Tampilkan postingan dengan label Yesus Kristus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Yesus Kristus. Tampilkan semua postingan

Selasa, 17 Mei 2022

KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ?

 

KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ?

Ev. Matius Sobolim, M. Th.

       


Untuk memahami kenapa Yesus dalam kapasitasnya sebagai Allah di dunia berdoa kepada BapaNya sebagai Allah di surga, kita perlu mengerti bahwa Bapa yang kekal dan Anak yang kekal memiliki hubungan yang kekal sebelum Yesus menjadi manusia. Yohanes 5:19-27 menjelaskan soal ini, khususnya di 5:23, di mana Yesus mengajarkan bahwa Bapa mengutus sang Anak, termasuk penjelasan di Yohanes 15:10. Yesus bukan menjadi Anak Allah ketika Dia dilahirkan di Betlehem. Dari kekekalan, Yesus senantiasa adalah Anak Allah, sekarang dan untuk selamanya. Melalui Yesaya 9:6, kita diberitahu bahwa seorang Putra telah diberikan dan seorang Anak dilahirkan. Yesus senantiasa merupakan bagian dari hubungan Tritunggal bersama dengan Roh Kudus. Ketritunggalan selalu ada; Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus. Bukan tiga allah, namun satu Allah dalam tiga Pribadi. Yesus mengajarkan bahwa Dia dan Bapa adalah satu (Yohanes 10:30).[1]

Yang dimaksudkan Yesus adalah Dia dan Bapa, dan tentunya Roh Kudus, memiliki substansi dan esensi yang sama: Allah atau keilahian. Ketiga Pribadi ini keberadaanNya setara sebagai Allah. Ketiganya sudah dan terus menerus memiliki hubungan yang kekal. Ketika Yesus, sang Anak Allah yang kekal, menjadi manusia yang tak berdosa Dia juga mengambil wujud seorang hamba, meninggalkan kemuliaan surgawiNya (Filipi 2:5-11). Sebagai Allah-manusia, Dia belajar untuk taat (Ibrani 5:8) kepada BapaNya ketika Dia dicobai oleh Iblis, difitnah oleh manusia, ditolak oleh sesamaNya, dan akhirnya disalibkan. DoaNya kepada Bapa surgawinya adalah untuk meminta kuasa (Yohanes 11:41-42) dan hikmat (Markus 1:35; 6:46).[2]

DoaNya memperlihatkan bahwa dalam kemanusiaanNya Dia bergantung kepada Bapa untuk menjalankan rencana BapaNya untuk penebusan (perhatikan doa Yesus sebagai Imam Besar dalam Yohanes 17). Juga tunduk kepada kehendak BapaNya untuk mati disalib demi membayar hutang dosa manusia yang telah melanggar hukum Allah, yang hanya bisa ditebus melalui kematianNya (Matius 26:31-46). Dia kemudian bangkit secara fisik dari kubur, memenangkan pengampunan dan hidup kekal untuk manusia yang menerimaNya sebagai Juruselamat secara pribadi.

Tidak ada masalah jika sang Anak, sebagai Allah, berdoa atau bercakap-cakap dengan Bapa sebagai Allah. Sebagaimana yang telah disebutkan, mereka memiliki hubungan kekal sebelum Kristus berinkarnasi menjadi manusia. Dalam kemanusiaanNya, hubungan ini digambarkan dalam Injil sehingga kita dapat melihat bagaimana Anak Allah dalam kemanusiaanNya menjalankan kehendak BapaNya sehingga penebusan tersedia bagi semua orang (Yohanes 6:38).

Ketaatan Kristus, secara terus menerus, kepada Bapa surgawiNya supaya diberikan kekuatan, dan fokusnya supaya bisa terus dipelihara terlihat dari kehidupan doaNya. Doa Yesus dituliskan supaya itu bisa menjadi contoh bagi kita. Keilahian Yesus Kristus tidaklah berkurang ketika Ia sedang di dalam dunia dan ketika Dia berdoa kepada Allah Bapa di surga. Dia mengajarkan bahwa sekalipun sebagai manusia yang tidak berdosa, tetap perlu untuk memiliki kehidupan doa yang vital supaya bisa menjalankan kehendak BapaNya. Yesus berdoa kepada Bapa menunjukkan hubunganNya dalam ketritunggalan dengan Bapa. SikapNya bisa menjadi contoh bagi kita, bahwa manusia mesti bersandar kepada Allah melalui doa supaya diberi kekuatan dan hikmat yang kita perlukan. Jika Kristus, sebagai Allah-manusia, masih menjalankan kehidupan doa yang bersemangat, demikian pula seharusnya para pengikut Kristus zaman ini. Kegagalan orang Kristen menjawab pertanyaan ini menunjukkan kegagalan orang Kristen dalam memahami Ketritunggalan Allah. Mari kita simak penjelasannya! Banyak sekali ayat-ayat Alkitab yang menunjukkan aktivitas Tuhan

Yesus ketika berdoa.[3] Dalam Markus 1:35, dijelaskan bahwa Yesus selalu bangun pagi-pagi benar ketika hari masih gelap untuk mencari tempat yang sunyi dan berdoa. Matius 14:23 juga menjelaskan bahwa ketika hari sudah mulai malam, Yesus menyuruh banyak orang untuk pulang, lalu ia naik ke atas bukit seorang diri untuk berdoa. Bahkan, Lukas 22:39-46 juga menjelaskan aktivitas Yesus berdoa di Taman Getsemani hingga keringatnya menjadi titik-titik darah yang bertetesan ke tanah. Tidak hanya itu, Yesus juga mengajarkan Doa Bapa Kami kepada murid-murid-Nya. Hal ini tentu sangat wajar jika Yesus adalah manusia seutuhnya. Namun, kita tentu mempelajari bahwa Yesus pun adalah Tuhan seutuhnya.[4] Jika Yesus adalah manusia seutuhnya dan Tuhan seutuhnya, lalu mengapa Ia harus berdoa?

Ada banyak orang yang berkata, Yesus sedang berperan sebagai manusia seutuhnya. Hal inilah yang membuat Yesus harus melakukan aktivitas doa sebagai bukti bahwa Ia adalah manusia seutuhnya. Jika ini adalah alasannya, lalu kepada siapa Ia berdoa? Apakah Ia berdoa kepada diri-Nya sendiri yang juga adalah Tuhan seutuhnya? Ada juga yang bilang, Yesus sedang memberikan teladan yang baik kepada semua orang tentang bagaimana seharusnya seseorang berdoa kepada Tuhan. Jika ini adalah alasannya, lalu apakah Ia sedang bersandiwara ketika berdoa? Apakah aktivitas doa yang membuat keringatnya menjadi titik-titik darah adalah sandiwara belaka? Saya sangat tidak puas dengan jawaban-jawaban itu. Jawaban yang sesungguhnya sangatlah sederhana. Namun, saya yakin banyak orang Kristen yang kurang setuju dengan hal ini.

