Tampilkan postingan dengan label Hari. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hari. Tampilkan semua postingan

Senin, 21 April 2014

APAKAH ORANG KRISTEN MERAYAKAN HARI SABAT ?


Apakah orang-orang Kristen merayakan hari Sabat?

ANIKMAS
Sering dikatakan bahwa ”Allah menetapkan Sabat di Eden” karena hubungan antara Sabat dan penciptaan dalam Keluaran 20:11. Sekalipun berhentinya Allah bekerja pada hari ke tujuh (Kejadian 2:3) memberi pertanda untuk hukum mengenai Sabat di kemudian hari, tidak ada catatan Alkitab mengenai Sabat sebelum umat Israel meninggalkan Mesir. Dalam Alkitab tidak ada indikasi bahwa memelihara hari Sabat dilakukan pada zaman Adam sampai Musa.


            Firman Tuhan jelas bahwa memperingati Sabat adalah tanda khusus antara Allah dan Israel. “Lalu naiklah Musa menghadap Allah, dan TUHAN berseru dari gunung itu kepadanya: "Beginilah kaukatakan kepada keturunan Yakub dan kauberitakan kepada orang Israel: Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku. Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi.” (Keluaran 19:3-5).
            “Maka haruslah orang Israel memelihara hari Sabat, dengan merayakan sabat, turun-temurun, menjadi perjanjian kekal. Antara Aku dan orang Israel maka inilah suatu peringatan untuk selama-lamanya, sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, dan pada hari yang ketujuh Ia berhenti bekerja untuk beristirahat." (Keluaran 31:16-17).



            Dalam Ulangan 5 Musa mengulangi sepuluh hukum kepada generasi yang baru dari bangsa Israel. Di sini, setelah memerintahkan untuk memperingati Sabat dalam ayat 12-14, Musa memberikan alasan mengapa Sabat diberikan kepada bangsa Israel, “Sebab haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat” (Ulangan 5:15).



            Perhatikan kata itulah sebabnya. Maksud Allah dalam memberi Sabat kepada orang-orang Israel bukan supaya mereka dapat mengingat penciptaan, namun supaya mereka mengingat perbudakan mereka di Mesir dan pembebasan dari Tuhan. Perhatikan peraturan untuk memelihara Sabat: Seseorang yang berada di bawah hukum Sabat tidak boleh meninggalkan rumahnya pada hari Sabat (Keluaran 16:29), tidak boleh menyalakan api (Keluaran 35:3), dan tidak boleh membuat orang lain bekerja (Ulangan 5:14). Orang yang melanggar Sabat dijatuhi hukuman mati (Keluaran 31:15; Bilangan 15:32-35).



            Perjanjian Baru memperlihatkan empat hal penting kepada kita: 1) Setiap kali Tuhan Yesus menampakkan diri dalam tubuh kebangkitanNya dan harinya disebut, selalu adalah hari pertama dalam minggu itu (Matius 28:1, 9, 10; Markus 16:9; Lukas 24:1, 13, 15; Yohanes 20:19, 26). 2). Satu-satunya waktu di mana Sabat disebut dari Kisah Rasul sampai Wahyu, selalu adalah untuk maksud penginjilan kepada orang-orang Yahudi dan biasanya berlokasi di sinagog (Kisah Rasul 13-18). Paulus menulis, “ Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat” (1 Korintus 9:20). Paulus tidak pergi ke sinagog untuk bersekutu dan membangun orang-orang suci, tapi untuk memenangkan dan menyelamatkan yang terhilang. 3) Begitu Paulus mengatakan, “Mulai dari sekarang aku akan pergi kepada bangsa-bangsa lain" (Kisah 18:6) Sabat tidak pernah lagi disinggung. Dan 4) sebagai ganti menasihatkan ketaatan pada hari Sabat, bagian-bagian lain dari Pejanjian Baru justru mengindikasikan sebaliknya (termasuk satu kekecualiaan pada point ke 3 yang ditemukan dalam Kolose 2:16).



