| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Penulis : Paulus
Tema : Kemuliaan Melalui Penderitaan
Tanggal Penulisan: Tahun 55/56
Latar Belakang
Paulus menulis surat kiriman ini kepada jemaat di Korintus dan kepada
orang percaya di seluruh Akhaya (2Kor 1:1), dengan menyebut namanya
sendiri sebanyak dua kali (2Kor 1:1; 2Kor 10:1). Setelah mendirikan jemaat
di Korintus selama perjalanan misinya yang kedua, Paulus dan jemaat itu
sering berhubungan karena masalah dalam jemaat
(Lihat
"PENDAHULUAN SURAT 1KORINTUS" 08185).
Urutan hubungan ini dan latar belakang penulisan 2 Korintus adalah sebagai
berikut:
(1) Setelah beberapa kali berhubungan dan surat-menyurat yang awal di
antara Paulus dengan jemaat itu (misalnya: 1Kor 1:11; 1Kor 5:9;
1Kor 7:1), maka Paulus menulis surat 1 Korintus dari Efesus
(awal tahun 55/56).
(2) Berikut, Paulus menyeberangi Laut Aegea menuju Korintus untuk
menangani masalah yang berkembang dalam jemaat. Kunjungan ini di
antara 1 dan 2 Korintus (bd. 2Kor 13:1-2) merupakan suatu kunjungan
yang tak menyenangkan, baik bagi Paulus maupun bagi jemaat itu
(2Kor 2:1-2).
(3) Setelah kunjungan ini, ada laporan disampaikan kepada Paulus di Efesus
bahwa para penentang di Korintus itu masih menyerang pribadinya dan
wewenang rasulinya, dengan harapan agar mereka dapat membujuk sebagian
jemaat itu untuk menolak Paulus.
(4) Sebagai tanggapan terhadap laporan ini, Paulus menulis surat
2 Korintus dari Makedonia (akhir tahun 55/56).
(5) Segera sesudah itu, Paulus mengadakan perjalanan ke Korintus lagi
(2Kor 13:1), dan tinggal di situ selama lebih kurang tiga bulan
(bd. Kis 20:1-3a). Dari situ ia menulis kitab Roma.
Tujuan
Paulus menulis surat ini kepada tiga golongan orang di Korintus.
(1) Pertama, ia menulis untuk mendorong mayoritas dalam jemaat di Korintus
yang tetap setia kepadanya sebagai bapa rohani mereka.
(2) Ia menulis untuk menantang dan menyingkapkan rasul-rasul palsu yang
terus-menerus berbicara menentang dia secara pribadi dengan harapan
dapat meruntuhkan wibawa dan kerasulannya dan untuk memutarbalikkan
beritanya.
(3) Ia juga menulis untuk menegur minoritas dalam jemaat yang sedang
dipengaruhi oleh para lawan Paulus dan yang terus-menerus menolak
wewenang dan tegurannya. Paulus meneguhkan kembali integritas dan
wewenang rasulinya, menjelaskan motivasinya dan memperingatkan mereka
terhadap pemberontakan yang lebih lanjut.
Kitab 2 Korintus berfungsi untuk mempersiapkan jemaat secara keseluruhan
untuk kunjungannya yang akan datang.
Survai
Kitab 2 Korintus mempunyai tiga bagian utama.
(1) Pada bagian pertama (pasal 1-7; 2Kor 1:1--7:16), Paulus mulai dengan
mengucap syukur kepada Allah atas penghiburan yang dikaruniakan-Nya di
tengah-tengah penderitaan untuk Injil, memuji jemaat Korintus karena
mendisiplinkan orang yang berbuat dosa serius sambil mempertahankan
integritas Paulus dalam kaitan dengan perubahan rencana perjalanannya.
Dalam 2Kor 3:1--6:10 Paulus menyumbangkan pengertian yang paling
luas dalam PB mengenai sifat yang benar dari pelayanan Kristen. Ia
menekankan pentingnya pemisahan dari dunia ini (2Kor 6:11--7:1) dan
mengungkapkan sukacitanya ketika mendengar dari Titus tentang
pertobatan banyak anggota jemaat di Korintus yang sebelumnya telah
menentang wewenangnya (pasal 7; 2Kor 7:1-16).
(2) Di pasal 8, 9; (2Kor 8:1-24 dan 2Kor 9:1-15), Paulus menasihati
jemaat Korintus untuk menandingi kemurahan hati orang Makedonia yang
dengan sepenuh hati telah menyumbangkan persembahan yang telah
dikumpulkannya untuk orang Kristen yang menderita di Yerusalem.
(3) Pada pasal 10, 13; (2Kor 10:1--13:13), nada surat berubah. Di sini
Paulus mempertahankan kerasulannya dengan menguraikan panggilannya,
kualifikasi, dan penderitaannya sebagai seorang rasul yang benar.
Dengan ini Paulus mengharapkan jemaat Korintus akan mengenal
rasul-rasul palsu di antara mereka dan dengan demikian mereka dapat
luput dari disiplin yang lebih lanjut ketika ia sendiri datang lagi.
Paulus mengakhiri kitab 2 Korintus dengan satu-satunya ucapan berkat
yang menyinggung Trinitas dalam PB (2Kor 13:14).
Ciri-ciri Khas
Empat ciri utama menandai surat ini:
(1) Kitab ini merupakan surat yang paling banyak memberitahukan riwayat
hidup Paulus. Banyak petunjuk pada dirinya ini, dibuatnya dengan
rendah hati, minta maaf dan bahkan dengan malu, tetapi karena terpaksa
mengingat situasi yang ada di Korintus.
(2) Kitab ini melampaui semua surat kiriman lain dari Paulus dalam hal
menyatakan kuatnya dan dalamnya kasih serta keprihatinan bagi anak
rohaninya.
(3) Kitab ini berisi teologi yang paling lengkap dalam PB mengenai
penderitaan Kristen (2Kor 1:3-11; 2Kor 4:7-18; 2Kor 6:3-10;
2Kor 11:23-30; 2Kor 12:1-10) dan mengenai hal memberi secara
kristiani (pasal 8-9; 2Kor 8:1--9:15).
(4) Istilah-istilah kunci, seperti: kelemahan, dukacita, air mata, bahaya,
kesukaran, penderitaan, penghiburan, kemegahan, kebenaran, pelayanan,
dan kemuliaan, menggarisbawahi sifat unik dari surat ini.
|
Situs media informasi publik menyakut dengan bahan-bahan teologi dan materi-materi umum di masa kini oleh Ev. Matius Sobolim, S.Th
Tampilkan postingan dengan label 2 Kor. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 2 Kor. Tampilkan semua postingan
Selasa, 04 Juni 2013
Pengantar Full Life - 2 Korintus
LAWAN-LAWAN PAULUS DI 2 KORINTUS
LAWAN-LAWAN
PAULUS
DI
2 KORINTUS
oleh
Matius
Sobolim, S. Th.
