Jumat, 05 Juni 2020

DIMANA KEADILAN

DIMANA KEADILAN, BAGAIMANA DAN KAPAN PENERAPAN KEADILAN, KEJURAN ITU KAMI RASAKAN? 
Ev. Matius Sobolim, M. Th. 
💥💥💥💥💥💥💥💥💥💥💥

Alasan Hukum. Mengapa Advokat/Pengacara Masih Membela Orang yang Salah. Pertanyaan Kenapa orang jadi tersangka/terdakwa dibela sama pengacara? Padahal kan dia sudah salah? Kenapa lagi dibela?
 
Oleh : Dhani Nawipa,SH Pengacara LBH Surabaya.

Ulasan Lengkap
 
Hak Tersangka/Terdakwa Didampingi Advokat
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), tersangka dan terdakwa didefinisikan sebagai:
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana;
Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan;
 
KUHAP pada dasarnya telah menjamin hak tersangka/terdakwa untuk didampingi penasihat hukum/advokat dalam setiap tingkat pemeriksaan. Hal ini antara lain telah diatur dalam beberapa pasal berikut:
 
Pasal 54 KUHAP
 
Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
 
Pasal 55 KUHAP
 
Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya.
 
Pasal 57 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
 
Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
 
Khusus bagi tersangka/terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam hukuman mati atau pidana penjara 15 tahun atau lebih, atau bagi tersangka/terdakwa yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih tapi tidak mampu mempunyai penasihat hukum sendiri, maka pejabat yang bersangkutan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka sebagaimana diatur dalam Pasal 114 jo. Pasal 56 ayat (1) KUHP yang selengkapnya berbunyi:   
                                                               

KRITIK DAN MENGHUJAT DI ERA KEBEBASAN BERPENDAPAT DITINJAU DARI SUDUT PANDANG ALKITAB

KRITIK DAN MENGHUJAT DI ERA KEBEBASAN BERPENDAPAT DITINJAU DARI SUDUT PANDANG ALKITAB 
        EV. Matius Soboliem 

A. Latar Belakang
Di era kebebasan berpendapat seperti sekarang ini setiap orang bebas mengutarakan isi pikirannya terhadap berbagai hal. Mulai dari isu sosial, politik, ekonomi, hingga hiburan semuanya dapat dikomentari. Apalagi dengan tersedianya kolom komentar di berbagai website dan media sosial, semakin mempermudah orang mengutarakan isi pikiran. Tinggal mengetik kalimat yang ada di pikiran pada kolom tersebut maka pendapat kita pun dapat dibaca oleh banyak orang.

Tapi sayangnya, kini tidak sedikit orang sulit membedakan mana yang disebut kritik dan menghujat. Akibatnya ada banyak kalimat kasar bertebaran di berbagai kolom komentar yang diklaim sebagai 'kritik' justru berbau hujatan. Kritik berisi kalimat koreksi yang memberi masukkan perbaikan.

 Sementara hujatan cenderung hanya berisi hinaan dan ejekan.Hujatan akan berisi kalimat negatif yang tidak menghiraukan etika dalam komentar. Kritik tetap memedulikan pentingnya tata karma dalam berpendapat.Kritik akan fokus pada kekurangan hasil kerja, bukan pada orang yang menyelesaikan pekerjaan tersebut.Pemberi kritik akan berkomentar didasarkan alasan yang logis. Penghujat lebih senang berpendapat karena rasa tak suka.Memberi inspirasi adalah tujuan utama kritik. Hal ini tidak akan ditemukan dalam hujatan. Bagaimana dalam padangan Alkitab tentang Kritik dan Menghujat?

I. Dalam PL
Menurut Alkitab dalam PL mengenai Arti akar kata ini di sini adalah perbuatan kurang ajar oleh manusia yang menghina kehormatan Allah. Obyek kata ini adalah nama Allah, yang dikutuk atau dicemarkan dan tidak dihormati (bnd ungkapan alkitabiah para rabi, 'Dihormatilah Engkau, ya Tuhan'). Hukuman atas penghujatan adalah dilempari dengan batu sampai mati (Im 24:10-23; 1 Raj 21:9 dab; Kis 6:11; 7:58).

Dalam Im 24 ada seorang Israel peranakan yang berbuat dosa demikian, dan pada umumnya penghujatan dilakukan oleh orang kafir (2 Raj 19:6,22 = Yes 37:6, 23; Mzm 44:16; Mzm 74:10,18; Yes 52:5) kadang-kadang disebabkan
contoh jelek dan penyelewengan-
penyelewengan moral dari umat Tuhan. Kalau umat Allah jatuh kepada penyembahan berhala, maka mereka dianggap melakukan penghujatan seperti orang kafir (Yeh 20:27; Yes 65:7). Menguduskan nama Yahweh adalah tugas khusus bangsa Israel (lih G. F Moore, Judaism, 2, 1927-1930, hlm 103), tapi bangsa yang tidak setia dan tidak taat mencemarkan-Nya.

II. Dalam PB
Di sini artinya diperluas. Allah juga kena hujat secara terwakili dalam diri para utusan-Nya. Demikianlah kata ini diterapkan terhadap Musa (Kis 6:11); Paulus (Rm 3:8; 1 Kor 4:12; 10:30); dan secara khusus terhadap Tuhan Yesus dalam pelayanan pengampunan-Nya (Mrk 2:7 dan ay-ay sejajar), pada waktu Ia diadili (Mrk 14:61-64, YESUS, PENGADILAN), dan di Golgota (Mat 27:39; Luk 23:39). Karena para utusan atau wakil ini adalah jelmaan kebenaran Allah sendiri (dan Tuhan Yesus secara istimewa), maka penghinaan terhadap mereka dan ajaran mereka sebenarnya adalah ditujukan kepada Allah, yg atas nama-Nya mereka berbicara (demikian Mat 10:40; Luk 10:16). 

Saulus dari Tarsus mengamuk terhadap pengikut-pengikut Yesus dan berusaha memaksa mereka untuk menghujat, yakni untuk mengutuki Nama yg menyelamatkan (Kis 26:11), dan dengan demikian mengingkari janji waktu mereka dibaptis, yaitu 'Yesus adalah Tuhan' (bnd 1 Kor 12:3; Yak 2:7). Tapi tekadnya yg keliru arahnya, bukan hanya terhadap gereja melainkan terhadap Tuhan sendiri (1 Tim 1:13, bnd Kis 9:4).

Ada dua ayat yang merupakan masalah. 2 Ptr 2:10,11 mengatakan 'menghujat kemuliaan'. Mungkin ini berarti Allah sendiri, tapi kata 'kemuliaan' ini bentuknya jamak dalam bh Yunani dan ada yang mengartikannya kuasa jahat malaikat yang oleh pengajar-pengajar sesat dihina (bnd Yud 8).

Tentang hujatan terhadap Roh Kudus (Mat 12:32; Mrk 3:29) disebut dalam pernyataan yang hebat, bahwa pelakunya 'bersalah karena berbuat dosa yang kekal' yang tidak dapat diampuni. Ayat ini mengingatkan dengan khidmat kepada penolakan yang terus menerus dan dengan sengaja akan panggilan Roh untuk menerima keselamatan dalam Kristus. Ketidakpekaan manusia pasti membawa ketidakpekaan moral dan kepada kekacauan hal-hal moral, yaitu yang jahat dianggap baik (' Kejahatan, jadilah kebaikanku; Yes 5:18-20; Yoh 3:19); 31, 32. 

Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni. Prinsip umum. Pendamaian oleh Kristus di kayu salib cukup untuk menghapuskan kesalahan semua dosa, bahkan bentuk hujat yang paling menyakitkan hati terhadap Allah sekalipun. Tetapi, ada satu dosa yang dinyatakan tidak dapat diampuni: jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni. Mengingat prinsip yang telah dinyatakan Yesus sebelumnya, hal tidak dapat diampuni ini bukan disebabkan karena dengan pendamaian semata belumlah cukup, juga kita tidak dapat berkesimpulan bahwa Oknum Ketiga dari Tritunggal itu memiliki suatu kesucian khusus. Banyak penafsir menjelaskan dosa ini sebagai tindakan mengaitkan berbagai karya mukjizat Roh itu dengan kuasa Iblis (bdg. Mrk. 3:29-30), dan mereka menganggap dosa tersebut tidak mungkin dilakukan pada saat ini (demikian Chafer, Broadus, Gaebelein). 

Tetapi. penafsir lain menganggap tuduhan orang Farisi itu sebagai gejala dan bukan dosa itu sendiri. Ayat-ayat selanjutnya menunjuk kepada pati yang tercemar sebagai penyebab dosa. Tugas khusus Roh ialah menginsafkan orang dan membuat orang bertobat, serta menjadikan orang bersedia menerima undangan Kristus. Karena itu hati yang membenci Allah dan menghujat Kristus (I Tim. 1:13) masih dapat diinsafkan dan dituntun kepada pertobatan oleh Roh.

Tetapi orang yang menolak setiap tawaran Roh sama dengan menjauhkan dirinya dari satu-satunya kekuatan yang dapat menuntunnya kepada pengampunan dosa (Yoh. 3:36). Bahwa keadaan pasti tidak dapat diampuni itu dapat dicapai dalam hidup ini jelas tersirat dalam ayat ini. Perjanjian Lama melukiskan keadaan ini sebagai berbuat dosa "dengan sengaja" (Bil. 15:30); karena bagi mereka tidak mungkin ada pendamaian lagi. 

Orang tidak dapat memahami hati orang lain, dan karena itu tidak dapat menentukan apakah seseorang telah mencapai keadaan semacam itu. Kemungkinan terjadinya dosa ini tidak memperlemah undangan Injil, "Barangsiapa yang mau," karena pada dasarnya orang-orang tersebut tidak akan mau lagi menerima. Mengenai orang Farisi yang mendengar Yesus, tidak disebutkan apakah mereka sudah melakukan dosa ini sepenuhnya atau tidak, tetapi peringatan itu jelas. Pengetahuan mereka yang banyak menjadikan tanggung jawab mereka besar; dan permusuhan mereka selama ini menunjukkan bahwa mereka berketetapan untuk tidak mau percaya. 

Konfrontasi orang Farisi dengan Yesus masih berlanjut. Kali ini peristiwa pengusiran setan dipakai oleh orang Farisi sebagai senjata. 

Orang yang dikuasai setan itu bisu dan buta. Yesus menyembuhkan dia sehingga ia dapat melihat dan berbicara kembali. Takjubnya orang banyak terhadap Yesus dipatahkan orang Farisi dengan mengatakan bahwa Yesus memakai kuasa Beelzebul, pemimpin setan, untuk mengusir setan (ayat 24). Mereka berasumsi, jika setan tunduk pada perintah Yesus untuk pergi dari orang yang dirasuknya, bukankah itu berarti Yesus memiliki kuasa pemimpin setan, yaitu Beelzebul. 

Tuduhan ini jelas berbahaya karena bagi orang Yahudi, mempraktekkan kuasa setan diancam hukuman rajam (dilempari batu). Namun logiskah pernyataan mereka? Jika setan ingin berkua-sa di dunia ini, mungkinkah ia mengusir sekutunya dari orang yang sedang dia kuasai? Ini tidak masuk akal. Argumen Yesus jelas: kerajaan atau kota yang terpecah belah pasti akan jatuh. Ini juga berlaku untuk kerajaan setan. Jika Yesus meng-usir setan, bukankah berarti Ia tidak bersekutu dengan setan? Sebaliknya jika bukan karena setan, tentu mudah dipahami bahwa yang dapat melakukannya hanyalah kuasa yang lebih besar daripada kuasa setan. Lalu kuasa siapakah yang lebih besar dari kuasa setan? Jelas kuasa Allah! 

Respons orang Farisi terhadap mukjizat yang Yesus lakukan sesungguhnya berbicara tentang hati yang tidak percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah. Ketidakpercayaan itu diekspresikan melalui perkataan mereka (ayat 30-32). Ini adalah penghujatan! Jika orang menolak Yesus, bisa saja karena orang itu tidak kenal Yesus dengan baik. Namun jika Roh Kudus telah memberi pencerahan, tetapi orang itu masih juga menolak Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, maka ia tidak akan diampuni (ayat 37). Sebab itu mari kita mendoakan orang-orang yang kita layani untuk menerima Injil. Doakan agar Roh Kudus melembutkan setiap hati yang keras agar terbuka pada kebenaran bahwa Kristus adalah Anak Allah. 

B. KESIMPULAN

Dalam PL penghujatan lebih menunjukkan sikap dan moral umat'Allah yang jatubdalam penyembahan berhala. Kemudian menyebut nama Allah tidak boleh di sembarangan tempat, apalagi untuk kepentingan pribadi, ini berbahaya dan digategorikan sebagai penghujat. 

Sedangkan dalam PB penghujatan itu lebih menunjukkan pada penghujatan terhadap Perbuatan Roh Kudus. Barang siapa Menghujat Roh Kudus dosanya tidak akan diampuni di dunia ini maupun, didunua yang akan datang.

Orang yang sedang menghujat orang lain, dan apalagi orang yang dimaksud tidak hadir dan tidak mendengarkan hujatan itu, maka sebenarnya yang menghujat itulah yang akan merasakan penderitaan sendiri. Sementara itu, mereka yang dihujat oleh karena tidak mengetahuinya, maka tidak akan merasakan apa-apa. Sebaliknya, mereka yang menghujat setidaknya akan capek, dan bahwa yang jelas, hati yang bersangkutan dengan sendirinya akan merasa sakit.

Sedangkan penghujatan terhadap sesama manusia lebih menekankan pada Orang-orang yang sedang menghujat orang lain, dan apalagi orang yang dimaksud tidak hadir dan tidak mendengarkan hujatan itu, maka sebenarnya yang menghujat itulah yang akan merasakan penderitaan sendiri. Sementara itu, mereka yang dihujat oleh karena tidak mengetahuinya, maka tidak akan merasakan apa-apa. Sebaliknya, mereka yang menghujat setidaknya akan capek, dan bahwa yang jelas, hati yang bersangkutan dengan sendirinya akan merasa sakit.

sobolimmatius@gmail.com

BAIK DAN KEBAIKAN

BAIK dan KEBAIKAN

Ev. Matius Soboliem, M. Th.


LATAR BELAKANG

Kata "Baik" diungkapkan dalam konteks memuji, perbuatan baik dari seseorang,terhadap ketentuan yang telah ditetapkan melalui kesepakatan bersama, kemudian hasilnya terlaksana dengan baik, maka diberikan kesimpulan pada Kata "baik". Kata baik menunjukkan pada arti negatif maupun,positif. Kata baik menjukkan pada kualits kerja nyata. Kemudian, kata baik menunjukkan sikap atau perilaku seseorang terhadap suatu metafora. Lakalu bagaimana kata baik dilihat dari segi etimologi dan dalam pandangan Alkitab? Kita melihatnya bersama-sama. 

SEGI ETIMOLOGI

Dalam bahasa Ibrani tov ('menyenangkan', 'menggembirakan', 'ramah'), terutama menandakan sesuatu yg memberi kebahagiaan atau kepuasan yg mendampakkan kepuasan estetika atau moral. LXX menerjemahkan tov dengan agathos, kata Yunani biasa untuk menerangkan gagasan yg 'baik' sebagai kualitas jasmani atau moral, dan kadang-kadang menerjemahkannya dengan kalos (harfiah 'cantik'; jadi baik dlm bh Yunani klasik maupun dlm Alkitab: 'mulia', 'yg terhormat', 'mengagumkan', 'patut').

