Pemulihan Citra Diri (Kejadian 1:26-28)
Pendahuluan
Baru-baru ini miss univers diperoleh
oleh seorang putri dari Afrika. Banyak orang komentar: sekarang miss univers
penilainnya hanya seputar behavior dan bright tetapi tidak lagi ada beautiful.
Alasannya karena orangnya hitam. Orang Indonesia umumnya atau mungkin
kebanyakan melihat orang-orang yang berkulit putih dibilang cantik (karena itu iklan
pemutih kulit banyak di tv), dan berambut lurus, makanya diiklan-iklan sampo
pasti modelnya perempuan-perempuan yang berambut lurus, makanya tidak heran kalo
salon-salon ribonding dan smuting rambut laku. Tetapi kalau di eropa atau
amerika mungkin, mereka lebih suka kulit yang gelap, karena itulah mereka ada
ruang sinar ultaraviolet, dan berjemur di pantai, tujuannya supaya kulit mereka
dapat berwarna gelap. Setiap daerah punya beda-beda penilaian tentang
kecantikan.
Kebanyakan juga orang-orang mencari
nilai dirinya dari orang-orang disekitarnya, makanya ga heran kalau kita
menjadi produk orang-orang di sekitar kita. Contoh kalau merokok dibilang laki,
kalau tidak ngerokok banci, makanya kita bangga kalau ngerokok, kalau pacaran ga
cium-ciuman ampe raba-rabaan itu bukan pacaran, makanya kita pacaran
cium-ciuman sampai raba-rabaan malah ada ampe hubungan badan. Ada juga yang bilang kalau pacaran gonta
ganti itu baru maco, atau dibilang cantik bagi wanita. Akhirnya kita suka gonta
ganti pacar. Biar dibilang maco atau cantik. Terus kalau tidak minum mabuk itu tidak zaman, makanya kita merasa ga bersalah kalau minum mabuk. Terus sekarang
zamannya jejaringan social ada twitter dan facebook, akhirnya kita meresa
bangga jika punya teman banyak kalau banyak teman di facbook atau twiter pada hal
kenal juga tidak, tetapi itu suatu kebanggaan karena penilaian dari lingkungan
kalau banyak teman berarti gaul. Banyak contoh yang menjelaskan kalau kita
sebenarnya kebanyakan penilaian kita atau siapa diri kita adalah produk
orang-orang di sekitar kita. Dan paling parah lagi, menurut
Alktab manusia semakin jahat, sedangkan diri kita ditentukan oleh penilaian2
dari orang lain, apa jadinya? Jawabannya kita akan semakin jahat. Tetapi apa
menurut Alkitab mengenai diri kita?
Kejadian 1:26-28
1.Isrimewa (berbeda dengan semua ciptaan)
2.Mencerminkan atau mencitrakan Allah
3. Mewakili Allah
di bumi
I. Istimewa (berbeda dengan semua ciptaan).
Walaupun malikat lebih hebat dari
kita, namun Allah tidak menciptakan malaikat seperti Allah, walupun
gunung-gunung indah dan pantai yang membentang di hadapan mata kita, walau pun
matahari dengan sinarnya dapat menghangatkan seluruh bumi ini, namun Allah
tidak pernah berkata bahwa itu semua diciptakan serupa dengan-Nya. Walaupun
beraneka ragam bungan yang indah yang pernah kita temui dan jenis-jenis binatang
yang begitu banyak beraneka ragam, namun semuanya tidak diciptakan segambar
dengan Allah. Hanya manusia yang diciptakan serupa dengan Allah.