Lawan Paulus |
Surat Paulus yang Kedua kepada Jemaat di Korintus
Daftar isi |
Ayat-ayat terkenal
- 2 Korintus 3:17: Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan.
- 2 Korintus 4:6: Sebab Allah yang telah berfirman: "Dari dalam gelap akan terbit terang!", Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.
Konteks Surat
Surat ini berusaha menjawab permasalahan yang terjadi di Korintus.[2] Ketika itu terjadi pertikaian antara Paulus dan golongan orang yang memfitnahnya.[2] Mereka adalah rasul-rasul palsu yang memberitakan Yesus yang lain.[3] Akan tetapi, lawannya justru mengklaim Paulus sebagai rasul palsu sehingga kewenangannya sebagai rasul patut diragukan.[2] Tindakan Paulus meninggalkan mereka dengan terburu-buru akhirnya menjadi hal yang disesalinya dikemudian hari, karena tindakannya itu seolah-olah membuktikan kebenaran tuduhan yang dikenakan kepadanya.[2] Akhirnya orang-orang Kristen di Korintus ditinggalkan dalam keadaan yang kacau, di tengah-tengah pertikaian yang belum usai.[2]Tempat dan Waktu Penulisan
Surat ini dikirim setelah Paulus bertemu dengan Titus di Makedonia.[2] Titus kemudian diutus kembali ke Korintus untuk mengantarkan surat dari Paulus bagi jemaat di Korintus.[3] Jadi, besar kemungkinan surat ini ditulis di Makedonia pada akhir tahun 56. [4]Maksud Penulisan
Maksud penulisan surat ini terkait erat dengan pertikaian yang pernah terjadi sebelumnya.[3] Berdasarkan hal itu ia ingin membenarkan dirinya dari tuduhan yang sudah dikenakan pada dirinya, sekaligus menjelaskan bahwa ia adalah rasul yang sebenarnya dan bukan rasul palsu seperti yang mereka tuduhkan.[3] Surat ini juga mencatat ungkapan syukur Paulus karena segala sesuatu yang sudah dibenarkan, dan bahwa Tuhan selalu menghiburnya ketika mengalami masa-masa sulit, hal ini disampaikan untuk menghibur jemaat Korintus yang juga sedang mengalami masa-masa sulit (pasal 1-7).[1] Dalam surat ini Paulus juga menasehati mereka memenuhi janjinya untuk mengumpulkan uang yang nantinya akan diberikan kepada orang-orang kudus yang miskin di Yerusalem.[1] Surat ini juga menceritakan kesedihan Paulus karena tidak bisa datang ke Korintus untuk mengunjungi mereka, dengan ini Paulus berharap kalau mereka tahu kesedihan Paulus karena sangat mengasihi mereka.[4]Struktur dan Isi
Struktur dan isi Surat Paulus yang Kedua kepada Jemaat di Korintus, dapat dijabarkan sebagai berikut:[5]- Pembukaan Surat (1:1-11).
- Salam (ay. 1, 2).
- Ungkapan syukur (ay. 3-11).
- Paulus membela diri di hadapan jemaat Korintus ( 1:12-7:16).
- Pertanyaan mengenai perjalanan Paulus ke Korintus (1:12-2:13).
- Paulus mempertahankan kerasulan (2:14-7:4).
- Kesetiaan Rasul (2:14-3:6).
- Keunggulan Rasul dalam Perjanjian Baru (3:7-4:6).
- Kelemahan dan penderitaan Rasul (4:7-5:10).
- Pengalamannya di masa lalu dan masa sekarang (4:7-12).
- Harapannya (4:13-5:10).
- Rasul sebagai duta besar dan pelayan Allah (5:11-6:10).
- Kesimpulan ganda (6:11-7:4).
- Perjalanan Paulus berikutnya (7:5-16).
- Pengumpulan uang untuk Gereja Yerusalem (8:1-9:15).
- Rekomendasi untuk pengumpulan uang dan utusan-utusan (pasal 8).
- Rekomendasi kedua (pasal 9).
- Pertentangan pendapat dan pertahanan (10:1-13:10).
- Paulus mempertahankan diri an pekerjaannya melawan tuduhan pribadi (pasal 10).
- Sanjungan diri Paulus (11:1-12:18).
- Pemberitahuan akhir (12:19-13:10).
- Penutup Surat (13:11-13).
Tema-tema Teologis
Penghiburan di Tengah Penderitaan
Surat ini diawali dengan ucapan syukur kepada Allah karena telah membebaskan Paulus dari kesedihan dan penderitaan.[6] Penderitaan yang Paulus alami dalam pelayanannya sangatlah berat, sehingga ia merasa seperti dijatuhi hukuman mati.[6] Paulus memuji Allah karena penghiburan yang diberikan oleh-Nya di tengah penderitaan.[6] Penghiburan yang ia rasakan akhirnya menguatkannya dalam melakukan pelayanan, karena itulah ia pun akhirnya harus membagi penghiburan tersebut ke orang lain agar merekapun dapat merasakan penghiburan dari Allah.[6]Hidup di Tengah Kesedihan
Perubahan rencana Paulus untuk mengunjungi jemaat Korintus menimbulkan banyak tanggapan negatif dari lawan-lawannya di Korintus.[6] Perubahan rencana tersebut memojokkan Paulus, Paulus dituduh sebagai orang yang memiliki ketidakmampuan dan ketidakpedulian terhadap pelayanan di jemaat Korintus.[6] Di satu sisi memang benar kalau Paulus mengadakan perubahan rencana mengenai perjalanannya ke Korintus, tetapi di sisi lain tuduhan yang dikenakan padanya tidaklah benar.[6] Itulah sebabnya ia menulis surat kepada mereka dan menceritakan kesedihan yang ia rasakan supaya ketika ia datang lagi mereka akan bersukacita (2:3).[6] Surat ini justru ingin mengungkapkan bahwa Paulus mengasihi mereka.[6]Hidup di Tengah Ancaman Kematian
Bagian ini pun ingin menceritakan tentang penderitaan yang Paulus hadapi dalam melakukan pelayanan.[6] Penderitaan yang ia alami, membuat hidupnya seperti terancam dengan kematian.[6] Inilah hal yang membuat ia berserah penuh pada Allah sehingga ia dimampukan.[6]Membantu yang Miskin sebagai Wujud Kasih Allah
Sukacita yang ia alami tidak membuatnya lupa dengan keadaan jemaat lain yang sedang mengalami kesulitan.[6] Ia meminta agar jemaat Korintus mengumpulkan uang untuk membantu saudara-saudara seiman yang miskin di Yerusalem.[6] Pemberian persembahan ini merupakan wujud dari pembaharuan yang telah dilakukan Allah kepada mereka.[6] Tujuan lainnya adalah agar tercipta keseimbangan di antara umat Allah.[6]Referensi
- J. Wesley Brill. 2003. Tafsiran Surat Korintus. Bandung: Yayasan Kalam Hidup. Hlm 10-11.
