Ev. Matius Sobolim, M. Th.
ALLAH ADALAH KUDUS
Undang-undang Kekudusan (Im. 17-20) merupakan suatu ikhtisar ketetapan-ketetapan ritual dan moral yang didasarkan pada kekudusan Allah (Im. 19:2). Kemungkinan Undang-undang Kekudusan itu digunakan oleh *imam-imam dan orang Lewi sebagai pengajaran.Dalam PB kekudusan yang dimiliki Bait Yerusalem dianggap sebagai kuali umat Kristen (1Kor. 3:16-17); namun, terutama Yesus disebut kudus (Luk. 1:35), sebagaimana Ia disebut pada awal pemberitaan-Nya (Kis. 3:14), dan seperti Ia menyapa Bapa-Nya (Job. 17:11). Gereja juga kudus (Ef. 2:19-22), didiami oleh --> Roh Kudus karena itu, setiap perilaku yang merusak hubungan ini dicela (Rm. 5:5; 2Kor. 6:16-17).
Dalam bahasa Ibrani Qadosy dapat berarti 'terpisah' (dikhususkan) atau 'terpotong dari', digunakan terhadap keadaan terlepasnya seseorang atau suatu benda (supaya Tuhan dapat memakainya, dan dgn demikian terhadap keadaan orang atau obyek yang dilepas itu). Hagios mempunyai dasar pemikiran yg sama mengenai keterpisahan dan kesucian terhadap Allah. Kata 'mahakudus' dalam Kis 2:27 dan kata 'kudus' dalam Why 15:4 adalah terjemahan dari kata Yunani hosios (di tempat lain diterjemahkan 'suci' atau 'saleh'), suatu kata yang mengandung arti hubungan yg benar dengan Allah, mungkin juga dalam pengertian kekasih.
a. Kekudusan Allah
Istilah kudus didalam PL sama dengan di PB, dipakai dalam pengertian tertinggi terhadap Allah. Istilah itu menunjuk, pertama, kepada keterpisahan Allah dari ciptaan dan bahwa Ia mengungguli ciptaan itu. Demikianlah 'kudus' menggambarkan transendensi Allah. Yahweh, karena 'kekudusan'-Nya berdiri bertentangan dengan ilah-ilah (Kel 15:11) demikian juga dengan seluruh ciptaan (Yes 40:25). ALLAH.
Istilah itu juga menunjuk kepada hubungan, dan mengandung arti ketentuan Allah untuk memelihara kedudukanNya sendiri terhadap makhluk-makhluk bebas lainnya. Itu adalah pengesahan Allah sendiri, 'sifat dalam mana Yahweh menjadikan diriNya sendiri ukuran mutlak bagi diriNya sendiri' (Godet). Istilah itu tidak hanya menjelaskan perbedaan Allah dan manusia (Hos 11:9), itu adalah sama artinya dengan 'Allah yg tertinggi', dan terutama menekankan sifat Allah yg sangat menakutkan (Mzm 99:3).
Karena kekudusan meliputi setiap keistimewaan sifat Allah, maka hal itu dapat disifatkan sebagai: demikianlah Allah adanya. Sebagaimana sinar matahari mencakup semua warna dalam spektrumnya dan menjadi cahaya (terang) demikianlah dalam penyataan diriNya sendiri, semua sifat Allah menjadi satu dalam kekudusan; untuk maksud itu maka kekudusan pernah disebut: 'sifat dari segala sifat' yg kesatuannya mencakup segala sifat Allah.
Untuk mengerti keberadaan dan perangai Allah sebagai hanya kumpulan kesempurnaan yg abstrak, berarti membuat Allah tidak riil. Di dalam Allah dari Alkitab, kesempurnaan hidup berfungsi dalam kekudusan.
Karena itu dapatlah dimengerti mengapa kekudusan khas disifatkan dalam Kitab Suci untuk setiap Oknum Allah Tritunggal, Bapak (Yoh 17:11), Anak (Kis 4:30) dan khususnya bagi Roh Kudus sebagai yg menyatakan dan yg mengaruniakan kekudusan Allah kepada ciptaan-Nya.
b. Kekudusan Allah dalam hubungan dengan umat-Nya
Umat Allah adalah kudus karena mereka dimurnikan melalui Kristus dan mereka hanya kepunyaan Allah. Dengan bantuan Roh Kudus mereka menjaga dirinya dari dosa, dan hidup hanya untuk Allah. Segala sesuatu yang terpisahkan (dikhususkan) dari kebiasaan atau hal-hal yang duniawi adalah 'kudus'.
