Minggu, 18 Agustus 2013

MEMBINASAKAN BAIT ALLAH



Membinasakan Bait Allah
Matius Soboliem, S. Th.

1 Korintus 3:10-23 Dasar dan bangunan

            Kesulitan dari teks (1 Korintus 3:17) ini berkaitan dengan arti dari istilah-istilah penting yang digunakan dan juga implikasinya untuk kehidupan kita sebagai orang Kristen. Siapa, atau apa, Bait Allah itu? Dengan tindakan atau gaya hidup atau kata-kata yang bagaimanakah "Bait Allah" ini dapat dihancurkan? Apakah kata-kata atau perbuatan yang menghancurkan Bait Allah ini seperti dosa yang tidak dapat diampuni (Matius 12:22-32), karena dosa tersebut menimbulkan hukuman Allah? ("Allah akan menghancurkannya")?

Studi yang teliti mengenai tata bahasa dan struktur kalimat ini dan juga kedudukannya dalam seluruh argumentasi Paulus pada bab pertama surat ini akan membantu kita menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.
1 Korintus 3 :16-17
3:16  Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam 3:17 Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu.


            Pemahaman yang paling mendalam dan umum dari teks kita menyatakan bahwa dalam hal ini Paulus berbicara tentang tubuh kita masing-masing sebagai Bait Allah atau tempat kediaman Roh Allah (1 Korintus 3:16). Jika kita menghancurkan "Bait Allah"ini melalui cara hidup kita (misalnya, melalui pencemaran seksual) atau sesuatu yang kita masukkan ke dalam tubuh kita (misalnya alkohol, obat bius, tembakau, narkotika, kerakusan) atau apa yang kita lakukan terhadap tubuh kita (misatnya, bunuh diri, maka kita akan menjadi sasaran penghakiman Allah yang akhir dan menghancurkan. Karena tubuh kita diciptakan oleh Allah dan merupakan sasaran pekerjaan penebusan Allah, tubuh kita itu suci dan tidak seharusnya kita hancurkan dengan cara semacam ini. Ayat yang paralel dengan 1 Korintus 6:13 ini dapat kita baca di :
 1 Korintus 6:13 Makanan adalah untuk perut dan perut untuk makanan: tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah. Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh.

            Ayat di atas ini adalah untuk memberi nasehat terhadap suatu silogisme yang salah yang  mempersamakan makanan, perut dan tubuh. Tubuh tidak sama dengan makanan atau perut yang akan binasa. Bahkan dalam ayat 19, Paulus tekankan bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus. Dalam bahasa Yunani, ada dua kata yang dipakai untuk menerangkan bait (temple), yakni ιερον - hieron dan ναος - naos. hieron menunjuk kepada keseluruhan bangunan Bait Allah. Sedangkan naos menunjuk kepada ruang mahakudus, di mana Allah hadir dan bertahta di situ. Bahwa tubuh manusia adalah untuk Tuhan, sebagai bait-Nya:
 1 Korintus 6:19, Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?


            Ketika Paulus mengatakan tubuh kita adalah bait Roh Kudus, kata bait yang dipakai adalah naos. Ini berarti tubuh kita adalah ruang mahakudus yang didiami oleh Roh Kudus. Maka, bagaimana mungkin kita menyerahkan tubuh kita untuk percemaran? Bahkan sekalipun satu hari, tubuh kita akan berhenti berfungsi dan kembali ke tanah, tapi ingat seperti yang Paulus katakan dalam ayat 14, bahwa Dia akan membangkitkan tubuh kita dari kematian dan mengubahnya dengan tubuh kemuliaan (lihat Tesalonika 4:13-18). Dengan demikian betapa berartinya tubuh kita ini. Adalah suatu dosa kalau kita mencemari tubuh kita misalnya dengan percabulan, dll.