- John Drane. 1996. Memahami Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm 360-361.
- Drs. M.E. Duyverman. 1990. Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm 110.
- Bambang Subandrijo. 2010. Menyingkap Pesan-pesan Peranjian Baru 1.Bandung: Bina Media Informasi. Hlm 35.
- Ralph P. Martin. 1986. World Biblical commentary 2 Corintians. Texas: Word Books. viii.
- Samuel Benyamin Hakh. 2010. Perjanjian Baru: Sejarah dan Pokok-pokok Teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi. Hlm 155-168.
|
|
Corintus head Cafering
Corintus head Cafering
Oleh
Matius
Soboliem, S. Th.
Bekas Bangunan Kota Korintus |
Penyimpangan-penyimpangan
dalam perkumpulan ibadah bersama (11: 2-16).
Setelah
Paulus menyelesaikan masalah penyembahan berhala, Paulus meluruskan
penyimpangan-penyimpangan dalam perkumpulan ibadah bersama. Pertama,
tentang wanita yang tidak menggunakan tutup kepala pada waktu berdoa
atau bernubuat(11: 2-16). Kedua, penyimpangan dalam merayakan
perjamuan Tuhan (11:17-34). Ketiga, penyimpangan-penyimpangan dalam
menggunakan karunia berbahasa roh dalam perkumpulan ibadah bersama
(pasal 12-14).
A.
Penyimpangan dimana wanita tidak menggunakan penutup kepala pada
waktu berdoa atau bernubuat (11:2-16).
Ada
bukti-bukti yang kuat dalam kebudayaan Yunani-Romawi kuno bahwa jika
wanita-wanita mempersembahkan korban kepada dewa mereka biasanya
memakai penutup kepala. Sebagai contoh: disebelah patung kaesar
Agustus yang ditemukan di Korintus, terdapat patung seorang wanita
yang sedang mempersembahkan persembahan korban dengan kepala yang
ditutup dengan tudung.1
Kita juga bisa menyebutkan tentang pentingnya mezbah Cn. Domitius
Ahenobarus yang ditemukan di Louvre yang sangat jelas sekali terlihat
ada seorang wanita yang dengan kepala yang tertutup dengan tudung
sedang mempersembahkan persembahan. Dalam gambar tersebut terlihat
bahwa orang laki-laki tidak memakai penutup kepala dan disitu hanya
ada seorang perempuan saja yang harus memakai
penutup kepala karena bertugas untuk mempersembahkan korban.2
Hal ini adalah untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam
ibadah. Selain itu ada bukti dari batu relief di museum Archeologi di
Milan, dimana ada wanita yang sedang mempersembahkan korban yang
memakai penutup kepala.3
Bukti dari literatur-literatur kuno juga banyak, seperti literatur
yang ditulis oleh Livy (10.7.10) menunjukkan bahwa wanita harus
memakai penutup kepala bukan hanya pada saat mempersembahkan korban
saja tetapi pada saat menyampaikan nubuatan juga. Hal ini juga
didukung oleh Varro (De
Lingua Latina,
5.29.130) dan Juvenal (Sat.
6.390-392).
Hal
ini sama dengan praktek-praktek yang dilakukan oleh wanita-wanita
Yahudi yang memakai penutup kepala dalam kehidupan sehari-hari atau
dalam ibadah. Jadi dalam hal ini, Paulus tidak berusaha untuk
memaksakan agar wanita-wanita Korintus memakai adat-kebiasaan Yahudi
pada saat berdoa atau bernubuat, sebab bukti-bukti sangat banyak
bahwa memakai penutup kepala pada saat mempersembahkan korban atau
bernubuat adalah merupakan praktek yang umum berlaku dalam kebudayaan
Yunani-Romawi kuno. Selain itu, juga ada literatur yang menyebutkan
bahwa jika ada wanita yang dicukur pendek atau dengan rambut
yang terurai kebawah, adalah merupakan hal yang memalukan jika dia
muncul dalam tempat umum (Dio Chrysostom, 64.2f.).
Kemudian,
permasalahan apa yang sedang dihadapi oleh Paulus dalam perikop ini.
Gordon Fee memberi penjelasan bahwa latar belakang yang menyebabkan
mereka tidak memakai penutup kepala pada waktu berdoa dan bernubuat
adalah berhubungan dengan status mereka yang baru dalam Kristus,
dimana mereka sudah menjadi “manusia
rohani.”
Dalam status seperti ini mereka sudah sama seperti malaekat karena
sudah berbahasa malaekat, sehingga sekarang ini tidak lagi ada
pemisahan jenis kelamin dan tidak lagi ada perbedaan status.4
Hal inilah yang sedang di responi oleh Paulus dalam perikop ini.
Argumen
Paulus dalam perikop ini bisa ditelusuri sebagai berikut: ayat 2
adalah pembukaan dari bagian ini. Ayat 3 Paulus menjelaskan tentang
kedudukan wanita dan pria dalam jema’at. Ayat 4-7, Paulus
menyatakan tentang bagaimana seharusnya sikap wanita ketika berdoa
dan bernubuat. Ayat 8-10, Paulus memberikan alasan mengapa wanita
harus memakai penutup kepala. Ayat 11-12, Paulus menjelaskan status
laki-laki dan perempuan dalam Tuhan. Ayat 13-15, Paulus mengajak agar
mereka mempertimbangkan sendiri mana yang patut bagi seorang wanita
yang sedang berdoa atau bernubuat. Ayat 16, Paulus memberikan
gambaran tentang kebiasaan yang berlaku di seluruh gereja yang telah
didirikan.
11:2.
Aku harus memuji kamu, sebab dalam segala sesuatu kamu tetap
mengingat akan aku dan teguh berpegang pada ajaran yang kuteruskan
kepadamu.
Pembukaan
dari perikop ini agak aneh, sebab Paulus memuji orang-orang Korintus
tetapi pada ayat berikutnya menegur, sehingga pertanyaannya adalah
tradisi yang manakh yang dimaksud oleh Paulus. Ada yang mengusulkan
bahwa ini adalah ini adalah tradisi yang tidak sibutkan yang mereka
memelihara sampai saat surat ini ditulis. Kemungkinan yang terbaik
ialah bahwa ini adalah strategi Paulus untuk melihat sgi positip dari
kehidupan orang-orang Korintus untuk menyapkan teguran yang akan
dilakukan pada ayat berikutnya. Kemungkinan yang lain adalah bahwa
Paulus memuji semangat mereka memelihara tradisi-tradisi yang Paulus
ajarkan kepada mereka, inilah yang dipuji oleh Paulus. Dilain pihak
ada yang hal-hal yang kurang tepat, inilah yang akan diluruskan oleh
Paulus dalam ayat 3 dan seterusnya.
