KONSEP DOSA YANG TIDAK BISA DIAMPUNI MENURUT PERJANJIAN BARU
Ev. Matius Soboliem, M. Th.
Latar Belakang
Mengapa
sangat penting sekali mengajarkan Alkitab PL dan PB tentang universalitas dosa mulai dari dosa Adam sampai
dengan dosa menusia secara turun-temurun? Atau pentingkah tema tentang dosa
harus diajarkan dalam kehidupan manusia, secara khusus dalam kehidupan
kekristenan ? Adakah tergolong dosa
kecil dan dosa besar di dalam Alkitab, maupun di mata TUHAN ? Dosa apa saja yang
sifatnya tidak bisa diampuni dalam Alkitab Perjanian Lama dan Perjanjian Baru? Bagaimana
cara menjelaskan agar para pembaca dapat mengerti, dan memahami secara baik dan
benar tentang dosa yang tidak bisa diampuni menurut PL dan PB? Langkah apa yang
harus diambil dalam hal menjelasakan arti ajaran PL dan PB tentang dosa yang tidak terampuni? Metode
apa yang harus digunakan dalam edugasi tersebut ? Apakah ada tujuan PL dan PB dalam pengajaran
tentang dosa secar umum, dan khusus?
Apaka ada manfat dalam pengajaran PL dan PB tentang dosa yang tidak bisa
diampuni dalam Kekristenan? bagaimana pembaca mengetahui adanya dosa yang tidak terampuni dalam kehidupan
secara pribadi ? Apakah Alkitab memberikan jawaban secara terperinci dan
terustruktur tentang dosa yang tidak dapat diampuni ? Benarkah semua tema-tema
penting yang diajarkan dalam Alkitab, itu tidak mendengar dan tidak dipatuhinya
bisa menjadi dosa yang tidak bisa terampuni ? Apakah ketidak setiaan dan
ketidakpatuhan, serta keras kepala sampai berakhir pada kemaatiannya. Apakah hal
tersebut sudah tamat atau berakhir , tidak ada pengampunan lagi ?
Semua
pertanyaan-pertanyaan diatas tumpang tindis dalam kehidupan kekristenan. Banyak
ahli Theologi memberikan pencerahan sampai dengan menjelaskan dalam bentuk
khotbah secara monolog, maupun mengajarkan mengajarkan secara dialog. Itu sebabnya
banyak orang dikalangan Kristen memintah dan menyarankan bahwa alangkah baiknya
mengedukasikan tema tentang dosa yang tidak dapat diampuni dalam bentuk
pengajaran melalui buku refrensi, supaya dapat diajarkan kapan dan dimana saja
dalam kelompok sel, maupun di perguruan
tinggi.
Agar tidak ketinggalan informasi dalam
meresapi pengetahuan tentang universalitas dosa, komunalitas dosa, sampai dengan
dosa yang tidak bisa diampuni menurut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, maka
perlu ada suatu tindakan, pengajaran
(edukasi). Untuk itu, langkah apakah
yang paling tepat diambil dalam hal pengajaran? Langkah yang paling tepat
disini adalah menyusun suatu program dalam organisasi atau gereja atau lembaga
pendidikan formal supaya menerapkan
pengajaran itu secara informal dan nonformal, kapan dan dimana saja
dalam kekristenan. Karena buku ini penulis berusaha menuliskan dalam bentuk
sederhana dengan bahasa yang sederhana, yang bisa dapat dimengerti oleh semua
pihak.
Kontribusi
pengajaran dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru khususnya pada
lembaga pendidikan agama Kristen
membantu para peserta untuk mencapai kedewasaan iman. Untuk tujuan itu, maka pengajaran Perjanjian Baru memberikan
pengetahuan yang lebih fundamental perihal misteri iman, dan mendorong mereka
menghayati serta mengamalkan imannya dalam hidup. Juga supaya tidak ada
komponen yang terabaikan dalam pengajaran agama, maka perlu penataan atau
diberi struktur membangun atau disusun .
Tesis
karya Sarce Maria menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia sebelum tahun 1975
mempunyai dua pola pengajaran yang sangat diharuskan untuk dipakai pada saat
mengajar yaitu: dengan pola “hafalan” dan “pola pendidikan agama Kristen dengan
analisis teks” di mana dalam pola ini kebenaran agama biasanya disajikan
rumusan yang padat dan disajikan secara terpenggal-penggal kalimat demi
kalimat, kata demi kata. Kemudian, dibuat aplikasi untuk penggunaan praktis
yang sering bersifat moralitas. Pola ini lebih menekankan pengetahuan tentang
iman dan ajaran wahyu.[1]
Oleh sebab itu, di zaman sekarang ajaran Perjanjian Baru tidak dibatasi pada
hafalan, tetapi lebih menekankan pada inti (pokok-pokok masalah). Misalnya,
dosa yang tidak bisa diampuni haruslah dijelaskan supaya mengerti dengan baik
bukan sekedar menghafal.
Ajaran
Perjanjian Baru tentang dosa yang tidak bisa
diampuni sangat bermanfaat dalam kehidupan orang Kristen masa kini.
Banyak orang Kristen mengerti tentang dosa secara universal, namun pengertian
orang-orang Kristen hanya bersifat formalitas. Dalam hal ini, pengertian dosa
secara umum bisa dapat di mengerti, tetapi belum mengerti tentang dosa yang
tidak bisa diampuni tersebut secara mendalam. Melalui kesempatan ini penulis
berusaha menjelaskan tentang ajaran Perjanjian Baru perihal dosa yang tidak
bisa diampuni berdasarkan Alkitab PB, sebagai dasar utama, dan buku-buku
pendukung lainya untuk menjawab kebutuhan ini.
Oleh
karena itu, perlu ada pengajaran Alkitabiah dengan tujuan memberikan pemahaman
yang benar, sebab melalui pengajaran ini pembaca bisa mengerti dan memahami
arti ajaran tentang dosa yang tidak bias dapat diampuni. Cara mengajarkan arti
ajaran dalam Perjanjian Baru tentang dosa yang tidak bisa diampuni harus di
ajarkan secara umum, khusus, dan perorangan (personalyti). Pengajaran Perjanjian Baru sangat penting dalam
kehidupan kekristen masa kini.
Pengajaran ini pun harus diajarkan kepada orang-orang yang tidak percaya pada
Yesus Kristus, sebagai Tuhan dan Juru selamat secara pribadi.
Sebab
bagi orang tidak percaya (beriman) kepada Yesus Kristus sangat sulit memahami
tentang dosa yang tidak bisa terampuni tersebut. Karena itu, perlu ada tindakan
pengajaran khusus, supaya orang-orang berdosa bisa mengerti tentang dosa yang
tidak terampuni. Itulah sebabnya ajaran Perjanjian Baru dengan jelas mengatakan
bahwa dosa yang tidak terampuni (mendatangkan maut) itu adalah menghujat Roh
Kudus. Siapa pun yang melakukan dosa
penghujatan ini, maka mereka adalah orang- orang tidak hidup dalam dosalah yang
menghujat Roh Kudus dan meremehkan pekerjaan
Roh Kudus, sampai sama sekali
tidak percaya pada karya-Nya.
Tetapi,
apakah orang percaya bisa berbuat dosa menghujat Roh Kudus? Jelas tidak. Dalam kehidupan kekristen masa
kini bentuk-bentuk tindakannya berbeda dengan bentuk-bentuk tindakan penghujatan
yang dilakukan oleh orang yang hidup dalam dosa. Peranan Roh Kudus sangat
penting dalam kehidupan Kristen masa lampau, masa kini, dan masa yang akan
datang. Jadi, jelaslah bahwa segala sesuatu dan segala pekerjaan yang dilakukan
manusia secara keseluruhan adalah bukan dengan kamampuan manusia (usaha manusia
semata), melainkan diberi kemampuan oleh
Roh Kudus sendiri. Dia sebagai pengajar. pelayanan Roh Kudus untuk mengajar
merupakan salah satu janji-janji Kristus yang terakhir sebelum disalibkan.
Kedua, membimbing atau memimpin “Semua orang yang dipimpin Roh Allah adalah
anak Allah (Rm. 8:14). Ketiga, Roh Kudus juga adalah pribadi yang meyakinkan
umat Kristen bahwa dirinya adalah anak Allah (Rom. 8:16). Keempat, Roh Kudus berdoa.
Meskipun
kita mungkin tidak sepenuhnya memahami arti ganda tentang Roh Kudus yang berdoa
untuk orang percaya, namun kenyataan bahwa Roh Kudus memang melakukan hal itu
amat jelas ( Rom. 8:26). Satu hal yang perlu tidak terlupakan ialah bahwa
pekerjaan Roh Kudus bukan dari diri-Nya sendiri, tetapi ketiga pribadi Allah
dalam hakekat ketritunggalan-Nya tetap terlibat dalam pelayanan semasa Tuhan
Yesus didunia maupun semasa Roh Kudus sekarang ini.[2]
Oleh karena itu, Tuhan
Yesus dengan tegas membuat suatu pernyataan sikap bahwa dosa terhadap Anak
Manusia akan diampuni, tetapi dosa terhadap Roh Kudus, tidak akan diampuni. Hal
ini menjadi masalah dalam kehidupan orang Kristen masa kini. Apakah dosa
terhadap Roh Kudus tersebut benar-benar tidak diampuni? Ataukah ada jalan
keluar untuk dapat diampuni? Dosa apa saja yang tidak dapat diampuni menurut
Perjanjian Baru? Banyak orang Kristen sering merasa terpukul bila menyaksikan
fakta yang ada, bahwa beberapa orang percaya yang tadinya secara kasad mata
sungguh-sungguh dalam merefleksikan imannya, kemudian didapati meninggalkan
iman kepercayaannya.
Bahkan
kejadian seperti ini akan sangat memilukan apabila bersangkutan adalah sahabat
atau keluarga. Perpindahan sistem kepercayaan seperti ini sering disebut murtad dimana yang bersangkutan melepaskan keyakinan
religius yang sebelumnya dan beralih kepada suatu hidup atau juga pola
keagamaan tertentu. Hal ini dilandasi oleh berbagai alasan. Tetapi Alkitab
dengan jelas mengatakan bahwa orang seperti ini berakhir pada kebinasaan.
Dengan kata lain, ini adalah dosa yang mendatangkan maut. Bagaimana kita
sekarang menyingkapi hal ini? Apakah mungkin ada orang yang tidak dapat dibawa
kepada pertobatan setelah berbuat dosa? Lalu apa saja yang dikatakan atau
diajarkan Alkitab tentang dosa yang mendatangkan maut?
Melalui
kesempatan ini, penulis tertarik untuk membahas mengenai apa yang diajarkan
Alkitab tentang dosa yang tidak bisa diampuni tentang “Ajaran Perjanjian Baru
tentang dosa yang tidak
diampuni dan implikasinya bagi Kehidupan orang Kristen masa kini”.
Dalam penulisan ini, penulis mengeksposisikan dari seluruh Perjanjian Baru,
sesuai dengan judul buku ini. Dalam pembahasan ini penulis menggunakan menurut
urutan kitab masing-masing, mulai dari Injil Matius sampai Kitab Wahyu sebagai
Kitab Apokaluptik.
[1] Sarce Maria
Garjalai, Tesis Pasca Sarjana. Kontribusi
Pengajaran Kategisasi Sidi sebagai Upaya Pembinaan Iman Pemuda (Malang:
Sekolah Tinggi Alkitab Nusantara,2009 ) 1.
[2] Charles C. Ryrie, Theologi Dasar Panduan Populer Untuk Memahami Kebenaran Alkitab
(Yokjakarta: Andi, 1991) 166-167.
A.
MENURUT INJIL
SINOPTIK
Didalam Injil sinoptik masing-masing Injil Matius, Markus, dan Lukas, melaporkan tentang dosa yang tidak bisa diampuni lebih menekankan pada menghujat atau penghujatan terhadap karya dan kuasa Roh Kudus. Yesus Kristus membuat stekmen secara tegas bahwa, “Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni. Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan dating pun tidak” (Mat. 12:31-32 ).[1]
1.
Secara Terminologi
Arti akar
kata Menghujat adalah perbuatan
kurang ajar oleh manusia yang menghina kehormatan Allah. Obyek kata ini adalah
nama Allah, yang dikutuk atau dicemarkan
dan tidak dihormati (ungkapan Alkitabiah para rabi, 'Dihormatilah Engkau, ya
Tuhan). Hukuman atas penghujatan adalah dilempari dengan batu sampai mati (Im.
24:10-23; 1 Raj. 21:9; Kis. 6:11; 7:58). Dalam Im. 24 ada seorang Israel
peranakan yang berbuat dosa demikian, dan pada umumnya penghujatan dilakukan
oleh orang kafir (2 Raj. 19:6,22 , Yes 37:6, 23; Mzm. 44:16; Mzm. 74:10,18; Yes.
52:5) kadang-kadang disebabkan contoh jelek dan penyelewengan-penyelewengan
moral dari umat Tuhan. Kalau umat Allah jatuh kepada penyembahan berhala, maka
mereka dianggap melakukan penghujatan seperti orang kafir (Yeh. 20:27; Yes.
65:7). Menguduskan nama Yahweh adalah tugas khusus bangsa Israel, tapi bangsa
yang tidak setia dan tidak taat mencemarkan-Nya.[2]
Artinya diperluas. Allah juga kena hujat
secara terwakili dalam diri para utusan-Nya. Demikianlah kata ini diterapkan
terhadap Musa (Kis. 6:11); Paulus (Rom .3:8; 1 Kor 4:12; 10:30); dan secara khusus
terhadap Tuhan Yesus dalam pelayanan pengampunan-Nya (Mrk 2:7 dan ayat-ayat
sejajar), pada waktu Ia diadili (Mrk 14:61-64).[3] Karena para utusan atau
wakil ini adalah jelmaan kebenaran Allah sendiri (dan Tuhan Yesus secara
istimewa), maka penghinaan terhadap mereka dan ajaran mereka sebenarnya adalah
ditujukan kepada Allah, yang atas nama-Nya mereka berbicara (demikian Mat
10:40; Luk 10:16). Saulus dari Tarsus mengamuk terhadap pengikut-pengikut Yesus
dan berusaha memaksa mereka untuk menghujat, yakni untuk mengutuki Nama yang
menyelamatkan (Kis 26:11), dan dengan demikian mengingkari janji waktu mereka
dibaptis, yaitu 'Yesus adalah Tuhan' (bnd 1 Kor 12:3; Yak 2:7). Tapi tekadnya yang
keliru arahnya, bukan hanya terhadap gereja melainkan terhadap Tuhan sendiri (1
Tim 1:13, bnd Kis 9:4).
Ada dua ayat Alkitab yang merupakan masalah.
2 Ptr 2:10,11 mengatakan 'menghujat kemuliaan'. Mungkin ini berarti Allah
sendiri, tapi kata 'kemuliaan' ini bentuknya jamak dalam bahasa Yunani dan ada
yang mengartikannya kuasa jahat malaikat yg oleh pengajar-pengajar sesat dihina
(bnd Yud 8). Tentang hujatan terhadap Roh Kudus (Mat 12:32; Mrk 3:29) disebut
dalam pernyataan yang hebat, bahwa pelakunya 'bersalah karena berbuat
dosa yang kekal' yang tidak dapat diampuni. Ayat ini
mengingatkan dengan khidmat kepada penolakan yang terus menerus dan dengan
sengaja akan panggilan Roh untuk menerima keselamatan dalam Kristus.
Ketidakpekaan manusia pasti membawa ketidakpekaan moral dan kepada kekacauan
hal-hal moral, yaitu yang jahat dianggap baik (Kejahatan, jadilah kebaikanku',
bnd Yes 5:18-20; Yoh 3:19).[4]
2. Secara
Etimologi
Dalam Injil Matius 12: 31) kata “Hujat” blasfhmia
(Blaspemia). Bentuknya nominativ feminin
singular dari kata blasfhmia. [5] Kasusnya adalah menunjukkan kepada siapa atau
apa yang menghasilkan tindakannya atau terlibat dalam tindakan yang dinyatakan
oleh kata kerjanya.[6]
Sedangkan kata tou
pneumatoz (tou pneumatos) berarti
tidak terpuji oleh manusia “terhadap Roh Kudus” dan karya-karya-Nya. Dari kata pneumatoj bentuk tindakanya adalah genitive neuter singular dari kata pneu/ma /pneuma Kasus (bentuk penjelasannya) adalah sebagai
objek dari atau penerima dari tindakan kata benda. Oleh sebab
itu, ayat ini, berbicara tentang tindakan atau perkataan yang dikeluarkan dalam
bentuk penghujatan terhadap Roh Kudus. Jadi, semua dosa
manusia terhadap Roh Kudus tidak ada
yang lebih buruk daripada dosa menghujat Dia sebagai pribadi ketiga dari A
hakekat Allah Tritunggal.
3.
Menurut Injil Matius 12:22-37
Dalam
ayat-ayat ini berbicara tentang: Yesus Kristus menaklukan suatu tindakan yang
sangat radikal, atas Iblis secara gemilang, yaitu melalui tindakan penyembuhan
yang mulia atas seseorang yang, atas seizin Allah, dikuasai dan dirasuki oleh
Iblis (ay. 22). Perhatikanlah di sini: Keadaan orang itu sangatlah menyedihkan;
ia kerasukan setan. Pada waktu Yesus Kristus berada di dunia ini,
masalah-masalah seperti itu lebih banyak muncul daripada biasanya, agar dengan
menentang dan mengusir Iblis, kuasa Yesus Kristus dapat lebih dimuliakan dan
tujuan-Nya lebih nyata terungkap. Juga, agar tampak lebih jelas lagi bahwa Ia
datang untuk membinasakan pekerjaan-pekerjaan Iblis. Orang malang yang
kerasukan itu buta dan bisu. Sungguh menyengsarakan! Ia tidak bisa melihat
untuk membantu dirinya sendiri, dan berbicara kepada orang lain untuk minta
bantuan. Jiwa yang dikuasai Iblis dan yang diperbudak olehnya buta terhadap
perkara-perkara Allah dan bisu di
hadapan takhta anugerah
Ia
tidak dapat melihat dan berkata apa pun untuk mendapatkan semuanya ini. Iblis
membutakan mata iman dan mengatupkan bibir untuk berdoa. Kesembuhan
yang dialaminya sangatlah aneh, dan semakin aneh lagi sebab terjadinya
tiba-tiba; Yesus menyembuhkannya. Perhatikanlah, setelah Iblis ditaklukkan dan
diusir dari jiwa, maka jiwa itu akan mengalami kesembuhan. Karena penyebabnya
sudah disingkirkan, maka akibatnya pun langsung berhenti; si bisu dan buta itu
berkata-kata dan melihat. Perhatikanlah, belas kasihan Yesus Kristus sangatlah
bertentangan dengan kejahatan Iblis, dan pertolongan-Nya begitu berlawanan
dengan kekejian Iblis. Ketika kuasa Iblis dihancurkan di dalam jiwa, mata
menjadi terbuka untuk melihat kemuliaan Allah, dan bibir terbuka untuk
memuji-Nya.
Pengaruh
kuat yang ditimbulkan peristiwa ini terhadap orang banyak, pada sekalian orang
banyak itu: mereka takjub. Kristus sudah mengadakan banyak mujizat seperti ini
sebelumnya: namun demikian perbuatan-perbuatan-Nya tetap menakjubkan dan tidak
berkurang kekaguman orang kepadanya, meskipun sudah sering diulangi. Dari
kejadian itu, orang banyak mengambil kesimpulan, "Ia ini agaknya Anak Daud (KJV;
"Bukankah Ia ini Anak Daud?"). Bukankah Ia Mesias yang dijanjikan
yang akan muncul dari keturunan Daud? Bukankah Ia ini yang akan datang?"
Kita dapat memandang pertanyaan ini:
Sebagai
pertanyaan yang diajukan untuk mencari tahu. Mereka bertanya, "Bukankah Ia
ini Anak Daud?" Namun demikian, sesudah mengajukan pertanyaan itu mereka
tidak tetap tinggal untuk mendapatkan jawabannya. Kesan-kesan yang mereka dapat
sangat kuat, namun cepat menghilang. Mereka sudah memulai dengan pertanyaan
yang baik, namun pertanyaan itu segera berlalu begitu saja dan tidak
ditindaklanjuti. Keyakinan-keyakinan seperti ini seharusnya dimasukkan ke dalam
kepala, dan setelah itu disimpan di dalam hati.
Atau,
sebagai pertanyaan yang diajukan untuk menguatkan.Bukankah Ia ini Anak Daud?
"Ya, ini pasti Dia, tiada lain dan tiada bukan. Mujizat-mujizat seperti
ini dengan jelas menunjukkan bahwa kerajaan Mesias sedang didirikan
sekarang." Orang banyaklah, yakni orang-orang biasa yang melihat kejadian
itu, yang menyimpulkan hal ini dari mujizat-mujizat Kristus. Orang yang tidak
percaya kepada Tuhan akan berkata, "Orang-orang ini bisa berkesimpulan
seperti ini karena mereka tidak bisa berpikir dalam-dalam seperti orang-orang
Farisi." Oh, tidak demikian. Kejadiannya sangat jelas dan tidak menuntut
banyak penyelidikan. Sebaliknya, ini karena orang banyak itu tidak terlalu
berprasangka atau memiliki pikiran duniawi yang macam-macam.
Begitu
jelas dan mudahnya jalan yang disediakan untuk mengetahui kebenaran agung bahwa
Kristus adalah Mesias dan Juruselamat dunia ini sehingga orang biasa pun pasti
bisa memahami jalan itu. Orang-orang pandir tidak akan mengembara di atasnya
(Yes. 35:8). Jalan itu ditemukan oleh orang-orang yang mencarinya. Ini
merupakan gambaran bagaimana anugerah ilahi merunduk untuk meraih orang banyak,
sehingga hal-hal yang tersembunyi bagi orang pandai dan orang bijak dinyatakan
kepada orang kecil. Dunia oleh hikmatnya tidak mengenal Allah, dan orang-orang
bijak menjadi bingung karena hal-hal yang bodoh. Keberatan yang menghujat yang diucapkan
orang-orang Farisi (ay. 24). Kaum Farisi adalah kaum yang mengaku-ngaku lebih
mengenal dan mencintai hukum Allah daripada orang lain, namun justru merekalah
yang menjadi musuh paling keji bagi Yesus Kristus dan ajaran-Nya.
Mereka
bangga dengan nama baik yang mereka miliki di kalangan orang banyak. Nama baik
itu membuat mereka semakin sombong, menopang kekuasaan mereka, dan membuat
dompet mereka semakin tebal. Jadi, ketika mendengar orang berkata,
"Bukankah Ia ini Anak Daud?", mereka menjadi sangat jengkel.
Perkataan ini membuat mereka lebih jengkel daripada melihat mujizat itu
sendiri. Perkataan tersebut membuat mereka iri terhadap Yesus Kristus Tuhan
kita, dan membuat mereka takut kalau kehormatan-Nya semakin bertambah di mata
orang, dan tentu saja kehormatan mereka semakin pudar dan menghilang.
Oleh
sebab itu, mereka dengki terhadap-Nya, seperti Saul dengki terhadap Daud,
bapa-Nya, ketika ia mendengar apa yang dinyanyikan wanita-wanita Yahudi tentang
Daud (1Sam. 18:7-8). Perhatikanlah, bila orang menggantungkan kebahagian mereka
pada pujian dan sanjungan orang lain, mereka akan merasa gelisah setiap kali
mendengar perkataan-perkataan yang memuji orang lain. Bayang-bayang kehormatan
mengikuti Kristus, tetapi Kristus sendiri menghindar darinya; di lain pihak,
bayang-bayang itu sendiri menjauh dari orang-orang Farisi, yang justru sangat
ingin mendapatkannya. Karena itu, orang Farisi berkata, "Dengan Beelzebul,
penghulu setan, Ia mengusir setan dan karena itu Ia bukan Anak Daud."
Perhatikanlah
secara baik dan benar: Bagaimana mungkin mereka menyebut Yesus
Kristus dengan begitu merendahkan martabat, kehormata, serta keagungan, kuat
kuasa-Nya. Mereka memanggil-Nya: orang ini (KJV), seolah-olah nama-Nya yang
mulia itu, keharumnya seperti minyak wangi harum semerbak, tidak layak
diucapkan melalui bibir mereka. Ini merupakan gambaran dari kesombongan dan
keangkuhan mereka, serta rasa iri mereka yang keji, sehingga semakin tinggi
orang memuliakan Kristus, semakin giat mereka menjelek-jelekkan-Nya. Tidaklah baik
menghina orang yang baik hanya karena mereka miskin hikmat dan pengetahuan. Bagaimana
mereka mengucapkan perkataan hujat tentang mujizat-mujizat-Nya. Mereka tidak
bisa menyangkal kenyataan yang sebenarnya, sebab apa yang terjadi itu sangatlah
terang, seterang matahari, yaitu bahwa setan-setan diusir oleh perkataan Yesus
Kristus. Mereka juga tidak dapat menyangkal bahwa kejadian itu sungguh luar
biasa dan bersifat adikodrati.
Karena
terpaksa harus mengakui bukti-bukti yang telah tampak ini, mereka tidak bisa
mengelak dari kebenaran yang bisa disimpulkan dari bukti-bukti ini bahwa Ia
adalah Anak Daud. Dan karena tidak bisa mengelak, mereka menghasut bahwa Yesus Kristus
mengusir setan dengan Beelzebul, bahwa ada suatu perjanjian antara Yesus Kristus
dan Iblis, dan bahwa dengan mengikuti perjanjian itu, setan-setan sebenarnya
tidak diusir, melainkan hanya mengundurkan diri dengan sukarela untuk kembali
nanti sesuai dengan kesepakatan dan rencana yang sudah diatur. Atau,
seolah-olah melalui persetujuan dengan penghulu setan, Ia berkuasa mengusir
setan-setan yang lebih rendah. Tidak ada anggapan yang lebih keliru dan lebih
kejam daripada anggapan ini, yaitu bahwa Dia, yang adalah Kebenaran itu
sendiri, dituduh bersekongkol dengan bapa dari segala dusta untuk menipu dunia.
Anggapan
ini merupakan suatu jalan terakhir untuk menyelamatkan diri, atau suatu
penipuan untuk mengelak, atau juga merupakan suatu bentuk ketidaktaatan yang
sudah mengeras, yang dipakai untuk melawan keyakinan-keyakinan hati yang begitu
jelas. Perhatikanlah, setan-setan mempunyai penghulu, yang memimpin mereka
untuk murtad dari Allah dan memberontak terhadap-Nya. Penghulu ini bernama
Beelzebul, yang berarti dewa lalat atau dewa kotoran. Betapa
dalamnya engkau terjatuh, hai Lucifer! Engkau yang dulunya malaikat terang kini
menjadi dewa lalat! Namun demikian, dia juga adalah penghulu setan, ketua gerombolan
roh ganas dari neraka.
Tanggapan
Yesus Kristus terhadap tuduhan yang menghina ini (ay. 25-30). Yesus mengetahui
pikiran mereka.[7]
Perhatikanlah, Yesus Kristus tahu apa yang Manusia pikirkan pada segala waktu.
Ia tahu apa yang ada dalam diri Manusia, dan Ia mengetahui pikiran-pikiran manusia
dari jauh. Tampaknya orang-orang Farisi merasa malu untuk mengatakannya
terang-terangan, dan hanya menyimpannya dalam pikiran mereka saja. Mereka tentu
tidak dapat berharap orang akan puas dengan tuduhan mereka itu, dan karenanya
mereka hanya menyimpan pikiran mereka ini untuk mengusir keyakinan-keyakinan di
dalam hati nurani mereka sendiri.
Perhatikanlah,
banyak orang tidak mau melakukan kewajiban mereka karena ada sesuatu yang malu
untuk mereka akui dalam diri mereka; namun, hal ini tidak bisa mereka
sembunyikan dari Yesus Kristus. Tetapi mungkin juga orang-orang Farisi saling
berbisik mengenai pikiran mereka ini, untuk membantu mengeraskan hati sesama
mereka.
Namun
demikian, dalam ayat-ayat di atas dikatakan bahwa jawaban Kristus itu ditujukan
kepada pikiran-pikiran mereka, karena Ia tahu dengan pemikiran dan prinsip apa
mereka mengatakannya, yaitu, bahwa mereka tidak asal-asalan saja dalam
mengucapkannya, melainkan bahwa perkataan itu merupakan buah dari suatu
kejahatan yang sudah berurat akar.
Yesus
Kristus menjawab tuduhan ini dengan bantahan yang kuat dan panjang lebar,
supaya setiap mulut tersumbat dengan nalar dan akal budi, sebelum tersumbat
nanti dengan siksaan api neraka. Berikut ini tiga bantahan yang digunakan-Nya
untuk menunjukkan bagaimana perkataan mereka itu sangat tidak masuk akal. Sangatlah
aneh, dan juga tidak mungkin, bahwa Iblis diusir melalui perjanjian seperti
itu, sebab dengan demikian kerajaan Iblis akan terbagi-bagi dan melawan dirinya
sendiri, dan ini sungguh tidak dapat dibayangkan sebab kita tahu bagaimana
liciknya Iblis itu (ay.25-26).
Pertama.
Dalam bantahan-Nya ada suatu aturan yang sudah umum diketahui, yaitu bahwa
untuk masyarakat apa saja, kehancuran merupakan akibat dari perpecahan yang
terjadi di dalamnya. Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, demikian
juga dengan setiap rumah tangga: Quæ enim domus tam stabilis est, quæ tam firma
civitas, quæ non odiis atque dissidiis funditus everti possit? "Sebab
keluarga manakah yang begitu kuat dan masyarakat manakah yang begitu kokoh yang
tidak bisa digulingkan oleh permusuhan dan perpecahan?" (Cic. Læl. 7).
Perpecahan biasanya berakhir dengan kebinasaan. Jika kita bentrok, maka kita
akan hancur, jika kita saling terpecah-belah, maka kita akan menjadi mangsa
empuk bagi musuh kita bersama, apalagi jika kita saling menggigit dan saling
menelan, pastilah kita akan saling membinasakan (Gal. 5:15). Banyak gereja dan
negara mengetahui hal ini dengan baik melalui pengalaman yang menyedihkan.
Kedua.
Penerapannya pada masalah yang sedang dibicarakan (ay. 26). Kalau Iblis
mengusir Iblis, kalau penghulu setan berselisih dengan setan-setan bawahannya,
maka seluruh kerajaan beserta kepentingannya akan segera hancur. Bahkan, jika
Iblis membuat suatu perjanjian dengan Kristus, maka ini hanya akan menyebabkan
kehancuran bagi dirinya sendiri, sebab rancangan dan kuasa nyata yang dibawa
ajaran Kristus beserta mujizat-mujizat-Nya adalah untuk menghancurkan kerajaan
Iblis, sebagai kerajaan kegelapan, kejahatan, dan permusuhan terhadap Allah,
dan untuk mendirikan, di atas kehancuran itu, suatu kerajaan terang, kekudusan,
dan kasih.
Pekerjaan-pekerjaan
Iblis, yang memberontak terhadap Allah dan menguasai jiwa manusia, dihancurkan
oleh Yesus Kristus. Oleh sebab itu, sungguh suatu hal yang sangat mustahil
dibayangkan bahwa Beelzebul mau menyetujui rancangan seperti itu, atau mau
menjadi bagian di dalamnya. Jika ia akan jatuh oleh Yesus Kristus, bagaimanakah
kerajaannya dapat bertahan? Itu artinya ia sendiri turut mengakibatkan
kehancuran kerajaannya. Perhatikanlah, Iblis mempunyai kerajaan, yang di
dalamnya pengikut-pengikutnya bersama-sama menentang Allah dan Kristus, dan ia
berusaha dengan segenap kekuatan untuk tetap berdiri, dan tidak akan pernah mau
ambil bagian dalam kepentingan-kepentingan Kristus. Iblis harus ditaklukkan dan
dihancurkan oleh Kristus. Jadi, ia tidak bisa tunduk dan berlutut kepada-Nya. Bagaimana
mungkin bisa ada persamaan atau persekutuan antara terang dan gelap, Kristus
dan Belial, Kristus dan Beelzebul? Kristus akan menghancurkan kerajaan Iblis,
tetapi Ia tidak perlu melakukannya dengan cara dan rancangan murahan seperti
membuat perjanjian rahasia dengan Beelzebul ini. Oh tidak, kemenangan ini harus
diraih dengan cara-cara yang lebih mulia. Biarpun penghulu setan mengumpulkan
segala kekuatannya, sekalipun ia mengerahkan segala kuasa dan kelicikannya dan
bersekutu seerat-eratnya dengan pengikut-pengikutnya, namun Kristus masih
terlalu tangguh untuk gabungan seluruh kekuatannya sekalipun, dan kerajaannya
pasti tidak akan bertahan.
Sama
sekali tidak mengherankan, atau mustahil, bahwa setan-setan diusir dengan Roh
Allah, sebab: Dengan kuasa siapakah pengikut-pengikutmu mengusirnya? Dalam
kalangan Yahudi ada sebagian orang yang terkadang mengusir setan dengan
memanggil nama Allah yang mahatinggi, atau Allah Abraham, Ishak, dan Yakub.
Sejarawan Josephus menceritakan tentang sebagian orang pada masanya yang
melakukan hal ini. Selain itu kita juga dapat membaca kisah tentang tukang
jampi Yahudi (Kis. 19:13), dan tentang sebagian orang yang mengusir setan demi
nama Kristus, walaupun mereka bukan pengikut-Nya (Mrk. 9:38), atau tidak setia
kepada-Nya (Mat. 7:22). Orang-orang Farisi tidak mengecam mereka, melainkan
memandang bahwa Roh Allah-lah yang bekerja di dalam mereka, dan hal ini menjadi
kebanggaan bagi diri dan bangsa mereka. Oleh sebab itu, hanya karena iri dan
dengki terhadap Kristuslah mereka mau mengakui bahwa orang lain mengusir setan
dengan Roh Allah, sedangkan Ia mengusirnya melalui perjanjian dengan Beelzebul.
Perhatikanlah,
orang jahat, terutama mereka yang menganiaya Kristus dan Kekristenan, biasanya
mengecam suatu hal yang dilakukan oleh orang-orang yang mereka benci, tetapi
mendukung dan memuji hal yang sama yang dilakukan oleh orang-orang yang mereka
sukai. Jika orang sudah merasa iri, maka ia akan menilai bukan dengan berdasar
pada apa yang dilakukan, melainkan siapa yang melakukannya, bukan dengan akal
budi, melainkan dengan prasangka. Tetapi mereka yang ketika membuat penghakiman
hanya melihat wajah orang, dan tidak melihat hal-hal lain, tidaklah pantas
untuk duduk di kursi Musa.