            Semua ini merupakan pandangan Alkitab yang penting dan benar, dan Paulus secara khusus membicarakan masalah penggunaan tubuh jasmani kita dalam kaitan dengan seksualitas setelah pasal ini (pasal 6). Tetapi Paulus tidak membicarakan masalah yang penting tersebut dalam 1 Korintus pasal 3 itu. Bukan tubuh jasmani kita yang dipermasalahkannya di sini. Karena alasan tata bahasa dan juga kontekstual, pemahaman yang populer ini harus dikesampingkan untuk benar-benar dapat mendengar Firman Allah kepada orang-orang Korintus dan kepada kita dalam teks ini.

            Pertama-tama mari kita lihat masalah tata bahasa. 1 Korintus 3:16-17 membentuk satu kesatuan pemikiran dan harus dipahami seperti itu. Hal ini disadari oleh sebagian besar terjemahan bahasa Inggris, yang menuliskan ayat 16-17 pada paragraf tersendiri, dan juga jelas dari fakta bahwa kedua ayat tersebut berbicara tentang Bait Allah.

            Pertanyaan, "Siapa atau apa Bait Allah itu?" terjawab jika kita memahami kata ganti "kamu" yang digunakan oleh Paulus dalam ayat 16-17. Bagi para pembaca teks bahasa Inggris, kata kerja "oidate/ kamu tahu", dan kata ganti "kamu" dapat berarti tunggal (individu tertentu) atau jamak (sekelompok orang). Pembacaan teks dengan pengertian "kamu'' yang tunggal dalam pikiran membawa kita pada kebingungan yang dibicarakan di atas. Tetapi, dalam bahasa Yunani, terdapat kata yang berbeda untuk "kamu" tunggal dan "kamu'' jamak (yaitu, "kamu semua"). Selain itu, kata kerja memiliki akhiran yang berbeda yang menununukkan apakah subyek dari kata kerja itu tunggal atau jamak, kata ganti orang pertama ("saya," "kami"), orang kedua ("kamu " "kalian") atau orang ketiga ("dia laki-Iaki," "dia perempuan," "dia [benda/ binatang]" atau "mereka").  Jadi, teks bahasa Yunani dari ayat 16-17 tidak membingungkan dalam hal jumlah "kamu/ kalian'' yang dibicarakan: akhiran kata kerja dan kata ganti semuanya menggambarkan "kamu'' jamak yaitu "kalian".

            Di antara terjemahan-terjemahan modern, hanya Alkitab verst NIV dan TEV yang berusaha menerjemahkan bahasa Yunaninya secara tepat. Terjemahan ayat 16 NIV mengatakan, "Tidakkah kamu tahu bahwa kamu sendiri (that you yourselves) adalah Bait Allah?" Ayat 17 TEV mengatakan, "Dan kamu sendirilah Bait Allah itu." Walaupun demikian, terjemahan ini tidak mengungkapkan artinya selelas bahasa Yunaninya. Terjemahan beranotasi berikut ini merupakan usaha untuk menangkap arti bahasa Yunaninya secara tepat, "Tidakkah kalian (jamak) tahu bahwa kalian (jamak) adalah Bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam (di antara) kalian (jamak)? Setiap orang (tunggal) yang menghancurkan Bait Allah akan dihancurkan oleh Allah; karena Bait Allah itu suci, dan kalian (jamak) adalah Bait Allah itu."

            Pengenalan terhadap nuansa bahasa Yunani dari Paulus ini menunjukkan bahwa di sini Paulus tidak memikirkan individu-individu Kristen sebagai Bait Allah yang didiami oleh Allah, melainkan gereja, persekutuan orang beriman di Korintus, di mana Roh Allah tinggal dan bekerja. Paulus mengungkapkan pengertian yang sama dalam 2 Korintus 6:16 ketika ia mengatakan, "Kita adalah Bait dari Allah yang hidup." Jika ia bermaksud membicarakan orang Kristen secara individual dalam tubuh jasmani mereka, maka dalam 1 Korintus 3:16 ia harus mengatakan, "Tidak tahukah kamu sekalian bahwa kamu sekalian adalah Bait Bait Allah? dan dalam 1 Korintus 3:17, "Kamu sekalian adalah Bait-Bait Allah itu" (Dan dalam 2 Korintus 6:16, "Kita adalah Bait-Bait Allah yang hidup"), namun Alkitab membicarakan gereja/ jemaat sebagai Bait Allah (tunggal) yang berisi umat (tiap-tiap jemaat/ orangnya).
 2 Korintus 6:16 Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut firman Allah ini: "Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku.