            Memperhatikan lebih lanjut point ke 4 di atas akan memperlihatkan bahwa tidak ada kewajiban bagi orang-orang Kristen Perjanjian Baru untuk memelihara Sabat, dan juga memperlihatkan bahwa hari Minggu sebagai hari ”Sabat Kristen” tidaklah Alkitabiah. Sebagaimana didiskusikan sebelumnya, hanya satu kali Sabat disebutkan setelah Paulus mulai menfokuskan diri pada orang-orang kafir, “Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus” (Kolose 2:16-17). Sabat orang Yahudi telah dihapuskan di atas salib ketika Kristus “menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita” (Kolose 2:14).
            Ide ini diulangi lebih dari satu kali dalam Perjanjian Baru: “Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri. Siapa yang berpegang pada suatu hari yang tertentu, ia melakukannya untuk Tuhan. Dan siapa makan, ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia mengucap syukur kepada Allah. Dan siapa tidak makan, ia melakukannya untuk Tuhan, dan ia juga mengucap syukur kepada Allah” (Roma 14:5-6). “Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah, bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya? Kamu dengan teliti memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang tetap dan tahun-tahun” (Galatia 4:9-10).



            Ada beberapa yang mengklaim bahwa perintah dari Konstantinus pada A.D. 321 “mengubah” Sabat dari hari Sabtu ke hari Minggu. Pada hari apakah gereja mula-mula berkumpul untuk beribadah? Alkitab tidak pernah menyebut orang-orang percaya berkumpul untuk bersekutu atau beribadah pada hari Sabat (Sabtu) manapun. Namun demikian, ada ayat-ayat yang dengan jelas menyebut hari pertama dalam minggu itu. Contohnya, Kisah Rasul 20:7 menjelaskan bahwa “Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti” (Kisah 20:7). Dalam 1 Korintus 16:2 Paulus menasihati orang-orang percaya di Korintus “Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing—sesuai dengan apa yang kamu peroleh—menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah” (1 Korintus 16:2). Karena Paulus menyebut persembahan ini sebagai ”pelayanan” dalam 2 Korintus 9:12, pengumpulan ini pastilah berhubungan dengan ibadah Minggu dari jemaat Kristen. Secara historis, Minggu, bukan Sabtu, adalah hari di mana biasanya orang-orang Kristen berkumpul di gereja, dan kebiasaan ini dapat ditelusuri kembali sampai abad pertama.
            Hari Sabat diberikan kepada Israel, bukan kepada gereja. Hari Sabat tetap adalah hari Sabtu, bukan hari Minggu dan tidak pernah diubah. Namun Sabat adalah bagian dari Hukum Taurat Perjanjian Lama, dan orang-orang Kristen bebas dari belenggu Hukum Taurat (Galatia 4:1-26; Roma 6:14). Orang Kristen tidak perlu memelihara Sabat – baik itu Sabtu ataupun Minggu. Hari pertama dalam minggu itu, hari Minggu, hari Tuhan (Wahyu 1:10) memperingati ciptaan baru di mana Kristus adalah Pemimpin kita yang sudah bangkit. Kita tidak perlu mengikuti Sabat dari Musa – beristirahat, namun kita sekarang bebas mengikuti Kristus yang bangkit – melayani. Rasul Paulus mengatakan bahwa masing-masing orang Kristen harus memutuskan apakah akan beristirahat pada hari Sabat, “Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri” (Roma 14:5) Kita beribadah kepada Tuhan setiap hari, bukan hanya pada hari Sabtu atau Minggu.





APAKAH ALKITAB MENYARATKAN ORANG-ORANG KRISTEN MEMELIHARA SABAT?


Apakah Alkitab mensyaratkan orang-orang Kristen memelihara Sabat?
         

