Tampilkan postingan dengan label Allah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Allah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 17 April 2014

Apakah Allah/Alkitab seksis?

Apakah Allah/Alkitab seksis?

          Seksisme adalah salah satu jender, biasanya laki-laki, mendominasi jender lainnya, biasanya perempuan. Alkitab mengandung banyak referensi pada perempuan yang dalam pemikiran modern kita terkesan diskriminatif terhadap kaum perempuan. Apakah ini berarti Allah, dan karena itu Alkitab, seksis? Kita harus mengingat bahwa Alkitab ketika menggambarkan tindakan tidak berarti Alkitab mendukung tindakan tsb. Alkitab menggambarkan laki-laki memperlakukan perempuan tidak lebih dari sebagai barang kepunyaan, namun ini tidak berarti Alkitab menyetujui tindakan itu. Bahkan dalam contoh-contoh di mana Alkitab memberi perintah yang berhubungan dengan perlakuan terhadap perempuan, hal itu tidak merupakan suatu indikasi dari standar yang dikehendaki Allah. Alkitab lebih berfokus pada memperbaharui jiwa kita daripada masyarakat kita. Allah mengetahui bahwa perubahan hati akan menghasilkan perubahan tingkah laku.

            Pada masa Perjanjian Lama seluruh dunia bersifat patriakal. Status sejarah tsb sangatlah jelas – bukan hanya di dalam Kitab Suci, namun juga dalam peraturan sosial yang mengatur kebanyakan masyarakat di dunia. Berdasarkan sistim nilai modern dan pandangan manusia duniawi, hal itu disebut “seksis.” Allahlah yang menentukan keteraturan dalam masyarakat, bukan manusia, dan Dialah Sumber dari berlakukan prinsip-prinsip otoritas. Namun demikian, sama seperti semua yang lain, manusia yang berdosa telah mengacaukan keteraturan ini. Hal ini mengakibatkan ketidaksetaraan dalam posisi laki-laki dan perempuan sepanjang jalannya sejarah. Pengabaian dan diskriminasi yang kita dapatkan dalam dunia bukanlah sesuatu yang baru. Hal itu adalah akibat dari kejatuhan manusia dan masuknya dosa – yang adalah pemberontakan melawan Allah. Oleh karena itu kita dapat dengan benar mengatakan bahwa istilah dan praktik “seksisme” adalah akibat dari – produk dari – dosa umat manusia. Pewahyuan Alkitab secara progresif mengarahkan kita pada penyelesaian untuk seksisme, dan juga untuk semua kebiasaan berdosa dari umat manusia.

            Untuk mendapatkan dan mempertahankan keseimbangan rohani antara posisi otoritas yang telah ditetapkan Allah, kita perlu melihat kepada Alkitab. Perjanjian Baru adalah penggenapan dari Perjanjian Lama, dan di dalamnya kita mendapatkan prinsip-prinsip yang memberitahukan kita jalur otoritas yang benar dan penyelesaian untuk dosa, penyakit dari seluruh umat manusia, dan hal itu meliputi diskriminasi berdasarkan jender.

            Salib Kristus adalah penyeimbang yang agung. Yohanes 3:16 mengatakan, “Barangsiapa” dan ini adalah sebuah pernyataan yang meliputi semuanya dan tidak mengabaikan seorangpun berdasarkan posisinya dalam masyarakat, kemampuannya berpikir atau jender. Kita juga mendapatkan bagian Alkitab dalam surat Galatia yang memberitahukan kita kesempatan yang sama bagi kita untuk keselamatan. “Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua, yang dibaptis (diidentifikasikan) dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” (Galatia 3:26-28). Di salib tidak ada seksisme.

            Alkitab bukan seksis. Karena Alkitab dengan tepat menggambarkan akibat dosa. Alkitab mencatat segala jenis dosa: perbudakan dan perhambaan serta kegagalan dari para pahlawan yang agung. Namun Alkitab juga memberi jawaban dan penyelesaian untuk dosa-dosa melawan Allah dan aturan-aturan yang ditetapkanNya. Jawaban itu? Hubungan yang benar dengan Allah. Perjanjian Lama memandang ke depan kepada pengorbanan yang paling agung, dan setiap kali suatu pengorbanan untuk dosa dilakukan, hal itu mengajarkan perlunya pendamaian dengan Allah. Dalam Perjanjian Baru, “Anak Domba yang mengangkut dosa isi dunia” dilahirkan, mati, dikuburkan dan bangkit kembali dan kemudian naik ke tempatNya di surga, dan di sana Dia berdoa syafaat untuk kita. Melalui percaya kepadaNyalah penyelesaian untuk dosa ditemukan dan hal itu termasuk dosa seksisme.

            Tuduhan seksisme terhadap Alkitab adalah berdasarkan ketidakpengertian akan Kitab Suci. Ketika laki-laki dan perempuan menempati tempat yang telah Allah tetapkan bagi mereka dan hidup sesuai dengan “Demikianlah Firman TUHAN,” maka akan ada keseimbangan yang indah antara jender. Keseimbangan itulah yang dimulai oleh Allah dan akan diselesaikan Allah. Ada banyak perhatian yang tidak pantas yang diberikan kepada berbagai produk dosa dan bukannya pada akar dosa. Hanya ketika ada pendamaian pribadi dengan Allah melalui TUHAN Yesus Kristus maka kita mendapatkan kesetaraan yang sejati. “Kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:32)

Adalah juga penting untuk memahami bahwa perbedaan peranan yang diberikan Alkitab kepada laki-laki dan perempuan bukanlah seksisme. Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa Allah menginginkan para lelaki untuk berperan sebagai pemimpin dalam gereja dan keluarga. Apakah ini membuat perempuan lebih rendah? Sama sekali bukan. Apakah perempuan kurang pintar, kurang mampu dan dipandang lebih rendah dalam pandangan Allah? Sama sekali tidak! Yang dimaksudkan adalah bahwa dalam dunia yang sudah dinodai dosa ini, haruslah ada aturan dan otoritas. Allah telah menetapkan fungsi otoritas demi kebaikan kita. Seksisme adalah penyalahgunaan dari peranan-peranan itu … bukan soal adanya peranan-peranan itu.



 Oleh: MaSobolim, S. Th

Apakah Allah mengubah pikiranNya?

Apakah Allah mengubah pikiranNya?
            Maleakhi 3:6 menyatakan, “Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan lenyap.” Demikian pula Yakobus 1:17 memberitahukan kita, “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.” Makna dari Bilangan 23:19 amatlah jelas, “Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta, bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?” Tidak, Allah tidak mengubah pikiranNya. Ayat-ayat ini menegaskan bahwa Allah tidak berubah dan tidak dapat diubah.

