Tampilkan postingan dengan label Agama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Agama. Tampilkan semua postingan

Selasa, 28 Mei 2013

Masalah Agama

Masalah Agama

Masalah Agama
TEMPO Interaktif, Jakarta -Sebagian warga Perumahan Lembah Ciliwung RT 04 RW 12, Kelurahan Pasir Gunung Selatan, Kecamatan Cimanggis, Depok mengaku terganggu dengan keberadaan Sekolah Tinggi Teologi Kabar Baik, yang sudah empat bulan ini beroperasi.

Menurut Ketua RT 04 Wagiman, aktivitas Sekolah Teologi yang terletak di Perumbahan Lembah Ciliwung telah meresahkan warga. Keresahan tersebut timbul karena para murid sekolah itu dianggap sering bernyanyi dan bermain gitar tanpa mengenal waktu.

"Suka main gitar tengah malam dan subuh," ujar Wagiman kepada wartawan. Selain itu, pihak pengelola sekolah juga diduga tidak memiliki izin operasi dan tidak pernah mensosialisasikan kegiatan sekolah tersebut kepada warga sekitar.

Warga mengaku, selama lima tahun hanya tahu bahwa bangunan milik Nora Malou tersebut digunakan untuk ibadah agama Nasrani. Sedangkan untuk kegiatan sekolah teologi, baru diketahui warga sekitar tiga bulan terakhir.

Itupun diketahui karena salah seorang murid sekolah ini meninggal karena hanyut di sungai Ciliwung. "Kita baru tahu kalau di bangunan tersebut ada sekolahnya, setelah ada salah satu muridnya meninggal," kata dia.

Di lain pihak, Pembina Sekolah Tinggi Teologi Kabar Baik, Mangurup Siahaan menampik adanya ketidaksukaan warga terhadap aktivitas sekolah yang ia pimpin. "Saya sudah bicara dengan tetangga terdekat dan mereka bilang tidak ada masalah dengan aktivitas sekolah. Kalau kegiatan menyanyi, karena dianggap mengganggu sudah lama dihentikan," ujarnya kepada Tempo.

Mengenai izin, Mangurup mengatakan jika sampai saat ini belum ada dana sehingga tidak mungkin mengurus segala perizinan aktivitas persekolahan dalam waktu singkat.

Sehingga dia berafiliasi dengan Sekolah Tinggi Teologi Ikat yang berada di Rempoa untuk memenuhi syarat legalitasnya. "Aktivitas belajar di sini. Tetapi nanti setelah dua tahun, murid akan mengikuti wisuda di Rempoa," jelas pria yang juga menjabat sebagai Ketua Sinode Gereja Kabar Baik Indonesia.

Mengenai tuntutan penutupan sekolah oleh warga, Mangurup mengatakan sampai saat ini dia belum mengetahui pertimbangan rasional sehingga sekolah harus ditutup.

Akan tetapi, jika nantinya terpaksa harus ditutup, Mangurup merasa bahwa hal tersebut bukanlah menjadi halangan baginya untuk tetap membina murid-muridnya. "Proses belajar kan bisa dilakukan di mana saja," ujarnya dengan bijak.

TIA HAPSARI
Masalah Agama
sebaiknya dibuat Undang undang mengenai kebisingan, seperti di negara Iran.
Yusman syafei, Jakarta, 21/12/2009 17:21:23 wib
Marilah kita hidup bersama, wong Tuhan menciptakan dunia ini utk hidup rame 2 bukan hidup seagama saja, seenak udele, jangan sok suci di balik topeng agama padahal teroris
Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi Tempo Interaktif. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan
Berita terkait
Barongsai Dilarang Tampil di Aceh
Nikah dan Cerai Sirri Marak di Situbondo
16 Jemaah Haji Nonkuota Terlantar di Jeddah
Hingga Kini, 17 Jamaah Haji Asal Embarkasi Surabaya Meninggal
Kelompok Terbang Terakhir Jawa Barat Masuk Asrama Hari Ini
Infografis
Terbelit Dana Haji

Sudah jadi rahasia umum setiap kali anggota Dewan Perwakilan Rakyat bertugas ke luar negeri, kantongnya digerojoki dana dari pelbagai sumber. Begitu pula yang terjadi pada anggota Komisi Agama, yang salah satu tugasnya mengurus masalah haji.


KRISTIANI MENJAWAB ISLAM

KRISTIANI MENJAWAB ISLAM
 
 
5 ALLAH TRITUNGGAL 
 
 I. Muslim Bertanya
  • Apakah kalian betul-betul penganut monotheisme (muwahhidūn)?
  • Apakah kalian percaya akan tiga Allah?
  • Siapakah Allah-Allah itu?
  • Bagaimana bisa Allah diberi nama Bapa dan Putera? 

     II. Pandangan Muslim 

     Pandangan Umum
1. Titik pusat ajaran Islam adalah monotheisme (percaya akan Allah yang Esa). Bukti paling utama adalah sebuah Sura yang berbicara secara khusus tentang monotheisme:
Katakanlah: ”Dia-lah Allah, Yang Maha Besar”. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” (Sura al Ikhlash, 112).
2. Islam yakin sedalam-dalamnya bahwa Allah tidak bisa diungkapkan melalui kata-kata manusia. ”Bapa” dan ”Putera” pada tempat pertama menunjukkan realitas kefanaan. Orang-orang Kristiani merasa biasa untuk membeerikan makna religius-spiritual terhadap kedua kata di atas sehingga hampir lupa akan arti real dari kedua kata tersebut.

3. Penjelasan teologis tentang Trinitas melalui istilah kodrat/natura (
tabï’a) dan pribadi/persona (schakhs, uqnūm) tidak banyak membantu. Bahasa Arab untuk pribadi/persona menggunakan kata schakhs dasn merujuk pada sosok seorang manusia nyata. Kata uqnūm sebagai sebuah terminus technikus dalam khasanah teologi Dogmatik kalau dipandang dari segi bahasa Arab tidak lazim untuk orang-orang Arab dewasa ini.

4. Al-Qur’ān memahami ajarana Trinitas Kristiani sebagai sebuah paham Tritheisme (ajaran tentang keyakinan akan tiga Allah). Orang-orang Kristiani tidak mengikuti Yesus dalam hal menyebut Allah karena mereka mengatakan bahwa Allah, Yesus dan Maria adalah satu-kesatuan Ilahi (Trinitas):
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: ”Hai ’Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: ”Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?”. ’Isa menjawab: ”Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib” (Sura 5,116).
5. Al-Qur’ān tidak menyinggung apa-apa tentang Roh Kudus sebagai pribadi ke-tiga dari Allah menurut ajaran Kristiani.

    
Pandangan Khusus
1. Al-Qur’ān menyebut orang Kristiani dan Yahudi sebagai ”Ahli Kitab” (ahl al-kitāb). Toh sebagian ayat al-Qur’ān tidak menyebut dengan jelas, entahkah orang-orang Kristiani itu penganut monotheisme (Sura 2,62;3,110-115;4,55;5,69.8…), entah orang-orang kafir (kuffūr, Sura 5,17.72-73;9,30) atau sebagai ”orang-orang yang mempersekutukan Allah dengan seseorang atau sesuatu barang ciptaan lain” (muschrikūn, Sura 5,72;9,31).

2. Al-Qur’ān mengklaim bahwa orang Kristiani menyebut Allah itu tiga (
thalātha, Sura 4,171). Orang-orang Kristiani berkata: ”Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga” (Sura 5,73) dengan memasukkan Yesus dan Maria ke dalam triade ini (Sura 5,116). Orang-orang Kristiani berkata: Yesus adalah Allah (Sura 5,72.116) atau Putera Allah (Sura 9,30: ibn; Sura 19,34-35: walad), toh dalam kenyataannya Allah yang esa itu ”tiada beranak dan tiada pula diperanakkan…” (Sura 112,3:lam yalid wa lam yūlad).

3. Pada Ekseget dan Teolog Islam memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang konsep Allah yang dianuti oleh orang-orang Kristiani. 
Fakhr al-din Rāzi (1149-1209), seorang dari para Ekseget al-Qur’ān periode klasik, berpendapat bahwa tidak seorang Kristiani pun di zamannya sepakat bahwa Maria termasuk di dalam Trinitas dan juga pendapat al-Qur’ān tentang Trinitas dinilainya mewakili pendapat sebuah sekte yang sebenarnya sudah punah. Banyak pemikir modern sepakat dengan pendapat al-Rāzi.

4. Segelintir Teolog Islam juga mewakili pandangan tentang Trinitas yang ternyata sangat positip dan mudah dipahami. Bahkan sebagian dari mereka mengakui bahwa agama Kristiani adalah sebuah bentuk sejati dari monotheisme. Toh pandangan umum umat Muslim tetap menerima bahwa orang-orang Kristiani adalah Tritheis (penganut iman akan tiga Allah).