Sebab
itu, hal-hal inilah yang akan menjadi hakimmu, "Pertentangan yang kamu
buat ini akan bangkit melawanmu pada hari penghakiman besar, dan akan
menghakimimu." Perhatikanlah, pada hari penghakiman, bukan hanya setiap
dosa, melainkan juga setiap kesalahan yang diakibatkannya, akan diadili, dan sebagian
pemikiran kita yang benar dan baik akan dihadapkan sebagai bukti yang melawan
kita, yang mempersalahkan kita karena telah bertindak berat sebelah. Pengusiran
setan ini merupakan suatu pertanda dan petunjuk pasti mengenai mendekatnya
kedatangan Kerajaan Allah (ay. 28). "Tetapi jika Aku mengusir setan dengan
kuasa Roh Allah, seperti yang memang Aku lakukan, maka kamu harus menyimpulkan
bahwa, walaupun kamu tidak rela menerimanya, Kerajaan Mesias akan segera
didirikan di tengah-tengah kamu." Mujizat-mujizat lain yang diadakan
Kristus membuktikan bahwa Ia diutus Allah, tetapi mujizat ini membuktikan bahwa
Ia diutus Allah untuk menghancurkan kerajaan Iblis dan pekerjaan-pekerjaannya.
Sekaranglah
janji yang besar itu dengan jelas digenapi, yaitu bahwa keturunan wanita itu
akan meremukkan kepala ular (Kej. 3:15). "Oleh karena itu, zaman mulia
Kerajaan Allah, yang sudah lama dinantikan itu, dimulai sekarang. Kalau kamu
meremehkannya, kamu akan binasa sendiri." Perhatikanlah:
Pertama. Penghancuran
kuasa Iblis dikerjakan oleh Roh Allah. Roh yang bekerja untuk membuat orang
taat dalam iman memusnahkan pekerjaan roh yang bekerja di antara orang-orang
durhaka dan tidak taat.
Kedua. Pengusiran
setan menandai awal mula berdirinya Kerajaan Allah. Pekerjaan Iblis di dalam
jiwa tidak bisa dihilangkan hanya melalui adat kebiasaan atau pengendalian
diri, ia harus dibenamkan dan dihancurkan oleh Roh Allah, yaitu Roh yang
menguduskan, supaya dengan demikian datanglah Kerajaan Allah itu kepada jiwa
itu, datanglah kerajaan anugerah, kerajaan yang sungguh dipenuhi kemuliaan. Dengan
demikian, maka membandingkan mujizat-mujizat yang dilakuikan oleh Yesus Kristus,
terutama mujizat pengusiran setan ini beserta ajaran-Nya, dan rancangan serta
kuasa agama yang kudus dibawa-Nya, sangat terbukti bahwa Ia sama sekali tidak
bersekutu dengan Iblis, dan bahwa Ia justru secara terang-terangan bermusuhan
dan bertentangan dengannya (ay. 29). Bagaimanakah orang dapat memasuki rumah
seorang yang kuat dan merampas harta bendanya, dan kemudian membawanya, apabila
tidak diikatnya dahulu orang kuat itu? Sesudah itu barulah dapat ia merampok
rumah itu. Sebelumnya, dunia, yang diam dalam kegelapan dan tergeletak dalam
kejahatan, ada dalam kepemilikan dan kuasa Iblis.
Dunia
seperti sebuah rumah yang dimiliki dan dikuasai oleh orang kuat itu. Begitu pula dengan setiap jiwa yang tidak
diperbarui, di dalamnya Iblis tinggal, dan ia memerintahkannya. Nah: itulah
sebabnya Rancangan Injil Yesus Kristus adalah untuk merampas rumah Iblis itu,
yang dimilikinya di dunia ini sebagai orang kuat, supaya orang berbalik dari
kegelapan kepada terang, dari dosa kepada kekudusan, dari dunia ini kepada
dunia yang lebih baik, dan dari kuasa Iblis kepada Allah (Kis. 26:18), serta
untuk mengambil alih hak kepemilikan atas jiwa-jiwa.
Sesuai
dengan rancangan tersebut, Yesus Kristus mengikat orang kuat itu ketika Ia
mengusir roh-roh najis dengan perkataan-Nya. Dengan demikian, Ia merampas
pedang dari tangan Iblis supaya Ia bisa merampas tongkat kerajaan darinya.
Kristus mengajar kita bagaimana kita harus memandang mujizat-mujizat-Nya.
Ketika Ia menunjukkan bagaimana Ia dengan begitu mudah mengusir setan dari
tubuh manusia, Ia mendorong semua orang percaya untuk berharap bahwa, sehebat
apa pun kekuatan yang dipakai Iblis untuk menjerat jiwa-jiwa manusia, Kristus
dengan anugerah-Nya pasti akan menghancurkannya. Ia akan menghancurkannya,
karena kita tahu bahwa Ia dapat mengikatnya.
Ketika
bangsa-bangsa berbalik dari beribadah kepada berhala menjadi beribadah kepada
Allah yang hidup, dan ketika sebagian dari orang-orang yang paling berdosa
dikuduskan dan dibenarkan, dan menjadi orang-orang yang paling kudus, maka pada
saat itulah Kristus telah menghancurkan rumah Iblis, dan Ia akan
menghancurkannya dengan lebih dahsyat lagi. Dalam hal ini juga ditunjukkan
bahwa peperangan yang kudus ini, yang dengan penuh semangat dikobarkan Kristus
melawan Iblis dan kerajaannya, adalah peperangan yang tidak mengizinkan sikap
tidak memihak (ay. 30), siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku.
Jika
ada perbedaan-perbedaan kecil yang timbul di antara murid-murid Kristus
sendiri, kita diajar untuk tidak membesar-besarkan masalah yang ada, dan untuk
berusaha mencari jalan damai, dengan menganggap orang-orang yang tidak melawan
kita, berada di pihak kita (Luk. 9:50). Tetapi dalam pertempuran hebat antara
Kristus dan Iblis, kita tidak boleh mencari jalan damai atau bersikap tidak
peduli terhadap masalah itu. Barangsiapa tidak sungguh-sungguh bersama Kristus,
ia dipandang benar-benar melawan-Nya, barangsiapa bersikap dingin-dingin saja
terhadap kepentingan-Nya, dipandang sebagai musuh-Nya. Apabila permusuhan yang
terjadi adalah antara Allah dan Baal, maka kita harus memilih salah satu dari
keduanya (1Raj. 18:21).
Kita
tidak bisa bersikap tidak memihak dalam permusuhan antara Kristus dan Belial,
sebab kerajaan Kristus, yang selamanya bertentangan dengan kerajaan Iblis, juga
akan selamanya menang atas kerajaan Iblis. Oleh karena itu, dalam pertentangan
ini kita tidak boleh duduk diam melihat tentara Gilead di seberang Sungai
Yordan atau tentara Sisera di tepi laut (Hak. 4:16-17). Kita harus berada di
pihak Kristus dengan setia, dengan sepenuhnya, dan dengan tidak tergoyahkan,
sebab inilah pihak yang benar, dan yang pada akhirnya akan menjadi pihak
pemenang (Kel. 32:26). Kalimat berikut yang diucapkan Kristus juga mempunyai
arti tersirat yang sama, "Siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia
mencerai-beraikan." Perhatikanlah:
Pertama. Tugas
Kristus datang ke dunia ini adalah untuk mengumpulkan, mengumpulkan sebagai
hasil panen-Nya, mengumpulkan orang-orang yang sudah diberikan Bapa kepada-Nya
(Yoh. 11:52; Ef. 1:10). Kedua. Kristus mengharapkan dan
mengharuskan orang-orang yang bersama-Nya untuk mengumpulkan bersama Dia, dan
bukan hanya mereka sendiri yang harus berkumpul dengan-Nya, melainkan juga
mereka harus berbuat semampu mungkin untuk mengumpulkan orang-orang lain
kepada-Nya, dan dengan demikian mereka turut bekerja memajukan kepentingan
kerajaan-Nya. Ketiga. Orang yang tidak bersedia dan tidak bertindak untuk
memajukan kerajaan Kristus akan dipandang dan diperlakukan sebagai orang yang
berusaha menghambatnya. Jika kita tidak mengumpulkan bersama Kristus, maka kita
menceraiberaikan. Tidak menyakiti orang lain saja tidaklah cukup, kita juga
harus berbuat baik. Begitulah luasnya jurang yang terbentang antara Kristus dan
Iblis, dan ini menunjukkan bahwa tidak ada perjanjian di antara mereka seperti
yang digunjingkan oleh orang-orang Farisi.
Dalam
kesempatan ini Yesus Kristus mengatakan sesuatu tentang dosa lidah, sebab itu
Aku berkata kepadamu. Ia tampak berbalik dari orang-orang Farisi kepada orang
banyak, dari berselisih lalu mengajar. Dari dosa orang Farisi ini juga Ia
memperingatkan orang banyak mengenai tiga macam dosa lidah. Kerugian yang
menimpa orang lain hendaknya menjadi suatu peringatan bagi kita. Hujat terhadap
Roh Kudus sebagai pelaku utama adalah dosa lidah yang paling buruk, dan
tidak dapat diampuni (ay. 31-32). Di sini kita melihat tentang
kepastian pengampunan atas semua dosa menurut persyaratan Injil.
Yesus
Kristus sendiri yang mengatakan hal ini, dan perkataan-Nya ini sungguh
menghibur, yaitu bahwa besarnya dosa tidak akan menjadi penghalang bagi kita
untuk diterima Allah, jika kita benar-benar bertobat dan percaya kepada Injil.
Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni. Walaupun dosanya merah seperti
kirmizi (Yes. 1:18), sekalipun sangat jahat sifatnya, dan dampak yang
diakibatkannya begitu luas oleh karena keadaan-keadaan tertentu di sekitarnya,
walaupun dosa itu sangat sering diulangi, dan membumbung tinggi sampai ke
langit, namun pada TUHAN ada kasih setia, yang tingginya melebihi langit. Anugerah
akan diberikan bahkan kepada mereka yang melakukan dosa hujat, yaitu suatu dosa
yang langsung menyinggung nama dan kehormatan Allah.Paulus yang tadinya seorang
penghujat mendapat anugerah (1Tim. 1:13). Dengan demikian kita juga dapat
berkata, "Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa (Mi. 7:18).
Bahkan
perkataan yang diucapkan untuk menentang Anak Manusia akan diampuni, seperti
perkataan orang-orang yang mengejek-Nya pada saat kematian-Nya; banyak dari
antara mereka kemudian bertobat dan mendapat anugerah. Yesus Kristus dalam hal
ini telah memberikan sebuah contoh bagi semua anak manusia agar mereka selalu
mau memaafkan perkataan-perkataan yang diucapkan melawan mereka. Aku ini
seperti orang tuli, aku tidak mendengar. Perhatikanlah, dosa-dosa itu akan
diampuni bagi manusia, bukan bagi roh-roh jahat. Inilah kasih Allah kepada
seluruh dunia yang dihuni umat manusia, yang berada di atas dunia para malaikat
yang jatuh, bahwa segala dosa mereka dapat diampuni.
Pengecualian
untuk hal ini adalah hujat terhadap Roh Kudus, yang di sini dinyatakan sebagai
satu-satunya dosa yang tidak dapat diampuni. Lihatlah di sini: Dosa apa
ini. Dosa tersebut adalah hujat terhadap Roh Kudus. Lihatlah
bagaimana jahatnya dosa lidah, sampai-sampai dosa ini merupakan satu-satunya
dosa yang tidak dapat diampuni. Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka (ay.
25). Hujat yang dimaksudkan di sini sama sekali bukan hujat melawan pribadi
atau keilahian Roh Kudus, atau sesuatu mengenai tindak-tanduk pribadi-Nya, atau
penolakan terhadap pekerjaan-Nya di dalam hati orang berdosa, sebab jika
demikian, siapakah yang dapat diselamatkan? Di dalam hukum negara dinyatakan
bahwa tindakan pemberian grasi (pembebasan dari hukuman) harus dilakukan atas
dasar anugerah dan pengampunan, dan oleh sebab itu pengecualian terhadap
tindakan pemberian grasi ini tidak bisa diperluas melebihi apa yang perlu.
Injil
merupakan suatu tindakan pemberian grasi. Di dalamnya tidak ada pengecualian
untuk seseorang dengan nama tertentu atau untuk alasan tertentu, selain mereka
yang menghujat Roh Kudus. Karena itu, pemberian grasi menurut Injil harus
dipandang dalam pengertian yang paling sempit, yaitu bahwa semua orang yang
dipandang berdosa dapat bebas berdasarkan syarat-syarat pemberian grasi, yaitu
iman dan pertobatan, dan karena itu, tidak boleh ada pengecualian-pengecualian
lainnya. Namun, penghujatan ini merupakan pengecualian, bukan karena kurangnya
anugerah Allah atau kebaikan Yesus Kristus, melainkan karena hujat itu sudah
pasti akan membuat orang berdosa tetap tidak mau percaya dan tidak mau
bertobat.
Sangat
beralasan untuk berpikir bahwa orang yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai
Anak Allah dan yang dengan tulus ingin mendapat bagian dalam kebaikan dan
anugerah-Nya tidak akan bersalah atas dosa ini, dan orang yang takut telah
berbuat dosa ini menunjukkan suatu pertanda yang baik bahwa mereka tidak
melakukannya. Cendekiawan Dr. Whitby mengamati dengan baik bahwa dalam hal ini Yesus
Kristus tidak berbicara mengenai suatu hal yang terjadi pada saat itu (Mrk.
3:28; Luk. 12:10), tetapi mengenai apa yang akan dikatakan di kemudian hari,
siapa yang menghujat (KJV, "Siapa yang akan menghujat"). Mengenai
orang-orang yang menghujat Yesus Kristus ketika Ia masih di bumi dan
memanggil-Nya si Peminum anggur, Penipu, Penghujat, dan semacamnya, mereka ini
mempunyai alasan untuk dimaafkan, karena mereka melihat rupa Yesus Kristus yang
hina dan ada prasangka-prasangka buruk bangsa Yahudi terhadap-Nya. Lagi pula,
bukti terhadap misi ilahi-Nya belum disempurnakan sebelum kenaikan-Nya ke
sorga. Karena itu, ketika bertobat, mereka akan diampuni, dan diharapkan mereka
akan dapat diyakinkan dengan dicurahkannya Roh Kudus, seperti yang memang
terjadi pada banyak di antara mereka yang dulunya mengkhianati dan
membunuh-Nya.
Tetapi
jika setelah Roh Kudus diberikan, beserta karunia-karunia penyataan-Nya,
misalnya berbicara dalam bahasa lidah dan sebagainya seperti yang dikaruniakan
Roh Kudus kepada para rasul, namun mereka terus menghujat Roh Kudus sebagai roh
jahat, maka tidak ada harapan bahwa mereka bisa dibawa untuk percaya kepada Yesus
Kristus. Sebab, pertama,
karunia-karunia Roh Kudus dalam diri para rasul itu adalah bukti terakhir yang
dirancang dan dipakai Allah untuk meneguhkan pesan Injil, yang sebelumnya
disimpan ketika cara-cara lain masih digunakan. Kedua, Roh Kudus merupakan bukti yang paling kuat dan yang lebih
berkuasa untuk meyakinkan orang daripada mujizat-mujizat itu sendiri. Ketiga, oleh karena itu, orang yang
menghujat di dalam zaman Roh Kudus ini tidak mungkin akan percaya kepada Yesus Kristus.
Jika orang memandang pekerjaan-pekerjaan Roh Kudus sebagai suatu perjanjian
dengan Iblis, seperti pandangan orang-orang Farisi terhadap mujizat yang
dilakukan oleh Yesus Kristus, maka dengan apa lagi mereka ini dapat diyakinkan?
Keadaan mereka ini sudah menjadi suatu bentuk ketidak percayaan yang begitu
kuatnya sampai tidak bisa diruntuhkan lagi, dan karena itu tidak dapat
diampuni, sebab dalam keadaan seperti ini pertobatan sudah tersembunyi
dari mata si pendosa itu.
Perkataan
yang ditambahkan ke dalam pernyataan tentang hujat ini, "Ia tidak akan
diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak."
Seperti halnya pada zaman jemaat Yahudi tidak ada korban penebusan bagi jiwa
yang melakukan dosa hujat, demikian pula pada zaman anugerah Injil, dalam
Alkitab sering disebut dengan dunia yang akan datang, tidak akan ada
pengampunan bagi orang yang menginjak-injak darah perjanjian, dan yang menghina
Roh anugerah. Tidak ada penyembuhan lagi atas dosa yang langsung
menentang obat penawarnya. Dalam hukum lama kita juga dinyatakan bahwa tidak
ada tempat suci bagi perbuatan yang cemar. Atau, si pendosa tersebut tidak akan
diampuni baik pada masa sekarang, dalam hati nuraninya sendiri, maupun pada
hari penghakiman besar, ketika pengampunan dinyatakan di depan umum. Atau,
dengan kata lain juga, dosa ini adalah dosa yang membuat si pendosa menderita
hukuman sementara di dunia ini dan juga hukuman kekal, baik murka sekarang ini
maupun murka yang akan datang.
Di sini Yesus Kristus juga berbicara tentang
perkataan-perkataan lain yang jahat, buah-buah kejahatan yang bertakhta di
dalam hati dan yang meluap dari sana (ay. 33-35). Dikatakan bahwa Yesus
mengetahui pikiran mereka (ay. 25), dan secara langsung Ia menyinggung mereka
bahwa tidaklah aneh jika mereka berkata-kata jahat seperti itu, sebab hati
mereka sudah sangat dipenuhi dengan permusuhan dan kedengkian, yang sering
berusaha mereka sembunyikan dan tutup-tutupi dengan berbuat seolah-olah mereka
orang benar.[8] Hati adalah akar, perkataan adalah buah (ay.
33).[9]
Hati adalah perbendaharaan, dan perkataan adalah apa yang dikeluarkan dari
perbendaharaan itu (ay. 35), dan dari situ sifat-sifat manusia bisa digambarkan
dan dinilai.[10]
Sifat
orang yang jahat adalah mempunyai perbendaharaan yang jahat di dalam hatinya,
dan dari hatinya itu ia mengeluarkan hal-hal yang jahat.[11]
Yesus Kristus di sini juga berbicara tentang perkataan yang sia-sia, dan
menunjukkan bagaimana jahatnya perkataan itu (ay. 36-37), terlebih lagi
perkataan-perkataan jahat seperti yang diucapkan orang-orang Farisi. Kita harus
banyak berpikir tentang hari penghakiman agar kita dapat mengendalikan lidah
kita. Sekarang marilah kita pikirkan: Bahwa Allah memerhatikan setiap kata yang
kita ucapkan, bahkan perkataan yang tidak kita perhatikan.
Sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui (Mzm. 139:4). Walaupun diucapkan tanpa perhatian dan tanpa direncanakan, Allah mengetahuinya.[12] Perkataan yang sombong, yang sia-sia, dan yang kasar itu tidak menyenangkan hati Allah. Perkataan seperti itu tidak pernah mengarah kepada suatu kebaikan apa pun, dan sama sekali tidak dapat digunakan untuk membangun orang lain. Perkataan ini merupakan buah dari hati yang sombong dan tidak sungguh-sungguh. Perkataan yang sia-sia ini sama dengan perkataan yang kotor, kosong, atau sembrono yang dilarang (Ef. 5:4). Ini merupakan dosa yang sering kali hadir dalam percakapan yang tidak berguna dan perkataan yang tidak berfaedah (Ayb. 15:3).[13] Kita akan segera dimintai pertanggungjawaban atas perkataan yang sia-sia ini. Perkataan sia-sia ini akan ditunjukkan sebagai bukti yang melawan kita, untuk membuktikan bahwa kita adalah hamba-hamba yang tidak berguna, yang tidak memanfaatkan kecakapan akal budi dan kecakapan lidah, yang merupakan sebagian talenta yang dipercayakan kepada kita. Jika kita tidak bertobat dari kebiasaan mengucapkan perkataan yang sia-sia[14] ini, dan jika pertanggungjawaban kita untuknya tidak diimbangi dengan darah Kristus.
4.
Menrut Injil
Markus
Hujatan Ahli-ahli Taurat (Mar. 3:22-30). Di
sini kita melihat, cap yang sangat tidak pantas dan bertentangan dengan iman
yang dilontarkan oleh ahli-ahli Taurat kepada Tuhan Yesus Kristus atas pengusiran setan yang dilakukan-Nya. Hal
ini mereka lakukan untuk menyerang tindakan itu dan tidak mengakui
kebenarannya, supaya dengan demikian mereka memiliki cukup alasan untuk tidak
mempercayainya. Ahli-ahli Taurat ini datang dari Yerusalem (ay. 22). Tampaknya
mereka sengaja datang jauh-jauh hanya untuk menghambat kegiatan aktifitas
pengajaran yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Betapa relanya mereka
bersusah-susah datang hanya untuk melakukan kejahatan. Mengingat bahwa mereka
datang dari Yerusalem, tempat ahli-ahli Taurat yang paling santun dan
terpelajar berada, dan juga tempat yang memberi mereka peluang untuk bermufakat
bersama-sama melawan TUHAN Yesus Kristus dan yang diurapi-Nya, di sana mereka
memiliki kekuatan besar untuk mengganggu.
Kedudukan ahli-ahli Taurat dari Yerusalem
sangat berpengaruh, bukan hanya terhadap orang-orang di pedesaan, tetapi juga
bagi ahli-ahli Taurat pedesaan. Orang-orang pedesaan ini tidak pernah berpikir
sebelumnya tentang dasar yang dipakai Yesus Kristus dalam melakukan berbagai
mujizat-Nya sampai ahli-ahli Taurat dari Yerusalem ini datang dan menanamkannya
di dalam kepala mereka. Karena tidak dapat menyangkal bahwa Ia mengusir setan,
yang jelas-jelas menunjukkan bahwa Ia berasal dari Allah, ahli-ahli Taurat
Yerusalem ini menuduh bahwa Beelzebul berada di pihak-Nya, bersekutu
dengan-Nya, dan dengan penghulu setan Ia mengusir setan.
Ada tipu muslihat dalam tuduhan mereka ini;
setan tidak diusir, ia hanya pergi keluar karena diizinkan. Tidak ada suatu pun
yang patut dicurigai dalam cara Yesus Kristus mengusir setan, Ia melakukan-Nya
sebagai orang yang berkuasa. Tetapi itulah tuduhan dari mereka yang memang
memutuskan untuk tidak mempercayai-Nya. Jawaban yang tepat dan masuk akal yang
diberikan Kristus atas tuduhan ini menunjukkan bahwa tuduhan mereka sangat
tidak masuk akal. Iblis itu begitu cerdik, sehingga ia tidak akan pernah
secara sukarela meninggalkan miliknya. Bila Iblis mengusir Iblis, maka
kerajaannya akan terpecah-pecah, sehingga tidak bisa bertahan (ay. 23-26).
Yesus memanggil mereka karena Ia ingin
meyakinkan mereka; Ia memperlakukan mereka dengan penuh kebebasan, bersahabat,
dan seramah mungkin. Ia bersedia membicarakan persoalan tersebut dengan mereka,
supaya tersumbat setiap mulut. Jelaslah bahwa ajaran Yesus Kristus berperang
melawan kerajaan Iblis, dan mengandung maksud langsung untuk menghancurkan
kuasa Iblis itu serta membebaskan cengkeramannya atas jiwa manusia. Sudah jelas
bahwa pengusiran setan dari tubuh manusia menegaskan ajaran itu dan menjelaskan
semuanya. Oleh karena itu, tidak bisa dibayangkan bahwa setan akan menyetujui
rancangan semacam itu.
Setiap orang tahu bahwa Iblis itu tidak
bodoh, dan tidak akan begitu saja melawan kepentingannya sendiri. Yesus Kristus
begitu bijaksana, sehingga sementara berperang dengan Iblis, Ia akan tetap
menyerang kekuatannya di mana pun Ia berjumpa dengan kawanan setan ini, baik di
dalam tubuh maupun jiwa manusia (ay. 27). Jelaslah bahwa rancangan Kristus
adalah memasuki rumah orang yang kuat itu {metafora untuk Iblis – pen},
mengambil apa yang dimiliki Iblis di dunia ini, merampas harta miliknya, dan
mengubah miliknya itu menjadi milik-Nya sendiri. Oleh karena itu, sangat wajar
untuk menduga bahwa Yesus akan mengikat orang kuat itu, melarangnya berbicara
ketika dia ingin berbicara, dan menyuruhnya pergi ketika dia ingin tinggal.
Dengan demikian Yesus Kristus menunjukkan
bahwa Dia telah menang atas Iblis. Peringatan yang sangat menakutkan yang
diberikan Yesus Kristus kepada mereka agar memperhatikan betapa berbahayanya
kata-kata yang mereka ucapkan itu. Namun, mereka mungkin meremehkan peringatan
ini, menganggapnya hanya sebagai silat lidah belaka, sebagai bahasa orang yang
berpikiran bebas. Bila mereka terus-menerus melakukannya, akibatnya akan sangat
parah bagi mereka, karena perbuatan itu merupakan suatu dosa yang melawan upaya
penebusan terakhir, dan dengan demikian tidak bisa diampuni lagi. Dengan suatu
alasan yang lemah, mereka menolak untuk diyakinkan oleh alasan kuat yang
dijelaskan Yesus Kristus, jadi upaya apa lagi yang bisa dipakai untuk membuat
mereka ini bertobat dari perbuatan menghujat Yesus Kristus itu? Memang benar
bahwa Injil menjanjikan pengampunan, karena Kristus telah menebus dan
memberikan pengampunan bagi dosa dan pendosa yang terbesar sekalipun (ay. 28).
Malahan banyak orang yang mencaci-maki Yesus Kristus yang sedang terpaku di atas kayu salib (yang merupakan suatu hujatan terhebat terhadap Anak Manusia) pun mendapat belas kasihan dan Kristus sendiri bahkan berdoa "Ya Bapa, ampunilah mereka." Tetapi dosa yang satu ini adalah dosa menghujat Roh Kudus, karena Ia mengusir setan dengan kuasa Roh Kudus, atau lebih tepatnya lagi Roh Kudus “memimpin” Yesus Kristus, tetapi mereka mengatakan "Ia melakukannya dengan kuasa roh jahat (ay. 30)." Dengan cara ini mereka akan menyangkali semua bukti tentang karunia Roh Kudus yang terjadi setelah kenaikan Kristus ke sorga dan dengan begitu menghapus semua keyakinan karunia itu, sehingga tidak ada lagi bukti yang tersisa. Dengan demikian, sepantasnyalah kalau mereka tidak akan pernah mendapat pengampunan selama-lamanya, dan layak diganjar dengan kutuk yang kekal. Mereka berada di ambang bahaya menghadapi hukuman kekal, yang tidak bisa ditebus lagi, tanpa jeda, dan tanpa keringanan hukuman.
5.
Menrut Injil Lukas
Yesus Kristus
Dituduh Bersekutu dengan Iblis; yang menjadi tekanan utama adalah “hal Berjaga-jaga Ditekankan Berulang-ulang”
(11:14-26). Inti dari ayat-ayat
ini dapat kita lihat dalam Matius 12:22, dan seterusnya. Di sini Yesus Kristus
memberikan bukti umum bagi Misi Ilahi-Nya, dengan secara khusus membuktikan
kuasa-Nya atas Iblis. Penaklukan-Nya atas Iblis menunjukkan rancangan besar-Nya
mengapa Ia datang ke dunia, yaitu untuk membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis.
Di sini Dia juga menunjukkan bahwa pekerjaan-Nya itu sungguh-sungguh berhasil.
Dia mengusir setan yang merasuki orang yang malang itu sampai bisu: dalam Injil
Matius dikatakan bahwa dia buta dan bisu. Ketika setan itu diusir dengan paksa
oleh firman sang Yesus Kristus, orang bisu itu langsung berbicara, menjawab
perkataan Yesus Kristus, dan bibirnya terbuka mengeluarkan puji-pujian. Nah,
terhadap peristiwa ini:
1. Sebagian orang yang ada di sekitarnya tergerak hatinya
oleh mujizat itu. Mereka bertanya-tanya; mereka mengagumi kuasa Allah, terutama
karena kuasa itu dijalankan melalui tangan seorang kecil yang tidak berarti,
seorang yang melakukan pekerjaan Mesias tetapi tidak punya penampilan yang
hebat seperti Mesias yang mereka harap-harapkan.
2. Sebagian orang lain tersandung karena mujizat itu, dan
untuk membenarkan ketidakpercayaan mereka, mereka berkata bahwa karena bersekutu
dengan Beelzebullah, yaitu si penghulu setan, dia dapat melakukannya (ay. 15).
Rupa-rupanya dalam kerajaan Iblis pun ada para pemimpin, yang dengan demikian
berarti ada juga para bawahan. Sekarang mereka pasti sudah berpikir, atau
setidak-tidaknya berkata, bahwa ada suatu persekongkolan antara Yesus Kristus
dan Iblis. Dalam persekongkolan ini, menurut mereka, Iblislah yang terutama
akan diuntungkan dan yang akan menang pada akhirnya. Tetapi, untuk mencapai
tujuan itu, dalam hal-hal tertentu Iblis harus membiarkan Yesus Kristus
mendapat keuntungan dan ia sendiri harus mundur sesuai dengan perjanjian.
3. Sebagian orang lagi, untuk menyokong pendapat ini, dan
untuk melawan bukti kuasa mujizat Kristus, menantang-Nya untuk memberi mereka
suatu tanda dari sorga (ay. 16). Mereka meminta Dia untuk menyokong ajaran-Nya
dengan suatu penampakan di awan-awan, seperti yang terjadi di gunung Sinai
ketika hukum Taurat diberikan; seolah-olah mereka menyangka bahwa suatu tanda
dari sorga, yang tidak bisa disangkal oleh hikmat mereka, tidak dapat diberikan
kepada mereka juga melalui kesepakatan dan kerja sama dengan penguasa-penguasa
di udara, yang bekerja disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan
mujizat-mujizat palsu, seperti pengusiran setan di sini.
Bahkan,
suatu tanda dari sorga tidak akan membuat orang berprasangka buruk terhadap-Nya
sekarang, sedangkan pengusiran setan ini dengan jelas membuat mereka bersikap
demikian. Perhatikanlah, jika ketidaktaatan orang sudah mengeras hati, mereka
akan berusaha memberikan berbagai alasan untuk membenarkan ketidaktaatan mereka,
sekalipun alasan mereka itu selalu tampak ganjil dan dibuat-buat. Di sini Yesus
Kristus memberikan jawaban yang tegas dan langsung atas keberatan mereka sepele
ini, Bahwa tidak bisa dibayangkan kalau penguasa yang begitu licik seperti
Iblis menyetujui terjadinya suatu peristiwa yang akan berakibat langsung
terhadap keruntuhan kerajaannya sendiri (ay. 17-18).
Orang-orang
ini hanya menyimpan keberatan mereka dalam hati, mereka takut untuk
mengungkapkannya, karena kalau diungkapkan, mereka akan dijawab dan dibuat
tersandung. Namun Yesus mengetahui pikiran mereka, sekalipun mereka mati-matian
menyembunyikannya. Yesus Kristus berkata, "Kamu sendiri pasti bisa melihat
bahwa tuduhanmu itu sungguh tidak berdasar dan sangat keji; karena benarlah
ungkapan yang bisa dilihat dalam pengalaman sehari-hari ini, bahwa tidak ada
satu kepentingan pun yang bisa bertahan kalau ia terbagi-bagi melawan dirinya
sendiri, baik itu kepentingan umum dari suatu kerajaan maupun kepentingan
pribadi dari suatu rumah tangga atau keluarga. Kepentingan apa pun itu juga,
kalau terbagi-bagi, tidak akan dapat bertahan.
Jadi
dalam hal ini Iblis dikatakan bertindak melawan dirinya sendiri, bukan hanya
melalui mujizat yang mengusirnya dengan paksa dari tubuh-tubuh orang yang
dirasukinya, tetapi terlebih lagi melalui ajaran yang demi penyampaian dan
peneguhannyalah mujizat tersebut diadakan, dan yang mempunyai pengaruh langsung
untuk menghancurkan kepentingan Iblis dalam pikiran manusia, karena ajaran itu
mematikan perbuatan dosa dan membuat orang berbalik kepada Allah.
bahkan
seandainya, Iblis terbagi-bagi melawan dirinya sendiri, ia akan mempercepat
keruntuhannya sendiri, dan tidak mungkin kamu akan berpikir bahwa seorang musuh
yang sudah bertindak dengan begitu teliti dalam mendirikan kerajaannya dan
begitu berhati-hati untuk menjaga keutuhan kerajaannya itu akan berbuat
demikian." Jadi, dengan menuduh-Nya
bersekutu dengan Iblis, mereka melakukan suatu perbuatan jahat dan pilih kasih,
sebab mereka sendiri juga menghargai dan memuji pekerjaan seperti itu yang
sebelumnya telah dilakukan oleh orang-orang sebangsa mereka sendiri (ay. 19):
"Dengan kuasa apakah pengikut-pengikutmu mengusirnya? Sebagian dari
saudaramu sendiri, yaitu orang-orang Yahudi, dan malah beberapa pengikutmu
sendiri, yaitu orang-orang Farisi, dalam nama Allah Israel, telah mengusir
setan-setan, dan kamu tidak pernah menuduhkan hal-hal yang keji kepada mereka
seperti yang kamu tuduhkan kepada-Ku." Perhatikanlah, mengecam suatu
perbuatan yang dilakukan oleh orang yang menegur kita, tetapi memperbolehkannya
apabila itu dilakukan oleh orang yang memuji kita, adalah suatu tindakan yang
jelas-jelas munafik.