            Namun ini nampaknya bertolakbelakang dengan apa yang diajarkan dalam ayat-ayat lain, seperti misalnya Kejadian 6:6, “maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.” Demikian pula Yunus 3:10 yang mengatakan, “Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Iapun tidak jadi melakukannya.” Keluaran 32:14 juga mengatakan, “Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancangkan-Nya atas umat-Nya.” Ayat-ayat ini bebicara mengenai Tuhan “menyesali” sesuatu, dan kelihatan bertolakbelakang dengan ayat-ayat yang mengatakan bahwa Allah tidak berubah. Namun demikian, analisa lebih dalam dari ayat-ayat ini mengungkapkan bahwa ini bukanlah indikasi yang sebenarnya bahwa Allah dapat berubah. Dalam bahasa aslinya, kata yang diterjemahkan “menyesal” adalah ungkapan dalam bahasa Ibrani yang berarti “berbelas kasihan.” Merasa kasihan untuk sesuatu hal bukan berarti ada perubahan yang terjadi, hal itu hanya menyatakan kesedihan untuk sesuatu yang telah terjadi.

            Pertimbangkan Kejadian 6:6 bahwa, “menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi.” Ayat ini selanjutnya mengatakan, “…dan hal itu memilukan hati-Nya.” Ayat ini mengatakan bahwa Allah menyesal telah menciptakan manusia. Namun jelas bahwa Dia tidak mengubah keputusanNya. Sebaliknya, melalui Nuh Dia mengijinkan manusia tetap ada. Kenyataan bahwa kita masih hidup sekarang ini adalah bukti nyata bahwa Allah tidak mengubah pikiranNya soal menciptakan manusia. Juga konteks dari ayat ini adalah gambaran mengenai keadaan manusia yang hidup dalam dosa, dan dosa manusialah yang memicu kesedihan Allah, bukan keberadaan manusia. Pertimbangkan apa yang dikatakan oleh Yunus 3:10, …“maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Iapun tidak jadi melakukannya.” Kata menyesal di sini adalah kata yang sama dalam Bahasa Ibrani yang berarti “berbelas kasihan.” Mengapa Allah berbelas kasihan kepada orang-orang Niniwe? Karena mereka bertobat, dan sebagai hasilnya, mereka berubah dari tidak taat kepada ketaatan. Allah sama sekali konsisten. Allah akan menghukum Niniwe karena kejahatan mereka. Namun Niniwe menyesal dan mengubah cara hidup mereka. Sebagai hasilnya Allah berbelas kasihan kepada Niniwe, semua ini tetap konsisten dengan karakterNya.

            Roma 3:23 mengajar kita bahwa semua orang sudah berdosa dan tidak mencapai standar Allah. Roma 6:23 mengatakan bahwa konsekwensi dari semua ini adalah kematian (rohani dan jasmaniah). Jadi penduduk Niniwe pantas untuk dihukum. Setiap kita juga menghadapi situasi yang sama karena pilihan manusia untuk berdosalah yang memisahkan kita semua dari Allah. Manusia tidak dapat meminta Allah bertanggung jawab untuk kesulitannya. Karena itu adalah berlawanan dengan karakter Allah kalau Dia tidak menghukum penduduk Niniwe saat mereka terus berdosa. Namun orang-orang Niniwe berbalik menjadi taat, dan karena itu Allah memilih untuk tidak menghukum mereka sebagaimana yang semula direncanakan. Apakah perubahan dari orang-orang Niniwe mewajibkan Allah tetap melakukan apa yang direncanakan? Sama sekali tidak! Allah tidak punya kewajiban kepada manusia. Allah baik dan adil, dan Dia memilih untuk tidak menghukum orang-orang Niniwe karena pertobatan mereka. Paling sedikit ayat ini sebetulnya justru menunjukkan bahwa Allah tidak berubah karena kalau Allah tidak menyelamatkan orang-orang Niniwe, hal itu justru bertentangan dengan karakter Allah.

            Ayat-ayat Alkitab yang menggambarkan Allah sepertinya “mengubah pikiranNya” adalah upaya manusia untuk menjelaskan tindakan Allah. Allah mau melakukan sesuatu, namun sebaliknya Dia justru melakukan yang lain. Bagi kita, hal ini sepertinya berubah. Namun bagi Allah yang Mahakuasa dan berdaulat, itu bukanlah perubahan. Allah selalu tahu apa yang Dia mau lakukan. Allah juga tahu apa yang Dia harus lakukan untuk membuat manusia melakukan apa yang Dia ingin mereka lakukan. Allah mengancam untuk menghancurkan Niniwe, Dia tahu bahwa hal itu akan mengakibatkan Niniwe bertobat. Allah mengancam untuk menghancurkan Israel, dan Dia tahu bahwa Musa akan berdoa syafaat bagi mereka. Allah tidak menyesali keputusanNya, namun sedih karena respon dari sebagian orang terhadap keputusan-keputusanNya. Allah tidak mengubah pikiranNya, namun bertindak konsisten sesuai dengan FirmanNya sebagai respon terhadap tindakan kita.




Oleh: Matius Sobolim, S. Th

Apakah Allah mengasihi semua orang atau hanya orang Kristen?

Apakah Allah mengasihi semua orang atau hanya orang Kristen?

            Dalam pengertian tertentu Allah mengasihi semua orang di seluruh dunia (Yohanes 3:16, 1 Yohanes 2:2; Roma 5:8). Kasih ini bukan kasih yang bersyarat – kasih ini berdasarkan fakta bahwa Allah adalah kasih (1 Yohanes 4:8, 16). Kasih Allah pada semua umat manusia mengakibatkan Allah menunjukkan kemurahanNya dengan tidak segera menghukum mereka karena dosa mereka (Roma 3:23; 6:23). Kalau Allah tidak mengasihi semua orang, kita semua akan ada dalam neraka saat ini juga. Kasih Allah kepada dunia ini dimanifestasikan dengan memberi kesempatan kepada orang untuk bertobat (2 Petrus 3:9). Namun demikian, kasih Allah akan dunia ini tidak membuat Dia mengabaikan dosa. Allah juga adalah Allah yang adil (2 Tesalonika 1:6). Dosa tidak akan dibiarkan untuk selama-lamanya (Roma 3:25-26).

            Perbuatan kasih kekal yang paling utama dinyatakan dalam Roma 5:8, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” Siapapun yang mengabaikan kasih Allah, yang menolak Kristus sebagai Juruselamat, yang menolak Juruselamat yang sudah membeli dia (2 Petrus 2:1) – orang itu akan mengalami murka Allah untuk selama-lamanya (Roma 1:18), bukan kasihNya (Roma 6:23). Allah mengasihi semua orang secara tanpa syarat dengan menunjukkan kemurahanNya kepada semua orang. Secara bersyarat Allah mengasihi hanya mereka yang beriman kepada AnakNya untuk keselamatan (Yohanes 3:36). Hanya mereka yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat akan mengalami kasih Allah untuk selama-lamanya.