     III. Pandangan Kristiani
     1. Siapa itu Allah?
Orang-orang Kristiani adalah penganut monotheisme, dan adalah tugas serta kewajiban setiap orang Kristiani untuk menjaga tradisi monotheisme ini yang diterima dari warisan iman bangsa Israel. Allah itu Esa. Di dalam bingkai ini orang-orang Kristiani percaya bahwa Allah mewahyukan diri sebagai Tuhan dan Penenbus dalam dan melalui Yesus Kristus. Ini mengandaikan bahwa Allah membuat diri-Nya hadir dan transparan dalam Yesus Kristus tanpa harus mengalami peleburan diri. Dalam diri Yesus, sisi kemanusiaan-Nya tidak mengabsorbsi (menyerap) ke-Ilahian Allah, dan sisi ke-Ilahian dalam diri Yesus tidak juga membatalkan dimensi kemanusiaan-Nya. Sudah sejak awal kekristenan, topik ini menjadi bahan permenungan para Teolog dan juga merupakan pengalaman spiritual orang-orang Kristiani perdana dan kemudian membuahkan dogma tentang Trinitas. Bagi orang Kristiani, Kabar Gembira (Injil) yang diterima dari Yesus Kristus tidak saja menyampaikan bahwa Allah itu ada dan berjumlah satu, tetapi lebih dari itu Injil mau mengatakan siapa itu Allah bagi manusia. Yesus menghantar para murid-Nya kepada pengetahuan dan pengalaman akan Allah yang Maha Kasih dan kepada persekutuan dengan-Nya:
Setelah berulang kali dan dengan pelbagai cara Allah bersabda dengan perantaraan para nabi, ”Akhirnya pada zaman sekarang Ia bersabda kepada kita dalam Putera” (Ibr 1,1-2). Sebab Ia mengutus Purtera-Nya, yakni Sabda kekal, yang menyinari semua orang, supaya tinggal di tengah umat manusia dan menceritakan kepada mereka hidup Allah yang terdalam (lih. Yoh 1,1-18).
Maka Yesus Kristus, Sabda yang menjadi daging, diutus sebagai ”manusia kepada manusia”, ”menyampaikan sabda Allah” (Yoh 3,34), dan menyelesaikan karya penyelamatan, yang diserahakan oeh Bapa kepada-Nya (lih. Yoh 5,36; 17,4). Oleh karena itu Dia – barangsispa meihat Dia, melihat Bapa juga (lih. Yoh 14,9 – dengan segenap kehadiran dan penampilan-Nya, namun terutama dengan wafat dan kebangkitan-Nya penuh kemuliaan dari maut, akhirnya dengan mengutus Roh Kebenaran, menyelesaikan wahyu dengan memenuhinya, dan meneguhkan dengan kesaksian ilahi, bahwa Allah menyertai ktia, untuk membebaskan kita dari kegelapan dosa serta maut, dan untuk membangkitkan kita bagi hidup kekal” (Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi: Dei Verbum, 4).

     2. Bapa – Putera
Ditopang oleh tindakan/perbuatan-Nya, kata-kata dan tingkah laku Yesus juga menjadi dasar utama yang digunakan oleh para saksi perdana yang terinspirasi (para rasul dan ke-4 Penginjil) untuk mendefinisikan relasi Yesus yang khusus dan intim dengan Dia yang senantiasa disapa Bapa, Abba dalam doa dan kesaksian-Nya. Dalam perbuatan-perbuatan Yesus, mereka melihat bahwa Dia sungguh-sungguh memiliki kekuasaan Ilahi yang ditunjukkan misalnya lewat kuasa pengampunan dosa.

Dari pengalaman kesaksian iman langsung ini mereka sepakat bahwa dalam diri Allah yang Esa itu terdapat klasifikasi: Asal dan sumber dari segala sesuatu yang ada dan hidup (Bapa) dan Dia, kepada-Nya Sumber dari segala sesuatu ini menyalurkan hidup, dan hadir sebelum segala sesuatu diciptakan (Putera). Putera berasal dari Bapa dan relasi antara kedua-Nya diwarnai oleh penyerahan diri yang total dari Putera kepada Bapa dan dalam ikatan kasih sejati dari Putera. Putera (Yesus Kristus) tidak berada melalui diriNya sendiri melainkan berasal dari Bapa yang mempercayakan kepada-Nya segala sesuatu, karena Dia adalah Putera Tunggal Bapa. Dia tampil sebagai pantulan sempurna dari Bapa, serupa dengan-Nya, tetapi menerima segala sesuatu dari Bapa. Pemahaman akan kata Yunani klasik ”Sabda” (Logos) juga memberikan kontribusi khusus, yakni menjelaskan hakikat ”relasi Bapa-Putera” dalam Allah. Kata ”Logos” lahir dari intelek untuk menjelaskan hakikat intelek itu sendiri. Logos itu berbeda dari intelek tetapi intelek memanifestasikan logos sebagai yang identik dengan dirinya. Itulah Sabda yang menjadi daging (manusia) dalam Yesus dari Nasareth melalui kuasa Allah.

     
3. Melalui Sabda dan Roh
Sabda – Putera lahir dari Bapa dan melalui-Nya Allah Bapa menciptakan dunia, karena ”Sabda itu bersama-sama dengan-Nya” (bdk. Prolog Injil Yohanes) dan dalam Allah Bapa, Sabda itu berdayaguna. Sabda membuat segala sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Oleh karena itu dalam setiap ciptaanNya, manusia bisa mengenal kehadiran Sabda Allah (para Bapak Gereja dari masa awal kekristenan menyebutnya ”Benih Sabda”). Proses penciptaan dunia dan isinya menemukan titik kulminasi dalam manusia yang diciptakan ”seturut citra Allah” (Kej 1,27). Di sini manusia mencapai kesempurnaannya karena didekatkan oleh Allah kepada diriNya melalui kemiripan dengan-Nya. Hal ini hanya dimungkinkan oleh Sabda Allah. Melalui Yesus manusia bisa masuk ke dalam relasi yang sesungguhnya dengan Allah Bapa, sumber kehidupan Yusus. Pemulihan hubungan kembali dengan Allah yang terjadi semata-mata oleh karena inisiatip bebas-Nya, adalah karya Roh Kudus. Roh ini berkarya juga di dalam diri manusia yang digerakkan oleh Allah sendiri (seperti juga Roh Kudus di dalam diri Yesus). Roh kasih Allah adalah prinsip dasar relasi antara Putera dengan Bapa dan sekaligus prinsip dasar kasih persaudaraan antar sesama manusia dan demi kasih ini pula umat manusia diciptakan-Nya. Rasul Paulus mengatakan bahwa melalui Roh Kudus ini pula kita boleh menyebut Allah ”Abba” (Gal 4,6). Dengan demikian kita ”diadopsi menjadi anak-anak Allah”. Kita hidup ”dengan, melalui dan dalam Yesus” (bdk. Doksologi Perayaan Ekaristi).

     
4. Bapa – Putera – Roh Kudus
Roh Kudus adalah Pribadi Ketiga dalam Allah. Di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama Roh sudah sering disebut sebagai kuasa Allah yang berdaya menciptakan dan sebagai ”Nafas hidup” (ruah dalam bahasa Ibrani, rūh dalam bahasa Arab). Roh yang sama menginspirasi para nabi dan juga menghantar umat Israel keluar dari perbudakan di Mesir. Roh ini pula mengorientasikan intelek umat Israel kepada pengenalan Allah yang benar, membimbing sejarahnya sehingga umat Israel selalu berjalan dalam kehendak Allah. Melalui RohNya, Allah tetap berada dalam relasi yang hidup dengan manusia ciptaan-Nya, dan ciptaan-Nya pun senantiasa membuka diri untuk karya keselamatan dari Allah. Yesus sendiri mengkonfirmasi wahyu ini; pertama-tama dalam pribadiNya sendiri, karena Dia ”lahir dari Allah Roh Kudus”, dalamnya dimensi kemanusaan dan dimensi ke-Ilahian-Nya bersatu secara utuh. Dalam Roh pula Dia menjadi ”Anak Allah”, dan dalam Roh Kudus pula Yesus menemukan sumber segala kekuatan, kata dan perbuatan-Nya (bdk. Injil Lukas). Tetapi Yesus juga mengatakan kepada kita bahwa Roh Kudus pulalah yang merupakan landasan utama dari persekutuan-Nya dengan Bapa dan yang menjadikan mereka satu.