Ini menunjukkan bahwa kita sangat
istimewa dan Allah berkata dalam ayat 31 “Maka Allah melihat segala yang
dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik…” NIV: it was very good” Jadi yang diciptakan
Allah termasuk manusia adalah ciptaan yang sangat bagus di mata Allah. Tetapi manusia yang dari dulu, dari
sejak jaman Adam dan Hawa, manusia ingin memiliki penilaian sendiri dan tidak
mau hidup di bawah penilaian Allah. Allah berkata kepada Adam jangan makan buah
pengetahuan. Jadi menurut Allah yang baik adalah jangan makan buah pengetahuan,
tetapi Adam tidak mau hidup dibawah penilaian Allah, sehingga ia ingin
menentukan penilaian sendiri sehingga ia makan buah pengetahuan supaya dia bisa
menilai baik dan jahat menurutnya bukan menurut Allah. Sejak saat itu dan
sampai sekarang kebanyakan orang lebih memilih penilaian yang diberikan manusia
menjadi ukuran kita, atau kita sendiri buat ukuran atau nilai bagi diri kita
sendiri.
Pada hal di mata Allah kita sungguh
amat baik, tetapi sering kita melihat diri kita dan berkata ko saya jelek ya,
kenapa, karena kita menilai diri kita berdasarkan penilaian orang lain atau
manusia atau kita buat penilaian sesuai nilai yang dibuat oleh orang lain.
Begitu juga sewaktu kita ikut-ikutan orang lain merokok, minum, gonta-ganti
pacar kita dibilang tidak gaul, maka supaya kita tidak dibilang tidak gaul atau
ketinggalan zaman, maka kita ikut mereka supaya dibilang gaul dan tidak ketinggalan zaman. Sering kita tinggalkan penilaian Allah. Pada hal yang tahu
baik dan rusaknya kita itu ya pencipta kita. Ada kisah di Amerika, seritanya
Ford, lagi lari pagi, di tengah jalan dia melihat ada seorang bapak yang sedang
kebingungan karena mobilnya mogok dan ia samperin bapak ini, dia buka kap mobil
ini tidak banyak waktu hanya sebentar mobil ini langsung hidup. Bapak ini, “ko
kenapa begitu mudah bapak memperbaiki mobil ini?”,Ford memperkenalkan dirinya,
bahwa dialah yang menciptakan mobil ini. Yang tahu baik tidak baiknya kita
adalah yang menciptakan kita, jadi bukan orang lain, tetapi Allah. Jadi apa
yang baik menurut Allah adalah yang baik buat kita. Ex: mobil dibuat oleh
pembuatnya untuk dapat bergerak jika diisi bensin, tetapi kita mencoba
menggerakkan mobil dengan cara kita sendiri, yaitu isi dengan air, maka yang
ada mobil tersebut rusak. Demikian juga kita, kita akan baik jika kita
menggunakan diri kita berdasarkan petunjuk pencipta kita, jika tidak, maka kita
pasti rusak. Apa itu pentunjuknya: Hidup seturut apa
yang ditunjukan buku penuntun dari pencipta kita, yaitu Alkitab.
- Alkitab mengatakan bahwa kita itu very good, berarti kita keriting, lurus, putih, hitam, sipit, belo, pendek, tinggi. Dan lain-lain itu semua very good. Jadi katakanlah pada diri anda sendiri sambil lihat ceriman “I am very good”
- Alkitab juga mengatakan bahwa kita adalah bait Allah 1 kor 3:16, 6:19-20. Karena kita bait Allah, dan kita adalah milik Allah, makanya kita tidak boleh merusak tubuh ini dengan rokok, narkoba, minuman keras dan kita harus menggunakan tubuh ini untuk memuliakan-Nya, bukan untuk melihat pornografi, melakukan seks di luar nikah, bukan untuk digunakan memuaskan nafsu, tetapi memakai tubuh ini untuk kemuliaan Allah. Karena tubuh kita adalah tempat tinggl Allah, bait Allah.
- Alkitab juga mengatakan kasihilah sesamamu seperti kamu mengasihi dirimu sendiri. Manusia akan seperti manusia sewaktu dia melakukan perintah ini, tetapi jika tidak melakukannya, maka manusia tidak akan seperti manusia, tetapi bisa lebih jahat dari binatang, kayak setan. Tidak ada ibu singa mau bunuh anaknya sendiri, tetapi manusia, tega membuang anaknya sendiri ke tong sampah, tega menggugurkan anaknya sendiri, dan menuduh anaknya sendiri sebagai anak haram, pada hal yang berbuat orang tuanya yang disalahin anaknya. Manusia bisa saling membunuh hanya karena harga diri, tidak ada binatang seperti itu, itulah manusia akan menjadi seperti bukan manusia mungkin seperti setan sewaktu dia tidak melakukan buku panduan dari penciptanya, yaitu kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.