Bahwa,
dengan menentang mujizat yang sungguh meyakinkan ini, mereka menjadi musuh bagi
diri mereka sendiri, mereka menghalang-halangi terang yang seharusnya menyinari
mereka, dan memasang penghalang di depan pintu hati mereka sendiri, karena
dengan demikian mereka menjauhkan kerajaan Allah dari diri mereka (ay. 20):
"Jika Aku dengan kekuatan tangan Allah mengusir setan, seperti yang kalian
ketahui ini dengan pasti bahwa memang demikianlah kejadiannya, artinya secara
sungguh-sungguh (secara pasti) kerajaan Allah sudah datang kepadamu. Kerajaan Mesias
menawarkan segala kebaikan dan keuntungannya kepadamu, dan, jika kamu tidak
menerimanya, maka kamu sendiri yang akan rugi." Dalam Injil Matius
dikatakan dengan Roh Allah, di sini dikatakan dengan tangan Allah; atau Roh
Allah adalah tangan Allah lihat (Yes. 53:1). Pekerjaan Allah yang paling besar
dan paling hebat dilakukan dengan penyertaan kuasa Roh-Nya; namun, jika dalam
karya ini Roh Kudus dikatakan sebagai tangan Allah, maka mungkin hal ini
mengartikan betapa mudahnya Yesus Kristus menaklukkan dan mengalahkan Iblis,
bahkan cukup dengan tangan Allah saja, yaitu dengan menggunakan kekuatan ilahi
dalam kadar yang lebih rendah dibandingkan dengan yang digunakan-Nya dalam
banyak kasus lain. Dia tidak perlu menunjukkan lengan-lengan-Nya yang kekal;
singa yang mengaum-ngaum itu diremukkan-Nya, sesuai dengan kehendak-Nya,
seperti ngengat, hanya dengan sentuhan tangan. Mungkin juga ini merujuk kepada
pengakuan para ahli sihir Firaun ketika mereka dikalahkan (Kel. 8:19): "Inilah
tangan Allah." "Jadi, jika kerajaan Allah sekarang datang kepadamu,
dan kamu menunjukkan keberatan dan hujatmu melawannya, maka kerajaan itu akan
datang kepadamu dengan kuat kuasa, dan kamu tidak akan tahan berdiri di
hadapannya."
Dengan
mengusir setan-setan, Ia benar-benar menghancurkan Iblis dan kuasanya, karena
pengusiran itu meneguhkan suatu ajaran yang berpengaruh langsung dalam
menghancurkan kerajaan Iblis (ay. 21-22). Barangkali memang ada sebagian orang
yang mengusir setan-setan yang berkedudukan rendah melalui perjanjian dengan
Beelzebul, penghulu mereka, namun itu dilakukan tanpa benar-benar menimbulkan
suatu kebencian terhadap Iblis atau merusak kerajaannya. Dia rugi dalam satu
hal tetapi mendapat untung dalam hal lain lagi. Iblis dan pengusir-pengusir
setan yang demikian bermain rampas-rampasan; meskipun dari antara bala tentara
Iblis ada yang dijadikan korban, tubuh utamanya justru mendapat korban dengan
cara demikian.
Kepentingan
Iblis dalam jiwa-jiwa manusia sama sekali tidak dilemahkan oleh pengusiran
seperti itu. Sebaliknya, ketika Kristus mengusir setan-setan, Ia tidak perlu
melakukannya dengan membuat perjanjian apa pun dengan mereka, sebab Ia lebih
kuat dari mereka, dan Ia dapat melakukannya dengan paksa, dan akan terus
memaksa sampai kuasa Iblis dihancurkan dan rencananya diobrak-abrik dengan
ajaran dan anugerah yang sanggup menghancurkan kuasa dosa, dan dengan demikian
mengacaubalaukan tubuh utama Iblis, merampas semua senjatanya, dan
membagi-bagikan rampasannya, yang tidak pernah atau tidak akan pernah sanggup
dilakukan oleh setan mana pun terhadap sesamanya.
Hal
ini dapat juga dimengerti sebagai kemenangan Kristus atas Iblis baik itu di
dunia maupun di dalam hati orang per orang secara khusus, yaitu melalui kuasa
yang menyertai pewartaan Injil-Nya pada masa lalu sampai sekarang ini. Dengan
demikian, kita dapat melihat di sini: Pertama.
Keadaan yang menyedihkan dalam diri orang berdosa yang belum bertobat. Di dalam
hatinya, yang layak didiami Allah, namun Iblis bertakhta, dan segala daya
kekuatan jiwa, yang digunakannya untuk melayani dosa, adalah barang milik
Iblis. Hati setiap orang berdosa yang belum bertobat adalah istana Iblis,
tempat dia tinggal dan memerintah; dia bekerja di antara orang-orang durhaka.
Hati adalah istana, tempat tinggal yang mulia, namun hati yang belum dikuduskan
adalah istana Iblis. Kehendak Iblis dituruti, kepentingannya dilayani, dan bala
tentaranya ada dalam tangannya; dia merampas takhta di dalam jiwa.
Iblis,
sebagai seorang yang kuat, menjagai istana ini, berbuat sekuat tenaga untuk
mengamankannya, dan mempertahankannya dari Kristus. Segala prasangka yang
digunakannya untuk mengeraskan hati manusia terhadap kebenaran dan kekudusan
adalah benteng pertahanan yang dibangunnya untuk menjagai istananya. Istana ini
adalah tempat pasukannya berkumpul. Ada semacam damai di istana milik jiwa yang
belum bertobat, karena Iblis, sebagai orang kuat yang bersenjata, menjaganya.
Orang berdosa itu berpikiran baik tentang dirinya sendiri, ia merasa sangat
aman dan gembira, yakin akan keadaannya yang baik, dan tidak takut akan
penghakiman yang akan datang. Ia memuji dirinya menurut pandangannya sendiri
dan berkata bahwa ia mempunyai damai di hati.
Sebelum
Kristus datang, semua tenang, karena semuanya menuju ke arah yang sama. Namun,
pengabaran Injil mengganggu ketenangan istana Iblis itu. Kedua. Perubahan indah yang terjadi dalam pertobatan, yang
merupakan kemenangan Kristus atas si perampas ini. Iblis adalah orang kuat yang
bersenjata, namun Yesus Tuhan kita, sebagai Allah dan sebagai
Pengantara,
lebih kuat darinya. Jika berbicara mengenai kekuatan, Dia kuat: yang lebih kuat
ada bersama kita, dan bukan melawan kita. Bagaimana kemenangan ini diperoleh:
Kristus datang kepada Iblis secara tiba-tiba, ketika barang miliknya sedang
tenang dan ketika dia berpikir bahwa dia memilikinya untuk selamanya, lalu Ia
mengalahkannya. Perhatikanlah, pertobatan satu jiwa kepada Allah merupakan
kemenangan Kristus atas Iblis dan atas kuasanya di dalam jiwa itu. Ia
membebaskan jiwa itu dan memulihkan kepentingan-Nya dan kekuasaan-Nya sendiri
atas jiwa itu. Bukti-bukti dari kemenangan ini.
Pertama,
Dia merampas semua senjata yang diandalkan Iblis. Iblis adalah musuh yang
percaya diri, dia mengandalkan senjatanya, seperti Firaun yang mengandalkan Sungai
Nilnya (Yeh. 29:3). Tetapi, Kristus melucuti senjatanya itu. Ketika kuasa dosa
dan kecemaran di dalam jiwa dihancurkan,kesalahan-kesalahan diluruskan, mata
dicelikkan, hati direndahkan dan diubah, serta dibuat menjadi sungguh-sungguh
dan rohani, maka senjata Iblis dilucuti.
Kedua,
Dia membagi-bagikan rampasan-Nya, Dia mengambil alih kepemilikan Iblis atas
mereka dan menjadikannya milik-Nya sendiri. Segala kemampuan pikiran dan tubuh,
harta benda, kekuasaan, dan kepentingan, yang sebelumnya diabdikan untuk
melayani dosa dan Iblis, kini dibalikkan untuk melayani Kristus dan digunakan
untuk kemuliaan nama-Nya. Namun bukan hanya itu saja, Dia juga membagi-bagikan
semuanya itu kepada para pengikut-Nya, dan, setelah mengalahkan Iblis,
membagi-bagikan keuntungan dari kemenangan-Nya itu kepada semua orang percaya.
Oleh
sebab itu, Kristus menunjukkan bahwa, karena seluruh ajaran dan mujizat-Nya
ditujukan untuk menghancurkan kuasa Iblis, si musuh besar umat manusia itu,
maka adalah kewajiban semua orang untuk bergabung bersama Dia, untuk mengikuti
bimbingan-Nya, untuk menerima Injil-Nya, dan untuk datang dengan sepenuh hati
melaksanakan apa yang diajarkan dalam Injil-Nya itu, sebab kalau tidak, mereka
dianggap berpihak kepada musuh (ay. 23): Siapa tidak bersama Aku, ia melawan
Aku.
Maka
dari itu, mereka yang menolak ajaran Kristus, dan meremehkan
mujizat-mujizat-Nya, dipandang sebagai musuh-Nya, dan berpihak kepada Iblis. Bahwa
ada perbedaan besar antara keluarnya Iblis karena kesepakatan dan diusirnya
Iblis oleh paksaan. Jika Kristus mengusir Iblis dari seseorang, Iblis tidak
akan pernah memasuki orang itu lagi, karena demikianlah yang dikatakan Kristus
(Mrk. 9:25). Tetapi, jika Iblis hanya keluar dari seseorang, dia akan mencoba
memasuki orang itu lagi apabila tiba waktu yang dianggap tepat baginya, karena
begitulah cara kerja roh jahat, ketika dia dengan sukarela dan dengan suatu
rancangan keluar dari seseorang (ay. 24-26). Si penghulu setan mungkin
memberikan izin, malah bukan hanya itu saja, ia juga mungkin memberikan
perintah kepada pasukannya untuk mundur, atau untuk membuat suatu tipuan, agar
jiwa malang yang tertipu itu masuk ke dalam jeratnya. Tetapi Kristus, ketika
Dia menaklukkan musuh secara telak, maka ini berarti kekalahan tuntas bagi si
musuh.
Di
sini Dia mempunyai maksud yang lebih jauh, yaitu untuk menunjukkan gambaran
keadaan orang yang sudah ditawari hal-hal yang baik. Allah sudah mulai
menghancurkan kuasa Iblis dan menaklukkan kerajaannya dalam diri mereka, tetapi
mereka menolak rencana-Nya bagi diri mereka, dan ini membawa akibat buruk bagi
mereka sendiri, yaitu mereka tergelincir kembali ke dalam kuasa Iblis. Di sini
kita bisa melihat: Keadaan orang munafik, yakni sisi terang dan sisi gelapnya. Hatinya
masih tetap merupakan rumah Iblis. Iblis mengaku memilikinya, dan dia
mempertahankan kepentingannya di dalam diri orang itu.
Walaupun
demikian: Roh jahat telah keluar darinya. Dia tidak diusir keluar oleh kuasa
anugerah yang menobatkan; tidak ada paksaan yang dilakukan oleh Kerajaan Sorga.
Jadi dia pergi keluar, mundur begitu saja untuk sementara waktu, supaya orang
itu tampak tidak berada di bawah kuasa Iblis seperti sebelumnya, dan juga tidak
terlihat mengikuti godaan-godaannya. Iblis telah pergi, atau telah mengubah
dirinya menjadi seorang malaikat terang.
Rumah
itu disapu dari pencemaran-pencemaran biasa, melalui pengakuan dosa yang
dilakukan secara terpaksa, seperti pengakuan Firaun, pertobatan palsu seperti
pengakuan Ahab, dan pembaruan hati setengah-setengah seperti yang dibuat
Herodes. Ada orang yang melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia, namun
masih berada di bawah penguasa dunia ini (2Ptr. 2:20). Rumah itu disapu, tetapi
tidak dibasuh, dan Kristus berkata, "Jikalau Aku tidak membasuh engkau,
engkau tidak mendapat bagian dalam Aku." Rumah itu harus dibasuh, atau
tidak akan menjadi milik-Nya. Menyapu hanya membersihkan kotoran ringan,
sementara dosa yang membelenggu, yakni dosa yang disukai, tidak tersentuh sama
sekali. Rumah itu disapu dari kotoran yang terlihat oleh mata duniawi, namun
kotoran rahasianya tidak dicari dan diobrak-abrik (Mat. 23:25).
Rumah
itu disapu, namun penyakit kusta masih melekat di dinding, dan tetap menempel
di sana sebelum ada usaha lebih keras yang dilakukan untuk membersihkannya. Rumah
itu dihiasi dengan karunia dan anugerah umum. Rumah itu tidak diperlengkapi
dengan anugerah yang sejati, tetapi hanya dihiasi dengan gambar-gambar karunia.
Simon si penyihir dihiasi dengan iman, Balaam dengan keinginan-keinginan yang
baik, Herodes dengan rasa hormat kepada Yohanes, dan orang-orang Farisi dengan
berbagai penampilan lahiriah. Memang dihiasi, tetapi, seperti pecahan periuk
bersalutkan perak, semuanya cuma cat dan pernis, bukan sungguhan dan tidak tahan
lama.
Rumah
itu dihiasi, namun kepemilikannya tetap tidak berubah. Rumah itu tidak pernah
diserahkan kepada Kristus, dan juga tidak didiami oleh Roh Kudus. Oleh sebab
itu, marilah kita berjaga-jaga agar jangan bersandar pada apa yang mungkin
dimiliki orang, namun yang tidak sepenuhnya dikuasainya. Inilah keadaan orang
murtad pada akhirnya, setan kembali lagi ke dalam dirinya setelah keluar: Lalu
ia keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya (ay. 26).
Ini suatu jumlah yang menunjukkan suatu jumlah yang tidak tentu, seperti tujuh
roh jahat dikatakan telah diusir dari Maria Magdalena.
Tujuh
roh jahat dipertentangkan dengan tujuh roh Allah (Why. 3:1). Ketujuh roh jahat
ini dikatakan lebih jahat dari setan yang masuk sebelumnya. Rupa-rupanya,
bahkan setan-setan pun tidak sama jahatnya; mungkin tingkat kejahatan mereka
dalam keadaan mereka sekarang yang jatuh, sama seperti tingkat kekudusan mereka
ketika sebelum jatuh. Supaya kejahatannya sangat berhasil, setan memakai
roh-roh yang lebih jahat dari dirinya sendiri. Roh-roh seperti ini masuk tanpa
ada kesulitan atau perlawanan apa pun. Mereka disambut, dan berdiam di sana. Di
sanalah mereka bekerja dan memerintah. Maka, akhirnya keadaan orang itu lebih
buruk dari pada keadaannya semula. Kemunafikan adalah jalan cepat menuju
kemurtadan. Jika hati tetap melayani kepentingan dosa dan Iblis, maka apa pun
yang ditunjukkannya tetap akan sia-sia. Hati yang belum benar tidak akan lama
berdiri teguh. Ketika dosa tetap tersembunyi, di balik jubah pengakuan iman,
dan hati nurani dipermainkan, maka Allah dipaksa untuk menarik anugerah-Nya
yang menyelamatkan, dan orang munafik
yang sembunyi-sembunyi biasanya akan tampak murtad secara terang-terangan.
Keadaan orang seperti itu pada akhirnya akan lebih buruk dari pada semula, baik dalam hal dosa maupun hukuman. Orang murtad biasanya orang yang paling jahat, orang yang paling angkuh dan gegabah, paling berani dan menantang. Hati nurani mereka sudah kering kerontang, dan dosa mereka yang paling terburuk dari semuanya. Sering kali Allah menunjukkan ketidaksukaan-Nya kepada mereka di dunia ini, dan di dunia nanti mereka akan menerima hukuman yang jauh lebih hebat. Oleh sebab itu marilah kita dengarkan ajaran ini, dan menjadi takut serta berpegang pada kewaspadaan kejujuran hati nurani kit
Menrut Injil Yohanes
Menurut
Injil Yohanes tentang dosa yang tidak bisa di ampuni tidak dirumuskan secara spesifik
atau khusus seperti ketiga Injil
Sinoptik diatas. Hal tersebut terlihat dari arah pembicaraan dalam Injil
Yohanes secara vertical tentang keilahian Yesus Kristus secara tuntas. Baik tentang esensi dan hakekat Allah, serta
keunggulan Yesus Kristus sebaga Allah yang pra ada dan yang sudah berinkarnasi,
(Yoh. 1. 1). Akkhirnya banyak umat Kristen lebih berfokus belajar Injil Yohanes
dibanding Kitab-Kitab lain, mengapa demikian! karena, Kitab ini memiliki corak
dan estetikanya menarik dan berbeda. Bahkan karena kenyamanan kitab ini membawa
para pembaca lebih nyaman, serta tidak mengungkir persoalan peripadi seseorang,
atau aib orang dalam hal keberdosaan manusia yang ada.
Namun
jangan lupa, dan juga jangan terlena, karena topik pembahasan dalam bab ini
adalah berkaitan dengan “dosa yang mendatangkan maut” karena
atau akibat dari umpatan “menghujat” “Roh Kudus”. Injil
Yohanes inilah yang memberikan pengharapan atau janji tentang pemberian Roh
Kudus sebagai pengganti Yesus Kristus. Yesus Kristus sebagai pribadi kedua
memberikan mandat atau pegalihan tugas, kepada Roh Kudus pribadi ketiga, dengan
kualitas yang sama, tidak jauh beda dalam hakekat ketritunggalan Allah (Yoh. 14.
15-16), dan memiliki esensi atau kekekalan itu sendiri.
Semua
tugas, dan tanggung jawab tentang seluruh aspek tatanan kehidupan manusia, akan
diajarkan oleh Roh Kudus, dalam setiap waktu. Tugas Roh Kudus sangat berat
dibanding dengan tugas kita sebagai hakekat kemanusiaan yang sangat lemah, kita
memiliki waktu istirehat, dan berada dalam ruang dan waktu yang terbatas, namun
Roh Kudus tidak pernah beristirehat, dengan alasan apapun, karena Dia adalah
Roh Allah yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Segala
macam tindakan, serta perbuatan apapun sifatnnya memuliakan nama TUHAN maka
kita datang kepada Tuhan dengan penuh kerendahan hati bawa semua persoalan
kepada Allah. Kemudian, Kita berdo dengan bahasa manusia yang terbatas, atau dengan
cara yang sederhana, namun Roh Kudus menolong kita untuk menerjemahkan dengan
bahasa yang sangat sempurna kepada Allah (Rom. 8. 26). Oleh karena itu, setiap
orang yang percaya Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juru selamat secara pribadi
pasti tidak ada alasan untuk mengenal Roh Kudus dan kapan dan dimana saja menikmati
karunia Roh Kudus, secara tidak terbatas.
Tetapi,
mereka yang tidak mengenal dan tidak menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
juru selamat secara pribadi, maka mereka tidak sama sekali mengenal Roh Kudus sebagai
pribadi ketiga dalam keesaan-Nya. Tetapi lebih para lagi, mereka yang diresapi
dosa-dosa mereka melalui perbuatan dan melalui karya Roh Kudus yang menginsafkan
atau memberikan kesadaran terhadap dosa-dosa mereka, namun terus saja
melakukkan, atau tetap saja kompromi dengan dosa, maka orang-orang semacam ini atau
orang-orang setingkat inilah yang akan menanggung akibat dosa yang tidak dapat
terampuni, di dunia ini maupun di dunia yang akan datang.
Tetapi
pertanyaannya, apaka orang percaya bisa melakukan dosa terhadap Roh Kudus? sebenarnya
mereka itu adalah orang-orang yang sudah percaya bukan! Jelas dalam Injil, Yohanes, sebelum
Tuhan Yesus naik ke surga, Dia mengatakan tentang kedatangan Roh Kudus
sebagai pengganti-Nya.[15]
Dan kalau Ia (Roh Kudus) datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa,
kebenaran dan penghakiman (Yoh. 16:8). Ayat 8-11, begitu padat sehingga rumit
diartikan.
Carson
menyatakan bahwa setelah Tuhan Yesus pergi Roh Allah akan datang ke dunia dan
meneruskan pelayanan Tuhan Yesus, dalam hal memaksa supaya orang memilih mereka
harus melawan Dia atau memihak pada Dia.[16]
Roh Allah menunjukkan dosa seseorang
kepada orang itu supaya dia bertobat. Dia menginsafkan dunia bahwa dunia
bersalah dalam tiga hal. Pertama,
mereka salah dari segi dosa mereka. Kedua, mereka juga salah dari segi kebenaran mereka, dan ketiga,
mereka salah dari segi penghakiman.[17]
Lanjutan ayat 9, mengatakan “akan dosa, karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku”.
Roh Allah menginsafkan dunia
mengenai dosa mereka, karena mereka tidak
percaya kepada-Nya. Seandainya
mereka percaya kepada-Nya, maka mereka
memperoleh pengampunan, namun mereka belum percaya dan perlu diinsafkan akan dosa mereka. Dalam pasal 5:24 Dia
telah mengatakan, “sesungguhnya barang siapa mendengar perkataan-Ku dan percaya
kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut
dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut kedalam hidup. Jika mereka
percaya, mereka dipindahkan, dan sudah
bukan anggota dunia lagi.” Pemindahan posisi orang percaya dari dunia ke
Kerajaan-Nya adalah posisi yang ideal dan sangat baik. Tetapi karena kebebalan
hati orang-orang yang sudah percaya namun mereka tidak mau mentaati atau
mendengarkan perintah Roh Kudus, maka dosa ini tidak akan diampuni, didunia ini
maupun di dunia yang akan datang. Perbuatan pemalsuan identitas, penipuan
ataupun kemunafikan, peralihan penyembahan, perubahan sikap kesetiaan kepada
Tuhan, dan setia kepada allah-allah lain, bentuk dan cara-cara semacam ini, “mendukakan Roh Kudus”.
Kedatangan
Roh Kebenaran, atau pelayanan Roh
Kudus yang diceritakan dalam nats ini adalah sesuai dengan ajaran yang dikutip
dari Yohanes 8:31-32; kebenaran itu yang akan memerdekakan (bnd. 1 Kor. 2:1;
3:3 orang Kristen memiliki keduniawian ).[18]
Orang percaya yang tidak taat atau yang
tidak tinggal di dalam Tuhan Yesus, yang tidak tetap dalam firman-Nya, tidak
mampu menerima seluruh kebenaran. Dengan kata lain dosa menghalangi pemahaman
rohani mereka. Sedangkan ayat 14 dan 15 menjelaskan seluruh kebenaran itu berpusat
pada Tuhan Yesus Kristus (Kristosentris).
Sama
seperti Tuhan Yesus yang selalu
melakukan pekerjaan yang dikehendaki Bapa dan menyampaikan firman kebenaran
dari Allah. Demikian juga, segala sesuatu yang di dengar oleh Roh Allah itulah
yang akan dikatakan-Nya. Mungkin ungkapan “dan Ia akan memberitakan kepadamu
hal-hal yang akan datang” merujuk pada nubuatan yang akan diberikan kepada
murid-murid Tuhan Yesus oleh Roh Allah. Namun, tema akhir zaman bukanlah merupakan suatu tema besar dalam Injil Yohanes.
Carson berpendapat bahwa ungkapan “dan Ia akan memberitakan kepadmu hal-hal yang akan datang” merujuk
pada hal-hal yang terkait dengan arti dan akibat dari kematian, kebangkitan,
dan kenaikan Tuhan Yesus Kristus.
Fokus
tersebut adalah sesuai dengan konteks ayat 13-15 dan juga sesuai dengan tema
seluruh Injil Yohanes.[19]
Sedangkan, (Yoh. 14:17) menyatakan mengenai Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak
mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam
di dalam kamu. Sang penolong adalah Roh Allah, yang
disebut Roh Kebenaran.[20]
dalam konteks ini Tuhan Yesus adalah kebenaran.
Roh Allah bersaksi mengenai kebenaran tersebut, Roh kebenaran
mengkomunikasikan Dia atau Yesus Kristus yang adalah kebenaran itu sendiri.
Jika
orang-orang dunia percaya kepada
Tuhan Yesus, mereka dapat menerima Roh
Kebenaran dengan demikian, orang
itu bukan orang dunia lagi. William Barclay menyatakan bahwa orang Yunani
menggunakan kata itu dalam bermacam-macam cara. Parakletos Parakletos, bisa berarti seorang yang datang untuk memanggil dan memberi
kesaksian dalam suatu perkara pengadilan. Untuk kepentingan orang yang dituduh
atau menjadi saksi. Mungkin juga Dia sebagai pengacara untuk membela orang yang
tertuduh. Parakeletos berarti seorang yang dipanggil datang untuk
menolong pada saat, kesulitan atau kebutuhan.[21]
Roh Kudus juga memiliki sifat gagah
berani, dan juga adalah seorang
komforter (Penghibur) yang menjadikan seorang yang patah hati, atau semangat menjadikan dia gagah berani.
Seorang
penghibur adalah seorang yang bersimpati dengan kita pada saat sedih. Dia
mengambil kelemahan dan memberi kita kemampuan untuk menghadapi hidup. Roh
Kudus mengganti hidup yang kalah dan hidup yang menang.[22]
Yesus mengatakan bahwa “Aku akan mengutus Parakletos, dialah yang akan memimpin kamu tentang apa yang harus kamu lakukan
dan memampukan kamu untuk melakukannya”.
Yesus
Kristus melanjutkan pembicaraan-Nya bahwa “dunia ini tidak akan mengenal Roh
Kudus itu”. Dunia diartikan bagian umat
manusia yang hidup seolah-olah tidak ada Allah. Dengan peranan Roh Allah sebagai saksi sekaligus sebagai Pembela,
atau penegak keadilan, Roh Kudus selalu memberi kekuatan. Bahkan ketika orang
Kristen mengalami kekurangan dalam segala hal, Dia atau Roh Kudus tetap mempersiapkan
sarana-prasarana, serta mengsponsori untuk mencukupkan kebutuhan manusia
sehari-hari. Doa kita yang tidak sempurna seringkali tidak sesuai dengan
harapan Allah, maka Roh Kuduslah yang meluruskan setiap kata yang tidak sesuai.
Roh
Kudus membantu orang-orang percaya dalam kelemahan tersebut (Rom. 8 : 26). Melihat
pekerjaan Roh Kudus sedemikian rupa maka sebenarnya orang-orang yang sudah percaya
Yesus Kristus sebgai Tuhan dan Juru Selamat seharus membayar harga, sama
seperti pendakwa membayar seorang pengacara. Dalam hal ini orang-orang percaya Yesus
Kristus tidak membayar uang, maupun segalah barang atau benda berharga, yang
bergerak maupun yang tidak bergerak kepada Roh Kudus. Harga yang harus di bayar
disini adalah Percaya, taat dan setiaan kepada ajaran Roh Kudus. Namun, kadang atau
sering setiap orang percaya Yesus Kristus sekalipun menganggap Roh Kudus
sebagai misteri, hanya bayangan, tidak berpribadi seperti Tuhan Yesus Kristus.
Dalam hal inilah Tuhan Yesus dengan tegas mengatakan bahwa perbuatan atau akibat
penyanggalan semacam ini terhadap Roh Kudus maka, dosa tidak akan diampuni
selama-lamanya di dunia ini maupun di dunia yang akan datang, sungguh benar.
Bagaimana mungkin
orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus tidak bisa mengenal Pribadi
Roh Kudus? Seperti ada tertulis. “Dunia tidak
dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia” (Yoh.14:17).[23]
Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.
Sang penolong adalah Roh Allah, yang
disebut Roh Kebenaran. Dalam konteks ini, Tuhan Yesus adalah kebenaran. Roh
Allah bersaksi mengenai kebenaran tersebut. Roh kebenaran mengkomunikasikan Dia
yang adalah kebenaran (Yoh. 14. 6).
Jika orang dunia
percaya kepada Tuhan Yesus, mereka dapat menerima Roh kebenaran, dan dengan
demikian orang itu bukan orang dunia lagi. Murid-murid Tuhan Yesus bukan
seperti orang dunia itu. Mereka sudah mengenal Roh kebenaran. Dia sudah
menyertai mereka. Ayat ini, mengatakan dunia mengenal Dia (Yesus). “Ia telah
ada di dalam dunia Dalam bahasa sumber urutan kata adalah sebagai berikut:
“didalam dunia Ia telah ada dan dunia dijadikan oleh-Nya, tapi dunia tidak
mengenal-Nya”’ maka setiap anak kalimat ini diawali dengan istilah dunia.
Urutan ini memberi tekanan pada istilah dunia. Dan dunia dijadikan oleh-Nya,
tetapi dunia tidak mengenal-Nya.[24]
” Ada dua kata yang dapat diterjemahkan “mengetahui” Yaitu kinoskw /kinosko dan aida/aida.
Dua kata ini dapat
dipakai tentang pengetahuan akan fakta (misalnya dalam pasal 7:9; 9:20; 11:57
dan 18:2), tetapi dalam Injil Yohanes dua kata ini lebih biasa dipakai tentang
pengenalan manusia terhadap Allah, dan pengenalan antara Bapa, Anak dan Roh
Kudus. Pengenalan akan Roh Kudus (Yoh.1:10, Yoh.1:33). Dan aku pun tidak mengenal-Nya, tetapi Dia,
yang mengutus aku untuk membaptis dengan air, telah berfirman kepadaku: Jikalau
engkau melihat Roh itu turun ke atas seseorang dan tinggal di atas-Nya, Dialah
itu yang akan membaptis dengan Roh Kudus. Bahwa Roh Kudus turun keatas seseorang dan tinggal
diatas-Nya, sesuai dengan Yesaya
11:2, berbunyi. “Roh Tuhan ada pada-Nya Roh
hikmat dan pengertian, Roh nasehat, dan keperkasaan, Roh pengenalan dan takut
akan Tuhan, (Yes. 42:1; dan 16:1).
Mereka melihat Allah
lebih jelas, padahal gambaran Allah yang
Sulung adalah Yesus Kristu itu sendiri. Untuk itu berkatalah Yesus kepada Filipus bahwa: "Telah sekian lama
Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa
telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata:
Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. (Yoh. 14:9), Namun Murid-murid juga tidak tahu darimana
Yesus berasal (Yoh.15:21, bnd. Yoh. 16:3).[25]
Kata Yesus semua itu dikarenakan mereka tidak mengenal Allah.
Tragedi di dalam gereja
ialah bahwa orang yang seringkali berupaya untuk mempropagandakan
pandangan-pandangan mereka tentang agama, mereka bahkan seringkali mereka percaya
bahwa mereka mempunyai monopoli kebenaran dan anugerah Allah. Fakta yang
menyedihkan adalah bahwa hal semacam itulah yang sering terjadi, itulah yang
menjadi penghalang dalam perkembangan gereja Tuhan. Bahkan salah satu tragedi yang
memilihkan dari agama ialah bahwa sering orang mengira atau beranggapan bahwa mereka
melayani Allah dengan cara menganiaya orang-orang yang mereka pandang sebagai
penyesat. Dalam hal ini Rasul Paulus juga mengira bahwa ia melayani Allah pada
waktu ia berusaha menghapuskan nama Yesus Kristus dan melenyapkan gereja (Kis.
26:9-11).[26]
Jadi intinya,
tidak mengenal Roh Kudus sebagai pribadi yang terlibat dalam pelayanan
kita adalah termasuk dosa yang tidak
dapat terampuni. Karena Dia adalah Roh Kudus memiliki kekuatan yang supra
natural, pemberani, memberikan kecerdasan kepada dunia. Namun dunia tidak percaya dan tidak mau
mendengarkan suara Roh Kudus. Telinga manusia semakin menebal tidak mau
mendengar suarah Roh Kudus, pendengaran mereka lebih mengarahkan kepada bisikan
atau rajuan dunia, bahkan manusia lebih menonjolkan kepintaran mereka, dan
tidak mau lagi mengakui bahwa semuanya yang telah berhasil, maupun tela dirai
itu tidak semata-mata melalui pekerjaan Roh Kudus. Sungguh penyanggalan semacam
ini sangat radika, egois, tidak tahu berterimakasi, cuek, tenar. Padahal,
segala pengetahuan, kepintaran, kebolehan, kefasihan, itu bersumber dari Roh
Kudus. Orang percaya tentunya harus mengenal Roh Kudus sebagai pribadi yang memiliki
drajat dan kuwalitas yang sama, setara, sehakekat, dan seesensi dalam
kekekalan.
Dia atau Roh Kudus datang
sebagai pengganti Yesus Kristus untuk dapat mengatakan pekerjaan Yesus Kristus dalam
karya penyelamatan-Nya bagi orang-orang
berdosa. Tetapi banyak orang tidak mau mengenal pribadi Roh Kudus, sebagai
oknum yang ketiga dari yang Esa itu. Maka, orang-orang semacam ini atau segolongan
ini timbangan dosanya sangat berat dimata Tuhan dan tidak akan diampuni lagi
sekarang sampai selama- lamanya. Tetapi dengan syarat adanya kasih dan
kemurahan Roh Kudus, menginsafkan apabila orang itu sadar dan mengakui
kesalahan sebelumnya, berarti anugerah Allah mendahuluinya sehingga masih
terbuka untuk mengampuni dosa-dosanya dan menjadikan dia sebagai anak-Nya.
7.
Menurut Kisah Para Rasul
Dosa
yang tidak bisa diampuni menurut Kisah Para Rasul. terdapat dalam pasal, (5:1-6).
adalah ”Dosa Mendustai Roh Kudus” dosa mendustai Roh Kudus dalam
kehidupan Gereja di lakukan oleh Ananias dan Safira istrinya. “Ananias" Nama
Ibrani Hananya, yang berarti "YHWH telah berbelas kasihan" atau
"YHWH adalah murah hati." "Safira" adalah istri Ananias.
Nama dalam bahasa Aram berarti "indah." Keduanya orang-orang yang percaya
kepada Yesus Kristus (Kis 5:2) "menahan" kata yang sama (nosphizomai)
digunakan dalam Septuaginta (LXX) Yos 7:1) untuk menggambarkan dosa Akhan. F.
F. Bruce telah membuat komentar bahwa Ananias melakukan di masa gereja
mula-mula apa yang dilakukan Akhan dalam masa penaklukan. Dosa ini memiliki
potensi merusak seluruh tatanan gereja. Istilah ini juga digunakan dalam (Tit 2:10)
budak mencuri dari majikan mereka. "Membawa sebagian dari uang itu, dan ia
meletakkannya di depan kaki rasul-rasul." ini mirip dengan apa yang
Barnabas lakukan di (Kis 4:37).
Pasangan
ini memiliki kebebasan untuk menjual atau tidak menjual properti pribadi mereka
(Kis 5:4). Mereka memiliki kebebasan untuk memberikan beberapa atau semuanya
untuk pekerjaan Tuhan. Mereka tidak memiliki hak untuk memberikan sebagian,
tetapi mereka menyatakan memberikan semuanya.
Motif
dan tindakan ganda mereka mengungkapkan hati mereka (Kis 5:4c; Luk 21:14).
Allah melihat hati (lih. 1Sam 16:07; 1Raj 8:39; 1Taw 28:9; Ams 21:02; Yer
17:10, Luk 16:15, Kis 1:24 ; Rom 8:27). "Setan Roh Kudus" (Kis 5:3).
Ini menunjukkan adanya dua kekuatan spiritual aktif di dunia dan dalam hidup
kita. Dalam Ef 2:2-3 (lih. Yak 4) disebutkan tiga musuh pasca-Kejadian manusia:
(1) sistem dunia yang telah runtuh; (2) godaan pribadi, dan (3) tabiat dosa
kita. "Dipenuhi" ini adalah kata yang sama digunakan untuk Roh (lih.