Karena itu dapatlah dimengerti mengapa kekudusan khas disifatkan dalam Kitab Suci untuk setiap Oknum Allah Tritunggal, Bapak (Yoh 17:11), Anak (Kis 4:30) dan khususnya bagi Roh Kudus sebagai yg menyatakan dan yg mengaruniakan kekudusan Allah kepada ciptaan-Nya.
b. Kekudusan Allah dalam hubungan dengan umat-Nya
Umat Allah adalah kudus karena mereka dimurnikan melalui Kristus dan mereka hanya kepunyaan Allah. Dengan bantuan Roh Kudus mereka menjaga dirinya dari dosa, dan hidup hanya untuk Allah. Segala sesuatu yang terpisahkan (dikhususkan) dari kebiasaan atau hal-hal yang duniawi adalah 'kudus'.
Karena itu, di atas semuanya, Allah adalah kudus (Yes. 6:3), dan kekudusan-Nya diperluas kepada manusia yang berada dalam transaksi dengan-Nya (mis. imam-imam di Bait Allah) dan segala peralatan yang mereka gunakan serta perayaan-perayaan yang mereka rayakan (Im. 23). PL menggunakan kata 'kudus' atas orang yg dinobatkan bagi maksud-maksud agamawi. Misalnya para imam yg ditahbiskan dalam upacara istimewa, juga seluruh umat Israel sebagai satu bangsa yg disucikan bagi Allah tidak sama dengan bangsa-bangsa lain.
Jadi hubungannya dengan Allah menjadikan Israel satu bangsa kudus, dan dalam pengertian ini 'kudus' mengacu kepada pengungkapan tertinggi hubungan perjanjian Israel dan Allah. Jalan pikiran ini tidak terlepas dari PB, sebagaimana dalam 1 Kor 7:14, di mana suami yg tidak beriman dikuduskan karena hubungannya dengan istri yg beriman demikian sebaliknya.
Tapi konsepsi mengenai kekudusan berkembang, sejalan dengan penyataan Allah, dari luar ke dalam, dari yg bersifat upacara kepada kenyataan; maka 'kudus' mendapat arti etis yg kuat, dan ini adalah maknanya, yg nyaris satu-satunya makna dalam PB. Para nabi memproklamirkan kekudusan sebagai penyataan sendiri oleh Allah, kesaksian yg Ia terapkan pada diriNya sendiri dan segi yg Ia kehendaki supaya makhluk ciptaan-Nya mengenal Dia demikian. Dan para nabi menyatakan bahwa Allah menghendaki untuk mengkomunikasikan kekudusan-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya, dan sebaliknya Ia menuntut kesucian dari mereka.
Tapi konsepsi mengenai kekudusan berkembang, sejalan dengan penyataan Allah, dari luar ke dalam, dari yg bersifat upacara kepada kenyataan; maka 'kudus' mendapat arti etis yg kuat, dan ini adalah maknanya, yg nyaris satu-satunya makna dalam PB. Para nabi memproklamirkan kekudusan sebagai penyataan sendiri oleh Allah, kesaksian yg Ia terapkan pada diriNya sendiri dan segi yg Ia kehendaki supaya makhluk ciptaan-Nya mengenal Dia demikian. Dan para nabi menyatakan bahwa Allah menghendaki untuk mengkomunikasikan kekudusan-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya, dan sebaliknya Ia menuntut kesucian dari mereka.
Apabila 'Aku ini kudus adanya', demikianlah pernyataan Allah sendiri yg mengangkat hakikat diriNya mengungguli makhluk ciptaan-Nya, demikianlah 'hendaknya kamu kudus' adalah seruan Allah bagi makhluk ciptaan-Nya, supaya mereka dapat menjadi orang yg mengambil bagian dalam kekudusan-Nya (Ibr 12:10). Kekudusan Allah dikaruniakan kepada jiwa manusia, pada saat ia dilahirkan kembali, dan itulah yg menjadi sumber dan landasan bagi tabiat yg suci.
Kristus dalam hidup dan sifat-sifat-Nya adalah teladan tertinggi kekudusan Allah. Dalam Dia keadaan kudus bahkan lebih daripada hanya tidak berdosa: itu adalah penyerahan-Nya yg seutuhnya kepada kehendak dan maksud Allah, dan untuk itu Yesus menguduskan diriNya sendiri (Yoh 17:19). Kekudusan Kristus adalah ukuran bagi sifat orang Kristen dan jaminannya, 'Sebab Ia yg menguduskan dan mereka yg dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu' (Ibr 2:11).