            Dalam banyak hal, 1 Korintus 3: 16-17 mengungkapkan pemahaman Paulus yang fundamental terhadap gereja dan merupakan kunci terhadap arti seluruh surat. Yaitu bahwa gereja, yang berisi umat Allah di mana Roh Allah tinggal, merupakan pilihan dan alternatif Allah terhadap perpecahan dan kehancuran masyarakat manusia. Jemaat Kristen di Korintus dipanggil untuk menjadi teladan bagi alternatif itu di tengah-tengah kehancuran masyarakat Korintus. Tetapi keterpecahan, imoralitas, dan kerohanian mereka yang antusias yang mengabaikan dimensi kehidupan yang konkret/jasmani semua ini menghancurkan kelangsungan pilihan Allah, Bait Allah di Korintus. Dan kehancuran itulah yang berada di bawah penghakiman Allah.

            Pemahaman mengenai Bait Allah dalam ayat 16-17 ini dikokohkan oleh konteks bacaan. Dalam empat bab pertama dari surat ini Paulus dislbukkan dengan perpecahan yang mengancam kehidupan gereja (1 Korintus 1 :10-17; 3:3-4). Perpecahan itu jelas berpusat seputar kesetiaan terhadap pengajaran-pengajaran tertentu yang telah diterima orang Kristen Korintus dan pendiri gereja mereka (Paulus) atau para pemimpin yang beker]a di antara mereka setelah keberangkatan Paulus (Apolos, surat Petrus 1: 12).

            Dalam bagian ini (1 Korintus 3:10-15), Paulus menunjukkan bahwa orang-orang yang dipanggil untuk menjadi pemimpin di gereja, dan barangkali semua orang Kristen: betanggung jawab terhadap Allah atas cara mereka berpartisipasi terhadap pembangunan gereja Allah, melalui kehidupan dan pekerjaan mereka. Kita dapat membangun dengan bahan yang tahan lama (emas, perak) atau dengan bahan yang kualitasnya lebih rendah (rumput kering, jerami 1 Korintus 3:12). Penghakiman pada jaman akhir ("hari Tuhan" l Korintus 3:13), yang disini, seperti di tempat- tempat lain dalam Kitab Suci digambarkan sebagai siksaan api, akan menyatakan dengan bahan apakah seorang individu telah membangun (I Korintus 3:13-15). Mungkin, seperti dikatakan beberapa komentator, yang dimaksudkan oleh Paulus adalah pengikut-pengikut Petrus dan Apolos. Pengikut-pengikut Petrus mungkin berusaha untuk membangun praktek hukum Yahudi mereka sendiri ke dalam struktur gereja; sedangkan pengikut-pengikut Apolos mungkin membangun dengan kebijaksanaan dan roh dunia. "Bahan-bahan bangunan" ini, yang ditunjukkan Paulus sepanjang tulisannya (khususnya Galatia dan 1 Korintus) sama sekali tidak berguna. Walaupun orang Kristen yang membangun dengan bahan-bahan ini masih mendapatkan keselamatan Allah, perjalanan mereka dalam penghakiman Allah menuju kekekafan akan diiringi dengan pengalaman kegagalan dan kerugian (1 Korintus 3: 15).

Tetapi di balik bahaya menggunakan bahan-bahan bangunan yang tidak berharga dalam pertumbuhan umat Allah, ada bahaya yang lebih besar yaitu memiliki sikap dan cara hidup yang menghancurkan "bangunan Allah." Bahaya itulah yang dibicarakan Paulus dalam I Korintus 3: 17.