ANIKMAS 

         Dalam Kolose 2:16-17 Rasul Paulus menyatakan, “Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus.” Demikian pula Roma 14:5 mengatakan, “Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri.” Ayat-ayat ini amat jelas bahwa bagi orang-orang Kristen memelihara Sabat adalah soal kebebasan rohani, bukanlah perintah Allah. Memelihara Sabat adalah hal yang Allah perintahkan untuk kita tidak saling menghakimi. Memelihara Sabat adalah soal yang setiap orang Kristen perlu yakini secara penuh dalam benak mereka masing-masing.

            Dalam pasal-pasal permulaan kitab Kisah Para Rasul, orang-orng Kristen mula-mula didominasi oleh orang-orang Yahudi. Ketika orang-orang bukan Yahudi mulai menerima anugrah keselamatan melalui Yesus Kristus, orang-orang Kristen menghadapi dilema. Aspek mana dari Hukum Musa dan tradisi Yahudi yang harus diajarkan kepada orang-orang bukan Yahudi untuk mereka taati? Para rasul berkumpul dan membicarakan soal itu dalam persidangan Yerusalem (Kisah 15). Keputusannya adalah, “Sebab itu aku berpendapat, bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah, tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah” (Kisah 15:19-20). Memelihara Sabat bukanlah salah satu perintah yang menurut para Rasul perlu untuk diterapkan kepada orang-orang percaya yang bukan orang Yahudi. Tidak dapat dibayangkan bahwa para Rasul akan lalai memasukkan memelihara Sabat kalau itu masih merupakan perintah Allah kepada orang-orang Kristen.

            Kesalahan umum dalam perdebatan soal memelihara Sabat adalah konsep bahwa Sabat adalah hari untuk beribadah. Kelompok-kelompok seperti Adven Hari Ketujuh percaya bahwa Allah menuntut ibadah gereja dilakukan pada hari Sabtu, hari Sabat. Ini bukanlah perintah Sabat. Perintah Sabat adalah jangan bekerja pada hari Sabat (Keluaran 20:8-11). Tidak pernah ada dalam Alkitab hari Sabat diperintahkan sebagai hari untuk beribadah. Ya, orang-orang Yahudi dalam Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dan zaman modern menggunakan hari Sabtu sebagai hari untuk beribadah, namun itu bukanlah hakekat dari perintah Sabat. Dalam kitab Kisah Rasul, ketika suatu pertemuan dikatakan dilakukan pada hari Sabtu, pertemuan itu adalah orang-orang Yahudi, bukan Kristen.

            Kapan orang-orang Kristen mula-mula berkumpul? Kisah 2:46-47 memberi jawabannya, “ Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” Kalau ada hari di mana orang-orang Kristen berkumpul secara rutin, itu adalah hari pertama dalam minggu itu (hari Minggu kita), bukan pada hari Sabat (Kisah 20:7,1 Korintus 16:2). Untuk menghormati kebangkitan Kristus pada hari Minggu, orang Kristen mula-mula memperingati hari Minggu, bukan sebagai “hari Sabat Kristen,” namun sebagai hari khusus untuk beribadah dan untuk memuliakan Yesus Kristus.

            Apakah ada sesuatu yang salah dengan beribadah pada hari Sabtu, hari Sabat? Sama sekali tidak! Kita harus menyembah Allah setiap hari, bukan hanya pada hari Sabtu atau Minggu! Banyak gereja sekarang ini memiliki kebaktian baik pada hari Sabtu maupun Minggu. Di dalam Kristus ada kebebasan (Roma 8:21; 2 Korintus 3:17; Galatia 5:1). Apakah orang Kristen perlu memelihara hari Sabat, yaitu tidak bekerja pada hari Sabtu? Kalau seorang Kristen merasa dipanggil untuk melakukan itu, tentu saja (Roma 14:5). Namun demikian, mereka yang memilih untuk memelihara Sabat tidak boleh menghakimi mereka yang tidak memelihara Sabat (Kolose 2:16). Lebih lanjut lagi, mereka yang tidak memelihara Sabat harus berhati-hati, jangan menjadi batu sandungan (1 Korintus 8:9) bagi mereka yang memelihara Sabat. Galatia 5:13-15 meringkaskan soal ini: “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!" Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan.”