KATA "BAIK" DALAM PB

PB mengembangkan pemakaian kata ini dengan menggunakan kedua kata sifat di atas secara bergantian (Rom 7:12-21). Paulus, mengikuti LXX, menggunakan kata benda agathosyne untuk menggambarkan kebaikan Kris-ten, dengan penekanan utama pada kemurahan hati (Rom 15:14; Gal 5:22; Ef 5:9; 2 Tes 1:11; mengenai terjemahannya, lih tafsiran kitab-kitab ini). la juga memakai kata chrestotes ('kebaikan', 'kemurahan') untuk kemurahan hati Allah yg mengasihani (Rom 2:4; 11:22).

Unsur yang lazim dalam pengertian kata baik pada setiap bahasa ialah 'berkenan', baik mengenai 'nilai yang dikandung oleh sesuatu', atau 'dampaknya' atau kedua-duanya. Tidak ada pengertian khusus dalam hal-hal non-moral apabila Alkitab menggunakan 'baik' bertalian dengan benda-benda (mis 'berguna', seperti garam, Mat 5:13; Luk 14:34; 'bermutu tinggi', seperti emas, Kej 2:12; ternak, Kej 41:26; 'produktif', seperti pohon, Mat 7:17; tanah, Luk 8:8). Tapi pengertian Alkitab tentang kebaikan moral dan spiritual adalah benar-benar teologis, dan sangat bertentangan dengan pandangan yang berpusat pada manusia (antroposentris) tentang kebaikan yang dikembangkan oleh orang Yunani dan para ahli pikir tradisi mereka yang kemudian. Pengertian Alkitab dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Allah adalah baik: karena secara moral Dia adalah sempurna, dan maha agung dalam kemurahan hati.

Pengakuan bahwa Allah baik, adalah alas dasar dari semua pemikiran alkitabiah tentang kebaikan moral. 'Baik' dalam Alkitab bukanlah kualitas abstrak, juga bukan cita-cita manusia sekuler; 'baik' pertama-tama dan terutama berarti apa Allah itu ('Ia adalah baik', Mzm 100:5), kemudian apa yg la buat, ciptakan, perintahkan, dan berikan, dan akhirnya apa yang la terima sebagai baik dalam kehidupan makhluk-makhluk-Nya. Para penulis Alkitab menilai Allah dalam rangka dan pengertian 'baik' berdasarkan penalaran atas kesempurnaan kemuliaan Allah yang Mahatinggi. Mereka memberikan kepada-Nya kata yg biasa dipakai untuk menyatakan bahwa sesuatu mempunyai nilai. Dengan berbuat demikian, mereka memberikan kepada kata 'baik' kedalaman arti yang baru. Mereka menilai 'baik' menurut Allah; bukan sebaliknya. Jadi, pendirian Alkitab ialah bahwa Allah, dan Allah sendiri yg adalah baik tanpa keterangan lain (Mrk 10:18). Ia adalah Penilai dan Hakim, sebab Ia adalah ukuran dan standar, dari kebaikan segala makhluk. Manusia adalah baik, dan benda-benda adalah baik, hanya jika dan selama mereka sesuai dengan kehendak Allah. Karena itu celakalah mereka yang menyebut kejahatan adalah baik dan kebaikan adalah jahat (Yes 5:20).

KATA "BAIK" DALAM PL

Dalam PL kebaikan Allah sering diserukan sebagai tema puji-pujian dan alasan permohonan dalam doa (bnd 2 Taw 30:18; Mzm 86:5). Kebaikan-Nya nampak dalam perbuatan-perbuatan baik yg Ia buat (Mzm 119:68), tindakan kemurahan hati dari Roh-Nya yg baik (Neh 9:20; Mzm 143:10), dalam banyaknya segi-segi kemurahan-Nya terhadap seluruh bumi (Mzm 145:9); khususnya kebaikan-Nya kepada fakir miskin dan kesetiaan-Nya terhadap perjanjian-Nya (Mzm 25:8; 73:1; Rat 3:25; Nah 1:7). Desakan pemazmur yang dinyatakannya berulang-ulang untuk memuji Allah dan mengucap syukur kepada-Nya, 'sebab Ia baik: karena untuk selama-lamanya kasih setia-Nya' (Mzm 106:1; 107:1; 118 1; 136:1; bnd ay 4 juga, 1 Taw 16:34; 2 Taw 5:13; 7:3) dikutip oleh Yeremia sebagai semboyan utama yg khas dari ibadah Israel (Yet 33:11).

b. Perbuatan-perbuatan Allah adalah baik: karena perbuatan-perbuatan-Nya itu menyatakan sifat-sifat kebijaksanaan dan kuasa-Nya (lih Mzm 104:24-31), dan adalah berkenan pada Dia sendiri.

Ketika perbuatan penciptaan selesai, 'Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik' (Kej 1:31; bnd ay 4, 10, 12, 18, 21, 25). Seluruh alam semesta yang adalah hasil karya Allah, adalah baik (1 Tim 4:4; bnd Rom 14:14). Dalam Alkitab tidak ada tempat bagi pandang dualisme aliran Manicheisme.

c. Pemberian-pemberian Allah adalah baik: karena pemberian-pemberian itu mengungkapkan kemurahan hati Nya, dan diuntukkan bagi kesejahteraan dan keselamatan si penerima.

'Bermanfaat', 'berguna', 'menguntungkan', adalah beberapa di antara pengertian sekuler tentang 'baik' sebagai kata sifat, sedangkan 'kemakmuran', 'kesejahteraan' adalah kata bendanya. Alkitab menggabungkan keduanya dalam teologianya dengan mengajarkan, bahwa bukan saja segala pemberian Allah adalah baik dalam tujuan maupun dampak-dampaknya, tapi juga bahwa segala yang baik pada hakikatnya adalah pemberian Allah (Yak 1:17; bnd Mzm 4:6). Sudah menjadi ciri khas Allah berbuat baik bagi masyarakat miskin, demikian juga Yesus, yg Ia urapi (Mrk 3:4; Kis 10:38). Allah berbuat baik bagi semua orang yg berada dalam pemeliharaan-Nya, mencurahkan kepada mereka berkat berkat alami (Mzm 145:9; Luk 6:35; Kis 14:17); dan sebagai Bapak yg sempurna, Ia tahu bagaimana memberikan pemberian-pemberian yang baik kepada mereka yang adalah anak anak-Nya melalui Kristus (Mat 7:11).

Janji Allah untuk 'berbuat baik' kepada umat-Nya adalah janji berupa berkat-berkat yg berlipat ganda (Yer 32:40; bnd 24:6 dab). Hal itu seperti permohonan kepada Allah supaya la mau 'berbuat baik' kepada mereka -- adalah doa menyeluruh (Mzm 51:18; 125:4). Dalam ayat-ayat tersebut 'hal baik' yang dimintakan adalah berkat perjanjian yang dijanjikan; yang dimaksudkan sebenarnya ialah 'keselamatan' (bnd Yes 52:7). 'Kebaikan' pada tingkat bendawi adalah berkat perjanjian lama yang dijanjikan ('kecelakaan', artinya keadaan perjanjian itu ditarik, adalah alternatifnya, Ul 30:15), dan 'kebaikan' pada tingkat kesenangan rohani, yang tidak dinikmati di bawah perjanjian lama itu, adalah pemberian perjanjian baru (Ibr 9:11; 10:1). Kedua perjanjian itu mensahkan umat-Nya yang setia untuk tetap percaya bahwa pada waktu yang telah ditetapkan Allah, segala sesuatu yang benar benar 'baik' bagi mereka akan menjadi milik mereka (Mzm 84:11; 34:10; bnd Mzm 85:12; Rm 8:32; Ef 1:3).

'Baik' sebagai kata sifat, dipakai dalam berbagai pengertian berkaitan dengan tindakan-tindakan anugerah Allah dalam melakukan hal yang 'baik' bagi manusia. Kata itu dipakai untuk firman Allah yang memberitahukan berkat, untuk tangan dan perbuatan Allah yang melakukannya, untuk segala tindakan yg membawa kegembiraan berkat itu, dan untuk hari-hari pada waktu mana kesukaan tersebut dialami (lih 1 Raj 8:36,56; Mzm 73:28; Yes 39:8; Yer 6:16; 29:10; Ezr 7:9; 8:18; Flp 1:6; Ibr 6:5; 1 Ptr 3:10; bnd Mzm 34:12).

Bahkan sekalipun Allah menarik kembali kemakmuran lahiriah dari umat-Nya dan memberikan kepada mereka 'yang buruk' (kesukaran) sebagai gantinya (Ayb 2:10), toh dalamnya masih tersirat pengertian bahwa la berbuat baik kepada mereka. 'Adalah baik' bagi seseorang dirundung penderitaan seperti itu; karena dengan demikian ia menerima perbaikan, guna kepentingan dan kebaikan selanjutnya (bnd Ibr 12:10), ia dilatih dan dikuatkan dalam iman, kesabaran, dan ketaatan (Mzm 119:67, 71; bnd Rat 3:26).

Apa pun yg menarik manusia datang lebih dekat kepada Allah adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri, dan segala kesukaran yg dialami orang Kristen sekarang ini, di bawah kuasa Allah, mengerjakan bagi dia kemuliaan kekal yg melebihi segala-galanya (2 Kor 4:17). Karena itu Paulus menegaskan bahwa 'segala sesuatu' (termasuk kesukaran, penderitaan) bekerja bersama-sama untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Allah (Rm 8:28).

Orang Kristen harus melihat segala keadaan yang dialaminya, betapa pun tidak diinginkannya, sebagai termasuk dalam pemberian-pemberian baik dari Allah bagi dia, sebagai pernyataan dari maksud-Nya yang penuh kemurahan dan, jika diindahkan dengan benar, sesuatu yang pasti akan mendatangkan keuntungan baginya.

d. Perintah-perintah Allah adalah baik: karena perintah-perintah itu mengungkapkan kesempurnaan moral dari sifat-Nya dan, dengan menunjukkan kepada kita bagaimana melakukan hal-hal yang berkenan kepada-Nya, perintah-perintah itu menuntun kita kepada jalan anugerah (Mzm 119: 39; Rm 7:12; 12:2).

Cita-cita moral dan tuntutan-tuntutan moral dalam Alkitab adalah untuk melakukan kehendak Allah, seperti dinyatakan dalam hukum-Nya. Ketika orang muda yg kaya bertanya kepada Kristus, perbuatan baik apakah yang harus ia perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal, Kristus segera mengarahkan dia kepada perintah Allah dalam Kesepuluh Hukum (Mat 19:17). Dalam dunia yg tanpa hukum dan tanpa kasih, orang Kristen harus melawan pencobaan untuk membalas. Dan dalam menghadapi kejahatan, mereka harus mencari dengan sikap dan tindakannya tetap berpegang teguh pada 'kebaikan' itu, seperti ditetapkan dalam hukum Taurat (Rom 12:9, 21; 1 Tes 5:15, 21).

e. Ketaatan kepada perintah-perintah Allah adalah baik: karena Allah berkenan dan menerima hal itu (1 Tim 2:3), dan mereka yang melakukan ketaatan itu akan memperoleh keuntungan daripadanya (Tit 3:8).

Orang-orang yang tidak diselamatkan dari dosa-dosanya tidak dan tidak akan kunjung dapat menaati hukum-hukum Allah, karena mereka berada di dalam belenggu 'di bawah kuasa dosa' (Rom. 3:9; 8:7 dab). Pohon yang tidak baik (manusia dlm Adam) harus dijadikan baik sebelum ia dapat menghasilkan buah yang baik (Mati 12:33-35). Tapi mereka yang berada dalam Kristus telah dibebaskan dari belenggu dosa, justru supaya mereka dapat menerapkan kebenaran yang ditetapkan oleh hukum (Rom 6:12-22). Ungkapan khas PB untuk kewajiban orang Kristen melakukan ketaatan ialah 'pekerjaan yang baik'.

Melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik haruslah menjadi tugas wajib orang Kristen sepanjang hidupnya; karena untuk itulah Allah telah menyelamatkan dia (Mat 5:14-16; 2 Kor 9:8; Ef 2:10; Kol 1:10; Tit 2:14). Orang Kristen dipanggil untuk siap sedia mengerjakan setiap pekerjaan yang baik yang dapat ia lakukan (2 Tim 2:21; Tit 3:1), sehingga celakalah orang yang mengaku dirinya Kristen tapi 'tidak sanggup berbuat sesuatu yang baik' (Tit 1:6; bnd Yak 2:14-26). Pekerjaan-pekerjaan yang baik adalah perhiasan atau dandanan orang Kristen (1 Tim 2:10 TL). Allah berkenan atas perbuatan-perbuatan tersebut, dan mereka akan menerima pengindahannya dari Tuhan (Ef 6:8).

Pekerjaan-pekerjaan yang baik adalah baik dilihat dari tiga sudut: perbuatan-perbuatan itu dilakukan: (i) menurut patokan yang benar (hukum yang tertera dlm Alkitab; 2 Tim 3:16); (ii) berdasarkan alasan (motif) yang benar (kasih dan ucapan syukur atas keselamatan yang diterima: 1 Tes 1:3; Ibr 6:10; bnd Rm 12:1 dst); (iii) dengan tujuan yang benar (bagi kemuliaan Allah; 1 Kor 10:31; bnd Mat 5:6; 1 Kor 6:20; 1 Ptr 2:12). Pekerjaan-pekerjaan itu berupa perbuatan-perbuatan kasih terhadap Allah dan sesama manusia, karena 'kasih adalah kegenapan hukum Taurat' (Rm 13:8-10; bnd Mat 22:36-40).

Tentu ini tidak berarti bahwa tidak ada lagi yang diminta dari orang Kristen selain daripada alasan (motif) yang benar; yang dimaksudkan ialah, bahwa tindakan-tindakan khusus yang ditetapkan dalam hukum Taurat harus dimengerti sebagai sekian banyak pernyataan kasih, sehingga tanpa hati yg penuh kasih segala perintah yang tertera dalam hukum Taurat tersebut tidak dapat dipenuhi. Bukan berarti bahwa suatu sikap yang benar mengizinkan peniadaan salah satu perintah yang tertera dalam hukum Taurat, tapi melaksanakan segala perintahnya tanpa memiliki kasih berarti belum memenuhi hukum Taurat itu. Orang yang sungguh-sungguh baik adalah orang benar; sebab sebagaimana orang yang benar itu melaksanakan makna yang tersirat dari apa yang tersurat dalam perintah-perintah hukum Taurat (Mat 5:18-20), demikian juga orang yg baik itu melaksanakan yang tersurat bukan hanya 'mengasihi'.

Dalam Roma 5:7 Paulus menempatkan orang yang baik di atas orang yang benar dalam nilai. Di sini ia berbicara secara umum dan bukan dari segi teologis. Dunia berpikir tentang kebenaran sebagai tingkah laku moral tapi negatif. dan tentang kebaikan dan kemurahan hati yg mencirikan seorang yang baik sebagai sesuatu yang lebih dari kebenaran; tapi teologi Alkitab menyamakan kebenaran dengan kebaikan, dan kebaikan dengan kebenaran, dengan menegaskan bahwa apa yg dituntut oleh hukum Taurat sebenarnya adalah kasih.

