Kamis, 17 April 2014

Apakah salah mempertanyakan Allah?

Apakah salah mempertanyakan Allah?
          Yang menjadi soal bukanlah apakah pantas bagi kita untuk mempertanyakan Allah, tapi dengan sikap apa – dan dengan alasan apa – kita mempertanyakan Dia. Pada dirinya sendiri bertanya kepada Allah tidaklah salah. Nabi Habakuk bertanya kepada Allah mengenai waktu dan cara pelaksanaan rencana Allah. Bukannya ditegur, Habakuk justru dijawab dengan sabar, dan sang nabi mengakhiri kitabnya dengan nyanyian pujian kepada Tuhan. Banyak pertanyaan diajukan kepada Allah dalam kitab Mazmur (Mazmur 10, 44, 74, 77). Semua ini adalah jeritan dari mereka yang teraniaya, yang sangat mengharapkan campur tangan dan keselamatan dari Allah. Sekalipun Allah tidak selalu menjawab pertanyaan kita dengan cara yang kita ingini, dari bagian-bagian Alkitab ini kita menyimpulkan bahwa pertanyaan yang tulus dari hati yang sungguh-sungguh diterima baik oleh Allah.

            Pertanyaan-pertanyaan yang tidak tulus, atau pertanyaan-pertanyaan dari hati yang munafik adalah merupakan soal yang berbeda. “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” (Ibrani 11:6) Setelah Raja Saul tidak menaati Allah, pertanyaan-pertanyaannya tidak dijawab (1 Samuel 28:6). Adalah berbeda sekedar ingin tahu mengapa Allah mengizinkan peristiwa-peristiwa tertentu dan secara langsung mempertanyakan kebaikan Allah. Meragukan adalah berbeda dari menanyakan kedaulatan Allah dan menyerang karakter Allah. Dengan kata lain, pertanyaan yang jujur bukanlah dosa, tapi hati yang pahit, tidak percaya atau memberontak, itu adalah dosa. Allah tidak takut dengan pertanyaan-pertanyaan. Allah mengundang kita untuk menikmati persekutuan yang dekat dengan Dia. Ketika kita “bertanya kepada Allah” itu harus dari hati yang rendah dan pikiran yang terbuka. Kita dapat bertanya kepada Allah, tapi jangan berharap untuk mendapat jawaban kecuali kalau kita betul-betul tertarik pada jawabanNya. Allah mengetahui hati kita, dan mengetahui apakah kita dengan sungguh-sungguh mencari Dia untuk menerangi kita. Sikap hati kita adalah yang menentukan apakah benar atau salah untuk bertanya kepada Allah.



Oleh: Matius Sobolim, S.Th