Relasi semacam ini tidak lain dan tidak bukan adalah relasi Ilahi dan hanya Allah sendiri yang bisa mempersekutukan diriNya dengan Allah. Roh ini memiliki kodrat yang serupa dengan kodrat Allah Bapa dan Allah Putera. Roh Kudus adalah Roh Allah sendiri. Roh Kudus pula adalah ikatan persekutuan dalam Allah sendiri, prinsip utama persekutuan Allah. Saling mengasihi antara Bapa dan Putera bukan saja merupakan sifat Ilahi, melainkan Allah itu sendiri karena Allah adalah Kasih. Di sini sebuah doa tua dari zaman kekristenan perdana mengalami pembenaran: ”Kepada Bapa melalui Putera dalam Roh Kudus.” Kami berpaling kepada ”Sumber” kehidupan kami melalui ”Yesus” yang kami teladani dalam ”Roh” yang Yesus curahkan kepada kami ketika dipermandikan dan Yesus pulalah yang menghantar kami kembali kepada Allah Bapa, di mana kami semua adalah ”anak-anak angkatNya”.

    
5. Persekutuan Kasih
Roh Kudus memainkan peran sebagai ”Hukum internal” yang mengatur hidup orang Kristiani di atas jalan Allah. Roh ini menghidupkan Yesus. Dia juga menghidupkan kita. Dengan demikian segenap ciptaan dipanggil untuk masuk ke dalam persekutuan kasih Allah yang adalah Allah itu sendiri. Roh diberikan kepada manusia supaya mereka menjadi alat-alat perdamaian yang universal dan yang berdaya menciptakan, yakni perdamaian antara manusia dengan Allah dan perdamaian antar umat manusia. Persekutuan adalah awal dan tujuan segala karya Allah karena persekutuan ini ada dalam diri Allah sendiri. Tetapi berbeda dengan pandangan Muslim, kita percaya bahwa persekutuan ini adalah sebuah kesatuan dalam relasi yang semata-mata didasari atas kasih.
Dalam tugasnya mengembangkan kesatuan dan cinta kasih antar manusia, bahkan antara bangsa, Gereja di sini terutama mempertimbangkan manakan hal-hal yang pada umumnya terdapat pada bangsa manusia, dan yang mendorong semua untuk bersama-sama menghadapi situasi sekarang.

Sebab semua bangsa merupakan satu masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah menghendaki segenap umat manusia mendiami seluruh muka bumi. Semua juga mempunyai satu tujuan terahkir, yakni Allah, yang penyelenggaraan-Nya, bukti-bukti kebaikan-Nya dan rencaran penyelamatan-nya meliputi semua orang, sampai para terpilih di persekutuan dalam Kota suci, yang akan direangi oleh kemuliaan Allah; di sana bangsa-bangsa akan berjalan dalam cahaya-Nya. 

Dari pelbagai agama manusia mengharapkan jawaban tentang teka-teki deadaan manusiawi yang tersembunyi, seperti di masa silam, begitu pula sekarang menyentuh hati manusia secara mendalam; apakah manusia itu? Apakah makna dan tujuan hidup kita? Apa yang baik dan apakah dosa itu? Darimanakah asal penderitaan dan manakah tujuannya? Manakah jalan untuk memperoleh kebahagiaan yang sejati? Apakah arti maut, pengadilan dan pembalasan sesudah mati? Akhirnya Misteri terakhir dan tak terperikan itu, yang merangkum keberadaan kita, dan menjadi asal serta tujuan kita?” (Konsili Vatiakan II, Pernyataan Tentang Hubungan Gereja dengan Agama-agama Bukan Kristiani, Nostra Aetate, Nr.1).
      6. Tritunggal
Tritunggal Allah adalah suatu hal mendasar dalam iman Kristiani. Kepercayaan akan Allah Tritunggal sekaligus membatalkan segala jenis penyembahan berhala karena Allah adalah Esa dan Dia menggerakkan hati manusia untuk menyembah Dia, Allah yang benar dan hidup. Lebih dari itu Tritunggal adalah sumber persatuan seluruh umat manusia yang juga terpanggil untuk masuk ke dalam persekutuan Ilahi melalui Roh Kudus.
Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu. Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu. Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu. Tinggal sesaat lagi dan dunia tidak akan melihat Aku lagi, tetapi kamu melihat Aku sebab Aku hidup dan kamu pun akan hidup. Pada waktu itulah kamu akan tahu bahwa Aku di dalam BapaKu dan kamu di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Barang siapa memegang perintahKu dan melakukanNya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barang siapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh BapaKu dan aku pun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diriKu kepadanya. Yudas, yang bukan Iskariot berkata kepadaNya… Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti FirmanKu dan BapaKu akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia. Barang siapa tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti FirmanKu; dan firman yang kamu dengar itu bukanlah daripadaKu melainkan dari Bapa yang mengutus Aku” (Yoh 14,15-24).
Melalui permandian orang-orang Kristiani diangkat dalam Roh menjadi anggota-anggota tubuh mistik Kristus (Gereja). Di dalam tubuh Kristus ini orang-orang Kristiani melanjutkan karya misi Kristus, yakni untuk membebaskan manusia-manusia yang dibelenggu oleh kuasa maut. Ketika orang-orang yang percaya kepadaNya dan masuk ke dalam ”TubuhNya”, mereka juga sekaligus masuk ke dalam kehidupan kekal yakni persekutuan yang erat dengan Allah. Mereka menerima kehidupan kekal ini sebagai ”karunia”, yang adalah diri Yesus sendiri dan berusaha untuk hidup dari diriNya. Untuk itu mereka harus berkanjang dalam penyebaran misteri Allah dan membiarkan diri untuk senantiasa dipimpin oleh Roh Kudus.
Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita, bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus turun-temurun sampai selama-lamanya” (Ef 3,20-21).

      7. Sejarah Timbulnya Ajaran Tentang Allah Tritunggal
Adalah penting untuk pertama-tama mengulas timbulnya ajaran Trinitas agar mengenal perbedaan antara isi dan pengaruh budaya terhadap dogma ini.

1. Yesus adalah bagian dari umat Israel yang terpilih. Yesus sangat menyatu dengan roh  Monotheisme yang konsekuent pada jaman-Nya (Mrk. 12,28-34). Kitab Suci selalu berbicara tentang kecemburuan Allah yang Esa dalam kaitannya dengan kehadiran allah-allah palsu. Yesus tidak pernah mengatakan bahwa Ia adalah Allah, tetapi menamakan diri-Nya „Anak Allah“ (Yoh. 10,36) atau „Putera“ (bdk. Mat. 11,27). Ia mengisyaratkan akan asal-usul-Nya yang ilahi ketika menggunakan titular „Putera Manusia“ untuk diri-Nya yang merujuk pada visi Nabi Daniel (Dan. 7). Yang menjadi hal fundamental di sini adalah bahwa Yesus hidup dalam sebuah hubungan khusus dengan Allah yang Esa, yang dipanggil-Nya dengan sebutan „Abba“ (Bapa). Titel „Putera Allah“ dan „Mesias“ pada zaman Yesus sesungguhnya merupakan hal langka dan asing, apalagi dikenakan oleh Yesus sendiri untuk diri-Nya. Yesus juga jarang berbicara tentang Roh Kudus kecuali di dalam Mrk. 3, 28-30. Sekalipun demikian Ia hidup secara sangat intensif di dalam kekuatan Roh.

2. Baru setelah sengsara, kematian dan kebangkitan Yesus, para Rasul memahami arti segala sesuatu yang sudah dialami bersama-Nya oleh karena sebuah inspirasi “khusus”. Berdasarkan ini, para Rasul tiba kepada kepercayaan bahwa Kristus, Mesias, yang hidup karena bangkit dari alam maut itu identik dengan Yesus dari Nasareth, dengan-Nya mereka telah hidup bersama-sama dan pada akhirnya mereka melihat-Nya wafat pada kayu salib. Mereka berani mengakui bahwa Dialah Penyelamat dan Tuhan. Oleh karena Dia memiliki sebuah relasi khusus dengan Allah Bapa, sehingga Dia juga-lah Putera Allah. Justru di sini istilah “formulasi-formulasi trinitaris” akan lebih sering dipakai, juga penamaan “Putera Allah” menjadi semakin akrab. Istilah lain “Roh Allah” (Yunani: pneuma, artinya nafas ilahi) juga mulai digunakan, padahal kehadirannya sudah dialami oleh para Rasul secara sangat menakjubkan sebelum mereka mengenal namanya. Pengalaman ini menghantar mereka kepada pusat pengakuan iman Kristiani bahwa Allah adalah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Iman ini lahir dari realitas Yesus Kristus yang bangkit dan berakar dalam iman para Rasul.

3. Oleh karena heresi-heresi Kristologi yang berkembang marak di abad ke-3 dan ke-4, timbul kebutuhan untuk mengkonsolidasi iman akan ke-esa-an Allah dan sekaligus akan realitas Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus. Proses pematangan ajaran yang terjadi berangsur-angsur kemudian menghantar kepada formulasi yang dikeluarkan pada Konsili Lateran IV tahun 1215. Konsili ini menjelaskan bahwa kodrat ilahi Allah hanya satu tetapi pada saat yang sama terdiri dari tiga pribadi. Ketiganya mencakupi Bapa sebagai Asal yang tidak memiliki asal-usul; Putera yang memiliki asal-usul pada Allah Bapa sejak keabadian; dan Roh yang keluar dari keduanya di mana ketiga-tiganya adalah sebuah substansi yang sama
.