Jadi, pekerjaan, pekerjaan yang baik adalah pekerjaan-pekerjaan kasih, dan sifat dari kasih ialah memberi kepada orang yang dikasihi. Kasih kepada Allah dinyatakan dalam pemberian pribadi secara sukarela, betapa mahalpun harganya (bnd'perbuatan baik' Maria, Mrk 14:3-6). Kasih kepada sesama manusia dinyatakan dengan berbuat 'baik' kepada mereka, dengan memberikan pendapatan kita untuk meringankan beban mereka, dan mengusahakan kesejahteraan mereka dengan cara yang paling memungkinkan (Gal 6:9; Ef 4:29; bnd Mzm 34:14; 37:3,27).

Sistem yang digunakan oleh Gereja Yerusalem untuk membantu orang miskin (Kis 2:44; 4:34 ), dan pengumpulan dana untuk orang-orang kudus yang dilakukan Paulus (bnd 2 Kor 7:9), menjelaskan tentang hal ini. 'Baik hati', 'murah hati', adalah di antara pengertian-pengertian sekuler yang biasa digunakan untuk 'baik' sebagai penggambaran seseorang (1 Sam 25:15; 1 Ptr 2:18). Alkitab memahami kata-kata ini dalam iman Kristen, dengan menjadikan kasih Allah dan Kristus teladan dan patokan bagi kebaikan hati dan kemurahan hati orang Kristen (bnd Yoh 13:14, 34; Ef 5:1).

Jadi orang percaya yang berupaya memenuhi hukum Taurat mempunyai 'hati nurani yang murni' (Kis 23:1; 1 Tim 1:5, 19; Ibrani 13:18; 1 Ptr 3:16, 21) -bukan karena ia menganggap dirinya sempurna tanpa dosa, tapi karena ia tahu bahwa hubungan pribadinya dengan Allah adalah benar, didasarkan pada iman dan pertobatan yang benar. Orang Kristen demikian akan dilihat oleh sesamanya sebagai 'orang yang "baik" (Kis 11:24).

KESIMPULAN 

Kata "Baik" menunjukkan pada mutu atau kualitas pekerjaan atau kualitas perbuatan baik dari seseorang terhadap ketentuan yang telah ditetapkan melalui kesepakatan bersama atau Perbuatan dari seseorang terhadap sesuatu yang ia kerjakan. Dalam Kitab Kejadian 1:31 (TB)  Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam. Jai, Kata Baik itu merupakan Kualitas.

DAMAI

DAMAI




Ev. Matius Sobolim, M. Th.

Arti Damai

Syalom dalam bahasa Ibrani, digunakan sebagai ucapan salam antara sahabat (Ezr. 5:7). Juga suatu sebutan untuk keadaan tanpa permusuhan antara bangsa-bangsa (1Raj. 5:12). Damai adalah --> karunia Allah (Yes. 54:10). Apabila nabi-nabi berteriak: 'damai-damai', padahal tidak ada damai, mereka menipu dan mereka akan dihukum (Yer. 6:14-15). Damai sempurna adalah damai masa mesianik (Yes. 9:6).Dalam PB damai tidak hanya berarti hubungan rukun antara bangsa-bangsa (Luk. 14:32), tetapi juga keadaan yang harus ada dalam jemaat-jemaat Kristen (Rm. 14:19) dan dalam berhubungan dengan orang di luar jemaat (Ibr. 12:14). Kematian Kristus menciptakan damai antara Allah dan umat manusia (Kol. 1:20) dan di antara orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi (Ef. 2:14). Namun, sebelum kenyataan damai sempurna itu terwujud sepenuhnya, akibat langsung dari pemberitaan Yesus dapat merupakan pertentangan: keluarga seorang murid dapat terpisah dan dapat juga keterasingan itu menjadi harga keterikatan pada Yesus (Mat. 10:34-39).

DAMAI SEJAHTERA 

Pengertian dasar dari kata Ibrani syalom adalah sehat walafiat, utuh, keadaan baik. Kata Yunani eirene pertama-tama berarti negatif dalam tulisan klasik. Tapi melalui LXX (yg memakai kata itu untuk menerjemahkan syalom), maka kata itu dalam PB mempunyai makna syalom, dan hampir selalu mempunyai anti rohani. Bahwa kata itu mempunyai anti yg sangat luas, nampak dari banyaknya terjemahannya:

selamat: Kej 43:27; Kel 4:13; Mrk 5:34; Luk 7:50. persahabatan: Yos 9:15. janganlah kita kuatir: Hak 19:20. Damai: 1 Raj 5:12; Ibr 12:14. Kesejahteraan: Mzm 122:7; Yer 28:7. Kemujuran: Mzm 73:3. Tenteram: Mzm 4:8. Keselamatan: Mzm 85:10. Damai sejahtera: Yes 48:18; 57:19; Luk 1:79; 2:14; 10:5; Yoh 14:27; 20:19; Kis 10:36. 

Karena dunia sudah kacau akibat dosa manusia, dan karena kesejahteraan datang hanya sebagai karunia Allah, maka pengharapan akan datangnya Mesias membawa zaman kedamaian atau kesejahteraan (Yes 2:2-4; 11:1-9; Hag 2:7-9), dan merupakan kedatangan Raja Damai (Yes 9:5 dab; bnd Yer 33:15dab; Yeh 34:23 dab; Mi 5:5; Za 9:9 dab). PB menunjukkan penggenapan dari pengharapan ini. Dalam Kristus damai sejahtera sudah datang (Luk 1:79; 2:14, 29 dab). Dia-lah yg mengaruniakannya (Mrk 5:34; Luk 7:50; Yoh 20:19, 21, 26), dan murid-murid-Nya menjadi pembawanya (Luk 10:5 dab; Kis 10:36).

Kebutuhan paling utama dan yg pertama dari manusia berdosa ialah harus ada damai sejahtera dengan Allah. Artinya, permusuhan yg ditimbulkan oleh dosa dijauhkan dulu melalui kematian Kristus (Rm 5:1; Kol 1:20). Barulah. kemudian menyusul kesejahteraan batin (Flp 4:7), yg tidak akan dapat dirongrong oleh kemelut dunia (Yoh 14:27; 16:33). Damai sejahtera antara manusia dengan manusia adalah sebagian dari tujuan kematian Kristus (Ef 2) dan tujuan dari pekerjaan Rob Kudus (Gal 5:22); tapi manusia harus aktif untuk mengembangkannya (Ef 4:3; Ibr 12:14), tidak melulu hanya dalam arti menjauhkan perselisihan atau pertentangan, tapi juga dalam arti keselarasan dan peranan yg sungguh dari tubuh Kristus (Rm 14:19; 1 Kor 14:33).

HARI PENDAMAIAN

HARI PENDAMAIAN 

Ev. Matius Sobolim, M. Th.

TB- Satu hari setahun di mana segala dosa rakyat dan imam diperdamaikan Tuhan yang dilambangkan dengan seekor kambing jantan yang setelah ditumpangi tangan dilepaskan ke padang belantara (Im 16:1-34; Im 23:27).

BIS- Inilah hari raya yang terutama bagi bangsa Yahudi. Hari raya ini diadakan satu tahun sekali. Pada hari itu imam agung mempersembahkan kurban untuk dosa-dosa umat Israel dan untuk dosanya sendiri (Im 16:29-34). Hari raya ini jatuh pada tanggal 10 bulan Tisyri, yaitu hari yang berdekatan dengan tanggal 1 Oktober.

Dalam bahasa (Ibrani yom hakkippurim). Hari ke- 10 bulan ke-7 (Tisyri, yaitu September/Oktober), bagi Israel merupakan hari suci paling khidmat. Dilarang melakukan segala jenis pekerjaan dan semua orang diperintahkan untuk benar-benar berpuasa.

I. Tujuan

Hari Pendamaian merupakan peringatan bahwa pengorbanan yg dilakukan di atas mezbah setiap hari, setiap minggu dan setiap bulan tidaklah cukup untuk meniadakan dosa. Pada saat pemuja mempersembahkan korban bakaran mereka harus berdiri jauh, tidak boleh mendekati kehadiran Allah yg suci, yg dinyatakan antara kerub di tempat mahasuci. Hanya pada hari ini saja dari setiap tahun, darah tebusan dibawa ke tempat mahasuci, ruang singgasana yg suci, oleh Imam Besar mewakili bangsanya.

Imam Besar 'mengadakan pendamaian ... karena segala kenajisan orang Israel dan karena segala pelanggaran mereka, apa pun juga dosa mereka' (Im 16:16). Pendamaian pertama-tama diadakan untuk para imam karena pengantara Tuhan dengan umat-Nya harus tahir. Tempat Suci pun ditahirkan, karena tempat itu pun dianggap telah dikotori oleh kehadiran dan pelayanan orang-orang berdosa.

II. Ibadah

Mempersiapkan korban pendamaian untuk hari itu, Imam Besar menanggalkan jubah resminya dan mengenakan pakaian putih yg sederhana. Kemudian ia mengorbankan seekor sapi jantan sebagai korban penghapus dosanya sendiri dan kaum imam. Setelah mengisi pedupaannya dengan bara api dari mezbah, Imam Besar memasuki tempat mahasuci, di mana ia menaruh dupa di atas bara itu. Dupa itu mengeluarkan gumpalan asap di atas tutup pendamaian yg berfungsi sebagai penutup tabut perjanjian Tuhan. Lalu Imam Besar mengambil sedikit darah dari sapi jantan itu dan memercikkannya di atas tutup pendamaian dan di atas tanah di depan tabut itu. Dengan cara demikian pendamaian diadakan untuk kaum imam.

Imam Besar selanjutnya mengorbankan seekor kambing jantan sebagai korban penghapus dosa bangsa Israel. Sebagian dari darah binatang itu dibawa ke dalam tempat mahasuci, dan dipercikkan di sana dengan cara yg sama seperti darah dipercikkan pada waktu diadakan korban penghapus dosa bagi para imam (Im 16:11-15).

Setelah mentahirkan tempat mahasuci dan mezbah korban bakaran dengan campuran darah dari sapi jantan dan kambing (Im 16:18-19) Imam Besar mengambil kambing kedua, meletakkan tangannya ke atas kepala kambing itu dan mengakui segala dosa orang Israel. Lalu kambing itu dilepaskan ke padang gurun, yg melambangkan segala dosa orang Israel telah diangkut. Bangkai-bangkai dari kedua korban itu dibawa ke luar perkemahan dan dibakar. Hari itu diakhiri dengan mempersembahkan korban tambahan lain.

III. Arti

Surat Ibr mengartikan upacara Hari Pendamaian sebagai lambang karya Kristus yg mengadakan pendamaian (Ibr 9:10). Yesus disebut 'Imam kita yg Maha Besar' dan darah yg tertumpah di bukit Golgota dilihat sebagai perlambang darah sapi-sapi dan kambing-kambing jantan. Berbeda dari keimaman dalam PL, Kristus yg tak berdosa tidak perlu mempersembahkan korban untuk dosa-Nya sendiri.

Sama seperti Imam Besar PL memasuki tempat mahasuci dengan darah korban yg dikorbankan, maka Yesus memasuki sorga untuk menghadap hadirat Allah demi kepentingan umat-Nya (Ibr 9:11-12). Imam Besar PL harus mempersembahkan korban penghapus dosa setiap tahun untuk dosanya sendiri dan dosa-dosa umatnya. Pengulangan persembahan korban demikian setiap tahun mengingatkan bahwa pendamaian yg sempurna dan utuh diberikan. Yesus, melalui darah-Nya sendiri menciptakan kelepasan yg kekal untuk umat-Nya (Ibr 9:12).

Ibr 9:13-14 mencatat bahwa persembahan korban yg dilakukan para imam hanya mencapai pentahiran tubuh. Dengan upacara mereka membersihkan lahiriah orang berdosa, tapi mereka tidak dapat melakukan pembersihan batiniah, yg merupakan prasyarat untuk bersekutu dengan Tuhan. Persembahan korban ini merupakan lambang dan nubuat tentang pekerjaan Yesus, yg melalui korban-Nya yg 'lebih baik' menyucikan hati nurani kita dari perbuatan dosa.

Kemah Suci PL dimaksudkan sebagian untuk mengajar Israel, bahwa dosa menutup jalan bagi manusia ke hadirat Tuhan. Hanya Imam Besar dan ia hanya sekali setahun, dapat memasuki tempat maha suci, dan harus membawa darah yg ia persembahkan sebagai pendamaian (Ibr 9:7). Tapi Yesus, melalui 'suatu cara yg baru dan hidup', memasuki sorga tempat maha suci yg benar, di mana Ia tinggal senantiasa sebagai Pengantara bagi umat-Nya. Orang percaya tidak perlu berdiri jauh, seperti halnya orang Israel pada zaman dulu. Kim melalui Kristus, mereka dapat langsung mendekati takhta kasih karunia Allah. Dan Ibr 13:11-12
mencatat bahwa tubuh binatang yg dikorbankan pada Hari Pendamaian dibakar di luar perkemahan Israel. Yesus juga telah menderita di luar pintu gerbang Yerusalem agar Ia dapat menyelamatkan umat-Nya dari dosa.

IV. Ibadah modern

Dalam kebiasaan Yahudi modern, Hari Pendamaian (Yom Kippur) adalah hari terakhir dari 'Sepuluh Hari Penyesalan' yg dimulai dengan Rosy Hasyanah, Hari Tahun Baru Yahudi. Masa 10 hari ini disediakan bagi latihan rohani untuk menyesal, berdoa, dan berpuasa sebagai persiapan menyambut hari paling khidmat sepanjang tahun, yakni Yom Kippur. Walaupun penyerahan korban persembahan sebagai bagian dari upacara Hari Pendamaian tidak diberlakukan lagi sejak Bait Suci dihancurkan, namun orang Yahudi masih menghormati hari itu dengan berpuasa dan tidak melakukan suatu pekerjaan apa pun.

Terompet tanduk biri-biri jantan ditiup untuk menghimbau orang beribadah di sinagoge pada malam Yom Kippur. Pada saat ini kebaktian Kol Nidre ('Sumpah-sumpah') yg mengesankan itu dikumandangkan. Jemaah menyesal dan memohon kepada Tuhan untuk mengampuni mereka, sebab mereka telah melanggar sumpah karena mereka tak sanggup memenuhinya. Kebaktian diadakan esok harinya, dimulai pagi-pagi sekali hingga matahari terbenam, lalu Hari Pendamaian diakhiri dengan bunyi tiupan terompet tunggal. Sesudah itu jemaat pulang ke rumah masing-masing.

sobolimmatius@gmail.com 





REKONSILIASI

REKONSILIASI
Ev. Matius Sobolim M. Th.

 








Istilah bahasa Indonesia 'damai' dalam beberapa bentuk digunakan sebagai padanan kata Ibrani kpr dan kata Yunani hilaskomai; mis Im 17:11 'mengadakan pendamaian', 1 Yoh 2:2 'Ia adalah pendamaian'. Damai dipakai juga sebagai padanan untuk katallage, mis Rm 5:10 'diperdamaikan dengan Allah'. Secara umum, pendamaian mengacu kepada karya Kristus yg menyelesaikan semua soal akibat dosa manusia, dan yg memulihkan hubungan manusia dengan Tuhan Allah.