Ini jawabannya. Ketika Tuhan Yesus berdoa, Ia benar-benar sedang berdoa. Kepada siapa? Ia benar-benar sedang berdoa kepada Bapa-Nya. Bapa adalah Pribadi yang mengutus Tuhan Yesus Kristus ke dalam dunia. Tuhan Yesus adalah Pribadi yang diutus oleh Bapa. Mungkin, Anda akan bertanya, “Bukankah Yesus dan Bapa adalah satu?” Baik, saya jawab. Ya, Yesus dan Bapa adalah satu kesatuan. Namun, bukan berarti Yesus itu sama dengan Bapa. Yesus bukan Bapa dan Bapa bukan Yesus, tetapi mereka adalah satu. Jadi, mengapa Yesus harus berdoa kepada Bapa? Karena Yesus bergantung pada Bapa-Nya. Yesus tunduk pada Bapa-Nya. Lagipula, aktivitas doa Yesus adalah aktivitas hubungan yang normal antara Anak dan Bapa. Doa adalah bentuk komunikasi dalam hubungan-Nya yang sangat intim pada Bapa-Nya.

Mungkin, ada pula yang bertanya, “Jika Yesus itu bukan Bapa dan Bapa bukan Yesus, lalu siapa yang menjadi Allah?” Baik, saya jawab. Yesus adalah Allah Anak dan Bapa adalah Allah Bapa. Mereka adalah pribadi yang berbeda tetapi berada dalam satu-kesatuan Allah Tritunggal. Mungkin ada yang bertanya kembali, “Jika demikian, berarti Allah kita ada dua dong, Allah Anak dan Allah Bapa? Bukankah Allah itu Esa?” Untuk menjawab pertanyaan ini nantikan renungan saya berikutnya tentang Allah Tritunggal. Hal terpenting yang bisa kita pelajari adalah kesungguhan Yesus dalam menaati Bapa-Nya benar-benar dilakukan dalam keterbatasan-Nya sebagai manusia. Ia benar-benar bergantung kepada Bapa-Nya dalam doa sehingga Ia dikuatkan dalam melalui segala penderitaan yang akan Ia hadapi.

 



[1] © Copyright Got Questions Ministries

[2] Ibid. Got Questions Ministries

[3] Renungan harian Kristen hari ini akan mengajak Anda untuk menjawab pertanyaan yang sangat sering diajukan oleh orang-orang Kristen, mengapa Tuhan Yesus berdoa? Bukankah Ia Tuhan? Pertanyaan ini biasanya akan berbuntut pada pertanyaan yang lain, kepada siapakah Ia berdoa?

[4]Bagas Karyadi, M.Th. Facebook: fb.com/bagas.karyadi melalui pencarian dalam Google, kata kunci. Mengapa Yesus Harus berdoa kepada Bapa?

Minggu, 19 April 2015

Apakah Makna Kematian Dan Kebangkitan Yesus Bagi Manusia?

Apakah Makna Kematian Dan Kebangkitan Yesus Bagi Manusia? 

 oleh 
Matius Sobolim, S. Th


 

arti kematian dan kebangkitan yesus bagi saksi yehuwa
Makna Kematian Dan Kebangkitan Yesus Kristus
APAKAH ARTI KEMATIAN dan kebangkitan Yesus Kristus bagi Saudara? Sangat penting — bahkan merupakan ajaran sentral Perjanjian Baru — karena kematian dan kebangkitan Yesus merupakan kabar baik (Injil) yang para rasul beritakan kepada banyak orang seperti yang disampaikan oleh rasul Paulus di 1 Kor. 15:3-4 yaitu “bahwa Kristus mati bagi dosa-dosa kita sesuai dengan Tulisan-Tulisan Kudus; dan bahwa ia dikuburkan, ya, bahwa ia dibangkitkan pada hari ketiga sesuai dengan Tulisan-Tulisan Kudus” (NW).
      Ya, benar kematian dan kebangkitan Kristus merupakan kabar baik yang diberitakan oleh para rasul karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya (Roma 1:16). Injil adalah inti sari Perjanjian Baru. Dan pada 18 dan 20 April 2014 seluruh umat Kristen memperingati hari kematian dan kebangkitan Yesus Kristus.  

Mengapa Yesus perlu mati disalibkan? Ibrani 9:22 mengatakan bahwa “tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan”. Pencurahan darah Kristus di bukit Golgota diperlukan untuk memberikan pengampunan atas segala dosa-dosa kita (1 Kor. 15:17, Kis. 10:43). Yohanes Pembaptis memahami peranan sentral Yesus ini ketika mengatakan “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yoh. 1:29).
Lalu mengapa perlu kebangkitan? Kebangkitan Yesus Kristus secara badan dari kematian juga merupakan fondasi utama dari iman Kristen. Rasul Paulus menulis Korintus 15:14-20 akibat-akibat jika Kristus tidak dibangkitkan: 



Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. Lebih dari pada itu kami ternyata berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia kami katakan, bahwa Ia telah membangkitkan Kristus — padahal Ia tidak membangkitkan-Nya, kalau andaikata benar, bahwa orang mati tidak dibangkitkan. Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus. Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia. Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. (TB, LAI)
Mari kita renungkan baik-baik 6 akibat jika Kristus tidak dibangkitkan yaitu:
  • Pemberitaan akan Kristus tidak ada artinya alias sia-sia (ayat 14).
  • Iman kepercayaan setiap orang Kristen kepada Kristus tidak ada gunanya alias sia-sia juga (ayat 14).
  • Semua kesaksian dan pemberitaan tentang kebangkitan adalah dusta dan menjadikan para rasul pendusta (ayat 15).
  • Tidak ada penebusan dosa sehingga setiap orang masih hidup dalam dosa (ayat 17).
  • Orang-orang yang percaya kepada Kristus semua binasa karena tidak ada penebusan (ayat 18).
  • Terakhir, orang-orang Kristen adalah orang yang paling malang di seluruh dunia (ayat 19).
Namun syukur kepada Allah. Faktanya Kristus yang sudah bangkit dari antara orang mati “sebagai yang sulung dari semua orang-orang yang telah meninggal” (ayat 20). Jadi kebangkitan Yesus itu menjadi jaminan kepastian bahwa kita juga akan dibangkitkan sama seperti Yesus juga telah bangkit.
Apakah lambang dari pengampunan dosa dan janji kehidupan kekal bagi orang percaya? Lambang kehidupan kekal dinyatakan sebagai roti yaitu tubuh Kristus sendiri yang harus diambil atau di makan oleh orang percaya pada saat Perjamuan Kudus. Kita lihat di Yohanes 6:48-57:
Akulah roti kehidupan. Bapak-bapak leluhurmu telah makan manna di padang belantara, tetapi mati. Inilah roti yang turun dari surga, agar siapa pun dapat makan dari roti ini dan tidak mati. Akulah roti hidup yang turun dari surga; jika seseorang makan dari roti ini ia akan hidup selama-lamanya; dan, sesungguhnya, roti yang akan kuberikan adalah dagingku demi kehidupan dunia. . . . Yesus mengatakan kepada mereka, ”Sesungguh-sungguhnya aku mengatakan kepadamu: Jika kamu tidak makan daging Putra manusia dan minum darahnya, kamu tidak memiliki kehidupan dalam dirimu. Dia yang makan dagingku dan minum darahku memiliki kehidupan abadi, dan aku akan membangkitkannya pada hari terakhir; sebab dagingku adalah makanan yang benar, dan darahku adalah minuman yang benar. Dia yang makan dagingku dan minum darahku tetap dalam persatuan dengan aku, dan aku dalam persatuan dengan dia. Sebagaimana Bapak yang hidup mengutus aku dan aku hidup oleh karena Bapak, juga dia yang memakan aku, orang itu akan hidup oleh karena aku.(NW)
Demikian juga pengampunan dosa dilambangkan oleh darah Kristus yang dicurahkan bagi banyak orang. Darah penjanjian Kristus ini berupa anggur yang harus diminum oleh orang percaya saat Perjamuan Kudus.
Juga, ia mengambil sebuah cawan dan setelah mengucapkan syukur, ia memberikannya kepada mereka, sambil mengatakan, ”Minumlah dari cawan ini, kamu semua; sebab ini mengartikan ’darah perjanjianku’, yang akan dicurahkan demi kepentingan banyak orang untuk pengampunan dosa. (Mat. 26:27-28, NW)
Apakah mengambil bagian tubuh dan darah kristus sebagai lambang kehidupan abadi dan pengampunan dosa terbatas hanya kepada 144,000 orang saja seperti yang diajarkan oleh Saksi Yehuwa? Tidak. Tidak ada satu pun ayat Alkitab yang menyatakan hanya 144,000 orang saja yang boleh mengambilnya. Faktanya Kristus mengatakan di Yoh. 6:51: “Jika seseorang makan dari roti ini ia akan hidup selama-lamanya”. Kata “seseorang” artinya siapapun juga, tidak terbatas pada jumlah tertentu. Silahkan baca artikel MAKNA Perjamuan Malam TUAN: ROTI Dan ANGGUR untuk detailnya.
Apakah kesimpulan kita akan artikel ini yaitu Apakah Makna Kematian dan Kebangkitan Yesus bagi Manusia? Penumpahan darah Kristus di bukit Golgota untuk menebus segala dosa manusia yaitu saya dan Saudara. Ketika kubur ditemukan kosong oleh para murid membuktikan bahwa Kristus telah bangkit secara tubuh. Dan kebangkitan Kristus secara fisik atau tubuh pada hari yang ke-3 membuktikan bahwa maut tidak menguasai-Nya lagi sehingga Dia telah mengalahkan dosa, maut atau kematian (Roma 6:9). Kemenangan Kristus atas maut tersebut juga merupakan kemenangan bagi orang percaya karena orang-orang yang mati di dalam Kristus akan dibangkitkan, dan mereka yang masih tinggal dan hidup pada saat kedatanganNya akan diubah dan menerima tubuh baru yang dimuliakan (1 Tesalonika 4:13-18). Kebangkitan Yesus mendemonstrasikan bahwa Allah menerima pengorbanan Yesus bagi kita. Hal itu membuktikan bahwa Allah berkuasa untuk membangkitkan kita dari antara orang mati.
Setiap orang Kristen harus mengambil roti dan anggur sebagai lambang pengampunan dosa dan kehidupan kekal pada saat Perjamuan Kudus. Hal itu menjamin bahwa mereka yang percaya pada Kristus tidak akan tinggal mati, namun akan dibangkitkan kepada kehidupan kekal. Inilah pengharapan agung kita!
Mudah-mudahan renungan menjelang peringatan Jum'at Agung dan Paskah ini dapat menjadi berkat bagi Saudara.
Selamat Paskah. Tuhan Yesus Memberkati!

Minggu, 13 April 2014

ALLAH TELAH MEMBANGKITKAN DIA DARI ANTARA ORANG MATI Rom. 10:9

ALLAH TELAH MEMBANGKITKAN DIA DARI ANTARA ORANG MATI

Matius Sobolim 
 Pengakuan iman yang paling awal dari gereja PB bukanlah "Yesus adalah Juruselamat", tetapi "Yesus Tuhan" (Yun. _kyrios_) berarti memiliki kuasa, wibawa, dan hak untuk menguasai. Mengaku "Yesus adalah Tuhan" ialah menyatakan bahwa Dia setara dengan Allah (ayat Rom 10:13Yoh 20:28Kis 2:36Ibr 1:10), layak untuk menerima kuasa (Wahy 5:12), penyembahan (Fili 2:10-11), kepercayaan (Yoh 14:1Ibr 2:13), ketaatan (Ibr 5:9) dan doa (Kis 7:59-602Kor 12:8). Waktu orang Kristen PB memanggil Yesus "Tuhan", maka hal ini bukan sekadar pengakuan lahiriah tetapi sikap hati yang sungguh-sungguh (bd. 1Pet 3:15). Dengan ini mereka menjadikan Kristus dan Firman-Nya Tuhan atas seluruh kehidupan mereka (Luk 6:46-49Yoh 15:14). Yesus harus menjadi Tuhan atas hal-hal rohani di rumah dan di gereja, maupun Tuhan di bidang intelektual, keuangan, pendidikan, kesenangan, dan pekerjaan, pendeknya: semua bidang hidup (Rom 12:1-21Kor 10:31).
Hubungan Antara Kebenaran Iman dan Objek Iman. (10:4-15).

Di dalam ayat 4 ada dua hal yang ditekankan: (1) siapa Kristus sebenarnya; (2) siapa yang memperoleh manfaat dari Kristus. Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya. Kata kegenapan - telos - tampaknya memadukan pengertian dari kata sasaran dan akhir (lih. Arndt, telos, 1.a.b.c, hlm. 819). Kita tidak dapat mengatakan bahwa Kristus hanyalah sasaran dan akhir dari hukum Taurat. Lebih tepat kalau dikatakan bahwa Dia adalah sasaran dan akhir dari hukum Taurat dalam kaitan dengan kebenaran. 

Sebelum Kristus datang, orang-orang yang percaya kepada Allah berada dalam ketegangan. Artinya, mereka dijanjikan akan memperoleh hidup dengan syarat bahwa mereka hidup dengan cara yang tidak mungkin dapat mereka penuhi. 5. Sekalipun ketika mengutip Musa, Paulus sedikit mengubah Imamat 18:5 dari naskah Ibrani dan Yunani, ia pada dasarnya memberikan pengertian yang benar dari ayat itu. Orang yang melakukannya (kebenaran yang dituntut oleh hukum Taurat) akan hidup karenanya (kata ganti orang feminin, mengacu kepada kebenaran).