            Jemaat gereja di Korintus berada dalam bahaya menghancurkan diri sendiri. Seperti diungkapkan oleh seluruh daftar masalah yang dibicarakan Paulus dalam surat ini, kemungkinan hancurnya gereja ini sangat nyata: kesombongan mereka sehubungan dengan imoralitas yang menyolok (pasal 5); digunakannya orang-orang yang tidak beriman oleh mereka untuk menyelesaikan perselisihan dalam gereja, dan partisipasi beberapa anggota tertentu secara terus- menerus dalam upacara percabulan para penyembah berhala (pasal 6); digunakannya kebebasan dan pengetahuan Kristen sedemikian rupa sehingga orang-orang yang "Iemah imannya" kembali jatuh ke dalam dosa dan binasa (pasal 8, 10); penolakan pengajaran Paulus tentang kebangkitan tubuh dan pemberian penekanan semata-mata pada "pembebasan roh" (bab 15), yang membuat jemaat di Korintus sama sekali mengabaikan dimensi yang kongkrit dan praktis dari kehidupan dalam persekutuan dan masyarakat yang lebih luas.

            Menghancurkan gereja atau Bait Allah ini berarti menghancurkan alternatif Allah terhadap hancurnya masyarakat manusia; ini membuat karya penebusan Allah tidak dapat dilakukan dalam masyarakat di Korintus melalui "Bait"-Nya di Korintus. Dengan demikian mereka yang menentang tujuan penebusan Allah dengan tingkah laku yang memecah-belah, suka bertengkar, sengit; dengan doktrin-doktrin palsu yang menolak pesan salib sebagai sesuatu yang memalukan dan bodoh; dengan memutarbalikkan kebebasan Injil menjadi imoralitas yang tak terbatas; dengan menggantikan keselamatan oleh kasih karunia melalui iman dengan ketergantungan pada perbuatan mereka semua akan terkena kuasa Allah yang menghancurkan. Tetapi kehancuran mereka itu tidak dapat dipandang sebagai tindakan balasdendam, melainkan akibat yang tak terhindarkan yang menimpa siapa saja yang menolak jalan keselamatan Allah.

            Dalam pengertian inilah seseorang yang "membinasakan Bait Allah" termasuk dalarn kelompok orang yang menurut Yesus dalam Matius 12:22-32 melakukan dosa yang tidak dapat diampuni. Yaitu, penolakan terhadap kehadiran Roh Allah yang menebus dalam kehidupan dan pelayanan Yesus. Menolak karya Allah berarti menolak pengampunan Allah. Bagi Paulus, penghancuran jalan keselamatan Allah melalui gereja di mana Roh Allah bekerja itulah (1 Korintus 3:16) yang membawa pada kehancuran. Karena menghancurkan pekerjaan Allah ini (lihat Roma 14:20) pada akhirnya berarti menolak Allah.

Jumat, 28 Juni 2013

KATA KATA PENGHARGAAN BUAT NELSON MANDELA DI BUPLIKASIKAN KEPADA DUNI



KATA KATA PENGHARGAAN BUAT NELSON MANDELA DI BUPLIKASIKAN KEPADA DUNI


Oleh

Matius Sobolim

Matius Sobolim
Syalom bapakku Nelson Rolihlahla Mandela lahir 18 Juli 1918) adalahrevolusioner anti-apartheid dan politisi Afrika Selatan yang menjabat sebagai Presiden Afrika Selatan sejak 1994 sampai 1999. Ia adalah orang Afrika Selatan berkulit hitam pertama yang memegang jabatan tersebut dan presiden pertama yang terpilih melalui pemilu multiras dan lengkap. Pemerintahannya berfokus pada penghapusan pengaruh apartheid dengan memberantas rasisme, kemiskinan dan kesenjangan, dan mendorong rekonsiliasi rasial. Selaku nasionalis Afrika dan sosialis demokratik, ia menjabat sebagai Presiden Kongres Nasional Afrika (ANC) pada 1991 sampai 1997. Selain itu, Mandela pernah menjadi Sekretaris Jenderal Gerakan Non-Blok pada 1998 sampai 1999.
Nelson Rolihlahla Mandela
seorang