 

I. Kebutuhan akan pendamaian
Keharusan akan kebutuhan pendamaian timbul karena tiga hal: dosa itu pada dirinya adalah universal, bobotnya teramat berat, dan ketidakmampuan manusia mengatasi dosa itu. Bahwa dosa universal terbukti dalam Alkitab; lih 1 Raj 8:46; Mzm 14:3; Pkh 7:20; Mrk 10:18; Rm 3:23 dan ay-ay lainnya. Bahwa bobot dosa teramat berat nampak dalam bagian-bagian yg menunjukkan betapa menjijikkan dosa itu bagi Allah, mis Hab 1:13; Yes 59:2; Ams 15:29; Mrk 3:29 (dosa yg tak terampuni); Mrk 14:2 1. Sebelum diperdamaikan dengan Allah, manusia hidup jauh dari Allah' (Kol 1:21), menghadapi penghakiman dan hukuman (Ibr 10:27).
Manusia tidak akan pernah mampu mengatasi atau menyelesaikan soal dosa ataupun menyembunyikan perbuatan dosanya (Bil 32:23), atau membersihkan diri dari dosa (Ams 20:9). Perbuatan atau amal apa pun tidak akan membenarkan manusia di hadapan Allah (Rm 3:20; Gal 2:16). Seandainya manusia harus tergantung pada dirinya sendiri, maka manusia tak akan pernah selamat. Mungkin bukti paling penting mengenai hal ini ialah fakta bahwa Kristus Anak Allah terpaksa datang ke dunia guna menyelamatkan manusia. Kenyataan memang demikian, melulu karena semua manusia adalah orang berdosa dan keadaannya fatal dan sangat menyedihkan.
II. Pendamaian dalam PL
Allah dan manusia menjadi sangat berjauhan karena dosa manusia, dan manusia tidak dapat menemukan jalan kembali. Tapi Allah berprakarsa dan menyediakan jalan. Dapat dikatakan bahwa dalam PL pendamaian diperoleh dengan mengadakan korban-korban, tapi sekali-kali tidak boleh dilupakan bahwa tentang darah pendamaian Allah telah berkata, 'Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu' (Im 17:11). Pendamaian diperoleh bukan oleh nilai apa pun yg terkandung dalam binatang yg dikorbankan, melainkan karena pengorbanan itu adalah jalan yg ditentukan sendiri oleh Allah bagi manusia untuk memperoleh pendamaian.
Pengorbanan itu menjelaskan beberapa kebenaran tertentu mengenai pendamaian. Korban sekali-kali tidak boleh tercela. Ini menandaskan mutlaknya perlu kesempurnaan. Pengorbanan menelan harkat kualitas Maha Akbar, karena pendamaian tidak mudah dan murah, dan bobot dosa sangat berat. Kematian korban adalah segi yg paling penting dari pengorbanan itu. Hal ini terungkap sebagian dalam kiasan darah, sebagian dalam sifat umum upacara pengorbanan itu, dan sebagian lagi dalam acuan-acuan lain mengenai pendamaian.
Dalam beberapa bagian PL pendamaian nampaknya diperoleh, atau paling tidak dimohonkan dengan cara lain disamping melalui upacara pengorbanan: tapi bagian-bagian ini juga mengacu kepada kematian sebagai jalan pendamaian. Maka dalam Kel 32:30-32 Musa berusaha mengupayakan adanya pendamaiaan karena dosa bangsa Israel, dengan cara memohon kepada Allah untuk menghapuskan namanya dari kitab yg ditulisnya. Artinya, kematiannya sendiri. Dalam Bit 25:6-8, 13 Pinehas mengupayakan adanya pendamaian dengan cara membunuh beberapa orang berdosa tertentu. Contoh-contoh lain dapat disebut. Tapi jelas, bahwa dalam PL telah dikenal bahwa kematianlah hukuman bagi orang berdosa (Yeh 18:20), namun dengan luwes Allah berkenan mengindahkan kematian seorang korban untuk menggantikan kematian seorang berdosa. Demikian jelas dan gamblangnya kebijaksanaan ilahi ini sehingga penulis Surat Ibr dapat menyimpulkan dengan berkata 'tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan' (Ibr 9:22).
III. Pendamaian dalam PB
Menurut PB pengorbanan-pengorbanan pada zaman dahulu itu bukanlah sumber utama bagi penghapusan dosa. Sebab hanya melalui kematian Kristus pelanggaran yg terjadi di bawah perjanjian pertama memperoleh penebusan (Ibr 9:15). Salib adalah pusat PB dan bahkan pusat seluruh Alkitab. Semua hal prasalib menuju ke salib. Dan semua hal sesudah salib menoleh ke salib. Justru tidak mengherankan jika terdapat sangat banyak ajaran mengenai salib. Para penulis PB tidak menyajikan suatu ajaran klise, melainkan menulis dari sudut pandang yg berbeda-beda dan memberi penekanan yg berbeda-beda pula. Mereka menyajikan beberapa segi dad pendamaian itu. Masing-masing menuliskan apa yg ia lihat, yg satu melihat lebih dari yg lain. Tapi mereka tidak melihat sesuatu yg berbeda. Selanjutnya, kita pertama-tama akan menalar apa yg dikatakan ajaran asasi dan umum mengenai pendamaian, kemudian beberapa hal yg diinformasikan kepada kita oleh salah satu penulis PB.
a. Pendamaian mengungkapkan kasih Allah kepada manusia
Para penulis PB sepakat bahwa pendamaian adalah hasil kerja kasih Allah. Pendamaian itu bukan sesuatu yg dipaksakan atau diperas oleh Anak yg penuh belas kasihan dari Bapak yg keras dan ogah, yg memang adil tapi tak dapat goyah. Pendamaian menunjukkan kasih Bapak sebagaimana kasih Anak. Paulus menerangkan bahwa 'Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa' (Rm 5:8). Yoh 3:16 berkata, 'Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan AnakNya'. Dalam Kitab-kitab Injil ditekankan bahwa Anak Manusia harus menderita (Mrk 8:31 dan ay-ay sejajar). Artinya, kematian Kristus bukan terjadi kebetulan: kematian-Nya berakar dalam suatu keharusan ilahi. Hal ini kita lihat juga dalam doa Yesus di Getsemane jadilah kehendak-Mu, ya Bapak!' (Mat 26:42). Dalam Ibr dikatakan bahwa 'oleh kasih karunia Allah, Ia (Kristus) mengalami maut bagi semua manusia' (Ibr 2:9). Pemikiran ini terbentang di sepanjang PB, dan baiklah kita mengingatnya dalam memikirkan cara (metode) terciptanya pendamaian.
b. Unsur pengorbanan dalam kematian Kristus
Pemikiran lain yg tersebar luas dalam PB ialah bahwa Kristus mati 'untuk menanggung hukuman dosa manusia'. Bukan bahwa orang jahat melulu memberontak melawan Dia, atau bahwa musuh-musuh-Nya melakukan makar terhadap Dia dan bahwa Ia tak sanggup menghadapi mereka. Tidak. Ia 'telah diserahkan karena pelanggaran kita' (Rm 4:25). Ia datang khusus untuk mati karena dosa-dosa kita. Darah-Nya ditumpahkan 'bagi banyak orang untuk pengampunan dosa' (Mat 26:28). Ia 'mengadakan penyucian dosa' (Ibr 1:3). 'Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib' (1 Ptr 2:24). 'Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita' (1 Yoh 2:2). Salib Kristus tak dapat dimengerti kecuali kita melihat bahwa di kayu salib Juruselamat berurusan dengan dosa umat manusia.
Dengan berbuat demikian Kristus memenuhi semua yg dilambangkan dalam pengorbanan yg lama, dan para penulis PB gemar memikirkan tentang kematian-Nya sebagai pengorbanan. Yesus sendiri menunjuk kepada darah-Nya sebagai 'darah perjanjian' (Mrk 14:24), yg menunjukkan kepada kita upacara pengorbanan guna memperoleh artinya. Justru bahasa Perjamuan Kudus sangat bersifat pengorbanan, yg mengacu kepada korban yg sempurna genap di kayu salib.
Paulus berkata, 'Yesus Kristus telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diriNya untuk kita sebagai persembahan dan korban yg harum bagi Allah' (Ef 5:2). Kadang-kadang Paulus menunjuk bukan kepada korban-korban secara umum, tapi kepada satu korban khusus, seperti dalam 1 Kor 5:7, 'Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus'.
Petrus berbicara tentang 'darah yg mahal, yaitu darah Kristus, yg sama seperti darah anak domba yg tak bernoda dan tak bercacat' (1 Ptr 1:19), yg menyatakan bahwa dalam satu segi kematian Kristus adalah pengorbanan. Yohanes Pembaptis berseru, 'Lihatlah Anak Domba Allah yg menghapus dosa dunia' (Yoh 1:29).
Pada abad pertama M hakikat dan makna pengorbanan dikenal di mana-mana, sehingga apa pun latar belakang seseorang ia akan mengerti hunjukan pada pengorbanan bila ia membacanya. Para penulis PB memanfaatkan hal ini dan menggunakan terminologi pengorbanan untuk mengungkapkan apa yg telah Kristus lakukan untuk manusia. Apa yg dilambangkan dalam korban-korban PL, bahkan lebih dari itu, Kristus telah menggenapinya tuntas dan seutuhnya dalam kematian-Nya.
c. Manusia diperdamaikan dengan Allah
Ada 4 perikop tentang pendamaian yg harus dipikirkan secara khusus, yaitu Rm 5:10 dab; 2 Kor 5:18 dab; Ef 2:11dab; Kol 1:20 dab. Dalam bh Yunani dipakai istilah katallage, kallasso dan apokatalasso. Gagasan pendamaian mencakup arti bahwa dua pihak yg sekarang telah didamaikan, tadinya berlawanan, dan sekarang perlawanan mereka sudah hapus. Menurut Alkitab orang berdosa adalah 'seteru Allah' (Rm 5:10; Kol 1:21; Yak 4:5). Bobot ay-ay ini dan ay-ay searti jangan diremehkan. Seteru jelas berarti lawan atau musuh tengik. Menurut Alkitab Allah sangat memusuhi segala sesuatu yg jahat.
Jalan mengatasi permusuhan ialah menyingkirkan penyebab timbulnya permusuhan itu. Dalam keadaan tertentu pihak yg bersalah boleh minta maaf, boleh membayar utangnya, boleh mengembalikan apa yg dia curi: tapi jalan pendamaian senantiasa bersifat menyingkirkan penyebab timbulnya permusuhan itu. Justru Kristus mati untuk meniadakan dosa manusia. Dengan cara demikian Ia menyingkirkan perseteruan manusia dengan Allah, Ia membuka jalan bagi manusia untuk kembali mendekati Tuhan: inilah pendamaian!
Sangat menarik bahwa PB tidak berkata Kristus mendamaikan Allah dengan manusia. Yg dikatakan dan ditekankan ialah pendamaian manusia dengan Allah. Dosa manusialah yg menyebabkan perseteruan itu, justru dosa manusialah yg harus digumuli. Manusia patut diajak, dengan perkataan 2 Kor 5:20, 'berilah dirimu didamaikan dengan Allah'. Atas dasar ini ada orang berpendapat bahwa karya Kristus yg mendamaikan hanya mempengaruhi manusia saja. Tapi pandangan ini tidak cocok dengan seluruh amanat PB sebagai satu kesatuan.
Kekudusan Allah menuntut adanya tembok pemisah antara Allah dan manusia. Jika masalah dosa diserahkan kepada manusia saja, maka ia tak akan acuh mengenai dosanya dan tidak merasakan perseteruan dengan Allah akibat dosa itu.
Tembok pemisah dibangun karena kekudusan Allah menuntut kesucian diri manusia. Bila pendamaian terjadi, kita tidak dapat berkata bahwa Allah terlepas dari pendamaian itu. Harus ada perubahan pada tuntutan hukuman dari Allah, jika murka Allah dengan segala yg tercakup dalam ungkapan itu tidak akan ditimpakan lagi ke atas manusia.
Hal ini tidak berarti bahwa ada perubahan dalam kasih Allah, apalagi dalam diri Allah. Alkitab sangat gamblang menandaskan bahwa kasih Allah kepada manusia tidak berubah, kendati apa pun diperbuat oleh manusia. Harus diingat, bahwa pekerjaan Kristus yg mendamaikan berakar dalam kasih Allah yg begitu besar kepada manusia. 'Ketika kita masih berdosa', maka pada saat itu 'Kristus telah mati untuk kita' (Rm 5:8). Kebenaran ini kukuh mantap. Tapi janganlah sekali-kali menganggap bahwa pendamaian melulu bersifat subyektif. Dalam arti tertentu pendamaian terjadi di luar diri manusia sebelum terjadi di dan atas diri manusia. Paulus berkata tentang Kristus, 'Oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu' (Rm 5:11). Pendamaian siap diberikan dan diberlakukan justru ditawarkan (karena pendamaian itu sudah ada dan tersedia) sebelum manusia menerimanya. Dengan kata-kata lain, pendamaian itu harus dilihat sebagai pasti dan positif hasilnya, baik pada pihak manusia maupun pada pihak Allah.
d. Pekerjaan Kristus dan murka Allah
Gagasan bahwa kematian Kristus menampung dan menanggung segenap murka Allah, sering dikecam oleh ahli-ahli modern sebagai 'tidak layak', tidak cocok dengan pengertian Kristen tentang Tuhan Allah.
Namun orang-orang pada zaman PL tidak menganggap gagasan ini sukar: bagi mereka 'Allah adalah ... Allah yg murka setiap hari' (Mzm 7:11). Mereka yakin bahwa dosa menimbulkan reaksi ilahi yg hebat sekali. Allah bukan lemah secara moral, Ia sangat tegas menentang kejahatan dalam segala bentuknya. Memang, Ia panjang sabar (Neh 9:17 dab), namun murka-Nya terhadap dosa adalah pasti. Menurut Bil 14:18, Tuhan yg panjang sabar sekali-kali tidak membebaskan orang yg bersalah dari hukuman. Justru dalam ay yg terkait dengan kemurahan Allah, disebut bahwa Ia menolak untuk melepaskan orang yg salah. Bagi orang zaman PL, bahwa Allah panjang sabar adalah sesuatu yg mengherankan, yg tidak bisa diharapkan dan yg menghasilkan hormat agamawi.
Tapi orang yg yakin bahwa Allah murka terhadap dosa, yakin pula bahwa murka ini dapat dielakkan, biasanya melalui penyerahan korban terkait. Hal ini dapat terjadi bukan karena korban itu mengandung suatu kuasa, tapi karena Allah sendiri berkata, 'Allah telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian dengan pengantaraan nyawa' (Im 17:11).
Pengampunan tidak ditarik dari suatu ilah yg tidak mau memberikannya. Pengampunan adalah karunia dari Allah yg suka mengampuni. 'Ia bersifat penyayang, Ia mengampuni kesalahan mereka dan tidak memusnahkan mereka; banyak kali Ia menahan murka-Nya dan tidak membangkitkan segenap amarah-Nya' (Mzm 78:38). Manusia tidak dapat melakukan suatu apa pun untuk menangkis murka Allah. Allah sendiri yg menahan murka itu dan tidak membangkitkan amarah-Nya.
Ungkapan 'murka Allah' terdapat beberapa kali dalam PB. Tapi disamping itu ada bukti lain yg menyatakan bahwa Allah senantiasa gigih melawan kejahatan. Keadaan orang berdosa teramat buruk, karena ia salah di hadapan Allah. Tidak ada pada orang berdosa harapan lain kecuali penghakiman dan hukuman ilahi. Tidak penting apakah akan menyebut hal ini 'murka Tuhan' atau tidak, yg jelas itu adalah fakta. Namun Alkitab menyebutnya 'murka Allah' dan tidak ada ungkapan lain yg memuaskan.
Istilah 'pendamaian' dipakai dalam Rm 3:21-26. 'Oleh kasih karunia (kita) telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya'. Menurut Paulus setiap orang, baik Yahudi maupun non-Yahudi, telah kena hukuman, 'Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia' (Rm 1:18). Berkaitan dengan latar belakang ini Paulus memaparkan pekerjaan Kristus. Kristus mati bukan untuk menyelamatkan manusia dari maut yg tidak ada. Ia melepaskan dan menyelamatkan manusia dari bahaya maut yg benar-benar ada dan riil. Vonis hukuman telah dijatuhkan menimpa manusia. Dalam ps-ps pendahuluan Surat Rm dengan tegas Paulus menekankan murka Allah, adalah justru karena pekerjaan Kristus yg menyelamatkan pasti melepaskan orang berdosa dari murka itu. Hal ini diterangkan sebagai jalan pendamaian' (Yunani hilasterion), yg menggambarkan jalan Tuhan menyelesaikan kemelut masalah dosa manusia.
Dalam 1 Yoh 2:2 Yesus disebut 'pendamaian untuk segala dosa kita'. Dalam ay 1 Ia disebut 'pengantara pada Bapak'. Karena dibutuhkan pengantara dengan Allah, maka pasti manusia sudah dalam keadaan sangat berbahaya. Jadi pendamaian di sini adalah sama seperti di tempat-tempat lain, yg berarti Yesus menanggung murka Allah guna membebaskan manusia dari murka itu.
Tapi pandangan Alkitab tentang pendamaian tidak tergantung dari hanya beberapa ay tertentu saja. Pendamaian merupakan cerminan dari ajaran Alkitab sebagai keseluruhan. Pendamaian mengingatkan kita bahwa Allah sangat melawan segala kejahatan, bahwa sifat ilahi ini cocok disebut 'murka', dan bahwa murka itu dielakkan hanya melalui pekerjaan Kristus yg mendamaikan.
e. Kristus mati sebagai wakil manusia
Para ahli setuju, bahwa kematian Kristus adalah untuk orang lain. Jika dalam suatu pengertian Ia mati 'karena dosa', dalam pengertian lain Ia mati 'karena kita'. Bila kita berkata bahwa Kristus mati sebagai wakil, itu berarti bahwa Ia mati khusus untuk kita. Sebagai wakil kita Ia tergantung di kayu salib. Hal ini diungkapkan dalam 2 Kor 5:14, 'Satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati'. Kematian seorang wakil dihitung sebagai kematian mereka yg diwakili-Nya. Dalam 1 Yoh 2:1 Yesus disebut 'pengantara pada Bapak', maka pemikiran tentang perwakilan tersirat jelas, dan bagian ini segera dilanjutkan dengan uraian tentang kematian Kristus karena dosa. Salah satu tema pokok Surat Ibr ialah mengenai Yesus sebagai Imam Agung. Pemikiran ini diulangi beberapa kali. Apa pun yg lain yg dapat dikatakan mengenai seorang Imam Besar, yg jelas adalah Ia mewakili orang lain. Karena itu pemikiran tentang perwakilan dapat dikatakan sangat kuat dalam Surat Ibr ini.
f. Kematian Kristus sebagai pengganti
Walaupun banyak ahli modem tidak mau menerimanya, namun hal pengganti (substitusi) merupakan ajaran PB, bukan dalam satu dua tempat tapi di seantero PB. Menurut Mrk 10:45, 'Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang'.
Baik rincian maupun garis besar ay ini menunjuk pada gagasan pengganti. Dalam rinciannya istilah 'tebusan' mempunyai arti pengganti, dan kata depan anti ('bagi') juga dipakai dalam arti pengganti: dalam garis besarnya, manusia seharusnya mati, justru Kristus mati sebagai pengganti, dan manusia tidak harus mati lagi. Kebenaran yg sama dinyatakan oleh kutipan-kutipan PB dari Yes 53 mengenai Hamba yg menderita, karena tentang Dia dikatakan, 'la ditikam karena pemberontakan kita, Ia diremukkan karena kejahatan kita; ganjaran yg mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpa kan kepada-Nya, dan oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh ... Tuhan telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kits sekalian' (Yes 53:5).
Tersembunyinya semangat Kristus di Getsemane menunjuk pada hal yg sama. Ia berani, dan banyak yg jauh kurang layak daripada Dia juga telah menghadapi maut dengan tenang. Tersembunyinya semangat dan mencuatnya penderitaan itu tak dapat dipahami kecuali kita terima apa yg dikatakan Paulus, bahwa 'Dia yg tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karma kita' (2 Kor 5:21). Dalam kematian-Nya Ia menggantikan kita, dan jiwa-Nya yg suci tersembunyi dari pengenalan ini dengan orang-orang berdosa. Dan nampaknya hanya hal inilah yg dapat menjelaskan seruan, 'AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?' (Mrk 15:34).
Menurut Gal 3:13, 'Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita'. Ia menanggung kutuk atas kita, yg berarti Ia menggantikan kita. Pemikiran yg sama terdapat dalam Rm 3:21-26. Di situ Paulus mengembangkan gagasan bahwa keadilan Allah dimanifestasikan dengan cara melalui mana dosa diampuni, yakni salib. Ia tidak mengatakan -- seperti beberapa orang menganggap -- kebenaran Allah diperlihatkan dalam fakta bahwa dosa diampuni, tapi bahwa kebenaran itu diperlihatkan pada jalan melalui mana dosa diampuni.
Penebusan bukanlah ihwal melupakan dosa-dosa yg telah terjadi dahulu (Rm 3:25). Salib menunjukkan bahwa lah adalah benar sewaktu Ia pada saat yg sama membenarkan orang-orang yg percaya. Ini tentu berarti bahwa Allah benar dalam cara-Nya menangani soal dosa, dan ini persis sama dengan mengatakan bahwa Kristus menanggung hukuman dosa manusia. Pemikiran ini juga terdapat dalam ay yg berhubungan dengan menanggung atau memikul dosa, mis Ibr 9:28; 1 Ptr 2:24. Arti menanggung dosa dijelaskan dalam PL sebagai menanggung hukuman akibat dosa. Misalnya dalam Yeh 18:20dikatakan, 'Orang yg berbuat dosa, itu yg harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya'. Dan dalam Bil 14:34 mengembara di padang gurun digambarkan sebagai menanggung akibat kesalahan umat Israel. Jadi apabila Kristus disebut menanggung dosa kita, itu berarti bahwa Ia menanggung hukuman kita.
Penggantian mendasari kenyataan bahwa Kristus 'telah menyerahkan diriNya sebagai tebusan bagi semua manusia' (1 Tim 2:6). Istilah Yunani antilutron (tebusan) merupakan kata gabungan yg berarti pengganti tebusan. Dalam kamus Grimm-Thayer istilah ini diterangkan sebagai 'sesuatu berikan untuk mengganti sesuatu yg lain sebagai harga tebusannya'. Tidaklah mungkin membuang arti penggantian dari istilah ini. Pemikiran yg sama terdapat dalam nubuat sinis Kayafas, 'Lebih berguna bagi kita jika satu orang mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita ini binasa' (Yoh 11:50). Bagi Kayafas kata-kata itu merupakan kebijaksanaan politis belaka, tapi bagi Yohanes kata-kata itu mengandung nubuat bahwa Kristus akan mati ganti manusia.
Bukti-bukti di atas kendati tidak lengkap namun kuat dan antap. Tidak mungkin untuk menyangkal bahwa menurut PB penggantian adalah salah satu segi dari pekerjaan Kristus.
g. Segi-segi pendamaian lainnya dalam PB
Demikianlah pokok-pokok utama mengenai pendamaian yg terdapat di seluruh PB. Kebenaran-kebenaran lain yg penting telah dinyatakan oleh penulis-penulis tertentu (tapi tidak berarti bahwa kebenaran-kebenaran itu kurang layak diterima, melainkan hanyalah cara penggolongan saja). Paulus melihat di kayu salib jalan pelepasan. Manusia pada dasarnya adalah hamba dosa (Rm 6:17; 7:14), tapi dalam Kristus orang sudah menjadi merdeka (Rm 6:14, 22). Demikian pula melalui Kristus orang dimerdekakan dari daging, mereka telah menyalibkan daging' (Gal 5:24), karena 'keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh' (Gal 5:17) dan daging yg bukan dari Kristus pasti akan mati (Rm 8:13). Murka Allah nyata atas manusia yg menindas kebenaran (Rm 1:18), tapi Kristus melepaskan orang juga dari murka ini. Orang-orang percaya 'dibenarkan oleh darah-Nya', dan karena itu akan diselamatkan dari murka Allah (Rm 5:9).
Hukum Taurat dapat dipandang dari berbagai sudut, tapi menganggap hukum Taurat sebagai jalan untuk memperoleh keselamatan adalah mencelakakan. Hukum Taurat menunjukkan dosa seseorang kepada orang itu (Rm 7:7), dan bahwa memasuki persekutuan yg telah dirasuki dosa akan mematikan dia (Rm 7:9-11). Akibatnya ialah bahwa 'semua orang, yg hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk' (Gal 3:10); tapi 'Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat' (Gal 3:13). Bagi orang pada zaman purba kematian adalah musuh yg paling mengerikan, yg terhadapnya tak seorang pun dapat menang. Tapi Paulus menyanyikan lagu kemenangan dalam Kristus yg memberi kemenangan, bahkan atas maut (1 Kor 15:55-57). Jelas sekali bahwa Paulus melihat Kristus adalah Pelepas maha sanggup.
Ada banyak segi positif pendamaian. Tapi cukuplah menyebut penyelamatan, pembenaran, dan pengangkatan. Semua ini merupakan gagasan yg sangat berarti bagi Paulus. Dalam beberapa hal ia merupakan orang pertama yg menggunakan istilah-istilah tersebut. Jelas ia berpikir bahwa Kristus telah berbuat banyak untuk umat-Nya dalam kematian-Nya yg mendamaikan.
Bagi penulis Surat Ibr pemikiran utama ialah mengenai Kristus sebagai Imam Agung yg mulia. Penulis mengembangkan sepenuhnya gagasan tentang keunikan dan kesempurnaan pengorbanan Kristus. Berlawanan dengan korban-korban di atas mezbah-mezbah Yahudi yg dilayani oleh imam-imam keturunan Harun, maka korban Kristus dalam kematian-Nya adalah kekal sifatnya. Itu tidak akan pernah berubah. Kristus telah menyelesaikan tuntas segenap soal dosa manusia.
Dalam tulisan Yohanes terdapat pemikiran tentang Kristus sebagai penyataan khusus dari Bapak. Dia-lah diutus oleh Bapak, dan segala yg diperbuat-Nya harus diartikan dalam terang kenyataan ini. Jadi Yohanes melihat Kristus memenangkan pertarungan melawan kegelapan, mengalahkan si Jahat. Ia berbicara banyak tentang pelaksanaan maksud Allah dalam Kristus. Ia melihat kemuliaan yg benar pada salib di atas mana telah dilakukan pekerjaan akbar dan perkasa.
Dari semua ini jelas bahwa pendamaian berwawasan luas dan dalam. Para penulis PB berusaha sebisa mungkin menyajikan arti dari perbuatan ilahi yg agung ini, kendati dengan bahasa yg serba kurang. Ada hal-hal penting lainnya yg jumlahnya jauh lebih banyak daripada yg dikemukakan di atas. Tapi semua pokok yg telah dinyatakan itu adalah penting, dan tak boleh diabaikan. Dan janganlah sekali-kali menganggap bahwa pendamaian melulu hal negatif. Karya Kristus mengorbankan diriNya untuk menyingkirkan dosa, membuka jalan bagi kehidupan baru dalam Kristus. Dan kehidupan baru itu, buah hasil karya Kristus di atas salib, janganlah dipikirkan sebagai suatu rincian yg tak berarti. Kepada kehidupan yg baru itu tertuju segala sesuatu yg lain.
sobolimmatius@gmail.com
x
x