      IV. Kristiani Menjawab
1. Orang-orang Kristiani mengakui secara bulat bahwa Allah adalah satu dan esa. Teologi Kristiani klasik memegang teguh pernyataan ini: Bahwa dalam relasi dengan ciptaan-Nya, Allah berkarya sebagai yang satu dan esa.

2. Ketiga pribadi ini berkaitan erat, baik dengan karya keselamatan Allah dalam sejarah maupun dengan hidup internalnya tetapi tidak berpengaruh sedikitpun terhadap ke-esa-an-Nya. Kategori Matematika sekalipun tidak bisa menjelaskan realitas Allah.
Allah yang sama adalah Bapa, Allah yang sama adalah Putera dan Allah yang sama pula adalah Roh Kudus. Dalam Yesus Kristus, Allah sungguh menjadi manusia. Allah turut mengambil bagian dalam realitas penderitaan dan kematian. Nama-nama Allah di atas termasuk dalam wilayah inti eksistensi iman Kristiani dan menampakan separuh warisan iman yang sudah diturunkan sejak masa-masa awal Kekristenan. Trinitas Allah di atas hendaknya tidak dimengerti dalam konteks sebuah relasi seksual biologis sama seperti relasi manusiawi. Ketika umat Muslim menolak asumsi atau gagasan tentang aktus seksual di dalam relasi Trinitas ini maka dalam hal ini orang Kristiani sepaham dengan umat Islam.

Ketidaksetujuan umat Muslim terhadap penggunaan istilah Bapa untuk Allah bisa membantu orang Kristiani untuk tetap setia pada karakter metaforis istilah-istilah yang digunakan untuk Allah dan mendalaminya secara sadar. Juga untuk agama Kristiani, Allah tetap Dia yang tidak bisa dijelaskan dengan cara apapun. Dengan ungkapan lain, orang Kristiani menggunakan istilah „Bapa“ dan „Putera“ dalam konteks pemahamannya yang lebih luas daripada pemahaman umat Islam. Allah yang satu dan sama disebut „Bapa“ karena Dia-lah sumber segala sesuatu yang ada. Dia juga adalah Putera karena dalam Yesus, Dia hidup secara sempurna dari sumber ini. Dia juga disebut Roh Kudus karena Dia membagi diri dengan ciptaan-Nya. Allah yang esa, yang sempurna dari diri-Nya sendiri, yang cukup dengan diri-Nya sendiri, yang Maha Agung, adalah Kasih, yang membagi diri-Nya dalam hubungan personal, yang saling memberi dan menerima dalam roh kasih. Dia adalah yang berada dalam tiga pribadi dan toh tetap Allah yang tunggal dan kekal.

3. Kalau ditanya mengenai istilah-istilah “Kodrat” dan “Pribadi”, hendaknya dijelaskan masing-masingnya dalam konteks sejarah. Dalam kaitannya dengan ini, bisa dijelaskan juga perbedaan antara pengertian kata “Pribadi” dalam pandangan modern dan pandangan teologi-filsafat klasik.

4. Allah hadir dalam tiga jenis keberadaan (ahwāl). Ini berkaitan dengan relasi-Nya dengan manusia dan dengan hubungan internal di antara ketiga Pribadi itu.

5. Ada kegunaanya kalau menggunakan juga kategori-kategori pemikiran yang digunakan pada masa Islam klasik untuk mengungkapkan kekayaan Allah. Cara penjelasan seperti ini sama sekali tidak menyempitkan pemahaman akan ke-esa-an Allah (tawhïd) dalam Islam.

Di sini hendaknya diperhatikan dua titik pandang bahwa Pribadi-pribadi Ilahi dalam pemahaman Kristiani tidak identik dengan nama-nama Allah atau atribut-atributNya, seperti contoh Allah yang Maha Rahim, yang Maha Tahu, dll. Nama-nama dan atribut Allah hanya melukiskan kodrat Allah. Dalam pemahaman Kristiani, ketiga Pribadi Ilahi memiliki nama dan atribut-atribut yang sama. Nama-nama dan atribut-atribut itu tidak bisa dipakai untuk membedakan ketiga Pribadi Ilahi.

Umat Islam sering bertanya kepada umat Kristiani, mengapa orang Kristiani hanya memilih tiga nama untuk Allah (Bapa, Putera, Roh Kudus), padahal Allah memiliki banyak sekali nama indah. Di sini bisa dijelaskan bahwa nama Allah yang berjumlah banyak itu pada dasarnya hanya menjelaskan/melukiskan kodrat-Nya yang juga dalam pemahaman Kristiani diucapkan oleh Allah sendiri.

6. Penjelasan-penjelasan dengan menggunakan perumpamaan bisa merupakan sebuah metode yang baik. Perumpamaan atau metafor bisa menjelaskan bahwa sebuah istilah yang satu dan sama bisa juga mengungkapkan beberapa realitas. Misalnya „api“ adalah sebuah kata yang sering digunakan untuk sekaligus mengatakan bahwa dalam satu kata ini terdapat juga „nyala“, „bara“ dan „cahaya“. Atau contoh lain adalah „es, „air“ dan „uap“, adalah tiga unsur berbeda dari satu unsur saja.



ISLAMOLOGI

ISLAMOLOGI
ISLAMOLOGI
       
 Oleh :


Ev. Matius Sobolim, S. Th.




 
BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Karena kasihNya Ia telah rela mengorbankan diriNya dengan mati di kayu salib untuk menebus kita dari dosa. Kini kita telah menjadi orang sangat berbahagia dan patut bersukacita karena kita boleh disebut sebagai anak-anak Allah. Kita sudah bebas dari belenggu dosa dan menerima kehidupan yang kekal bersama dengan Tuhan.

Namun demikian, ada kewajiban dan tanggung jawab yang harus kita lakukan sebagai orang yang telah dibebaskan dari dosa. Karena belumlah lengkap kebahagiaan itu jika dinikmati seorang diri, akan tetapi kebahagiaan itu akan menjadi sempurna jika kita membagikannya kepada sesama kita yang belum menerimanya.

Ada banyak saudara-saudara kita yang belum mendengar “Kabar Baik” itu, dan adalah tugas kita untuk memberitakanyan. “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20). Ini merupakan tugas yang sangat mulia yang diberikan oleh Tuhan kepada kita. Sebagai wujud dari kasih kita kepada Tuhan dan sesama, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tinggal diam melihat saudara-saudara kita yang masih dalam kegelapan.

Hal pertama yang perlu bagi penginjilan ialah wawasan. Kita harus memandang dunia ini seperti yang dipandang Yesus. Alkitab berkata, “melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tak berguna” (Mat. 9:36). Usaha penginjilan Yesus dimulai ketika Ia melihat kebutuhan rohani yang dalam dari orang banyak. Apa yang dilihat-Nya menggerakkan hati-Nya untuk bertindak.1

Untuk itu dalam hal ini penulis akan menguraikan sebagaian kecil bagaimana motode atau cara kita dalam menjangkau saudara-saudara kita yang belum menerima keselamatan itu, khususnya umat Muslim di Indonesia.

Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan Islam ?
  2. Bagaimana kondisi atau situasi Islam di Indonesia?
  3. Apa yang dimaksud dengan pelayanan Kontekstual ?
  4. Bagaimana menjangkau orang Muslim secara Kontekstual ?
  5. Prinsip-prinsip apa yang perlu diperhatikan dalam berkontekstualisasi ?

Tujuan
  1. Dapat memahami tentang Islam
  2. Dapat memahami kondisi dan situasi Islam di Indonesia
  3. Dapat memahami apa yang dimaksud dengan pelayanan Kontekstual
  4. Dapat memahami cara menjangkau orang Muslim secara Kontekstual
  5. Dapat mengetahui hal-hal yang penting dalam berkontekstualisasi.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Islam
Kata Islam berasal dari bahasa Arab, al-islam, dari kata kerja “Salama” yang artinya “ tunduk atau berserah diri kepada kekuasaan Allah”. Dengan kata lain: menerima semua peraturan Tuhan sebagai petunjuk bagi kehidupan seseorang melalui para nabi, yang disebut juga agama. Secara etimologi, kata “Islam” diturunkan dari akar kata yang sama yaitu “salam” yang berarti “damai”.

Islam adalah agama yang mengimani satu Tuhan yaitu Allah. Agama ini termasuk agama samawi (agama-agama yang dipercaya oleh pengikutnya diturunkan dari langit), dan termasuk dalam golongan agama Ibrahim. Islam adalah agama terbesar kedua di dunia. Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim (Muslimin untuk laki-laki dan Muslimat bagi permpuan). Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad SAW adalah Nabi terakhir.