            Apakah Allah mengasihi semua orang? Ya. Apakah Allah mengasihi orang-orang Kristen lebih daripada orang bukan Kristen? Tidak. Apakah Allah mengasihi orang-orang Kristen dengan cara yang berbeda dari orang-orang bukan Kristen? Ya. Allah mengasihi semua orang secara setara dalam pengertian Dia bermurah hati kepada semua orang. Allah hanya mengasihi orang-orang Kristen dalam pengertian bahwa orang-orang Kristen mendapatkan anugrah dan kemurahanNya selama-lamanya – janji kasihNya untuk selama-lamanya di Surga. Adalah kasih Allah pada semua orang yang harusnya menarik kita untuk menerima kasihNya yang kekal.


 Oleh: Matius Sobolim, S. Th 

Apakah Allah mendengar/menjawab doa-doa orang berdosa/tidak percaya?

Apakah Allah mendengar/menjawab doa-doa 

orang berdosa/tidak percaya?

          Yohanes 9:31 menyatakan, “Kita tahu, bahwa Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa, melainkan orang-orang yang saleh dan yang melakukan kehendak-Nya.” Juga dikatakan bahwa “satu-satunya doa yang Allah dengar dari orang berdosa adalah doa untuk diselamatkan.” Sebagai akibat dari bagian Kitab Suci ini, sebagian orang percaya bahwa Allah tidak mendengar dan/atau tidak akan pernah menjawab doa-doa dari orang yang tidak percaya. Ayat-ayat Alkitab berikut ini menggambarkan bahwa Allah mendengar dan menjawab doa-doa orang yang tidak percaya. 1 Yohanes 5:14-15 memberitahukan kita bahwa Allah menjawab doa-doa kita berdasarkan apakah yang diminta itu sesuai dengan kehendakNya atau tidak. Prinsip ini, mungkin, dapat diterapkan pada orang-orang tidak percaya. Jika seorang tidak percaya berdoa kepada Allah sesuai dengan kehendakNya, tidak ada yang menghalangi Allah menjawab doa tsb – sesuai dengan kehendakNya.

            Dalam menganalisa ayat-ayat ini kebanyakan ada hubungannya dengan doa. Dalam satu atau dua peristiwa kita melihat Allah menjawab jeritan hati (tidak dikatakan apakah seruan itu diarahkan kepada Allah atau bukan). Dalam beberapa kasus kelihatannya doa itu dikombinasikan dengan penyesalan. Namun dalam kasus lainnya, doa tsb. hanyalah merupakan doa minta berkat atau kebutuhan jasmani, dan Allah menjawabnya, baik karena kasihan maupun sebagai jawaban atas permintaan yang tulus atau iman dari orang itu. Berikut ini adalah beberapa bagian Alkitab yang berhubungan dengan doa dari orang yang tidak percaya.



*      Orang-orang Niniweh; Yunus 3:5-10; agar Niniweh luput dari bencana.
*      Hagar dan Ismael; Kejadian 21:14-19; bukan sekedar doa, namun suatu jeritan hati demi anaknya yang hampir mati.
*      Ahab, 1 Raja-Raja 21:17-29; khususnya ayat 27-29; Ahab berpuasa dan meratapi nubuat Elia mengenai keturunannya. Allah menjawab dengan tidak menimpakan malapetaka pada zaman Ahab.
*      Wanita dari daerah Tirus dan Sidon; Markus 7:24-30; supaya Yesus melepaskan anaknya dari roh jahat.
*      Kornelius, seorang perwira Roma; Kisah Rasul 10, apa yang didoakan tidak disebut (Kisah 10:30) namun dia ditunjukkan jalan keselamatan.
            Allah sudah membuat suatu janji yang berlaku untuk semua orang (baik yang sudah diselamatkan atau yang belum) seperti dalam Yeremia 29:13: “Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati.” Inilah yang terjadi dengan Kornelius dalam Kisah 10:1-6. Namun ada banyak janji yang berdasarkan konteks dari ayat-ayat tsb. hanya berlaku bagi orang-orang Kristen. Karena orang-orang Kristen telah menerima Yesus, kita dinasihati untuk dengan berani datang ke tahta anugrah untuk menerima pertolongan pada saat kita membutuhkannya (Ibrani 4:14-16). Kita diberitahu bahwa ketika kita meminta berdasarkan kehendak Allah, Dia mendengar dan memberi apa yang kita minta (1 Yohanes 5:14-15). Ada begitu banyak janji lainnya bagi orang Kristen yang juga berhubungan dengan doa (Matius 21:22; Yohanes 14:13; 15:7). Jadi, ya, ada contoh-contoh di mana Allah tidak menjawab doa dari orang yang tidak percaya. Pada saat yang sama, dalam anugrah dan kemurahanNya, Allah juga dapat campur tangan dalam kehidupan orang-orang yang belum percaya untuk menjawab doa-doa mereka.

Oleh: Matius Sobolim, S. Th 

MENGAPA ALLAH TIDAK TERUS MELAKUKAN MUJIZAT SEBAGAIMANA YANG DILAKUKANNYA DALAM ALKITAB?

APAKAH ALLAH MASIH BERBUAT MUJIZAT? MENGAPA ALLAH TIDAK TERUS MELAKUKAN MUJIZAT SEBAGAIMANA YANG DILAKUKANNYA DALAM ALKITAB?

          Ketika Allah melakukan mujizat-mujizat yang ajaib dan dahsyat bagi orang-orang Israel, apakah semua itu mengakibatkan mereka menaati Dia? Tidak, orang-orang Israel tetap saja tidak taat dan memberontak melawan Allah sekalipun mereka telah melihat semua mujizat tsb. Orang yang sama yang melihat Allah membelah Laut Merah kemudian meragukan apakah Allah mampu menaklukkan para penghuni Tanah Perjanjian. Bacalah perumpamaan dalam Lukas 16:19-31. Dalam kisah ini si orang di dalam neraka meminta kepada Abraham supaya dia mengirim Lazarus kembali dari antara orang mati untuk memberi peringatan kepada saudara-saudaranya. Abraham memberitahukan orang itu, “Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati." (Lukas 16:31).

            Yesus melakukan tak terhitung banyaknya mujizat, namun mayoritas yang amat besar tetap tidak percaya kepadaNya. Jikalau Allah melakukan mujizat-mujizat pada jaman sekarang sebagaimana yang dilakukannya di masa lalu, hasil yang sama akan pula terjadi. Orang akan terkagum-kagum dan percaya Allah untuk waktu yang singkat. Iman mereka dangkal dan akan menghilang begitu sesuatu yang tidak diharapkan atau yang ditakuti terjadi. Iman yang berdasarkan mujizat bukanlah iman yang dewasa. Allah melakukan mujizat yang terbesar sepanjang sejarah dengan datang ke dalam dunia dalam diri Manusia Yesus Kristus untuk mati di salib untuk dosa-dosa kita (Roma 5:8) supaya kita dapat diselamatkan (Yohanes 3:16). Allah masih melakukan mujizat – hanya saja banyak di antaranya terjadi tanpa mendapatkan perhatian atau sama sekali disangkali. Namun demikian, kita tidak membutuhkan lebih banyak mujizat. Yang kita perlukan adalah percaya pada mujizat keselamatan melalui iman dalam Yesus Kristus.