 Di dalam naskah Yunani untuk Imamat 18:5, orang percaya Yahudi diperintahkan untuk memelihara semua ketetapan dan peraturan. Sekalipun seorang yang percaya kepada Allah berusaha sebaik-baiknya untuk memenuhi tuntutan untuk hidup benar yang ditetapkan hukum Taurat. dia juga sadar akan segala kegagalannya. Keadaan tidak konsisten ini menghasilkan ketegangan. Karena itu ia selalu menyajikan persembahan kurban tebusan salah dan kurban penghapus dosa. Sebab itu, seorang Yahudi yang percaya tidak dapat berpegang pada Imamat 18:5 sebagai landasan hukum yang menjamin dirinya memperoleh hidup kekal, tetapi hanya sebagai janji dari Allah menyangkut persekutuan manusia dengan Dia. Manusia tidak dapat melihat ayat tersebut sebagai sebuah peraturan hukum. Kalau manusia berbuat demikian maka ketegangan yang muncul tidak tertahankan. Kristus telah mengakhiri ketegangan ini. Melalui kehidupan dan kematian-Nya Dia menyatakan kebenaran sempurna dari Allah, yang dicurahkan oleh Bapa melalui iman kepada Anak. Inilah sasaran yang ditunjuk oleh hukum Taurat. Kehidupan dan kematian Kristus mengakhiri ketegangan yang muncul karena adanya janji kehidupan kepada manusia dengan syarat yang tidak akan pernah dapat dipenuhinya. Karena manusia tidak dapat hidup sebagaimana dikehendaki oleh Allah, keselamatan di bawah Perjanjian Lama maupun di bawah Perjanjian Baru haruslah oleh iman.

Di dalam Roma 10:6-8 Paulus mengutip Ulangan 30:12-14 dengan menyisipkan aneka tanggapan dan frasanya sendiri. Di dalam nas Perjanjian Lama, kata -"nya" di dalam pertanyaan mengenai siapa yang akan naik atau siapa yang akan menyeberang untuk mengambil-"nya" bagi manusia, mengacu kepada perintah untuk "mengasihi Tuhan, Allahmu." Perintah Allah inilah yang ada di dalam hati dan diucapkan oleh mulut orang Israel itu. 6, 7. Tetapi Paulus mengambil kalimat dalam Ulangan itu dan memakainya untuk soal kebenaran yang diperoleh karena iman. Paulus mengaitkan masalah naik dan menyeberang itu dengan soal naik dan turunnya Kristus. 8. Ucapan yang ada di mulut dan dalam hati ialah firman iman yang kami beritakan. Paulus tidak mengatakan bahwa Musa di dalam kitab Ulangan menubuatkan bahwa kebenaran akan diperoleh melalui iman. Yang dikatakan Paulus ialah, "Kebenaran karena iman berkata demikian" (10:6). Kesesuaian dua perjanjian tersebut ditunjukkan oleh fakta bahwa kebenaran ini ternyata demikian cocok dengan kalimat di Perjanjian Lama itu.


Ayat. 9. Pengakuan dengan mulut dan kepercayaan di dalam hati mengacu kepada tanggapan lahiriah dan tanggapan batiniah orang percaya. Keyakinan batiniahnya harus terungkap secara lahiriah. Ketika dia mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan. Dia sedang menegaskan keilahian dan kemuliaan Kristus, dan kenyataan bahwa dirinya, si orang percaya, adalah milik-Nya. Kepercayaan seseorang akan kebangkitan menunjukkan bahwa dia mengetahui Allah bertindak dan menang di kayu salib. Orang yang mengacu bahwa Kristus adalah Tuhan dan memiliki keyakinan semacam itu akan memperoleh keselamatan.

Minggu, 17 November 2013

FINALITAS KRISTUS SEBAGAI TUHAN DAN JURUSELAMAT

Tuhan Yesus
FINALITAS KRISTUS SEBAGAI TUHAN DAN JURUSELAMAT


A. Yesus Kristus adalah Pusat dari Kekristensan

Kekristenan adalah Kristus dan Kristus adalah pusat dari kekristenan. Mengapa demikian? Karena segala sesuatu tentang kekristenan ditentukan oleh pribadi dan pekerjaan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Bahkan seluruh kehidupan dan sifat kekristenan sampai hal-hal yang sederhana juga ditentukan oleh Yesus Kristus. Kristuslah asal mula adanya  kekristenan dan yang akan menggenapkan seluruh rencana keselamatan bagi umat manusia.

Finalitas Kristus ada pada diri-Nya sendiri dan tidak tergantung pada apapun juga, seperti teologi Kristen, Pengakuan Iman Gereja, dan Apologetika Kristen. Walaupun hal itu penting, namun finalitas Kristus melampui semuanya itu karena Dia Allah yang Omniprence, Omnipotence, Omniscience dan Immutability. Maksudnya Finalitas Kristus tidak tercipta di dalam proses waktu karena Ia adalah yang awal (Alfa) dan yang akhir (Omega).

Jati diri Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat ada karena Ia sendiri yang menyatakan-Nya. Yesus berkata : “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?“ Maka jawab Simon Petrus: ”Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!“ Kata Yesus kepadanya: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.“[36]
 
Jika kita mengaku sebagai seorang Kristen, tetapi salah di dalam pengenalan kita akan Yesus, maka hal ini akan berakibat fatal dalam keseluruhan hidup kita. Kefatalan ini akan tersingkap di dalam hal bersikap, berpikir, berbicara dan bertingkah laku yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang Yesus ajaran. Demikianpun dengan penganut teologi religionum yang menolak finalitas Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat satu-satunya. Walaupun Alkitab sudah jelas-jelas menyaksikan bahwa Yesus Tuhan dan Juruselamat satu-satunya.  Yesus berkata,
“Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup, tidak seorangpun datang kepada Bapa kecuali melalui Aku.”[37]
“Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab dibawah kolong langit ini tidak ada nama lain. Yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.”[38]
Kaum Universalisme, Inklusivisme, Relativisme dan Pluralisme, tetap saja menolak perkataan Yesus dan kesaksian dari Lukas ini tentang keselamatan di dalam Yesus.
Penolakan kaum Teologi Religionum terhadap finalitas karya Yesus ini nyata, seperti apa yang dikatakan oleh Stanley Samartha (Teolog India),
“All Christian approaches to other religions based on a theory of anonymous Christianity or cosmic Christology.
Dan juga apa yang dikatakan oleh Ioanes Rakhmat, yang memegang konsep sub-ordinasionisme dan menolak Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat,
“Dengan adanya sub-ordinasionisme fungsional di dalam Injil Yohanes, penulis Injil ini (Yohanes) memandang figur “Anak Manusia” sebagai suatu “oknum” atau “hakikat” adikodrati yang lebih rendah kedudukan-Nya dari Allah, yang dalam ketaklukan-Nya kepada Allah menerima tugas pengutusan untuk turun ke dalam dunia. Kedudukan Anak Manusia yang “lebih rendah“ ini menyiratkan bahwa oknum “Anak Manusia“ itu adalah oknum atau suatu hakikat adikodrati yang terpisah dari Allah.“
Apa yang tercatat di di dalam Injil Yohanes justru tidak sama dengan apa yang dipaparkan oleh Ioanes. Jadi mana yang salah, yach sudah jelas adalah Ioanes dan Alkitab itu tidak salah di dalam penyataannya. Seluruh isi dari Injil Yohanes yang mempunyai  tujuan yaitu:
“Supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.“[41]
Jadi apa yang di duga oleh Ioanes dan juga Hick bahwa Yesus Kristus bukan Tuhan dan Juruselamat menurut Injil Yohanes adalah salah dan tidak sesuai dengan maksud atau tujuan dari Yohanes sendiri sebagai penulis.
Jika kita membaca Injil Yohanes justru kita akan menemukan konsep tentang ke Allahan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Misalnya apa yang tercatat di dalam:
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.“[42]
“Kata Yesus kepadanya: Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.“[43]