            Terlahir dari keluarga kerajaan Thembu dan bersuku Xhosa, Mandela belajar hukum di Fort Hare University dan University of  Witwatersrand. Ketika menetap di Johannesburg, ia terlibat dalam politik anti-kolonial, bergabung dengan ANC, dan menjadi anggota pendiri Liga Pemuda ANC. Setelah kaum nasionalis Afrikaner dari Partai Nasional berkuasa tahun 1948 dan menerapkan kebijakan apartheid, popularitas Mandela melejit di Defiance Campaign ANC tahun 1952, terpilih menjadi Presiden ANC Transvaal, dan menghadiri Congress of the People tahun 1955. Sebagai pengacara, ia berulang kali ditahan karena melakukan aktivitas menghasut dan, sebagai ketua ANC, diadili di Pengadilan Pengkhianatan pada 1956 sampai 1961, namun akhirnya divonis tidak bersalah. Meski awalnya berunjuk rasa tanpa kekerasan, ia dan Partai Komunis Afrika Selatan mendirikan militan Umkhonto we Sizwe (MK) tahun 1961 dan memimpin kampanye pengeboman terhadap target-target pemerintahan. Pada 1962, ia ditahan dan dituduh melakukan sabotase dan bersekongkol menggulingkan pemerintahan, dan dihukum penjara seumur hidup di Pengadilan Rivonia.




            Melihat gaya hidup Bapak Presiden Nelsin Rolihlahla Mandela, maka, secara pribadi dan keluarga besar Papua, orang berkulit hitam tidak menahan tagis. Biarlah airmata membasahi pipi, dan rasa terharu menyelimuti jantung,  ooo Bapakku Nelsin Rolihlahla Mandela, engkau menaruh kenangan bagi orang berkulit hitam, tetapi juga kenangan bagi dunia. Cara hidup mu, perjuangnmu, menjadi berkat bagi dunia. Jikalau  bapaku hari ini ada di Rumah Sakit Papua aku bisa berkunjung kesana, namun, bapaku, enggau di Afrika Selatan. Rasa terharu buat bapak dibatasi oleh lautan yang luas, dan seruan tagisanku dibawa agindan tidak tahu kemana perginya!. suarahku buat bapakku Nelson Mandela? Hanya Tuhan yang bersaksi. Tuhan mendengar seruan kami.  Perbuatanmu sangat terlaris di dunia, sebelum berbuat sesuatu orang melihat sebela mata, tetapi Bapak membuat memperjuangkan harkat dan martabat orang berkulit hitam, sekaligus mengahancurkan tebok pemisah yaitu: sistim perbudakan Apartheid. Terimakasi Allah Tritunggal, enggau pakai Nelsin Rolihlahla Mandela sebagai media sehingga orang berkulit hitam bias merdeka dari perbudakan Amin.

Kamis, 27 Juni 2013

Kredibilitas Seorang Pemimpin



Kredibilitas Seorang Pemimpin

Oleh
Matius Soboliem 


AAM
Ketika suatu organisasi akan mengadakan perubahan maka faktor kredibilitas dan kepemimpinan menjadi hal utama. Kredibilitas merupakan hal paling potensial kalau gerejanya mau unggul dalam persaingan bertumbuhan iman.

            Kedudukannya sebagai sumber enerji positif dari dalam seorang pemimpin. Di dalamnya ada beragam nilai seperti kepercayaan tinggi, kepemimpinan mumpun, karakter pribadi, kompetensi, kepedulian, dan komitmen tinggi. Semakin tinggi nilai unsur-unsur tersebut semakin tinggi kualitas kredibilitas seorang pemimpin. Sekaligus juga akan berefek pada meningkatnya kredibilitas perusahaan. Di sisi lain kredibilitas tidak berperan untuk memulihkan sesuatu agar kembali normal sepenuhnya atau mengembalikan kerugian potensial, tetapi hanya dapat mengurangi ketidak-pastian dan ancaman saja. Untuk itulah kepemimpinan yang kredibel dalam manajemen perubahan sangat diperlukan sekali.