            Konsep penting lain yang perlu dipahami adalah fakta bahwa tujuan dari mujizat adalah untuk meneguhkan identitas dari sang pembuat mujizat. Kisah 2:22 menyatakan, “Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu.” Hal yang sama dikatakan mengenai para Rasul, “Segala sesuatu yang membuktikan, bahwa aku adalah seorang rasul, telah dilakukan di tengah-tengah kamu dengan segala kesabaran oleh tanda-tanda, mujizat-mujizat dan kuasa-kuasa” (2 Korintus 12:12). Saat ini kita memliki kebenaran mengenai Yesus sebagaimana tercatat dalam Kitab Suci. Kita memiliki tulisan dari para Rasul dalam Kitab Suci. Yesus dan para Rasul, sebagaimana dicatat dalam Kitab Suci, adalah batu penjuru dan dasar iman kita (Efesus 2:20). Dalam pengertian ini mujizat tidak lagi perlu karena berita dari Yesus dan para RasulNya telah dibuktikan dan dicatat secara akurat dalam Kitab Suci. Ya, Allah masih melakukan mujizat. Pada saat yang sama kita tidak perlu mengharapkan mujizat terjadi pada jaman sekarang ini dengan cara yang sama yang terjadi dan dicatat dalam Alkitab.




Matius Sobolim, S. Th 

Apakah Allah laki-laki atau perempuan?

Apakah Allah laki-laki atau perempuan?
            Dalam meneliti Alkitab ada dua fakta yang menjadi jelas: Pertama, Allah itu Roh, dan tidak memiliki karakteristik atau keterbatasan manusia; kedua, bahwa semua bukti dalam Alkitab sepakat bahwa Allah mengungkapkan diriNya kepada manusia dalam wujud laki-laki. Pertama-pertama, natur sejati Allah haruslah dipahami. Allah adalah pribadi, hal ini jelas karena Allah menyatakan semua karakteristik dari sebuah kepribadian: Allah memiliki pikiran, kehendak, intelek dan perasaan. Allah berkomunikasi, memiliki relasi, dan tindakan-tindakan Allah secara pribadi nyata dalam seluruh Kitab Suci.

            Sebagaimana dikatakan oleh Yohanes 4:24, “Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran." Karena Allah adalah makhluk rohani, Allah tidak memiliki karakteristik fisik secara manusia. Namun demikian, kadang-kadang bahasa kiasan dalam Alkitab menggunakan karakteristik manusia kepada Allah untuk memungkinkan manusia memahami Allah. Penggunaan karakteristik manusia untuk menggambarkan Allah disebut “antropomorfisme.” Antropomorfisme adalah sekedar wahana Allah (makhluk rohani) untuk mengkomunikasikan kebenaran mengenai natur diriNya kepada manusia, makhluk jasmaniah. Karena manusia adalah makhluk jasmaniah, manusia terbatas dalam perngertiannya akan hal-hal yang melampaui dunia fisik, dan di dalam Kitab Suci antropomorfisme digunakan untuk menolong manusia memahami siapakah Allah itu.

            Beberapa kesulitan terjadi saat meneliti fakta bahwa manusia diciptakan dalam gambar Allah. Kejadian 1:26-27 mengatakan, “Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya [sendiri], menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.”

            Yang dimaksudkan adalah baik laki-laki maupun perempuan diciptakan dalam gambar Allah, yaitu mereka lebih agung dari semua ciptaan lainnya karena, sama seperti Allah, mereka memiliki pikiran, kehendak, intelek, perasaan dan kemampuan moral. Binatang tidak memiliki kemampuan moral, dan tidak memiliki komponen bukan-materi sebagaimana dimiliki oleh manusia. Kejadian memnberitahukan kita bahwa ketika manusia diciptakan Allah, Allah menciptakan manusia sesuai dengan gambarNya sendiri. Gambar Allah adalah komponen rohani yang hanya dimiliki oleh manusia. Allah menciptakan manusia untuk memiliki hubungan dengan Dia; manusia adalah satu-satunya ciptaan yang didesain untuk tujuan tsb.

            Namun demikian, laki-laki dan perempuan hanya diciptakan sesuai dengan gambar Allah – mereka tidak bukan duplikat dari Allah, dan bahwa ada laki-laki dan perempuan tidaklah mengharuskan Allah itu memiliki ciri-ciri laki-laki dan perempuan. Ingat, diciptakan menurut gambar Allah tidak ada sangkut pautnya dengan karakteristik fisik.

            Kita tahu bahwa Allah adalah makhluk rohani dan tidak memiliki karakteristik fisik. Namun hal ini tidaklah membatasi bagaimana Allah menyatakan diriNya kepada umat manusia. Kitab Suci mengandung semua wahyu yang diberikan Allah kepada manusia mengenai diriNya sendiri, dan merupakan satu-satunya sumber informasi yang obyektif mengenai Allah. Memperhatikan apa yang diberitahukan oleh Alkitab ada beberapa pengamatan mengenai bagaimana Allah menyatakan diri kepada umat manusia.

            Sebagai awal, Alkitab mengandung hampir 170 rujukan pada Allah sebagai “Bapa.” Seseorang disebut bapa hanyalah kalau dia adalah seorang laki-laki. Kalau yang ingin dikomunikasikan adalah Allah memilih untuk menyatakan diri kepada manusia dalam wujud perempuan, maka kata yang akan dipakai pastilah “ibu” dan bukan “bapa.” Baik dalam Perjanjian Lama dan Baru kata ganti maskulin digunakan berulang-ulang untuk Allah.

            Yesus Kristus berkali-kali merujuk pada Allah sebagai Bapa, dan pada kesempatan-kesempatan yang lain menggunakan kata ganti maskulin untuk merujuk pada Allah. Dalam kitab-kitab Injil saja, Kristus menggunakan istilah “Bapa” hampir 160 kali untuk secara langsung merujuk pada Allah. Yang perlu diperhatikan adalah pernyataan Kristus dalam Yohanes 10:30. Di sana Dia mengatakan, “Aku dan Bapa[Ku] adalah satu." Jelaslah bahwa Yesus Kristus datang dalam wujud seorang laki-laki untuk mati di salib untuk membayar dosa dunia, dan sama seperti Allah Bapa, dinyatakan kepada manusia dalam wujud laki-laki. Alkitab mencatat berbagai contoh lainnya di mana Kristus menggunakan kata benda dan kata ganti maskulin untuk merujuk pada Allah.

            Surat-surat Perjanjian Baru (dari Kisah Rasul sampai Wahyu) juga mengandung hampir 900 ayat di mana kata “theos” – kata benda maskulin dalam Bahasa Yunani – digunakan sebagai rujukan langsung pada Allah. Dalam Bahasa Inggris kata ini kebanyakan diterjemahkan sebagai “God” (Allah).

