Selasa, 26 Mei 2020

KEBANGKITAN YESUS KRISTUS

KEBANGKITAN

   Ev. Matiussobolim, S. Th; M. Th

Latar Belakang
Ada berbagai kepercayaan mengenai kehidupan setelah mati di kalangan masyarakat umum dan cendekiawan di zaman Alkitab. Orang  Ibrani kuno menolak, baik penyembahan Baal orang Kanaan, yang dalam peribadahannya mengenal peringatan tahunan akan matinya dan bangkitnya ilah, maupun kepercayaan Yunani mengenai jiwa' yang kekal.

Tetapi, pengertian kebangkitan menurut PB hanya mempunyai sekadar beberapa petunjuk saja dalam PL. Gagasan tentang keadaan tidak berpengharapan yang tidak jelas di  syeol (Mzm. 88:3-5) mulai secara berangsur-angsur mendapatkan bentuk yang lebih kaya mengenai kehidupan sesudah kematian. Ayb.19:25-27 bergumul mencari suatu pandangan yang cocok dengan perasaan Ibrani bahwa tubuh manusia yang adalah bagian dari ciptaan Allah itu sesungguhnya 'sangat baik' (Kej. 1:3 1), dan oleh karena itu kehidupan tanpa 'tubuh' adalah tidak lengkap dan tidak memuaskan.

Lagi pula, karena keadaan di syeol itu adalah upah sepadan bagi orang jahat (Mzm. 49:14), mestinya orang baik harus mendapatkan bagian yang lebih baik. Dengan demikian, ada janji kebangkitan bagi Israel selaku bangsa (Yes. 26:19). orang-orang setia dari Yahweh, yang telah menderita akan bangkit sebagai ganjaran yang tepat (Dan. 12:2) dan mereka yang murtad akan dipermalukan dan mengalami kebinasaan kekal.

Dalam 2 Makabe ada harapan kebangkitan bagi mereka yang menderita (7:9), dan di masa hidup Yesus pandangan orang-orang Farisi juga demikian (tidak demikian pandangan orang Saduki) dan juga pandangan Yesus sendiri (Mrk. 12:18-27).Kebangkitan orang-orang percaya adalah bagian dari pengharapan Paulus pada akhir sejarah nanti. Paulus mengharapkan suatu perubahan sama sekali dari keadaan manusia (1Kor. 15:53-55).

BANGKIT, KEBANGKITAN

Ciri dan kejutan khas berita Kristen pertama ialah penekanannya pada kebangkitan. Pengkhotbah-pengkhotbah pertama yakin bahwa Kristus telah bangkit dan, karena itu, yakin bahwa orang-orang percaya akan bangkit pula pada waktunya. Hal ini membuat mereka bertentangan sama sekali dengan semua guru lain dari dunia kuno. Memang ada kebangkitan-kebangkitan pada agama lain, namun tidak satu pun yang sama dengan kebangkitan Kristus.

Pada umumnya semua kebangkitan lain itu merupakan dongeng-dongeng yang dihubungkan dengan pergantian musim dan dengan keajaiban musim semi pada tiap tahun. Tapi Injil-injil menceritakan Seorang Pribadi yang sungguh-sungguh mati, namun mengalahkan kematian dengan bangkit kembali.

Dan karena kebangkitan Kristus tidak sama dengan kebangkitan apa pun dalam kekafiran, maka benar pula bahwa sikap orang Kristen terhadap kebangkitan diri mereka sendiri, yang merupakan dampak wajar dari kebangkitan Tuhan, adalah sama sekali berbeda dari apa pun di dalam dunia kekafiran. Ciri khas pemikiran pada zaman itu ialah ketidakberdayaan menghadapi kematian. Jelas bahwa kebangkitan merupakan yg paling penting bagi iman Kristen.

Gagasan Kristen tentang kebangkitan harus dibedakan baik dari gagasan Yunani maupun dari gagasan Yahudi. Orang Yunani menganggap tubuh sebagai hambatan ke kehidupan sejati, dan mereka mengharapkan saatnya jiwa akan bebas dari kungkungannya. Mereka memahami hidup setelah mati sebagai keamartaan1) jiwa,'tapi mereka dengan kuat menolak segala gagasan tentang kebangkitan (bnd olok-olok atas khotbah Paulus dlm Kis 17:32).

Orang Yahudi meyakini teguh harkat-harkat tubuh dan menganggapnya tidak akan binasa. Jadi mereka berharap bahwa tubuh akan dibangkitkan. Tapi mereka berpikir bahwa yg dibangkitkan adalah tepat tubuh yg sama dengan tubuh yg mati (Apoc Bar 1.2). Orang Kristen berpikir tentang tubuh yg dibangkitkan, tapi sebagai yg diubah sedemikian rupa sehingga 'tepat guna' bagi kehidupan yg akan datang, yg begitu berbeda dari kehidupan kini (1 Kor 15:42 dab). Jadi, gagasan Kristen adalah khas.