Kamis, 04 Juni 2020

REKONSILIAS SEBAGAI PENGGANTI

REKONSILIAS SEBAGAI PENGGANTI



Latar Belakang

        Perdamaian Yesus untuk kebaikan kitalah, dan sebagai ganti kita, Yesus Kristus menderita. Hal ini ditegaskan di sini dengan jelas dan utuh, dan dalam berbagai macam ungkapan penekanan. Kita lihat bersama-sama dengan seksama untuk memahami bahwa Yesus Kristus sebagai Tuhan yang merekonsiliasi.

1. Orang Yahudi dengan orang bukan Yahudi satu sama lain. Ia telah mempersatukan
kedua pihak, dengan memperdamaikan dua kelompok manusia ini, yang tadinya cenderung saling menyakiti, saling membenci, dan saling mengecam. Yesus telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan. Tembok itu adalah hukum keupacaraan, yang menciptakan perselisihan yang besar itu, dan menjadi lambang keistimewaan orang Yahudi. Hukum ini disebut sebagai tembok pemisah, sebagai kiasan yang merujuk pada tembok pemisah yang ada di bait Suci, yang memisahkan pelataran untuk orang bukan Yahudi dengan pelataran yang hanya boleh dimasuki oleh orang Yahudi. Jadi, dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah melenyapkan perseteruan itu (ay. 15, KJV), melalui penderitaan-Nya sebagai manusia, untuk mengangkat kuasa hukum keupacaraan yang mengikat (dengan demikian, menyingkirkan penyebab perseteruan dan jarak antara kedua kelompok tersebut), yang di sini disebut sebagai hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, karena hukum ini mencakup sekumpulan besar ritual dan upacara lahiriah, dan terdiri dari banyak ketetapan dan petunjuk mengenai sisi lahiriah dari penyembahan ilahi.

        Semua upacara hukum telah dibatalkan oleh Kristus, karena telah digenapi di dalam Dia. Dengan menyingkirkan penghalang ini, Kristus membentuk sebuah jemaat yang terdiri dari orang-orang percaya, baik Yahudi maupun bukan Yahudi. Dengan demikian, Ia menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya. Ia membentuk kedua belah pihak menjadi satu kelompok yang baru, atau kumpulan umat Allah, mempersatukan mereka dengan diri-Nya sebagai kepala mereka, setelah mereka diperbarui oleh Roh Kudus, dan sekarang telah sepakat di dalam cara penyembahan yang baru menurut Injil, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera antara kedua belah pihak yang tadinya sangat berseteru.

2. Ada suatu permusuhan antara Allah dengan orang berdosa, baik Yahudi maupun bukan Yahudi, dan Kristus datang untuk menghapuskan permusuhan itu, dan untuk mendamaikan keduanya dengan Allah (ay. 16). Dosa melahirkan perselisihan antara Allah dan manusia. Kristus datang untuk mengatasi perselisihan itu dan mengakhirinya, dengan mendamaikan orang Yahudi dan orang bukan Yahudi yang sekarang dikumpulkan dan dijadikan satu tubuh itu dengan Allah yang telah dibuat murka dan dimusuhi. Ini dilakukan-Nya melalui salib, atau melalui pengorbanan diri-Nya sendiri di atas kayu salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu. Dia, yang telah disembelih atau dikorbankan, melenyapkan perseteruan yang tadinya ada di antara Allah dan orang-orang berdosa yang malang. Rasul Paulus lebih lanjut menggambarkan keuntungan besar yang diperoleh kedua belah pihak melalui perantaraan Tuhan Yesus Kristus (ay. 17).