Sabtu, 15 Juni 2013

HARI PENDAMAIAN



HARI PENDAMAIAN

OLEH
MATIUIS SOBOLIEM, S. Th.

Soboliem Matius
Ayat: "Dan pendamaian harus diadakan oleh imam ... bagi tempat mahakudus, bagi Kemah Pertemuan dan bagi mezbah, juga bagi para imam dan bagi seluruh bangsa itu."

PERLUNYA PENDAMAIAN.
Istilah "pendamaian" (Ibr. _kippurim_, dari kaphar yang artinya "menutupi") mengandung gagasan menutup dosa dengan memberikan pembayaran yang setara (yaitu, sebuah "tebusan"), sehingga telah dibayarkan pengganti kerugian yang memadai karena pelanggaran yang dibuat (perhatikan prinsip "tebusan" dalam Kel 30:12; Bil 35:31; Mazm 49:8; Yes 43:3).

1) Perlunya pendamaian timbul dari kenyataan bahwa dosa-dosa Israel (Im 16:30), apabila tidak didamaikan, akan menjadikan mereka sasaran murka Allah (bd. Rom 1:18; Kol 3:5; 1Tes 2:16). Jadi, tujuan Hari Pendamaian ialah menyediakan suatu korban yang meliputi semua dosa yang mungkin tidak didamaikan oleh korban-korban setahun yang lalu. Dengan demikian umat Israel akan disucikan dari dosa-dosa mereka tahun lalu, mengalihkan murka Allah terhadap mereka, dan memelihara persekutuan dengan Allah (Im 16:30-34; Ibr 9:7). 

2) Karena Allah ingin menyelamatkan orang Israel, mengampuni dosa mereka d an rukun kembali dengan mereka, Dia menyiapkan sebuah jalan keselamatan dengan menerima sebagai pengganti mereka kematian makhluk yang tidak bersalah (yaitu, binatang yang dikorbankan); binatang ini menanggung kesalahan dan hukuman mereka (Im 17:11; bd. Yes 53:4,6,11) dan menutupi dosa mereka dengan darahnya yang tertumpah. 