11:3.
Tetapi aku mau supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari
tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah
laki-laki dan kepada dari Kristus ialah Allah.
Kata
“tetapi” menunjukkan bahwa walaupun mereka sudah mengikuti
tradisi dengan baik, tetapi ada yang kurang tepat dimana kelihatannya
disebabkan oleh karena pengertian yang salah. Hal ini terlihat dari
pembukaan ayat ini “tetapi
aku mau supaya kamu mengetahui hal ini” Masalah
apa yang terjadi dibalik argumen Paulus di ayat 3 ini: “Kepala
dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah
laki-laki dan kepala dari Kristus ialah Allah.”
Ayat ini telah menjadi perdebatan dari banyak ahli Perjanjian Baru,
khususnya berkenaan dengan dengan masalah apa yang berada dibaliknya
sehingga Paulus menyampaikan argumen di ayat ini?. Jawaban dari
pertanyaan ini memang tergantung pada pengertian kata “kepala”
(kefalh)
dalam ayat ini.
Pertama-tama
kata ini berarti “sumber, terutama sumber hidup.”5
Dalam hal ini maka pengertian dari ayat ini adalah bahwa Kristus
adalah sumber hidup laki-laki, laki-laki adalah sumber hidup dari
perempuan dan Allah adalah sumber hidup dari Kristus. Pendapat ini
bukannya tidak ada kesulitan, sebab bagaimana menjelaskan bahwa
laki-laki adalah sumber hidup dari wanita?, atau bagaimana Allah
sebagai sumber hidup dari Kristus?
Yang
kedua, pengertian dari “kepala” adalah “otoritas atas”6
Dalam hal ini maka permasalahan yang terjadi di Korintus adalah
penolakan otoritas laki-laki berhubungan dengan status mereka yang
baru sebagai “manusia rohani”. Penyimpangan ini sebenarnya sudah
dirasakan ketika Paulus meresponi surat mereka di pasal 7, dimana ada
wanita-wanita yang tidak melakukan tanggung-jawabnya sebagai isteri
dalam melayani hubungan seksual bagi suami mereka (7: 3-5).
Dihubungkan dengan pasal 11 ini, maka penyimpangan ini terjadi dalam
ibadah bersama dimana wanita-wanita ini berdoa dengan tidak lagi
menggunakan penutup kepala yang dalam kebudayaan Yunani-Romawi
menjadi simbol tunduk kepada orang laki-laki. Dengan melakukan
demikian maka mereka sebetulnya menolak otoritas laki-laki pada
umumnya sebab semuanya sudah menjadi seperti malaekat dimana tidak
ada lagi perbedaan status, bahkan tidak ada lagi apa yang dinamakan
perbedaan jenis kelamin. Selain itu, jika wanita-wanita disini adalah
orang-orang yang sudah menikah,7
maka tujuan dari perikop ini adalah bahwa Paulus sedang mengembalikan
susunan secara hirarki dari struktur otoritas, bahwa suami adalah
kepala dari isteri. Hal ini sejalan dengan ajaran Paulus di lain
tempat, seperti di Epesus 5:22-23; Kolose 3:18, bahwa suami adalah
kepala dari isteri. Oleh sebab itu isteri harus tunduk kepada suami
seperti tunduk kepada Kristus. Dan Kristus harus tunduk kepada Allah
Bapa sebagai otoritas yang tertinggi.
11:4.
Tiap-tiap laki-laki yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang
bertudung, menghina kepalanya.
Kata
“tiap-tiap laki-laki” menunjuk kepada tiap-tiap laki-laki Kristen
“yang berdoa dan
bernubuat dengan kepala bertudung menghina kepalanya.” Kelihatan
disini yang menjadi masalah adalah masalah dalam beribadah bersama
dan bukan beribadah secara pribadi, sebab orang bisa berdoa pribadi,
tetapi bernubuat biasanya dilakukan dalam konteks ibadah bersama.
Ungkapan “menghina
kepalanya” adalah
kurang jelas apa yang dimaksud disini. Apakah mungkin Paulus sedang
menyebutkan kebiasaan orang laki-laki yang melakukan penyembahan di
kuil dewa dimana orang laiki-laki memakai mahkota dikepalanya sebagai
simbol otoritas atas wanita.8
Sehingga pemakaian penutup kepala berarti menghina otoritasnya.
Kemungkinan yang lain adalah, Paulus memakai argumen Perjanjian Lama,
dimana Haman menutupi kepalanya dengan kain tanda berkabung (Est.
6:12. Walaupun demikian, konteks disini tidak mengijinkan kebiasaan
di Perjanjian Lama diterapkan disini. Kemungkinan lain adalah bahwa
“menghina kepala” disini berarti menghina Kristus sebagai kepala
laki-laki. Kesulitan dengan pendapat ini adalah tidak jelas dalam hal
apa laki-laki mengina Yesus. Kemungkinan lain adalah bahwa hal ini
hanyalah bersifat hipothetis untuk mengontraskan antara masalah yang
sedang dihadapi dalam perikop ini. Kemungkinan yang mana yang benar,
sulit untuk diputuskan. Kemungkinan yang paling mungkin adalah
kemungkinan pertama dalam argumen diatas, walaupun demikian tidak
berarti bahwa pendapat itu tidak terdapat kesulitan.
11:5.
Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala
yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan
perempuan yang dicukur rambutnya. 11:6.
Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia
juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah
penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia
menudungi kepalanya.
Ungkapan
“tiap-tiap perempuan
yang berdoa atau bernubuat”
menunjuk kepada saat mereka mengadakan ibadah bersama dimana
masing-masing jema’at ada kesempatan untuk mengucapkan doa atau
nubuatan. Walaupun dalam hal ini Paulus tidak membedakan hak antara
laki-laki dan perempuan dalam berdoa dan bernubuat, namun kebiasaan
yang berlaku dalam tradisi mereka tidak boleh dilanggar, bahwa wanita
yang berdoa atau bernubuat harus memakai penutup kepala. Jika seorang
wanita yang berdoa dan bernubuat tidak memakai penutup kepala maka
sebab hal ini adalah merupakan penghinaan kepada kepalanya dan ia
disamakan dengan perempuan yang dicukur rambutnya. Mengenai yang
terakhir ini, nanti dalam ayat 6, Paulus menjelaskan bahwa jika
seorang wanita menggunting rambutnya atau mencukurnya, hal ini adalah
merupakan penghinaan baginya. Hal ini semua berhubungan dengan
adat-istiadat yang berlaku di sana, dengan demikian lebih baik bagi
wanita untuk menutupi kepalanya dengan tudung pada saat berdoa dan
bernubuat. Selain itu, istilah “menghina kepalanya” bisa juga
dimengerti dalam arti simbolis, yaitu bahwa wanita itu menghina
kepalanya yanitu suaminya sendiri. Kalau hal ini benar, maka
penolakan untuk memakai penutup kepala pada waktu berdoa dan
bernubuat adalah sebagai expressi dari penolakan otoritas suami
terhadap isteri. Kemungkinan ini sebenarnya didukung oleh konteksnya,
berhubung dengan status mereka yang baru sebagai “wanita-wanita
rohani” (ai pneumatikai).