- Alkitab juga mengatakan bahwa kamu harus merupakan pasangan yang seimbang (2 Kor. 6:14). Banyak orang Kristen yang mudah berpacaran dan bahkan menikah dengan orang yang tidak percaya, karena dia pikir tidak apa-apa semua agama sama.
- Keberhasilan ukurannya adalah takut akan Tuhan. Salomo sudah memenuhi semua nilai2 manusia mengenai keberhasilan: berhikmat/pintar, berkuasa, memiliki harta materi yang banyak, memiliki istri yang banyak. Namun dia berkata semua sia2, hanya satu yang tidak sia2, takut akan Tuhan. Tetapi kebanyakan orang menilai keberhasilan berdasarkan takut akan Tuhan, tetapi kekayaan materi dan jabatan, karena itulah banyak orang menempuh kekayaan tanpa takut akan Tuhan, akibatnya banyak koropsi, keegoisan (memperkaya diri, walu pun dengan cara penindasan bagi orang lain), materialisme (membeli barang-barang mewah untuk menaikan nilai dirinya di mata lingkungan, karena nilai seseorang berdasarkan materi yang kita punya), Plagiat, saling menjatuhkan supaya dapat jabatan dan masih banyak lagi. Tetapi intinya yang membuat manusia menjadi tidak berharga dan menghacurkan kehidupan manusia dan bumi ini adalah karena penilaian kesuksesan bukan ukuranya adalah takut akan Tuhan. Jika, manusia sadar bahwa nilai kesuksesan adalah seberapa jauh kita takut akan Tuhan, maka manusia akan semakin dihargai dan bumi ini akan semakin terpelihara. Karena takut akan Tuhan adalah melakukan perintah-Nya dan perintah-Nya adalah “kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenal jiwamu dan dengan segenap akalmu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat. 22:37-39). Dan Tuhan menaruh manusia di bumi dengan tujuan supaya manusia mengusahakan dan memeliharanya (Kej. 2:15).
Jadi, banyak ayat-ayat di Alkitab
yang sedang memberi petunjuk kepada kita bagaimana kita hidup, bukan bagaimana
kita hidup sesuai dengan pandangan dari orang lain, tetapi seharusnya apa yang
Alkitab katakan bagaimana saya harus hidup, supaya kita terlihat tetap istimewa.
Tentunya istimewa di mata Tuhan, dan yang dapat mengatakan istimewa adalah yang
menciptakan kita.
2. Mencerminkan
atau mencitarakan Allah
Allah tidak terlihat, tidak ada yang
bisa melihat Allah, namun Allah dapat dilihat dari manusia, karena manusia
adalah ciptakan Allah yang serupa dengan Allah. Sebagai contoh, kalau kita suka
marah, maka orang omong begini, kaya bapaknya suka marah-marah, kalau cengeng, nanti orang bilang kayak mamanya
cengeng atau manja. Atau kita sedang mencerminkan orang tua kita. Contoh saya
tidak melihat dan tidak mengenal papa atau mama dari A tapi saya bisa
menerka-nerka orang tuanya seperti apa dari perilaku A. ada peribahsa yang
mengatakan buah kelapa tidak jatuh jauh dari pohonnya. Jadi anak ga jauh beda
dari orang tuanya. Begitu juga kita, kita adalah ciptaan serupa dengan Allah,
jadi seharusnya orang-orang disekitar kita dapat melihat kita seperti melihat
pencipta kita. Tetapi sering kita tidak mencerminkan Allah atau mencitrakan
Allah dalam diri kita, sehingga seakan-akan kita ini bukan ciptaan Allah yang
serupa dengan Allah, tetapi ciptaan setan yang serupa dengan setan.