            Dalam begitu banyaknya rujukan kepada Allah dalam Kitab Suci, jelas kelihatan ada konsistensi di mana Allah disebut dengan menggunakan gelar-gelar, kata benda dan kata ganti maskulin. Walaupun Allah bukanlah manusia, tapi Roh, Dia memilih wujud maskulin untuk mengungkapkan diriNya kepada umat manusia. Sama halnya, Yesus Kristus, yang secara terus menerus diperkenalkan dengan gelar-gelar, kata benda dan kata ganti maskulin, mengambil wujud seorang laki-laki saat Dia berjalan di bumi ini. Para nabi Perjanjian Lama dan para Rasul Perjanjian Baru merujuk pada Allah dan Yesus Kristus dengan nama dan gelar maskulin. Allah memilih untuk mengungkapkan diri dalam wujud semacam ini untuk memudahkan manusia memahami siapakah Allah itu. Menuntut bahwa Allah memilih wujud perempuan untuk menyatakan diri kepada manusia adalah bertentangan dengan pola yang diperlihatkan dalam Kitab Suci. Sekali lagi, kalau saja Allah memilih wujud feminin, akan ada bukti-buktinya dalam Alkitab. Bukti itu sama sekali tidak ada. Sekalipun Allah memberi kelonggaran untuk menolong manusia memahami diriNya, adalah penting untuk tidak berusaha “mengurung” Allah dengan membatasi Dia dengan apa yang tidak pantas untuk natur diriNya.



By Creyted Matius Sobolim

Apakah Allah ada? Apakah ada bukti mengenai keberadaan Allah?

Apakah Allah ada? Apakah ada bukti mengenai keberadaan Allah?
                                             

                                                     Oleh: Matius Sobolim

Apakah Allah ada? Saya merasa tertarik melihat begitu banyak perhatian yang diberikan kepada perdebatan ini. Survei terbaru mengatakan 90% masyarakat dunia percaya akan keberadaan Allah atau kuasa lain semacamnya. Namun demikian, tanggung jawab untuk membuktikan keberadaan Tuhan dilemparkan pada orang-orang yang percaya bahwa Tuhan ada. Menurut saya seharusnya terbalik.

            Namun demikian, keberadaan Allah tidak dapat dibuktikan atau disangkal. Alkitab bahkan mengatakan bahwa kita harus menerima keberadaan Allah dengan iman. “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia” (Ibrani 11:6). Jikalau Allah menghendaki, Dia bisa muncul begitu saja dan membuktikan pada seluruh dunia bahwa Dia ada. Namun jikalau Dia melakukan hal itu, tidak diperlukan iman. “Kata Yesus kepadanya: `Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya’" (Yohanes 20:29).

            Tidak berarti bahwa tidak ada bukti keberadaan Allah. Alkitab menyatakan “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi (Mazmur 19:1-4). Saat memandang bintang-bintang, kala memahami luasnya alam semesta, ketika mengamati keajaiban alam dan menikmati keindahan matahari terbenam – semua ini menunjuk pada Allah sang Pencipta. Jikalau semua ini masih tidak cukup, di dalam hati kita masih ada bukti keberadaan Allah. Pengkhotbah 3:11 memberitahu kita, “bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Jauh di dalam diri kita ada suatu pengenalan bahwa ada sesuatu yang melampaui hidup dan dunia ini. Kita dapat secara intelektual menolak pengenalan ini, namun kehadiran Allah di dalam diri kita dan melalui diri kita akan terus ada. Sekalipun demikian, Alkitab memperingatkan kita bahwa beberapa orang akan terus menyangkal keberadaan Allah, “Orang bebal berkata dalam hatinya: `Tidak ada Allah’." (Mazmur 14:1). Karena lebih 98% orang-orang sepanjang sejarah, dalam semua kebudayaan dan peradaban, di semua benua, percaya akan adanya semacam Allah, pastilah ada sesuatu (atau seseorang) yang menyebabkan kepercayaan semacam ini.

            Selain argumentasi Alkitab mengenai keberadaan Allah, ada pula argumentasi logis. Pertama-tama adalah argumentasi ontologis. Bentuk argumentasi ontologis yang paling populer pada dasarnya menggunakan konsep keTuhanan untuk membuktikan keberadaan Allah. Hal ini dimulai dengan mendefinisikan Allah sebagai, “sesuatu yang paling besar yang dapat dipikirkan.” Dikatakan bahwa ada itu lebih besar dari tidak ada; dan karena itu keberadaan yang paling besar haruslah ada. Kalau Allah tidak ada, maka Allah bukanlah keberadaan terbesar yang dapat dipikirkan – namun hal ini akan berlawanan dengan definisi mengenai Allah. Argumentasi ke dua adalah argumentasi teleologis. Argumentasi teleologis mengatakan karena alam semesta mempertunjukkan desain yang begitu luar biasa, pastilah ada seorang desainer Illahi. Contohnya, kalau saja bumi lebih dekat atau lebih jauh beberapa ratus mil dari matahari, bumi ini tidak akan mampu mendukung kehidupan seperti yang ada sekarang ini. Jikalau unsur-unsur alam di atmosfir kita berbeda beberapa persen saja dari apa yang ada, semua mahluk hidup di atas bumi ini akan binasa. Kemungkinan untuk sebuah molekul protein terbentuk secara kebetulan adalah 1:10243 (yaitu angka 10 yang diikuti oleh 243 angka nol). Sebuah sel terdiri dari jutaan molekul protein.

            Argumentasi logis ketiga mengenai keberadaan Allah disebut argumentasi kosmologis. Setiap akibat pasti ada penyebabnya. Alam semesta dan segala isinya adalah akibat atau hasil. Pastilah ada sesuatu yang mengakibatkan segalanya ada. Pada akhirnya, haruslah ada sesuatu yang “tidak disebabkan” yang mengakibatkan segala sesuatu ada. Sesuatu yang “tidak disebabkan” itu adalah Allah. Argumentasi keempat dikenal sebagai argumentasi moral. Setiap kebudayaan dalam sejarah selalu memiliki sejenis hukum/peraturan. Setiap orang memiliki perasaan benar dan salah. Pembunuhan, berbohong, mencuri dan imoralitas hampir selalu ditolak secara universal. Dari manakah datangnya perasaan benar dan salah ini kalau bukan dari Allah yang suci?

            Sekalipun demikian, Alkitab memberitahu kita bahwa orang-orang akan menolak pengetahuan yang jelas dan tak dapat disangkal mengenai Allah, dan percaya kepada kebohongan. Roma 1:25 berseru, “Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin.” Alkitab juga memproklamirkan bahwa manusia tidak dapat berdalih untuk tidak percaya kepada Allah, “Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih” (Roma 1:20).