Kitab suci agama Islam adalah Al-Quran, berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti “bacaan” atau “sesuatu yang di baca berulang-ulang”. Dalam keyakinan umat Islam, Al-Quran dan Hadist merupakan pegangan hidup bagi seluruh umat Islam. Al-Quran diyakini adalah wahyu dari Allah kepada Muhammad melalui malaikat Jibril sebagai petunjuk jalan kehidupan manusia di dunia dan akhirat.

Menurut Amien Rais, di Indonesia sekarang ini Islam dapat didefinisikan ke dalam lima bagian, yaitu:

Pertama, umat Islam didefinisikan sebagai himpunan orang yang menyatakan dirinya sebagai pemeluk agama Islam. Dengan definisi ini, umat Islam di Indonesia adalah mayoritas penduduk yang sangat heterogen. Sebagaian besar di antara mereka mungkin hanya terkait dengan Islam secara nominal saja. Sebagian besar tidak tahu apa-apa tentang Islam. Dalam kategori Geertz, banyak diantara mereka termasuk abangan dan priyayi.

Kedua, umat Islam di definisikan sebagai himpunan orang yang sudah menjalankan ritus-ritus, zakat, saum, dan haji. Dengan definisi iini, jumlah umat Islam menurun secara drastis. Belum ada penelitian, berapa persentase umat Islam dalam pengertian ini.

Ketiga, umat Islam adalah himpunan orang yang memiliki pengetahuan yang memadai atau lebih dari itu tentang ajaran-ajaran Islam. diduga jumlah mereka sangat kecil, kalau tidak dapat dikatakan minoritas.

Keempat, umat Islam adalah himpunan orang yang berusaha mengatur perilakunya di tengah-tengah masyarakat sesuai dengan ajaran Islam. Mereka menerapkan kadang-kadang secara formalistis---aturan-aturan Islam dalam berpakaian, makan-minum, bertetangga, belajar, bergaul dan sebagainya. Umat Islam dalam definisi ini bisa dilihat pada aktivis-aktivis masjid, penggerak organisasi kemasyarakatan Islam, atau anggota-anggota jemaat yang dibina secara teratur.

Kelima, umat Islam adalah himpunan orang Islam yang terlibat secara ideologis dengan ajaran Islam. Mereka memandang Islam sebagai Weltauschaung yang harus dijaadikan dasar dalam memandang persoalan-persoalan dunia. Mereka umumnya disebut kaum fundamentalis atau orang-orang yang menampilkan Islam sebagai system alternative. Mereka bercita-cita untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya atau menegakkan syariat Islam. Dengan definisi ini, umat Islam hanyalah minoritas kecil.2

2.2. Kondisi dan situasi Islam di Indonesia
Umat Islam di Indonesia menempati jumlah besar di Dunia Muslim. Mereka dikenal sebagai Muslim Sunni (ahlussunnah waljama’ah), bukan Muslim Syi’ah. Muslim Sunni memang merupakan mayoritas, sedangkan Muslim Syi’ah merupakan minoritas. Muslim Sunni hamper ditemukan di seluruh dunia Muslim seperti : Mesir dan Arab Saudi, sedangkan Muslim Syi’ak secara dominant terkonsentrasi di Iran. Sunni dan Syi’ah mempunyai beberapa perbedaan teologis dan politik. Misalnya, kaum Sunni berpendapat bahwa pengganti Nabi bias siapa saja dan tidak harus dari ahul bait (keluarga nabi) asal memiliki kualitas keagamaan, moral, dan spiritual yang baik. Sedangkan kaum Syi;’ah berpendirian bahwa Nabi harus berasal dari ahul bait (keluarga nabi).

Dipandang dari perspektif sosiokultural keagamaan umat Islam di Indonesia dapat dikelompokan kedalam dua kelompok, yaitu Muslim Tradisionalis yang biasanya diwakili oleh NU dan Muslim Modern yang biasa direpresentasikan oleh Muhammadiyah, Persis dan Al-Irsyad. Dikotomi ini mungkin tidak relevan lagi kalau dikaitkan dengan perkembangan pemikiran Islam dewasa ini. Kaum Muslim Tradisional dan kaum Muslim Modernis memiliki persamaan dan kesamaan dalam memegangi doktrin dasar Islam (ushul), tetapi mereka mempunyai perbedaan dalam hal yang bersifat detail (furu).

Dimasa-masa lalu perbedaan itu menjadi penyebab terjadinya perselisihan dan pertikaian pendapat antara kedua belah pihak. Namun dewasa ini dengan adanya proses pencerahan berpikir di kalangan kaum Muslim Tradisionalis dan kaum Muslim Modernis, sekat-sekat budaya antara keduanya mulai hancur dan dihancurkan. Kedua belah pihak bahwa perbedaan demikian adalah wajar dan itu hendaknya dipandang sebagaikhazanah kekayaan pemikiran dan pluranisme pemikiran.3

Suatu pengamatan sepintas membenarkan bahwa masyarakat muslim mayoritas itu mendiami hamper separuh terbesar wilayah Indonesia Bagian barat dengan strata social, ekonomi dan sivilisasi (peradaban) yang terbilang lebih baik. Di sana ada konsentrasi sumber daya manusia berkualitas lebih tinggi dalam pendidikan, konsentrasi industri-industri berat dan ringan, konsentrasi alokasi PMA dan PMDN, konsentrasi lembaga pendidikan tinggi dan lain-lain.4

Kondisi dan situasi Islam di Indonesia juga bisa di golongkan dalam dua golongan, yaitu:
1. Golongan Islam Rakyat.
Islam golongan ini masih memiliki kepercayaan kepada hal-hal yang berbau mistik. Sebagai contoh, :
    • Mereka percaya akan adanya roh-roh orang yang sudah mati. Mereka percaya bahwa pada malam ke-7 dan ke- 40 roh orang mati akan kembali ke rumahnya untuk melihat upaya apa yang dilakukan oleh keluarganya agar roh mereka menjadi damai atau mendapat ketenangan.
    • Jin merupakan komponen yang kuat dalam konsep “hubungan sebab akibat”. Penyebab kematian, kelumpuhan atau penyakit tertentu mungkin disebabkan oleh suatu jin.
    • Kebanyakan dari mereka membawa jimat-jimat di badan mereka dan menyimpannya di tempat-tempat tertentu di dalam halaman mereka agar membawa berkah. Bahkan beberapa orang melakukan praktek permantraan.
    • Berkunjung ke tempat-tempat kramat untuk mendapatkan berkah, dsb.
2. Golongan Islam Ideal
Islam Ideal hanya memiliki kiat-kiat yang sedikit untuk memahami urusan sehari-hari. Dalam hal rohani Islam Ideal lebih focus pada makna kehidupan, kematian, sorga, neraka, keselamatan, kekekalan, dan kepercayaan. Mereka beribadah di Mesjid, yang utama Mekah, Medina, Yerusalem, Damaskus, Istambul. Kiblat di Mekah. Tempat sholat. Ustad atau Imam adalah orang yang dianggap paling penting di kalangan Islam Ideal. 5

2.3. Pelayanan Kontekstual
Istilah kontekstualisasi bukanlah suatu istilah yang baru, melainkan adalah suatu istilah yang sudah digunakan secara popular dalam dunia pendidikan theology pada decade-dekade akhir abad XX ini. Theology kontekstualisasi adalah refleksi ideal dari setiap orang Kristen dalam konteks hidupnya atas Injil Yesus Kristus. Yang dipentingkan disini ialah bagaimana seharusnya Injil (yang utuh itu) di taburkan sehingga membawa keseimbangan yang tampak dari refleksi theology si penerima Injil (dari hakikat dirinya yang utuh – secara pribadi/kelompok, budaya, social, polotik, ekonomi local, dsb. – dan keseluruhan perspektif orang-orang tersebut dalam konteksnya). refleksi itu menampakkan pemahaman, pendirian, dan dampak Injil yang seimbang dalam konteks dimaksud yang digambarkan dalam sikap “sambutan atas Injil sebagai milik diri dan mengekspresikan pemilikan ini dalam pengertian/arti yang baru melalui bentuk budaya local yang dikenal, yang secara fungsional melayani kebutuhan masyarakat konteks tersebut.6

Theologi kontekstualisasi menekankan bagaimana seharusnya setiap orang Kristen bertheologi dalam konteks, yaitu budaya, social, ekonomi, politik, geografi, dan sebaginya di mana ia seorang individu serta gereja sebagai komunitas mikro berada dalam komunitas makro. Theologia kontekstual Alkitabiah yang abash menempatkan Allah sebagai the prime cause, the prime mover dari proses beertheologi dalam konteks. Pada sisi ini, “Alkitab” berperan utama sebagai “penyataan Allah” karena Allah sendiri memilih untuk menyatakan diri kepada manusia dan penyataan-Nya tertulis dalam Alkitab. Ini berarti Allah sendiri telah memilih “kebudayaan manusia” sebagai wahana penyataan-Nya. Manusia pada sisi lain (sebagai penerima/partisipan) menerima penyataan Allah dalam hidupnya dari filter budaya. 
 