Manusia telah jatuh kedalam dosa,
sehingga semua kepribadian manusia telah dinodai oleh dosa atau telah tertutupi
oleh dosa. Seperti koin yang dibungkus kain, koin itu tetap koin walaupun
dibungkus kain, tetapi kita tidak dapat melihat koin tersebut karena dibungkus
oleh kain sehingga kita tidak dapat melihat koin tersebut tetapi yang kita
lihat adalah kain pembungkus koin tersebut. Demikian juga dengan kita. Di dalam
diri kita ada keserupaan dengan Allah, tetapi dosa telah menutupinya sehingga
orang-orang di sekitar kita hanya melihat dosa kita. Dan semua manusia
demikian. Sehingga manusia yang satu melihat manusia yang lain maka ia hanya
melihat dosa, karena itu sewaktu manusia menilai bahwa dia jahat sebenarnya
yang menilai juga jahat. contohnya, seperti mahasiswa sering demon karena
melihat korupsi di DPR, tetapi sebenarnya mahasiswa juga sering korupsi di
kampusnya. Dosa membuat keserupaan dengan Allah dalam diri manusia tidak
terlihat.
Seperti Ford tadi begitu mudah
membetulkan mobil yang rusak, karena dia yang membuat mobil tersebut. Demikian
juga Allah, hanya Dia yang mengerti dan tahu bagaimana memulihkan citra diri
kita, sehingga keserupaan dengan Allah itu terlihat. Tetapi bagaimana caranya:
kita percaya pada-Nya, dan Alkitab berkata barangsiapa percaya Yesus maka dia
akan diselamatkan. Diselamatkan ini bukan hanya berbicara setelah kita mati
kita pasti masuk sorga setelah menerima Yesus, tetapi juga diselamatkan dari
lumpur dosa, sehingga proses pemulihan keserupaan Allah dapat kembali terlihat
dikit demi sedikit. Dan itu hanya dapat kita terima kalau kita percaya Yesus
sebagai Tuhan dan juruselamat kita. Namun kenapa harus menerima Yesus terlebih
dahulu baru dapat diubahkan. Jawabannya: yang bisa memperbaiki kita adalah
pencipta kita bukan kita, namun bagaimana caranya pencipta kita yang adalah
Allah yang maha kudus dapat bergaul dengan yang berdosa. (baik tidak bisa
bersatu dengan jahat, jika bersatu maka baik bukanlah baik tetapi jahat. jahat
dan baik selalu berpisah. C.S. Lewis).
Ada jurang pemisah antara Allah dan manusia, yaitu dosa. Kekudusan
Allah membuat Allah tidak dapat bergaul dengan manusia, dan keberdosaan manusia
membuat manusia tidak dapat bertahan di hadapan Allah. Hanya melalui Yesus, yang
adalah Allah menjadi manusia, dengan kemanusiaan-Nya Dia telah menggantikan
hukuman yang harus kita terima, sehingga keadilan Allah terpuaskan saat Yesus
disalibkan. Karena itulah status kita bukan lagi orang berdosa, karena hukuman
telah ditanggung oleh Yesus. Nah karena kita bukan lagi orang berdosa maka
Allah dengan leluasa memproses kita untuk kembali ke citra diri yang semula.
Serupa segambar dengan Allah.