Ef 5:18). Memenuhi membutuhkan kerjasama! Kita dipenuhi dengan sesuatu! Setan
terlibat, tetapi kita yang bertanggung jawab (Luk 22:3-6).
Penulis
merekomendasikan buku Three Crucial Questions About Spiritual Warfare, oleh
Clinton E. Arnold. Ini juga merupakan bukti pengaruh setan dalam kehidupan
orang percaya (lih. 1Yoh 5:18-19). Lihat catatan lebih lengkap di Kis 2:4;
3:10. "Mendustai Roh Kudus" Mereka berbohong kepada Petrus
dan gereja, tetapi kenyataanya mereka berbohong atau menipu kepada Roh Kudus.
Secara Teologis hal ini sangat mirip ketika Yesus menampakkan diri kepada
Paulus di jalan menuju Damaskus, "Mengapa engkau menganiaya Aku?"
(Kis 9:4). Paulus menganiaya orang percaya, tetapi Yesus menjadikannya masalah
pribadi (tetapi Yesus menganggap Paulus menganiaya diri-Nya), seperti halnya mendustai
Roh Kudus di topik ini. Ini harus menjadi kata peringatan untuk orang percaya
modern, masa kini. Kisah Para Rasul 5:4 "Engkau bukan mendustai manusia,
tetapi mendustai Allah" Bukan karena mereka menyimpan sebagian dari uang
itu, tetapi mereka berbohong atau menipu, agar terlihat rohani.
Perhatikan
sekalipun hal baik, perbuatan baik, yang dilakukan dengan motivasi buruk,
adalah dosa. Simak kembali bahwa Roh Kudus yang disebutkan di Kis. 5:3 adalah
Allah. Kis 5:5 "ia rebah dan
putuslah nyawanya" Menurut masyarakat kuno, nafas terakhir adalah bukti
bahwa roh orang tersebut telah pergi (lih.Hak 4:2; Yeh 21:7 di LXX). Istilah
ini jarang ditemukan dalam PB hanya dalam Kisah Para Rasul (lih. Kis 5:4,10;
12:23). Ini adalah contoh penghakiman sementara. Hal ini mirip dengan
penghakiman Allah pada anak-anak Harun di Im 10. Dosa adalah hal serius bagi
Allah. Harganya adalah nyawa (lih. 2Raj 14:6; Yeh 18:4,20). "Ketakutan
yang besar melanda semua orang."
Hal
ini mungkin adalah tujuan dari penghakiman sementara. Peristiwa ini dapat
disamakan dengan kematian di PL, kematian Nadab dan Abihu dalam Im 10 dan Uza
di 2 Samul 6. Berdasarkan 1Kor 11:30, Yak 5:20 dan 1Yoh 5:16-17, adalah mungkin
untuk menganggapkan bahwa beberapa dosa orang percaya mengakibatkan kematian
dini. Sulit untuk menjaga keseimbangan antara kekudusan Allah (transendensi)
dan Kebapaan Allah (imanensi). Kisah Para Rasul
5:6 "mereka menguburkan dia" orang-orang Yahudi abad pertama
tidak mempraktekkan pembalseman (sampai sekarang pun tidak), mungkin karena Kej
3:19 (lih. Mazm 103:14; 104:29). Seseorang harus dikuburkan segera, biasanya
dalam satu hari. Karena hal ini, tidak ada upacara pemakaman atau upacara
penguburan Kristen. Gereja yang dipenuhi Roh Kudus, tidak menjamin bahwa
semuanya penuh keindahan dan kebenaran. Setelah musuh dari luar tidak mampu
membendung kesaksian para rasul ada musuh yang dari dalam. Sepasang suami istri
yang cemburu akan penghargaan yang diterima Barnabas, telah menjual tanah
mereka dan menyumbangkan hasilnya untuk orang miskin.
Tetapi
mereka bersekongkol untuk berpura-pura telah memberikan semua hasil penjualan
tanah itu secara utuh, padahal menyimpan sebagian dari hasil penjualan. Akibat
tipuan itu mereka berdua ditimpa kematian mendadak. Kejadian ini menakutkan
seluruh jemaat dan semua orang yang mendengar kejadian itu (ay. 11). Tiga
pelajaran utama. Pertama, Ananias dan Safira tidak berdosa kepada para rasul,
tetapi kepada Allah. Allah membenci kemunafikan. Dosa yang menghancurkan dan
meracuni persekutuan Kristen ini diungkapkan agar gereja menjauhkan
kemunafikan. Kedua, Ananias dan Safira telah gagal menjaga kesucian hati
nuraninya. Kesucian hati nurani sangat penting bagi kelangsungan hidup umat
tebusan-Nya. Ketiga, pentingnya menegakkan disiplin gereja. Gereja harus
waspada terhadap pelanggaran yang dilakukan jemaat, sebab hal-hal itu bisa
menjadi senjata Iblis untuk menghancurkan persekutuan Kristen, kapan saja waktu
yang kita tidak terduga.
Berhati-hatilah
terhadap keinginan untuk lebih mendapatkan pengakuan yang dikenal luas daripada
hidup batiniah menjadi ambisius untuk dianggap religius dan liberal sementara
diam-diam suka dengan motif egois - karena hal ini menyandarkan diri kepada
Setan dan menipu, bukan hanya menipu manusia, tetapi menipu Roh Kudus, sebuah penghinaan yang besar
kepada Allah. Tidak akan pernah pekerjaan baik yang dilakukan di dalam nama
Yesus Kristus, namun pekerjaan yang sejalan dengan lawan, untuk Setan,
penghancur manusia, itulah yang akan menjadi musuh bagi mereka yang dermawan
kepada manusia. Kita bisa dengan gembira memercayakan keselamatan kita kepada
Allah, selama kita tetap dekat dengan kehendak Allah dan percaya di dalam
Kristus Pemimpin kita yang agung dan muliah.
B. MENURUT SURAT - SURAT
PAULUS
1. Menurut Kitab Roma
Rasul Paulus, seperti seorang ahli bedah yang terampil,
sebelum menggunakan pembalut luka, terlebih dahulu mengorek-orek lukanya. Ia
berusaha terlebih dulu meyakinkan mereka mengenai kesalahan mereka dan murka
Allah, baru kemudian menunjukkan jalan keselamatan.
Ini membuat Injil semakin dirindukan. Kita harus terlebih
dulu melihat kebenaran Allah dalam mengutuk, barulah kemudian kebenaran Allah
dalam membenarkan akan tampak patut diterima sepenuhnya (Rom. 1:18-32). Secara umum (ay. 18), murka Allah nyata.
Terang alam dan terang hukum menyingkapkan murka Allah, yang bertolak dari dosa
yang satu dan memimpin kepada dosa yang lain. Sungguh baik bagi kita bahwa
Injil menyingkapkan kebenaran Allah yang membenarkan, yang bertolak dari iman
dan memimpin kepada iman. Keadaan yang berlawanan dengan hal ini dapat diamati
sebagai berikut:
a. Keberdosaan
manusia digambarkan. Paulus meringkasnya menjadi dua pokok, KEFASIKAN dan KELALIMAN. Kefasikan berarti melawan hukum-hukum pada loh batu yang
pertama, dan kelaliman pada loh batu yang kedua.
b. Penyebab
dari keberdosaan itu, menindas kebenaran dengan kelaliman. Pada mereka ada
sedikit banyak communes notitæ, gagasan umum tentang keberadaan Allah, dan
tentang perbedaan antara yang baik dan yang buruk. Akan tetapi, mereka
menindasnya dengan kelaliman, yakni, mereka tahu dan mengakuinya, namun mereka
tetap hidup fasik. Mereka menahan kebenaran sebagai sandera atau tahanan,
supaya kebenaran itu tidak mengubah perilaku mereka sebagaimana mestinya. Hati
yang tidak benar dan fasik adalah lobang di mana banyak kebenaran yang baik
dipendam dan dikubur. Memegang segala sesuatu yang telah didengar dalam iman
dan kasih adalah akar dari agama (2 Tim. 1:13), tetapi menindasnya dengan
kelaliman adalah akar dari semua dosa.
c. Tidak
berkenannya Allah terhadap kefasikan dan kelaliman itu: Murka Allah nyata dari
sorga, bukan hanya dalam kata-kata tertulis, yang diberikan melalui ilham Allah
(ini tidak dimiliki bangsa-bangsa bukan Yahudi), melainkan juga dalam
pemeliharaan-pemeliharaan Allah, dalam penghakiman-penghakiman-Nya yang
terlaksana atas para pendosa, yang tidak timbul dari debu tanah, atau jatuh
begitu saja karena kebetulan, tidak juga karena penyebab-penyebab alamiah,
melainkan suatu pewahyuan dari sorga. Atau, murka nyata dari sorga. Ini bukan
murka manusia seperti kita, melainkan murka dari sorga, dan oleh sebab itu
lebih mengerikan dan lebih tak terhindarkan.
Dalam bagian terakhir dari pasal ini, Rasul
Paulus menerapkan apa yang secara khusus sudah dikatakannya kepada
bangsa-bangsa bukan Yahudi, di dalamnya kita dapat mengamati, bahwa: Sarana dan
bantuan yang mereka miliki untuk mengetahui Allah. Walaupun mereka tidak
mengenal hukum-Nya seperti Yakub dan Israel (Mzm. 147:20), namun bagi mereka Ia
bukan tidak menyatakan diri-Nya (Kis. 14:17): Karena apa yang dapat mereka
ketahui, (ay. 19-20).
v Apa
yang mereka temukan: Apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata, en
autois-bagi mereka, maksudnya, bahkan ada beberapa orang di antara mereka yang
mengetahui Allah, yakin akan keberadaan satu Numen (kekuatan roh – pen.) yang
maha-agung. Filsafat Pitagoras, Plato, dan kaum Stoa banyak mengungkapkan
pengetahuan tentang Allah, seperti yang tampak dari begitu banyaknya kesaksian
yang mereka tinggalkan. Apa yang dapat diketahui, yang menyiratkan bahwa ada
banyak yang mungkin tidak diketahui. Keberadaan Allah bisa ditangkap, tetapi
tidak bisa dipahami. Kita tidak dapat memahami hakikat Allah dengan menyelami
kedalamannya (Ayb. 11:7-9). Pengertian yang terbatas tidak bisa sepenuhnya
mengenal Keberadaan yang tidak terbatas. Akan tetapi, terpujilah Allah, ada
yang bisa diketahui, yang cukup untuk membawa kita pada tujuan utama kita,
yaitu memuliakan dan menikmati Dia. Hal-hal yang dinyatakan ini ialah bagi kita
dan bagi anak-anak kita, sementara hal-hal yang tersembunyi tidak boleh
diutak-atik (Ul. 29:29).
v Dari
mana mereka mendapat temuan-temuan ini: Allah telah menyatakannya kepada
mereka. Gagasan-gagasan umum yang mereka miliki tentang Allah ditanamkan dalam
hati mereka oleh Allah penguasa alam sendiri, yang adalah Bapa segala terang.
Kesadaran akan Yang Ilahi ini, dan kepedulian terhadap Yang Ilahi itu, sudah
begitu melekat pada kodrat manusia sehingga menurut sebagian orang, kita harus
lebih membedakan manusia dari binatang berdasarkan kesadaran dan kepedulian
itu, daripada berdasarkan akal budi.
v Dengan
jalan dan sarana apa temuan-temuan dan pemberitahuan-pemberitahuan yang ada
pada mereka ini diteguhkan dan dikembangkan. Itu dilakukan melalui karya
ciptaan (ay. 20), Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, dan seterusnya.
v Amatilah
apa yang mereka ketahui: Apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu
kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya. Meskipun Allah tidak tampak oleh
alat indra kita, namun Ia telah menyingkapkan dan menyatakan diri-Nya melalui
apa yang bisa ditangkap oleh indra kita. Kuasa dan ke-Allah-an (atau
sifat-sifat Allah) dari Allah adalah dua hal yang tidak tampak, tetapi dengan
jelas bisa dilihat dari apa yang dihasilkan oleh keduanya. Ia bekerja secara
tersembunyi (Ayb. 23:8-9; Mzm. 139:15; Pkh. 11:5), tetapi wujud dari hasil
pekerjaan-Nya ditunjukkan-Nya dan di dalamnya kekuatan dan ke-Allah-an-Nya itu
tampak. Juga kelihatan sifat-sifat-Nya yang lain, yang ditangkap oleh terang
alam dalam bentuk gagasan umum tentang Allah. Dengan terang alam, mereka tidak
bisa mengetahui tiga pribadi dalam ke-Allah-an Allah (meskipun sebagian orang
berkhayal telah menemukan jejak-jejak pemikiran itu dalam tulisan-tulisan
Plato), tetapi mereka betul-betul sampai pada pengetahuan akan ke-Allah-an-Nya,
setidak-tidaknya cukup untuk menjauhkan mereka dari penyembahan berhala. Inilah
kebenaran yang mereka tindas dengan kelaliman.
v Bagaimana
mereka mengetahuinya: Dari karya-Nya, yang tidak tercipta dengan sendirinya,
atau tertata dalam susunan yang begitu tepat dan selaras hanya karena
kebetulan. Oleh sebab itu, karya-Nya pasti dihasilkan oleh suatu Penyebab utama
atau Pelaku yang mempunyai kemampuan berpikir. Penyebab utama ini tidak lain
dan tidak bukan adalah Allah yang berkuasa dan kekal itu sendiri. Lihat Mazmur
19:2, Yesaya 40:26, dan Kisah Para Rasul 17:24. Pekerja dikenal melalui hasil
karyanya. Karya-karya ciptaan yang begitu beragam, berlimpah, teratur, indah,
selaras, berbeda-beda sifatnya, dirancang secara luar biasa hebat, diarahkan
pada suatu tujuan, dan semua bagian bekerja sama demi kebaikan dan keindahan
keseluruhan, dengan amat kuat membuktikan keberadaan Sang Pencipta dan kuasa
serta ke-Allah-an-Nya yang kekal. Demikianlah, terang bersinar dalam kegelapan.
Dan ini terjadi sejak dunia diciptakan. Kita bisa memahami perkataan itu entah,
ü Sebagai
pokok pikiran yang darinya pengetahuan tentang karya ciptaan disimpulkan. Untuk
menunjukkan kebenaran ini, kita bisa kembali melihat karya agung penciptaan.
Dan menurut sebagian orang, ktisis kosmou ini, makhluk ciptaan dunia ini
(begitu kita bisa membacanya), harus dipahami sebagai manusia, ktisis kat
exochen – ciptaan yang paling menakjubkan dari dunia bawah, disebut ktisis
dalam Markus 16:15. Kerangka dan susunan tubuh manusia, terutama segala
kekuatan, kecakapan, dan kemampuan jiwa manusia, betul-betul membuktikan dengan
teramat kuat bahwa ada Pencipta, dan bahwa Ia adalah Allah. Atau,
ü Sebagai
keterangan waktu ditemukannya gagasan itu. Gagasan tentang adanya Tuhan sudah
setua penciptaan dunia. Dalam pengertian inilah apo ktiseōs paling sering
digunakan dalam Kitab Suci. Pengetahuan-pengetahuan tentang Allah bukanlah
temuan baru, yang baru belakangan ini disadari, melainkan sudah dari zaman dulu
kala, dari awal mula. Jalan yang mengakui Allah adalah sebuah jalan baik yang
sudah lama ditempuh. Jalan itu sudah ada sejak dari awalnya. Kebenaran
mendahului kekeliruan.
Penyembahan berhala mereka
yang mencolok, kendati Allah sudah menyingkapkan
diri-Nya kepada mereka, yang digambarkan di sini dalam ayat 21-23, 25.
Penyingkapan-penyingkapan alamiah tentang keberadaan Allah ini tidak mencegah
penyembahan bangsa-bangsa bukan Yahudi dari penyembahan berhala. Tetapi kita
tidak akan begitu terheran-heran dengan hal ini, jika kita ingat bahwa bahkan
orang-orang Yahudi sendiri, yang mempunyai terang Kitab Suci untuk memandu
mereka, juga condong hatinya untuk melakukan penyembahan berhala.
Betapa menyedihkannya
anak-anak manusia yang sudah merosot ini, terperosok ke dalam kubangan panca
indra. Penyebab batiniah dari penyembahan berhala mereka (ay. 21-22). Mereka
tidak dapat berdalih, sebab mereka mengetahui Allah, dan dari apa yang mereka
ketahui, mereka bisa dengan mudah menyimpulkan bahwa sudah menjadi kewajiban
merekalah untuk menyembah Dia, dan hanya Dia. Meskipun sebagian orang mempunyai
terang dan sarana pengetahuan yang lebih besar daripada sebagian yang lain,
namun yang mereka punyai itu cukup sehingga mereka tidak bisa berdalih. Tetapi
yang menjadi kejahatan mereka adalah:
Pertama: Mereka tidak
memuliakan Dia sebagai Allah. Perasaan-perasaan, penghormatan, dan pemujaan
mereka terhadap-Nya tidak sejalan dengan pengetahuan mereka. Memuliakan Dia
sebagai Allah berarti memuliakan Dia saja. Sebab hanya ada satu yang tidak
terbatas. Tetapi mereka tidak memuliakan Dia seperti itu, sebab mereka
meninggikan banyak ilah lain. Memuliakan Dia sebagai Allah berarti menyembah
Dia secara rohani. Tetapi mereka menggambar-Nya dalam patung-patung. Tidak
memuliakan Allah sebagai Allah pada akhirnya sama saja dengan tidak
memuliakan-Nya sama sekali. Menghormati-Nya sebagai makhluk ciptaan berarti
tidak memuliakan-Nya, melainkan menghina Dia.
Kedua: Atau mengucap syukur
kepada-Nya. Mereka tidak mengucap syukur atas kebaikan-kebaikan yang pada
umumnya mereka terima dari Allah (tidak peka terhadap belas kasihan Allah
merupakan penyebab mengapa kita berbuat dosa dengan meninggalkan Dia). Mereka
tidak mengucap syukur secara khusus bahwa Allah sudah berkenan menyingkapkan
diri-Nya kepada mereka. Orang yang tidak memanfaatkan sarana pengetahuan dan
anugerah sudah sewajarnya dianggap sebagai orang yang tidak tahu bersyukur atas
pemberian Allah secara cuma-cuma.
Ketiga: Sebaliknya pikiran
mereka menjadi sia-sia, en tois dialogismois – dalam segala pemikiran mereka,
dalam pedoman hidup mereka sehari-hari. Mereka tahu banyak tentang
kebenaran-kebenaran umum (ay. 19), tetapi tidak bijak untuk menerapkannya pada
masalah-masalah khusus. Atau, gagasan-gagasan mereka tentang Allah, penciptaan
dunia, asal-usul umat manusia, dan kebaikan yang utama menjadi sia-sia. Dalam
hal-hal ini, setelah meninggalkan kebenaran yang nyata-nyata tampak, mereka
segera berdebat di kalangan mereka sendiri sampai menghasilkan seribu macam
khayalan yang sia-sia dan bodoh. Beberapa pendapat dan pandangan dari berbagai
macam aliran filsuf mengenai hal-hal ini merupakan pikiran yang sia-sia.
Apabila kebenaran ditinggalkan, kesalahan berlipat ganda in infinitum– secara tidak
terhingga.
Keempat: Dan hati mereka
yang bodoh menjadi gelap. Kebodohan dan kefasikan hati untuk berbuat jahat
menutupi dan menggelapkan kekuatan serta kemampuan berpikir. Tidak ada yang
lebih membutakan dan mencemarkan pengertian daripada rusak dan bobroknya
kehendak dan perasaaan.
Kelima: Mereka berbuat
seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh (ay. 22).
Ini merupakan celaan terhadap para filsuf, yang berpura-pura mencari hikmat dan
mengaku diri sebagai orang berhikmat. Orang yang mempunyai khayalan paling
tinggi dalam membentuk gagasan tentang Allah, jatuh ke dalam kecongkakan yang
paling mencolok dan ganjil. Dan itu hukuman yang adil bagi kesombongan dan
keangkuhan diri mereka. Sudah terbukti bahwa bangsa-bangsa yang paling beradab,
yang paling banyak memperlihatkan hikmat, merupakan bangsa yang luar biasa
bodoh dalam hal agama. Orang-orang biadab memuja matahari dan bulan, yang
paling masuk akal, walaupun salah. Sementara orang-orang Mesir yang terpelajar
menyembah lembu dan bawang. Orang-orang Yunani, yang melebihi mereka dalam
hikmat, memuja penyakit dan hawa nafsu manusia. Orang-orang Romawi, yang paling
berhikmat dari semuanya, menyembah amarah.
Dan sampai pada hari ini,
suku asli Amerika yang malang menyembah guruh, sementara orang Cina asli memuja
setan. Di pulau Jawa dan Sumatera menyembah benda-benda keramat yang mereka
yakini sebagai dewi kesuburan padi dan tanaman lainnya. Di Indonesia bagian
Timur menyembah roh-roh tertentu untuk mendatangkan kesembuhan, maupun
keuntungan dalam usaha mereka masing-masin. Demikianlah, dunia tidak mengenal
Allah oleh hikmatnya (1Kor. 1:21). Seperti halnya mengaku berhikmat menambah
kebodohan, demikian pula bermegah dalam hikmat menyebabkan banyak kebodohan.
Oleh sebab itulah kita hanya membaca sedikit filsuf yang bertobat masuk
Kristen.
Pemberitaan Paulus tidak
ditertawakan dan diolok-olok sedemikian rupa seperti di antara orang-orang
Atena yang terpelajar (Kis. 17:18-32). Phaskontes einai – menyombongkan diri
sebagai orang berhikmat. Kebenaran yang jelas tentang keberadaaan Allah tidak
akan membuat mereka puas. mereka menganggap diri lebih tinggi dari itu, dan
dengan demikian jatuh ke dalam kesalahan-kesalahan yang paling besar. Secara lahiriah
mereka perbuat dalam menyembah berhala (ay. 23-25).
Pertama: Membuat
patung-patung Allah (ay. 23), yang dengannya, sejauh yang bisa dikandung dalam
patung-patung itu, mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana.
Bandingkan Mazmur 106:20 dan Yeremia 2:11. Mereka menganggap makhluk-makhluk
yang paling hina sebagai allah, dan dengannya mereka menggambarkan Allah.
Merupakan suatu kehormatan terbesar yang diberikan Allah kepada manusia bahwa
Ia menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Allah. Tetapi merupakan
penghinaan terbesar yang telah diperbuat manusia terhadap Allah bahwa ia
menjadikan Allah menurut gambar dan rupa manusia.
Inilah yang dengan keras
diperingatkan Allah atas bangsa Yahudi (Ul. 4:15). Kebodohan dari perbuatan ini
ditunjukkan oleh Rasul Paulus dalam khotbahnya di Atena (Kis. 17:29.) Lihat
Yesaya 40:18, dan Yes. 44:10, dst. Ini disebut (ay. 25) menggantikan kebenaran
Allah dengan dusta. Selain menghina kemuliaan-Nya, penyembahan berhala juga
salah menggambarkan keberadaan-Nya. Berhala-berhala disebut dusta, sebab mereka
mengingkari Allah, seolah-olah Ia mempunyai tubuh, padahal Ia adalah Roh (Yer.
23:14; Hos. 7:1). Mereka adalah pengajar-pengajar dusta (Hab. 2:18). Kedua: Memberikan
kehormatan ilahi kepada makhluk: Memuja dan menyembah makhluk, para ton ktisavta
– di samping Penciptanya.
Mereka memang mengakui satu
Numen yang maha-agung, tetapi dengan menyembah makhluk, itu sama saja berarti
mereka tidak mengakui Dia, sebab Allah mengatasi semuanya atau tidak sama
sekali. Atau, mengatasi Penciptanya. Mereka lebih memuja ilah-ilah yang lebih
rendah, bintang-bintang, pahlawan-pahlawan, karena berpikir bahwa Allah yang
maha-agung tidak bisa didekati, atau tidak dapat dicapai melalui penyembahan
mereka. Menyembah makhluk itu sendiri adalah dosa. Tetapi yang lebih memperberat
dosa itu adalah bahwa mereka menyembah makhluk lebih daripada Sang Pencipta.
Ini adalah kefasikan umum
yang ditemukan di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, dan yang sudah merasuki
segenap hukum dan pemerintahan mereka. Dalam menuruti hukum dan pemerintahan
itu, bahkan orang-orang berhikmat di antara mereka, yang mengetahui dan
mengakui Allah yang maha-agung dan yakin betapa tidak masuk akal dan ganjilnya
penyembahan berhala dan dewa-dewa mereka, tetap melakukan seperti apa yang
dilakukan oleh semua tetangga mereka yang lain. Seneca, dalam bukunya De
Superstitione, sebagaimana dikutip oleh Agustinus dalam bukunya De Civit Dei
(Kota Allah), lib. 6, cap. 10 (karena buku Seneca itu sendiri sudah hilang),
setelah menunjukkan dengan panjang lebar betapa bodoh dan cemarnya agama rakyat
jelata, dalam berbagai contohnya, tetap saja menyimpulkan, Quæ omnia sapiens
servabit tanquam legibus jussa, non tanquam diis grata – Semuanya itu akan
dijalankan oleh orang berhikmat sebagai suatu ketetapan hukum, dengan tidak
menganggap bahwa semua itu menyenangkan para dewa.
Dan setelah itu, Omnem istam
ignobilem deorum turbam, quam longo ævo longa superstitio congessit, sic
adorabimus, ut meminerimus cultum ejus magis ad morem quam ad rem pertinere –
Semua kumpulan dewa murahan yang kacau balau ini, yang sudah ditumpuk oleh
takhayul zaman dulu melalui ketetapan yang sekian lama dijalankan, akan kami
puja, dengan mengingat bahwa dengan memuja mereka kami hanya ingin mengikuti
kebiasaan, dan bukan karena kami percaya pada ajarannya. Untuk itu Agustinus
menanggapi, Coleb at quod reprehendebat, agebat quod arguebat, quod culpabat
adorabat – Ia menyembah apa yang dicelanya, melakukan apa yang sudah
dibuktikannya salah, dan memuja apa yang sudah dia temukan salahnya.
Saya menyebutkan ini secara
panjang lebar seperti itu karena tampak bagi saya bahwa itu sepenuhnya
menjelaskan apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus di sini (ay. 18): Yang menindas
kebenaran dengan kelaliman. Di sini kita dapat mengamati bahwa, setelah
disebutkan penghinaan yang dilakukan terhadap Allah oleh penyembahan berhala
bangsa-bangsa kafir, Rasul Paulus, di tengah-tengah penjelasannya,
mengungkapkan pemujaannya yang penuh hormat terhadap Allah: Yang harus dipuji
selama-lamanya, amin. Apabila kita melihat atau mendengar penghinaan apa saja
yang ditujukan terhadap Allah atau nama-Nya, kita harus mengambil kesempatan
dari situ untuk meninggikan dan menghormati-Nya dalam pikiran dan perkataan
kita.
Dalam hal ini, sama seperti
dalam hal-hal lain, semakin buruk orang lain, semakin baik seharusnya kita.
Dipuji selama-lamanya, kendati dengan segala penghinaan yang diperbuat terhadap
nama-Nya ini. Meskipun ada orang yang tidak memuliakan Dia, Dia tetap
dimuliakan, dan akan dimuliakan sampai selama-lamanya. Penghakiman-penghakiman
Allah atas mereka karena penyembahan berhala ini. Bukan penghakiman-penghakiman
lahiriah (bangsa-bangsa penyembah berhala adalah bangsa penakluk dan pemimpin
dunia), melainkan penghakiman-penghakiman rohani, dengan menyerahkan mereka
pada hawa nafsu yang teramat bejat dan tidak wajar. Paredōken autous – Ia
menyerahkan mereka. Perkataan itu diulangi sebanyak tiga kali di sini (ay. 24,
26, 28). Penghakiman-penghakiman rohani, dari semua penghakiman, adalah
penghakiman yang paling pedih, dan yang harus paling ditakuti.
Pertama: Oleh siapa mereka
diserahkan. Allah-lah yang menyerahkan mereka, menurut penghakiman yang benar,
sebagai hukuman yang adil atas penyembahan berhala mereka. Ia melepaskan tali
kekang anugerah, sehingga membiarkan mereka berbuat semau mereka, membiarkan
mereka sendiri. Karena anugerah-Nya adalah milik-Nya sendiri, Ia tidak berutang
pada siapa pun. Ia bebas memberi atau menahan anugerah-Nya sesuai kehendak-Nya.
Apakah penyerahan ini merupakan perbuatan Allah yang mengandung maksud tertentu
atau tidak, kita serahkan kepada para ahli untuk membicarakannya. Tetapi ini
kita yakin, bahwa bukan hal baru bagi Allah untuk menyerahkan manusia kepada
hawa nafsu mereka sendiri, membiarkan mereka dalam khayalan-khayalan tidak
tertahankan, membiarkan Iblis merasuki mereka, dan bahkan, meletakkan batu
sandungan di depan mereka. Namun, Allah bukanlah Pencipta dosa, sebaliknya,
dalam hal ini Ia adil dan kudus secara tidak terhingga.
Sebab, meskipun penyerahan
ini mengakibatkan kefasikan terbesar, namun yang harus dipersalahkan adalah
hati pendosa yang fasik. Jika pasien keras kepala, dan tidak mau meminum obat
sesuai resep, tetapi dengan sengaja makan dan melakukan apa yang berbahaya bagi
kesehatannya, maka bukan salah dokter jika ia angkat tangan terhadap pasien itu
dan membiarkannya tak tersembuhkan lagi. Dan semua gejala penyakit mematikan
yang diakibatkannya bukanlah karena ulah si dokter, melainkan karena penyakit
itu sendiri, dan kebodohan serta kekerasan hati pasien. Kepada apa mereka
diserahkan.
Pertama: Kepada kecemaran
dan hawa nafsu yang memalukan (ay. 24, 26-27). Orang yang tidak mau menerima
tanda-tanda yang lebih murni dan halus dari terang alam, yang berfungsi menjaga
kehormatan Allah, sudah sewajarnya kehilangan perasaan-perasaan yang terang dan
jelas, yang berfungsi menjaga kehormatan kodrat manusia. Manusia, yang dengan
segala kegemilangannya menolak untuk memahami Allah yang menjadikan dia, boleh
disamakan dengan hewan yang dibinasakan (Mzm. 49:21). Dengan demikian, satu
orang, atas seizin ilahi, menjadi hukuman bagi orang lain. Akan tetapi (seperti
yang dikatakan di sini), itu terjadi karena keinginan hati mereka. Di situlah
letak semua kesalahannya.
Orang yang menghina Allah
diserahkan untuk menghina dirinya sendiri. Tidak ada perbudakan yang lebih
besar yang kepadanya orang bisa diserahkan selain perbudakan terhadap hawa
nafsunya sendiri. Orang seperti itu diserahkan, seperti orang-orang Mesir (Yes.
19:4), kepada tangan tuan yang kejam. Contoh-contoh khusus dari kenajisan dan
kecemaran mereka adalah hawa nafsu yang tidak wajar. Banyak dari orang-orang
kafir, termasuk mereka yang dianggap sebagai orang-orang bijak, seperti Solon
dan Zeno, terkenal melakukan ini, melawan tuntutan-tuntutan terang alam yang
teramat terang dan jelas.
Pelanggaran Sodom dan Gomora
yang naik sampai ke langit, yang untuk itu Allah menurunkan hujan api dari sana
ke atas mereka, tidak saja menjadi biasa dilakukan, tetapi juga diakui secara
terang-terangan, di antara bangsa-bangsa kafir. Mungkin Rasul Paulus terutama
merujuk pada segala kenistaan yang mereka lakukan dalam menyembah dewa-dewa
mereka, yang di dalamnya kenajisan terburuk diharuskan untuk menghormati
dewa-dewa mereka itu. Itulah ibadah sampah untuk dewa-dewa sampah. Roh-roh
najis suka dengan penyembahan-penyembahan seperti itu. Di gereja tertentu, di
mana penyembahan berhala kafir dihidupkan kembali, patung-patung disembah, dan
orang-orang kudus menggantikan setan-setan, kita mendengar tentang
kenistaan-kenistaan yang sama ini dilakuan secara terang-terangan lihat.[27]
Dan ini bukan hanya dilaksanakan oleh kalangan awam, tetapi juga dibenarkan dan
dibela oleh sebagian pemimpin mereka. Itulah tulah-tulah rohani yang sama untuk
kefasikan-kefasikan rohani yang sama.
Lihatlah kefasikan apa yang
terdapat pada kodrat manusia. Betapa menjijikkan dan kotornya manusia itu! Ya
TUHAN, apakah manusia itu,? kata Daud. Betapa ia makhluk yang hina jika
dibiarkan semaunya sendiri! Betapa kita berutang budi pada tali kekang anugerah
Allah yang sudah menjaga kehormatan dan kebaikan apa saja yang ada pada kodrat
manusia! Sebab, seandainya bukan karena tali kekang ini, manusia, yang
dijadikan sedikit lebih rendah dari malaikat, akan mau menjadikan dirinya jauh
lebih rendah dari setan. Ini dikatakan sebagai balasan yang setimpal untuk
kesesatan mereka. Hakim atas seluruh bumi bertindak dengan benar, dan
memperhatikan setimpalnya hukuman dengan dosa.
Kedua: Kepada
pikiran-pikiran terkutuk dalam melakukan kekejian-kekejian ini (ay. 28). Mereka
tidak merasa perlu untuk mengakui Allah. Butanya pengertian mereka disebabkan
oleh keengganan mereka dalam berkehendak dan merasa. Mereka tidak merasa perlu
untuk mengakui Allah, karena mereka tidak menyukainya. Mereka tidak mau tahu
atau berbuat apa saja kecuali untuk menyenangkan diri sendiri. Memang seperti
itu sifat hati duniawi. Menyenangkan diri adalah tujuan utama mereka. Ada
banyak orang yang tahu Allah, mereka tidak bisa menghindarinya, sebab terang
bercahaya begitu penuh dalam wajah mereka. Tetapi mereka tidak mau
mengakui-Nya. Mereka berkata kepada Yang Mahakuasa: Pergilah dari kami! (Ayb.
21:14), dan mereka tidak mau mengakui Allah sebab itu mematikan dan menentang
hawa nafsu mereka. Mereka tidak menyukainya.