Theologi kontekstual yang abash menekankan bahwa apabila Allah telah menetapkan untuk menggunakan budaya manusiasebagai wahana dan sarana penyataan diri-Nya, maka buadaya manusia haruslah dihargai untuk dipelajari guna memperoleh petuntuk bagaimana seharusnya menyeberangkan Injil kepaada sekelompok orang melalui budaya mereka. Refleksi penerimaan atas penyataan Injil budaya yang menampakkan (memberi indikasi) bahwa mereka memahami penyataan diri allah (Injil) dengan baik merupakan bukti bahwa proses kontekstualisasi telah dimulai.7

2.4. Metode penjangkauan umat Mislim secara Kontekstual
Untuk menjangkau umat Muslim secara kontekstual sebaiknya menggunakan metode-metode yang nantinya mempermudah Injil yang akan kita sampaikan.
1. Metode Bercerita
Metode ini baik digunakan disamping karena Allah sendiri berkomunikasi dengan kita memakai metode ini di dalam Alkitab dan juga Isa Almasih memakai cerita atau perumpamaan dalam mengajar (Mar.4:1-2, 33-34). Seringkali para ustad dan kyai juga memakai metode ini. Melalui metode bercerita juga dapat meminimalisir dugaan-dugaan negative, perasaan tersinggung, karena penyampaiannya lebih halus tanpa mempersalahkan mereka. Dengan bercerita hubungan akan semakin akrab, suasana tidak resmi, bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Disamping itu, budaya Indonesia adalah budaya lisan, sehingga metode bercerita lebih mudah dipahami dan diingat oleh pendengar.
2. Sarana Penginjilan
  • Menggunakan Firman Allah / Kitab Suci yang dapat dipercaya oleh mereka (Taurat, Zabur, Injil, Al-qura).
  • Tekankan bahwa Allah adalah Esa (Tauhid) : Allah adalah satu-satunya yang berdaulat, yang bertindak dalam sejarah dan berkomunikasi dengan manusia.
  • Jelaskan sifat Allah dan siapa Dia sebenarnya : Allah Yang Maha Kuasa, Maha Tahu, Sumber Segala Anugerah, Pengasih dan Penyayang, Murah Hati, Mengasihi manusia dan Ingin Bersekutu dengan Manusia.
  • Jelaskan siapa sebenarnya Isa Almasih: Ia yang dijanjikan Allah untuk manusia, diutus sesuai dengan rencana Allah, suci/tak pernah berbuat dosa.
3. Sarana Pemuridan
Sering kali sebelum orang Islam bertobat, sebenarnya kita sudah mulai memuridkan dan mengajar mereka mengenai prinsip-prinsip kebenaran tentang Injil. Mereka mungkin mempunyai banyak konsep yang salah tentang Injil; Keselamatan; Isa Almasih, dan banyak pertanyaan yang perlu dijawab. Orang yang haus mencari kebenaran mungkin memerlukan pemuridan yang cukup lama. Dalam pemuridan ini kita bisa mengajarkan mereka tentang :
    • Kronologis penciptaan dunia dan manusia.
    • Menjelaskan Isa Almasih agar mereka mengenal-Nya lebih dalam
    • Bagaimana kehidupan Kristen yang sebenarnya (berjalan dengan kuasa dan anugerah Allah)
    • Teladan tokoh-tokoh dalam Alkitab : Ibrahim, Musa, Daud, dsb.
    • Mengenal seluruh rencana Tuhan dalam kehidupan pribadi
    • Kepastian keselamatan di dalam Isa Almasih.
    • Menolong mereka menghadapi kesulitan/tantangan/penderitaan hidup.
    • Dan lain-lain.
2.5. Prinsip-prinsip Kontekstual.
Allah sendiri dalam menyatakan kasih-Nya kepada manusia sering menggunakan cara atau metode kontekstual. Bila kita melihat di dalam Kejadian 15:7-11, di sini pun terdapat dasar kontekstualisasi Allah yang jelas, di mana Allah dalam mengadakan perjanjian dengan Abraham menggunakan praktik ritual budaya yang tidak asing bagi Abraham, yang memberi arti-arti istimewa bagi Abraham sendiri, sebagai peserta perjanjian itu.

Selanjutnya, dinamika proses kontekstualisasi terdapat dalam bapa-bapa leluhur PL, maupun para hakim, para nabi, dan sebagainya. Sebagai contoh : Yusuf dan Daniel di Babilonia (Kej. 40; 41:1-36; Daniel 2:1-49). Pada kedua peristiwa ini Allah menyatakan diri/kehendak-Nya melalui mimpi. Hal ini merupakan suatu praktik penujuman yang sangat popular dikalangan masyarakat saat itu. Namun yang dapat memahami Allah (berteologi dalam konteks) secara tepat adalah Yusuf dan Daniel, bukanlah ahli nujum Mesir ataupun Babilonia. Jadi jelaslah bahwa Allah dalam penyataan diri-Nya menggunakan perangkat budaya yang dikenal oleh konteks budaya masyarakat setempat, sedangkan yang dapat berteologi dalam konteks dengan tepat hanyalah umat Allah dari dan dalam setiap konteks.

Melihat gambaran ini, maka dapat dikatakan bahwa dalam interaksi (inkarnasi) Firman dan refleksi iman konteks Hebraic PL, semuanya menampakkan cirri kontekstualitas. Ibadat Israel dilaksanakan dengan menggunakan pola kontekstual yang dikenal pada zaman itu, sehingga ada pengorbanan, ada hari-hari raya, dan sebagainya, polanya sama dengan apa yang dikenal dalam konteks, sedangkan isinya jelas berbeda, dengan tujuan yang berbeda. Inilah cara Allah berkontekstualisasi dalam PL, yang tegas menggunakan elemen budaya kontekstual dengan tujuan “menyatakan Allah” dalam sejarah manusia. hal ini dipertegas dengan menggunakan “allah” yang bersifat umum, sedangkan untuk membedakan allah bangsa lain dengan Allah yang benar digunakan sebutan TUHAN (YHWH ---- nama pribadi Allah yang dikenal oleh Adam, Nuh, Abraham, Ishak, Yakub, Israel, Yesus Kristus, dan Alkitab).

Prinsip-prinsip kontekstualisasi yang dapat dipelajari dari Perjanjian Lamaghghhhhh gg dapat dirinci berdasarkan uraian diatas, yaitu sebaga berikut:
  1. Kontekstualisasi dimulai dari Allah ---- yang beringkarnasi lewat firman-Nya.
  2. Kontekstualisasi dinyatakan dalam konteks budaya total dari suatu masyarakat yang berkembang oleh kreatifitas manusia.
  3. Refleksi teologis dinyatakan lewat filter budaya dan akan seimbang dengan pemahaman/penerimaan yang dalam kenyataan terbungkus oleh kebudayaan.
  4. Bentuk, arti, dan fungsi elemen budaya digunakan secara selektif untuk mengekspersikan Firman yang berinkarnasi dan refleksi penghayatan Firman dari orang dalam.
  5. Bentuk, arti, dan fungsi elemen budya digunakan selalu bersifat kontemporer, actual, dan famillier dalam suatu konteks budaya pada suatu era sejarah tertentu sehingga secara jelas dan langsung bersifat komunikatif serta menjawab kebutuhan peserta budaya dari kontek tersebut.
  6. Kontekstualisasi yang beanr akan membawa perubahan yang seimbang, dimana Firman yang berinkarnasi itu menjadi bagian budaya dimaksud dan secara mekanis beroperasi di dalam kerangka hidup budaya tersebut.
  7. Unsur-unsur yang selalu tampak dalam kontekstualisasi adalah penyataan diri Allah, trasformaasi, dan penghayatan perjanjian berkat yang direfleksikan dari perspektif emic.8

Jika kita meneliti lebih jauh, masih sangat banyak prinsip-prinsip yang kita temukan di dalam Alkitab khususnya dalam Perjanjian Baru yang berkenaan dengan pelayannan secara kontekstual. Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis ingin mengatakan bahwa untuk mencapai suatu tujuan yang mulia dalam menjalankan Amanat Agung, kita sebagai hamba-Nya dituntut untuk arif dan bijaksana.

Prinsip-prinsip pendekatan Kontekstual meliputi :
1. Prinsip secara umum
Pendekatan secara pribadi perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kita hendak menceritakan Kabar Baik itu. hal ini sangat penting, karen dengan mengenal mereka dan sebaliknya mereka mengenal kita akan timbul suatu ikatan persahabatan yang dapat mempermudah pemberitaan Kabar baik itu. Budaya orang Islam perlu dipahami lebih dahulu, sehingga kita dapat melakukan komunikasi secara tepat dengan tidak menimbulkan ketersinggungan. Kuat lemahnya pesan yang mereka terima bergantung dari hasil interaksi kita dengan mereka. Komunikasi akan sangat efektif jika kita sudah mendapat tempat di hati mereka.