I. Kebangkitan Dalam PB

Mengenai kebangkitan hanya sedikit dalam PL dan tidak mencolok. Orang-orang PB sangat praktis, memusatkan perhatian pada tugas menjalani hidup kini dalam pelayanan kepada Allah. Mereka hanya memberi sedikit perhatian tentang kehidupan yang akan datang. Lagipula jangan dilupakan bahwa mereka hidup sebelum kebangkitan Kristus, padahal kebangkitan itu adalah justru dasar doktrin ini. Kadang-kadang mereka menggunakan gagasan tentang kebangkitan untuk menyatakan harapan nasional mengenai kelahiran kembali bangsa (Yeh. 37).

Pernyataan yg paling jelas dan tegas mengenai kebangkitan pribadi adalah, 'banyak dari antara orang-orang yg telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk memperoleh hidup yang kekal, dan sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yg kekal' (Dan 12:2). Ini jelas membayangkan kebangkitan baik orang benar maupun orang jahat, dan juga melihat konsekuensi-konsekuensi yang kekal dari perbuatan manusia.

Ada bagian-bagian lain Alkitab yang membicarakan kebangkitan, terutama beberapa mazmur (Mzm 16:10; Mzm 49:14 ). Arti yang tepat dari perkataan Ayub yang terkenal itu (Ayb 19:25-27) masih merupakan pencarian, tapi sulit untuk memastikan bahwa di sini tidak ada gagasan tentang kebangkitan. Kadang-kadang nabi-nabi pun mengungkapkan gagasan itu (ump Yes 26:19).

Tapi dalam keseluruhannya PL berbicara sedikit saja tentang kebangkitan. Barangkali sebabnya adalah fakta bahwa ajaran mengenai kebangkitan terdapat di antara bangsa-bangsa seperti Mesir dan Babel. Dalam suatu kurun waktu ketika sinkretisme merupakan bahaya yang gawat, fakta itu nampaknya telah mencegah orang Ibrani untuk terlalu menaruh perhatian terhadap gagasan tentang kebangkitan.

Selama periode antara dua Perjanjian, ketika bahaya tidak begitu menekan, gagasan tentang kebangkitan lebih menonjol. Tidak dicapai kesepakatan mengenai itu, malah dalam zaman PB orang Saduki tetap menolak adanya kebangkitan. Tapi pada waktu itu kebanyakan orang Yahudi menerima gagasan tentang kebangkitan. Pada umumnya mereka menganggap bahwa tubuh-tubuh yg sama ini akan dikembalikan hidup sebagaimana adanya sekarang.

II. Kebangkitan Kristus

Dalam tiga peristiwa Kristus menghidupkan kembali orang mati (putri Yairus, putra janda dari Nain, dan Lazarus). Tapi itu tidak dianggap sebagai kebangkitan, melainkan hidup kembali. Tidak ada petunjuk bahwa seorang pun dari ketiganya mengalami lain kecuali kembali ke kehidupan yang telah mereka tinggalkan. Dan Paulus dengan tegas mengatakan, bahwa Kristus adalah 'yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal' (1 Kor 15:20).

Tapi keajaiban-keajaiban itu memperlihatkan bahwa Kristus adalah Tuan atas maut. Hal itu nyata lagi dalam fakta bahwa la bernubuat yang la akan bangkit pada hari yang ke-3 setelah disalibkan (Mrk 8:31; 9:3 1; 10:34). Hal ini adalah penting. Ini memperlihatkan bahwa Kristus adalah berdaulat dan berkuasa atas keadaan. Itu berarti pula bahwa kebangkitan adalah sangat penting, sebab kejujuran Tuhan Yesus terlibat di dalamnya.

Injil-injil menyaksikan bahwa Kristus disalibkan, mati dan dikuburkan. Juga menyaksikan bahwa pada hari yang ketiga kuburan yang di dalamnya Dia dikuburkan menjadi kosong. Dan bahwa malaikat-malaikat mengatakan kepada perempuan-perempuan tertentu, bahwa Yesus dibangkitkan, dan bahwa dalam jangka waktu beberapa minggu Ia muncul di depan para pengikut-Nya. Sering kali disangkal bahwa Yesus bangkit, tapi sangkalan itu sama sekali tidak dapat bertahan terhadap bukti-bukti berupa fakta-fakta nyata.

Bukti pertama, yakni fakta nyata kuburan yang kosong. Keempat Injil sepakat mengenai hal ini. Ada yang mendalihkan bahwa murid-murid pergi ke kuburan yg salah, di mana seorang muda berpakaian putih berkata, 'la tidak di sini', yang berarti, Ia ada di kuburan yang lain'. Pada satu pihak itu adalah spekulasi semata-mata. Pada pihak lain menimbulkan macam-macam pertanyaan.

