KRITIK DAN MENGHUJAT DI ERA KEBEBASAN BERPENDAPAT DITINJAU DARI SUDUT PANDANG ALKITAB
EV. Matius Soboliem
A. Latar Belakang
Di era kebebasan berpendapat seperti sekarang ini setiap orang bebas mengutarakan isi pikirannya terhadap berbagai hal. Mulai dari isu sosial, politik, ekonomi, hingga hiburan semuanya dapat dikomentari. Apalagi dengan tersedianya kolom komentar di berbagai website dan media sosial, semakin mempermudah orang mengutarakan isi pikiran. Tinggal mengetik kalimat yang ada di pikiran pada kolom tersebut maka pendapat kita pun dapat dibaca oleh banyak orang.
Tapi sayangnya, kini tidak sedikit orang sulit membedakan mana yang disebut kritik dan menghujat. Akibatnya ada banyak kalimat kasar bertebaran di berbagai kolom komentar yang diklaim sebagai 'kritik' justru berbau hujatan. Kritik berisi kalimat koreksi yang memberi masukkan perbaikan.
Sementara hujatan cenderung hanya berisi hinaan dan ejekan.Hujatan akan berisi kalimat negatif yang tidak menghiraukan etika dalam komentar. Kritik tetap memedulikan pentingnya tata karma dalam berpendapat.Kritik akan fokus pada kekurangan hasil kerja, bukan pada orang yang menyelesaikan pekerjaan tersebut.Pemberi kritik akan berkomentar didasarkan alasan yang logis. Penghujat lebih senang berpendapat karena rasa tak suka.Memberi inspirasi adalah tujuan utama kritik. Hal ini tidak akan ditemukan dalam hujatan. Bagaimana dalam padangan Alkitab tentang Kritik dan Menghujat?
I. Dalam PL
Menurut Alkitab dalam PL mengenai Arti akar kata ini di sini adalah perbuatan kurang ajar oleh manusia yang menghina kehormatan Allah. Obyek kata ini adalah nama Allah, yang dikutuk atau dicemarkan dan tidak dihormati (bnd ungkapan alkitabiah para rabi, 'Dihormatilah Engkau, ya Tuhan'). Hukuman atas penghujatan adalah dilempari dengan batu sampai mati (Im 24:10-23; 1 Raj 21:9 dab; Kis 6:11; 7:58).
Dalam Im 24 ada seorang Israel peranakan yang berbuat dosa demikian, dan pada umumnya penghujatan dilakukan oleh orang kafir (2 Raj 19:6,22 = Yes 37:6, 23; Mzm 44:16; Mzm 74:10,18; Yes 52:5) kadang-kadang disebabkan
contoh jelek dan penyelewengan-
penyelewengan moral dari umat Tuhan. Kalau umat Allah jatuh kepada penyembahan berhala, maka mereka dianggap melakukan penghujatan seperti orang kafir (Yeh 20:27; Yes 65:7). Menguduskan nama Yahweh adalah tugas khusus bangsa Israel (lih G. F Moore, Judaism, 2, 1927-1930, hlm 103), tapi bangsa yang tidak setia dan tidak taat mencemarkan-Nya.
II. Dalam PB
Di sini artinya diperluas. Allah juga kena hujat secara terwakili dalam diri para utusan-Nya. Demikianlah kata ini diterapkan terhadap Musa (Kis 6:11); Paulus (Rm 3:8; 1 Kor 4:12; 10:30); dan secara khusus terhadap Tuhan Yesus dalam pelayanan pengampunan-Nya (Mrk 2:7 dan ay-ay sejajar), pada waktu Ia diadili (Mrk 14:61-64, YESUS, PENGADILAN), dan di Golgota (Mat 27:39; Luk 23:39). Karena para utusan atau wakil ini adalah jelmaan kebenaran Allah sendiri (dan Tuhan Yesus secara istimewa), maka penghinaan terhadap mereka dan ajaran mereka sebenarnya adalah ditujukan kepada Allah, yg atas nama-Nya mereka berbicara (demikian Mat 10:40; Luk 10:16).