2. Memahami Budaya Masyarakat

a. Pengertian Budaya
Budaya adalah tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan nilai-nilai, sikap, makna, hierarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, obyek-obyek materi milik pribadi atau kelompok yang diwariskan dari generasi ke generasi dalam suatu kelompok masyarakat.
Budaya menyangkut segenap aspek kehidupan manusia :
  • Cara hidup manusia : belajar, berfikir, merasa, mempercayai, bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi, ekonomi, politik, teknologi, dan sebagainya.
  • Berhubungan dengan obyek materi : rumah, alat masak, transportasi, alat perang, dsb.
  • Berhubungan dengan komunikasi : siapa, apa, bagaimana pesan disampaikan, bagaimana menafsirkan pesan lisan atau bahasa tubuh.
b. Unsur-unsur budaya
  • Unsur budaya yang bisa dipakai : Pakai kopiah, sarung (P), penutup kepala (W), duduk di lantai/tikar, cara bersalaman, sunat (factor kesehatan, alat musik tradisional (degung, suling,dll), mengubah cerita-cerita rakyat menjadi cerita agama, penggunaan istilah-istilah bahasa Arab.
  • Unsur budaya yang perlu dirubah : Memurnikan unsur-unsur budaya agar berkenan kepadan Allah, Ikrar Luassane pasal 10 :”Gereja-gereja harus berusaha untuk mengubah dan memperkaya kebudayaan dan semuanya itu bagi kemuliaan Allah”, di Afrika banyak suku suka mengadakan pesta minum bir yang diubah menjadi pesta minum teh.
  • Unsur budaya yang harus di buang : Praktek poligami, praktek-praktek kuasa kegelapan (sihir, mantera, dan lain-lain).
c. Perbedaan Makna Budaya.
Setiap kebudayaan memiliki bentuk, arti dan fungsi yang bersifat unik. Budaya juga memiliki lapisan yang paling dalam baik materi maupun non materi. Pada prakteknya sulit bagi seseorang untuk mengartikan makna budaya yang berbeda dengan dirinya, sehingga terjadi kesalahan persepsi dalam menafsirkan sesuatu. Pada saat dua orang dari budaya yang berbeda mulai berinteraksi, pasti terdapat perbedaan-perbedaan atau pihak yang satu dianggap keliru oleh pihak yang lain.

Berdasarkan perbedaan tersebut maka oring dari budaya A dapat berkata orang dari budaya B kurang baik, kurang ajar, kurang sopan, kurang peduli, kurang jujur, dsb. Maka dari itu keanekaragaman sering dipandang sebagai penghalang dalam komunikasi pergaulan lintas budaya. Dari fakta ini dapat dipahami bila seseorang ingin berinteraksi dengan orang dari budaya lain diperlukan suatu pemahaman yang benar menurut konteks budayanya.


BAB III
KESIMPULAN

Tidak ada hal yang baik yang dapat kita lakukan selain percaya kepada Tuhan Yesus dan melakukan perintah-perintah-Nya. Memberitakkan “Kabar Baik” merupakan perintah dari Tuhan yang patut kita lakukan dengan sukacita. Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Sungguh dimana kita berada adalah merupakan lahan yang subur untuk menuai. Dengan melihat kondisi dan situasi yang ada dan menggunakan metode-metode yang relevan akan mempermudah kita dalam menuai jiwa.

Dengan melihat kondisi dan situasi bangsa kita akhir-akhir ini, terjadi krisis yang sangat kompleks. Krisis ekonomi, krisis kepemimpinan, krisis kepercayaan, krisis rohani. Seperti yang terjadi baru-baru ini, yaitu kasus “dukun cilik” (Ponari) , ada puluhan ribu orang yang datang untuk memperoleh kesembuhan yang relative murah atau mungkin gratis. Ini membuktikan bahwa disamping mengalami krisis ekonomi, yang lebih parah adalah krisis dalam kerohanian mereka. 

Berdasarkan hal tersebut kita dapat mengetahui bagaimana cara menjangkau mereka. Hal yang terpenting yang perlu ditekankan adalah “hidup kekal”. Banyak orang mencari hal-hal yang sifatnya sementara. Sehingga kebanyakan orang akan memilih jalan pintas untuk sebuah hasil yang sifatnya fana. Inilah kesempatan kita untuk memperkenalka Kristus, karena hanya dalam Kristuslah kita akan menemukan kehidupan yang kekal itu. 

Marilah kita melayani Tuhan dengan segenap hati karena menjangkau jiwa-jiwa merupakan tanggung jawab kita sebagai orang percaya. Persahabatan merupakan metode yang baik untuk kita memulai penginjilan, karena dengan demikian kita dapat menyampaikan Injil dengan tidak menimbulkan pertikaian yang menjurus kepada sara.

SEKIAN



BAB IV
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Rais, M. Amien, Islam di Indonesia :suatu ikhtiar mengaca diri, (Jakarta, 1996
Matar, M. Oasim, Sejarah, Teologia dan Etika Agama-Agama
(Pustaka Pelajar, Yogyakarta), 2003
Tomatala,Y, Teologi Kontekstual ( Yayasan Penerbit Gandum Mas, Jawa Timur, 2001),
Tule Philipus, Agama-Agama Kerabat Dalam Semesta (Nusa Indah, Flores-NTT), 1994
Powe, W. Paul, Murid Sejati (Yayasan Kalam Hidup), 2000
Diambil dari Diktat Islamologi dan Pelayanan Kontekstual, karya Pdt. I Gusti Ngurah Oka, M.Th.


                                                                            





Pengertian Antara Kristen Dan Katholik

Pengertian Antara Kristen Dan Katholik

Pengertian Antara Kristen Dan Katholik
For Kristen Only....?
Mo tahu donk...Antara Protestan dan Katolik itu, duluan sapa yang berdiri ya...? Trus yang membedakannya apa? Coz Kitabnya sama, Tuhannya sama, dll...Apakah sama sebagaimana halnya Muhammadiyah dan N.U...?





Jawaban Terbaik - Dipilih oleh Penanya
  1. Duluan Katolik.


    Sejarah "berdirinya" agama pengikut Kristus ini memang telah berlangsung selama ribuan tahun. So, gw ceritakan yg agak sederhana ya...
    Bermula ketika zaman setelah Yesus wafat, para rasul dan pengikut Yesus mendapat tekanan luar biasa dari bangsa Yahudi, saudara mereka sendiri. Hal ini disebabkan mereka percaya bahwa Yesus adalah Mesias, sementara para penatua agama Yahudi mengatakan, "Tidak!" Maka, orang2 yg percaya pada Yesus saat itu diburu dan disiksa. Untuk beribadah, mereka terpaksa diam2 di sinagoga2 (semacam ruang bawah tanah). Di situ mereka memelihara iman mereka dengan teguh.
    Salah satu "penganiaya" paling terkemuka adalah Saulus, seorang dari Tarsus. Ia dikenal kejam dan tak segan membunuh "pengikut Kristus" karena ia sendiri seorang Yahudi yang taat dan "strict". Namun, suatu penampakan yg ia terima membuatnya berpaling menjadi pengikut Kristus juga! Sejak saat itu, ia pun berganti nama menjadi Paulus. Ia menjadi seorang "rasul" baru yang sangat aktif dan menyebarkan ajaran Yesus hingga ke daratan Eropa, terutama Roma, yakni ibukota kekaisaran Romawi saat itu (perlu diketahui, bangsa Yahudi dan banyak bangsa lain sedang dijajah oleh Romawi). Di Antiokhia, jemaat ini pertama kali disebut "Katolik".

    Perkembangan agama pengikut Kristus ini meresahkan warga Roma karena dinilai tidak lazim. Orang Kristiani hanya mengaku pada satu Tuhan, sementara orang2 Roma menyembah banyak dewa.
    Maka, pengejaran besar2an pun dilakukan. Banyak jemaat Kristiani perdana yg ditangkap dan dijebloskan ke dalam "amphiteatrum", semacam gym terbuka, untuk dimangsa oleh singa atau binatang buas lain (dan orang2 Roma menikmati hal itu sebagai hiburan!). Ada juga yg diikat pada tiang dan dibakar hidup2 untuk menjadi "lampu penerangan di malam hari". Semuanya karena mereka tetap setia pada iman akan Yesus sebagai Tuhan.

    Keadaan berubah ketika tahun 306 Konstantinus Agung menjadi penguasa Roma. Ia menjadikan agama pengikut Kristus ini sebagai agama negara. Meskipun Konstantinus belum kristiani (baru dibaptis menemui ajalnya, 337) dia sangat melindungi gereja serta para tokohnya. Ia juga memprakarsai dimulainya pembangunan gedun2 gereja Basilika di Roma. Sejak saat itu, pengikut Yesus semakin bertambah banyak, terutama di daratan Eropa.....

