Apa itu karunia berbahasa lidah?
Matius Sobolim , S. Th |
Bahasa
lidah pertama kali terjadi pada Hari Pentakosta dalam Kisah Rasul 2:1-4. Para
rasul keluar dan membagikan Injil dengan orang banyak dan berbicara kepada
mereka dalam bahasa mereka masing-masing, “kita mendengar mereka berkata-kata
dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan
Allah!” (Kisah Rasul 2:11). Kata Bahasa Yunani yang dalam Bahasa Inggris
diterjemahkan sebagai “lidah” secara harafiah berarti “bahasa” sebagaimana
diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Karena itu, karunia berbahasa lidah
adalah karunia untuk berbicara dalam bahasa yang si pembicara tidak kuasai
supaya orang yang mengerti bahasa tsb dapat dilayani. Dalam 1 Korinuts 12-14 di
mana Paulus mendiskusikan karunia-karunia yang ajaib, dia berkomentar bahwa
“Jadi, saudara-saudara, jika aku datang kepadamu dan berkata-kata dengan bahasa
roh, apakah gunanya itu bagimu, jika aku tidak menyampaikan kepadamu penyataan
Allah atau pengetahuan atau nubuat atau pengajaran?” Menurut Rasul Paulus, dan
sesuai dengan bahasa lidah dalam kitab Kisah Rasul, bahasa lidah berguna bagi
orang yang mendengar berita dari Tuhan dalam bahasa mereka sendiri, namun tidak
ada artinya bagi orang lain, kecuali kalau dijelaskan/diterjemahkan.
Orang
yang memiliki karunia untuk menafsirkan bahasa lidah (1 Korintus 12:30) dapat
mengerti apa yang dikatakan orang dalam bahasa lidah sekalipun dia tidak
mengerti bahasa itu sendiri. Penafsir bahasa lidah kemudian akan menjelaskan
berita yang disampaikan dalam bahasa lidah itu kepada orang-orang lain sehingga
semua orang bisa mengerti. “Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa
roh, ia harus berdoa, supaya kepadanya diberikan juga karunia untuk
menafsirkannya” (1 Korintus 14:13). Konklusi Paulus mengenai bahasa lidah yang
tidak ditafsirkan sangat kuat. “Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka
mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga,
dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh” (1 Korintus 14:19).
Apakah
karunia berbahasa lidah berlaku untuk zaman sekarang? 1 Korintus 13:8
mengatakan bahwa karunia bahasa lidah sudah berakhir, walaupun berakhirnya itu
dihubungkan dengan datangnya “yang sempurna” dalam 1 Korintus 13:10. Sebagian
orang melihat berkurangnya nubuat dan berhentinya bahasa lidah sebagai bukti
bahwa bahasa lidah akan berakhir sebelum “yang sempurna” itu datang. Walaupun
ini mungkin, namun hal ini tidak jelas dalam ayat ini. Sebagian orang menunjuk
pada ayat-ayat seperti Yesaya 28:11 dan Yoel 2:28-29 sebagai bukti bahwa bahasa
lidah adalah tanda dari datangnya penghakiman Tuhan. 1 Korintus 14:22
menjelaskan bahwa bahasa lidah adalah “tanda bagi yang tidak percaya.” Menurut
jalan pikiran ini, karunia bahasa lidah adalah peringatan bagi orang-orang
Yahudi bahwa Allah akan menghakimi Israel karena penolakan mereka terhadap
Mesias. Karena itu waktu Tuhan betul-betul menghakimi Israel (dengan hancurnya
Yerusalem pada tahun 70 AD di tangan Roma), karunia bahasa lidah tidak lagi
diperlukan. Walapun pandangan ini mungkin, terpenuhinya maksud utama dari
bahasa lidah tidak berarti bahasa lidah harus berakhir. Alkitab tidak pernah
secara konklusif menyatakan bahwa karunia berbahasa lidah telah berakhir.
Pada
saat yang sama, kalau karunia bahasa lidah masih aktif dalam gereja zaman ini,
karunia itu harus dilakukan sesuai dengan Kitab Suci. Bahasa lidah harusnya
merupakan bahasa yang sebenarnya dan bisa dimengerti (1 Korintus 14:10). Bahasa
lidah dimaksudkan untuk mengkomunikasikan Firman Tuhan dengan orang dari bahasa
yang berbeda (Kisah Rasul 2:6-12). Bahasa lidah harus sesuai dengan perintah
yang Tuhan berikan melalui Rasul Paulus, “Jika ada yang berkata-kata dengan
bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi
seorang, dan harus ada seorang lain untuk menafsirkannya. Jika tidak ada orang
yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan Jemaat
dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah” (1
Korintus 14:27-28). Bahasa lidah juga harus tunduk kepada 1 Korintus 14:33,
“Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera” (1 Korintus
14:33).
Sudah
tentu Allah dapat memberi orang karunia berbahasa lidah untuk memampukan orang
tsb berkomunikasi dengan orang yang berbahasa lain. Roh Kudus memiliki
kedaulatan dalam membagikan karunia-karunia Roh (1 Korintus 12:11). Bayangkan
saja bagaimana produktifnya para missionari kalau mereka tidak perlu ke sekolah
bahasa dan dapat secara langsung berbicara kepada orang-orang dalam
bahasa-bahasa mereka sendiri. Namun nampaknya Tuhan tidak bekerja seperti ini.
Bahasa lidah tidak terjadi pada hari ini dengan cara yang sama dalam Perjanjian
Baru sekalipun kalau terjadi itu akan sangat berguna. Kebanyakan orang-orang
percaya yang mengaku berbahasa lidah tidak melakukannya sesuai dengan
pengajaran Kitab Suci sebagaimana disebutkan di atas. Hal ini menghasilkan
kesimpulan bahwa bahasa lidah sudah berakhir atau paling tidak jarang terjadi
dalam gereja zaman sekarang.
Mereka
yang percaya pada bahasa lidah sebagai “bahasa doa” untuk membangun diri
sendiri mendapatkan pandangan itu dari 1 Korintus 14:4 dan/atau 14:28, “Siapa
yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri, tetapi siapa
yang bernubuat, ia membangun Jemaat” (1 Korintus 14:4). Dalam pasal 14, Paulus
menekankan pentingnya bahasa lidah ditafsirkan (diterjemahkan), lihat 14:5-12.
Apa yang Paulus katakan dalam ayat 4 adalah “Siapa yang berkata-kata dengan
bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri, tetapi siapa yang bernubuat, ia
membangun Jemaat” (1 Korintus 14:4). Dalam Perjanjian Baru tidak diberikan
instruksi untuk “berdoa dalam bahasa lidah.” Perjanjian Baru sama sekali tidak
memberikan instruksi yang spesifik mengenai “berdoa dalam bahasa lidah,” atau
secara khusus menggambarkan seseorang “berdoa dengan bahasa lidah.” Selanjutnya
jika “berdoa dalam bahasa lidah” adalah untuk membangun diri sendiri, bukankah
itu tidak adil untuk mereka yang tidak punya karunia itu dan karenanya tidak
dapat membangun diri mereka? 1 Korintus 12:29-30 jelas mengindikasikan bahwa
tidak semua orang memiliki karunia berbahasa lidah.