        Kristus, yang telah membeli damai sejahtera di atas kayu salib, datang, sebagian di dalam wujud diri-Nya sendiri, kepada orang Yahudi, yang di sini dikatakan bahwa mereka selama ini dekat, dan sebagian di dalam diri rasul-rasul-Nya, yang telah diutus-Nya untuk memberitakan Injil kepada orang bukan Yahudi, yang dikatakan bahwa mereka selama ini jauh, dalam pengertian yang telah dijelaskan sebelumnya. Dan memberitakan damai sejahtera, atau mengungkapkan syarat-syarat untuk berdamai dengan Allah dan memperoleh kehidupan kekal. Perhatikan di sini, ketika para utusan Kristus menyampaikan pesan-pesan kebenaran-Nya, pada dasarnya itu sama saja seperti Dia sendiri yang melakukannya secara langsung. Dia dikatakan memberitakan Injil melalui mereka, sehingga barangsiapa menerima mereka berarti menerima Dia, dan siapa merendahkan mereka (yang bertindak atas amanat-Nya, dan menyampaikan pesan-Nya) berarti merendahkan dan menolak Kristus sendiri. Nah, yang dihasilkan oleh damai sejahtera ini adalah kebebasan yang dimiliki oleh baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi untuk datang kepada Allah (ay. 18).

        Karena oleh Dia, di dalam nama-Nya dan oleh karena pengantaraan-Nya, kita kedua pihak beroleh jalan masuk atau izin untuk masuk ke dalam hadirat Allah, yang telah menjadi Bapa yang diperdamaikan dengan keduanya. Takhta kasih karunia didirikan bagi kita untuk kita hampiri, dan kebebasan untuk mendekat kepada takhta itu diberikan kepada kita. Jalan kita diberikan melalui Roh Kudus. Kristus membeli bagi kita izin untuk datang kepada Allah, sedangkan Roh memberi kita hati yang rindu untuk datang dan kekuatan untuk datang, bahkan memberikan kasih karunia agar kita dapat melayani Allah dalam perkenan-Nya. Perhatikan, kita mendekat kepada Allah, melalui Yesus Kristus, dengan pertolongan Roh Kudus. Setelah jemaat Efesus diubahkan, dan memiliki kebebasan begitu rupa untuk menghampiri Allah, seperti halnya orang Yahudi, dan yang diberikan oleh Roh yang sama, mereka diberi tahu oleh Rasul Paulus, demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang (ay. 19). Ini disebutkannya untuk mempertentangkan apa yang dikatakannya mengenai mereka ketika mereka masih kafir, bahwa sekarang mereka bukan lagi tidak termasuk kewargaan Israel, dan tidak lagi seperti yang cenderung dikatakan oleh orang Yahudi mengenai semua bangsa di bumi selain mereka sendiri (yaitu, bahwa mereka adalah orang asing di hadapan Allah), melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, maksudnya, anggota jemaat Kristus, dan berhak menerima semua keistimewaan sebagai jemaat Kristus.

        Perhatikan, di sini jemaat diibaratkan sebagai sebuah kota, dan setiap orang berdosa yang diubahkan bebas untuk tinggal di kota itu. Jemaat juga diibaratkan sebagai sebuah rumah, dan setiap orang berdosa yang diubahkan menjadi penghuni rumah itu, menjadi anggota keluarga, hamba dan anak di dalam rumah Allah. Di ayat 20, jemaat diumpamakan sebagai sebuah bangunan. Para rasul dan nabi adalah dasar dari bangunan itu. Mereka disebut demikian dalam pengertian sampingan, karena Kristus sendirilah yang merupakan dasar yang utama. Namun lebih baik kita menafsirkannya sebagai ajaran yang disampaikan oleh para nabi Perjanjian Lama dan para rasul Perjanjian Baru. Kelanjutan dari pernyataan ini adalah, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia, baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi bertemu, dan menjadi satu jemaat, dan Kristus menopang bangunan itu dengan kekuatan-Nya. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, dst. (ay. 21). Semua orang percaya, yang membentuk seluruh bangunan itu, karena dipersatukan kepada Kristus melalui iman, dan dipersatukan di antara mereka sendiri melalui kasih Kristen, menjadi bait Allah yang kudus, menjadi kumpulan yang suci, di mana di dalamnya ada banyak persekutuan antara Allah dan umat-Nya. Seperti di dalam Bait Suci, mereka menyembah dan melayani Dia, sedangkan Ia menampakkan diri-Nya kepada mereka. Mereka mempersembahkan korban rohani kepada Allah, dan Ia mencurahkan berkat dan perkenan-Nya kepada mereka.

        Karena itu, bangunan ini, berdasarkan sifatnya, adalah sebuah bait, bait yang kudus. Karena jemaat merupakan tempat di mana Allah telah memilih untuk menaruh nama-Nya, dan jemaat menjadi bait yang seperti itu oleh kasih karunia dan kekuatan yang diturunkan dari-Nya sendiri – di dalam Tuhan. Karena dibangun di atas Kristus sebagai batu fondasinya, dan dipersatukan di dalam Kristus sebagai batu penjurunya, pada akhirnya jemaat secara keseluruhan akan dipermuliakan di dalam Dia sebagai batu penutup: Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan, dst. (ay. 22). Perhatikan, bukan hanya jemaat secara keseluruhan yang disebut sebagai bait Allah, tetapi juga jemaat yang berdiri sendiri. Dan bahkan setiap orang percaya yang sejati adalah bait Allah yang hidup, menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh. Sekarang Allah berdiam di dalam diri setiap orang percaya, karena mereka telah menjadi bait Allah melalui pekerjaan Roh yang mulia. Sekarang Dia tinggal di dalam mereka, supaya ini menjadi jaminan bahwa mereka tinggal bersama dengan Dia sampai pada kekekalan.


Ev. Matius Sobolim M. Th. 

DIDAMAIKAN ITU PENGGENAPAN NUBUATAN

DIDAMAIKAN ITU PENGGENAPAN NUBUATAN 

Ev. Matius Sobolim, M. Th.


1. Dinubuatkan.  Yesaya 53:5; Dan 9:24; (TB)  Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. 

I. Gambaran lebih jauh tentang penderitaan-penderitaan Kristus. Sebelumnya banyak yang sudah dikatakan, tetapi di sini lebih banyak lagi yang dikatakan, tentang keadaan rendah dan hina dina yang di dalamnya Ia menurunkan dan merendahkan diri-Nya, dan Ia taat hidup dalam keadaan itu bahkan sampai mati di kayu salib.

1. Ia ditimpa kesedihan dan kesengsaraan. Ia bertumbuh akrab dengan kesedihan dan kesengsaraan, dan tidak patang mundur karenanya. Jikalau kesedihan dan kesengsaraan diberi kepada-Nya maka Ia menanggungnya, dan tidak mempersalahkan garis hidup-Nya. Ia memikulnya, dan tidak undur darinya atau tenggelam di dalamnya. Beban itu berat dan jalannya panjang, namun Ia tidak lelah, tetapi bertahan sampai pada akhirnya, sampai Ia berkata, sudah selesai.

2. Ia terkena pukulan dan memar. Ia kena tulah, dipukul dan ditindas. Kesengsaraan-Nya meremukkan Dia. Ia merasa sakit dan pedih karena kesengsaraan itu memukul-Nya pada bagian yang paling lembut, terutama ketika Allah dihina, dan ketika Ia meninggalkan-Nya di atas kayu salib. Selama ini Ia dipukul dengan lidah, ketika orang mencari-cari kesalahan-Nya dan menentang Dia, menjelek-jelekkan nama-Nya, dan mengatakan segala macam yang jahat melawan-Nya. Pada akhirnya Ia dipukul dengan tangan, hantaman demi hantaman.

3. Ia dihiasi luka dan bilur-bilur. Ia dicambuk, bukan dengan batasan yang penuh belas kasihan dari hukum Yahudi, yang tidak boleh memberikan lebih dari empat puluh cambukan kepada penjahat-penjahat yang paling jahat, melainkan sesuai kebiasaan bangsa Romawi. Dan cambukan terhadap-Nya, tidak diragukan lagi, semakin keras lagi karena Pilatus meniatkannya sebagai padanan untuk penyaliban-Nya, namun ternyata itu hanya pendahuluan untuknya. Tangan, kaki, dan lambung-Nya terluka. Meskipun sudah digariskan sedemikian rupa supaya tak satu pun dari tulang-Nya dipatahkan, namun di bagian tubuh-Nya yang mana pun hampir tidak ada kulit yang utuh (betapa kita suka tidur dengan berbalut kulit yang utuh, sekalipun kita dipanggil untuk menderita bagi Dia). Sebaliknya, dari atas kepala-Nya, yang dimahkotai duri, sampai dengan telapak kaki-Nya, yang dipaku di kayu salib, tidak ada yang tampak selain luka-luka dan memar.

4. Ia diperlakukan secara tidak adil dan dilecehkan (ay. 7): Dia dianiaya, dilukai dan diperlakukan dengan kasar. Apa yang dituduhkan kepada-Nya, sama sekali Ia tidak bersalah atasnya. Apa yang ditimpakan kepada-Nya, tidak pantas Ia dapatkan, dan atas kedua hal ini Ia dianiaya dan dilukai. Dia ditindas baik dalam pikiran maupun tubuh. Karena dianiaya, Ia memasukkannya ke dalam hati, dan walaupun sabar, Ia tidak berlaku bodoh di bawah penganiayaan itu, tetapi berbagi air mata dengan orang-orang yang teraniaya, yang tidak mempunyai penghibur, sebab di pihak orang-orang yang menindas ada kekuasaan (Pkh. 4:1). Penindasan adalah penderitaan yang pedih. Penindasan sudah membodohkan banyak orang berhikmat (Pkh. 7:7). Tetapi Yesus Tuhan kita, meskipun dianiaya, ditindas, tetap menguasai jiwa-Nya.

5. Dia diadili dan dipenjarakan, seperti yang tersirat dalam pernyataan, sesudah penahanan dan penghukuman Ia terambil (ay. 8). Karena Allah menjadikan Dia dosa untuk kita, Ia didakwa sebagai penjahat. Ia ditangkap dan dibawa ke dalam penjara, dan dijadikan tahanan. Ia dihakimi, dituduh, diadili, dan dihukum sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku: Allah mengajukan tuntutan terhadap-Nya, menghakimi Dia sesuai dengan tuntutan itu, dan mengurung-Nya di dalam penjara kubur, yang di depan gerbangnya sebuah batu digulingkan dan dijadikan segel.

6. Ia terputus oleh kematian yang terlalu dini dari negeri orang-orang hidup, meskipun Ia sudah menjalani hidup yang paling berguna, melakukan begitu banyak perbuatan baik, dan semuanya itu sedemikian rupa sehingga orang akan cenderung berpikir bahwa karena beberapa dari perbuatan baik itulah mereka melempari-Nya dengan batu. Ia terkena tulah sampai mati, sampai ke kubur yang di situ Ia berbaring di antara orang-orang fasik (sebab Ia disalibkan di antara dua pencuri, seolah-olah Dialah yang paling buruk dari ketiganya), namun juga terbaring di antara orang-orang kaya (KJV), sebab Ia dimakamkan di sebuah makam milik Yusuf, seorang anggota Majelis Besar yang terhormat. Ia meninggal dengan orang fasik, dan sesuai dengan cara yang biasa dipakai untuk menangani penjahat seharusnya Ia dikuburkan bersama-sama mereka di tempat di mana Ia disalibkan. Walaupun begitu, Allah di sini sudah menyatakannya sebelumnya, dan pemeliharaan ilahi sudah mengaturnya, bahwa Ia akan dikuburkan bersama orang-orang yang tidak bersalah, dengan orang-orang kaya, sebagai tanda pembedaan antara Dia dan orang yang benar-benar pantas mati, bahkan dalam penderitaan-penderitaan-Nya.

II. Gambaran penuh tentang makna dari penderitaan-penderitaan-Nya. Suatu misteri yang sangat besar bahwa orang yang sedemikian luhur harus mengalami penderitaan-penderitaan yang begitu keras. Dan wajarlah bila orang bertanya dengan terheran-heran, “Bagaimana terjadinya? Kejahatan apa yang telah dilakukan-Nya?” Musuh-musuh-Nya sungguh memandang Dia sebagai orang yang pantas menderita karena kejahatan-kejahatan-Nya. Dan, meskipun mereka tidak bisa mendakwakan apa-apa kepada-Nya, mereka mengira Dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah (ay. 4). Karena mereka membenci-Nya, dan menganiaya-Nya, mereka berpikir bahwa Allah yang berbuat demikian, bahwa Dia adalah musuh Allah dan Allah melawan Dia. Oleh karena itulah mereka menjadi lebih geram lagi terhadap-Nya, sambil berkata, Allah telah meninggalkan Dia, kejar dan tangkaplah Dia (Mzm. 71:11). Orang-orang yang pantas dipukul, dipukul oleh Allah, sebab karena Dialah para pembesar menetapkan keadilan. Seperti itulah mereka memandang-Nya kena pukul, pantas dijatuhi hukuman mati sebagai penghujat, penipu, dan musuh Kaisar. Orang-orang yang melihat-Nya tergantung di kayu salib tidak berusaha mencari tahu baik buruknya perkara-Nya, tetapi menganggap benar begitu saja bahwa Ia bersalah atas segala hal yang dituduhkan kepada-Nya dan bahwa karena itu pembalasan menuntut untuk tidak membiarkan-Nya hidup. Demikian pulalah teman-teman Ayub menganggap dia dipukul Allah, karena ada sesuatu yang tidak biasa dalam penderitaan-penderitaannya. Memang benar bahwa Kristus dipukul Allah (ay. 10) (atau, seperti sebagian orang membacanya, Ia adalah orang kepunyaan Allah yang dipukul dan dibuat menderita, Anak Allah, meskipun dipukul dan menderita), tetapi tidak dalam arti yang dimaksudkan orang-orang itu. Sebab, meskipun Ia menanggung derita semua ini,

1. Ia tidak pernah sedikit pun berbuat sesuatu yang pantas mendapat perlakuan keras seperti itu. Ia dituduh menyesatkan bangsa dan menabur hasutan, tetapi itu betul-betul keliru. Ia tidak berbuat kekerasan, sebaliknya, Ia berkeliling sambil berbuat baik. Dan, Ia disebut sebagai si penyesat, tetapi tidak pantaslah Ia digambarkan dengan watak itu. Karena tipu tidak ada dalam mulut-Nya (ay. 9), dan pada ayat inilah Rasul Petrus merujuk (1Ptr. 2:22). Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ia tidak pernah melakukan pelanggaran baik dalam perkataan maupun perbuatan, dan musuh-musuh-Nya pun tidak dapat menerima tantangan-Nya ini untuk menjawab, siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Hakim yang menghukum-Nya mengakui bahwa ia tidak menemukan kesalahan pada-Nya, dan perwira yang menjalankan hukuman atas-Nya mengakui dengan yakin bahwa Dia adalah orang benar.