Dan lebih jauh lagi penyataan ajaran Yohanes tentang “Ego Emi“ yang diikuti predikat:
“Akulah Roti Hidup“[44]
“Akulah Terang Dunia“[45]
“Akulah Pintu“[46]
“Akulah Gembala yang baik“[47]
“Akulah kebangkitan dan hidup“[48]
“Akulah Jalan Kebenaran dan Hidup“[49]
“Akulah Pokok Anggur yang benar“[50]
Setelah kita melihat tujuh predikat “Ego Emi“ diatas, Injil Yohanes mencatat ada lagi  “Ego Emi“ yang tidak diikuti predikat, misalnya:
“Sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.“[51]
“Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa ’Akulah Dia’“[52]
Perkataan di atas menjelaskan bahwa Yesus sungguh-sungguh Tuhan dan Juruselamat. Jadi Yohanes tidak pernah bermaksud mengajarkan supaya orang Kristen bersikap Universalisme, Relativisme, Inklusive dan Pluralisme. Justru sebaliknya melalui Injil Yohanes kita di ajar untuk Eksklusive di dalam mempertahan kebenaran Kristus yang bersifat absolut,[53] mutlak dan Final.

B. Yesus Kristus adalah Pencipta
Firman Tuhan berkata bahwa Yesus Kristus adalah Pencipta, Pemelihara dan Penopang alam semesta ini. Untuk lebih jelasnya mari kita memperhatikan ayat-ayat yang menyatakannya:
“Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari   segala yang telah dijadikan.“[54]
“Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan Firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tertinggi.“[55]
Ayat-ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa Yesus sungguh-sungguh Tuhan Pecipta. Jika Yesus bukan Tuhan mengapa ia mau menerima sembah dari manusia, dimana sembah ini layak ditujukan kepada Tuhan. Yesus menerima pujian dari Tomas dan bukannya Ia menegur Tomas yang bimbang imannya. Dengan rasa hormat Tomas menyembah Yesus dan berkata:
“Ya Tuhanku dan Allahku! Kata Yesus kepadanya: Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.“[56]
Yesus yang sama pula yang menolak ketika Iblis menyuruh Dia untuk menyembahnya. Yesus mengusir Iblis itu dan berkata:
“Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!“[57]
Jadi jika Yesus bukan Allah tidak mungkin ia mau menerima penyembahan dari manusia dan dapat menghardik Iblis agar tunduk kepada prinsip penyembahan yang benar.
Tokoh Pluralisme Asia yaitu Choan Seng Song sangat tidak menyetujui jika orang Kristen menyembah Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Karena bagi dia tindakan itu adalah penyembahan kepada berhala.[58] Bagi Song Yesus sendiri bukan Tuhan dan Yesus tidak pernah menyatakan diri-Nya Tuhan. Saya kira Song dan tokoh-tokoh Inklusive-Relativisme (Paul F. Knitter, Lesslie Newbigin & Raimundo Pannikar, dll) yang lainnya tidak mempercayai penyataan Alkitab yang bersifat absolute (mutlak), khusus dan tidak ada salahnya dalam isinya (Infallibility). Karena sudah jelas-jelas ayat-ayat yang kita bahas di atas menunjukan Yesus Kristus itu Tuhan dan Juruselamat.
Para tokoh-tokoh teologi Religionum ini selalu mempunyai presuposisi bahwa semua sejarah dalam dunia ini adalah penyataan  Allah dan kebenaran Allah, termasuk di dalamnya aspek keselamatan. Dengan pandangan yang seperti ini mereka menganggap Yesus hanya manusia biasa yang ada dalam sejarah dan tidak unik. Karena bagi mereka Yesus sama dengan tokoh-tokoh dari pendiri agama yang lain.  Mereka lupa bahwa Yesus Kristus itu adalah Allah Pencipta.
Kita percaya bahwa Allah ada di dalam sejarah dan diatas sejarah. Yang mengontrol sejarah dan yang melampaui sejarah. Tokoh-tokoh teologi religionum tidak memisahkan antara sejarah dunia sebagai bentuk Kronos dan sejarah kebenaran sebagai penyataan Allah yang bersifat khusus sebagai bentuk Kairos.  Jadi bagi mereka semua sejarah di dalam proses waktu keberadaannya sama dan tidak ada yang unik. Dengan demikian mereka juga tidak dapat membedakan mana tindakan Iblis dan juga tindakan Allah, bagi mereka semuanya ini dapat campur aduk.
Yesus Kristus sudah ada sebelum dunia dijadikan dan sebelum Ia turun ke dunia menjadi serupa dengan manusia. Kristus tidak pernah “menjadi” Anak Allah, pada saat kelahiran-Nya di dunia dan pada saat Ia hidup di dunia ini (Inkarnasi). Pada mulanya “Dahulu” sampai “Sekarang” Yesus Kristus tetap adalah Anak Kekal Allah, yang ada dan kekal bersama-sama dengan Allah Bapa. Yesus Kristus berani berkata bahwa:
“Sebelum Abraham jadi, Aku telah ada”[59]
Perkataan Yesus ini tidak mungkin bohong, karena apa yang dilakukan Yesus di dalam karya-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat dapat membuktikan bahwa ia bukan penipu (pembohong) dan juga bukan orang yang berkata-kata seperti orang gila saja.