- Argumen dari penciptaan (11:7-12).
Pada
perikop ini Paulus memakai argumen dari penciptaan untuk mendukung
argumen bahwa ketika berdoa dan bernubuat, wanita harus memakai
penutup kepala, sedangkan yang laki-laki tidak. Walaupun demikian,
argumen-argumen inipun sangat kompleks, yang tidak gampang untuk
dimengerti.
Walaupun
demikian argumen Paulus bisa ditelusuri sebagai berikut: ayat 7,
merupakan alasan langsung dari argumen ayat 4-6. Ayat 8-9, Paulus
memakai argumen dari penciptaan. Ayat 10, penerapan kepada situasi di
Korintus. Ayat 11-12, perspektip Paulus tentang hubungan antara
wanita dan laki-laki.
11:7.
Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya, ia menyinarkan
gambaran dan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan
laki-laki.
Kata
penghubung “sebab”
menjelaskan alasan dari mengapa wanita harus memakai penutup kepala
pada saat berdoa atau bernubuat sedangkan yang laki-laki tidak,
karena “ia
menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan
menyinarkan kemuliaan laki-laki.”
Yang menjadi fokus dalam alasan Paulus disini adalah bahwa Paulus
disini mengingatkan bahwa dengan tidak memakai penutup kepala pada
saat berdoa atau bernubuat, seorang wanita tidak bisa mencerminkan
kemuliaan laki-laki, karena dia telah bertindak tidak sesuai dengan
adat kebiasaan yang berlaku. Yang dimaksud disini adalah bahwa wanita
tidak lagi mau tunduk kepada suaminya akibat dari statusnya yang baru
sebagai “manusia rohani” Paulus, dalam hal ini, nampaknya tidak
merubah adat kebiasaan yang ada walaupun kebiasaan ini merupakan
kebiasaan yang ada kaitannya dengan kebiasaan dalam kuil berhala,
namun bagi Paulus kebiasaan ini termasuk pada hal-hal yang
“nonessential”. Bahkan jika perubahan terhadap kebiasaan tersebut
berkenaan dengan pemahaman yang keliru terhadap status mereka yang
baru dalam Kristus, maka inilah alasannya Paulus melarang untuk
merubah adat kebiasaan tersebut. Walaupun demikian Paulus pada
akhirnya menjelaskan bahwa yang berlaku di seluruh jema’at-jema’at
yang telah didirikan Paulus tidak berlaku peraturan seperti ini (ay.
16), hal ini berarti bahwa peraturan yang diberikan disini adalah
bersifat situasional, khusus hanya di Korintus saja. Ungkapan “ia
menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah” bahwa
apa yang dilakukan oleh seorang wanita mempunyai dampak kepada
kemuliaan laki-laki yang seharusnya menyinarkan kemuliaan Allah.
Dengan demikian, ketundukan seorang wanita terhadap laki-laki adalah
memancarkan kemuliaan kepala (suami) dan suami yang demikian
menyinarkan kemuliaan Allah.
11:8.
Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan
berasal dari laki-laki. 11:9.
Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan
diciptakan karena laki-laki.
Kedua
ayat ini adalah menjelaskan apa yang dikatakan Paulus di ayat 7c,
bahwa wanita memancarkan kemuliaan laki-laki. Paulus memakai argumen
dari Kejadian 2:23 dan 18-20, tentang bagaimana wanita diciptakan dan
posisi yang ditetapkan oleh Allah. Ungkapan “perempuan
diciptakan karena (untuk kepentingan) laki-laki”, seolah-olah
menyiratkan status wanita yang lebih rendah, namun pada hakekatnya
jika kita melakukan penafsiran yang tepat terhadap kisah penciptaan,
maka pemahaman ini tidak terjadi. Paulus sendiri nanti di ayat 11-12
akan menjelaskan mengenai hal ini. Jadi dalam hal ini Paulus
meneguhkan fakta bahwa laki-laki sebagai kepala dari isteri dan
wanita adalah kemuliaanya, sebab wanita diciptakan untuk kepentingan
laki-laki, yaitu sebagi penolong. Oleh sebab itu wanita perlu tetap
tunduk kepada suaminya, seperti suami tunduk kepada Kristus.
11:10.
Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh
karena para malaikat.
Kata
penghubung “sebab
itu” dalam bahasa
Yunani dia touto
: “untuk alasan inilah,” hal ini menunjuk kepada argumen
sebelumnya yaitu bahwa wanita harus tetap tunduk kepada suaminya,
maka “perempuan harus
memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat.” Kata
“harus” menunjukkan tekanan dari nasehatnya bahwa mereka harus
mengenakan penutup kepala ketika berdoa atau bernubuat. Sedangkan
kata “wibawa” dalam bahasa Yunaninya adalah e*xousia
yang berarti “otoritas”, hal ini menegaskan bahwa peremuan harus
memakai penutup kepala, sebab penutup kepala tersebut adalah simbol
dari otoritas laki-laki. Sekali lagi disini penekanannya adalah
kedudukan laki-laki sebagai kepala isteri dan menunjuk kepada status
yang lebih rendah (subordination).
Ungkapan
“karena para
malaekat” ,
kemungkinan ini menunjuk kepada kisah malaekat malaekat yang sekarang
ada di sorga adalah tunduk kepada Allah Pencipta mereka. Justru
malaekat-malaekat yang tidak mau tunduk kepada Allah telah jatuh
(Yes. 14: 12-21).
11:11.
Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan
tidak ada laki-laki tanpa perempuan. 11:12.
Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula
laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari
Allah.
Dalam
kedua ayat ini, Paulus mengembalikan semuanya pada perspektif yang
benar, yaitu dari perspektif Tuhan. Hal ini berfungsi untuk
mengingatkan pihak laki-laki agar tidak bertindak semena-mena seperti
apa yang telah dilakukan oleh orang-orang laiki-laki dalam kebudayaan
Yunani-Romawi. Untuk itu dia memulai pernyataannya dengan “dalam
Tuhan. Kata ini adalah menunjuk kepada status mereka dalam Kristus,
dimana harus memperlakukan wanita-wanita dalam perspektif Kristus.