Adalah tidak mungkin, bahwa kuburan yang benar sama sekali dilupakan oleh semua orang, baik kawan maupun lawan. Dan apabila 'kuburan yang sebenarnya' maupun 'kuburan yang lain' itu memang masih berisikan mayat Yesus, kenapa penguasa dan lawan-lawan Yesus tidak menjadikan itu bukti untuk membuyarkan berita kebangkitan, yang justru sangat mereka tentang dan sangat memusingkan mereka?

Tapi kalau toh kosongnya kuburan Yesus itu harus dipermasalahkan, maka ada tiga kemungkinan: pertama, para sahabat Yesus menyingkirkan tubuh Yesus; kedua, para lawan Yesus menyingkirkan tubuh Yesus; ketiga, benar Yesus bangkit. Kemungkinan pertama sukar dipertahankan. Semua bukti menunjukkan bahwa tidak ada pikiran tentang kebangkitan dalam benak para murid.

Mereka mutlak tak berpengharapan pada sore hari Jumat Agung yg pertama itu. Mereka putus asa, kalah, bersembunyi karena ketakutan terhadap orang-orang Yahudi. Lagipula, Matius menceritakan bahwa penjaga ditempatkan di seberang kuburan Yesus, sehingga tidak mungkin mereka telah mencuri mayat Yesus, seandainya pun mereka ingin melakukannya.

Tapi ketidakmungkinan yang melengkapkan segala ketidakmungkinan ialah, bahwa murid-murid sendiri menderita karena memberitakan kebangkitan, sebagaimana Kis mencatat bahwa mereka menanggung derita karenanya. Beberapa orang dipenjarakan, dan Yakobus dihukum mati. Orang tidak akan mau memikul hukuman-hukuman demikian hanya demi menjunjung tinggi sesuatu yang mereka sendiri jelas ketahui adalah penipuan.

Harus pula dipertimbangkan, bahwa ketika agama Kristen menjadi masalah gawat, sehingga cukup alasan bagi para penguasa untuk membasminya, tentu para imam kepala telah siap untuk membayar informasi mengenai pencurian mayat Yesus. Tentang bayaran, kasus Yudas cukup menunjukkan bahwa seorang pengkhianat bisa dibeli di kalangan murid-murid. Dengan segala pertimbangan itu, mustahillah untuk beranggapan bahwa orang Kristen mencuri mayat Kristus.

Juga adalah sama sulitnya untuk mempertahankan pandangan, bahwa musuh-musuh Yesus memindahkan tubuh Yesus. Mengapa mereka harus melakukan itu? Jelas tidak ada alasan yg masuk akal. Seandainya mereka memang melakukannya, maka mereka sendiri telah membangkitkan berita kebangkitan, yang justru jelas terbukti mereka mati-matian membasminya. Lagipula penjaga kuburan akan jadi penghalang bagi mereka seperti bagi murid-murid.

Dan atas kemungkinan kedua, penolakan paling kuat dan menentukan ialah, kemustahilan mereka dapat atau mampu menunjukkan atau mengajukan mayat Yesus, sebagai satu-satunya bukti utuh dan sempurna bahwa mayat itu tidak bangkit, teristimewa pada pertama kalinya berita kebangkitan diberitakan.

Petrus dan sahabat-sahabatnya memberikan penekanan utama pada kebangkitan Tuhan Yesus. Jelas betapa kebangkitan itu memotivasi dan memacu pikiran mereka. Dalam situasi demikian, seandainya musuh-musuh mereka mempertunjukkan tubuh Yesus, maka agama Kristen pasti telah tenggelam jadi tertawaan besar. Bungkamnya orang Yahudi adalah sama bobotnya dan maknanya dengan wicaranya orang Kristen itu. Kemustahilan atau ketidakmampuan musuh-musuh Yesus untuk mempertunjukkan tubuh Yesus, menjadi bukti yang memeteraikan bahwa kemustahilan itu adalah mutlak!

Kedua kemungkinan di atas sama-sama tidak dapat diterima. Justru kebangkitan sebagai penyebab kuburan menjadi kosong mencolok khas sebagai kenyataan, benar dan mutlak. Ini diperkuat oleh penampakan-penampakan Yesus sesudah kebangkitan. Seluruhnya 10 kali penampakan dalam peristiwa yg berbeda-beda, yang direkam dalam lima cerita yg kita miliki (ke-4 Injil dan 1 Kor 15).

Memang sukar menyelaraskan cerita-cerita itu (namun bukan tidak mungkin, usaha dim Scofield Reference Bible, menunjukkan bahwa penyelarasan adalah mungkin). Kesulitan-kesulitan itu hanyalah menunjukkan bahwa cerita-cerita itu berdiri sendiri. Tidak ada pengulangan yg baku dari suatu cerita resmi. Dan ada kesesuaian yg mengesankan mengenai fakta-fakta pokok. Ada keanekaragaman dalam kesaksian-kesaksian utama.