C.   Yesus Kristus adalah Allah
Menurut John Hick dan Paul F. Knitter Yesus bukanlah Anak Allah dan Mesias. Karena menurut mereka Yesus tidak mengatakan hal itu secara langsung. Jika ada orang-orang Kristen yang mengaku bahwa Yesus adalah Anak Allah, Kristus, dan oknum ke dua dari Allah Tritunggal. Hal ini dikarenakan kesalahan para penulis Injil yang telah menambahkannya menurut iman dan pemikiran mereka sendiri tentang Yesus. Jadi bagi mereka semuanya itu hanya mitos dari para penulis Injil. [60] Pandangan mereka ini sangat tidak sesuai dengan apa yang Yesus katakan sendiri, siapa Dia (Yesus) sesungguhnya.
Di dalam Yesus menyatakan diri-Nya sebagai Allah, hal itu disampaikannya dengan jelas dan tuntas. Yesus berkata:
“Aku dan Bapa adalah satu”[61]
Perkataan Yesus ini merupakan perkataan yang revolusioner pada saat itu karena tidak pernah mereka mendengar perkataan yang seperti itu. Sehingga pada waktu para pemimpin agama mendengar perkataan ini. Yesus dianggap menghujat karena Ia menganggap diri-Nya Anak Allah.[62] Ketika persidangan berlangsung Imam besar  bertanya kepada Yesus,
“Katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak“
Jawab Yesus, “Engkau telah mengatakannya.“[63]
Yesus berkata dengan benar bahwa Ia adalah Allah, tetapi penyataan Yesus ini tidak dapat diterima oleh para pemimpin agama pada saat itu. Dan berdasarkan kalimat Yesus ini mereka sepakat untuk menyalibkan Yesus. Ketika Yesus dipersalahkan, Ia tetap menghadapinya dengan keanggunan dan kesabaran. Tindakan Yesus ini menunjukan  bahwa Ia merupakan pribadi yang agung dan memiliki mutual hidup yang berbeda dari manusia biasa. Jikalau Yesus bukan Allah bagaimana Ia dapat melalui semuanya itu dengan baik dan mendoakan orang-orang yang menyalibkan diri-Nya di kayu salib.
Keunikan[64] Yesus Kristus sebagai Tuhan, juga Ia nyatakan melalui hak istimewa dan wewenang Allah yang Ia miliki, yaitu:
1.      Yesus mengatakan bahwa Ia mempunyai wewenang untuk mengampuni dosa.[65]
2.      Yesus juga berkata, bahwa Ia akan datang ditengah-tengah awan-awan di langit, duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa.[66]
3.      Yesus juga berkata bahwa “Bapa tidak menghakimi siapapun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak.“[67]
4.      Yesus juga memiliki wewenang dan kuasa untuk membangkitkan orang mati.[68]
Yesus juga memiliki sifat-sifat yang hanya Allah miliki sendiri. Misalnya, Yesus menyatakan bahwa Ia itu Mahakuasa dan memiliki segala kuasa.[69] Sebagai contoh:
1.      Di dalam kehidupan-Nya, Yesus mendemonstrasikan kuasa-Nya atas alam dan meneduhkan angin rebut.[70]
2.      Mengubah air menjadi anggur.[71]
3.      Berkuasa atas penyakit tubuh.[72]
4.      Berkuasa atas dunia roh jahat.[73]
5.      Berkuasa atas kematian dengan membangkitkan Lazarus dari kubur.[74]
6.      Mempunyai kuasa atas segala penguasa di udara.[75]
7.      Yesus Mahatahu dengan mengetahui segala sesuatu, apa yang ada di dalam pikiran manusia sebelum mereka mengucapkannya.[76]
8.      Yesus Mahahadir dan berjanji untuk menyertai semua murid-Nya sampai akhir jaman.[77]
D.   Yesus Kristus adalah Manusia
Yesus bukan saja sungguh-sungguh Allah (100%) tetapi juga sungguh-sungguh manusia (100%). Pemahaman tentang pribadi Kristus yang utuh ini (Kristologi) akan membuat kita sadar dan bangga punya Allah seperti Yesus. Jika Yesus bukan manusia yang sungguh-sungguh, bagaimana Ia dapat menebus dosa-dosa kita melalui diri-Nya sebagai pengganti (Redemtion by substitutions) di kayu Salib. Dan bagaimana Yesus dapat menjadi Imam Besar yang dapat menghibur dan menguatkan kita. Karena Ia sudah pernah mengalami apa yang kita alami sebagai manusia dan oleh karena itu Ia sangat mengerti setiap pergumulan kita dan berempati kepada kita, sebagai anak-anak-Nya. Firman Tuhan berkata:
“Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.“[78]
“Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.”[79]
Walaupun keberadaan Yesus di dalam kandungan Maria hadir secara supranatural, tetapi proses persalinannya normal sebagaimana seorang anak lahir dari rahim ibunya.[80] Yesus sebagai anak yang tumbuh dengan normal juga mengalami pertumbuhan secara jasmani dan mental. Firman Tuhan berkata:
“Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat…Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.”[81]
Yesus juga memiliki tubuh dan jiwa, sama seperti layaknya manusia. Yesus dapat merasakan lapar[82] dan haus.[83] Yesus dapat mengalami kelelahan karena perjalanan yang jauh,[84] Ia memerlukan tidur.[85] Yesus memiliki belas kasihan dan kasih.[86] Yesus dapat marah kepada orang-orang yang menajiskan rumah Bapa-Nya[87] dan kepada mereka yang menolak kebenaran Allah.[88] Yesus dapat menangis dan bersedih. Puncaknya pada waktu Ia mengalami penderitaan dan jiwanya mengalami kesusahkan yang luar biasa ketika di kayu Salib.[89]
Alkitab mencatat 72 kali di dalam empat Injil Yesus menyebut diri-Nya sebagai Anak Allah. Pada waktu Yesus menyebut dirinya Anak Allah, saat yang bersamaan Ia juga menyatakan diri-Nya sebagai Allah, kepada kita sebagai anak-anak-Nya. Kemanusian dan keallahan Yesus tidak saling bercampur, walaupun ada di dalam keberadaannya. Oleh karena itulah kemanusiaan Yesus itu sangat unik dan sempurna. Mengapa saya katakan demikian, karena sebagai manusia,
“Yesus tidak mempunyai dosa keturunan dan juga tidak pernah berbuat dosa“
“Yesus tidak pernah memberikan persembahan korban dan
meminta pengampunan dosa bagi diri-Nya sendiri“
“Yesus mengajarkan supaya setiap orang bertobat dan perlu mengalami kelahiran kembali,
kecuali diri-Nya tidak“
“Yesus menantang orang-orang untuk menunjukan dosa sekecil apapun yang pernah Ia lakukan,
jika memang ada“
Jadi kemanusia Yesus itu sungguh-sungguh (100%), demikian juga dengan keallahan-Nya (100%). Ke dua esensi ini harus kita percayai dan kita pertahankan dari serang-serangan “Defective Theology“ termasuk juga teologi religionum. Dan kita juga tidak perlu memperdebatkan manakah dari ke dua tabiat Yesus ini yang lebih besar atau lebih super dan akhirnya mengorbankan keunikan jati diri Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.[90]
John Hick sebagai tokoh teologi religionum menolak konsep inkarnasi Yesus datang ke dunia sebagai manusia. Di dalam bukunya “The Myth of God Incarnate“[91] ia percaya bahwa peristiwa inkarnasi Yesus adalah “mitos”. Setelah tidak puas dengan pemikirannya ini, lalu ia mengeluarkan buku baru yaitu “The Metaphor of God Incarnate”.[92] Di dalam buku ini Hick berubah konsepnya tentang “inkarnasi sebagai mitos dan ke inkarnasi sebagai metaphor”. Semua ini dilakukan untuk mengkritik kaum eksklusif yang percaya peristiwa inkarnasi Yesus adalah sebagai peristiwa supranatural. Bagi Hick keselamatan manusia tidak memerlukan perantara seperti Yesus dan juga tidak perlu pengampunan dari Yesus. Karena Yesus hanya manusia biasa yang mau membawa manusia untuk memohon pengampunan kepada Bapa. Pendapat Hick ini didukung oleh pandangannya tentang Doa Bapa Kami yang diajarkan Yesus dimana kita diminta untuk meminta pengampunan kepada Bapa dan juga tentang perumpamaan anak yang hilang, dimana pengampunan tidak memerlukan perantara.[93] Bagi Hick semuanya menjelaskan bahwa pusat dari kekristen dan keselamatan adalah Bapa dan bukan Kristus.
Hick tidak melihat teks dalam konteks yang tepat di dalam keseluruhan Alkitab, sehingga bangunan Kristologinya berantakan dan bersifat partsial. Hick tidak melihat Alkitab secara menyeluruh tentang Kristologi.  Sebagai contoh Alkitab berkata:
“Hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan.”[94]
“Hai anakKu, dosamu sudah diampuni.....Supaya kamu tahu , bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa”[95]
Ayat-ayat di atas dengan jelas mengatakan bahwa konsep pengampunan harus melalui darah dan Yesus telah mencurahkan darah-Nya di kayu salib. Dan Yesus pada waktu ia hidup juga memiliki hak prerogative Allah Bapa untuk mengampuni dan menyelamatkan.
Jadi dalam bagian ini baik Hick dan tokoh-tokoh teologi religionum yang lain tidak konsisten di dalam membaca dan memahami teks secara keseluruhan. Mereka berani mengambil teks sebagian-sebagian demi mendukung pendapat mereka yang sesat dan ini sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hermeneutika.
E.   Yesus Kristus adalah Juruselamat
Jikalau Yesus bukan sepenuhnya Allah, bagaimana mungkin Ia dapat menjadi Juruselamat bagi kita semua. Dan jika Ia adalah Allah tetapi tidak melakukan sesuatu untuk menebus dosa-dosa kita, maka Ia juga bukan Juruselamat bagi kita. Alkitab menyaksikan bahwa Yesus menjadi Juruselamat karena Ia melakukan pekerjaan penebusan bagi dosa-dosa kita dan Yesus dapat memenuhi syarat untuk menjadi Juruselamat kita semua. Perlu saya ingatkan Yesus bukan hanya dapat menyelamatkan manusia berdosa, tetapi Ia sudah menyelamatkan manusia berdosa.
Kesempurnaan hidup Yesus merupakan suatu keharusan yang mutlak sebagai pra-syarat sebagai Tuhan dan Juruselamat:
1.      Kesucian hidup yang sempurna. Yesus berkata “Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?”[96] dan musuh-musuh-Nya tidak membuktikan. Hal ini menunjukkan Yesus sungguh-sungguh manusia yang sempurna. Di dalam PL semua korban yang dipersembahkan harus baik dan tak bercacat cela. Ini sebagai syarat mutlak di dalam pengampunan. Jika demikian Yesus memenuhi syarat sebagai korban penghapus dosa-dosa umat manusia.
2.      Ketaatan yang sempurna. Setelah Adam pertama gagal di dalam menjalankan ketaatannya, maka Yesus sebagai Adam kedua dapat membuktikan bahwa Ia sempurna di dalam menjalankan ke taatanya kepda Allah.[97]
3.      Pengantara dan Imam Besar yang sempurna. Keterhilangan dan keterjualan manusia ke  dalam dosa, membuat manusia terbelenggu dengan dosa. Hanya Yesus yang dapat meyelesaikan problema keberdosaan manusia ini, dengan jalan Ia sendiri menjadi penebus dan pengantara antara manusia yang berdosa kepada Allah yang suci. Yesus adalah Allah yang mengerti pergumulan dan penderitaan dari anak-anak-Nya dan Yesus merindukan supaya anak-anak-Nya ini selalu hidup berkenan kepada Allah dan memuliakan Allah dalam keseluruhan hidupnya.[98]
Dinamika hidup berkemenangan di dalam kekristenan karena Yesus yang telah mati dan bangkit pada hari yang ketiga. Yesus sendiri yang menubuatkan tentang kematian-Nya dan kebangkitan-Nya.[99] Kematian Yesus yang pro-aktif dan kebangkitan-Nya yang nyata membuktikan bahwa Ia sungguh Allah yang layak menjadi Juruselamat. Tidak ada pemimpin agama atau pendiri-pendiri agama yang seperti Yesus, dimana Ia tetap hidup menyertai pengikut-Nya.
Kebangkitan Yesus membuktikan bahwa apa yang tercatat di dalam Injil dan keseluruhan  Alkitab tentang Kristus itu bukan “mitos dan metaphor” seperti apa yang dipercayai oleh tokoh-tokoh teologi religionum. Kebangkitan Yesus memberi kepastian bahwa yang kita percayai tentang Yesus di dalam sejarah Alkitab, sungguh-sungguh benar dan bukan rekayasa dari para penulis Alkitab, tetapi sungguh-sungguh inspirasi dari Allah. Paulus berkata,
“Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu.”[100]
Kepastian keselamatan dan pengampunan yang di dasarkan pada kubur yang kosong dan Kristus yang telah bangkit dari kematian. Membuktikan apa yang Yesus katakan mengenai seluruh hidup dan karya-Nya adalah sungguh-sungguh benar, bukan mitos dan hal itu menyatakan Yesus adalah Tuhan.
Tuhan Yesus bukan saja menubuatkan kematian-Nya dan kebangkitan-Nya saja, tetapi juga mengenai kenaikan-Nya ke sorga dan pemuliaan-Nya.[101] Para murid Yesus dapat melihat peristiwa kenaikan Tuhan Yesus ke sorga.[102] Setelah naik ke sorga, Allah Bapa memberikan kepada-Nya tempat yang mulia di sorga. Allah telah,
“mendudukkan Dia disebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut.”[103]
Kristus mempunyai kedudukan yang berkuasa dan mulia di sorga. Kenaikkan-Nya ke sorga dan pemuliaan-Nya sangat mendukung seluruh karya penebusan-Nya sebagai Juruselamat satu-satunya. Kita percaya bahwa Kristus sudah pergi untuk menyiapkan tempat bagi kita di sorga.[104]