Dalam PB petunjuk rasuli bagi orang Kristen ialah orang-orang kudus (hagioi). Istilah ini terus dipakai sebagai petunjuk umum, sekurang-kurangnya sampai zaman Ireneus dan Tertulianus (abad 3 sM), kendati sesudah itu dalam pemakaian gerejawi derajatnya merosot menjadi gelar yg diperoleh sebagai kehormatan.
Walaupun anti utamanya adalah hubungan dengan pribadi, toh juga menggambarkan sifat, dan terutama sifat seperti sifat Kristus. Di mana-mana dalam PB ditekankan anti kekudusan secara etis bertentangan dengan hal-hal yg kotor. Kekudusan ialah panggilan tertinggi bagi orang Kristen dan tujuan daripada hidupnya. Pada Hari Kiamat, menurut Kitab Suci, ada dua kategori manusia yaitu yg benar dan yg jahat.
c. Makna eskatologis mengenai kekudusan
Kitab Suci menekankan kemantapan sifat moral (Why 22: 11), juga menekankan segi pembalasan dari kekudusan Allah, yg mencakup dunia dalam penghakiman. Berdasarkan hakikat Allah, hidup diatur sedemikian rupa sehingga dalam kekudusan terdapat 'sejahtera', dalam dosa terdapat 'kutuk'.
Kekudusan Allah adalah mutlak kekal dan abadi. Jaka Allah menuntut manusia Kudus, maka perintah itu tidak bisa dibatasi oleh manusia. Karena Esensi Allah adalah Kudus dalam keabadian.
Kristus dalam hidup dan sifat-sifat-Nya adalah teladan tertinggi kekudusan Allah. Dalam Dia keadaan kudus bahkan lebih daripada hanya tidak berdosa: itu adalah penyerahan-Nya yg seutuhnya kepada kehendak dan maksud Allah, dan untuk itu Yesus menguduskan diriNya sendiri (Yoh 17:19). Kekudusan Kristus adalah ukuran bagi sifat orang Kristen dan jaminannya, 'Sebab Ia yg menguduskan dan mereka yg dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu' (Ibr 2:11).
Dalam PB petunjuk rasuli bagi orang Kristen ialah orang-orang kudus (hagioi). Istilah ini terus dipakai sebagai petunjuk umum, sekurang-kurangnya sampai zaman Ireneus dan Tertulianus (abad 3 sM), kendati sesudah itu dalam pemakaian gerejawi derajatnya merosot menjadi gelar yg diperoleh sebagai kehormatan.
Walaupun anti utamanya adalah hubungan dengan pribadi, toh juga menggambarkan sifat, dan terutama sifat seperti sifat Kristus. Di mana-mana dalam PB ditekankan anti kekudusan secara etis bertentangan dengan hal-hal yg kotor. Kekudusan ialah panggilan tertinggi bagi orang Kristen dan tujuan daripada hidupnya. Pada Hari Kiamat, menurut Kitab Suci, ada dua kategori manusia yaitu yg benar dan yg jahat.
c. Makna eskatologis mengenai kekudusan
Kitab Suci menekankan kemantapan sifat moral (Why 22: 11), juga menekankan segi pembalasan dari kekudusan Allah, yg mencakup dunia dalam penghakiman. Berdasarkan hakikat Allah, hidup diatur sedemikian rupa sehingga dalam kekudusan terdapat 'sejahtera', dalam dosa terdapat 'kutuk'.
Karena kekudusan Allah tidak bisa membuat dan mengindahkan suatu alam semesta di mana dosa dapat tumbuh dengan sempurna, maka kualitas pembalasan dalam pemerintahan Allah menjadi jelas. Tapi pembalasan itu bukanlah akhir dari segala sesuatu; kekudusan Allah menjamin bahwa akan ada perbaikan akhir, suatu palingenesia, suatu regenerasi dalam bidang moral. Eskatologi Alkitab berjanji bahwa kekudusan Allah akan membersihkan alam semesta, lalu menciptakan langit baru dan bumi baru dimana terdapat kebenaran (2 Ptr 3:13).
Kekudusan Allah adalah mutlak kekal dan abadi. Jaka Allah menuntut manusia Kudus, maka perintah itu tidak bisa dibatasi oleh manusia. Karena Esensi Allah adalah Kudus dalam keabadian.
BIBLIOGRAFI
Murray, Holy in Christ, 1888; R Otto (trJ. W Harvey),
The Idea of theHoly,1946; ERE, 6, hlm 731-759;
W. E Sangster, The Path to Perfection, 1943;
H Seebass, C Brown, di NIDNTT 2, hlm 223-238;
TDNT 1, hlm 88-115, 122: 3, 221-230; 5, hlm 489-493; 7, hlm 175-185. RAF/P