Dalam pengetahuan mereka
(KJV: Mereka tidak menyimpan Allah dalam penge tahuan mereka – pen.) – en
epignosei. Ada perbedaan antara gnosis dan epignosis, pengetahuan dan pengakuan
akan Allah. Orang kafir tahu Allah, tetapi tidak, dan tidak akan mau,
mengakui-Nya. Karena mereka sengaja menolak kebenaran, Allah menyerahkan mereka
pada kemauan terhadap dosa-dosa yang paling kotor, yang di sini disebut sebagai
pikiran yang terkutuk – eis adokimon noun, pikiran yang kosong dari segala
pengertian dan penilaian untuk membedakan segala sesuatu, sehingga mereka tidak
bisa membedakan mana tangan kanan dan mana tangan kiri dalam hal-hal rohani.
Lihatlah ke mana jalan dosa menuntun, dan ke lobang apa dosa menjerumuskan
pendosa pada akhirnya.
Ke sinilah nafsu daging
langsung membawa manusia. Mata yang penuh nafsu zinah tidak pernah jemu berbuat
dosa (2Ptr. 2:14). Pikiran yang terkutuk ini adalah hati nurani yang buta dan
takut, perasaan yang telah tumpul (Ef. 4:19). Apabila hukuman dibuat setimpal
dengan dosa, maka si pendosa pasti terjerumus ke dalam pinggiran neraka.
Pertama-tama Firaun mengeraskan hatinya, tetapi setelah itu Allah mengeraskan
hati Firaun. Demikianlah, kekerasan yang disengaja sudah sewajarnya dihukum
oleh kerasnya penghakiman.
Sehingga mereka melakukan
apa yang tidak pantas. Ungkapan ini mungkin tampak berbicara tentang suatu kejahatan
yang kecil, tetapi sebenarnya yang dibicarakan di sini adalah kejahatan besar
yang paling menjijikkan. Yang dibicarakan itu adalah hal-hal yang tidak pantas
bagi manusia, yang menentang terang dan hukum alam itu sendiri. Dan di sini ia
menambahkan daftar hitam tentang hal-hal tidak pantas yang dilakukan
bangsa-bangsa kafir, karena mereka sudah diserahkan kepada pikiran yang
terkutuk. Kefasikan apa saja yang begitu keji, begitu berlawanan dengan terang
alam, dengan hukum bangsa-bangsa, dan dengan semua kepentingan umat manusia,
itu akan dilakukan oleh pikiran yang terkutuk.
Menurut sejarah pada masa
itu, terutama laporan yang kita terima tentang kecenderungan hati dan perbuatan
sebagian besar bangsa Romawi, setelah kebajikan yang dulu ada di negara persemakmuran
itu menjadi sedemikian merosot, tampak bahwa dosa-dosa yang disebutkan di sini
merupakan dosa-dosa yang paling banyak dilakukan oleh bangsa itu pada waktu
itu. Tidak kurang dari dua puluh tiga jenis dosa dan pendosa disebutkan di sini
(ay. 29-31). Di sinilah Iblis bertakhta. Namanya adalah legion, sebab mereka
banyak. Memang sudah waktunya Injil diberitakan di antara mereka, sebab dunia
memerlukan pembaharuan. Pertama, dosa-dosa melawan perintah-perintah dalam loh
batu yang pertama: Pembenci Allah. Inilah Iblis tampil dalam warna aslinya,
dosa menampakkan diri sebagai dosa. Bisakah dibayangkan bahwa makhluk yang
berakal budi membenci kebaikan yang utama, dan makhluk yang bergantung membenci
Sumber keberadaan mereka? Namun, itulah yang terjadi. Dalam setiap dosa,
terkandung kebencian terhadap Allah. Tetapi sebagian pendosa secara lebih
terbuka dan terang-terangan memusuhi Allah
dibandingkan yang lain (Za. 11:8).
Orang yang congkak dan
sombong bertempur melawan Allah sendiri, dan mengenakan di kepala mereka
sendiri mahkota-mahkota yang seharusnya di lemparkan di hadapan takhta-Nya. Kedua,
dosa-dosa melawan perintah-perintah dalam loh batu kedua. Ini terutama
disebutkan sebab dalam hal-hal ini mereka mempunyai terang yang lebih jelas.
Secara umum, yang dikecam di sini adalah kelaliman. Ini disebutkan di awal
karena setiap dosa adalah kelaliman. Kelaliman berarti menahan apa yang
seharusnya diberikan, menyerongkan apa yang benar. Kelaliman terutama
ditempatkan di antara dosa-dosa melawan loh batu kedua, yaitu berbuat seperti
kita tidak mau orang lain berbuat kepada kita. Melawan perintah kelima: Tidak
taat kepada orang tua,dan tidak penyayang– astorgous,maksudnya, orangtua yang
tidak baik dan kejam terhadap anak-anak mereka. Demikianlah, apabila kewajiban
tidak terlaksana oleh satu pihak, biasanya gagal dijalankan oleh pihak lain.
Anak-anak yang tidak taat
sudah sewajarnya dihukum dengan orangtua yang tidak penyayang. Dan, sebaliknya,
orangtua yang tidak penyayang dihukum dengan anak-anak yang tidak taat. Melawan
perintah keenam: Kejahatan (melakukan kejahatan demi kejahatan itu sendiri),
kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan (eridos –
pertengkaran), tipu muslihat dan kefasikan, tidak mengenal belas kasihan. Ini
semua merupakan ungkapan kebencian terhadap saudara kita, yang sama saja
berarti membunuh di dalam hati. Melawan perintah ketujuh: Perzinahan.
Paulus tidak menyebutkan ini
lagi, karena sudah membicarakannya sebelumnya dalam kenajisan yang lain.
Melawan perintah kedelapan: Kelaliman dan keserakahan. Melawan perintah
kesembilan: Tipu muslihat, pengumpat, pemfitnah, tidak setia, berbohong dan
bergunjing. Ada juga dua dosa umum yang tidak disebutkan sebelumnya – pandai
dalam kejahatan, tidak berakal. Pintar berbuat jahat, dan tidak tahu bagaimana
berbuat baik. Semakin sengaja dan lihai pendosa dalam berbuat kejahatan,
semakin besarlah dosanya. Kalau berbuat dosa mereka begitu cepat, tetapi kalau
menyangkut perkara-perkara tentang Allah mereka tidak mengerti (benar-benar
dungu). Semua ini seharusnya sudah cukup untuk merendahkan kita semua dalam
menyadari kebobrokan asali kita. Sebab setiap hati secara alami mengandung
benih dan bibit dari semua dosa ini.
Dalam bagian penutup, ia
menyebutkan apa yang membuat dosa-dosa itu semakin berat (ay. 32). Mereka
mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, maksudnya.
a.
Mereka mengetahui hukum. Penghakiman Allah
adalah apa yang dituntut oleh keadilan-Nya, dan, karena adil, Ia akan
memberikan hukuman yang setimpal.
b.
Mereka tahu hukumannya. Beginilah yang
dijelaskan di sini: Mereka tahu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal
demikian, patut dihukum mati, mati kekal. Hati nurani mereka sendiri tidak bisa
tidak pasti mengatakan ini kepada mereka, namun mereka tetap berani
melakukannya. Dosa menjadi semakin berat apabila dilakukan secara sadar (Yak.
4:17), terutama jika sadar akan penghakiman Allah. Sungguh bodoh jika kita
berlari-lari di atas ujung tombak. Itu hanya menunjukkan bahwa hati sudah amat
mengeras, dan berkemauan keras untuk berdosa.
c.
Mereka bukan saja melakukannya sendiri,
tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya. Kuatnya godaan saat
ini bisa membuat orang terbujuk untuk melakukan dosa-dosa seperti itu, untuk
memuaskan hawa nafsunya yang rendah. Tetapi senang dengan dosa-dosa orang lain
berarti mencintai dosa demi dosa itu sendiri. Itu berarti menggabungkan diri
dan bersekutu dengan kerajaan dan kepentingan Iblis. Syneudokousi: mereka tidak
hanya berbuat dosa, tetapi juga membela dan membenarkannya, dan mendorong orang
lain untuk berbuat serupa. Dosa-dosa kita sendiri jauh lebih berat jika kita
mendukung dan puas menyaksikan dosa-dosa orang lain.
Nah,
jika semuanya ini digabungkan, coba katakan apakah bangsa-bangsa kafir, yang
terhampar dalam kesalahan dan kebobrokkan yang begitu besar, bisa dibenarkan di
hadapan Allah oleh perbuatan perbuatan mereka sendiri! Tidak.
2.
Menurut Surat 1 dan 2 Korintus
Didalam
surat 1 dan 2 Korintus penekanannya pada dosa tidak mengkuduskan diri
atau Pencemaran tubuh, perbuatan A-moral atau Perzinahan secara lahiria dan
batinia terhadap Bait Allah Roh Kudus. sebagai bait Allah dalam
kehidupan umat manusia dan sebagai tuntutan Allah (1 Pet. 1. 16). Barang siapa tidak menghormati tubuh dan
merusakkannya sampai tidak bertobat, maka tidak ada pengampunan bagi orang
merusak tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan segala cara, sampai
hidupnya jauh dari persekutuan denga Allah dan gereja. Tubuh adalah
Rumah Roh Kudus, harus menenangkan Roh Kudus dalam hati, dan Roh Kudus
bersemayam dengan suasana batin kita yang tenang. Gambaran Kesucian dalam 1 Korintus 3:16-17, di sini Rasul Paulus
meneruskan pendapat dan nasihatnya, mendasarinya pada kiasan sebelumnya, kamu
adalah bangunan Allah (ay. 9), dan di sini, Tidak tahukah kamu, bahwa kamu
adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang
membinasakan (merusakkan dan menghancurkan) bait Allah, maka Allah akan
membinasakan dia (dalam teks asli juga dipakai kata yang sama pada kedua anak
kalimat di atas). Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu.
Dari
bagian-bagian lain dalam surat ini, di mana Rasul Paulus juga mengutarakan hal
serupa (1Kor 6:13-20), terlihat seakan-akan para guru palsu di antara jemaat
Korintus tidaklah hidup serampangan saja, tetapi juga mengajarkan ajaran-ajaran
yang tidak bermoral, yang tentu saja sesuai dengan selera kota yang cabul ini,
yaitu mengenai perzinahan. Ajaran semacam ini tidak dapat dianggap rumput
kering dan jerami, yang akan hangus terbakar sementara orang yang meletakkannya
di atas dasar bangunan dapat lolos dari api. Sebab, ajaran ini cenderung
menyesatkan, menggotori, dan membinasakan jemaat, yang merupakan bangunan yang
didirikan untuk Allah dan disucikan bagi-Nya, karena itu harus dijaga, supaya
tetap murni dan suci.
Orang-orang
yang menyebarkan asas-asas semacam ini mendatangkan amarah Allah atau
mendatangkan dosa yang tidak dapat diampuni, sehingga membinasakan mereka.
Perhatikanlah, orang-orang yang menyebarkan asas kotor seperti itu, yang
memiliki kecenderungan langsung untuk menggotori jemaat Allah dan menjadikannya
tidak suci, akan mendatangkan kebinasaan yang paling sadis pada diri mereka
sendiri. Ini juga dapat diartikan sebagai teguran atas perpecahan dan
perseteruan jemaat Korintus, yang dapat mendatangkan kebinasaan. Akan tetapi
apa yang telah saya sebutkan sepertinya merupakan makna yang cocok dari perikop
ini: Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam
di dalam kamu?
Hal
ini bisa diartikan sebagai mengenai jemaat di Korintus secara keseluruhan, atau
setiap orang percaya di antara mereka. Jemaat Kristen merupakan bait Allah,
dimana Roh Allah, atau Roh Kudus bersemayam. Dia berdiam di antara mereka
melalui Roh-Nya ayang Kudus. Mereka dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di
dalam Roh (Ef. 2:22). Setiap orang Kristen adalah bait yang hidup dari Allah
yang hidup. Sebelumnya, Allah berdiam di dalam Bait Allah bangsa Yahudi,
berkuasa atasnya dan menempatinya, melalui awan kemuliaan yang menjadi tanda
hadirat-Nya di antara bangsa itu. Begitu pulalah sekarang Yesus Kristus berdiam
di dalam diri orang-orang percaya sejati melalui Roh-Nya yang Kudus. Bait Allah
pada bangsa Yahudi itu diabdikan dan disucikan bagi Allah, dan dipisahkan dari
tujuan-tujuan umum lainnya serta diperuntukkan khusus bagi tujuan suci saja,
untuk beribadah kepada Allah secara langsung. Begitu pulalah sekarang semua
orang Kristen dipisahkan dari kegunaan-kegunaan yang biasa dan dikhususkan bagi
Allah dan pelayanan-Nya.
Mereka
dikuduskan bagi-Nya. Inilah dasar untuk melawan seluruh nafsu kedagingan dan
semua ajaran yang mendukung nafsu dan ajaran semacam itu. Jika kita adalah bait
Allah, maka kita tidak boleh melakukan apa pun yang akan memisahkan kita
dari-Nya, atau menggotori dan menajiskan diri kita, dan yang membuat kita tidak
layak untuk dipakai oleh-Nya. Kita juga harus berhati-hati untuk tidak
mengindahkan ajaran dan guru-gurunya yang akan menyimpangkan kita kepada
hal-hal tersebut. Perhatikanlah, menjadi orang Kristen itu adalah kudus,
sehingga orang-orang Kristen haruslah bersih dan suci dalam hati dan
perilakunya. Kita harus sungguh-sungguh membenci dan menghindari hal-hal yang
akan mengkotori bait Allah dan menajiskan apa yang seharusnya kudus bagi-Nya.
Peristiwa Kejahatan yang Menjijikkan;
Kekudusan Kristiani (5:1-6). Di sini Rasul Paulus
menyebutkan permasalahan itu, dan, memberitahukan kepada mereka laporan secara
umum yang berkaitan dengan mereka, yakni bahwa salah seorang dari antara mereka
telah bersalah melakukan percabulan (ay. 1). Hal ini dibicarakan di mana-mana
sehingga mendatangkan aib bagi mereka dan celaan bagi orang Kristen. Hal ini
semakin menjadi tercela karena tidak bisa disangkali. Perhatikanlah, dosa-dosa
keji yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku diri mereka orang Kristen,
tetapi akan cepat terlihat dan diberitakan ke mana-mana.
Kita
harus melangkah dengan sangat hati-hati, sebab banyak mata tertuju kepada kita.
Banyak orang akan membuka mulut dan berbicara menentang kita apabila kita jatuh
dalam dosa yang memalukan. Kejadian ini bukanlah sekedar contoh umum perihal
percabulan, melainkan percabulan yang begitu rupa, seperti yang tidak terdapat
sekalipun di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, yaitu bahwa ada
orang yang hidup dengan isteri ayahnya. Orang ini mungkin menikah dengan
perempuan itu sementara ayahnya masih hidup, atau memelihara dia sebagai
gundiknya ketika ayahnya sudah meninggal atau ketika masih hidup. Apa pun itu,
perilakunya yang jahat dengan perempuan itu dapat disebut percabulan. Seandainya
ayahnya telah meninggal, dan dia menikah dengan perempuan itu, hal ini tetap
merupakan kejahatan karena menikah dengan anggota keluarga, tetapi memang bukan
merupakan percabulan atau perzinahan dalam arti yang ketat.
Namun,
menikah dengan perempuan itu atau memeliharanya sebagai gundik sementara
ayahnya masih hidup, walaupun ayahnya tidak mau mengakuinya sebagai istri lagi
atau perempuan itu telah meninggalkan ayahnya itu, dan walaupun perempuan itu
bukan ibu kandungnya atau tidak, ini tetaplah disebut percabulan dan perzinahan
dengan anggota keluarga sendiri. Scelus incredibile (seperti yang disebut oleh
Cicero), et prater unum in omni vitâ inauditum (Orat. pro Cluent.), ketika
seorang perempuan menyebabkan putrinya sendiri disingkirkan, lalu menikah
dengan suami putrinya itu. Ini kejahatan yang luar biasa! kata sang pembicara,
sesuatu yang belum pernah kudengar seumur hidupku. Bukan berarti bahwa di
antara orang-orang kafir tidak pernah terjadi perkawinan di antara sesama
anggota keluarga, tetapi, setiap kali terjadi, hal ini akan sangat mengejutkan
bagi setiap orang yang baik hati dan tulus.
Orang
tidak bisa berpikir tentang hal itu tanpa merasa ngeri, atau menyebutkannya tanpa
rasa jijik dan tidak senang. Sekalipun demikian, kejahatan yang mengerikan itu
ternyata telah dilakukan oleh salah seorang jemaat Korintus, yang boleh jadi
adalah seorang pemimpin dari salah satu golongan di antara mereka, seorang
tokoh penting. Perhatikanlah, dalam keadaan yang tidak sempurna di dunia ini,
jemaat yang terbaik sekalipun rentan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
sangat cemar. Mengherankankah apabila perbuatan sekeji itu dibiarkan begitu
saja di sebuah jemaat yang rasuli, jemaat yang ditanam oleh rasul orang-orang
bukan Yahudi yang agung itu? Paulus sangat mempersalahkan mereka atas sikap
mereka terhadap peristiwa ini: Sekalipun demikian mereka sombong (ay. 2),
mereka bahkan bermegah.
1. Boleh
jadi menyangkut orang yang sangat memalukan ini. Dia mungkin saja seorang yang
sangat fasih lidah, berpengetahuan tinggi, dan oleh karena itu sangat dijunjung
tinggi, diikuti, dan dielu-elukan oleh banyak di antara mereka. Mereka bangga
memiliki pemimpin seperti itu. Mereka tidak meratapi kejatuhannya, menegur
kesalahannya, dan menolak serta mengucilkan dia dari perkumpulan itu, tetapi
malah terus memuji dan membanggakan dia. Perhatikanlah, kesombongan atau rasa
hormat harga diri sering kali mendasari penghargaan tidak wajar yang kita
berikan kepada orang lain, dan hal ini membuat kita tidak dapat melihat
kesalahannya dan kesalahan kita sendiri. Hanya kerendahan hati yang sejatilah
yang dapat membuat seseorang bisa melihat dan mengakui kekeliruannya. Orang
yang sombong akan sepenuhnya mengabaikan atau dengan licik menyembunyikan
kesalahannya, atau juga berusaha keras mengubah nodanya menjadi keindahan.
Orang-orang Korintus yang mengagumi kelebihan-kelebihan yang dimiliki orang
yang melakukan perzinahan dengan anggota keluarga sendiri itu, bisa saja
mengabaikan atau meringankan perbuatan-perbuatannya yang mengerikan itu.
2. Secara
tidak langsung hal ini menunjukkan kepada kita bahwa beberapa dari antara
golongan yang mempunyai pendapat berseberangan bersikap sombong. Mereka
membanggakan pendirian mereka sendiri, dan menginjak-injak pihak yang mengalami
kejatuhan.
Perhatikanlah, sungguh jahat apabila orang bermegah atas kejatuhan dan
dosa-dosa yang dilakukan orang lain. Sudah seharusnya kita peduli dan menangisi
mereka, bukannya bersikap sombong terhadap mereka. Boleh jadi inilah salah satu
akibat yang ditimbulkan karena perpecahan di antara mereka. Pihak lawan
mengambil keuntungan dari peristiwa memalukan ini, dan senang dengan kesempatan
itu. Perhatikanlah, sungguh merupakan akibat yang menyedihkan dari perpecahan
di antara orang-orang Kristen, apabila karena masalah itu mereka sampai
bergembira dengan kesalahan orang lain. Dosa-dosa orang lain seharusnya menjadi
dukacita kita. Bahkan lebih dari itu, jemaat sudah seharusnya menangisi
perilaku memalukan anggotanya, dan apabila sudah tidak dapat diperbaiki lagi,
harus menyingkirkan orangnya. Orang yang melakukan perbuatan yang jahat ini
harus dikucilkan dari jemaat.
Di sini disebutkan tentang
pengarahan Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus perihal apa yang selanjutnya
harus mereka lakukan terhadap pelaku dosa yang sangat memalukan itu. Dia mau
supaya orang itu dikucilkan dan diserahkan kepada Iblis (ay. 3-5). Sekalipun
secara badani tidak hadir, tetapi secara rohani hadir, dia sama seperti hadir. Artinya,
dia sampai kepada keputusan tersebut dengan wewenang khusus dari Roh Kudus, karena
ia mendapat pengetahuan yang sempurna tentang perkara tersebut melalui
pewahyuan dan karunia ajaib untuk membedakan roh, yang dianugerahkan Roh
kepadanya. Paulus mengatakan ini untuk memberitahukan kepada mereka bahwa
meskipun dia berada di tempat yang jauh, dia tidak menjatuhkan hukuman yang
tidak adil, atau menghakimi tanpa tahu sepenuhnya tentang peristiwa itu.
Perhatikanlah, orang-orang yang mau tampil di mata dunia sebagai hakim-hakim
yang adil, akan berusaha memberitahukan bahwa mereka tidak menjatuhkan hukuman
tanpa bukti dan petunjuk yang lengkap. Rasul Paulus juga menambahkan, orang itu
telah melakukan hal yang semacam itu.
Peristiwa itu tidak saja
jahat dengan sendirinya, dan mengerikan di mata orang-orang kafir, tetapi juga
menyebabkan beberapa keadaan tertentu yang memperparah pelanggaran itu. Orang
itu telah melakukan kejahatan yang semakin berat karena cara dia melakukannya.
Mungkin dia itu seorang hamba Tuhan penuh waktu, seorang peng ajar, atau tokoh
penting di antara mereka. Dengan demikian, jemaat dan juga pengakuan iman
mereka semakin dicela orang. Perhatikanlah, di dalam menangani para pelaku dosa
yang memalukan, mereka tidak saja harus didakwa atas perbuatan itu, tetapi juga
atas suasana menyakitkan yang disebabkannya. Paulus telah memutuskan agar orang
itu diserahkan kepada Iblis (ay. 5), dan hal ini harus dilakukan di dalam nama
Tuhan Yesus, dengan kuasa Kristus, dan di hadapan seluruh perhimpunan jemaat.
Rasul Paulus juga akan hadir
di dalam rohnya, atau melalui karunia membedakan roh dari jauh. Sebagian orang
mengartikan hal ini sebagai suatu pengucilan biasa, dan bahwa menyerahkan orang
itu kepada Iblis demi memusnahan kedagingan hanya berarti tidak mengakui orang
itu lagi dan mengusir dia dari jemaat, supaya dengan cara ini dia bisa dibawa
kepada pertobatan, dan sifat kedagingannya dipadamkan. Kristus dan Iblis
membagi dunia ini, dan mereka yang hidup di dalam dosa meskipun mengaku
berhubungan dengan Kristus, sebenarnya adalah milik tuan yang lain, dan melalui
pengucilan, dia harus diserahkan kepada tuannya itu, dan hal ini harus dilakukan
dalam nama Kristus.
Perhatikanlah, kecaman
jemaat merupakan ketetapan Kristus dan harus disampaikan dalam nama-Nya. Hal
ini juga harus dilaksanakan ketika mereka berkumpul dalam perhimpunan lengkap.
Semakin banyak yang menyaksikan, pelaksanaannya akan semakin khidmat, dan
semakin baik pengaruhnya terhadap si pelaku. Perhatikanlah, kecaman jemaat
terhadap para pelaku dosa yang terkenal buruk namanya dan tidak dapat
diperbaiki lagi, sudah seharusnya disampaikan dengan khidmat. Orang-orang yang
melakukan dosa dengan cara ini hendaklah kau tegor di depan semua orang agar
yang lain itupun takut (1Tim. 5:20).
Ada pula yang berpendapat
bahwa perkataan Rasul Paulus janganlah diartikan sebagai pengucilan yang biasa,
tetapi sebagai kuasa ajaib atau wewenang untuk menyerahkan pelaku dosa
memalukan itu kepada kuasa Iblis, supaya terserang penyakit jasmani dan
tersiksa oleh rasa sakit badani. Artinya, sehingga binasa tubuhnya. Dalam
pengertian ini, pembinasaan tubuh atau sifat kedagingan justru merupakan hal
membahagiakan bagi keselamatan roh. Ada kemungkinan bahwa hal ini bersifat
campuran. Ini merupakan kejadian yang luar biasa, dan jemaat harus menyampaikan
kecaman yang sesuai kepadanya. Ketika mereka melakukannya, Rasul Paulus
bertindak dengan kuasa yang luar biasa juga, dan menyerahkan dia kepada Iblis.
Bukan demi kehancurannya, melainkan demi keselamatannya, setidaknya demi
penghancuran sifat kedagingannya, supaya jiwanya diselamatkan. Perhatikanlah,
tujuan mulia kecaman jemaat adalah demi kebaikan orang-orang yang menerimanya,
yakni kebaikan rohani yang kekal. Hal ini dimaksudkan supaya roh mereka bisa
diselamatkan pada hari Tuhan (ay. 5). Bagaimanapun, bukanlah sekadar demi
kebaikan merekalah hal ini harus dilaksanakan.
Sebab, Paulus menunjukkan
sekilas bahaya penularan melalui contoh peristiwa tersebut: Kemegahanmu tidak
baik. Tidak tahukah kamu, bahwa sedikit ragi mengkhamiri seluruh adonan? Contoh buruk yang diberikan orang yang
berkedudukan tinggi dan terkenal sangatlah mencelakakan, serta menyebar sampai
ke mana-mana. Hal tersebut mungkin telah terjadi di dalam jemaat Korintus melalui
peristiwa keji itu (lih. 2Kor. 12 : 21). Mereka tidak bisa acu tak acuh dengan
hal ini. Pengalaman di seluruh dunia membuktikan hal ini. Seekor domba berkudis
akan menulari seluruh kumpulan domba. Sedikit ragi akan segera menyebar dan
mengkhamirkan seluruh adonan. Camkanlah, kepedulian akan kekudusan dan
keberlangsungan jemaat haruslah melibatkan gereja-gereja Kristen untuk
menyingkirkan para pelaku dosa yang keji dan memalukan. Tidak dijauhkan, maka
dosa itu membahayakan kekudusan orang lain, untuk tudak mendapatkan hidup
kekal, melainkan hidup kekal di Neraka.
Peringatan
yang Sungguh-sungguh (6:9-11). Di sini Rasul Paulus
mengambil kesempatan untuk memperingatkan mereka terhadap banyak kejahatan
mengerikan yang sebelumnya sangat mereka sukai. Pertama. Rasul Paulus memaparkan hal itu sebagai suatu kebenaran
yang jelas-jelas bisa dilihat, yang tidak boleh mereka abaikan, bahwa
orang-orang berdosa seperti itu tidak akan mewarisi Kerajaan Allah. Orang-orang
yang paling tidak berarti di antara mereka sekalipun sangat mengetahui hal itu,
bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan
Allah? (ay. 9), tidak akan diakui sebagai anggota yang sejati dari jemaatnya di
dunia ini, dan juga tidak diakui sebagai anggota yang mulia dari jemaat di
sorga.
Semua ketidakadilan adalah
dosa, dan semua dosa yang masih berkuasa, bahwa setiap dosa nyata yang
dilakukan dengan sengaja, dan tidak disesali, akan mengunci kerajaan sorga.
Paulus memerincikan beberapa jenis dosa: terhadap hukum yang pertama dan kedua,
sebagai penyembah-penyembah berhala, terhadap hukum yang ketujuh, sebagai orang
cabul, pezinah, banci, dan pemburit, terhadap hukum yang kedelapan, sebagai
pencuri dan penipu, yang secara paksa atau curang berbuat ketidakadilan
terhadap sesama mereka, terhadap hukum kesembilan, sebagai pemfitnah, serta
terhadap hukum kesepuluh, sebagai orang kikir dan pemabuk. Semua dosa ini
dengan jelas melanggar hukum-hukum selebihnya. Orang-orang yang mengetahui
suatu hal apa saja mengenai perkara-perkara agama harus tahu bahwa sorga tidak
pernah dimaksudkan untuk hal-hal ini. Sampah dunia ini sama sekali tidak layak
untuk mengisi rumah-rumah yang besar dan permai di sorga. Orang-orang yang
melakukan pekerjaan Iblis tidak akan pernah menerima upah dari Allah, selain
maut, atau kematian kekal di Neraka sebagai upah yang adil dari dosa (Rom.
6:23), sangat jelas dan tegas, tidak diganggu-gugat.
Kedua. Sekarang
Rasul Paulus memperingatkan mereka terhadap penyesatan diri sendiri: Janganlah
sesat! Orang-orang yang seharusnya sudah mengetahui kebenaran seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, biasanya justru cenderung tidak memperhatikannya.
Manusia sangat cenderung menghibur diri sendiri bahwa Allah itu sama seperti
mereka, dan bahwa mereka dapat hidup di dalam dosa, namun mati di dalam
Kristus. Dapat menjalankan kehidupan seperti anak-anak Iblis, namun dapat masuk
sorga bersama anak-anak Allah. Tetapi, ini semua benar-benar sebuah kebohongan
besar. Camkanlah, umat manusia ini sungguh harus peduli agar mereka tidak
menipu diri sendiri mengenai hal-hal yang berkaitan dengan jiwa mereka. Kita
tidak dapat berharap menabur di dalam daging, namun akan menuai hidup yang
kekal.
Ketiga. Rasul
Paulus mengingatkan mereka betapa dahsyatnya perubahan yang telah dikerjakan
Injil dan kasih karunia Allah di dalam diri mereka. Beberapa orang di antara
kamu (ay. 11), yakni orang-orang berdosa yang begitu terkenal kejahatannya,
seperti yang telah ia ungkapkan. Kata bahasa Yunani yang digunakan adalah tauta
- seperti itulah beberapa orang di antara kamu, seperti monster daripada
manusia. Perhatikanlah, beberapa orang yang sekarang sungguh menjadi sangat
baik setelah pertobatan mereka,
dahulunya adalah orang-orang yang luar biasa jahat. Quantum mutatus abillo!-Betapa
mulianya perubahan yang dilakukan oleh kasih karunia! Kasih karunia mengubah
orang-orang yang paling keji dan hina menjadi orang-orang kudus dan anak-anak
Allah. Seperti itulah tadinya beberapa orang di antara kamu dahulu, namun kamu
sekarang tidaklah sama seperti kamu yang dahulu itu. Kamu telah memberi dirimu
disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus
Kristus dan dalam Roh Allah kita.
Perhatikanlah, kejahatan
manusia sebelum pertobatan bukanlah penghalang bagi pemulihan dan pendamaiannya
dengan Allah. Darah Kristus dan penyucian untuk pemulihan, dapat membersihkan
semua kesalahan dan kecemaran. Di sini ada perubahan urutan perkataan yang
indah: Kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan. Pengudusan disebut sebelum
pembenaran, tetapi nama Kristus, yang oleh-Nya kita dibenarkan, ditempatkan
sebelum nama Roh Allah, yang oleh-Nya kita dikuduskan. Pembenaran kita
dikarenakan oleh jasa Kristus, sedangkan pengudusan kita disebabkan oleh
pekerjaan Roh Kudus, namun keduanya berjalan bersama-sama. Perhatikanlah, tidak
ada orang yang dibersihkan dari kesalahan dosa dan didamaikan dengan Allah
melalui Kristus selain mereka yang juga dikuduskan oleh Roh-Nya. Semua yang
dibenarkan di hadapan Allah, dikuduskan oleh kasih karunia Allah.
Teguran
dan Peringatan (10:1-5). Untuk membujuk jemaat Korintus supaya
tidak bersekutu dengan para penyembah berhala, dan dilindungi dari berbuat
dosa, Rasul Paulus memberikan contoh perihal orang Yahudi, jemaat di bawah
Perjanjian Lama. Mereka telah menikmati hak-hak istimewa yang luar biasa,
tetapi karena bersalah melakukan kejahatan-kejahatan keji, mereka dijatuhi
hukuman-hukuman yang sangat menyedihkan, artinya hukuman mati. Di dalam
ayat-ayat ini Paulus menyebutkan hak-hak istimewa mereka, yang pada dasarnya
sama dengan yang kita terima melalui anugerah Allah.
Pertama. Ia mengawali
pembicaraannya dengan suatu keinginan hati, “Aku mau, supaya kamu mengetahui,
saudara-saudara. Aku tidak ingin kamu tidak mengetahui hal ini. Hal ini patut
kamu ketahui dan perhatikan. Ini adalah sejarah yang mengandung pelajaran dan
peringatan yang sangat penting.” Yudaisme atau agama Yahudi adalah agama
Kristen yang tertutup tirai, terbungkus di dalam berbagai perlambang dan
petunjuk yang gelap. Injil telah diberitakan kepada orang Yahudi melalui
upacara-upacara keagamaan dan korban-korban persembahan. Dan, tindakan
pemeliharaan Allah atas mereka dan apa yang terjadi atas mereka sekalipun
mereka memiliki hak-hak istimewa ini, dapat dan patut menjadi peringatan bagi
kita juga.
Kedua. Rasul Paulus
memerinci beberapa dari hak-hak istimewa mereka. Ia mengawalinya dengan, pembebasan
mereka dari Mesir: “Nenek moyang kita, yakni leluhur kita orang Yahudi, semua
berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut.
Mereka semua berada di bawah perlindungan dan pimpinan ilahi.” Awan itu
mempunyai dua tujuan: adakalanya awan itu mengerucut menjadi tiang awan yang
bersinar di satu sisi untuk menerangi jalan mereka, dan gelap di sisi yang lain
untuk menyembunyikan mereka dari kejaran musuh. Adakalanya awan itu mengembang
di atas mereka bagaikan naungan yang luas untuk melindungi mereka dari teriknya
matahari yang membakar di atas padang pasir (Mzm. 105:39). Mereka dipimpin
dengan ajaib menyeberangi Laut Merah, sedangkan orang-orang Mesir yang mengejar
mereka mati tenggelam di dalamnya. Ini merupakan jalan raya bagi mereka tetapi
kubur bagi orang Mesir, sebuah perlambang dari penebusan kita oleh Kristus, yang
menyelamatkan kita dengan cara menaklukkan dan menghancurkan musuh-Nya dan
musuh kita. Orang-orang Israel itu sangat dikasihi dan disenangi Allah, hingga
Dia bersedia melakukan mujizat sebesar itu demi membebaskan mereka, dan
memimpin serta melindungi mereka dengan segera.
Ketiga. Mereka juga
menjalankan upacara-upacara ibadah seperti kita. Mereka semua telah dibaptis
dalam awan dan dalam laut (ay. 2), dan menjadi pengikut Musa, yakni mempunyai
kewajiban terhadap hukum dan perjanjian Musa, sama seperti kita mempunyai
kewajiban terhadap hukum dan perjanjian Kristen melalui baptisan. Bagi mereka,
ini merupakan lambang baptisan. Mereka semua makan makanan rohani yang sama dan
mereka semua minum minuman rohani yang sama seperti kita. Manna yang menjadi
makanan mereka merupakan perlambang dari Kristus yang disalibkan, roti yang
turun dari sorga, dan siapa yang memakannya akan hidup selamanya.