Kadang-kadang 1 atau 2 orang melihat Tuhan Yesus, kadang-kadang jumlah yang lebih besar, ump ke-11 murid, lain kali sebanyak 500 orang. Baik laki-laki maupun perempuan termasuk dalam jumlah itu. Penampakan itu kebanyakan kepada orang-orang percaya, tapi penampakan kepada Yakobus barangkali merupakan kepada orang yg sampai pada saat itu tidak percaya.

Istimewa pentingnya adalah Paulus. Ia tidak mudah percaya, terpelajar dan sangat membenci orang Kristen. Dan ia tegas telah melihat sendiri Yesus setelah Yesus bangkit dari kematian. Paulus begitu pasti mengenai kebangkitan Yesus, sehingga ia mendasarkan seluruh sisa hidupnya pada kepastian. Tentang Paulus berkata Canon Kennett, 'dalam jangka waktu 5 thn pertama dari penyaliban Yesus, bukti kebangkitan Yesus dalam hemat paling sedikit seorang terpelajar, tak dapat dibantah' (Interpreter 5, 1908-1909, hlm 267).

Dalam semua hal ini janganlah dilupakan perubahan diri murid-murid. Sebagaimana dikemukakan di atas, mereka adalah orang-orang yg kalah total dan putus asa pada waktu penyaliban Yesus, tapi hanya beberapa hari kemudian sesudah itu mereka bersedia dijebloskan ke penjara bahkan mati demi Yesus. Mengapa ada perubahan itu? Orang tidak akan menempuh risiko sedemikian apabila mereka tidak benar-benar yakin akan kebenaran sesuatu. Murid-murid benar-benar yakin justru karena mereka adalah saksi mata.

Juga dapat ditambahkan bahwa keyakinan mereka tercermin dalam ibadah mereka. Mereka menghormati hari Tuhan, suatu peringatan mingguan tentang kebangkitan, sebagai ganti hari Sabat. Pada hari Tuhan mereka melaksanakan perjamuan suci, yg adalah bukan peringatan tentang Kristus yg mati, melainkan pengungkapan dan pernyataan terima kasih untuk berkat=berkat yg diberikan oleh Tuhan yg hidup dan menang berjaya. Sakramen mereka yg lain, baptisan, adalah mengingatkan bahwa orang percaya dikuburkan bersama Kristus dan dibangkitkan bersama Dia (Kol 2:12). Kebangkitan memberi makna kepada semua yg mereka lakukan.

Sering dikatakan bahwa Kristus tidak benar mati, melainkan jatuh pingsan. Kemudian dalam dinginnya kuburan la sadar kembali. Ini menimbulkan bermacam-macam pertanyaan. Bagaimana Kristus keluar dari kuburan? Apa yg terjadi kemudian atas Dia? Apa kegiatan-Nya sesudah itu? Kenapa la tidak segera ditangkap? Kapan Dia mati dan di mana dikuburkan? Dan pertanyaan-pertanyaan lain.

Di samping itu pendapat lain mengatakan bahwa murid-murid korban halusinasi. Tapi penampakan-penampakan setelah kebangkitan tidak dapat diterangkan dengan cara demikian. Halusinasi dialami orang dalam hal tertentu dan yg mencarinya. Tidak ada bukti bahwa hal itu terdapat di antara para murid. Dan sekali halusinasi mulai, akan cenderung untuk terulang terus; padahal sebaliknya, penampakan Yesus berhenti tiba-tiba. Halusinasi merupakan ihwal pribadi, padahal penampakan bahkan terhadap 500 orang terjadi sekaligus -- bersama-sama dan dalam suatu waktu yg sama melihat Tuhan Yesus. Jelas tidak ada gunanya menukarkan keajaiban pada aras fisik (kebangkitan tubuh) dengan keajaiban pada aras psikologis (halusinasi masal) yg dituntut oleh pandangan ini.

Pada zaman modern ini banyak ahli yg berkata bahwa kebangkitan dari kematian tidaklah mungkin, bahwa 'tulang-tulang Yesus beristirahat di tanah Palestina'. Mereka 'menerangkan' bahwa Yesus bangkit dalam pemberitaan Kristen, artinya: para murid mengerti bahwa sekalipun sudah mati la hidup melalui kematian, sehingga mereka boleh memberitakan la masih hidup. Yg lain 'menerangkan' kebangkitan sebagai perubahan dalam pikiran para murid. Orang-orang ini telah mengenal Yesus yg hidup dalam kebebasan penuh, sekarang mereka juga mengalami kebebasan demikian. Artinya, mereka mengerti bahwa walaupun Yesus mati, pengaruh-Nya masih hidup.