2. Dalam penderitaan-Nya Ia berperilaku sedemikian rupa sehingga tampak benar bahwa Ia tidak menderita sebagai penjahat. Sebab, meskipun dianiaya dan membiarkan diri ditindas, Dia tidak membuka mulut-Nya (ay. 7), bahkan untuk membela diri sekalipun. Sebaliknya, Ia dengan bebas menawarkan diri untuk menderita dan mati bagi kita, dan sama sekali tidak menunjukkan keberatan. Hal ini menghilangkan aib salib, bahwa Ia dengan sukarela menyerahkan diri pada salib, untuk tujuan-tujuan yang agung dan kudus. Dengan hikmat-Nya Ia bisa saja menghindari hukuman itu, dan dengan kuasa-Nya Ia bisa saja menolak pelaksanaan hukuman itu. Tetapi ada tertulis demikian: Mesias harus menderita. Tugas ini Dia terima dari Bapa-Nya, dan karena itu Ia digiring seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian, tanpa kesulitan atau keengganan (Dia adalah Anak Domba Allah). Dan seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, bahkan di depan tukang jagal, demikianlah Ia tidak membuka mulut-Nya, yang menunjukkan bukan hanya kesabaran-Nya menghadapi penderitaan yang patut diteladani (Mzm. 39:10), dan kelemah-lembutan-Nya dalam menerima celaan (Mzm. 38:14), melainkan juga kepatuhan-Nya yang dilakukan dengan riang hati terhadap kehendak Bapa-Nya. Bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi. Sungguh, Aku datang. Dengan kehendak ini kita dikuduskan, bahwa Dia menjadikan jiwa-Nya sendiri, nyawa-Nya sendiri, sebagai korban bagi dosa kita.

3. Untuk kebaikan kitalah, dan sebagai ganti kita, Yesus Kristus menderita. Hal ini ditegaskan di sini dengan jelas dan utuh, dan dalam berbagai macam ungkapan penekanan.

(1) Sudah pasti bahwa kita semua bersalah di hadapan Allah. Kita semua telah berbuat dosa, dan telah kehilangan kemuliaan Allah (ay. 6): Kita sekalian sesat seperti domba, yang satu maupun yang lain. Seluruh bangsa manusia berbaring di bawah noda kerusakan asali, dan setiap orang terdakwa dengan banyak pelanggaran. Kita semua sudah tersesat dari Allah sebagai pemilik kita yang sah, mengasingkan diri dari Dia, dari tujuan-tujuan yang dirancangkan-Nya supaya kita bergerak ke arahnya, dan dari jalan yang ditetapkan-Nya supaya kita berjalan di dalamnya. Kita telah sesat seperti domba, yang cenderung berkeliaran, dan tidak bisa, kalau sudah tersesat, menemukan kembali arah jalan pulang. Itulah watak kita yang sebenarnya. Kita cenderung menyimpang dari Allah, tetapi juga tidak dapat kembali sendiri kepada-Nya. Hal ini disebutkan bukan hanya sebagai kejanggalan kita (bahwa kita tersesat dari padang rumput hijau dan menjadikan diri rentan dimangsa binatang buas), melainkan juga sebagai kesalahan kita. Kita membuat pelanggaran terhadap Allah dengan berjalan sesat dari-Nya, sebab kita sekalian menyimpang ke jalan kita masing-masing, dan dengan demikian menegakkan diri kita sendiri, dan kehendak kita sendiri, bertanding melawan Allah dan kehendak-Nya, yang merupakan kejahatan dosa. Bukannya berjalan dengan taat di jalan Allah, kita telah menyimpang secara sengaja dan keras kepala ke jalan kita sendiri, jalan yang disenangi hati kita sendiri, jalan yang kepadanya kita dipimpin oleh hawa nafsu kita yang bobrok. Kita sudah menegakkan diri untuk menjadi tuan atas diri kita sendiri, menjadi pengukir kehidupan kita sendiri, untuk melakukan apa yang kita mau dan mendapatkan apa yang kita ingini. Sebagian orang berpendapat bahwa itu menyiratkan jalan kita yang jahat, yang dibedakan dari jalan orang lain yang jahat. Para pendosa memiliki kesalahan mereka sendiri, dosa yang mereka sayangi, yang begitu mudah merintangi mereka, jalan mereka sendiri yang jahat, yang secara khusus mereka sukai dan yang dengannya mereka memberkati diri sendiri.

(2) Dosa-dosa kita adalah penderitaan dan kesengsaraan kita (ay. 4, KJV) atau, seperti yang dapat dibaca, penyakit dan luka-luka kita. Septuaginta membacanya, dosa-dosa kita, demikian pula dengan Rasul Petrus (1Ptr. 2:24). Kebobrokan-kebobrokan kita yang asali adalah sakit penyakit jiwa, keengganan yang sudah menjadi kebiasaan. Perbuatan-perbuatan kita yang melanggar adalah luka-luka jiwa, yang melukai hati nurani, jika tidak menghanguskan dan menumpulkannya. Atau dosa-dosa kita disebut sebagai penderitaan dan kesengsaraan kita, karena semua penderitaan dan kesengsaraan kita terjadi karena dosa-dosa kita, dan dosa-dosa kita pantas diganjar dengan segala penderitaan dan kesengsaraan kita, bahkan yang berada di luar batas dan bersifat kekal.

(3) Yesus Tuhan kita ditunjuk dan benar-benar melaksanakan karya penebusan dengan mempersembahkan diri-Nya sebagai korban bagi dosa-dosa kita, dan dengan demikian menyelamatkan kita dari hukuman akibat dosa.

[1] Ia ditunjuk untuk melakukannya, oleh kehendak Bapa-Nya, sebab TUHAN telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita sekalian. Allah memilih Dia untuk menjadi Juruselamat orang-orang berdosa yang malang, dan ingin supaya Dia menyelamatkan mereka dengan cara ini, dengan menanggung dosa-dosa mereka dan hukuman bagi dosa-dosa itu. Bukan idem – dengan cara yang sama yang seharusnya kita menderita, melainkan tantundem – apa yang lebih daripada yang sepadan untuk mempertahankan kehormatan dari kekudusan dan keadilan Allah dalam memerintah dunia. Cermatilah di sini, pertama, dengan cara apa kita diselamatkan dari kehancuran yang, karena dosa, akan menimpa kita, yaitu dengan menimpakan dosa-dosa kita pada Kristus, seperti dosa-dosa si pembawa korban ditimpakan pada korbannya, dan dosa-dosa seluruh Israael ditimpakan pada kambing jantan. Dosa-dosa kita dibuat untuk dipertemukan pada-Nya (demikian dalam tafsiran yang agak luas). Dosa-dosa semua orang yang akan diselamatkan-Nya, dari segala tempat dan di setiap zaman, bertemu pada-Nya, dan Ia dipertemukan dengan dosa-dosa itu. Dosa-dosa itu dibuat untuk jatuh menimpa-Nya (demikian sebagian orang membacanya), seperti orang-orang yang menyerbu Dia dengan pedang dan pentung untuk menangkap-Nya. Ditimpakannya dosa-dosa kita pada Kristus berarti diambilnya dosa-dosa itu dari kita. Kita tidak akan jatuh di bawah kutuk hukum Taurat jika kita berserah pada anugerah Injil. Dosa-dosa kita ditimpakan pada Kristus ketika Ia dibuat menjadi dosa (yaitu korban penghapus dosa) karena kita, dan menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan menjadi kutuk karena kita. Dengan demikian Ia menempatkan diri-Nya untuk mampu memberi kemudahan bagi orang-orang yang datang kepada-Nya dengan beban berat dosa. Lihat Mazmur 40:7-13. Kedua, oleh siapa hal ini ditetapkan. Tuhanlah yang menimpakan kejahatan-kejahatan kita pada Kristus. Tuhan merancangkan cara pendamaian dan keselamatan ini, dan Ia menerima korban pengganti yang akan dipersembahkan Kristus. Kristus diserahkan ke dalam maut oleh maksud dan rencana Allah. Tak seorang pun kecuali Allah yang mempunyai kuasa untuk menimpakan dosa-dosa kita pada Kristus, baik karena dosa itu diperbuat melawan Dia, dan kepada Allah-lah korban pemuasan harus dipersembahkan, maupun karena Kristus, yang kepada-Nya kejahatan itu akan ditimpakan, adalah Anak-Nya sendiri, Anak dari kasih-Nya, Yesus Anak-Nya yang kudus, yang tidak mengenal dosa. Ketiga, untuk siapa pendamaian ini dibuat. Kejahatan kita sekalianlah yang ditimpakan kepada Kristus. Sebab di dalam Kristus ada kebaikan yang memadai untuk keselamatan semua orang, dan penawaran yang sungguh-sungguh untuk keselamatan itu diberikan kepada semua orang, tanpa terkecuali, selain mereka yang mengecualikan diri mereka sendiri. Ini berarti bahwa jalan ini adalah satu-satu- nya jalan keselamatan. Semua orang yang dibenarkan, dibenarkan karena dosa-dosa mereka ditimpakan kepada Yesus Kristus. Dan, meskipun dosa itu begitu banyak, Ia sanggup menanggung beban semuanya.

[2] Ia mengambil tindakan untuk melakukannya. Allah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita. Tetapi apakah Kristus setuju melakukannya? Ya, benar. Sebab menurut sebagian orang, pembacaan yang benar untuk kata-kata berikutnya (ay. 7) adalah, hal itu dituntut, dan Ia memenuhi tuntutan itu. Keadilan ilahi menuntut korban pemuasan atau penebusan bagi dosa-dosa kita, dan Kristus bersedia memberikan korban pemuasan itu. Ia menjadi jaminan kita, bukan sebagai jaminan yang dari awal sama-sama terikat dengan kita, melainkan sebagai jaminan bahwa si terdakwa akan memenuhi tuntutan hukum: “Timpakanlah kutukan itu kepada-Ku, ya Bapa-Ku.” Dan karena itu, ketika ditangkap, Ia mengajukan syarat kepada orang-orang yang ke dalam tangan mereka Ia menyerahkan diri, yaitu bahwa murid-murid-Nya harus diperbolehkan pergi: Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi (Yoh. 18:8). Dengan tindakan-Nya sendiri secara sukarela, Ia menjadikan diri-Nya bertanggung jawab atas utang kita, dan untung bagi kita bahwa Ia bertanggung jawab. Dengan demikian Ia mengembalikan apa yang tidak dirampas-Nya.

(4) Setelah mengambil utang kita, Ia menjalani hukumannya. Salomo berkata: Sangat malanglah orang yang menanggung orang lain. Kristus, karena menjadi tanggungan bagi kita, betul-betul tertimpa kemalangan karenanya.

1. Penyakit kitalah yang ditanggung-Nya, dan kesengsaraan kita yang dipikul-Nya (ay. 4). Ia tidak hanya tunduk pada kelemahan-kelemahan yang biasanya ada dalam kodrat manusia, dan pada malapetaka-malapetaka yang biasanya menimpa kehidupan manusia, yang sudah dibawa masuk oleh dosa, tetapi juga menjalani kesedihan-kesedihan di luar batas, ketika Ia berkata, hati-Ku sangat sedih. Ia membuat kesengsaraan-kesengsaraan pada saat ini menjadi berat untuk diri-Nya sendiri, supaya Ia bisa membuatnya ringan dan mudah untuk kita. Dosa adalah ipuh dan racun dalam penderitaan dan kesengsaraan. Kristus menanggung dosa-dosa kita, dan dengan demikian menanggung penyakit kita, mengambilnya dari kita, supaya kita tidak tertekan melebihi kemampuan kita. Hal ini dikutip dalam 17 untuk menjelaskan belas kasihan Kristus terhadap orang-orang sakit yang datang kepada-Nya untuk disembuhkan dan kuasa yang dikerahkan-Nya untuk menyembuhkan mereka.

2. Imelakukan ini dengan menderita bagi dosa-dosa kita (ay. 5): Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, untuk mengadakan pendamaian atas pemberontakan kita dan mengadakan tebusan bagi kita demi mendapatkan pengampunan atas pemberontakan kita itu. Dosa-dosa kita adalah duri di kepala-Nya, paku di tangan dan kaki-Nya, dan tombak di lambung-Nya. Luka dan memar adalah akibat-akibat dosa, apa yang pantas kita dapatkan dan apa yang kita timpakan pada diri kita sendiri (1:6). Luka dan memar ini, meskipun sangat menyakitkan, tidak akan mematikan. Kristus tertikam oleh karena pemberontakan kita, tersiksa atau menderita (kata yang digunakan adalah rasa sakit seorang perempuan yang sedang melahirkan) karena perlawanan dan pemberontakan kita. Dia diremukkan, atau dihancurkan, oleh karena kejahatan kita. Kejahatan kitalah yang menyebabkan kematian-Nya. Maksud yang sama juga dikatakan dalam ayat 8, karena pemberontakan umat-Ku Ia kena tulah, pukulan yang seharusnya menghantam kita dikenakan kepada-Nya. Dan demikianlah sebagian orang membacanya, Ia terputus karena kejahatan umat-Ku, yang kepada merekalah pukulan itu seharusnya, atau sepantasnya, dikenakan. Ia telah diserahkan pada kematian karena pelanggaran kita (Rm. 4:25). Itulah sebabnya dikatakan sesuai dengan Kitab Suci, sesuai dengan bacaan ini, bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita (1Kor. 15:3). Sebagian orang membacanya, karena pemberontakan umat-Ku, yaitu karena tangan fasik orang-orang Yahudi, yang mengaku sebagai umat Allah, Ia dipukul, disalibkan, dan dibunuh (Kis. 2:23). Akan tetapi, tidak diragukan lagi, kita harus memahaminya dalam pengertian sebelumnya, yang sangat diperkuat oleh nubuat malaikat tentang pekerjaan Mesias, yang secara khidmat disampaikan kepada Daniel, bahwa Ia akan melenyapkan kefasikan, mengakhiri dosa, dan menghapuskan kesalahan (Dan. 9:24).

(5) Yang dihasilkan dari hal ini bagi kita adalah damai sejahtera dan kesembuhan kita (ay. 5).

[1] Dengan cara ini kita memperoleh damai sejahtara: Ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepada-Nya. Dia, dengan tunduk pada ganjaran-ganjaran ini, menghancurkan permusuhan, dan menegakkan persahabatan, antara Allah dan manusia. Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib-Nya. Walaupun karena dosa kita sudah menjadi menjijikkan bagi kekudusan Allah dan mengundang murka bagi keadilan-Nya, melalui Kristus Allah diperdamaikan dengan kita, dan tidak hanya mengampuni dosa-dosa kita dan menyelamatkan kita dari kehancuran, tetapi juga membawa kita ke dalam persahabatan dan persekutuan dengan diri-Nya. Dengan demikian damai sejahtera (yaitu semua yang baik) datang kepada kita (Kol. 1:20). Dialah damai sejahtera kita (Ef. 2:14). Kristus menderita kesakitan supaya kita bisa tenang. Ia memberikan kepuasan pada keadilan Allah supaya kita mendapat kepuasan dalam pikiran kita sendiri, supaya hati kita gembira, karena mengetahui bahwa melalui Dia dosa-dosa kita diampuni.

[2] Dengan cara ini kita menerima kesembuhan, sebab oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh. Dosa bukan hanya sebuah kejahatan, yang karenanya kita dihukum mati dan yang untuknya Kristus mengadakan penebusan untuk memperoleh pengampunan bagi kita, melainkan juga sebuah penyakit, yang berkuasa langsung mematikan jiwa kita dan yang kesembuhan darinya disediakan Kristus untuk kita. Oleh bilur-bilur-Nya (yaitu penderitaan-penderitaan yang dijalani-Nya) Ia memperoleh bagi kita Roh dan anugerah Allah untuk mematikan kebobrokan-kebobrokan kita, yang merupakan penyakit jiwa kita, dan membuat jiwa kita ada dalam keadaan yang sehat, supaya jiwa kita layak melayani Allah dan siap untuk menikmati-Nya. Dengan ajaran salib Kristus, dan alasan-alasan kuat yang dengannya kita diperlengkapi untuk melawan dosa, kuasa dosa dihancurkan dalam diri kita dan kita dibentengi terhadap apa yang menimbulkan penyakit.