Saulus dari Tarsus mengamuk terhadap pengikut-pengikut Yesus dan berusaha memaksa mereka untuk menghujat, yakni untuk mengutuki Nama yg menyelamatkan (Kis 26:11), dan dengan demikian mengingkari janji waktu mereka dibaptis, yaitu 'Yesus adalah Tuhan' (bnd 1 Kor 12:3; Yak 2:7). Tapi tekadnya yg keliru arahnya, bukan hanya terhadap gereja melainkan terhadap Tuhan sendiri (1 Tim 1:13, bnd Kis 9:4).
Ada dua ayat yang merupakan masalah. 2 Ptr 2:10,11 mengatakan 'menghujat kemuliaan'. Mungkin ini berarti Allah sendiri, tapi kata 'kemuliaan' ini bentuknya jamak dalam bh Yunani dan ada yang mengartikannya kuasa jahat malaikat yang oleh pengajar-pengajar sesat dihina (bnd Yud 8).
Tentang hujatan terhadap Roh Kudus (Mat 12:32; Mrk 3:29) disebut dalam pernyataan yang hebat, bahwa pelakunya 'bersalah karena berbuat dosa yang kekal' yang tidak dapat diampuni. Ayat ini mengingatkan dengan khidmat kepada penolakan yang terus menerus dan dengan sengaja akan panggilan Roh untuk menerima keselamatan dalam Kristus. Ketidakpekaan manusia pasti membawa ketidakpekaan moral dan kepada kekacauan hal-hal moral, yaitu yang jahat dianggap baik (' Kejahatan, jadilah kebaikanku; Yes 5:18-20; Yoh 3:19); 31, 32.
Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni. Prinsip umum. Pendamaian oleh Kristus di kayu salib cukup untuk menghapuskan kesalahan semua dosa, bahkan bentuk hujat yang paling menyakitkan hati terhadap Allah sekalipun. Tetapi, ada satu dosa yang dinyatakan tidak dapat diampuni: jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni. Mengingat prinsip yang telah dinyatakan Yesus sebelumnya, hal tidak dapat diampuni ini bukan disebabkan karena dengan pendamaian semata belumlah cukup, juga kita tidak dapat berkesimpulan bahwa Oknum Ketiga dari Tritunggal itu memiliki suatu kesucian khusus. Banyak penafsir menjelaskan dosa ini sebagai tindakan mengaitkan berbagai karya mukjizat Roh itu dengan kuasa Iblis (bdg. Mrk. 3:29-30), dan mereka menganggap dosa tersebut tidak mungkin dilakukan pada saat ini (demikian Chafer, Broadus, Gaebelein).
Tetapi. penafsir lain menganggap tuduhan orang Farisi itu sebagai gejala dan bukan dosa itu sendiri. Ayat-ayat selanjutnya menunjuk kepada pati yang tercemar sebagai penyebab dosa. Tugas khusus Roh ialah menginsafkan orang dan membuat orang bertobat, serta menjadikan orang bersedia menerima undangan Kristus. Karena itu hati yang membenci Allah dan menghujat Kristus (I Tim. 1:13) masih dapat diinsafkan dan dituntun kepada pertobatan oleh Roh.
Tetapi orang yang menolak setiap tawaran Roh sama dengan menjauhkan dirinya dari satu-satunya kekuatan yang dapat menuntunnya kepada pengampunan dosa (Yoh. 3:36). Bahwa keadaan pasti tidak dapat diampuni itu dapat dicapai dalam hidup ini jelas tersirat dalam ayat ini. Perjanjian Lama melukiskan keadaan ini sebagai berbuat dosa "dengan sengaja" (Bil. 15:30); karena bagi mereka tidak mungkin ada pendamaian lagi.
Orang tidak dapat memahami hati orang lain, dan karena itu tidak dapat menentukan apakah seseorang telah mencapai keadaan semacam itu. Kemungkinan terjadinya dosa ini tidak memperlemah undangan Injil, "Barangsiapa yang mau," karena pada dasarnya orang-orang tersebut tidak akan mau lagi menerima. Mengenai orang Farisi yang mendengar Yesus, tidak disebutkan apakah mereka sudah melakukan dosa ini sepenuhnya atau tidak, tetapi peringatan itu jelas. Pengetahuan mereka yang banyak menjadikan tanggung jawab mereka besar; dan permusuhan mereka selama ini menunjukkan bahwa mereka berketetapan untuk tidak mau percaya.