    Gereja pun secara fisik mendapatkan fondasi yg mantap di Vatikan. Paus, sebagai pengganti St. Petrus (murid yg diserahi Yesus "kunci kerajaan surga"), juga berganti2 ketika meninggal. Di kota ini, Gereja mulai mengembangkan dan meneguhkan ajaran2 mereka.

    Dalam perkembangan selanjutnya, Gereja "terpecah" menjadi beberapa bagian, misalnya Gereja Ritus Timur di Konstantinopel (Istanbul, Turki sekarang), ada juga Gereja Anglikan di Inggris. Sejarahnye terlalu panjang jika diuraikan di sini, karena Anda hanya ingin tau soal Protestan kan?
    Nah, Gereja Protestan muncul sebagai reaksi dari reformasi atau pembaharuan yg digencarkan oleh Martin Luther, seorang pastur di Jerman pada abad 16. Saat itu, harus diakui Gereja Katolik (Barat) sedang mengalami krisis moral. Martin Luther memprotes banyak kebijakan Gereja dengan 99 dalilnya yang terkenal, misalnya jual-beli pengakuan dosa dll. Mendapat reaksi tersebut, Gereja memang mereformasi/membenahi dirinya, walaupun tidk dengan maksud untuk menerima semua dalil Martin Luther mentah2. Namun Martin malah menyatakan bahwa memisahkan diri dari kesatuan dengan Gereja Katolik Roma. Sejak saat itu, Gereja kembali terpecah, dan gerakan reformasi mulai mendapat pengaruhnya di daratan Eropa hingga saat ini.

    ==========================

    Sejarah Gereja memang berliku2 dan panjang. Harus diakui, pada era2 tertentu, Gereja mengalami masa2 krisis. Namun kini, Gereja Katolik pun telah menyesuaikan diri dengan tantangan zaman. Konsili terakhir Gereja Katolik, yakni Konsili Vatikan II, telah menghasilkan banyak ketetapan yang lebih terbuka pada dunia luar, terlebih dalam hubungannya dengan gereja dan agama lain. (sebelumnya Gereja menerapkan prinsip Ex ecclesia nulla salus--di luar gereja tidak ada keselamatan)
    .

    ================
    Sekarang soal praktisnya. Berikut beberapa poin penting dari sisi ajaran maupun praktek keagamaan yg membedakan Gereja Katolik (GK) dan Gereja Protestan (GP):
    1. Ajaran GP yg utama ialah: Sola Gratia, Sola Fides, Sola Scriptura (Hanya Rahmat, Hanya Iman, dan Hanya Kitab Suci/KS). GP percaya bahwa keselamatan hanya dapat diperoleh lewat "iman" dan "rahmat" Allah melulu, sementara usaha manusia tidak begitu punya pengaruh apa2. KS pun dipandang sebagai2 satu2nya kebenaran.

    Namun, GK tidak hanya mengakui "iman", tapi juga "perbuatan" sebagaimana dalam surat Yakobus, "Iman tanpa perbuatan adalah mati". Jadi, manusia diselamatkan tidak semata2 rahmat atau beriman kepada Allah, tapi juga menuntut "kesediaan" manusia untuk "berbuat baik" kepada sesama. Soal KS, GK tidak hanya mengakui KS sebagai satu2nya kebenaran, tapi juga "Tradisi Suci". yg dimaksud dengan Tradisi Suci ialah kebiasaan2 yg telah dilakukan dan diyakini oleh para jemaat Gereja perdana walaupun tidak tercatat secara eksplisit dalam KS, misalnya kebiasaan membuat tanda salib, dll
    .

    2
    . GP tidak menaruh perhatian besar thd Maria, Ibu Yesus. Bagi GP, Maria adalah sekadar ibu Yesus sebagaimana ibu2 "normal" lainnya, titik. Tidak ada yg istimewa dalam dirinya.

    Sementara itu, GK sangat menghormati (BUKAN MENYEMBAH!!) Maria sebagai "Bunda Gereja", "Bunda Allah", "Bunda Ilahi". Sebutan Bunda Allah ini semata2 karena Yesus yang diimani sebagai Tuhan, dilahirkan sebagai manusia lewat rahim Maria (jadi semacam alasan biologis). Selain itu, ada juga gelar "Bunda Tak Bernoda" karena GK mengimani kesucian Maria sejak ia lahir ke dunia. GK menghormati Maria lewat doa2 seperti rosario, novena, dll
    .

    3
    . GP hanya memiliki 1/2/3 sakramen (tergantung gereja yg mana). Sementara GK sejak semula mengakui 7 sakramen: baptis, ekaristi, krisma, tobat, perkawinan, imamat, dan perminyakan.

    4
    . Salib dalam GP tidak terdapat corpus (tubuh) Yesus, sementara GK menggunakannya. Hal ini disebabkan perbedaan interpretasi.

    GP berfokus pada sukacita atas kebangkitan Yesus dari kematian, sehingga mereka "menghilangkan" tubuh Yesus dalam patung salib sebagai tanda "Lihatlah, Yesus telah bangkit!". Hal ini juga membawa konsekuensi pada lagu2 GP yg biasanya bernuansa puji2an atau sukacita kpd Tuhan.

    GK meyakini bahwa penderitaan Yesus di salib dan kebangkitannya tidak terpisahkan sejak semula. Ini dipandang sebagai satu kesatuan misteri iman. Puncak dari karya Yesus di dunia adalah pengorbanannya untuk dosa manusia di salib. Maka salib GK tetap memakai tubuh Yesus untuk menunjukkan "Lihat, Yesus yg telah menderita dan mati untuk kita!"

    5
    . Dalam hal ajaran iman, GP sangat fleksibel. Maksudnya, setiap orang dapat menafsirkan ayat2 KS sesuai keyakinannya. Ini membawa konsekuensi pada semakin banyak didirikannya sekte2 atau kelompok2 kecil gereja kristen yg baru, biasanya berasal dari Amerika Serikat. Di Indonesia saja, banyak sekali gereja2 kristen baik yg tergabung dalam PGI maupun belum, misalnya HKBP, GPIB, GKI, Advent, Pentakosta, Bethel, dll.
    Sementara itu, GK mempunyai kuasa mengajar resmi, istilahnya "Magisterium". Hal ini dimaksudkan agar ajaran2 yg berkembang tetap pada relnya, tidak menyimpang ke mana2. Setiap orang memang diperbolehkan merenungkan dan menafsirkan ayat2 KS, tapi bila tafsirannya tidak sesuai dengan ajaran resmi, maka ia harus tunduk. Kalau tidak bisa diekskomunikasikan.

Contoh kecil, coba deh baca buku2 tentang agama Katolik. Di bagian identitas buku sebelum Daftar Isi atau Kata Pengantar, pasti tercantum kata "Nihil Obstat" oleh anu dan "Imprimatur" oleh anu. Ini artinya buku2 tsb tidak mengandung "ajaran sesat" yg tidak sesuai dg Magisterium Gereja.

6
. Kalau berdoa, umat GP tidak membuat tanda salib, sementara GK iya. Tanda salib merupakan tradisi yg sudah sangat tua yg masih dilakukan umat GK hingga saat ini.

7
. GP tidak mengakui Paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja.
GK mengakui Paus sebagai pengganti Rasul Petrus, yg kepadanya Yesus "memerintahkan" agar dirinya menjadi fondasi/ batu karang Gereja. Dari situ, muncul hirarki2 (semacam susunan birokrasi) yg berpusat di Vatikan: Paus --> Kardinal --> Uskup --> Pastur (singkatnya begitu)
.

8
. Pemimpin jemaat GP disebut pendeta; mereka boleh menikah. GP berpatokan pada perintah Allah sendiri kepada Adam dan Hawa agar "beranakcucu dan bertambah banyak, penuhi bumi dan taklukanlah". Maka mengapa pendeta yg juga manusia tidak boleh menikah?

Kalo GK disebut pastur/romo; mereka tidak boleh menikah (hidup selibat). Hal ini didasarkan pada ucapan Yesus "Ada orang yang tidak kawin demi dirinya sendiri. Ada orang yang tidak kawin karena dijadikan demikian oleh orang lain. [ini intinya] Dan ada pula yang tidak kawin demi Kerajaan Allah". Selain itu, GK meneladani kehidupan Yesus dan kebanyakan muridnya yang memang tidak menikah.

Lagipula, ada pemikiran bahwa jika pastur tidak menikah, maka ia akan lebih mudah berfokus pada pelayanannya kepada umat. Kalau pastur menikah, maka secara rasional perhatiannya akan terpecah2 antara untuk keluarga atau umat.

9
. Patung adalah barang yg tidak lazim dalam GP, karena mereka memang sengaja menghilangkannya dengan alasan penyembahan patung sama dengan penyembahan berhala.

Dalam GK, patung digunakan sebagai sarana beribadah, bukan untuk disembah. Fungsinya untuk membantu kita mengarahkan perhatian pada Tuhan atau sekadar karya seni. Patung tidak memiliki "kuasa" tertentu dalam iman GK.