BAB VI : KESIMPULAN
1.  Gereja secara umum dan jemaat tidak menyadari tentang bahayanya ajaran teologi religionum ini. Mengapa sangat berbahaya karena teologi ini dapat melahirkan bentuk agama yang baru dan termasuk membuang segala keunikan iman Kristiani yang kita percayai.
2.  Gereja tidak berani mengkritiskan ajaran teologi ini, sebagai bentuk ajaran yang salah dan menyesatkan (Defective Theology). Hal ini dapat terjadi karena banyak gereja yang sudah tidak memiliki spirit lagi di dalam menegakan kebenaran Firman Tuhan dan akhirnya gereja menjadi gereja yang kompromi dan toleransi dengan semua ajaran agama-agama lain. Dengan kata lain gereja sudah kehilangan jati dirinya dan fungsinya sebagai alat Tuhan. Hal ini bukan berarti semua gereja telah sakit, saya percaya masih ada gereja-gereja  yang sehat di dalam keberadaan dan pertumbuhannya.
3.  Saya percaya gerakan ini tidak akan berhasil karena teologi religionum adalah filsafat agama yang dilahirkan oleh orang-orang yang mengaku beragama, tetapi pada dasarnya mereka tidak menghormati keunikan agama mereka sendiri (khususnya dari kaum theology Liberal). Gerakan ini akan gagal karena tidak ada dasar Alkitab yang mendukungnya dan sudah pasti Allah tidak akan turut campur.
4.   Kesulitan kita di dalam menghadapi kaum “Teologi Religionum” secara umum adalah:
A.   Secara Antropologis mereka menyakini bahwa setiap manusia adalah sebagai insan yang beragama dan mereka berhak untuk membangun dimensi religiositas yang unik secara sendiri-sendiri.
B.   Secara Theologis semua system agama di dunia ini, besar atau kecil, yang amat primitif, sederhana maupun yang telah berkembang, maju dan komplek, semuanya mengakui adanya keselamatan menurut jalan mereka masing-masing.
Dan setiap agama yang sudah mapan umumnya mempunyai Kitab Sucinya masing-masing sebagai perwujudan baku dari wahyu yang mereka terima dari “Realitas Ilahi”. Orang Muslim mempunyai Al Quran dan orang Hindu memiliki Kitab Weda dan orang Budha memiliki Kitab Tripitaka, dll.
C.   Secara Filosofi setiap para penganut agama-agama tertentu secara umum pandangannya sudah dipengaruhi oleh konsep nilai-nilai keimanan yang mereka yakini itu benar. Sehingga hal ini mempengaruhi pandangan hidupnya dan perilakunya sehari-hari. Terkadang phenomena ini dapat menjadi lapisan kebudayaan yang menutupi lapisan yang lebih dalam lagi, yaitu persoalan agama itu sendiri.