UPACARA HARI PENDAMAIAN. Im 16:1-34
          menggambarkan Hari Pendamaian, hari raya suci terpenting dalam tahun Yahudi. Pada hari ini imam besar, dengan mengenakan pakaian suci, lebih dahulu
mempersiapkan dirinya dengan mandi. Kemudian, sebelum mengadakan pendamaian bagi seluruh bangsa, dia harus mempersembahkan lembu jantan untuk dosa-dosanya sendiri. Berikut dia mengambil dua ekor kambing jantan lalu membuang undi: yang satu menjadi korban dan satunya bagi Azazel (Im 16:8). Ia membunuh kambing pertama, mengambil darahnya, memasuki Tempat Mahakudus di belakang tirai, lalu memercikkan darah atas tutup tabut perjanjian, sehingga darah itu berada di antara Allah dengan loh-loh hukum yang ada di dalam tabut (hukum-hukum yang dilanggar tetapi sekarang ditutup oleh darah). Dengan demikian ia mengadakan pendamaian untuk dosa-dosa seluruh bangsa (Im 16:15-16). Sebagai langkah terakhir ia mengambil kambing yang masih hidup, menumpangkan tangan ke atas kepalanya, mengakui di atasnya semua dosa bangsa Israel yang belum diampuni, lalu mengusirnya ke padang gurun, melambangkan bahwa dosa-dosa mereka telah dibawa ke luar perkemahan untuk menghilang di padang gurun (Im 16:21-22).
1.         1) Hari Pendamaian harus menjadi hari perhentian penuh, ketika semua orang berpuasa dan merendahkan diri di hadapan Tuhan (Im 16:31); tanggapan ini menekankan kehebatan dosa dan kenyataan bahwa karya pendamaian Allah hanya efektif bagi orang yang memiliki hati yang bertobat dan iman yang tekun (bd. Im 23:27; Bil 15:30; 29:7).
2.    2) Hari Pendamaian mengadakan pendamaian untuk semua dosa dan pelanggaran yang tidak didamaikan selama tahun sebelumnya (Im 16:16,21). Upacara ini harus diulang kembali setiap tahun dengan cara yang sama.
KRISTUS DAN HARI PENDAMAIAN.
Hari Pendamaian penuh dengan lambang yang menunjuk kepada karya Tuhan dan Juruselamat Yesus Kristus. Di dalam PB, penulis surat Ibrani menekankan penggenapan tipologi upacara Hari Pendamaian di dalam perjanjian yang baru (lih. Ibr 9:6-10:18;
1.    1) Kenyataan bahwa upacara-upacara persembahan korban PL harus diulang setiap tahun menunjukkan bahwa upacara itu bersifat sementara. Semuanya menunjuk ke depan kepada saat ketika Kristus akan datang untuk menghapus selama-lamanya semua dosa yang diakui (bd. Ibr 9:28; 10:10-18).
2.    2) Kedua kambing jantan melambangkan pendamaian, pengampunan, perukunan kembali, dan penyucian yang dilaksanakan oleh Kristus. Kambing jantan yang dibunuh melambangkan kematian-Nya sebagai korban dan pengganti orang-orang berdosa selaku hukuman atas dosa-dosa mereka (Rom 3:24-26; Ibr 9:11-12,24-26). Kambing jantan bagi Azazel, diusir sambil menanggung dosa-dosa bangsa itu, melambangkan korban Kristus, yang melenyapkan dosa dan kesalahan dari semua orang yang bertobat (Mazm 103:12; Yes 53:6,11-12; Yoh 1:29; Ibr 9:26).
3.    3) Korban-korban yang dipersembahkan pada Hari Pendamaian menyediakan sebuah "tutup" bagi dosa, bukan menghapus dosa. Akan tetapi, darah Kristus yang tercurah di salib, adalah pendamaian Allah yang sempurna bagi umat manusia yang menghapus dosa untuk selama-lamanya (bd. Ibr 10:4,10-11). Kristus sebagai korban sempurna (Ibr 9:26; Ibr 10:5-10) menanggung hukuman dosa kita sepenuhnya (Rom 3:25-26; 6:23; Gal 3:13; 2Kor 5:21) dan mengerjakan korban pendamaian yang mengalihkan murka Allah, mendamaikan kita dengan Dia dan memperbaharui persekutuan kita dengan-Nya (Rom 5:6-11; 2Kor 5:18-19; 1Pet 1:18-19; 1Yoh 2:2).
4.    4) Tempat Mahakudus yang dimasuki imam besar dengan membawa darah untuk mengadakan pendamaian melambangkan takhta Allah di sorga; Kristus memasuki "Tempat Mahakudus" ini setelah kematian-Nya, membawa darah-Nya sendiri untuk mengadakan pendamaian bagi orang percaya di hadapan takhta Allah (Kel 30:10; Ibr 9:7-8,11-12,24-28).
5.    5) Karena korban binatang melambangkan korban Kristus yang sempurna untuk dosa dan telah digenapi dalam korban Kristus sendiri, maka korban binatang tidak diperlukan lagi setelah kematian-Nya di salib (Ibr 9:12-18).