(6) Yang dihasilkan dari hal ini bagi Kristus adalah kebangkitan dan pengangkatan-Nya pada kehormatan yang kekal. Hal ini membuat salib sama sekali bukan batu sandungan lagi. Ia menyerahkan diri-Nya untuk mati sebagai korban, sebagai anak domba. Dan untuk membuatnya jelas bahwa korban yang dipersembahkan-Nya, yaitu diri-Nya sendiri, diterima, kita diberi tahu di sini (ay. 8),

[1] Bahwa Ia dibebaskan: Sesudah penahanan dan penghukuman Ia terambil. Walaupun Ia dipenjara di dalam kubur di bawah hukum peradilan manusia, berbaring di sana karena ditangkap untuk utang kita, dan penghakiman tampaknya diberikan melawan-Nya, namun dengan perintah langsung dari sorga Ia diambil dari penjara kubur itu. Seorang malaikat diiutus dengan tujuan untuk menggulingkan batu di depan kubur dan membebaskan-Nya, yang dengannya penghakiman yang diberikan terhadap-Nya dibalikkan dan dicabut. Hal ini tidak hanya mendatangkan kehormatan bagi-Nya, melainkan juga penghiburan bagi kita. Sebab, setelah diserahkan karena pelanggaran kita, Ia dibangkitkan karena pembenaran kita. Jaminan dilepas berarti utang dihapus.

[2] Bahwa Ia diberi keutamaan: Tentang nasib-Nya siapakah yang memikirkannya? (KJV: Siapakah yang dapat memberitahukan keturunan-Nya). Siapakah yang dapat memberitahukan umur-Nya, atau keberlangsungan (demikian yang diartikan dari kata itu), masa hidup-Nya? Dia bangkit dan tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia. Dia yang telah mati sekarang hidup, dan hidup sampai selama-lamanya. Dan siapa yang dapat menggambarkan kekekalan yang ke dalamnya Ia bangkit, atau menghitung tahun-tahun dan masa-masanya? Dan Dia diangkat pada kehidupan kekal ini oleh karena pelanggaran umat-Nya, yang untuknya Ia menjadi taat sampai mati. Kita dapat memandangnya sebagai sesuatu yang menunjukkan masa kebergunaan-Nya, seperti Daud yang dikatakan melayani angkatannya, dan dengan demikian memenuhi tujuan hidup. Siapa yang bisa menyatakan betapa Kristus dengan kematian dan kebangkitan-Nya akan menjadi berkat yang besar bagi dunia? Sebagian orang memahami keturunannya sebagai keturunan rohani-Nya: Siapa yang dapat menghitung sejumlah besar orang yang bertobat, yang melalui Injil akan dilahirkan bagi-Nya, seperti embun di pagi hari?

Ketika ditinggikan seperti itu

Ia akan hidup untuk melihat

keturunan yang percaya dari anak-anak angkat-Nya, yang tak terhitung banyaknya;

bangsa yang ilahi yang melebihi bintang-bintang yang menghiasi ketinggian langit.

– Sir R. Blackmore

Mengenai keturunan-Nya ini, marilah kita berdoa, seperti Musa berdoa bagi Israel, TUHAN, Allah nenek moyang kami, kiranya menambahi mereka seribu kali lagi dari jumlah mereka sekarang dan memberkati mereka seperti yang dijanjikan-Nya kepada mereka (Ul. 1:11).


2. Dikabarkan oleh para malaikat pada waktu kelahiran Kristus (Lukas 2:14). Biarlah
manusia memperoleh sukacita ini: damai sejahtera di bumi, kehendak baik bagi manusia (KJV). Kehendak baik Allah dalam mengirim Sang Mesias membawa serta damai sejahtera di dunia bawah ini, mematahkan perseteruan yang ditimbulkan dosa antara Allah dan manusia, dan menetapkan kembali hubungan damai di antara keduanya.

Jika Allah berdamai dengan kita, semua damai sejahtera akan mengalir dari situ: hati nurani yang damai, damai dengan para malaikat, damai di antara bangsa Yahudi dan bangsa bukan-Yahudi. Damai di sini adalah bagi semua kebaikan, semua yang baik yang mengalir dari penjelmaan Kristus. Semua kebaikan yang kita miliki atau yang kita harapkan, semuanya bersumber pada kehendak baik atau perkenan Allah.

Dan jika kita mendapatkan penghiburan dari semua kebaikan itu, maka Dia harus memperoleh kemuliaan atas semuanya itu. Dan oleh karena itu juga, tidak akan ada damai sejahtera dan kebaikan dapat diperoleh melalui cara yang tidak sejalan dengan kemuliaan Allah, tidak melalui jalan dosa atau jalan lain apa pun, selain melalui seorang Pengantara. Inilah damai yang dinyatakan dengan penuh kekhidmatan. Karena itu, siapa pun yang mau, biarlah mereka datang dan menerima manfaat dari perdamaian yang ditawarkan Allah. Itulah damai sejahtera di bumi bagi manusia yang berkehendak baik (begitulah terjemahan beberapa salinan naskah), en anthrōpois eudokias; bagi manusia yang memiliki kehendak baik kepada Allah dan yang bersedia diperdamaikan, atau bagi manusia yang kepadanya Allah berkenan atau menyatakan kehendak baik-Nya, karena belas kasihan-Nya.

Lihatlah betapa tergugahnya perasaan para malaikat bagi manusia, akan kesejahteraan dan kebahagiaannya. Betapa senangnya para malaikat atas penjelmaan Anak Allah, walaupun Ia tidak mengambil rupa mereka. Jadi, tidakkah hati kita akan lebih tergugah lagi karena hal itu? Ini adalah pernyataan kesetiaan, yang disaksikan dan dibenarkan oleh kawanan malaikat yang tak terhitung jumlahnya, dan layak untuk diterima dengan baik, yaitu bahwa kehendak baik atau perkenan Allah kepada manusia adalah kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi, dan damai sejahtera di bumi.

3. Menghapuskan surat hutang dengan semua ketentuan-
ketentuannya perlu untuk;  Tubuh yang satu itu pertama-tama tubuh jasmaniah Kristus sendiri yang dikorbankan di salib, Kol 1:22; tetapi selanjutnya tubuh itu juga Tubuh "Mistik" Kristus, di mana bersatu-padulah seluruh anggota yang diperdamaikan satu sama lain, (Ef 2:16; Kol 2:14; 1Ko 12:12). 

1. Orang Yahudi dengan orang bukan Yahudi satu sama lain. Ia telah mempersatukan kedua pihak, dengan memperdamaikan dua kelompok manusia ini, yang tadinya cenderung saling menyakiti, saling membenci, dan saling mengecam. Yesus telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan. Tembok itu adalah hukum keupacaraan, yang menciptakan perselisihan yang besar itu, dan menjadi lambang keistimewaan orang Yahudi. Hukum ini disebut sebagai tembok pemisah, sebagai kiasan yang merujuk pada tembok pemisah yang ada di bait Suci, yang memisahkan pelataran untuk orang bukan Yahudi dengan pelataran yang hanya boleh dimasuki oleh orang Yahudi. Jadi, dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah melenyapkan perseteruan itu (ay. 15, KJV), melalui penderitaan-Nya sebagai manusia, untuk mengangkat kuasa hukum keupacaraan yang mengikat (dengan demikian, menyingkirkan penyebab perseteruan dan jarak antara kedua kelompok tersebut), yang di sini disebut sebagai hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, karena hukum ini mencakup sekumpulan besar ritual dan upacara lahiriah, dan terdiri dari banyak ketetapan dan petunjuk mengenai sisi lahiriah dari penyembahan ilahi. Semua upacara hukum telah dibatalkan oleh Kristus, karena telah digenapi di dalam Dia. Dengan menyingkirkan penghalang ini, Kristus membentuk sebuah jemaat yang terdiri dari orang-orang percaya, baik Yahudi maupun bukan Yahudi. Dengan demikian, Ia menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya. Ia membentuk kedua belah pihak menjadi satu kelompok yang baru, atau kumpulan umat Allah, mempersatukan mereka dengan diri-Nya sebagai kepala mereka, setelah mereka diperbarui oleh Roh Kudus, dan sekarang telah sepakat di dalam cara penyembahan yang baru menurut Injil, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera antara kedua belah pihak yang tadinya sangat berseteru.

2. Ada suatu permusuhan antara Allah dengan orang berdosa, baik Yahudi maupun bukan Yahudi, dan Kristus datang untuk menghapuskan permusuhan itu, dan untuk mendamaikan keduanya dengan Allah (ay. 16). Dosa melahirkan perselisihan antara Allah dan manusia. Kristus datang untuk mengatasi perselisihan itu dan mengakhirinya, dengan mendamaikan orang Yahudi dan orang bukan Yahudi yang sekarang dikumpulkan dan dijadikan satu tubuh itu dengan Allah yang telah dibuat murka dan dimusuhi. Ini dilakukan-Nya melalui salib, atau melalui pengorbanan diri-Nya sendiri di atas kayu salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.

Dia, yang telah disembelih atau dikorbankan, melenyapkan perseteruan yang tadinya ada di antara Allah dan orang-orang berdosa yang malang. Rasul Paulus lebih lanjut menggambarkan keuntungan besar yang diperoleh kedua belah pihak melalui perantaraan Tuhan Yesus Kristus (ay. 17). Kristus, yang telah membeli damai sejahtera di atas kayu salib, datang, sebagian di dalam wujud diri-Nya sendiri, kepada orang Yahudi, yang di sini dikatakan bahwa mereka selama ini dekat, dan sebagian di dalam diri rasul-rasul-Nya, yang telah diutus-Nya untuk memberitakan Injil kepada orang bukan Yahudi, yang dikatakan bahwa mereka selama ini jauh, dalam pengertian yang telah dijelaskan sebelumnya. Dan memberitakan damai sejahtera, atau mengungkapkan syarat-syarat untuk berdamai dengan Allah dan memperoleh kehidupan kekal. Perhatikan di sini, ketika para utusan Kristus menyampaikan pesan-pesan kebenaran-Nya, pada dasarnya itu sama saja seperti Dia sendiri yang melakukannya secara langsung.

Dia dikatakan memberitakan Injil melalui mereka, sehingga barangsiapa menerima mereka berarti menerima Dia, dan siapa merendahkan mereka (yang bertindak atas amanat-Nya, dan menyampaikan pesan-Nya) berarti merendahkan dan menolak Kristus sendiri. Nah, yang dihasilkan oleh damai sejahtera ini adalah kebebasan yang dimiliki oleh baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi untuk datang kepada Allah (ay. 18). Karena oleh Dia, di dalam nama-Nya dan oleh karena pengantaraan-Nya, kita kedua pihak beroleh jalan masuk atau izin untuk masuk ke dalam hadirat Allah, yang telah menjadi Bapa yang diperdamaikan dengan keduanya. Takhta kasih karunia didirikan bagi kita untuk kita hampiri, dan kebebasan untuk mendekat kepada takhta itu diberikan kepada kita. 

Jalan kita diberikan melalui Roh Kudus. Kristus membeli bagi kita izin untuk datang kepada Allah, sedangkan Roh memberi kita hati yang rindu untuk datang dan kekuatan untuk datang, bahkan memberikan kasih karunia agar kita dapat melayani Allah dalam perkenan-Nya. Perhatikan, kita mendekat kepada Allah, melalui Yesus Kristus, dengan pertolongan Roh Kudus. Setelah jemaat Efesus diubahkan, dan memiliki kebebasan begitu rupa untuk menghampiri Allah, seperti halnya orang Yahudi, dan yang diberikan oleh Roh yang sama, mereka diberi tahu oleh Rasul Paulus, demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang (ay. 19).

Ini disebutkannya untuk mempertentangkan apa yang dikatakannya mengenai mereka ketika mereka masih kafir, bahwa sekarang mereka bukan lagi tidak termasuk kewargaan Israel, dan tidak lagi seperti yang cenderung dikatakan oleh orang Yahudi mengenai semua bangsa di bumi selain mereka sendiri (yaitu, bahwa mereka adalah orang asing di hadapan Allah), melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, maksudnya, anggota jemaat Kristus, dan berhak menerima semua keistimewaan sebagai jemaat Kristus. Perhatikan, di sini jemaat diibaratkan sebagai sebuah kota, dan setiap orang berdosa yang diubahkan bebas untuk tinggal di kota itu. Jemaat juga diibaratkan sebagai sebuah rumah, dan setiap orang berdosa yang diubahkan menjadi penghuni rumah itu, menjadi anggota keluarga, hamba dan anak di dalam rumah Allah.

Di ayat 20, jemaat diumpamakan sebagai sebuah bangunan. Para rasul dan nabi adalah dasar dari bangunan itu. Mereka disebut demikian dalam pengertian sampingan, karena Kristus sendirilah yang merupakan dasar yang utama. Namun lebih baik kita menafsirkannya sebagai ajaran yang disampaikan oleh para nabi Perjanjian Lama dan para rasul Perjanjian Baru. Kelanjutan dari pernyataan ini adalah, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia, baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi bertemu, dan menjadi satu jemaat, dan Kristus menopang bangunan itu dengan kekuatan-Nya. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, dst. (ay. 21). Semua orang percaya, yang membentuk seluruh bangunan itu, karena dipersatukan kepada Kristus melalui iman, dan dipersatukan di antara mereka sendiri melalui kasih Kristen, menjadi bait Allah yang kudus, menjadi kumpulan yang suci, di mana di dalamnya ada banyak persekutuan antara Allah dan umat-Nya. Seperti di dalam Bait Suci, mereka menyembah dan melayani Dia, sedangkan Ia menampakkan diri-Nya kepada mereka. 

Mereka mempersembahkan korban rohani kepada Allah, dan Ia mencurahkan berkat dan perkenan-Nya kepada mereka. Karena itu, bangunan ini, berdasarkan sifatnya, adalah sebuah bait, bait yang kudus. Karena jemaat merupakan tempat di mana Allah telah memilih untuk menaruh nama-Nya, dan jemaat menjadi bait yang seperti itu oleh kasih karunia dan kekuatan yang diturunkan dari-Nya sendiri – di dalam Tuhan. Karena dibangun di atas Kristus sebagai batu fondasinya, dan dipersatukan di dalam Kristus sebagai batu penjurunya, pada akhirnya jemaat secara keseluruhan akan dipermuliakan di dalam Dia sebagai batu penutup: Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan, dst. (ay. 22). 

Perhatikan, bukan hanya jemaat secara keseluruhan yang disebut sebagai bait Allah, tetapi juga jemaat yang berdiri sendiri. Dan bahkan setiap orang percaya yang sejati adalah bait Allah yang hidup, menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh. Sekarang Allah berdiam di dalam diri setiap orang percaya, karena mereka telah menjadi bait Allah melalui pekerjaan Roh yang mulia. Sekarang Dia tinggal di dalam mereka, supaya ini menjadi jaminan bahwa mereka tinggal bersama dengan Dia sampai pada kekekalan.