Minuman mereka adalah sebuah
aliran yang mengalir dari batu karang dan mengikuti mereka sepanjang perjalanan
melintasi padang gurun. Batu karang ini Kristus, yaitu dalam bentuk perlambang
dan gambar. Dia adalah batu karang dan di atasnya jemaat Kristen dibangun. Dari
Dia aliran-aliran air keluar dan semua orang percaya minum dan disegarkan oleh
air itu. Nah, semua orang Yahudi makan dari makanan ini dan minum dari batu
ini, yang di sini disebut batu karang rohani, karena melambangkan hal-hal
rohani. Ini semua merupakan hak-hak yang sangat istimewa. Orang akan berpikir
bahwa hal ini tentunya akan menyelamatkan mereka, bahwa semua orang yang makan
dari makanan rohani dan minum dari minuman rohani ini akan terus suci dan
memperoleh perkenanan Allah. Namun, ternyata kebalikannyalah yang terjadi:
Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar
dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun (ay. 5). Perhatikanlah,
orang mungkin saja menikmati banyak hak istimewa rohani yang luar biasa di
dalam dunia ini, tetapi gagal memperoleh hidup kekal. Banyak dari antara mereka
yang untuk menjadi pengikut Musa telah dibaptis dalam awan dan dalam laut,
yaitu, memiliki iman atas pengutusan ilahinya dan dikukuhkan oleh
mujizat-mujizat ini, ternyata dicampakkan di padang gurun dan tidak pernah
melihat negeri perjanjian. Janganlah ada seorang pun yang menganggap dirinya
sudah benar-benar aman karena sudah mendapatkan hak-hak istimewa itu atau
karena sudah mengakui kebenaran itu. Hal-hal tersebut tidak akan menjamin dia
akan mendapat kebahagiaan sorgawi ataupun mencegah dia dihukum di bumi sini,
kecuali inti sebenarnya dari hal-hal itu ada dalam diri kita.
Teguran
dan Peringatan (10:6-14). Setelah menyebutkan hak-hak istimewa
mereka, di sini Paulus melanjutkan uraian perihal kesalahan dan hukuman mereka,
dosa-dosa dan tulah-tulah yang menimpa mereka. Semuanya dicatat sebagai contoh
bagi kita untuk menjadi peringatan terhadap dosa-dosa serupa, jika kita ingin
luput dari hukuman-hukuman serupa, yang bersibat tidak terampuni. Janganlah
kita berbuat seperti mereka supaya tidak menderita seperti mereka, penderitaan
yang dimaksudkan adalah penderitaan jiwa dan penderitan Roh. Beberapa dari
dosa-dosa mereka diperinci sebagai peringatan bagi kita, misalnya.
Pertama. Kita harus
menghindari keinginan berlebihan terhadap benda-benda duniawi: jangan kita
menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat (ay. 6). Allah
memberi mereka makan manna, tetapi mereka menuntut daging (Bil. 11:4). Mereka
sudah menerima makanan yang cukup, tetapi karena merasa tidak puas, mereka
meminta makanan menuruti nafsu mereka (Mzm. 78:18). Keinginan duniawi diawali
dengan mengikuti hawa nafsu, yang oleh sebab itu harus diamati dan dikendalikan
begitu mulai muncul. Begitu keinginan itu berjaya dan menguasai kita, kita
tidak tahu ke mana kita akan dibawa. Peringatan ini disebutkan pertama, karena
keinginan duniawi yang dituruti merupakan akar dan sumber banyak dosa. Kedua. Paulus
memperingatkan perihal penyembahan berhala (ay. 7): Jangan kita menjadi
penyembah-penyembah berhala, sama seperti beberapa orang dari mereka, seperti
ada tertulis: “Maka duduklah bangsa itu untuk makan dan minum; kemudian
bangunlah mereka dan bersukaria.” Ini mengacu pada dosa menyembah anak lembu
emas (Kel. 32:6). Pertama-tama mereka mempersembahkan korban kepada berhala
mereka, kemudian berpesta pora dengan segala korban persembahan itu, dan setelah
itu menari-nari di depannya. Meskipun yang disebutkan di sini hanyalah perihal
makan dan minum, yang sebenarnya dimaksudkan adalah korban persembahan itu. Rasul
Paulus sedang berbicara tentang kasus orang-orang Korintus yang tergoda untuk
berpesta dengan korban persembahan orang-orang tidak percaya, hal-hal yang
dipersembahkan kepada berhala, meskipun mereka sepertinya tidak tergoda untuk
mempersembahkan korban itu sendiri. Tetapi, makan dan minum korban persembahan
di depan berhala sebagai hal yang dipersembahkan, merupakan penyembahan
berhala, dan sesuai contoh yang diberikan perihal orang Israel, orang Korintus
harus diperingatkan untuk menghindari perbuatan itu.
Ketiga. Paulus
memperingatkan mereka terhadap percabulan, dosa yang membuat penduduk Korintus
begitu ketagihan dengan cara tertentu. Mereka mempunyai kuil yang
dipersembahkan kepada dewi Venus (yakni, kepada hawa nafsu), termasuk lebih
dari seribu imam perempuan di dalamnya, yang semuanya adalah perempuan tuna susila
biasa. Alangkah perlunya peringatan terhadap percabulan bagi mereka yang
tinggal di kota sebejat itu, yang telah terbiasa dengan perilaku semesum itu,
terutama ketika mereka tergoda untuk menyembah berhala juga!
Persundalan rohani sering
kali membawa orang ke persundalan jasmani. Kebanyakan dewa yang dilayani orang
kafir dilambangkan dengan pola-pola cabul dan banyak percabulan dilakukan dalam
sebagian besar upacara penyembahan mereka. Banyak penulis Yahudi, dan banyak
penulis Kristen setuju, berpendapat bahwa upacara penyembahan seperti itu
ditujukan kepada Baal-Peor, dan bahwa percabulan dilakukan dengan anak-anak
perempuan Moab dalam upacara penyembahan kepada berhala itu. Mereka tergoda
oleh perempuan-perempuan ini, baik dalam hal persundalan rohani maupun jasmani.
Pertama-tama untuk berpesta pora dengan korban persembahan, bahkan menjalankan
perilaku seperti binatang demi menghormati berhala itu, kemudian mencemari diri
dengan kepuasan-kepuasan yang tidak wajar (Bil. 25).
Semua ini mendatangkan tulah
ke atas mereka, sehingga dalam satu hari dua puluh tiga ribu orang binasa, ini termasuk
dalam kategori dosa yang tidak mendapatkan pengampunan, binasakan secara tidak
terhormat, tanpa terkecuali, ditambah orang-orang yang jatuh karena
tangan keadilan orang banyak. Perhatikanlah, para pelaku persundalan dan
pezinah akan dihakimi Allah, tidak peduli dengan hubungan lahiriah mereka
dengan Dia dan segala hak istimewa yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka.
Marilah kita takut melakukan dosa-dosa yang dilakukan oleh orang Israel, jika kita hendak menghindari tulah-tulah yang
mereka terima. Kalu tidak menghindari dan tetap saja melakukan dosa yang sama,
yang dilakukan Israel, maka setiap orang yang melakukan dosa ini akan
dibinasakan oleh Allah tanpa ampun. Pengampunan datang dari Tuhan, apabilah
mengalami rekonsiliasi, dan restorisi hidup dengan kesadaran penuh. Tetapi
tidak merekonsiliasi dan merestorasi, kehidupan, kemudian dibiarkan hidup
terdekradasi dalam sona kehidupan, maka keputusan terakhir, adalah hukaman
mati, karena telah kehilangan kemulian Allah, akibat berbuat dosa (Rom. 3. 23).
Keempat. Rasul Paulus
memperingatkan kita agar tidak mencobai Tuhan Allah, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang
dari mereka, sehingga mereka mati dipagut ular (ay. 9), atau membangkitkan
kecemburuan-Nya (ay. 22). Dia menyertai umat-Nya di padang gurun. Dialah
malaikat perjanjian yang berjalan di depan mereka. Namun, Dia telah dibuat
sangat berduka dan amarah-Nya dibangkitkan dengan berbagai cara: Mereka
berkata-kata melawan Allah dan Musa: Mengapa kamu memimpin kami keluar dari
Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Untuk alasan inilah Allah
mengirimkan ular-ular berbisa ke tengah mereka (Bil. 21:5-6), yang memagut mati
banyak dari antara mereka. Kita sungguh patut merasa takut, bahwa orang-orang
yang sekarang ini ada di bawah pemerintahan Kristus dan mencobai-Nya seperti
ini akan diserahkan oleh-Nya kepada kuasa ular tua itu, yaitu si Iblis. Ketika
Allah mengutuk malaikat dan berkata makananmu adalah debuh tanah, debuh tanah
adalah manusia yang diciptakan dari tebuh tanah itu sendiri. Setiap orang yang
tidak mau percaya Yesus Kristus, tetap saja berkeras hati, maupun yang sudah
percaya tetapi mengangkap sepi kasih karunia Allah, dan lekas meninggalkannya,
maka orang semacam ini, atau sederajat ini tidak mendapat bagian dalam kerajaan
Allah, melainkan didalam kerajaan Iblis atau ular tua itu. Mereka layak
mendapat hukuman yang setimpal atas perbuatan mereka yang senono itu.
Kelima. Paulus
memperingatkan perihal persungutan: Janganlah bersungut-sungut, seperti yang
dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh
malaikat maut (ay. 10), malaikat pembinasa, algojo yang melaksanakan balas
dendam ilahi. Mereka berbantah-bantah dengan Allah dan bersungut-sungut melawan
Musa hamba-Nya, setiap kali ditekan dengan kesukaran. Ketika mereka patah
semangat dalam perjalanan menuju Kanaan, mereka suka menentang dan mengganti
para pemimpin mereka, serta ingin kembali ke Mesir di bawah pimpinan orang lain
yang mereka pilih sendiri. Hal seperti inilah yang sama persis telah terjadi
dengan orang-orang Korintus.
Mereka bersungut-sungut
melawan Paulus, dan di dalam dia juga melawan Yesus Kristus. Mereka sepertinya
telah menentukan guru-guru lain yang mau memanjakan dan menyenangkan hati
mereka dengan menuruti kemauan mereka, terutama dalam pemberontakan mereka
untuk melakukan penyembahan berhala. Mereka lebih suka ikut berpesta pora
dengan korban-korban persembahan kepada berhala daripada diejek atau
diperlakukan tidak baik oleh para tetangga kafir. Perilaku seperti ini sangat
dibenci Allah, dan akan membawa kebinasaan bagi mereka seperti yang terjadi
pada orang-orang Israel (Bil. 14:37). Perhatikanlah, bersungut-sungut melawan
peraturan dan perintah ilahi adalah dosa yang sangat memancing amarah, terutama
apabila berkembang sedemikian rupa hingga menyebabkan kemurtadan serta
pemberontakan terhadap Allah dan jalan-jalan-Nya yang baik. Dalam kehidupan
Jemaat dimanapun saudara bimbing, pasti saudara akan menjumpai kehidupan atau
perilaku jemaat, yang sama seperti yang dialami oleh Musa hamba Tuhan itu di
padang pelantara, dan Rasul Paulus sang misionaris di jemaat Korintus. Melalui
kedua pemimpin ini kita mendapatkan pengalaman berharga, agar menjadi parometer
untuk kita sebagai pemimpin gereja dimanapun sudara bertugas. Sebagai seorang
pemimpin harus perhatikan secara serius dan tidak bermain-main di lingkaran
kehidupan jemaat yang bandel dan tidak mau diatur. Membing jemaat harus tegas,
lugas, dan kelem, tapi bertanggung jawab.
Seorang pemimpin tidak bisa
kompromi dengan jemaat yang bermain-main dengan dosa. Misalnya, jemaat yang
memiliki uang banyak, dia bisa melakukan suatu rencana apa saja, dan kapan
saja. Diwaktu yang sama dia juga memberikan uang persembahan dengan jumlah yang
banyak, kemudian dia juga melakukan perzinahan, pembunuhan, pemukulan, perang
mulut, berjudi, sampai mendatangkan masalah yang sangat serius. Disinilah dilemah bagi seorang pemimpin Gereja atau Pastoral.
Sepakat untuk menegur, melalui rapat majelis, tetapi rencana itu terganjal
karena beralasan demikian, jikalau menegur tidak bisa memberikan persembahan,
alasan lainnya adalah menegur orang semacam ini pengikutpun lebih banyak, akhirnya
lambat laun seorang gembala lebih memilih membiarkan persolan itu tetap
bertumbuh, berakar daripada menegur. Tidak menegur karena ada beberapa alasan, pertama, orang semacam ini berpotensi
bisa merusak tatanan pelayanan dalam gereja. Kedua, pengikutnya banyak secara kuantitas, sehingga bisa terjadi
keributan dalam gereja. Ketiga, dia
bisa menciptakan atau membawa masalah baru dalam gereja dan bisa saja
mengusulkan menggudeta seorang pemimpin dari jawatan Pastoral, dengan segala
cara. Kadang berselisi dengan gembala, orang-orang yang hidupnya tidak benar
selalu saja memasukan ide yang berhaluan negative atau kotor, bermaksud untuk
melawan Gembala. Hal semacam ini yang menyebabkan gereja menjadi lemah dan
mengorbankan hakekat gereja sebagai symbol terang yang ajaib itu. Dosa jemaat
adalah penghalang bagi perkembangan rohani, dan mengakibatkan terjadi jurang
pemisah antara Allah dan manusia.
Sikap dan kehidupan jemaat
yang berdosa itu dipelihara dari tahun ke tahun maka gereja tidak bertumbuh
serta maju, malah terjadi kemunduran. Akibat perbutan ini Tuhan murkah terhadap
jemaat yang kepala batu, yang tidak tunduk kepada gembala, akan mendapat
hukuman setimpal oleh kepala gereja yaitu, Yesus Kristus. Hukumanya adalah
kematian kekal, karena mereka menindas kebenaran dengan, perilaku mereka yang
bandel dan berkeras kepala terhadap seorang gembala jemaat. Seorang Gembala
adalah representasi Yesus Kristus untuk membina jemaat sama seperti Musa dan Paulus. Musa berdoa dan berlut kepada
Allah untuk memintah mana dari soraga untuk memberikan kepada Israel. Rasul
Paulus membina jemaat Korintus, dengan serius dan bertanggung jawab membiri
makan jasmani dan Rohani. Dalam kehupan kekristenan, seorang gembala adalah
konsumtor Rohani, dan sekaligus guru bagi jemaat. Seorang gembala tugasnya
adalah dia mengajarkan firman dan meningkatkan taraf hidup jemaat ke arah yang
lebih baik. Dia berlutut dan berdoa untuk jemaat dalam segala waktu.
Mengorbankan waktu, tenaga,
moril dan melimpahkan segala pengetahunnya bagi mencerdaskan jemaat yang ia
pimpin. Perbuatan seorang gembala semacam ini, seyokyanya patut dihormati, dan
diacungkan jempol, namun yang ada selalu saja di hujat, dikritik dan dihina
didepan umum, padahal dia adalah utusan Allah. Itulah sebabnya barang siapa
yang melawan dengan seorang gembala atau
pemimpin gereja Tuhan, dia akan menerima hukuman kekal, yaitu, kematian.
Kematian kekal karena dosanya berisbat tidak terampuni. Penghinaan dan
pelecehan terhadap pelayanan gembala adalah menghina Allah Tritunggal. Dosa
semacam ini sangat berat, dan dosa ini tidak dapat diampuni, apabilah dia tidak
bertobat dan menyesali perbuatannya. Jikalau dia diinsfkan oleh Roh Kudus dan
menyesali berbuatannya maka pintuh anugerha masih terbuka untuk dia.
Dari peringatan-peringatan
yang hanya khusus bagi umat Israel ini, Rasul Paulus memberikan peringatan yang
bersifat lebih umum kepada kita (ay. 11): Semuanya ini telah menimpa mereka
sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita. Bukan saja
hukum-hukum dan peraturan-peraturan orang Yahudi, pemeliharaan Allah terhadap
mereka juga semuanya merupakan perlambang. Dosa-dosa mereka terhadap Allah dan undur
dari-Nya merupakan perlambang atau gambaran dari ketidaksetiaan banyak orang
yang telah menerima Injil. Penghukuman Allah atas mereka dahulu merupakan
perlambang dari berbagai penghukuman rohani sekarang.
Larangan memasuki Kanaan di
bumi ini melambangkan larangan memasuki Kanaan sorgawi yang dikenakan kepada
banyak orang yang mengenal Injil, akibat ketidakpercayaan mereka. Sejarah
mereka telah dicatat untuk diperhatikan oleh jemaat, bahkan di bawah pengaturan
terakhir yang paling sempurna sekalipun: bagi kita yang hidup pada waktu, di
mana zaman akhir telah tiba, masa akhir pemerintahan anugerah Allah atas umat
manusia. Perhatikanlah, tidak ada firman Tuhan yang dituliskan dengan percuma. Allah memiliki tujuan-tujuan bijak dan mulia
bagi kita di balik pencatatan sejarah orang Yahudi. Jadi sudah sepantasnya kita
berhikmat untuk menerima pengajaran darinya.
Untuk inilah Rasul Paulus
memberikan peringatan (ay. 12): Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh
berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh! Perhatikanlah, kerugian yang
diderita orang lain sudah seharusnya menjadi peringatan bagi kita supaya
bersikap waspada. Orang yang menyangka bahwa ia berdiri teguh, janganlah merasa
yakin dan aman, tetapi berjaga-jaga. Orang lain pernah jatuh, kita mungkin saja
mengalaminya juga. Kita justru sangat mungkin jatuh pada waktu kita merasa
teramat yakin akan kekuatan sendiri, sehingga merasa sangat aman dan tidak
berjaga-jaga. Tidak memercayai kekuatan sendiri, serta berjaga-jaga dan
bergantung pada Allah, merupakan cara pengamanan terbaik orang Kristen untuk
melawan semua dosa.
Perhatikanlah, orang yang
menyangka bahwa dia berdiri teguh, cenderung tidak menjaga tempatnya berpijak
apabila dia tidak takut jatuh atau menjaga diri supaya tidak jatuh. Allah tidak
berjanji untuk menjaga kita dari kejatuhan apabila kita sendiri tidak
berjaga-jaga. Perlindungan-Nya menghendaki adanya perhatian dan sikap hati-hati
dari diri kita. Namun, selain memberikan peringatan ini, Paulus juga
menambahkan kata-kata penghiburan (ay. 13). Meskipun Allah tidak suka apabila
kita tidak berjaga-jaga, Dia juga tidak suka apabila kita merasa putus asa.
Jika perasaan yang pertama tadi merupakan dosa besar, maka perasaan yang
terakhir sama sekali tidak bisa disebut sikap yang benar. Meskipun kita patut
merasa takut dan berjaga-jaga supaya tidak jatuh, kita juga tidak boleh merasa
sangat ketakutan atau kebingungan.
Sebab kalau bukan pencobaan
kita yang disesuaikan dengan kekuatan kita, maka kekuatan akan diberikan kepada
kita sehingga sesuai dengan pencobaan yang kita alami. Kita memang hidup di
dunia yang penuh godaan dan dikelilingi dengan berbagai perangkap. Setiap
tempat, keadaan, hubungan, pekerjaan, dan kesenangan, penuh dengan kedua hal
tersebut. Namun, alangkah besarnya penghiburan yang bisa kita peroleh di tengah
semua itu. Sebab,
1. “Pencobaan-pencobaan
yang kamu alami,” kata Rasul Paulus, “ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang
tidak melebihi kekuatan manusia, yaitu yang manusiawi sifatnya. Artinya, tidak
melebihi kekuatan manusia mana saja termasuk orang-orang kafir dengan
pegangan-pegangan hidup dan kekuatan yang ada pada mereka. Atau, pencobaan itu
biasa terjadi pada umat manusia dewasa ini. Atau juga itu cobaan yang dapat
ditanggung dengan semangat dan ketetapan hati manusia biasa mana pun.”
Perhatikanlah, pencobaan yang dialami orang Kristen biasa hanyalah pencobaan
yang umum terjadi. Orang-orang lain juga mengalami beban dan godaan serupa. Apa
yang mereka tanggung dan atasi, juga bisa terjadi pada kita.
2. Sebab
Allah setia. Jika Iblis adalah pendusta, Allah adalah benar. Manusia bisa saja
bersikap palsu, demikian juga dunia ini, tetapi Allah setia, dan kekuatan serta
keamanan kita ada di dalam diri-Nya. Dia memegang janji-Nya dan tidak akan
pernah mengecewakan pengharapan serta kepercayaan anak-anak-Nya.
3. Allah
bijaksana sekaligus setia, dan akan menyesuaikan beban yang kita tanggung
dengan kekuatan kita. Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui
kekuatanmu. Ia tahu apa yang dapat kita tanggung dan tahan. Melalui
pemeliharaan-Nya yang bijaksana, Ia akan menyesuaikan pencobaan dengan kekuatan
kita, atau memampukan kita bergumul dengannya. Ia akan menjaga supaya kita
tidak ditaklukkan oleh pencobaan, asal kita mengandalkan Dia dan bertekad untuk
tetap setia kepada-Nya. Kita tidak perlu merisaukan diri dengan
kesukaran-kesukaran yang kita alami, karena Allah akan menjaga supaya
pencobaan-pencobaan itu tidak terlampau berat untuk kita alami, terutama
4. Karena
Ia akan membuat semuanya itu berakhir dengan baik.Ia akan memberikan kepadamu
jalan ke luar, baik dari pencobaan itu sendiri, ataupun paling tidak dari
celaka yang diakibatkannya. Tidak ada lembah yang begitu gelap sehingga Ia
tidak mampu mencari jalan keluar dari situ. Tidak ada penderitaan yang begitu
parah sehingga tidak dapat dicegah atau disingkirkan oleh-Nya, atau memampukan
kita untuk menanggungnya. Pada akhirnya Ia akan mengatasinya demi keuntungan
kita.
Berdasarkan alasan dan
penjelasan di atas, Rasul Paulus memberikan peringatan mengenai penyembahan
berhala: Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, jauhilah penyembahan
berhala! Amatilah.
a. Bagaimana
ia menyapa jemaat Korintus itu: Saudara-saudaraku yang kekasih. Betapa dengan
perasaan kasih sayang yang mendalam ia menekankan nasihat ini kepada mereka.
b. Pokok
dari nasihatnya: “Jauhilah penyembahan berhala, hindarilah hal itu, dan semua
hal yang menjurus ke situ.” Penyembahan berhala merupakan perbuatan keji yang
sangat menyakiti dan menyinggung Allah yang benar. Ini sama dengan mengalihkan
penyembahan dan penghormatan bagi-Nya kepada pesaing.
c. Dasar
dari nasihat ini: “Mengingat bahwa kamu sudah memperoleh dorongan seperti itu
untuk mempercayai Allah dan tetap setia kepada-Nya, maka berdirilah teguh,
janganlah digoyahkan oleh rongrongan-rongrongan dari musuh-musuh kafirmu. Allah
akan menolong dan menopangmu, membantumu dalam pencobaan-pencobaan yang
kaualami, dan menolongmu keluar darinya. Oleh sebab itu janganlah berbuat dosa
dengan melakukan penyembahan berhala dalam bentuk apa pun.” Perhatikanlah, kita
punya segala bantuan dan dorongan di dunia ini untuk menjauh dari dosa dan
membuktikan diri tetap setia kepada Allah. Kita tidak akan jatuh karena
pencobaan apabila kita melekat erat kepada-Nya.
Rasul
Paulus memperingatkan mereka agar melawan penyembahan berhala semacam itu,
dengan memberitahukan kepada mereka bahwa Allah adalah Allah yang cemburuan
(ay. 22): Atau maukah kita membangkitkan cemburu Tuhan? Apakah kita lebih kuat
dari pada Dia? Besar kemungkinan bahwa banyak orang Korintus yang memandang
enteng kehadiran mereka di pesta-pesta perjamuan orang kafir ini dan menyangka
bahwa hal itu tidak menjadi soal. Namun, Rasul Paulus memperingatkan mereka
untuk berhati-hati. Alasan mengapa perintah kedua (dari Sepuluh Perintah –
pen.) ditekankan adalah, Aku adalah Allah yang cemburu. Dalam hal penyembahan,
Allah tidak tahan dengan adanya pesaing. Tidak pula Ia mau menyerahkan
kemuliaan-Nya, atau membiarkannya diberikan kepada yang lain. Orang-orang yang
bersekutu dengan ilah-ilah lain akan membangkitkan kecemburuan-Nya (Ul. 32:16).
Sebelum berbuat seperti ini, orang-orang harus mempertimbangkan apakah mereka
lebih kuat daripada Dia.
Sungguh
berbahaya untuk membangkitkan murka Allah, kecuali kita mampu melawan
kuasa-Nya. Namun siapakah yang tahan berdiri menghadapi geram-Nya? (Nah. 1:6).
Hal ini patut dipertimbangkan oleh semua orang yang terus menyukai dosa dan
melekat padanya, sementara mereka juga mengaku bersekutu dengan Kristus.
Bukankah ini cara untuk membangkitkan kecemburuan dan murka-Nya? Camkanlah,
memperhatikan kedahsyatan kuasa Allah sudah seharusnya menahan kita dari
membangkitkan kecemburuan-Nya, dari melakukan apa pun yang tidak menyukakan
hati-Nya. Akankah kita membangkitkan murka Yang Mahakuasa? Bagaimana kita dapat
bertahan terhadap murka-Nya? Seimbangkah kekuatan kita dengan kekuatan-Nya?
Mampukah kita melawan kuasa-Nya atau mengendalikannya? Jika tidak, akankah kita
menjadikannya senjata melawan kita dengan cara membangkitkan kecemburuan-Nya?
Tidak, marilah kita takut akan kuasa-Nya dan biarlah hal ini mencegah kita membangkitkan
amarah dan kecemburuan-Nya dalam bentuk apa pun.
Peringatan Agar Tidak Bersekutu Dengan Orang Yang Tidak
Percaya (6:11-18). Pertama. Bagaimana
peringatan ini didahului dengan sebuah pernyataan, dengan cara yang sangat
menyentuh hati, dengan rasa kasih yang sangat dalam terhadap mereka, bahkan
seperti seorang bapa kepada anak-anaknya (ay. 11-13). Meskipun Paulus biasanya
senang mengungkapkan perasaan hatinya dengan kata-kata yang dalam, namun
tampaknya sekarang ia kekurangan perkataan untuk mengungkapkan kehangatan
kasihnya kepada orang-orang Korintus ini. Seolah-olah ia berkata, “Hai
orang-orang Korintus, yang aku tujui dengan suratku ini, sungguh teramat
sungguh, aku ini sangat mengasihi kalian.
Kami
sungguh rindu untuk meningkatkan kerohanian dan kesejahteraan kekal dari kalian
semua yang mendengar pemberitaan Injil ini. Karena itu, dengan cara yang
istimewa kami telah berbicara terus terang kepada kamu, hati kami terbuka
lebar-lebar bagi kamu.” Dan karena hatinya sedemikian terbuka lebar dengan
kasih bagi mereka, maka ia pun tidak menahan-nahan untuk membuka mulut dan
menasihati mereka dengan baik-baik. “Bagi kamu,” katanya, “ada tempat yang luas
dalam hati kami. Dengan senang hati kami akan melayani kalian semampunya, dan
membuat kalian semakin terhibur, menjadi penolong dalam iman dan sukacitamu.
Namun seandainya yang terjadi tidak demikian, maka kesalahannya ada pada kalian
sendiri. Itu karena kalian yang menahan hati kalian sendiri dan tidak mau
menanggapi kebaikan hati kami, dengan berprasangka buruk terhadap kami. Yang
kami semua inginkan sebagai imbalan hanyalah supaya kamu semua mengasihi kami
dengan sepantasnya, sebagaimana seharusnya anak-anak mengasihi ayah mereka.”
Perhatikan, sudah seharusnya ada rasa kasih yang timbal balik antara para
pelayan Tuhan dan jemaat mereka, dan ini akan sangat membuat mereka untuk
saling menghibur dan menguntungkan.
Peringatan
atau seruan itu sendiri, yaitu supaya jangan bersekutu dengan orang tidak
percaya, supaya jangan menjadi pasangan yang tidak seimbang dengan mereka (ay.
14). Baik di dalam mengadakan hubungan-hubungan yang sifatnya tetap. Tidak baik
jika orang baik menikah dengan orang yang jahat dan tidak kudus. Mereka akan
menempuh jalan yang berbeda, dan hal itu akan mendatangkan masalah dan duka.
Hubungan semacam itu, di mana pilihan ada di tangan kita, harus ditetapkan
berdasarkan peraturan. Adalah baik bagi anak-anak Allah untuk bersekutu dengan
orang-orang yang serupa dengan mereka, karena kemungkinannya akan lebih
berbahaya bahwa yang buruk akan merusakkan yang baik daripada mengharapkan yang
baik akan menolong yang buruk. Bergaul
sehari-hari. Kita tidak boleh menjadi pasangan yang tidak seimbang dalam
bersahabat dan menjalin hubungan dengan orang yang bebal dan tidak percaya.
Meskipun kita tidak dapat menghindar untuk melihat, mendengar, dan berada
bersama-sama dengan orang-orang semacam itu, kita tidak boleh memilih mereka
untuk menjadi sahabat karib. Apalagi
ikut serta di dalam persekutuan ibadah bersama mereka.
Kita tidak boleh ikut di
dalam acara-acara penyembahan berhala mereka, ataupun turut bersama mereka
menjalankan ibadah yang tidak benar, atau melakukan perbuatan keji yang apa
saja. Kita tidak boleh mempersatukan meja Allah dengan meja iblis, rumah Allah
dengan rumah Rimon. Paulus memberikan beberapa alasan yang kuat untuk menentang
percampuran yang jahat ini. Itu
merupakan hal yang sangat tidak masuk akal (ay. 14-15). Ini adalah memasangkan
hal-hal yang tidak akan cocok satu sama lain. Ini sama buruknya seperti jika
orang Yahudi membajak menggunakan lembu dan keledai bersama-sama, atau menabur
bermacam-macam benih yang dicampur bersama-sama. Betapa tidak masuk akalnya
jika kita mengira dapat mempersatukan kebenaran dengan kejahatan, atau
menggabungkan terang dengan gelap, air dengan api, bersama-sama.
Orang-orang percaya itu orang benar, dan
sudah seharusnya demikian, sedangkan orang-orang yang tidak percaya tidak
memiliki kebenaran di da lam diri mereka. Orang-orang percaya dijadikan terang
di dalam Tuhan, tetapi orang tidak percaya berada di dalam kegelapan. Jadi,
bagaimana mungkin mereka bisa merasa nyaman jika berada bersama-sama? Kristus
dan Belial saling bertentangan, keduanya memiliki rencana dan kepentingan yang
saling bertolak belakang, sehingga tidak mungkin akan ada kesepakatan di antara
mereka. Karena itu, tidak masuk akal jika kita mengira dapat melibatkan diri
dalam kedua-duanya. Karena itu, apabila orang percaya berhubungan dengan
seorang tidak percaya, maka ia hendak mempersatukan Kristus dengan Belial.
Itu merupakan penghinaan bagi pernyataan iman
Kristen (ay. 16). Oleh pengakuan imannya, orang Kristen menyatakan diri mereka
sebagai bait Allah yang hidup, dan dalam kenyataan seharusnya memang benar
demikian. Mereka mengabdikan diri untuk melayani Allah, dan bekerja bagi Dia,
yang telah berjanji untuk tinggal di tengah mereka, diam dan hidup di
tengah-tengah mereka, memiliki hubungan istimewa dengan mereka, dan memelihara
mereka secara khusus, sehingga Dia akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan
menjadi umat-Nya. Dengan demikian tidak akan ada kesepakatan antara bait Allah
dengan berhala. Berhala adalah saingan Allah yang memperebutkan kehormatan-Nya,
sedangkan Allah adalah Allah yang cemburu, dan tidak akan memberikan
kemuliaan-Nya kepada yang lain.
Besar bahayanya jika berhubungan dengan orang
yang tidak percaya dan penyembah berhala, mereka terancam untuk menjadi
tercemar dan ditolak. Karena itu, Paulus berseru (ay. 17) supaya orang percaya
keluar dari antara mereka, menjaga jarak, dan memisahkan diri, seperti orang
yang akan menghindari kumpulan orang yang berpenyakit kusta atau wabah, karena
takut tertular, dan tidak menjamah apa yang najis, supaya tidak tercemar. Siapa
yang bisa menjamah lumpur dan tidak menjadi kotor olehnya? Kita harus
berhati-hati supaya tidak mencemarkan diri dengan bergaul dengan orang-orang
yang mencemarkan diri mereka dengan dosa.
Begitu pula kehendak Allah, sebagaimana kita
berharap agar kita diterima oleh-Nya, dan bukan ditolak. Ini sungguh suatu sikap yang tidak tahu
berterima kasih kepada Allah, atas segala kebaikan yang telah dicurahkan-Nya
atas orang percaya, dan yang telah dijanjikan-Nya kepada mereka (ay. 18). Allah
sudah berjanji akan menjadi bapa bagi mereka, dan mereka akan menjadi
anak-anak-Nya, lelaki dan perempuan, dan adakah kehormatan atau kebahagiaan
yang lebih besar daripada ini? Maka, betapa tidak tahu berterima kasihnya jika
orang-orang yang memiliki kehormatan dan kebahagiaan ini justru merendahkan dan
menghinakan diri mereka sendiri dengan bersekutu dengan orang yang tidak
percaya! Demikianlah engkau mengadakan pembalasan terhadap Tuhan, hai orang
yangbebal dan tidak bijaksana?
3.
Menurut Surat Galatia
Surat Galatia lebih menekankan, dosa Kemurtatdan terhadap Roh Kudus, karena sikap dan pengaruh ajaran
guru-guru palsu. Dampak dari dosa kemurtatdan ini sangat
berpotensi pada hukuman kekal. Itulah sebanya, Rasul Paulus
memprihatinkan atas Murtadnya Jemaat Galatia (1:6-9). Dalam
perikop ini Rasul Paulus sampai pada isi pokok surat ini. Dan ia memulainya
dengan teguran yang lebih umum kepada jemaat-jemaat di Galatia atas kegoyahan
iman mereka. Setelah itu, dalam beberapa bagian berikutnya, ia membicarakan hal
ini secara lebih panjang lebar. Di sini kita dapat mengamati, betapa ia
prihatin dengan kemurtadan mereka: Paulus mengatakan “Aku heran”. Hatinya amat
terkejut sekaligus sedih karenanya. Yang menjadi dosa dan kebodohan mereka
adalah bahwa mereka tidak memegang teguh ajaran Kekristenan sebagaimana yang
sudah diberitakan kepada mereka, tetapi malah membiarkan diri dipalingkan dari
kemurnian dan kesederhanaannya. Dan ada beberapa hal yang memperburuk
kemurtadan mereka.[28]
1. Bahwa
mereka berbalik dari pada Dia yang telah memanggil mereka. Bukan saja dari
Rasul Paulus, yang sudah menjadi alat untuk memanggil mereka ke dalam
persekutuan Injil, melainkan juga dari Allah sendiri, yang oleh perintah dan
petunjuk-Nya Injil diberitakan kepada mereka, dan mereka diundang untuk ambil bagian
dalam hak-hak istimewanya. Sehingga dalam hal ini mereka sungguh bersalah telah
menyalahgunakan kebaikan dan rahmat yang sudah diberikan kepada mereka.