Tentang pandangan-pandangan berdasarkan filsafat di atas, ada dua hal yg perlu dikatakan. Pertama, Alkitab tidak berkata demikian. Alkitab tegas, gamblang dan pasti: Yesus mati, dikuburkan, lalu bangkit. Kedua, kesulitan besar di sini ialah hal moral. Pasti murid-murid percaya bahwa Yesus telah bangkit dan kepercayaan mereka mantap dan mutlak. Kebangkitan itulah tema pokok berita mereka dan yang memacu mereka.

Apabila Yesus mati dan tinggal mati, maka Allah telah membangun gereja atas penipuan, suatu kesimpulan yg tidak mungkin. Lagipula, pandangan-pandangan semacam itu mengabaikan kuburan yang kosong  bukti dan fakta nyata yang tidak terpungkiri. Juga perlu ditambahkan bahwa pandangan-pandangan filsafat itu merupakan pandangan modem (kendati didahului oleh 2 Tim 2:17 ), dan adalah jelas tidak merupakan bagian dari Kekristenan yang historis.

III. Kebangkitan Orang-orangrang
      Percaya

Bukan hanya Yesus yg bangkit, tapi pada satu hari semua orang juga akan bangkit. Yesus mematahkan ketidakpercayaan kelompok Saduki mengenai kebangkitan dengan pembuktian Alkitab yang sangat menarik (Mat 22:31,32). Kesepakatan umum PB ialah bahwa kebangkitan Kristus mendampakkan serta kebangkitan orang percaya. Yesus berkata, 'Aku-lah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati' (Yoh 11:25). Beberapa kali Yesus bicara tentang hal membangkitkan orang-orang percaya pada akhir zaman (Yoh 6:39, 40, 44, 54).

Orang Saduki sangat marah karena para rasul mengajarkan bahwa 'dalam Yesus ada kebangkitan dari antara orang mati' (Kis 4:2). Paulus berkata, 'Sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus' (1 Kor 15:21; bnd 1 Tes 4:14). Demikian juga Petrus berkata bahwa Allah 'telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yg penuh pengharapan' (1 Ptr 1:3).

Betapa jelas bahwa para penulis PB melihat kebangkitan Kristus sebagai suatu kejadian yg tidak berdiri sendiri. Itu adalah tindakan akbar Ilahi, suatu tindakan yg penuh konsekuensi bagi manusia. Dengan membangkitkan Kristus, maka Allah membubuhkan meterai yang mengukuhkan karya penebusan dan penyelamatan yg dilaksanakan Kristus di kayu salib. Allah memperlihatkan kuasa ilahi-Nya di depan dosa dan maut, dan sekaligus kehendak-Nya untuk menyelamatkan manusia. Jadi, kebangkitan orang percaya secara langsung adalah seutuhnya dampak dari kebangkitan Kristus Juruselamat. Kebangkitan begitu khas bagi orang percaya, sehingga Yesus mengatakan bahwa 'mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan' (Luk 20:36).

Tapi itu tidak berarti bahwa semua yg bangkit akan bangkit ke dalam berkat. Yesus bicara tentang 'kebangkitan untuk hidup yg kekal', tapi juga tentang 'kebangkitan untuk penghukuman' (Yoh 5:29). Ajaran PB jelas dan tegas bahwa semua akan bangkit, tapi mereka yang menolak Kristus akan mendapati kebangkitan sebagai kemutlakan yang teramat pahit. Bagi orang percaya adalah fakta, bahwa kebangkitan mereka berkaitan dengan kebangkitan Kristus, dan justru itulah yang mengubah keadaannya. Dalam terang karya penebusan-Nya untuk mereka, orang percaya menyambut kebangkitan dengan ketenangan dan kegembiraan.

Mengenai hakikat tubuh kebangkitan, Alkitab bicara hanya sedikit. Paulus menyebutnya 'tubuh rohaniah' (1 Kor 15:44), yang agaknya berarti sarana yg memenuhi kebutuhan roh. Dengan jelas ia membedakannya dari 'tubuh alamiah' yang sekarang kita miliki. Dapat disimpulkan bahwa tubuh kebangkitan yang memenuhi kebutuhan roh, dalam beberapa hal berbeda dari tubuh alamiah kita yg sekarang. Tubuh rohaniah memiliki kualitas-kualitas: tidak binasa, mulia, kuat (1 Kor.15:42).

Tuhan Yesus mengajarkan bahwa tidak akan ada kawin-mawin setelah kebangkitan, dan dengan demikian tidak ada fungsi seksual (Mrk 12:25).
Menolong sekali memikirkan tubuh kebangkitan Kristus, sebab Yohanes berkata bahwa, 'kita akan menjadi sama seperti Dia' (1 Yoh 3:2), dan Paulus mengatakan bahwa'tubuh kits yg hina' akan diubah 'sehingga serupa dengan tubuh-Nya yg mulia' (Flp 3:21).