            Orang-orang menolak untuk percaya kepada Tuhan karena “tidak ilmiah” atau “karena tidak ada bukti.” Alasan sebenarnya adalah begitu orang mengaku bahwa Allah itu ada, orang sadar bahwa mereka harus bertanggung jawab untuk segala sesuatu yang dilakukan. Kalau Allah tidak ada, maka kita bisa melakukan apa saja yang kita inginkan tanpa takut kepada Tuhan yang akan menghakimi kita. Saya percaya inilah sebabnya mengapa begitu banyak orang dalam masyarakat kita yang berpegang teguh pada evolusi, yaitu untuk memberi orang-orang alternatif untuk tidak percaya kepada Allah sang Pencipta. Allah ada dan pada akhirnya setiap orang tahu bahwa Allah ada. Bahkan fakta bahwa ada orang yang begitu sengitnya berusaha menolak keberadaan Allah pada dasarnya adalah merupakan bukti keberadaanNya.

            Izinkan saya untuk memberikan argumentasi terakhir mengenai keberadaan Allah. Bagaimana saya bisa tahu bahwa Allah ada? Saya tahu Allah ada karena saya berbicara kepadaNya setiap hari. Saya tidak mendengar suaraNya berbicara kepada saya, namun saya merasakan kehadiranNya, saya merasakan pimpinanNya, saya mengenal kasihNya, saya merindukan anugerahNya. Banyak hal yang terjadi dalam hidup saya tidak dapat dijelaskan selain dari Tuhan. Dengan cara yang begitu ajaib Dia menyelamatkan saya dan mengubah hidup saya sehingga mau tidak mau saya harus mengakui dan mensyukuri keberadaanNya. Tidak ada satupun argumentasi ini yang secara sendirinya dapat meyakinkan seseorang yang terus menolak mengakui sesuatu yang sudah begitu jelas. Pada akhirnya, keberadaan Allah harus diterima melalui iman (Ibrani 11:6). Iman kepada Tuhan bukanlah iman yang buta, namun adalah melangkah dengan aman ke dalam ruangan yang terang di mana 90% orang sudah menanti.

APA ARTINYA MEMILIKI TAKUT AKAN ALLAH?

APA ARTINYA MEMILIKI TAKUT AKAN ALLAH?                  Matius Sobolim


          Bagi orang yang tidak percaya, takut akan Allah adalah takut kepada penghakiman Allah dan kematian kekal, yang merupakan pemisahan untuk selama-lamanya dari Allah (Lukas 12:5; Ibrani 10:31). Bagi orang percaya, takut akan Allah adalah sesuatu yang sama sekali berbeda. Rasa takut dari orang-orang percaya adalah rasa hormat kepada Allah. Ibrani 12:28-29 adalah gambaran yang baik untuk hal ini. “Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut. Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan.” Rasa hormat dan takjub inilah artinya takut akan Allah bagi orang-orang Kristen. Inilah faktor yang memotivasi kita untuk berserah pada sang Pencipta alam semesta.

                Amsal 1:7 mengatakan, “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, ….” Kecuali kalau kita memahami siapakah Allah itu, dan mengembangkan rasa takut yang penuh hormat kepadaNya, kita tidak akan memiliki kebijaksanaan yang sejati. Ulangan 10:12, 20-21 mencatat, “ "Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu. … Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu, kepada-Nya haruslah engkau beribadah dan berpaut, dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah. Dialah pokok puji-pujianmu dan Dialah Allahmu, yang telah melakukan di antaramu perbuatan-perbuatan yang besar dan dahsyat, yang telah kaulihat dengan matamu sendiri.” Takut akan Allah adalah dasar dari kita mengikuti jalanNya, melayani Dia, dan, ya, mengasihi Dia.

                Banyak yang memiliki kecenderungan untuk memperkecil takut akan Allah bagi orang percaya sebagai sekedar “menghormati” Allah. Walaupun rasa hormat jelas termasuk dalam konsep takut akan Allah, namun takut akan Allah adalah lebih dari itu. Bagi orang percaya, rasa takut akan Allah yang Alkitabiah adalah termasuk memahami betapa besar kebencian Allah terhadap dosa, dan takut akan penghakimanNya terhadap dosa – juga dalam hidup orang percaya. Ibrani 12:5-11 menggambarkan disiplin Allah bagi orang percaya. Sekalipun hal itu diakukan dalam kasih (Ibrani 12:6) hal itu tetaplah menakutkan. Hal yang sama juga berlaku dalam hubungan kita dengan Allah. Kita perlu takut akan disiplin dariNya, dan karena itu berusaha menghidupi kehidupan kita dengan cara yang berkenan kepadaNya.

                Orang-orng percaya tidak merasa “ketakutan” kepada Allah. Tidak ada alasan bagi kita untuk merasa ketakutan kepadaNya. Kita memiliki janjiNya bahwa tidak ada sesuatupun yang dapat memisahkan kita dari kasihNya (Roma 8:38-39). Kita memiliki janjiNya bahwa Dia tidak akan pernah meninggalkan kita atau mengabaikan kita (ibrani 13:5). Takut akan Allah berarti memiliki rasa hormat yang sedemikian rupa sehingga berdampak kepada cara hidup kita. Takut akan Allah adalah menghormati Dia, tunduk kepada disiplinNya, dan menyembah Dia dengan takjub.




APA ARTINYA BAHWA ALLAH ITU ADALAH ALLAH YANG CEMBURU (KELUARAN 20:5; ULANGAN 4:24; GALATIA 5:20).

APA ARTINYA BAHWA ALLAH ITU ADALAH ALLAH YANG CEMBURU (KELUARAN 20:5; ULANGAN 4:24; GALATIA 5:20).


Sobolim Matius 

Adalah penting untuk memahami bagaimana kata cemburu digunakan. Penggunaan kata ini untuk melukiskan Allah dalam Keluaran 20:5 adalah berbeda dari penggunaannya untuk menggambarkan dosa kecemburuan (Galatia 5:20). Ketika kita menggunakan kata cemburu, kita menggunakannya dalam pengertian iri terhadap seseorang yang memiliki sesuatu yang tidak kita miliki. Seseorang merasa cemburu atau iri kepada orang lain karena orang itu memiliki mobil atau rumah yang bagus (barang kepunyaan). Atau iri kepada orang lain karena kemampuan atau keterampilan orang itu (misalnya kemampuan atletik). Contoh lain adalah seseorang yang cemburu atau iri pada orang lain karena ketampanan atau kecantikan orang itu.

                Ketika kita mengamati ayat ini, kita mendapatkan bahwa Allah bukan cemburu atau iri karena seseorang mempunyai sesuatu yang Allah tidak miliki. Keluaran 20:4-5 mengatakan, “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, ….” Perhatikan bahwa dalam ayat ini Allah berbicara mengenai cemburu karena orang mengambil apa yang menjadi milikNya dan memberi kepada yang lain.

Dalam ayat-ayat ini Allah berbicara mengenai orang-orang membuat patung dan sujud menyembah kepada patung-patung ini dan bukannya menyembah Allah sebagaimana layaknya.