            Kepemimpinan yang kredibel dapat dilihat dari kepercayaan yang diterima seorang pemimpin. Kepercayaan timbul karena pemimpin selalu memberikan keteladanan perilaku yang baik kepada subordinasi dan pihak lain. Hal demikian dapat dilihat dari unsur karakter. Dalam kesehariannya, sebagai seorang pemimpin, dia bersikap jujur, adil, dan rendah hati. Dia selalu mampu menjadi penengah yang handal ketika terjadi suatu konflik di dalam perusahaan.
            Sementara, ditinjau dari sisi kompetensi berarti dia seseorang yang memiliki  
pengetahuan, ketrampilan, sikap-perilaku positif, inovatif, dan pengalaman yang panjang. Katakanlah juga yang memiliki visi maju. Kompetensi ini utamanya dibutuhkan untuk memperkecil terjadinya resiko kegagalan setiap perubahan yang mungkin timbul. Selain itu pemimpin yang memiliki komitmen dicirikan oleh kemampuannya untuk memutuskan siapa saja yang akan dilibatkan dan mengajak mereka untuk mendukung pelaksanaan perubahan. Begitu pula ciri pemimpin yang peduli adalah dia yang memiliki minat tinggi dan mampu mengkoordinasi siapapun yang berminat dan peduli untuk mensukseskan perubahan.
Kepercayaan timbul karena pemimpin selalu memberikan keteladanan perilaku yang baik kepada subordinasi danpihak lain.

            Untuk mencapai keberhasilan perubahan maka seorang pemimpin akan memanfaatkan daya enerjinya melalui optimalisasi keseimbangan, stabilitas, dan kekuatan atas kekuasaannya. Satu saja  unsur dan atau keseimbangan memiliki titik lemah maka akan membatasi kapasitas seorang pemimpin dalam mengelola perubahan secara optimum. Patut disadari bahwa kapasitas seorang pemimpin relatif terbatas. Tidak ada istilah superman yang mampu bekerja sendiri. Siapapun tahu seorang pemimpin tidak bakal mampu menghapus semua resiko kegagalan, tidak dapat menjanjikan perusahaan tidak bakal rugi, dan tidak dapat mengurangi sepenuhnya kondisi perusahaan yang kurang sehat. Karena itulah seorang pemimpin harus menghindari kegiatan yang sebatas coba-coba dan obral janji bahwa dia sanggup mengatasi semua persoalan perusahaan. Untuk itu kemampuan berkoordinasi dengan siapapun juga menjadi sangat strategis. Dia harus mampu menjadi konduktor suatu orkestra perubahan yang mengagumkan.

Nelson Mandela dan Politik Apartheid





Oleh
Matius Soboliem 

Nelson Mandela
 Nelson Mandela mendeskripsikan apartheid sebagai “kaum yang terlalu memilah siapa yang miskin dan siapa yang kaya... siapa yang hidup dalam kemewahan dan siapa yang hidup dalam kekumuhan... siapa yang layak mendapatkan makanan, pakaian dan pelayanan kesehatan... dan siapa yang layak hidup dan siapa yang harus mati.”

             adalah sistem diskriminasi dan pemisahan rasis yang berkuasa di Afrika Selatan dari tahun 1948 hingga akhirnya dihapuskan di awal 1990-an.  Dengan mengembangkan diskriminasi terhadap orang-orang kulit hitam selama bertahun-tahun, National Party atau Partai Nasional menerapkan apartheid sebagai model untuk memisahkan pembangunan bagi berbagai ras yang berbeda, meski pada kenyataannya kebijakan tersebut hanya bertujuan untuk melindungi kepentingan orang kulit putih.  Kebijakan tersebut mengklasifikasikan masyarakat sebagai orang kulit putih, Bantu (kulit hitam), kulit berwarna (ras campuran), atau Asia.  Manifestasi kebijakan ini termasuk tidak memiliki hak pilih, pemisahan areal permukiman dan sekolah, pas khusus untuk bepergian dalam negeri untuk orang kulit hitam, dan kendali sistem peradilan yang dipegang oleh orang kulit putih.