Tubuh kebangkitan Kristus dalam beberapa hal sama seperti tubuh alamiah, tapi dalam beberapa hal lain berbeda Demikianlah, pada beberapa peristiwa Dia dikenal dengan segera (Mat 27:9; Yoh 20:19 dab), tapi pada peristiwa-peristiwa lain tidak (khususnya perjalanan ke Emaus, Luk 24:16; bnd Yoh 21). la muncul tiba-tiba di tengah-tengah murid-murid yang berkumpul dengan pintu tertutup (Yoh 20:19); tapi sebaliknya la lenyap dari pandangan kedua orang di Emaus (Luk 24:31). la bicara tentang diriNya yg memiliki 'daging dan tulang' (Luk 24:39). Kadang-kadang Ia menikmati makanan (Luk 24:41-43) kendati makanan jasmaniah bukanlah kebutuhan bagi kehidupan di seberang kematian (I Kor 6:13). Dan adalah jelas, bahwa Tuhan Yesus yang telah bangkit dapat menyesuaikan diri dengan batasan-batasan kehidupan jasmani seturut kehendak-Nya. Hal itu memberi kesan, bahwa apabila kita bangkit kita akan memiliki kemampuan yang sama.

IV. Makna Doktrin Kebangkitan

Dalam Kristologi (ajaran mengenai Kristus) kebangkitan adalah sangat penting. Fakta bahwa Yesus bernubuat akan bangkit dari kematian pada hari yang ke-3, mempunyai siratan sangat penting bagi pribadi-Nya. Pribadi yg dapat berbuat demikian adalah Pribadi yg lebih besar daripada manusia biasa. Paulus menalar jelas kebangkitan Kristus sangat penting. 'Andaikata Kristus tidak dibangkitkan', katanya, 'maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.

Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, sia-sialah kepercayaan kamu; kamu masih hidup di dalam dosamu' (1 Kor 15:14, 17). Maksudnya ialah bahwa Kekristenan adalah Injil, dan Injil adalah kabar baik tentang bagaimana Allah mengutus AnakNya untuk menjadi Juruselamat manusia. Tapi jika Kristus tidak benar bangkit, maka kita tidak mempunyai jaminan bahwa keselamatan kita telah terselesaikan.

Jadi dengan demikian realitas kebangkitan Kristus mempunyai arti yang sangat dalam. Kebangkitan orang percaya juga penting. Pandangan Paulus ialah, bahwa jika orang mati tidak akan bangkit, maka kita boleh menerima semboyan 'marilah makan dan minum, sebab besok kita akan mati' (1 Kor 15:32). Bagi orang percaya kehidupan kini tidaklah berarti segala-galanya. Harapan mereka terletak di tempat lain (1 Kor 15:19). Dan harapan itulah yg memberikan kepada mereka perspektif dan makna kehidupan yg dalam.

Kebangkitan Kristus dihubungkan dengan keselamatan orang percaya seperti dikatakan, 'Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita' (Rom 4:25; bnd 8:33). Kebangkitan Kristus dihubungkan dengan tindakan yang pokok, yang dengannya orang percaya diselamatkan. Keselamatan bukanlah sesuatu yang terjadi terlepas dari kebangkitan.

Hubungan kebangkitan dengan keselamatan tidak pula berhenti di situ. Paulus bicara tentang keinginan mengenal Kristus 'dan kuasa kebangkitan-Nya' (Flp 3:10), dan ia mendesak orang Kolose, 'Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yg di atas (Kol 3:1). la sudah mengingatkan mereka bahwa mereka dikuburkan bersama dengan Kristus dalam baptisan, dan dalam sakramen yg sama mereka dibangkitkan bersama dengan Dia (Kol 2:12). Dengan kata lain, rasul melihat kuasa yang sama,  membangkitkan Kristus dari antara orang mati diberlakukan atas mereka yang menjadi milik Kristus. Kebangkitan terus terjadi.

Sobolim Matius

Sabtu, 23 Mei 2020

YESUS KRISTUS DAN POLITIKNYA

YESUS DAN POLITIKNYA

      Matius Soboliem, M. Th

       Yesus adalah seorang aktivis dan pembaharu politik. Walau Yesus tidak pernah membentuk Gereja atau Partai Politik, tetapi Yesus aktif melakukan gerakan moral untuk membarui, memperbaiki, bahkan dengan cara menggoyang kemapanan dan status quo pada zamannya. Selama hidup dan pelayanannya di dunia ini, tiga setengah tahun, Dia berjuang tanpa kenal takut menentang penjajahan Romawi dan pemerintahan “boneka” Romawi yakni Sanhedrin dan Imam Kepala yang diberikan wewenang terbatas memerintah Yahudi di Palestina.