C.S. Lewis berpendapat dalam bukunya MERE CRISTIANITY: “Di satu sisi, kita tidak
pernah boleh membayangkan bahwa usaha-usaha pribadi kita tanpa pertolongan
Allah bisa diandalkan bahkan untuk membuat kita mampu bertahan selama 24 jam
berikutnya sebagai orang yang bermoral. Jika
Ia tidak menopang kita, tak
seorang pun di antara kita yang bebas dari dosa yang menjijikkan. Di sisi lain,
tidak ada derajat kekudusan atau heroisme yang sudah pernah dicapai oleh
orang-orang suci yang paling agung yang tidak sanggup dikerjakan-Nya di dalam
diri setiap kita pada akhirnya.”[1]
Bukankah ini juga yang dialami Rasul Paulus, dimana dia mengetahui
hukum Allah, dia tahu yang baik, namun ia selalu menemukan dirinya melanggar
apa yang ia ketahui tentang yang baik. Dan bukankah ini juga pada diri kita,
kita semua tahu apa itu yang baik, tetapi pertanyaannya, apakah kita sudah
melakukannya. Ini menunjukkan usaha kita tidak akan mampu untuk menjadikan kita
berubah, hanya Dia yang menciptakan kita yang mengerti bagaimana kita berubah. Tetapi bukan berarti kita pasif, kita bisa, karena Allah memampukan
kita untuk bisa melakukannya. Itu intinya. Kita berjuang untuk hidup sesuai
kehendak-Nya karena kita yakin ada Allah yang tolong kita untuk dapat terus
berjuang. Augustinus: saya bedoa karena Tuhan buat saya bisa berdoa. Itu
perinsipnya. Setelah kita melakukan apa yang Tuhan kehendaki, maka kita sedang
mencerminkan Allah kepada manusia disekitar kita. Seperti kita bercermin, di cermin itu bukanlah kita, tetapi pantulan
dari diri kita. Demikian juga, kita tidak pernah menjadi Allah, tetapi orang
lain dapat melihat pantulan diri Allah melalui diri kita.
3. Mewakili Allah
Allah berkuasa atas alam semesta,
namun Allah telah menciptakan manusia serupa dengan Allah, maka manusia pun
memiliki kuasa terhadap alam ini. Manusia adalah duta yang mempunyai kuasa dari
Allah sebagai pemilik gambar Allah untuk mengatur alam ini, namun harus sesuai
dengan kehendak Allah. Ex, duta besar yang dikirim Indonesia, maka duta besar
itu punya kuasa dari pemerintahan Indonesia di Negara dimana ia dikirim, namun
dia harus tetap mengikuti setiap keputusan dari pemerintahan Indonesia untuk
dilaksanakan di Negara dimana ia diutus. Demikian juga dengan kita, kita punya
kuasa dari Allah, tetapi untuk memuliakan Allah. Bukan untuk kepentingan diri
sendiri. Allah memberikan otak, tujuannya
supaya kita bisa berkuasa atas alam dengan otak kita untuk kita kembalikan
kepada kemuliaan Allah. Tetapi nyatanya, banyak orang dengan otaknya berfikir
untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya untuk memperoleh keuntungan
pribadi, walaupun akibatnya, Lumpur sidoarjo, longsor d jawa barat, banjir yang
henti-hentinya saat musim hujan di Jakarta,
banyak lagi. Manusia merusak bumi dengan kekuasaan yang diberikan Allah
padanya, pada hal Allah memberi perintah kepada manusia untuk mengusahakan dan
memelihara bumi ini (Kej. 2:15). Dari hal kecil dahulu, kita memelihara bumi
ini, yaitu kita mau buang sampah pada tempatnya.
Mungkin
orang-orang disekitar kita suka membuang sampah sembarangan, maka kita jangan
seperti dia, karena kita adalah gambar Allah yang seeprti Allah yang merawat
dan memelihara bumi ini. Keadaan bumi ini rusak, karena
manusianya rusak. Bumi ini tidak pernah dirusak oleh segerombolan gajah yang
besar2, bumi ini tidak rusak karena segerombolan tikus, tetapi bumi ini rusak
karena segerombolan manusia yang egois, yang hanya memikirkan dirinya sendiri,
sehingga perusakan alam ada di mana-mana. Dan bukan itu saja, karena
segerombolan manusia yang egois ini menyebabkan manusia yang lain ikut
menderita. Dan keegoisan ini juga menjadikan kesenjangan antar manusia (ada
yang miskin sekali dan ada yang kaya sekali) dan menyebabkan persaingan (saling
menjatuhkan), iri hati, sampai akhirnya peperangan. Bumi hancur karena manusia
rusak. Kita yang sudah tahu, mari kita menjadi wakil Allah di bumi. Kita
berusaha untuk mewujudkan nilai2 Allah di mana kita berada.