                Penyembahan dan pelayanan adalah bagi Tuhan semata. Adalah dosa (sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam perintah ini) untuk beribadah aau melayani apapun selain dari Dia. Karena itu, secara ringkas, adalah merupakan dosa ketika kita mengingini, atau kita iri, atau kita cemburu pada seseorang karena dia memiliki sesuatu yang tidak kita miliki. Ketika Allah mengatakan Dia adalah Allah yang cemburu, di sini kata cemburu digunakan secara berbeda. Apa yang Allah cemburui adalah apa yang memang merupakan milik kepunyaanNya; ibadah dan pelayanan adalah milikNya semata-mata, dan hanya boleh diberikan kepadaNya.

                Mungkin contoh praktis berikut ini dapat membantu kita memahami perbedaannya. Jikalau seorang suami melihat pria lain bersikap genit dan main mata dengan istrinya, dia berhak untuk merasa cemburu karena hanya dia yang boleh bersikap genit terhadap istrinya. Cemburu seperti ini bukanlah dosa. Bahkan sebaliknya, ini adalah sesuatu yang pantas. Cemburu untuk apa yang merupakan milik Anda adalah baik dan pantas. Cemburu adalah dosa ketika itu merupakan keinginan untuk apa yang bukan merupakan milik Anda. Ibadah, pujian, hormat dan penyembahan adalah milik Allah semata-mata karena hanya Dia yang layak untuk itu. Karena itu adalah hak Allah untuk cemburu ketika ibadah, pujian, hormat atau penyembahan diberikan kepada berhala-berhala. Inilah kecemburuan yang digambarkan oleh Rasul Paulus dalam 2 Korintus 11:2, “Sebab aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi.”





APA ARTINYA ALLAH ADALAH KASIH?

APA ARTINYA ALLAH ADALAH KASIH?

Matius Sobolim 


            Apa artinya Allah adalah kasih? Pertama-tama kita perlu melihat bagaimana Firman Tuhan, Alkitab, menggambarkan ”kasih,” dan kemudian kita akan melihat beberapa cara pengajaran ini diterapkan pada Allah. ”Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap” (1 Korintus 13:4-8).

            Ini adalah cara Allah menggambarkan kasih. Allah adalah seperti yang digambarkan itu, dan orang Kristen perlu menjadikan ini sebagai tujuan mereka (walaupun selalu dalam proses). Ekspresi yang paling utama dari kasih Allah dikomunikasikan kepada kita dalam Yohanes 3:16 dan Roma 5:8. ”Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16). “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Roma 5:8). Dari ayat-ayat ini kita bisa melihat bahwa Allah sangat menginginkan kita bersama-sama dengan Dia dalam rumahNya yang kekal, Surga. Dia telah membuka jalan dengan membayar harga dosa-dosa kita. Dia mengasihi kita karena Dia memilih untuk melalukan hal itu. ”Hati-Ku berbalik dalam diri-Ku, belas kasihan-Ku bangkit serentak” (Hosea 11:8). Kasih mengampuni. “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (1 Yohanes 1:9).

            Kasih (Allah) tidak memaksakan diri pada orang lain. Orang-orang yang datang kepadaNya, datang kepadaNya sebagai respons terhadap kasihNya. Kasih (Allah) menyatakan kemurahan pada semua orang. Kasih (Yesus) berbuat baik kepada semua orang tanpa memandang bulu. Kasih (Yesus) tidak cemburu pada apa yang orang lain miliki, hidup sederhana tanpa mengeluh. Kasih (Yesus) tidak membesar-besarkan diri sekalipun Dia dapat mengalahkan semua orang lain. Kasih (Allah) tidak menuntut ketaatan. Allah tidak menuntut ketaatan dari sang Anak, namun sang Anak secara sukarela menaati BapaNya di surga. ”Dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku” (Yohanes 14:31). Kasih (Yesus) selalu memperhatikan kepentingan orang lain.

            Gambaran singkat mengenai kasih ini mengungkapkan hidup yang tidak mementingkan diri sendiri, sesuatu yang bertentangan dengan hidup mementingkan sendiri dari dunia ini. Yang luar biasa, Tuhan telah memberikan kepada mereka yang menerima AnakNya, Yesus, sebagai Juruselamat mereka dari dosa, kemampuan untuk mengasihi sebagaimana Dia mengasihi. Dia memberikan ini melalui kuasa Roh Kudus (lihat Yohanes 1:12; 1 Yohanes 3:1, 23, 24). Suatu tantangan dan hak istimewa yang luarbiasa!


Selasa, 28 Mei 2013

Pertanyaan: Apakah atribut-atribut Allah? Bagaimanakah Allah itu?

Pertanyaan: Apakah atribut-atribut Allah? Bagaimanakah Allah itu?

Oleh
Ev. Matius Sobolim, S. Th.

Atribut Allah

Jawaban:
Kabar baik bagi kita, dalam kita berusaha menjawab pertanyaan ini, adalah bahwa banyak yang dapat kita ketahui mengenai Allah! Anda yang membaca penjelasan ini mungkin akan lebih jelas kalau Anda membaca seluruh penjelasan ini lebih dahulu dan kemudian mengulangi mempelajari bagian-bagian Alkitab yang disebutkan supaya mendapatkan pemahaman yang lebih jelas. Referensi-referensi Alkitab mutlak diperlukan karena tanpa otoritas Alkitab apa yang dikatakan di sini tidak lebih dari sekedar opini manusia yang sering salah mengerti Tuhan (Ayub 42:7). Kita tidak pernah dapat mengatakan dengan cukup betapa pentingnya bagi kita untuk mencoba mengerti siapa Tuhan itu! Kegagalan kita mengerti siapa Tuhan akan menyebabkan kita membentuk, mengikuti dan menyembah illah yang salah yang berlawanan dengan kehendakNya (Keluaran 20:3-5).

Kita hanya dapat mengetahui apa yang Allah sendiri ungkapkan. Salah satu dari atribut atau qualitas Allah adalah “terang”, yang artinya hanya Dia sendiri yang dapat mengungkapkan informasi mengenai diriNya (Yesaya 60:19; Yakobus 1:17). Fakta bahwa Allah telah mengungkapkan pengetahuan mengenai diriNya sendiri tidak boleh diabaikan begitu saja, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku. (Ibrani 4:1). Ciptaan, Alkitab dan Sang Firman yang telah menjadi daging (Yesus Kristus) akan menolong kita untuk mengenal bagaimanakah Tuhan itu.

Mari kita mulai dengan memahami bahwa Tuhan Allah adalah Pencipta kita dan kita adalah bagian dari ciptaanNya (Kejadian 1:1; Mazmur 24:1). Tuhan berfirman bahwa manusia diciptakan menurut gambarNya. Manusia melampaui segala ciptaan dan diberikan kuasa atas ciptaan lainnya (Kejadian 1:26-28). Ciptaan telah dikotori oleh “kejatuhan” namun tetap memberikan gambaran mengenai karya Tuhan (Kejadian 3:17-18; Roma 1:19-20). Dengan mempertimbangkan luasnya ciptaan Tuhan, kompleksitasnya, keindahan dan keteraturannya, kita dapat membayangkan keluarbiasaan Tuhan.

Beberapa nama Tuhan berikut ini dapat menolong kita dalam usaha kita mengerti seperti apakah Tuhan itu.