            Sebagai bagian dari usahanya untuk menghapuskan praktik ini selama beberapa dekade, PBB pada tahun 1973 mengesahkan Konvensi Internasional tentang Penindasan dan Hukuman terhadap Apartheid, yang diratifikasi oleh 101 Negara.  Konvensi ini menyatakan apartheid sebagai suatu pelanggaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara individual.  Konvensi ini juga mendeskripsikan apartheid sebagai sebuah rangkaian “tindakan tanpa perikemanusiaan yang dilakukan untuk membangun dan mempertahankan dominasi kelompok ras tertentu terhadap kelompok ras lainnya dan secara sistematis melakukan penindasan terhadap mereka.” Hal ini termasuk pengabaian hak terhadap kehidupan dan kemerdekaan, perusakan kondisi hidup dengan tujuan untuk menghancurkan kelompok tertentu, tindakan legislatif untuk mencegah partisipasi kelompok tersebut dalam kehidupan kebangsaan, pembagian populasi berdasarkan kelompok ras, dan eksploitasi terhadap buruh dari kelompok tertentu. Konvensi tersebut juga menyatakan apartheid sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

            Konvensi Jenewa mewajibkan Negara untuk memberlakukan kebijakan antidiskriminasi dalam melayani orang yang sakit dan terluka, kapal yang tenggelam dan terdampar, gerilyawan dan masyarakat sipil yang tertangkap dalam kekuasaan rezim tertentu ataupun situasi konflik tertentu.  Apartheid juga disebut sebagai kejahatan perang dalam sengketa internasional menurut Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa. Protokol I mendaftarkan berbagai pelanggaran serius seperti apartheid “dan praktik-praktik tidak berperikemanusiaan dan biadab lainnya yang melakukan penindasan terhadap martabat seseorang, berdasarkan diskriminasi ras,” meskipun hal ini hanya bisa ditanggapi secara serius dalam konflik bersenjata internasional.  Penggolongan apartheid sebagai pelanggaran serius berdasarkan kampanye internasional untuk mengisolasi Afrika Selatan dan mendapatkan tentangan dari sejumlah Negara Barat dengan alasan kasus tersebut tidak berhubungan dengan konflik bersenjata.  Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mencatat bahwa daftar berbagai pelanggaran serius ini tidak memperluas skala pelanggaran perang secara signifikan karena banyak pelanggaran paling buruk yang dilakukan politik apartheid dapat digolongkan sebagai pelanggaran perang bila dilakukan dalam konflik bersenjata.  Namun beberapa tindakan yang mungkin sebelumnya bukan merupakan pelanggaran (walaupun mungkin tidak sesuai hukum) dengan jelas dapat digolongkan sebagai tindakan politik apartheid—misalnya  dengan memilah-milah tawanan perang atupun masyarakat sipil berdasarkan rasnya.

            Usaha terkini yang dilakukan untuk mengkriminalisasikan apartheid dilakukan dalam konteks rancangan peraturan mengenai pelanggaran internasional Komisi Hukum Internasional PBB tahun 1996, yang menggolongkan suatu tindakan yang disebut sebagai “diskriminasi yang terorganisir” sebagai sebuah pelanggaran terhadap hak asasi manusia, yang merupakan versi turunan dari politik apartheid; dan Statuta Roma tentang Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) juga menggolongkan apartheid sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia, dan mendeskripsikan praktik tersebut sebagai tindakan biadab “yang dilakukan dalam konteks penindasan dan dominasi secara sistematis dan terorganisir oleh rezim sebuah kelompok ras tertentu terhadap kelompok ras lainnya... dengan tujuan mempertahankan rezim tersebut.”