Seperti apa yang dituliskan oleh C.S. Lewis: beberapa orang Kristen
– orang-orang yang ternyata memiliki talenta-telenta yang tepat – harusnya
menjadi para ekonom dan para politikus, dan semua ekonom dan politikus harus
menjadi orang-orang Kristen, dan bahwa seluruh jerih payah mereka dalam bidang
politik dan ekonomi harus diarahkan untuk memperaktekkan prinsip ‘perbuatlah
kepada orang lain apa yang apa yang kau inginkan untuk diperbuat orang lain
kepadamu.’ Jika itu terjadi, dan jika kita benar-benar siap melaksanakannya,
maka kita akan cepat sekali menemukan solusi Kristen untuk masalah-masalah
sosial kita.”[2] “Saya bisa saja mengulangi ‘perbuatlah kepada
orang lain apa yang kau inginkan untuk diperbuat orang lain kepadamu’ sampai
wajah saya menghitam, tetapi saya tidak bisa benar-benar menjalankannya sebelum
saya mengasihi sesama saya seperti diri sendiri: dan saya tidak bisa belajar
untuk mengasihi sesama saya seperti diri sendiri sebelum saya belajar untuk
mengasihi Allah: dan saya tidak bisa belajar mengasihi Allah kecuali dengan
belajar menaati-Nya.”
Kita sedang mewakili Allah, mari kita terapkan prinsip2 atau nilai2
kristiani di mana pun kita berada, supaya bumi ini yang sudah rusak dapat
melihat ada yang belum rusak, yaitu diri kita. Dan kita dapat menunda kerusakan
bumi ini yang sedang menuju kepada kehancuran. Seperti garam yang dapat menunda
kebusukan, dan terang yang dapat menerangi kegelapan, demikianlah kita dapat
menunda kehancuran bumi ini dan menerangi bumi ini jika kita mau menerapakan
nilai-nilai Allah di mana kita berada. Untuk menutup kotbah ini, saya akan menceritakan hasil wawancara Lee
Strobel dengan William Neal Moore (seorang yang divonis hukuman mati oleh
pengadilan). Bulan mei
1984. Pada waktu itu, Moore
sedang dipenjara dalam sebuah sel, menantikan eksekusi hukuman mati dalam
Penjara Negara Bagian Georgia. Selnya hanya berbatasan lorong dengan kursi
listrik, di mana hidupnya sudah dijadwalkan akan dicabut dalam kurun waktu
kurang dari tujuh puluh dua jam.
Kasusnya bukan
kasuh seorang yang tidak besalah, yang diperlakukan secara tidak adil oleh
sebuh system peradilan. Tak perlu dipertanyakan lagi, Moore adalah seorang pembunuh. Dia sendiri
sudah mengakuinya. Sesudah melewatkan masa kecil yang diwarnai dengan
kemiskinan dan kejahatan-kejahatan kecil, dia bergabung dengan Angkatan Darat
dan kemudian menderita depresi karena kesulitan-kesulitan pernikahan dan
keuangan yang menderanya. Suatu malam dia mabuk dan mendobrak masuk rumah
Fredger Stapleton yang berusia 70 tahun. Stapleton diketahui oleh orang-orang
di sekitarnya suka menyimpan banyak uang tunai di dalam kamar tidurnya.
Dari balik
pintu kamarnya, Stapleton menembak dengan sebuah senapan, dan Moor membalas
dengan menembak pistolnya. Stapleton tewas seketika, dan dalam hitungan menit Moore melarikan diri
dengan membawa uang sejumlah $ 5.600. Seorang informan memberitahukan kepada
polisi dan keeokan pagi dia ditangkap dalam trailernya di luar kota. Tertangkap dengan
bukti di tangan, Moore
mengakui kesalahanya dan dijatuhi hukuman mati. Dia sudah menyia-nyiakan
hidupnya memasuki hidup penuh kekerasan, dan sekarang dia sendiri menghadapi
akhir hidup melalui kekerasan.
Namun, Willian
Neal Moore yang
sedang menghitung jam-jam terakhir sebelum jadwal esekusinya, bukan orang sama
yang pernah membunuh Fredger Stapleton.