Elohim – Yang kuat, illahi (Kejadian 1:1)
Adonai – Tuhan, mengindikasikan hubungan antara Majikan dan hamba (Keluaran 4:10, 13)
El Elyon – Yang Mahatinggi, Yang paling perkasa (Yesaya 14:20)
El Roi – Yang kuat Yang melihat (Kejadian 16:13)
El Shaddai – Allah yang Mahakuasa (Kejadian 17:1)
El Olam – Allah yang kekal (Yesaya 40:28)
Yahweh – TUHAN yang “adalah Aku”, artinya Allah yang berada dengan sendirinya dalam kekekalan (Keluaran 3:13,14)

Mari kita melanjutkan mempelajari atribut-attibut lainnya dari Allah. Allah itu kekal, berarti Dia tidak berawal dan keberadaanNya tidak akan pernah berakhir. Dia kekal, tak terbatas (Ulangan 33:27; Mazmur 90:2; 1 Timotius 1:17). Allah itu tidak berubah, dan ini berarti Allah dapat dipercaya dan diandalkan (Maleakhi 3:6; Bilangan 23:19; Mazmur 102:26, 27). Allah tak terbandingkan, artinya tidak ada satupun yang seperti Dia dalam karya atau keberadaan; Dia tak ada taranya dan sempurna adanya (2 Samuel 7:22; Mazmur 86:8; Yesaya 40:25; Matius 5:48). Allah itu melampaui segala pengertian, artinya Dia tidak dapat diselami dan tidak dapat dipahami secara sempurna (Yesaya 40:28; Mazmur 145:3; Roma 11:33,34).

Allah itu adil, artinya Dia tidak membeda-bedakan seorang dengan yang lain (Ulangan 32:4; Mazmur 18:31). Allah Mahakuasa, artinya Dia berkuasa atas segalanya, Dia dapat melakukan apa saja yang dikehendakiNya, namun apa yang dilakukanNya senantiasa sesuai dengan karakterNya (Wahyu 19:6; Yeremia 32:17, 27). Allah Mahahadir, artinya Dia senantiasa hadir dan Dia hadir di mana-mana, namun tidak berarti segalanya adalah Tuhan (Mazmur 139:7-13; Yeremia 23:23). Allah Mahatahu, artinya Dia mengetahui masa dulu, sekarang dan akan datang, bahkan segala yang kita pikirkan. Karena Dia mengetahui segala sesuatu, keadilannya selalu ditegakkan (Mazmur 139:1-5; Amsal 5:21).

Allah itu Esa, artinya bukan saja tidak ada Allah lain, tapi juga berarti hanya Dia yang dapat memenuhi kebutuhan hati kita yang paling dalam, dan hanya Dia satu-satunya yang layak untuk kita sembah dan puja (Ulangan 6:4). Tuhan itu benar adanya, artinya Dia tidak bisa dan tidak akan membiarkan kesalahan. Karena kebenaran dan keadilanNya maka Yesus harus menanggung hukuman Tuhan karena dosa-dosa kita sehingga dosa-dosa kita dapat diampuni (Keluaran 9:27; Matius 27:45-46; Roma 3:21-26).

Allah berdaulat, artinya Dia adalah Pemegang kekuasaan tertinggi. Semua ciptaanNya, sadar atau tidak sadar, tidak dapat merusak rencana-rencanaNya (Mazmur 93:1; 95:3; Yeremia 23:20). Allah itu Roh, artinya Dia tidak kelihatan (Yohanes 1:18, 4:24). Allah adalah Allah Tritunggal, artinya tiga tapi satu, sama secara substansi, setara dalam kuasa dan kemuliaan. Perhatikan bahwa dalam Matius 28:19, dalam bahasa Inggris, “nama” adalah dalam bentuk tunggal sekalipun dipakai untuk tiga pribadi berbeda-“Bapa, Anak, Roh Kudus” (Matius 28:19; Markus 1:9-11). Allah adalah kebenaran, artinya Dia tidak pernah bertentangan dengan diriNya sendiri, dan tidak dapat melakukan yang tidak benar dan tidak berbohong (Mazmur 117:2; 1 Samuel 15:29).

Allah suci, artinya Dia tidak dapat bercampur dengan segala kerusakan moral dan menentang segala yang berdosa. Allah melihat kejahatan dan marah karenanya. Sering kali Alkitab menyebutkan api bersama-sama dengan kesucian. Allah dilukiskan sebagai api yang menghanguskan (Yesaya 6:3; Habakuk 1:13; Keluaran 3:2,4,5; Ibrani 12:29). Allah itu penuh anugrah – hal ini termasuk kebaikan, kemurahan, belas kasihan dan kasih – semua kata ini menggambarkan arti dari kebaikan Tuhan. Kalau bukan karena anugrah Tuhan, segala atribut Tuhan akan membuat kita terpisah daripadaNya. Kita bersyukur bahwa bukan demikian halnya karena Dia ingin mengenal setiap kita secara pribadi (Keluaran 22:27; Mazmur 31:20; 1 Petrus1:3; Yohanes 3:16; 17:3).

Ini adalah suatu usaha yang sederhana untuk menjawab sebuah pertanyaan besar. Kiranya Anda terus bersemangat untuk lebih mengenal Dia (Yeremia 29:13)


AYAT-AYAT ALKITAB YANMG BERBICARA TENTANG SIFAT-SIFAT ALLAH

AYAT-AYAT ALKITAB YANMG BERBICARA TENTANG SIFAT-SIFAT ALLAH

Kasih Allah

oleh

Ev. Matius Sobolim, S. Th.


Allah adalah Kasih

I Yohanes 4:8 Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.

I Yohanes 4:16 Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.

Alkitab Elektronik 2.0.0 - Alkitab Terjemahan Baru © 1974 Lembaga Alkitab Indonesia
Pencarian di seluruh Alkitab Sintaks Pencarian: kasih Allah Ditemukan : 13 ayat Waktu Pencarian : 00:00:00


Roma 5
5:5 Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.


Roma 8
8:39 atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.


Roma 11
11:28 Mengenai Injil mereka adalah seteru Allah oleh karena kamu, tetapi mengenai pilihan mereka adalah kekasih Allah oleh karena nenek moyang.


II Korintus 13
13:13 Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian.


Lukas 11
11:42 Tetapi celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu membayar persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran, tetapi kamu mengabaikan keadilan dan kasih Allah. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.


Yohanes 3
3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.


II Tesalonika 3
3:5 Kiranya Tuhan tetap menujukan hatimu kepada kasih Allah dan kepada ketabahan Kristus.


I Yohanes 2
2:5 Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia.


I Yohanes 3
3:17 Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?


I Yohanes 4
4:9 Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya.


I Yohanes 4
4:16 Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.


I Yohanes 4
4:17 Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini.


Yudas 1
1:21 Peliharalah dirimu demikian dalam kasih Allah sambil menantikan rahmat Tuhan kita, Yesus Kristus, untuk hidup yang kekal.