Kemuliaan Allah Turun di Atas Korban Pendamaian
Ayat Pokok: Imamat 9:1-2, 5-7
            Sungguh berbahagia apabila kita mau menempatkan Kristus sebagai Kepala di dalam kehidupan kita. Sebagai Penolong, Ia mau kemuliaan-Nya senantiasa ada dalam kehidupan kita. Melalui ibadah kita, Tuhan mau mengembalikan kemuliaan-Nya karena sesungguhnya kehidupan manusia yang penuh dosa ini telah kehilangan kemuliaan Allah. Supaya kemuliaan Allah kembali berada di tengah-tengah bangsa Israel, mereka harus mengadakan korban penghapus dosa dan korban bakaran. Apabila dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka kemuliaan Allah akan turun (Imamat 9:6). Harun sebagai imam besar melaksanakan korban tersebut untuk pendamaian bagi dirinya sendiri dan bagi bangsa Israel. Dengan adanya pendamaian antara pribadi kita dengan Allah maupun dengan sesama, maka kemuliaan Tuhan akan turun di tengah kita. 

            Imamat 16:3 mengatakan, bahwa untuk mengadakan pendamaian harus ada korban, yaitu korban lembu jantan untuk penghapus dosa dan domba jantan untuk korban bakaran. Korban penghapus dosa itu berlaku untuk pribadi dan keluarga (ayat 9-12, 15-17). Pendamaian bagi kita sekarang ini adalah melalui korban Yesus di atas kayu salib (1 Yohanes 4:9-10). Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah mengapa kita memerlukan korban pendamaian itu? Roma 3:23-24 mengatakan, bahwa karena dosa semua manusia telah kehilangan kemuliaan Allah. Dan karenanya manusia sering menutupinya dengan kemuliaan dunia, yang keindahannya seperti bunga yang suatu saat akan luruh. Tetapi Allah mau memberikan kemuliaan-Nya yang bersifat kekal secara cuma-cuma melalui korban Anak-Nya, Yesus Kristus.

Pada Imamat 9:22, imam besar Harun mengangkat kedua tangannya untuk memberkati bangsa itu, kemudian mempersembahkan korban penghapus dosa, korban bakaran, dan korban keselamatan. Maka kemuliaan Allah tampak dalam bentuk mujizat, yaitu keluar api dari hadapan Tuhan dan menghanguskan semua korban itu (ayat 23-24). Jadi, korban bakaran itu tidak dibakar dengan api dari manusia. Ketiga korban tersebut bagi kita sekarang adalah ibadah kita, di mana korban penghapus dosa membuat dosa kita diampuni, korban bakaran mengajarkan supaya kita membawa korban persembahan dari apa yang kita miliki, serta korban keselamatan yang mengingatkan kita supaya senantiasa bersyukur kepada Tuhan. Jika Tuhan berkenan atas ibadah kita yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka Dia akan memberkati kita dengan kemuliaan-Nya, yang dinyatakan dalam bentuk api Roh Kudus, yang memberikan sukacita, damai sejahtera, kesembuhan, dan lain-lain.

            Api Tuhan membakar korban bakaran itu dan segala lemak di atas mezbah. Menurut Imamat 3:16, lemak adalah kepunyaan Tuhan dan lemak itu pasti berasal dari binatang yang gemuk (Mazmur 66:13-15). Korban yang disampaikan kepada Tuhan haruslah korban bakaran yang gemuk dan memiliki banyak lemak. Hal ini menunjukkan bahwa kita barus membawa korban persembahan yang terbaik beserta lemaknya, yaitu perpuluhan, yang adalah milik Tuhan. Sebaliknya bila membawa korban yang cacat, akan membuat Tuhan marah karena telah menghinakan mezbah Tuhan dan itu suatu hal yang jahat (Maleakhi 1:6-8, 12-14). Jangan sampai kita datang kepada Tuhan dengan membawa korban yang cacat, yaitu ibadah yang dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh. Persembahkanlah yang terbaik supaya kemuliaan Tuhan turun, sehingga ada sorak-sorai dan sukacita lalu sujud menyembah Tuhan (Imamat 9:24). szk