Sewaktu dipenjara, dua pimpinan gereja mengunjungi Moore atas permintaan ibunya. Mereka
menceritakan kepadanya tentang belas kasihan dan pengharapan yang ditawarkan
oelh Yesus Kristus. “Tidak seorang
pun pernah bercerita kepadaku bahwa Yesus mencintai aku dan mati bagi ku,”
Jawab Moore menjelaskan pada saat saya (Lee Strobel) mengunjunginya di Georgia.
“Itulah cinta yang dapat kurasakan. Itulah cinta yang kuinginkan. Itulah cinta
yang kubutuhkan” Pada hari itu,
Moore menjawab
‘ya’ terhadap tawaran pengampunan dan kehidupan kekal gratis dari Yesus
Kristus, dan segera dia dibaptiskan dalam sebuah bak mandi kecil yang digunakan
oleh orang-orang percaya di dalam penjara itu. Dan Moore yang sekarang tidak
pernah menjadi Moore
yang dahulu lagi.
Selama enam
belas tahun masa penantian pelaksanaan hukuman mati, Moore berperan seperti seorang penginjil di
antara penghuni penjara yang lain. Dia memimpin pemahaman Alkitab dan
mengadakan persekutaun doa. Dia menyediakan jasa konseling bagi para penghuni
dan memperkenalkan banyak di antara mereka untuk beriman kepada Yesus. Beberapa
gereja bahkan mengirimkan orang lain yang sedang menantikan pelaksanaan hukuman
mati untuk konseling dengan dia. Dia mengikuti lusinan kursus Alkitab tertulis.
Dia berhasil memperoleh pengampunan dari keluarga korbannya. Kemudian dia
dikenal dengan nama “Si Pendamai (The Peacemaker)”, karena blok selnya yang
dihuni sebagian besar oleh terpidana yang sudah menjadi Kristen melalui
pengaruhnya, selalu merupakan blok sel yang paling aman, paling tenang dan
paling teratur.
Sementara itu,
saat eksekusi bagi Moore
semakin mendekat. Secara legal, kasusnya memang sudah tidak mungkin ditolong
lagi. Karena dia sudah mengaku bersalah, pada dasarnya tidak ada lagi isu-isu
legal yang dapat memenangkan pembebasannya. Berulang kali, pengadilan
memperkuat vonis matinya. Begitu
mendalamnya trasformasi yang terjadi dalam diri Moore, tetapi orang-orang banyak pun mulai
memperhatikannya. Ibu Teresa dan orang lain mulai berkampanye untuk
menyelamatkan nyawanya. “Billy bukan lagi Billy yang dahulu lagi”, kata seorang
terpidanan yang pernah bertemu dengan Moore
dalam penjara: “Kalau Anda menghukum mati dia hari ini, Anda hanya membunuh
sosok tubuh, tetapi sosok tubuh yang memiliki pikiran yang berbeda. Jadi, itu
akan seperti mengesekusi orang keliru”
Sebuah
editorial dalam harian Atlanta Journal
and Constitution memuji dia, bukan hanya sebagai orang yang sudah
diubahkan, melainkan juga sebagai “seorang agen perubahan bagi orang lain.”
Editorial tersebut memuat pernyataan:
“Di mata banyak orang, dia adalah sosok orang suci.” Hanya beberapa
jam sebelum Moore diikat pada kursi listrik, tak
lama sebelum kepala Moore
dicukur gundul supaya kabel-kabel elektroda itu dapat dikenakan ke atas
kepalanya, pengadilan mengejutkan semua orang dengan mengeluarkan keputusan
penundaan eksekusi.
Bahkan yang
lebih mengherankan lagi, The Georgia Board of Pardon and Parole (Dewan
Pengampunan dan Pengurangan Hukuman untuk Negara bagian Georgia) kemudian
mengadakan pemungutan suara tertutup untuk menyelamatkan nyawanya, dengan
mengubah hukumannya menjadi hukuman seumur hidup. Tetapi benar-benar
menakjubkan – bahkan belum pernah terjadi dalam sejarah Georgia modern – adalah
karena Dewan Pengampunan dan Pengurangan Hukuaman itu memutuskan bahwa Moore,
seorang mantan pembunuh bersenjata yang mengakui kesalahannya, mengusulkan
pembebesannya. Pada tanggal 8 November 1991, dia dibebaskan.