Alasannya adalah “tidak
ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa
perempuan.” Artinya
bahwa baik laki-laki dan perempuan adalah saling bergantung satu
dengan yang lain, karena saling membutuhkannya. Jadi sekali lagi
Paulus membawa argumennya dalam perspektif hubungan yang sesuai
dengan rencana dan kehendakNya, yaitu bukannya hak yang harus
diperjuangkan (emansipasi), tetapi agar mereka hidup saling mengasihi
satu dengan yang lain. Perspektif Alllah ini dijelaskan lebih lanjut
bahwa, segala-sesuatu berasal dari Allah, sehingga segala tindakan
yang dilakukan haruslah demi kemuliaan nama Allah.
2.
Argumen dari apa yang pantas dalam budaya setempat (11:13-16)
Dalam
perikop ini, Paulus kembali pada argumennya di ayat 4-6, dan
mengembalikan semua nasehatnya kepada pertimbangan mereka sendiri.
Mereka diminta untuk mempertimbangkan dengan akal yang sehat (ay.
13), yaitu manakah yang pantas dilakukan dalam konteks budaya mereka.
Walaupun demikian Paulus sudah barang tentu berharap bahwa mereka
akan memperhatikan nasehatnya. Ragu akan langkah yang mereka ambil,
Paulus masih menambah satu argumen lagi dari hukum alam (ay. 14-15).
Di ayat 16, Paulus menyampaikan kebiasaan yang berlaku secara umum,
baik di jema’at-jema’at yang didirikannya maupun di jema’at
secara universal.
11:13.
Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah
dengan kepala tidak bertudung?
Dalam
ayat ini, Paulus mengulangi apa yang telah dilakukan dalam pasal
10:15, agar mereka mempertimbangkan dengan memakai akal yang sehat.
Disini kita melihat lagi, bagaimana Paulus memperlakukan jema’atnya
sebagai manusia dan bukan sebuah benda yang bisa di atur, atau di
manipulasi demi kepentingan seorang gembala. Perlakuan ini adalah
penting bagi tugas penggembalaan agar pelayanan hamba Tuhan menjadi
berkat bagi jema’atnya. Mereka diminta untuk mempertimbangkan:
“Patutkah perempuan
berdoa kepada Allah dengan kepala tidak bertudung?” Dalam
pertanyaan rethoris ini, tersirat bahwa menurut budaya yang berlaku,
adalah tidak patut bagi seorang perempuan berdoa kepada Allah dengan
kepala tidak bertudung. Jadi, mereka harus memakai tudung ketika
berdoa kepada Allah.
11:14.
Bukankah alam sendiri menyatakan kepadamu, bahwa adalah penghinaan
bagi laki-laki, jika ia berambut panjang.
11:15.
Tetapi bahwa adalah kehormatan bagi perempuan, jika ia berambut
panjang? Sebab rambut diberikan kepada perempuan untuk menjadi
penudung.
Paulus
memakai argumen yang terakhir untuk meyakinkan bahwa wanita-wanita di
Korintus bersedia menerima nasehatnya, yaitu argumen yang diambil
dari alam. Yang dimaksud alam disini adalah menunjuk kepada hukum
yang berlaku secara universal dalam alam ini bahwa: laki-laki
memiliki rambut pendek, dan perempuan memiliki rambut panjang. Sekali
lagi argumen disini yang menjadi fokusnya adalah bahwa seorang wanita
memiliki rambut panjang, sebab “rambut
diberikan kepada perempuan untuk menjadi penudung”
Jadi sudah logislah kalau wanita sedang berdoa harus memakai penutup
kepala. Sudah barang tentu, argumen dari hukum alam ini dipakai untuk
mendukung argumen yang berkenaan dengan permasalahan yang terjadi di
Korintus, sehingga hal ini bukan bersifat normatif.
11:16.
Tetapi, jika ada orang yang mau membantah, kami maupun Jemaat-jemaat
Allah tidak mempunyai kebiasaan yang demikian.
Paulus
sekarang sampai pada akhir argumennya, dan dalam ayat ini Paulus
menyampaikan kebiasaan yang berlaku di jema’at yang didirikannya
maupun di jema’at-jema’at secara universal. Kata penghubung
“tetapi” menunjuk kepada hal yang bertentangan dengan hal
sebelumnya, bahwa “jika
ada orang yang mau membantah (filoneiko
yang berarti orang yang suka berdebat untuk kepentingan perdebatan
itu sendiri),”
hal ini menunjuk kepada mereka yang mungkin tidak puas dengan argumen
Paulus dan masih mau berdebat lagi, maka Paulus memakai argumen yang
terakhir bahwa “kami
maupun Jemaat-jemaat Allah tidak mempunyai kebiasaan yang demikian.”
Artinya bahwa
kebiasaan untuk memakai tutup kepala, tidak dilakukan dalam
jema’at-jema’at yang didirikan, maupun jema’at secara
universal. Walaupun demikian karena konteks di Korintus menurut
Paulus perlu memakai maka Paulus mengharapkan bahwa mereka lebih baik
menghargai kebiasaan setempat. Sebenarnya, permasalahannya bukan
hanya sekedar masalah kebudayaan setempat, tetapi masalah
penyimpangan pemahaman secara theologis tentang apa artinya menjadi
manusia rohani, sehingga bertindak melawan kebiasaan yang ada. Bagi
Paulus sudah jelas bahwa hal ini bukanlah bersifat normatif, tetapi
bersifat situasional.
1
D.W.J.Gill, “The Importance of Roman Portraiture for
Head-Coverings in 1 Corinthians 11:2-16,” TynB
41 (190) 245-260. Lebih lanjut Gill menulis bahwa memakai penutup
kepala bukanlah merupakan kebiasaan dari wanita-wanita yang
menghadiri penyembahan berhala, hanya dipakai oleh wanita yang
mengambil bagian secara aktif dalam penyembahan tersebut (hlm. 248).
5
Pendapat ini telah dipertahankan oleh S. Bedale, The
Meaning of kefalh in the Pauline Epistle,
JTS 5 (1954)
211-215.
Menurut Bedale, dalam literatur Yunani jarang sekali kata kefalh
mempunyai arti lain dari ini. Walaupun demikian pengertian ini hanya
salah satu saja dari banyak arti yang ada. Ahli-ahli lain yang
mendukung arti diatas adalah, R. Scroggs, “Paul and the
Eschatological Women: Revisited,” JAAR
42 (1974)
534;
Idem,
“The Classical Concept of ‘head’ as ‘Source’ di dalam
bukunya, Serving Together: A
Biblical Study of Human Relationship
(ed. G. Gabelein Hull; New York, 1987). B dan A. Mickelsen, “The
‘Head’ of the Epistle” CT
25 (1981)
264-267.