2. Bahwa
mereka telah dipanggil ke dalam kasih karunia oleh Yesus Kristus. Karena Injil
yang sudah diberitakan kepada mereka adalah penyingkapan yang paling mulia akan
anugerah dan rahmat ilahi di dalam Kristus Yesus, maka melalui Injil itu mereka
dipanggil untuk ambil bagian dalam berkat-berkat dan keuntungan-keuntungannya
yang terbesar, seperti pembenaran, pendamaian dengan Allah di dunia sini, dan
kehidupan serta kebahagiaan kekal di akhirat nanti. Ini sudah ditebus Tuhan
Yesus untuk kita dengan darah-Nya yang berharga sebagai bayarannya, dan dengan
cuma-cuma Ia memberikannya kepada semua orang yang tulus menerima Dia. Oleh
karena itu, sepadan dengan besarnya hak istimewa yang mereka nikmati,
demikianlah besarnya dosa dan kebodohan mereka dalam meninggalkannya dan
membiarkan diri dijauhkan dari cara yang sudah ditetapkan untuk memperoleh
berkat-berkat ini.[29]
3. Bahwa
mereka begitu lekas berbalik. Dalam sekejap saja mereka sudah kehilangan selera
dan penghargaan terhadap anugerah Kristus yang tampaknya telah mereka miliki,
dan begitu mudahnya mereka termakan oleh orang-orang yang mengajarkan
pembenaran dengan menjalankan hukum-hukum Taurat. Banyak dari antara mereka
sudah termakan oleh ajaran ini. Para pengajar itu besar dan dididik dalam
ajaran-ajaran kaum Farisi, yang mereka campur adukkan dengan ajaran Yesus Kristus,
dan dengan demikian merusakkannya. Dan sama seperti ini merupakan tanda
kelemahan dari jemaat-jemaat di Galatia, demikian pula itu semakin memperbesar
kesalahan mereka.
4. Bahwa
mereka berbalik mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil.
Demikianlah Rasul Paulus menggambarkan ajaran dari para pengajar yang masih
berpegang pada agama Yahudi ini. Ia menyebutnya Injil lain, karena ajaran itu
membuka jalan pembenaran dan keselamatan yang berbeda dari apa yang sudah
diwahyukan di dalam Injil, yaitu oleh perbuatan, dan bukan oleh iman di dalam
Kristus. Dan ia menambahkan, “Yang sebenarnya bukan Injil, kamu akan
mendapatinya sebagai sesuatu yang bukan Injil sama sekali, yakni yang sungguh
bukan Injil lain, tetapi yang memutarbalikkan Injil Kristus, dan
menjungkirbalikkan fondasi-fondasinya.” Dengan ini ia menyiratkan bahwa
orang-orang yang berusaha menetapkan jalan lain untuk masuk sorga selain dari
apa yang sudah diwahyukan oleh Injil Kristus bersalah atas penyimpangan yang
luar biasa besar, dan pada akhirnya akan mendapati diri mereka keliru secara
menyedihkan. Demikianlah, Rasul Paulus berusaha menanamkan perasaan bersalah
yang memang sudah semestinya begitu pada diri orang-orang Galatia ini karena
mereka sudah meninggalkan jalan pembenaran menurut Injil. Namun, pada saat yang
sama, ia memperhalus tegurannya dengan bersikap lemah lembut terhadap mereka,
dan berkata bahwa mereka sebenarnya lebih tertarik pada ajaran itu karena
kelicikan dan kegigihan beberapa orang yang mengacaukan mereka, dan bukan
karena mereka mendekatinya atas kemauan mereka sendiri. Ini memang tidak bisa
mereka jadikan alasan, namun bisa meringankan kesalahan mereka. Dan melalui hal
ini ia mengajar kita bahwa dalam menegur orang lain, sebagaimana kita tidak
boleh lalai memberikan teguran, demikian pula kita harus menegur dengan lembut,
dan berusaha memimpin orang itu dalam roh lemah lembut (6:1).[30]
Betapa ia yakin bahwa Injil yang sudah
diberitakannya kepada mereka adalah satu-satunya Injil yang benar. Ia
sepenuhnya yakin akan hal ini sehingga ia mengutuk orang yang berkhayal memberitakan
suatu Injil lain (ay. Galatia 1:8). Dan supaya mereka tahu bahwa ini
dilakukannya bukan karena ia gegabah atau tidak bisa menahan diri, ia
mengulanginya sekali lagi (ay. Galatia 1:9). Ini tidak membenarkan kita untuk
mengucapkan kutuk-kutuk yang menggelegar terhadap mereka yang berbeda pendapat
dengan kita dalam hal-hal kecil.
Paulus mencela hal ini hanya untuk melawan
orang-orang yang membuat suatu Injil baru, yang menjungkirbalikkan fondasi
kovenan anugerah, dengan mendirikan pelaksanaan hukum Taurat sebagai ganti
kebenaran Kristus, dan merusakkan Kekristenan dengan agama Yahudi. Paulus
menempatkan duduk perkaranya: “Misalkan kami memberitakan suatu Injil lain.
Bahkan, misalkan ada malaikat dari sorga yang memberitakannya.”
Bukan berarti bahwa merupakan sesuatu yang mungkin bagi
malaikat dari sorga untuk membawa pesan dusta. Tetapi ini diungkapkan demikian
untuk lebih menguatkan apa yang hendak dikatakannya. “Kalaupun ada suatu Injil
lain yang diberitakan kepada kamu oleh siapa saja, atas nama kami, atau dengan
mengaku-ngaku bahwa Injil itu dari malaikat sendiri, kamu harus sadar bahwa
kamu sedang diperdaya. Dan siapa saja yang memberitakan Injil lain menimpakan
kutuk pada dirinya sendiri, dan sedang menimpakannya juga kepada kamu.” Rasul
Paulus Melanjutkan tentang pembenaran oleh Iman (3:1-5). Di sini Rasul Paulus
berurusan dengan mereka yang setelah beriman kepada Yesus Kristus, masih juga
mencari pembenaran dengan melakukan hukum Taurat.
Artinya, orang-orang ini mengandalkan ketaatan mereka terhadap
aturan-aturan moral sebagai kebenaran mereka di hadapan Allah, dan ketika cara
ini tidak dilakukan dengan sempurna, mereka lalu berpaling kepada upacara
mempersembahkan korban dan penyucian untuk memperbaiki kekurangan itu. Hal
inilah yang pertama-tama dikecam dengan keras oleh Rasul Paulus, dan kemudian
ia berusaha untuk menyadarkan mereka, dengan memberikan bukti-bukti yang benar.
Ini merupakan cara yang tepat ketika kita menegur seseorang atas kesalahan atau
kekeliruan yang mereka lakukan, yakni menyadarkan mereka bahwa perbuatan mereka
salah dan tidak benar, di hadapan sang pencipta.
Dia menegur mereka, dan tegurannya itu sangat akrab dan
hangat. Ia menyebut mereka orang-orang Galatia yang bodoh (Galatia 3:1).
Meskipun sebagai orang Kristen mereka adalah anak-anak dari Sang Hikmat, namun
sebagai orang-orang Kristen yang cemar, mereka merupakan anak-anak yang bodoh.
Jadi, ia bertanya, siapakah yang telah mempesona kamu? Melalui pertanyaan ini
ia memandang mereka telah terpesona oleh keahlian dan perangkap guru-guru
mereka yang pandai memikat, sehingga mampu memperdayakan mereka begitu rupa dan
membuat mereka bertindak tidak seperti biasanya dalam kehidupan kekristenan
mereka.
Hal yang membuat mereka tampak bodoh dan mudah terpikat
adalah karena mereka tidak menaati kebenaran. Yakni, mereka tidak setia kepada
ajaran Injil mengenai pembenaran, yang telah diajarkan kepada mereka, dan yang
telah mereka peluk. Perhatikanlah, belumlah cukup untuk mengetahui kebenaran
dan mengatakan bahwa kita mempercayainya. Kita juga harus mentaatinya. Kita
harus tunduk kepadanya dengan segenap hati, dan dengan teguh berpegang
kepadanya. Perhatikanlah juga bahwa orang-orang yang terpesona secara rohani
adalah mereka yang ketika kebenaran disampaikan dengan jelas di hadapan mereka,
akan menaatinya. Beberapa hal membuktikan dan memperburuk kebodohan orang-orang
Kristen disini.
1. Yesus
Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di depan mereka.
Artinya, mereka telah mendengar ajaran salib disampaikan kepada mereka, serta
mengambil bagian dalam perjamuan Tuhan. Di dalam kedua hal tersebut, Kristus
yang disalibkan telah dibentangkan di hadapan mereka. Nah, alangkah bodohnya
mereka yang telah menerima misteri-misteri kudus seperti itu dan menjalani
upacara sekhidmat itu, kemudian tidak menaati kebenaran yang disampaikan kepada
mereka, dan yang telah dimeteraikan di dalam ketetapan itu. Perhatikanlah,
mengingat semua kehormatan dan hak istimewa yang telah diberikan kepada kita
sebagai orang Kristen, sudah sepatutnyalah kita malu melakukan kebodohan dengan
undur dan berpaling dari Allah.
2. Rasul
Paulus menyebutkan pengalaman-pengalaman yang telah mereka alami mengenai pekerjaan
Roh atas jiwa mereka (Galatia 3:2). Ia mengingatkan bahwa setelah menjadi orang
Kristen, mereka telah menerima Roh Kudus, bahwa banyak dari antara mereka
setidaknya telah turut mengambil bagian, tidak saja dalam pengaruh yang
menguduskan, tetapi juga karunia-karunia Roh Kudus yang ajaib, yang merupakan
bukti nyata tentang kebenaran dan ajaran-ajaran Kekristenan, terutama ajaran
pembenaran melalui Kristus semata, dan tidak karena melakukan hukum Taurat,
yang merupakan salah satu asas agama Kristen yang khusus dan mendasar. Untuk
meyakinkan mereka akan kebodohan mereka karena meninggalkan ajaran ini, Rasul
Paulus ingin mengetahui bagaimana mereka memperoleh karunia-karunia dan
anugerah-anugerah ini.
Apakah dengan melakukan hukum Taurat, artinya, pemberitaan tentang
pentingnya hal ini demi memperoleh pembenaran? Mereka tentunya tidak dapat berkata
demikian, sebab ketika itu pengajaran ini belum diberitakan kepada mereka.
Selain itu, sebagai orang bukan Yahudi, mereka tidak dapat beranggapan bisa
memperoleh pembenaran melalui cara itu. Atau, apakah karena percaya kepada
pemberitaan Injil, yaitu, pemberitaan tentang pengajaran iman di dalam Kristus
sebagai satu-satunya cara guna memperoleh pembenaran? Apabila mereka mau
mengatakannya dengan jujur, hal ini wajib mereka akui. Oleh sebab itu, sungguh
tidak beralasan apabila mereka menolak pengajaran yang telah memberikan
pengaruh baik dan telah mereka alami itu.
3. Rasul
Paulus mengajak mereka merenungkan perilaku mereka pada masa lalu dan masa
sekarang, kemudian menilai sendiri apakah mereka bersikap sangat lemah dan
tanpa menggunakan akal sehat atau tidak (Galatia 3:3-4). Ia berkata bahwa
mereka telah mulai dengan Roh Kudus, tetapi sekarang hendak mengakhirinya di
dalam daging. Mereka telah memeluk ajaran Injil, dan melaluinya mereka telah
menerima Roh Kudus, dan dengan itu jalan satu-satunya untuk memperoleh
pembenaran diungkapkan kepada mereka. Mereka telah mengawali dengan baik. Namun
sekarang mereka kembali kepada hukum Taurat, dan mengharapkan menjadi lebih
sempurna dengan menambahkan kepatuhan terhadap hukum Taurat itu kepada iman di
dalam Yesus Kristus, guna memperoleh pembenaran mereka. Padahal upaya ini hanya
akan membuat mereka malu serta kecewa, sebab mereka bukannya mendapat
keuntungan dari Injil, tetapi malah justru memutarbalikkannya.
4. Sementara
mereka berusaha dibenarkan dengan cara ini, mereka justru tidak menjadi orang
Kristen yang lebih sempurna. Malah, mereka ada dalam keadaan bahaya tidak
menjadi orang Kristen sama sekali. Dengan cara ini, mereka seperti sedang
merobohkan dengan sebelah tangan sesuatu yang telah mereka bangun dengan sebelah
tangan yang lain, dan membatalkan semua hal yang selama ini telah mereka
lakukan di dalam iman Kekristenan mereka. Terlebih lagi, ia mengingatkan bahwa
mereka tidak saja telah menerima pengajaran Kristen, tetapi juga menderita
karenanya.
5. Kebodohan
mereka semakin parah apabila mereka hendak meninggalkan pengajaran itu. Dalam
hal ini, semua pengorbanan mereka akan sia-sia belaka. Mereka akan tampak bodoh
karena telah menderita demi apa yang sekarang mereka tinggalkan itu.
Penderitaan mereka akan sia-sia saja dan tidak berguna bagi mereka.
a) Alangkah
bodohnya orang-orang yang murtad dari agama mereka, karena mereka akan
kehilangan manfaat atau penderitaan yang telah mereka alami selama menjalankan
ibadah mereka.
b) Sangatlah
menyedihkan apabila seseorang hidup pada masa penuh pelayanan dan penderitaan,
melaksanakan hari-hari Sabat, khotbah-khotbah, dan upacara-upacara keagamaan
dengan sia-sia saja. Dalam hal ini, kebenaran yang pernah diterima itu tidak
akan disebut-sebut.
6. Rasul
Paulus mengingatkan bahwa di antara mereka terdapat para pelayan Tuhan
(terutama dirinya sendiri), yang datang dengan meterai dan pengutusan ilahi.
Para pelayan Tuhan itu telah menganugerahkan Roh Kudus kepada mereka dengan berlimpah-limpah
dan melakukan mujizat di antara mereka. Ia bertanya apakah para pelayan Tuhan
itu berbuat demikian karena melakukan hukum Taurat atau karena percaya kepada
pemberitaan Injil. Apakah pengajaran yang mereka beritakan dan diteguhkan
melalui karunia-karunia serta pekerjaan Roh yang ajaib itu adalah melalui
pembenaran karena melakukan hukum Taurat atau karena beriman kepada Kristus.
Mereka tahu betul bahwa jawabannya bukanlah yang disebutkan pertama tadi,
melainkan yang terakhir. Oleh karena itu, sungguh tidak dapat dimaafkan apabila
mereka meninggalkan pengajaran yang telah diakui dan terbukti kebenarannya
dengan berbagai tanda, dan menukarnya dengan pengajaran yang tidak terbukti
kebenarannya.
Setelah panjang lebar menguraikan ajaran
Injil, dan berusaha meyakinkan orang-orang Kristen ini untuk berperilaku sesuai
ajaran itu, Rasul Paulus di sini tampak bermaksud mengakhiri surat ini. Ini
terutama ketika ia memberi tahu mereka bahwa, sebagai tanda khusus dari
penghormatannya terhadap mereka, ia menulis surat panjang ini dengan tangannya
sendiri, dan tidak memakai orang lain sebagai juru tulisnya, dengan hanya
menuliskan namanya di surat itu, seperti yang biasa dilakukannya dalam
surat-surat lain. Tetapi demikianlah kasih sayangnya kepada mereka, demikianlah
kepeduliannya untuk memulihkan mereka dari kesan-kesan buruk yang ditinggalkan
oleh guru-guru palsu pada mereka, sehingga ia tidak bisa pamit sebelum
menggambarkan sekali lagi kepada mereka tabiat yang sebenarnya dari guru-guru
itu, dan gambaran tentang sikap dan perilakunya sendiri yang bertentangan.
Dengan membandingkan itu bersama-sama, mereka
diharapkan bisa dengan mudah melihat betapa tidak beralasan bagi mereka untuk
meninggalkan ajaran yang sudah diajarkannya kepada mereka dan mengikuti ajaran
guru-guru palsu itu. Ia menggambarkan kepada mereka tabiat yang sebenarnya dari
guru-guru yang giat menggoda mereka itu, dengan memberikan sejumlah contoh
khusus.
1) Mereka
adalah orang-orang yang secara lahiriah suka menonjolkan diri (ay. Galatia
6:12). Mereka sangat bersemangat melakukan hal-hal lahiriah dari agama. Mereka
menjadi yang terdepan dalam menjalankan, dan menyuruh orang lain untuk
menjalankan, upacara-upacara agama, walaupun pada saat yang sama mereka hanya
sedikit atau sama sekali tidak peduli dengan kesalehan yang sesungguhnya.
Sebab, seperti yang dikatakan Rasul Paulus tentang mereka di ayat berikutnya,
mereka sendiri tidak memelihara hukum Taurat. Tidak ada yang lebih diinginkan
oleh hati yang sombong, angkuh, dan bersifat kedagingan selain memamerkan
hal-hal lahiriah, dan mereka puas menjalankan perintah agama sejauh itu
membantu mereka mempertahankan pamer itu. Tetapi sering kali orang-orang yang
paling ingin memamerkan agama, paling sedikit memahami hakikatnya.
2) Mereka
adalah orang-orang yang takut menderita, sebab mereka menyuruh orang-orang
Kristen yang bukan keturunan Yahudi untuk bersunat, hanya dengan maksud, supaya
mereka tidak dianiaya karena salib Kristus. Mereka melakukan itu bukan karena
mereka memperhatikan hukum Taurat, melainkan demi kepentingan diri mereka
sendiri. Mereka hanya ingin tidur aman dan menyelamatkan barang-barang duniawi
mereka, tak peduli bila hal itu akan membuat karam kapal iman dan hati nurani
mereka. Apa yang terutama mereka inginkan adalah menyenangkan hati orang-orang
Yahudi, dan menjaga nama baik mereka di antara orang-orang itu, dan dengan
demikian mencegah masalah seperti yang biasanya dialami Paulus dan orang lain
yang setia mengakui ajaran Tuhan Yesus Kristus.
3) Tabiat
lainnya adalah bahwa mereka adalah orang-orang yang hanya mementingkan
golongan, dan tidak mempunyai semangat untuk menjalankan hukum Taurat lebih
jauh daripada yang bisa memenuhi maksud-maksud mereka yang bersifat kedagingan
dan mementingkan diri. Sebab mereka ingin supaya orang-orang Kristen ini
disunat, agar mereka dapat bermegah atas keadaan lahiriah orang-orang itu (ay.
Galatia 6:13), agar mereka bisa berkata bahwa mereka berhasil membuat
orang-orang itu berpihak pada mereka, dan membuat mereka pindah agama, yang
tandanya ada pada tubuh mereka. Dengan demikian, walaupun mengaku-ngaku
memajukan agama, mereka sebenarnya adalah musuh-musuhnya yang terbesar. Sebab,
tidak ada hal lain yang lebih merusak kepentingan agama selain semangat untuk
memihak suatu kalangan atau membentuk suatu golongan.
4) Guru-guru
yang masih berpegang pada ajaran agama Yahudi sendiri, walaupun sudah memeluk
Kekristenan, begitu malu dengan salib Kristus, sampai-sampai untuk menuruti
orang-orang Yahudi, dan untuk menghindari penganiayaan dari orang-orang itu,
mereka mencampuradukkan pelaksanaan hukum Musa dengan iman kepada Kristus
sebagai hal yang penting untuk memperoleh keselamatan.
5) Tetapi
Paulus mempunyai pendapat yang sangat berbeda tentangnya. Ia sama sekali tidak
tersandung oleh salib Kristus, atau malu dengannya, atau takut mengakuinya,
tetapi justru bermegah di dalamnya. Bahkan, ia tidak mau bermegah dalam hal
lain, dan dengan perasaan yang sangat jijik menolak menempatkan apa saja untuk
bersaing melawan salib Kristus sebagai sesuatu yang dihargainya. Aku
sekali-kali tidak mau, dan seterusnya. Ini merupakan dasar dari segala
pengharapannya sebagai orang Kristen.
6) Ini
adalah ajaran yang, sebagai seorang rasul, bertekad untuk diberitakannya. Dan,
apa pun ujian yang mungkin menimpanya karena kesetiaannya yang teguh terhadap
ajaran itu, ia tidak saja siap untuk berserah padanya, tetapi juga untuk
bersukacita di dalamnya. Perhatikanlah, salib Kristus adalah kemuliaan utama
dari orang Kristen yang baik, dan ada alasan yang sangat kuat mengapa kita
harus bermegah di dalamnya, sebab kepadanya kita berutang segala sukacita dan
pengharapan kita.
7) Bahwa
ia mati terhadap dunia. Oleh Kristus, atau oleh salib Kristus, dunia telah
disalibkan baginya dan ia bagi dunia. Ia sudah mengalami kekuatan dan kuasa
dari salib itu dalam menjauhkannya dari dunia, dan ini merupakan salah satu
alasan kuat mengapa ia bermegah di dalamnya.
8) Guru-guru
palsu itu adalah orang-orang yang bersikap duniawi, yang terutama mereka
pedulikan adalah kepentingan-kepentingan duniawi mereka, dan karena itu mereka
menyesuaikan agama mereka dengan kepentingan-kepentingan itu. Tetapi Paulus
adalah seorang yang berjiwa lain. Sebagaimana dunia tidak berbaik hati terhadap
dia, demikian pula ia tidak terlalu peduli dengan dunia. Ia sudah mengatasi
baik senyuman maupun kernyit dahi dunia, dan merasa tidak acuh terhadapnya
seperti orang yang sudah mati dan keluar dari dunia. Ini adalah sikap pikiran
yang harus berusaha diperoleh semua orang Kristen. Dan cara terbaik untuk
memperolehnya adalah dengan mengenal baik salib Kristus. Semakin tinggi penghormatan
kita terhadap-Nya, semakin rendah pendapat kita tentang dunia. Dan semakin
sering kita merenungkan penderitaan-penderitaan yang dialami oleh Juruselamat
kita yang terkasih dari dunia, semakin kecil kemungkinan kita untuk mencintai
dunia.
9) Guru-guru
palsu sangat gigih membela sunat. Bahkan, mereka sedemikian gigihnya sehingga
menggambarkan sunat sebagai hal yang penting untuk memperoleh keselamatan, dan
karena itu mereka berbuat semampu mungkin untuk membuat orang-orang Kristen
yang bukan keturunan Yahudi untuk tunduk pada ketentuan sunat. Dalam hal ini
mereka memperlakukan masalah sunat lebih jauh daripada orang lain. Sebab,
walaupun para rasul membolehkan sunat di kalangan keturunan Yahudi yang
bertobat, namun mereka sama sekali tidak mau memaksakannya kepada bangsa-bangsa
bukan Yahudi. Tetapi apa persisnya yang begitu ditekankan oleh guru-guru itu,
Paulus sangat sedikit menceritakannya.
10) Memang sangatlah penting bagi kepentingan
Kekristenan bahwa sunat tidak boleh dipaksakan kepada bangsa-bangsa bukan
Yahudi yang bertobat, dan karena itu hal ini dilawannya habis-habisan. Tetapi
kalau sekadar masalah bersunat atau tidak bersunat, entah orang-orang yang
sudah memeluk agama Kristen itu keturunan Yahudi atau bukan, dan apakah mereka
mendukung atau menentang penerusan kebiasaan sunat, supaya mereka tidak
menempatkan agama hanya pada masalah sunat, ini masalah yang dianggap kurang
penting oleh Paulus. Sebab ia tahu betul bahwa di dalam Yesus Kristus, yaitu
dalam pandangan-Nya, atau di zaman anugerah, bersunat atau tidak bersunat tidak
ada artinya dalam kaitannya dengan perkenanan Allah, tetapi menjadi ciptaan
baru, itulah yang ada artinya. Di sini ia mengajar kita apa yang merupakan
hakikat dari agama yang sejati dan apa yang bukan. Hakikat agama tidak terletak
pada bersunat atau tidak bersunat, menjadi anggota gereja ini atau itu. Hakikat
agama terletak pada kita menjadi ciptaan baru, bagaimana akal budi kita
diperbaharui dan Kristus terbentuk dalam diri kita. Inilah yang paling diperhitungkan
oleh Allah. Orang-orang Kristen yang sejati adalah mereka yang hidup menurut
patokan. Bukan patokan yang mereka buat sendiri, melainkan yang sudah
ditentukan Allah sendiri untuk mereka.
11) Karena salib Kristus, atau ajaran keselamatan
oleh Juruselamat yang disalibkan, adalah apa yang terutama dimegahkannya, maka
ia rela menghadapi segala bahaya daripada harus mengkhianati kebenaran ini,
atau membiarkannya dirusakkan. Guru-guru palsu takut akan penganiayaan, dan ini
merupakan alasan kuat mengapa mereka bersemangat membela sunat, seperti yang
kita lihat dalam (ayat 12). Wajar saja untuk beranggapan bahwa jika orang rela
menderita demi membela suatu kebenaran, maka ia sepenuhnya yakin akan kebenaran
itu.
4.
Menurut Efesus
Menurut Surat Efesus disini Rasul Paulus mengambil waktu
untuk Nasihat Jemaat Efesusu, Supaya Hidup Murni, dan Kudus; kemudian Peringatan-peringatan
terhadap bahaya Dosa yang mendatangkan maut oleh karena Mendukakan Roh Kudus (
Ef. 4:17-32). Setelah menyampaikan nasihatnya dalam ayat-ayat
sebelumnya supaya jemaat saling mengasihi, bersatu, dan rukun, dalam ayat-ayat
ini Rasul Paulus memberikan sebuah nasihat supaya hati dan hidup orang Kristen
murni dan kudus. Kemurnian dan kekudusan ini dibicarakan secara lebih umum
dalam ayat 17-24, dan dalam beberapa contoh khusus dalam ayat 25-32. Nasihat
ini didahului dengan penuh kesungguhan: “Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini
kepadamu di dalam Tuhan.
Maksudnya, menimbang masalah yang dijelaskan di atas,
melihat kamu sebagai anggota-anggota tubuh Kristus dan ikut ambil bagian dalam
pemberian-pemberian-Nya, hal ini aku tekankan pada hati nuranimu, dan aku
tegaskan sebagai kewajibanmu di dalam nama Tuhan, berdasarkan wewenangku yang
berasal dari-Nya.” Pikirkanlah.
1)
Nasihat yang lebih
umum mengenai kemurnian dan kekudusan hati dan hidup. Nasihat itu dimulai
seperti ini, “Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal
Allah – bahwa untuk waktu ke depan, kamu jangan lagi hidup dan bertingkah laku
seperti orang-orang kafir yang tidak insaf dan tidak bertobat, yang sepenuhnya
dipimpin oleh pikiran yang memikirkan perkara yang sia-sia, yaitu
berhala-berhala dan harta duniawi mereka, hal-hal yang sama sekali tidak
bermanfaat bagi jiwa mereka, dan yang akan mengecewakan harapan-harapan
mereka.” Bangsa-bangsa bukan Yahudi yang sudah bertobat tidak boleh hidup
seperti bangsa-bangsa bukan Yahudi yang belum bertobat. Meskipun hidup di
antara mereka, bangsa-bangsa bukan Yahudi yang sudah bertobat tidak boleh hidup
seperti mereka.
Di sini, Rasul Paulus mengambil kesempatan untuk menggambarkan kefasikan
dunia kafir, yang darinya orang-orang Kristen yang diperbaharui direbut seperti
kayu dari api yang membakar. Pengertian mereka gelap (ay. Efesus 4:18). Mereka
tidak mempunyai pengetahuan yang menyelamatkan. Bahkan, mereka tidak tahu
banyak hal tentang Allah yang bisa saja mereka ketahui melalui terang alam.
Mereka berdiam dalam kegelapan, dan mereka menyukainya daripada terang. Dan
karena kebodohan, mereka jauh dari hidup persekutuan dengan Allah. Mereka
terasing dari hidup kudus, dan tidak suka serta benci terhadapnya. Padahal
hidup kudus bukan saja merupakan cara hidup yang dituntut Allah dan yang
membuat-Nya berkenan, yang melaluinya kita hidup untuk Dia, tetapi juga hidup
yang menyerupai Allah sendiri, dalam kemurnian-Nya, kebajikan-Nya,
kebenaran-Nya, dan kebaikan-Nya.
Sikap mereka yang masa bodoh merupakan penyebab dari keterasingan mereka
dari persekutuan dengan Allah ini, di mana persekutuan ini dimulai di dalam
terang dan pengetahuan. Sikap yang cenderung tidak mau tahu dan masa bodoh itu
merusak hidup beragama dan kesalehan. Dan apa yang menyebabkan mereka bersikap
masa bodoh seperti itu? Itu karena kedegilan atau kekerasan hati mereka. Bukan
karena Allah tidak menyatakan diri-Nya kepada mereka melalui karya-karya-Nya,
melainkan karena mereka tidak mau menerima pancaran-pancaran terang ilahi yang
memberi pengajaran. Mereka tidak tahu karena tidak mau tahu. Ketidaktahuan
mereka timbul dari kedegilan dan kekerasan hati mereka, karena mereka menolak
terang dan semua sarana pencerahan dan pengetahuan.
Hati nurani mereka bejat dan kering: Perasaan mereka telah tumpul (ay.
Efesus 4:19). Mereka tidak merasa berdosa, tidak juga sadar akan kesengsaraan
dan bahaya yang akan menimpa karena dosa mereka. Sehingga mereka menyerahkan
diri kepada hawa nafsu. Mereka terlena dalam hawa nafsu yang kotor. Dan, dengan
menyerahkan diri pada kuasa hawa nafsu ini, mereka menjadi budak dan hamba dari
dosa dan Iblis, mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran. Sudah
menjadi kebiasaan mereka untuk mengerjakan segala macam kecemaran, bahkan
dosa-dosa yang paling tidak wajar dan mencengangkan, dan itu dilakukan dengan
nafsu yang tak terpuaskan. Perhatikanlah, apabila hati nurani sudah kering
kerontang, maka dosa dilakukan tanpa mengenal lagi batas-batas. Apabila mereka
memancangkan hati untuk memuaskan hawa nafsu, apa lagi yang dapat diharapkan
selain kecemaran dan percabulan yang paling najis, dan bahwa perbuatan mereka yang
menjijikkan itu akan bertumpuk? Ini merupakan ciri-ciri bangsa-bangsa bukan
Yahudi. Akan tetapi,
Orang-orang Kristen ini harus membedakan diri dari bangsa-bangsa bukan
Yahudi yang seperti itu: Bukan itu yang kamu pelajari dari Kristus (ay. Efesus
4:20, KJV). Ayat itu bisa juga dibaca demikian, tetapi kamu bukan demikian.
Kamu telah belajar mengenal Kristus. Orang yang sudah belajar mengenal Kristus
diselamatkan dari kegelapan dan kenajisan yang melingkupi orang lain. Dan,
seiring bertambahnya pengenalan mereka, mereka wajib untuk hidup lebih baik
daripada orang lain. Ini merupakan alasan yang baik untuk menentang dosa, bahwa
bukan itu yang kita pelajari dari Kristus. Pelajarilah Kristus! Adakah Kristus
itu sebuah buku, pelajaran, cara, atau keahlian? Yang dimaksudkan di sini
adalah, “Bukan itu yang kamu pelajari dari Kekristenan, yaitu ajaran-ajaran
Kristus dan pedoman-pedoman hidup yang ditetapkan oleh-Nya, yaitu tidak berbuat
seperti apa yang diperbuat oleh orang lain. Seperti itulah adanya, atau karena,
kamu telah mendengar tentang Dia (ay. Efesus 4:21), telah mendengar ajaran-Nya
yang diberitakan oleh kami, dan menerima pengajaran di dalam Dia, di dalam
batin dan dengan berhasil, oleh Roh-Nya.” Kristus adalah pelajaran. Kita harus
mempelajari Kristus. Dan Kristus adalah Guru. Kita diajar oleh-Nya. Menurut
kebenaran yang nyata dalam Yesus. Ini bisa dipahami dengan dua cara: entah
“Kamu sudah diajarkan kebenaran yang sesungguhnya, sebagaimana yang dipegang
oleh Kristus sendiri, baik dalam ajaran-Nya maupun dalam hidup-Nya.” Atau
seperti ini, “Kebenaran sudah menanamkan kesan yang sedemikian rupa dalam
hatimu, menurut ukuranmu, sebagaimana demikian dalam hati Yesus.” Kebenaran
Kristus tampil dalam keindahan dan kuasanya, apabila ia tampil sebagaimana di dalam
Yesus.
Bagian lain dari nasihat umum itu tampak dalam kata-kata selanjutnya,
yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus
menanggalkan manusia lama, dst. (ay. Efesus 4:22-24). “Ini adalah bagian besar
dari ajaran yang sudah diajarkan kepada kamu, dan yang sudah kamu pelajari.” Di
sini Rasul Paulus berbicara dalam bahasa kiasan tentang pakaian. Kaidah-kaidah,
kebiasaan-kebiasaan, dan kecenderungan-kecenderungan jiwa harus diubah, sebelum
bisa terjadi perubahan hidup yang menyelamatkan. Harus ada pengudusan, yang
terdiri atas dua hal:
Manusia lama harus ditanggalkan. Sifat yang bobrok disebut manusia,
karena, seperti tubuh manusia, sifat itu terdiri atas bagian-bagian yang
beragam, yang saling mendukung dan menguatkan. Dari manusia lamalah, Adam yang
lama, kita mendapatkan sifat itu. Sifat itu merasuk ke dalam tulang-tulang, dan
kita membawanya bersama kita ke dalam dunia. Sifat itu halus seperti manusia
lama, tetapi dalam diri semua orang kudus kepunyaan Allah, sifat itu melemah dan
layu seperti manusia lama, siap untuk mati. Sifat itu dikatakan bobrok. Sebab
dosa di dalam jiwa merusakkan kemampuannya untuk berpikir dan merasa. Dan,
apabila tidak dimatikan, dosa itu bertambah buruk setiap hari, dan dengan
demikian akan menghancurkan. Oleh nafsunya yang menyesatkan. Segala
kecenderungan dan keinginan yang berdosa adalah nafsu yang menyesatkan.