Saat saya (Lee
Strobel) duduk bersama Moore di rumahnya yang
menghadap kearah padang yang ditumbuhi oleh
pohon-pohon cemara yang subur, saya bertanya kepadanya tentang sumber dari
metamorfosanya (Moore)
yang menakjubkan itu. “Tentunya
system rehabilitas dalam penjara itu yang mengubah Anda bukan?” Tanya saya (Lee
Strobel). Moore menjawab: “Bukan, bukan
itu” jawabnya. “kalau begitu
pasti program menolong diri sendiri, atau menolong diri sendiri ke sikap mental
positif,” kata saya menebak.
Dengan tegas
di menggelengkan kepalanya, “bukan, bukan itu juga.” “Prozac (merek
obat penenang)? Transcendental
Meditation? Konseling psikologis?” “Ayolah, Lee,”
katanya, “Anda tahu bukan semua yang Anda sebut itu.” Dia benar.
Saya tahu alasan sebenarnya. Saya hanya ingin mendengar dia mengatakan sendiri,
“kalau begitu apa dong yang menyebabkan transformasi luar biasa yang terjadi
dalam diri Billy Moore” Tanya saya (Lee Strobel). “Langsung dan
sederhana saja, Yesus Kristus yang mengubah saya.” Katanya dengan bangga. “Dia
mengubahku dengan cara-cara yang tidak mungkin kulakukan sendiri. Dia memberiku
tujuan hidup. Dia menolongku melakukan hal yang benar. Dia memberiku hati dan
perasaan terhadap sesamaku. Dia penyelamat jiwaku”
Kisah di atas menunjukkan bagaimana Tuhan dapat mengubah manusia
kembali kepada citra diri mereka, yaitu gambar Allah, sehingga citra diri
manusia sebagai gambar Allah dapat terlihat jelas kembali. Saya akan mengutip
tulisannya Lee Strobel setelah ia selesai mewawancarai Moore. “itulah kuasa iman yang
mengubah kehidupan manusia. Karena itu, tulis rasul Paulus, ‘siapa yang ada di
dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya
yang baru sudah datang!’ Billy Moore yang orang Kristen itu sendiri tidak sama
dengan Billy Moore si pembunuh, Allah sudah mengintervensi dengan
pengampunan-Nya, dengan belas kasihan-Nya, dengan kuasa-Nya, dengan kehadiran
Roh Kudus-Nya. Kasih karunia yang mengubahkan telah diberikan kepada Moore itu juga tersedia
bagi setiap orang yang bertindak atas bukti nyata bagi Yesus Kristus dengan
membuat keputusan untuk menerima-Nya sebagai pengampunan dan pimpinan-Nya.
Tawaran itu menanti semua orang yang menjawab ya kepada Tuhan dan
ajaran-ajaran-Nya.”
Marilah kita terima Tuhan Yesus dalam hati kita sebagai Tuhan dan
Juruselamat kita, maka kita akan diubahkan Tuhan/dipulihkan citra diri kita dan
akan dijadikan Tuhan sebagai pengubah orang lain menjadi seperti semula, yaitu
serupa segambar dengan Allah. Amin.
Bibliography
[1] Clive Staples Lewis. Mere
Cristianity (Kekristenan Asali), (Bandung:
Pioner Jaya, 2006), 279
[2] Ibid, 125
[3] Ibid, 130
[4] Lee Strobel, Pembuktian Atas
Kebenaran Iman Kristiani, (Batam: Gospel Press, 2005), 321-324
[5] Bill Montgomery, “U.S. Supreme Court Halts Execution: Even Victim’s
Family Pleaded For Mercy,” The Atlanta
Journal and Constitution, August 21, 1990 (Lee Strobeel, Pembuktian Atas Kebenaran Iman Kristiani…)
323
[6] “When Mercy Becomes Mandatory,” The
Atlanta Journal
and Constitution, August 16, 1990. (Lee Strobel,…) 323