Konfrontasi orang Farisi dengan Yesus masih berlanjut. Kali ini peristiwa pengusiran setan dipakai oleh orang Farisi sebagai senjata.
Orang yang dikuasai setan itu bisu dan buta. Yesus menyembuhkan dia sehingga ia dapat melihat dan berbicara kembali. Takjubnya orang banyak terhadap Yesus dipatahkan orang Farisi dengan mengatakan bahwa Yesus memakai kuasa Beelzebul, pemimpin setan, untuk mengusir setan (ayat 24). Mereka berasumsi, jika setan tunduk pada perintah Yesus untuk pergi dari orang yang dirasuknya, bukankah itu berarti Yesus memiliki kuasa pemimpin setan, yaitu Beelzebul.
Tuduhan ini jelas berbahaya karena bagi orang Yahudi, mempraktekkan kuasa setan diancam hukuman rajam (dilempari batu). Namun logiskah pernyataan mereka? Jika setan ingin berkua-sa di dunia ini, mungkinkah ia mengusir sekutunya dari orang yang sedang dia kuasai? Ini tidak masuk akal. Argumen Yesus jelas: kerajaan atau kota yang terpecah belah pasti akan jatuh. Ini juga berlaku untuk kerajaan setan. Jika Yesus meng-usir setan, bukankah berarti Ia tidak bersekutu dengan setan? Sebaliknya jika bukan karena setan, tentu mudah dipahami bahwa yang dapat melakukannya hanyalah kuasa yang lebih besar daripada kuasa setan. Lalu kuasa siapakah yang lebih besar dari kuasa setan? Jelas kuasa Allah!
Respons orang Farisi terhadap mukjizat yang Yesus lakukan sesungguhnya berbicara tentang hati yang tidak percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah. Ketidakpercayaan itu diekspresikan melalui perkataan mereka (ayat 30-32). Ini adalah penghujatan! Jika orang menolak Yesus, bisa saja karena orang itu tidak kenal Yesus dengan baik. Namun jika Roh Kudus telah memberi pencerahan, tetapi orang itu masih juga menolak Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, maka ia tidak akan diampuni (ayat 37). Sebab itu mari kita mendoakan orang-orang yang kita layani untuk menerima Injil. Doakan agar Roh Kudus melembutkan setiap hati yang keras agar terbuka pada kebenaran bahwa Kristus adalah Anak Allah.
B. KESIMPULAN
Dalam PL penghujatan lebih menunjukkan sikap dan moral umat'Allah yang jatubdalam penyembahan berhala. Kemudian menyebut nama Allah tidak boleh di sembarangan tempat, apalagi untuk kepentingan pribadi, ini berbahaya dan digategorikan sebagai penghujat.
Sedangkan dalam PB penghujatan itu lebih menunjukkan pada penghujatan terhadap Perbuatan Roh Kudus. Barang siapa Menghujat Roh Kudus dosanya tidak akan diampuni di dunia ini maupun, didunua yang akan datang.
Orang yang sedang menghujat orang lain, dan apalagi orang yang dimaksud tidak hadir dan tidak mendengarkan hujatan itu, maka sebenarnya yang menghujat itulah yang akan merasakan penderitaan sendiri. Sementara itu, mereka yang dihujat oleh karena tidak mengetahuinya, maka tidak akan merasakan apa-apa. Sebaliknya, mereka yang menghujat setidaknya akan capek, dan bahwa yang jelas, hati yang bersangkutan dengan sendirinya akan merasa sakit.
Sedangkan penghujatan terhadap sesama manusia lebih menekankan pada Orang-orang yang sedang menghujat orang lain, dan apalagi orang yang dimaksud tidak hadir dan tidak mendengarkan hujatan itu, maka sebenarnya yang menghujat itulah yang akan merasakan penderitaan sendiri. Sementara itu, mereka yang dihujat oleh karena tidak mengetahuinya, maka tidak akan merasakan apa-apa. Sebaliknya, mereka yang menghujat setidaknya akan capek, dan bahwa yang jelas, hati yang bersangkutan dengan sendirinya akan merasa sakit.
sobolimmatius@gmail.com