Gordon Fee, 1
Corinthians,
501-505.
6
W. Grudem, “Does kepalh
(“Head”)
Mean “Source” or “Authority over” in Greek Literature? A
Survey of 2,336 Examples” TrinJ
n.s. 6 (1985) 38-59. Arndt and Gingrich, Greek-English
Lexicon,
(Chicago: University of Chicago Press, 1979) 430. Ben Witherington,
Conflict
and Community in Corinth,
hlm.231-240; S.T. Lourie, “1 Corinthians XI and Ordination of
Women as Ruling Elders,” PTR
19 (1921) 113-130. Selain itu, ahli-ahli Perjanjian baru seperti
Barret dan Conzelman juga mendukung pendapat ini.
KESATUAN SURAT 2 KORINTUS
KESATUAN
SURAT 2 KORINTUS
(Matius Sobolim)
2 Korintus |
Kesatuan surat Korintus telah menjadi perdebatan
selama berabad-abad.1
Perdebatan biasanya berkenaan dengan pertanyaan
apakah pasal 1-9 dan pasal 10-13 merupakan satu unit kesatuan atau
merupakan bagian yang terpisah; atau antara teori partisi atau teori
kesatuan. Teori partisi telah didukung oleh mereka yang melihat bahwa
terdapat perbedaan antara pasal 1-9 dan
10-13, bukan hanya dalam tataran pokok pikiran,
atau juga dalam nada serta gaya surat.2
Sementara, mereka yang mendukung teori kesatuan
berpendapat bahwa ada banyak ciri-ciri yang menjamin kesatuan ke dua
bagian tersebut.3
Yang lain mengusulkan pendapat yang ke tiga dengan
mengatakan bahwa pasal 10-13 merupakan
bagian besar dari surat yang ke lima yang ditulis Paulus kepada
jema’at Korintus.4
Agar
supaya memahami hubungan antara pasal 1-9 dan
10-13, kita tidak boleh hanya bersandar kepada
upaya melakukan rekonstruksi ulang terhadap hubungan Paulus dengan
jema’at di Korintus, sebab hal ini
terlalu dan kita tidak memiliki sumber yang cukup untuk meneliti
kejadian yang sesungguhnya pada waktu itu. Oleh sebab itu, hal ini
harus dianggap hanya sebagai sebuah hipothesis saja.5
Setuju dengan Witherington, penulis
mengusulkan bahwa bagian dari alasan untuk teori partisi adalah bahwa
kebanyakan ahli tidak memanfaatkan penggunaan Paulus tentang gaya
Retorika kuno.6
Banyak tulisan pada akhir-akhir ini untuk berusaha
memecahkan permasalahan ini.7
Menurut pendekatan kesatuan, pasal 1-9 dan
10-13 adalah ditujukan untuk unsur “ethos
dan pathos
secara bergantian.”8
Lebih lanjut, “Paulus
pasti telah menggunakan banyak waktu untuk memperkuat sifat moralnya
(ethos) pada bagian pertama dari suratnya,
dengan meemohon secara lemah lembut yang bisa
mempengaruhi hati dan meyakinkannya.”9
Pathos, sebaliknya, adalah merupakan ekspresi dari
emosi yang lebih kuat seperti marah, dan
lebih memiliki nada yang mengganggu dan bersifat perintah.10
Menurut Witherington, “jika
Paulus tidak bisa sekali lagi membangun
karakter yang baik di hadapan jema’at mulai dari awal dari suratnya
maka argumen-argumen dan permintaan dengan emosi yang lebih keras
tidak akan memberi dampak yang nyata dalam hati pendengarnya.
Oleh sebab itu dengan membangun sebuah ethos sudah
dimulai sejak awal dari suratnya.”11
Kelihatannya kemudian, bahwa disamping banyak
argumen yang telah diusulkan utnuk teori partisi, kita harus juga
mempertimbangkan pendekatan secara retorikal agar bisa melihat
kesatuan dari surat 2 Korintus.
Kemungkinan
pemecahan yang lain untuk memedahkan kesatuan dari 2 Korintus adalah
adanya fakta bahwa di sana ada dua masalah yang perlu untuk
dipecahkan dalam surat 2 Korintus: pertama, untuk mendapatkan kembali
kesetiaan dari jema’at Korintus kususnya mereka yang telah dihasut
oleh para pengacau dari luar. Kedua, untuk menghadapi para
lawan-lawan Paulus yang telah membuat banyak masalah di Korintus.
Paulus tidak bisa menggunakan pendekatan yang sama
kepada ke dua kelompok tersebut. Hal ini adalah sejalan dengan
pendekatan secara retorika.12
Jika kita mempertimbangkan bahwa 2 Korintus adalah
ditujukan ditujukan kepada ke dua kelompok ini maka perubahan
nada bisa dimengerti. Bahkan perubahan tersebut sebetulnya tidak
begitu tajamjika kita mempertimbangkan pernyataan yang pertama dalam
pasal 10:1: “Dalam kelemah-lembutan
Kristus..” yang mengandung implikasi
bahwa kata-kata yang keras yang akan dgunakan dalam pasal
10-13 dalah didasarkan pada kelemah-lembutan
Kristus.13
Masalah
lain dalam perdebatan adalah berhubungan dengan menghubungkan pasal
10-13 dengan “surat
yang keras,”14
tetapi yang lain menolak untuk menyamakannya
dengan “surat yang keras”15
sementara yang lain mengusulkan bahwa sebagian
besar dari materi dalam surat yang keras tersebut berada dalam pasal
10-13.16
1 Telah
banyak literatur yang membahas tentang
kesatuan suta 2 Korintus. lihat Alfred Plummer, A Critical
and Exegetical Commentary on the Second Epistle to the Corinthians,
ICC, (Edinburgh: T & T Clark, 1915) xxii-xli; Philip E. Hughes,
The Second Epistle to the Corinthians (Grand Rapids, MI.:
Wm.B.Eerdmans Publishing Company, 1962), xxi-xxxv; Victor P.
Furnish, II Corinthians, AB, 32A, (Garden City, NY.:
Doubleday, 1984), 30-48; C.K. Barret, A Commentary on the Second
Epistle to the Corinthians (Peabody, MA.: Hendrickson
Publishers, 1973) 5-28; Ralp P. Martin, 2
Corinthians, WBC, (Waco, Texas: Word Books, Publisher, 1986)
.xxxviii- lii; Margareth E. Thrall, The Second Epistle to
the Corinthians, CEC, (Edinburgh: T & T Clark, 1994) 3-61;
Colin Kruse, 2 Corinthians, TNTC, (Leicester, England:
Inter-Varsity Press; Grand Rapids, MI.: Wm.B. Eerdmans Publishing
Company, 1994) 25-40.