Perbandingan Teologi Liberal, Teologi Religionum dan Teologi Reformed
No.
Pembahasan
Teologi Liberal
Teologi Religionum
Teologi Reformed
1.
Alkitab



a.
Alkitab (Penyataan)
Bukan Wahyu Allah secara full (Limited)
Bukan Wahyu Umum & juga Wahyu Khusus
Sebagai Wahyu Allah secara khusus
b.
Sumber
Dari Allah, Manusia & Setan
Produk sejarah secara umum (keselamatan)
100% dari Allah (Inspirasi Allah melalui para penulis Alkitab)
c.
Sifat
Dapat salah (Mitos)
Interpretasi para penulis saja (Methapore-rekaan)
Unik, Final
2.
Allah



a.
Hakekat-Nya
Umum: bagi semua orang (Universal)
Umum: ada dalam semua agama
Khusus & tidak pernah berubah
b.
Sifat-Nya: Kasih & Keadilan
Kasih yang lebih menonjol
Kasih bagi semua orang
Kasih & keadilan-Nya seimbang
c.
Penyataan-Nya
Ada di dalam sejarah
Pusat Sejarah (keselamatan)
Progresif di dalam Trinitas
3.
Kristus



b.
Juruselamat
Bukan Juruselamat melainkan Bapa
Salah satu Juruselamat
Satu-satunya Juruselamat
c.
Pengampunan
Bukan sumber pengampunan
Bukan sumber pengampunan
Sumber pengampunan dosa
4.
Penginjilan



a.
Pusat
Manusia
Manusia
Kristus
b.
Berita
Sosial Gospel
Freedom of Dehumanisation
Keberdosaan manusia, Pengampunan melalui Kristus dan Keselamatan di dalam Kristus
5.
Theologi



a.
Pusat
Allah Bapa
Allah Bapa
Kristus
b.
Berita
Toleransi Agama
Teologi Agama-agama
Allah Tritunggal di dalam fungsi & hakekat-Nya, dll.


Salam dan Doa
 Pdt. Tumpal H. Hutahaean.



[1]. Stevri I. Lumintang, Theologia Abu-abu, ed., (Malang: Gandum Mas, 2004), hlm. 14
[2]. Paul F. Knitter, No Other Name (New York: Orbis Books, 1985), hlm. 37
[3]. Mengapa saya kata bahwa teologi Religionum ini merupakan “Gerakan” karena mereka sudah memiliki teologi  dan sistem hermeneutika sendiri. Di Indonesia mereka memakai kendaraan “Tim Balitbang PGI” secara intitusi dan para pimpinan Gereja melalui seminar-seminar yang mereka adakan. Dan tidak berhenti disitu saja mereka juga giat menyajikan buku-buku yang mendukung seluruh pemikiran mereka. Adapun beberapa buku yang sangat mendukung adanya gerakan ini adalah: 
a. Tim Balitbang PGI, Meretas Jalan Teologi Agama-agama di Indonesia – Theologia Religionum (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003). Tokoh yang perlu kita perhatikan berkaitan dengan pemikiran teologi religionum adalah Martin Sinaga dan Th. Sumartana, dll.
b. Soetarman SP, Weinata Sairin, Ioanes Rakhmat, Fundamentalis, Agama-agama & Teknologi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993).
c. Victor I, Tanja, Spritualitas, Pluralisme & Pembangunan di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993).
d. World Council of Churches, trans. Eka Darmaputera, Iman sesamaku & imanku (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994). Buku ini dipakai untuk memperkaya penghayatan teologi kita melalui  “Dialog antar Agama“.
e. Leslie Newbigin, Injil Dalam Masyrakat Majemuk (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1999). Pemikiran dia sangat jelas “Pluralism-Inklusif“ dalam bab 13 & 14.
f. A.A. Yewangoe, Agama-agama & Kerukunan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001). Penulis sekarang menjabat sebagai ketua PGI dan pemikiran beliau sangat dipengaruhi oleh pemikiran Paul F. Knitter.
g. Paul F. Knitter, Satu Bumi Banyak Agama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), dengan kata pengantar: HansKung
h. Olaf H. Schumann, Menghadapi Tantangan, Memperjuangkan Kerukunan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), dengan pengantar: Prof. DR. Komaruddin Hidayat (Salah satu pemikir Islam yang modern).
i. Asnath N. Natar, Cahyana E. Purnama, Karmito, Teologi Operatif (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004).
j. John Hick, ed, The Myth of God Incarnate (London: SCM Press, 1977) & John Hick, The Metaphor of God Incarnate: Christology in a Pluralistic Age (Louisville: Wesminster Press, 1993).
k. Dll.