         Yesus memproklamirkan agenda politik pembaharuannya, seperti terdapat dalam Lukas 4:18-19: “Roh Tuhan ada pada-Ku oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”

         Yang pertama menjadi perhatian Yesus adalah nasib orang miskin (menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin). Dalam seluruh pelayanan dan pengajaran Yesus, orang miskin menjadi fokus. Ingat ucapan-ucapannya: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Matius 5:3). “Juallah segala yang kau miliki dan bagi-bagikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga” (Matius 18:22). Pada hari penghakiman nanti, sikap terhadap orang miskinlah yang menentukan masuk tidaknya seseorang ke dalam hidup kekal (Matius 25:31:46).

         Yesus tahu bahwa akar utama kemiskinan adalah korupsi dan manipulasi yang merajalela pada semua lapisan masyarakat terutama pada birokrasi pemerintahan yang berpusat di Bait Allah. Dengan berani Yesus melakukan demo besar-besaran, untuk mereformasi Bait Allah. Ketika Yesus mengusir para pedagang dari Bait Allah di Yerusalem, Dia melakukan menyerang jantung kekuasaan yang ada pada waktu itu. Bait Allah pada waktu adalah kantor Imam Besar (eksekutif) Kantor Sanhedrin Legislatif), pusat peradilan (Yudikatif), Bank Sentral yang sudah dijadikan sebagai “sarang penyamun”.

         Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat yang mendengar peristiwa itu bermaksud membinasakan Yesus, tetapi mereka takut karena Yesus berdeminstrasi bersama orang banyak. Tetapi peristiwa itu menjadi alasan utama untuk menjadikan Yesus sebagai musuh utama kekuasaan, karena itu Dia harus dilenyapkan. Karena gerakan itulah Yesus terancam hukuman mati seperti tertulis dalam Yohanes 2:17, “Cinta untuk rumah-MU menghanguskan Aku.”

         Yesus juga menentang pendewaan Kaisar. Pada zaman itu Kaisar dianggap “Tuhan” yang harus dimuliakan dan diagungkan. Karena itulah Yesus mengajar murid-murid-Nya berdoa “Bapa kami yang di sorga; dikuduskanlah Nama-Mu; Datanglah Kerajaan-Mu; Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga”. Murid diajar untuk mengucapkan doa yang menentang sikap mengkultuskan (mensakralkan) Kaisar.

        Tuhan sajalah yang harus dikuduskan, raja, kehendak-Nya diikuti. Jadi doa ini sarat dengan perjuangan politik. Ketika Yesus ditanya tentang pajak kepada Kaisar (Negara), Dia mengatakan prinsip pemisahan Gereja dengan Negara. Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar; dan berikanlah kepada Allah yang wajib kamu berikan kepada Allah (Matius 22:21). Pengajaran ini juga dijadikan sebagai jerat untuk menjerat Yesus.

         Pada zaman Paulus orang Kristen merupakan sekte minoritas, yang status politiknya tidak jelas dan peran politiknya tidak ada. Bahkan, orang Kristen dianggap sebagai pengacau, karena mereka adalah pengikut Yesus yang belum lama dieksekusi penguasa Roma dengan hukuman mati (salib) dengan tuduhan “subersi”, karena Yesus menyatakan diri sebagai “raja” (Markus 15:26).

        Kekaisaran Romawi pada zaman itu bukanlah pemerintahan demokratis, di mana hak-hak sipil ditonjolkan. Kaisar-kaisar memposisikan diri sebagai dewa yang mengharuskan segenap rakyat sujud dan menyembah, kalau tidak taat akan dihukum. Ketika Paulus menulis suratnya, Nero adalah kaisar yang berkuasa, yang menganiaya orang Kristen, karena mereka menolak menyembah Kaisar. Ternyata, semakin dihambat, Kekristenan semakin merambat.

Justru dalam konteks sosial-politik yang amat memprihatinkan bagi umat Kristen itulah Paulus meletakkan landasan teologis sikap politik umat Kristen. Sebagai kelompok minoritas yang “lemah” orang Kristen pada saat itu tidak mempunyai kekutan yang berarti, kecuali kekuatan iman, untuk mempengaruhi jalannya pemerintahan dan proses politik.

         Tetapi Paulus justru mengingatkan orang Kristen di Roma agar tidak terpancing ke dalam dua sikap ekstrim, yang sering terjadi saat itu, yaitu: (1) gerakan radikal (gerakan politik bawah tanah) seperti dilakukan kamu “Zelot” yang melakukan perlawanan dengan cara-cara kekerasan, terorisme, untuk memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan Romawi, dan merebut kekuasaan. (2) gerakan askese (apolitik) yang menarik diri (ke gurun pasir) dari realitas sosial-kemasyarakatan atas dasar iman vertikal, yang menganggap segala yang berbau duniawi adalah dosa yang harus dihindari.