2
Hypothesis ini
pertama-tama diusulkan pada tahun 1776 oleh
Semler dan didukung oleh banyak ahli pada zaman
modern. Lihat diskusi tentang pokok ini
dalam Victor P. Furnish, II Corinthians, 30-32; Dia
memberi ringkasan atas perbedaan-perbedaan ini: (1) di
pasal 1-9, Paulus menyatakan keyakinannya
terhadap kesetiaan jema’at Korintus , gayanya
terlihat bersifat ekspository, sementara
dalam pasal 10-13, permohonan untuk
menolak bujukan dari rasul palsu dan meneguhkan kembali kesetian
mereka kepada kerasulan Paulusdan Injilnya. (2). Dalam
pasal 10-13, ada prospek
untuk kunjungan dalam waktu dekat di mana dalam
pasal 1-9 kelihatannya tidak nampak. (3). Ini
adalah hal yang luar biasa bahwa permohonan terhadap masalah yang
terdapat dalam pasal 8-9, atas nama
pengumpulan dana untuk Yerusalem harus
diikuti oleh sebuah polemikdalam pasal 10-13. (4).
Berdasarkan pasal 1-9 sendiri
seseorang harus membuat kesimpulan bahwa Titus hanya mengadakan
kunjungan satu kali ke Korintus, tetapi menurut 12:8a, ada
indikasi bahwa Paulus telah melakukan kunjungan yang lain,
sehingga ini adalah kemungkinan kunjungan missi
yang kedua ke Korintus. (5). Sementara
orang pertama jamak mendominasi padal 1-9, orang
pertama tunggal mendominasi pasal 10-13. Lihat
juga argumen Barret, 2 Corinthians, pp. 11-17; and
Thrall, 2 Corinthians, 5-13.
3
These features can be summarized as follows: (1). There is no
manuscript or patristic warrant for thinking that any section of
canonical 2 Cor. ever circulated independently or as part of a
separate letter. (2). The change in tone between 1-9 and 10-13 is no
more difficult than Rom. 8:38-39 and 9:1; or between Gal. 5:1 and
5:2. Thus, there are some suggestions to explain the problem, i.e.,
(a). There could have been “a lapse of time” or at least “a
sleepless night;” (b). In chaps. 1-9, Paul’s remarks concern the
congregation as such, whereas in chaps. 10-13 he is specifically
confronting certain “false apostles,” who have intruded
themselves into the congregation; (c). It is possible that chaps.
1-9 are the work of Paul’s scribe, taking down the apostle’s
dictation, and that, beginning in 10:1, Paul is writing with his own
hand. (3). On the ground of a perceived thematic, structural, and
functional coherence, they are binding the thirteen chapters
together. See Furnish, II Corinthians, pp. 33-34. See also
the argument of Phillip Hughes, 2 Corinthians, pp. xxi-xxxv;
Colin Kruse, in 2 Corinthians, pp. 29-33.
4
Furnish, II Corinthians, pp. 31-41; Barret, A Commentary
on the Second Epistle to the Corinthians, pp. 9,10,21;
Martin, 2 Corinthians, pp. xl; Kruse, 2 Corinthians,
pp. 34-35.
5
Although one may argue that he/she has been able to prove it with
enough exegetical work, yet others may have another approach which
is feasible.
7
Christopher Forbes, “Comparison, Self - Praise and Irony: Paul’s
boasting and the conventions of Hellenistic Rhetoric,” New
Testament Studies 32 (1986), pp. 1-30; J. Paul Sampley, “Paul,
His Opponents in 2 Corinthians 1013,
and the Rhetorical Handbooks,” in The Social World of Formative
Christianity and Judaism, eds. Jacob Neusner, et al.
(Philadelphia: Fortress Press, 1988), pp. 162-177; J.T. Fitzgerald,
“Paul, the Ancient Epistolary Theorists, and 2 Corinthians 10-13:
The Purpose and Literary Genre of a Pauline Letter,” in Greeks,
Romans, and Christians, ed. D.Balch, et al. (Philadelphia:
Fortress Press, 1990, pp. 190-200; Ben Witherington, Conflict &
Community in Corinth, 1994, pp. 327-339.
11
Ibid. This is in spite of the argument of Thrall that analysis of
rhetorical structure could produce a quite different answer to the
question of unity because chaps. 1-7 constitute a rhetorical unit
complete in itself. See Thrall, 2 Corinthians, p.12. We have
to argue that we must consider this approach because it has been
understood by many scholars that Paul’s conscious choosing the
words and devices or method of argument, shows that he was familiar
with Greek rhetorical method.
12 See
J. Paul Sample, “Paul. His opponents in 2 Corinthians 10
13, and Rhetorical Handbooks,” pp. 162-175.
13 It
should be understood that it does not mean that Paul does not deal
with the intruders in chapters 1-9, nor he does not deal with the
Corinthian believers in chapters 10-13. This is only to show that
the focus is different.
14 This
argument was first proposed in 1870 by A. Hausrath, who maintained a
double thesis first, that 2
Cor. 10-13 form a separate letter, mutilated at the beginning; and
second, that this letter is identical with that letter written with
tears, spoken in 2 Cor. 2:4.. See the discussion on this subject in
Martin, 2 Corinthians, pp. xlvii-l; but Martin does not
support this position; For more information about this position see
Thrall, 2 Corinthians, pp. 13-14.
15 For
the most detailed argument of this proposal, see Thrall, 2
Corinthians, pp. 14-18; For comparison see also Furnish, 2
Corinthians, pp. 37-38; Martin, 2 Corinthians, pp.
xlvii-l; Kruse, 2 Corinthians, pp. 27-29.
16 Plummer
gives four reasons to support this argument: (1). the extraordinary
change of tone which is manifest when we pass from ix. to x.; (2).
the apparent inconsistency between passages in i-ix. and passages in
x-xiii., which make it difficult to believe that statements so
inconsistent can have been penned in one and the same letter; (3).
the fact there are passages in i-ix. which seem to refer to passages
in x-xiii., and therefore indicate that x-xiii. was written and sent
to Corinth before i.-ix. was written; (4). the fact that x.16 is
expressed naturally, if the writer was in Ephesus, where the severe
letter was written. See Plummer, 2 Corinthians, pp.
xxix-xxxiii.
Langganan:
Postingan (Atom)
KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ?
KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ? Ev. Matius Sobolim, M. Th. ...
-
VISI DAN MISI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DI PERGURUAN TINGGI ...
-
Tuhan Yesus FINALITAS KRISTUS SEBAGAI TUHAN DAN JURUSELAMAT A. Yesus Kristus adalah Pusat dari Kekristensan Kekristena...
-
RINGKASAN KITAB KEJADIAN 1-15 Nama : Loani Yovena kobak Mata Kuliah : PL ...