            Meski Konvensi Apartheid (dan sekarang ICC) tidak didefinisikan secara geografis, negara-negara dan LSM jarang sekali menyebut sistem politik yang berlaku selain di Afrika Selatan sebagai sistem politik apartheid.  Kelompok-kelompok ras seperti suku Kurdi, orang Tamil, Sudan Selatan atau kelompok-kelompok ras lainnya telah sejak lama mengalami perlakuan diskriminasi secara sistematis yang mungkin sesuai dengan definisi apartheid, meski mungkin praktik-praktik perangkap hukum seperti yang berlaku di Afrika Selatan tidak terjadi pada mereka.  Namun istilah ini mungkin belum dikemukakan oleh para korban maupun pengacara mereka, karena tidak diragukan lagi istilah ini memang masih dihubungkan dengan situasi politik yang terjadi di Afrika Selatan.   Jadi, kemungkinan bahwa seseorang mendapat hukuman secara domestik maupun internasional akibat praktik politik apartheid dalam waktu dekat ini kelihatannya akan sangat kecil.

Bentuk2 politik apartheid
            Afrika selatan, dimana angka kulit hitam adalah 7 berbanding satu dengan kulit putih, telah menjadikan diskriminasi rasial sebagai undang-undang. Sistem apartheid membuat putih, hitam, imigran india, kulit berwarna tinggal dalam kelompok yang terpisah. Kartu identitas negara memperlihatkan mereka milik kelompok yang mana Pemisahan dilakukan di dalam bis, kereta api, gereja, restoran, wartel, rumah sakit dan dan kuburan. Perkahwinan campuran dilarang. Seorang berkulit hitam tidak bisa bekerja di kawasan orang kulit putih maupun bekerja di bidang intelektual atau bidang saintifik. Kerja-kerja buruh diperuntukkan untuk kulit hitam. Sedikit yang memperhatikan bahawa setengah juta berada di penjara! Jaksa berkulit putih memimpin kasus-kasus yang melibatkan orang berkulit hitam.

            seorang gadis berkulit hitam, yang dilahirkan dirumah orang kulit putih. Menurut undang-undang Afrika Selatan, ia hanya dibenarkan untuk tinggal dirumah bapanya sebagai budak, atau tinggal di kawasan kulit hitam  Johannesburg. Sang ayah memilih untuk pindah rumah ke sebuah tanah tempat anak perempuannya itu bisa hidup bersama ibu dan bapanya, sebagaimana seharusnya, dari pada harus tunduk kepada undang-undang yang tidak berperikemanusiaan itu.
Manifestasi kebijakan ini termasuk tidak memiliki hak pilih, pemisahan areal permukiman dan sekolah, pas khusus untuk bepergian dalam negeri untuk orang kulit hitam, dan kendali sistem peradilan yang dipegang oleh orang kulit putih.

Rezim Apartheid Resmi Dibubarkan
            30 Juni tahun 1991, masa kekuasaan rezim rasialisme Apartheid di Afrika Selatan secara resmi berakhir. Rezim Apartheid mulai berkuasa sejak tahun 1948  dan secara opresif memberlakukan hukum rasialis yang menghapuskan sebagian hak asasi warga non-kulit putih. Rezim ini juga melakukan pembunuhan, penyiksaan, dan penahanan  terhadap oposan-oposan politiknya. Akhirnya, akibat perlawanan di dalam  negeri dan tekanan dunia internasional, kekuasaan rezim ini berakhir pada tahun 1991. Pada tahun 1993 UU baru Afsel yang mengakui persamaan hak warga kulit putih dan kulit hitam disahkan. Pada tahun 1994, diadakan pemilu kepresidenan dan pejuang kulit hitam Nelson Mandela berhasil menang dan diangkat sebagai presiden.