg, tafsiran Injil Yohanes pasal 13-21, dari Bahasa Yunani, outwz gar hgapesen o qeoz ton kosmon karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini (Yokjakarta: 2004 ) 128-129.

[18] Ibid, 133. 

[19] Ibid hal, 134.

[20]  Julukan ini juga dipakai dalam pasal 15:26 dan 16:13. Menurut Carson (hal. 500) agama Yahudi juga memakai julukan ini, tetapi dalam karangan Yahudi “Roh Kebenaran” perlawan dan setara dengan “roh penyelewengan”. Menurut Theologi agama Yahudi, “dua Roh” itu berada didalam setiap hati manusia, dan dua-duanya berusaha untuk mengalahkan yang lain dan orang yang menguasai orang yang mereka diami. Konsep  tersebut  jauh berbeda dengan yang dimaksudkan oleh Yohanes. Roh  Allah diceritakan dalam  Yoh. 1:32-33; 3:5-8.

[21] Istilah ini (kosmoz /kosmos) dibahas dalam catatan kaki dibawa bahasan psl 3:16.

[22]  William Bareclay, Pemahaman Alkitab setiap Hari,(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003 ) 2 62-263.

[23] Hagelberg,Tafsiran Yohanes dari bahasa Yunani (Yokjakarta: BPK Gunung  Mulia, 2001) 225.

[24] Moris mengamati suatu perubahan dalam pemakaian istilah dunia. Dalam ayat 10a dan ayat 10b kata tersebut berarti “semesta alam atau “bumi” tetapi dalan ayat 10c kata dunia berubah dan berarti manusia yang selalu melawan Allah”.

[25] Tetapi semuanya itu akan mereka lakukan terhadap kamu karena nama-Ku, sebab mereka tidak mengenal Dia, yang telah mengutus Aku.

[26] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap hari, Injil Yohanes 8-21, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2003  )299-300.

[27] Acts and Monuments, oleh Fox, jld. 1, (hlm. 808).

[28]  Ds. J.J.W. Gunning, Tafsiran Alkitab, Surat Galatia. (Jakarta. BPK Gunung Mulia, 2001)44.

[29] Ibid. Gunning, J.J. W, hal. 45

[30] Ibid. Gunning, J.J. W, hal. 45