         Sikap Paulus adalah sikap moderat. Bagi Paulus, negara adalah “institusi illahi” (adivine institution) dengan kuasa yang datang dari Allah. Negara diciptakan Tuhan untuk menjalankan fungsi menciptakan keadilan, perlindungan, dan pelayanan public. Negara berfungsi mencegah terjadinya “hukum rimba” (yang kuat menelan yang lemah). Negara menjaga dunia ini agar tidak khaos (anarkhi). Karena itu Gereja juga dipanggil mengupayakan terciptanya damai (kesejahteraan) di dalam negara, karena dalam negara yang makmur dan damai, gereja dapat hidup lebih baik (Yeremia 29:7).

        Di Indonesia (pembukaan UUD 45) tugas pemerintah adalah melindungi negara dan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut memperjuangkan perdamaian dunia. Menurut Paulus, kepada pemerintah yang menjadi “pelayan-pelayan” dan “hamba-hamba” Allah, setiap orang harus takluk, hormat dan loyal (bdk. 1 Petrus 2:17). Untuk pemerintah seperti itu orang Kristen harus taat, seperti dalam hal membayar pajak (pribadi, bumi, kekayaan dll). Politik Paulus cenderung akomodatif dan moderat. Soalnya Paulus adalah seorang warga Roma, berbeda dengan Yesus, yang warga Yahudi, jajahan Roma. Tak heran jika politik Yesus berbeda dengan politik Paulus.

Melihat perkembangan terkini, sikap politik orang Kristen dapat dibagi atas tiga kelompok.

Pertama, mereka yang apolitik, yang menganggap politik sebagai urusan duniawi yang kotor yang tidak perlu dicampuri gereja yang dianggap sebagai lembaga yang mengursi sorga saja. Walau sudah banyak Gereja dan warga Kristen Indonesia yang meninggalkan persepsi (warisan Pietisme) ini, namun dalam batas tertentu masih banyak warga yang menganut pandangan demikian. Masih banyak tokoh dan warga gereja yang apolitik. Walau gereja bukanlah kekuatan politik, tetapi kekuatan moral, namun sikap apolitik terlalu ekstrim.

         Kedua, adalah kelompok yang ingin merebut kekuasaan politik (paling sedikit mempunyai kekuatan signifikan dalam struktur pemerintahan) agar dapat “menentukan jalannya negeri ini”. Kelahiran berbagai partai politik Kristen belakangan ini mungkin sebagian termasuk pada kategori yang kedua ini. Para pendiri partai Kristen itu barangkali ingin masuk dalam sistem kenegaraan melalui semangat “beriman dan berharap kepada Kristus”. Jika tidak sekarang, kapan lagi? Demikian menurut penganut pandangan ini.

        Agaknya, sikap seperti ini lahir dari pengalaman pahit penganut pandangan ini di mana orang Kristen di Indonesia dianggap sedang dimarginalkan bahkan dianiaya. Untuk membela nasib orang Kristen di Indonesia penganut pandangan ini “bermimpi” untuk masuk dalam struktur kekuasaan dalam rangka menentukan arah pemerintahan. Dari manakah konsep seperti ini masuk ke dalam gereja-gereja di Indonesia? Pengaruh kelompok fundamentalis-konservatif Kristen di Amerika khususnya yang disebut “Christian Right” (Kristen Kanan) amat sangat besar dalam pembentukan wawasan seperti itu. Kelompok ini sangat berpengaruh besar terhadap seluruh kebijakan Presiden Bush, khususnya kebijakan luar negeri.

         Ketiga, mereka yang berpendapat bahwa orang Kristen di Indonesia terpanggil sebagai garam dan terang dunia yang melalui iman Kristianinya dapat melakukan transformasi politik secara positif, kritis, kreatif, dan realistis. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) ada dalam posisi ini. PGI dan gereja-gereja arus utama, sebagaimana diperankan oleh World Council of Churches (WCC), dewan gereja-gereja di berbagai negara lain adalah menjadi kekuatan moral yang dapat melakukan transformasi dan perubahan sosial melalui kosep, pemikiran, gagasan dan berbagai gerakan.

          Politik Yesus tergolong kepada sikap ini. Gereja-gereja harus dapat menjadi pengkritik pemerintah apabila pemerintah tidak menjalankan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang adil. Gereja tidak dapat berdiam diri dalam dinamikan sosial-kemasyarakatan.

Gereja harus ikut mengusahakan kesejahteraan kota (bangsa) karena kesejahteraan kota (bangsa) adalah kesejahteraannya juga (Yeremia 29:7). Dalam kaitan ini gereja tidak boleh terkooptasi oleh kekuatan-kekuatan yang ada, termasuk kekuatan uang, kekuatan politik, kekuatan ideologi atau kekuatan dalam bentuk apapun.

Ev. Matius Sobolim, M. Th.

Dipublikasikan pada Hari Minggu tanggal 24 Mey 2020 di Gansiran Putuk Kota wisata Batu.

KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ?

  KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ? Ev. Matius Sobolim, M. Th. ...