Nafsu-nafsu itu menjanjikan kebahagiaan kepada manusia, tetapi justru
membuatnya semakin sengsara, dan jika tidak ditundukkan dan dimatikan akan mengkhianati
mereka dengan membawa mereka pada kebinasaan. Oleh sebab itu, semuanya ini
harus ditanggalkan seperti pakaian lama yang sudah malu kita pakai. Itu semua
harus ditundukkan dan dimatikan. Nafsu-nafsu ini menang melawan mereka dalam
kehidupan mereka yang dahulu, yaitu selagi mereka belum diperbaharui dan hidup
dalam keadaan tidak mengenal Allah.
Manusia baru harus dikenakan. Menyingkirkan kaidah-kaidah yang bobrok
saja tidak cukup, kita juga harus dihidupkan oleh kaidah-kaidah yang penuh
rahmat. Kita harus memeluk kaidah-kaidah itu, menerapkannya, dan menuliskannya
dalam hati kita. Berhenti melakukan kejahatan saja tidak cukup, kita juga harus
belajar berbuat baik. “Supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu (ay.
Efesus 4:23). Maksudnya, gunakanlah sarana yang tepat dan sudah ditetapkan
supaya pikiranmu, yang adalah roh, makin lama makin diperbaharui.” Dan supaya
kamu mengenakan manusia baru (ay. Efesus 4:24). Yang dimaksudkan dengan manusia
baru adalah sifat baru, makhluk baru, yang dihidupkan oleh sebuah kaidah baru,
yaitu anugerah yang memperbaharui, yang memampukan manusia untuk menjalani
hidup baru, hidup dalam kebajikan dan kekudusan yang dituntut oleh kekristenan.
Manusia baru ini diciptakan, atau dihasilkan dari kekacauan dan kehampaan, oleh
kekuatan Allah yang mahakuasa, yang karya-Nya sungguh unggul dan indah. Menurut
kehendak Allah, dengan meniru Dia, dan dengan mengikuti contoh dan teladan yang
agung itu. Hilangnya citra Allah pada jiwa merupakan keberdosaan dan
kesengsaraan manusia dalam keadaannya yang jatuh. Dan keserupaan yang dimiliki
jiwa dengan Allah adalah keindahan, kemuliaan, dan kebahagiaan makhluk baru. Di
dalam kebenaran, dalam hubungan dengan sesama manusia, yang mencakup semua
kewajiban yang terdapat dalam loh batu kedua. Dan dalam kekudusan, dalam
hubungan dengan Allah, yang menandakan ketaatan tulus terhadap
perintah-perintah yang terdapat dalam loh batu pertama. Kekudusan yang
sesungguhnya, yang berlawanan dengan kekudusan orang Yahudi yang bersifat
lahiriah dan keupacaraan. Dikatakan bahwa kita harus mengenakan manusia baru
ini ketika, dalam menggunakan semua sarana yang sudah ditentukan Allah, kita
berusaha mencontoh sifat ilahi ini, makhluk baru ini. Inilah nasihat umum
mengenai kemurnian dan kekudusan hati dan hidup.
2)
Rasul Paulus
melanjutkan ke beberapa hal yang lebih khusus. Karena hal-hal yang umum
biasanya tidak begitu berdampak, kita diberi tahu bagian-bagian tertentu yang
mana dari manusia lama yang harus dimatikan, kain kotor dari sifat lama yang
harus ditanggalkan itu, dan perhiasan-perhiasan khas apa dari manusia baru yang
dengannya kita harus menghiasi pengakuan iman Kristen kita. Rasul Paulus lebih
menekankan agar waspadah terhadap dusta,
dan selalu berusahalah berkata benar (ay. Efesus 4:25): “Karena itu, kamu sudah
tahu betul kewajibanmu, dan diwajibkan untuk melaksanakannya, biarlah tampak
dalam perilakumu di masa depan, bahwa ada perubahan yang besar dan nyata yang
dikerjakan dalam dirimu, khususnya dengan membuang dusta.”
Bangsa-bangsa kafir sangat bersalah
atas dosa ini, dengan menegaskan bahwa dusta yang bermanfaat itu lebih baik
daripada kebenaran yang menyakitkan. Dan karena itu, Rasul Paulus menasihati
mereka untuk berhenti berdusta, berhenti melakukan apa saja yang bertentangan
dengan kebenaran. Ini adalah bagian dari manusia lama yang harus ditanggalkan.
Dan bagian dari manusia baru yang harus dikenakan yang berlawanan dengannya
adalah berkata benar dalam semua percakapan kita dengan orang lain. Merupakan
ciri-ciri umat Allah bahwa mereka adalah anak-anak yang tidak mau berdusta,
yang tidak berani berdusta, yang membenci dan tidak menyukai dusta. Semua orang
yang beroleh anugerah berkata benar dengan kesadaran hati nurani, tidak mau
sengaja berdusta demi mendapatkan keuntungan besar bagi diri mereka sendiri.
Alasan yang diberikan di sini untuk berkata jujur adalah, karena kita adalah
sesama anggota.
Kebenaran adalah utang yang
harus kita bayar satu terhadap yang lain. Dan, jika kita saling mengasihi, kita
tidak akan menipu atau berbohong satu terhadap yang lain. Kita termasuk dalam
satu perkumpulan atau tubuh, dan kepalsuan atau dusta cenderung
mencerai-beraikannya. Oleh karena itu, kita harus menghindarinya dan berkata
benar. Amatilah, berdusta adalah dosa yang sangat besar, suatu pelanggaran khusus
terhadap kewajiban-kewajiban yang mengikat orang-orang Kristen, dan sangat
melukai serta merugikan perkumpulan Kristen. “Waspadalah terhadap kemarahan dan
amarah yang tak terkendali. Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat
dosa” (ay. Efesus 4:26). Ini dipinjam dari terjemahan Septuaginta (Perjanjian
Lama terjemahan bahasa Yunani – pen.) dari Mazmur 4:5, di mana kita
mengartikannya, biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa.
Di sini diberikan kelonggaran
yang mudah, sebab seperti itulah kita harus memandangnya, bukan sebagai
perintah. Biarlah kamu marah. Kita cukup mudah marah, Allah tahu itu. Tetapi
kita cukup kesulitan untuk tidak melanggar batasan ini, tetapi jangan berbuat
dosa. “Jika ada alasan yang bisa diterima bagimu untuk marah, usahakanlah untuk
tidak berbuat dosa dalam amarahmu itu. Dan karena itu, waspadalah terhadap
kemarahan yang berlebihan.” Ada orang bilang, kalau memang kita boleh marah
tetapi tidak boleh berdosa, maka jangan marah terhadap apa-apa kecuali terhadap
dosa. Dan kita harus lebih menginginkan kemuliaan Allah daripada kepentingan
atau nama baik kita sendiri. Satu dosa besar dan umum dalam amarah adalah
membiarkannya memanas menjadi kegeraman, dan membiarkan kegeraman itu mendekam
di dalam hati.
Oleh sebab itulah di sini kita
diperingatkan terhadap amarah. “Jika kamu tersulut amarah dan jiwamu menjadi
sangat resah, dan jika kamu dengan pahit hati membenci penghinaan apa saja yang
sudah diberikan kepadamu, maka sebelum malam tiba, tenangkan dan diamkan
jiwamu. Berdamailah dengan orang yang sudah berbuat salah terhadapmu, dan
biarlah semuanya menjadi baik-baik kembali: Janganlah matahari terbenam,
sebelum padam amarahmu. Jika amarah memanas menjadi kegeraman dan kepahitan
roh, oh pastikanlah engkau segera menekannya.”
Amatilah, walaupun amarah
dengan sendirinya tidak berdosa, namun ada bahaya yang sangat besar bahwa
amarah itu akan menjadi dosa jika tidak diwaspadai dengan hati-hati dan ditekan
dengan segera. Dan karena itu, walaupun bisa saja timbul dalam dada seorang
bijak, amarah hanya menetap dalam dada orang bodoh. Dan janganlah beri
kesempatan kepada Iblis (ay. Efesus 4:27). Orang yang terus memendam kegeraman
dan amarah yang berdosa membiarkan Iblis masuk ke dalam hati mereka, dan
membiarkannya mengambil keuntungan atas diri mereka, sampai ia membawa mereka
pada kebencian, rancangan-rancangan jahat, dst. “Dan janganlah beri kesempatan
kepada pemfitnah atau pendakwa palsu” (begitulah sebagian orang membaca ayat
itu). Maksudnya, “janganlah pasang telinga kepada para pembisik, penggunjing,
dan pemfitnah.”
Di sini kita diperingatkan
terhadap dosa mencuri, yaitu pelanggaran terhadap perintah kedelapan, dan
dinasihati supaya bekerja dengan jujur dan beramal: Orang yang mencuri,
janganlah ia mencuri lagi (ay. Efesus 4:28). Ini merupakan peringatan terhadap
segala macam perbuatan salah, yang dilakukan dengan kekerasan ataupun penipuan.
“Hendaklah kamu yang ketika masih dalam keadaan tidak mengenal Allah, bersalah
atas kejahatan besar ini, tidak lagi melakukannya.” Tetapi kita tidak hanya
harus berjaga-jaga terhadap dosa, melainkan juga dengan kesadaran hati nurani
harus banyak-banyak melakukan kewajiban yang berlawanan dengan itu. Bukan hanya
tidak mencuri, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang
baik dengan tangannya sendiri. Kemalasan membuat orang menjadi pencuri.
Begitulah menurut Krisostomus (uskup Konstantinopel, abad keempat – pen.), To
gar kleptein argias estin – Mencuri adalah akibat dari kemalasan.
Orang yang tidak mau bekerja,
dan malu meminta-minta, membuka diri lebar-lebar pada godaan-godaan untuk
mencuri. Oleh sebab itu, orang harus tekun dan rajin, bukan dengan cara yang
terlarang, melainkan dalam panggilan hidup yang jujur. Melakukan pekerjaan yang
baik. Bekerja, dengan cara yang jujur, akan menjauhkan orang dari godaan untuk
berbuat salah. Tetapi ada alasan lain mengapa orang harus rajin, yaitu supaya
mereka mampu berbuat suatu kebaikan, dan juga supaya mereka terhindar dari
godaan: Supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.
Mereka harus berusaha bukan hanya supaya mereka sendiri hidup, dan hidup dengan
jujur, melainkan juga supaya mereka bisa membagikan sesuatu untuk menutupi
orang yang berkekurangan. Amatilah, bahkan orang yang mendapat penghasilan dari
pekerjaan mereka harus beramal dari sedikit yang mereka punya kepada
orang-orang yang tidak bisa bekerja. Begitu penting dan tetap berlakunya
kewajiban beramal kepada kaum miskin ini sehingga bahkan para pekerja dan hamba
pun, dan mereka yang hanya mempunyai sedikit, harus menyumbangkan sedikit harta
mereka itu ke dalam perbendaharaan. Allah harus mendapat apa yang layak
didapat-Nya, dan kaum miskin adalah pihak penerima untuk Dia. Cermatilah lebih
jauh, amal yang akan mendapat perkenanan Allah bukanlah hasil dari
ketidakbenaran dan perampasan, melainkan dari kejujuran dan ketekunan. Allah
membenci perampasan dan kecurangan.
Di sini kita diperingatkan
terhadap perkataan kotor, dan dibimbing kepada perkataan yang berguna dan
membangun (ay. Efesus 4:29). Perkataan atau pembicaraan yang kotor dan najis
itu beracun dan menular, seperti daging yang tengik dan busuk. Perkataan
seperti itu timbul dari, dan banyak membuktikan, kebobrokan dalam hati
pembicaranya, dan cenderung merusakkan pikiran dan perilaku orang lain yang
mendengarnya. Oleh karena itu, orang-orang Kristen harus waspada terhadap
segala macam pembicaraan seperti itu. Secara umum, perkataan seperti itu bisa
dipahami sebagai semua hal yang menyulut hawa nafsu dan amarah orang lain. Kita
tidak hanya harus menanggalkan perkataan kotor, tetapi juga mengenakan
perkataan yang baik untuk membangun. Manfaat besar dari kata-kata adalah
membangun mereka yang kita ajak bicara. Orangorang Kristen harus berusaha
menggalakkan penggunaan percakapan yang berguna: supaya mereka yang
mendengarnya, beroleh kasih karunia. Supaya perkataan itu baik untuk, dan
berkenan pada, mereka yang mendengarnya, dengan memberi informasi, nasihat,
teguran yang diperlukan, atau sejenisnya.
Amatilah, merupakan kewajiban
besar dari orang-orang Kristen untuk memastikan bahwa mereka tidak menyinggung
orang lain dengan bibir mereka, dan memanfaatkan percakapan dan perbincangan,
sebanyak mungkin, demi kebaikan orang lain. Di sini ada peringatan lain
terhadap kegeraman dan kemarahan, dengan nasihat lebih jauh untuk saling
mengasihi dan bersikap ramah satu terhadap yang lain (ay. Efesus 4:31-32). Yang
dimaksud dengan kepahitan, kegeraman, dan kemarahan adalah kebencian dan
ketidaksenangan yang kasar di dalam batin terhadap orang lain. Dan yang
dimaksud dengan pertikaian adalah omong besar, ancaman keras, dan perkataan
lain yang melewati batas, yang dengannya kepahitan, kegeraman, dan kemarahan
melampiaskan diri.
Orang-orang Kristen tidak boleh
memanjakan nafsu-nafsu rendah ini dalam hati mereka, tidak boleh bertikai
dengan lidah mereka. Fitnah berarti semua perkataan yang menista, mencerca, dan
mencemooh orang-orang yang membuat kita marah. Dan yang dimaksudkan dengan
kejahatan di sini adalah kemarahan yang berurat akar, yang mendorong orang
untuk merancang dan melakukan kejahatan kepada orang lain. Selanjutnya
disebutkan apa yang bertentangan dengan semuanya ini: Hendaklah kamu ramah
seorang terhadap yang lain. Ini menyiratkan asas kasih di dalam hati, dan
ungkapan-ungkapan lahiriahnya dalam perilaku yang ramah, rendah hati, dan
sopan. Sudah sepatutnya murid-murid Yesus ramah satu terhadap yang lain,
seperti orang-orang yang sudah belajar, dan mau mengajar, rasa terima kasih.
Penuh kasih mesra, yaitu murah hati dan peka terhadap kesusahan dan penderitaan
orang lain, sehingga cepat tergerak oleh belas kasihan. Saling mengampuni.
Perbedaan akan ada di antara murid-murid Kristus.
Oleh karena itu, mereka harus
cinta damai, dan siap mengampuni. Dengan demikian, mereka menyerupai Allah
sendiri, yang di dalam Kristus telah mengampuni mereka, dan itu lebih daripada
mereka bisa mengampuni satu sama lain. Perhatikanlah, pada Allah ada
pengampunan. Ia mengampuni dosa di dalam Yesus Kristus, dan berdasarkan
penebusan yang sudah dibuat Kristus demi memuaskan keadilan ilahi.
Perhatikan lagi, mereka yang
diampuni Allah haruslah berjiwa pengampun, dan harus mengampuni sebagaimana
Allah mengampuni, dengan tulus dan sepenuh hati, dengan hati yang siap dan
gembira, mengampuni semua orang dan untuk selama-lamanya, apabila si pendosa
bertobat dengan tulus, mengingat bahwa mereka berdoa, ampunilah kami akan
kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.
Sekarang, kita bisa mencermati semua hal khusus yang ditekankan oleh Rasul
Paulus ini, bahwa itu semua termasuk dalam perintah-perintah yang terdapat
dalam loh batu kedua. Dari sini orang-orang Kristen harus mempelajari
kewajiban-kewajiban ketat yang mengikat mereka untuk melaksanakan
perintah-perintah dalam loh batu kedua. Dan bahwa orang yang tidak
melaksanakannya dengan kesadaran hati nurani berarti tidak pernah takut akan
Allah atau mengasihi-Nya dengan sebenarnya dan tulus, apa pun itu kepura-puraan
mereka.
Di tengah-tengah nasihat dan
peringatan ini, Rasul Paulus menyelipkan sebuah nasihat umum, dan janganlah
kamu mendukakan Roh Kudus Allah (ay. Efesus 4:30). Dengan melihat apa yang
dikatakan sebelumnya, dan apa yang dikatakan selanjutnya, kita bisa melihat apa
itu yang mendukakan Roh Allah. Dalam ayat 25-29, tersirat bahwa semua kecemaran
dan kenajisan, dusta, dan perkataan kotor yang memicu hawa nafsu kotor
mendukakan Roh Allah. Dalam bagian selanjutnya tersirat bahwa nafsu-nafsu
bobrok seperti kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, fitnah, dan
kejahatan itu mendukakan Roh yang baik ini. Dengan ini tidak dimaksudkan bahwa
Sang Pribadi yang penuh berkat itu bisa dibuat berduka atau kesal seperti kita
manusia. Tetapi maksud dari nasihat itu adalah supaya kita tidak berbuat
kepada-Nya dengan cara yang cenderung mendukakan dan menggelisahkan sesama
kita.
Kita tidak boleh melakukan apa
yang bertentangan dengan sifat-Nya yang kudus dan kehendak-Nya. Kita tidak
boleh menolak mendengarkan nasihat-nasihat-Nya, atau memberontak melawan
pemerintahan-Nya, sebab itu akan membuat-Nya berbuat terhadap kita seperti yang
cenderung akan dilakukan manusia satu terhadap yang lainnya ketika mereka
dibuat marah dan berduka, yaitu dengan cara menarik diri dan kebaikan mereka
dari orang-orang itu, dan mencampakkan mereka kepada musuh-musuh mereka. Oh, janganlah
membuat Roh Allah yang penuh berkat itu menarik hadirat-Nya dan kuasa-kuasa-Nya
yang penuh rahmat darimu! Inilah alasan yang baik mengapa kita tidak boleh
mendukakan Dia, yang oleh-Nya kita telah dimeteraikan menjelang hari
penyelamatan. Akan datang hari penyelamatan. Tubuh pasti akan ditebus dari
kuasa maut pada hari kebangkitan, dan kemudian umat Allah akan dilepaskan dari
semua akibat dosa, dan juga dari segala dosa dan kesengsaraan, yang tidak akan
pernah lepas dari mereka sebelum mereka diselamatkan dari alam maut. Barulah
pada saat itu kebahagiaan mereka yang penuh dan utuh dimulai. Semua orang yang
sungguh-sungguh percaya dimeteraikan menjelang hari itu.
Allah telah membedakan mereka
dari orang lain, dengan memberikan tanda pada mereka. Dan Ia memberi mereka
jaminan dan keyakinan akan kebangkitan yang penuh sukacita dan mulia. Dan Roh
Allahlah meterainya. Di mana pun Roh yang penuh berkat itu berada sebagai
Pengudus, Dia adalah jaminan dari segala sukacita dan kemuliaan di hari
penyelamatan. Dan kita pasti akan binasa seandainya Allah mengambil Roh
Kudus-Nya dari kita.
Keadaan orang Efesus yang pada dasarnya malang itu
dijelaskan sebagian di sini. (2:1-3) Perhatikan
dengan baik, Jiwa yang belum diperbarui adalah jiwa yang mati di dalam pelanggaran
dan dosa. Semua orang yang tinggal di dalam dosa mereka, mati di dalam dosa.
Bahkan tidak hanya itu, tetapi juga di dalam pelanggaran dan dosa, yang bisa
berarti segala macam dosa, baik yang sudah biasa dilakukan maupun yang
dilakukan satu kali saja, baik dosa di dalam hati maupun dosa dalam perbuatan.
Dosa adalah kematian jiwa. Di mana pun hal itu terjadi, maka di situ pun segala
kehidupan rohani lenyap. Orang berdosa ada dalam keadaan mati, karena tidak
lagi berpegang pada hukum, dan kehilangan kuasa kehidupan rohani. Mereka
terbuang dari Allah, sumber kehidupan. Mereka juga mati secara hukum, karena
dikatakan bahwa seorang penjahat yang bersalah harus mati.
Keadaan berdosa adalah suatu keserupaan dengan dunia ini
(ay. Efesus 2:2). Di ayat pertama, Paulus berbicara tentang keadaan batiniah
mereka. Di sini, ia berbicara mengenai perilaku mereka secara lahiriah. Di
dalamnya, yaitu di dalam pelanggaran dan dosa, dahulu kamu hidup. Kamu hidup
dan berperilaku sedemikian rupa seperti yang biasa dilakukan orang dunia.
Pada dasarnya, kita adalah budak yang terikat pada dosa
dan Iblis. Barangsiapa hidup dalam pelanggaran dan dosa, dan mengikuti jalan
dunia ini, ia mentaati penguasa kerajaan angkasa. Demikianlah Iblis, atau
penguasa setan-setan, digambarkan. Lihat Matius 12:24, 26. Pasukan malaikat
yang telah jatuh adalah seperti sebuah kekuatan yang dipersatukan di bawah
seorang pemimpin. Karena itu, apa yang di tempat lain disebut sebagai
kuasa-kuasa gelap di sini disebut dalam bentuk tunggal. Angkasa digambarkan
sebagai takhta kerajaan Iblis, dan baik orang Yahudi maupun orang kafir memang
berpendapat bahwa angkasa penuh dengan roh-roh, dan di sanalah roh-roh itu
bekerja. Tampaknya Iblis memiliki kekuasaan tertentu (dengan seizin Allah) di
bagian angkasa yang lebih rendah.
Di sana dia telah siap sedia untuk menggoda manusia, dan
sebisa mungkin melakukan kejahatan sebanyak-banyaknya di dunia. Namun, sungguh
merupakan penghiburan dan sukacita bagi umat Allah bahwa Dia, yang menjadi
Kepala dari segala yang ada bagi jemaat, telah menaklukkan Iblis dan
membelenggunya. Namun orang jahat adalah budak Iblis, karena mereka hidup
mengikutinya. Mereka hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan kesenangan
si perebut kekuasaan ini. Perbuatan dan tujuan mereka dilakukan seturut dengan
nasihatnya, dan menuruti godaannya. Mereka tunduk kepadanya, dan menjadi
tawanannya yang mengikat mereka dengan kehendaknya, sehingga ia disebut sebagai
ilah dunia ini, dan roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang
durhaka.
Orang-orang durhaka adalah orang-orang yang memilih untuk
tidak menaati Allah, dan melayani Iblis. Di dalam diri mereka Iblis bekerja
dengan begitu kuat dan efektif. Sebagaimana Roh yang baik mengerjakan apa yang
baik di dalam jiwa yang taat, demikian pula roh yang jahat ini mengerjakan apa
yang jahat di dalam diri orang jahat. Dan sekarang ia bekerja, bukan hanya
sejak sekarang ini, melainkan juga sudah sejak dunia diberkati dengan terang
Injil yang mulia. Rasul Paulus menambahkan, sebenarnya dahulu kami semua juga
terhitung di antara mereka. Kata-kata ini mengacu pada orang Yahudi. Di sini
Paulus menyiratkan bahwa pada dasarnya dahulu mereka berada di dalam keadaan
yang malang dan menyedihkan, serta sama jahat dan kejinya dengan orang-orang
bukan Yahudi yang belum diperbarui itu sendiri. Paulus menggambarkan lebih jauh
keadaan mereka yang sesungguhnya di dalam perkataannya yang berikut.
Pada dasarnya kita diperbudak oleh daging dan kesenangan
kita yang keji (ay. Efesus 2:3). Dengan menuruti kehendak daging dan pikiran,
manusia ternoda oleh pencemaran jasmani dan rohani. Tetapi Rasul Paulus
menyuruh orang Kristen menyucikan diri dari semuanya itu (2Kor. 7:1). Menuruti
keinginan daging dan pikiran mencakup segala dosa dan kejahatan yang dilakukan
di dalam dan oleh para penguasa jiwa, baik yang lebih rendah maupun yang lebih
tinggi atau lebih berkuasa. Sifat bejat kita mencondongkan kita kepada segala
dosa itu, dan kita hidup untuk melakukan semua dosa tersebut. Pikiran yang
bersifat kedagingan menjadikan manusia sebagai budak yang sempurna terhadap
nafsunya yang bejat. Memenuhi kehendak daging, begitulah kata-katanya dapat
ditafsirkan, menunjukkan besarnya kekuatan nafsu-nafsu ini, dan kuasa apa yang
mereka punyai atas orang-orang yang menyerahkan diri kepadanya.
Pada dasarnya kita adalah orang-orang yang harus
dimurkai, sama seperti mereka yang lain. Orang Yahudi harus dimurkai, seperti
halnya orang bukan Yahudi. Dan pada dasarnya kodrat orang yang satu sama saja
seperti yang lain, bukan hanya karena kebiasaan dan karena meniru, melainkan
juga sudah sejak kita mulai ada, dan juga dikarenakan kecenderungan dan nafsu
alamiah kita. Karena pada dasarnya semua orang adalah orang-orang durhaka, maka
pada dasarnya mereka juga adalah orang-orang yang harus dimurkai. Setiap hari
Allah murka terhadap orang yang jahat. Tindakan dan keadaan kita begitu layak
dimurkai, dan akan berakhir di dalam murka kekal, seandainya anugerah ilahi
tidak turut campur tangan. Oleh sebab itu, jelas sekali mengapa orang berdosa
harus menaruh perhatian terhadap anugerah yang akan mengubah mereka dari
orang-orang yang harus dimurkai menjadi anak-anak Allah dan ahli waris
kemuliaan! Sampai di sini, Rasul Paulus telah menjelaskan betapa malangnya
keadaan manusia yang sesungguhnya di dalam ayat-ayat ini. Kita akan mendapati
bahwa topik ini dibahas lagi oleh Paulus dalam beberapa ayat berikutnya.
5.
Menurut Kolose
Menurut
Surat Kolose penekananya adalah “Perlunya
Mematikan Dosa (Kol. 3:5-7)”. Rasul Paulus menasihati
jemaat Kolose untuk mematikan dosa, yang menjadi penghalang besar untuk mencari
perkara-perkara yang di atas. Karena merupakan kewajiban kita untuk mengarahkan
hati kepada perkara-perkara sorgawi, maka sudah menjadi kewajiban kita pulalah
untuk mematikan dalam diri kita segala sesuatu yang duniawi, yang biasanya
mencondongkan hati kita pada perkara-perkara yang di dunia. “Matikanlah mereka,
yaitu, taklukkanlah kebiasaan-kebiasaan pikiran yang jahat yang menguasai kamu
ketika kamu masih belum percaya. Bunuhlah mereka, tindaslah mereka, seperti yang
kamu lakukan terhadap ilalang atau hama yang menyebar dan membinasakan semua di
sekitarnya. Atau, seperti kamu membunuh seorang musuh yang melawanmu dan
melukaimu.” Segala sesuatu dalam dirimu yang duniawi. Ini termasuk anggota
tubuh, yang merupakan bagian dari diri kita di dunia, dan yang direkam di
bagian-bagian bumi yang paling bawah (Mzm. 139:15), atau kegemaran yang bejat
di dalam pikiran, yang mengarahkan kita kepada perkara-perkara duniawi,
anggota-anggota tubuh maut (Rm. 7:24). Paulus merincinya,
1) Nafsu-nafsu
kedagingan, yang dahulu dikenal sangat menguasai mereka. Percabulan, kenajisan,
hawa nafsu, nafsu jahat, berbagai perbuatan nafsu daging dan ketidakmurnian
daging. Semua itu begitu mereka nikmati di dalam kehidupan mereka sebelumnya,
dan begitu bertentangan dengan kehidupan sebagai orang Kristen dan pengharapan
sorgawi.
2) Cinta
akan dunia ini. Dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala.
Yaitu, kasih yang tidak sepatutnya terhadap kebaikan yang hanya sementara
sifatnya dan kenikmatan lahiriah. Itu dimulai dengan menilainya terlalu tinggi,
sehingga orang mengejarnya dengan nafsu berlebih, dan tidak dapat menggunakan
serta menikmatinya sebagaimana mestinya, dan kemudian timbullah perasaan sangat
takut dan kesedihan yang luar biasa apabila kehilangan itu semua. Perhatikan,
keserakahan adalah penyembahan berhala secara rohaniah. Keserakahan berarti
memberikan kasih dan penghargaan terhadap kekayaan duniawi, yang seharusnya
hanya layak diberikan bagi Allah. Sikap seperti ini menjadikan keserakahan
semakin jahat dan jauh lebih menjengkelkan bagi Allah, daripada yang biasa
disangka orang. Selain itu, tampak jelas bahwa di antara segala contoh dosa
yang pernah dilakukan oleh semua orang baik seperti yang tercatat di dalam
firman (dan jarang sekali ada di antaranya yang tidak jatuh ke dalam dosa,
kecuali beberapa orang saja, dalam suatu kesempatan dalam hidup mereka), tidak
pernah di dalamnya tercatat ada orang baik yang berdosa dalam hal keserakahan.
Paulus terus menunjukkan betapa pentingnya mematikan dosa (ay. Kolose 3:6-7).
Karena, jika kita tidak membunuh mereka, mereka akan
membunuh kita. Semuanya itu mendatangkan murka Allah (atas orang-orang durhaka)
(ay. Kolose 3:6). Perhatikanlah, pada dasarnya apakah kita ini, kurang
lebihnya: orang-orang durhaka. Bukan hanya orang-orang durhaka, melainkan juga
ada di bawah kuasa dosa dan secara alamiah cenderung untuk durhaka atau tidak
patuh. Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan
pendusta-pendusta telah sesat (Mzm. 58:4). Selain itu, sebagai orang-orang
durhaka, kita adalah orang-orang yang harus dimurkai (Ef. 2:3). Murka Allah
menimpa semua orang durhaka. Barangsiapa tidak menaati ketetapan-ketetapan
hukum, ia menimpakan hukuman kepada dirinya sendiri. Dosa yang disebutkan oleh
Paulus adalah dosa yang dilakukan jemaat Kolose ketika mereka masih kafir dan
menyembah berhala, sehingga khususnya pada saat itu mereka adalah orang-orang
durhaka, dan dosa-dosa ini menimpakan hukuman ke atas mereka, dan
memperhadapkan mereka pada murka Allah.
Kita harus mematikan dosa-dosa ini, karena dosa-dosa
tersebut sudah hidup di dalam diri kita. Dahulu kamu juga melakukan hal-hal itu
ketika kamu hidup di dalamnya (ay. Kolose 3:7). Perhatikan, merenungkan bahwa
tadinya kita hidup di dalam dosa merupakan sebuah alasan yang baik mengapa
sekarang kita harus meninggalkan dosa. Kita sudah melangkah di jalan yang
sesat, dan karena itu janganlah kita berjalan di dalamnya lagi. Jikalau aku
telah berbuat curang, maka aku tidak akan berbuat lagi (Ayb. 34:32). Telah
cukup banyak waktu yang kita pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang
yang tidak mengenal Allah, ketika kita berjalan di dalam hawa nafsu (1Ptr.
4:3). Ketika kamu hidup di antara orang-orang yang berbuat demikian
(demikianlah beberapa orang menafsirkannya), berarti kamu hidup di dalam
perbuatan-perbuatan yang jahat itu. Adalah sukar untuk tinggal di antara
orang-orang yang melakukan pekerjaan gelap tanpa memiliki persekutuan dengan
mereka, seperti halnya berjalan di dalam lumpur tanpa ternoda tanah. Marilah
kita menjauh dari jalan orang jahat.
Perlunya Mematikan Dosa lihat di pasal (3:8-11). Sebagaimana
kita harus mematikan segala keinginan yang tidak pada tempatnya, begitu juga
kita harus mematikan segala nafsu yang tidak semestinya (ay. Kolose 3:8).
Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, karena
semuanya ini bertentangan dengan rancangan Injil, seperti halnya segala
ketidakmurnian yang jahat. Sekalipun semua itu merupakan kejahatan yang lebih
bersifat rohani, bukan berarti tidak lebih jahat. Kebenaran Injil
memperkenalkan suatu perubahan terhadap kuasa-kuasa jiwa baik yang lebih tinggi
maupun yang lebih rendah, dan mendukung akal sehat dan hati nurani lebih
berkuasa daripada nafsu dan gairah.
Amarah dan geram sudah buruk, tetapi kejahatan lebih
buruk lagi, karena akarnya lebih dalam dan dilakukan dengan sengaja. Kejahatan
adalah suatu amarah yang memuncak dan ditindaklanjuti. Selain itu, sebagaimana
keyakinan-keyakinan bejat di dalam hati harus dipangkas, maka begitu juga
dengan buah yang dihasilkannya melalui lidah. Contohnya yaitu fitnah, yang
agaknya lebih dimaksudkan berbicara buruk tentang manusia daripada tentang
Allah, berkata-kata jahat kepada mereka, atau menimbulkan
pembicaraan-pembicaraan yang buruk tentang mereka, dan mencemari nama baik
mereka dengan cara-cara licik yang jahat.
Kata-kata kotor, yaitu, segala percakapan yang kotor dan
kasar, yang berasal dari pikiran cemar di dalam diri orang yang mengatakannya,
dan menimbulkan pencemaran yang sama pada diri pendengarnya. Dan juga, dusta:
Jangan lagi kamu saling mendustai (ay. Kolose 3:9), karena dusta bertentangan
baik dengan hukum kebenaran maupun hukum kasih. Dusta itu tidak adil dan juga
tidak baik, dan biasanya cenderung menghancurkan iman dan persahabatan di
tengah umat manusia. Dusta menjadikan kita serupa dengan Iblis (yang adalah
bapa segala dusta), dan merupakan bagian utama dari gambaran Iblis pada jiwa
kita. Karena itulah, kita diperingatkan terhadap dosa ini dengan penjelasan
umum ini: Karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan
telah mengenakan manusia baru (ay. Kolose 3:10).
Dengan merenungkan pengakuan kita bahwa kita sudah
menjauhi dosa dan mendukung kepentingan Kristus, bahwa kita telah menolak
segala dosa dan memeluk kepentingan Kristus, maka seharusnya itu membentengi
kita dari dosa dusta ini. Barangsiapa telah menanggalkan manusia lama, juga
telah menanggalkan perbuatan manusia lama itu. Juga, mereka yang telah
mengenakan manusia baru harus mengenakan semua perbuatan manusia baru, bukan
hanya memeluk kaidah-kaidah yang baik, tetapi juga menindakinya dalam perilaku
yang baik. Dikatakan bahwa manusia baru terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh
pengetahuan yang benar,
karena orang yang tidak berpengetahuan tidak dapat
menjadi orang yang baik. Tanpa pengetahuan, hati tidak dapat menjadi baik (Ams.
19:2). Anugerah Allah bekerja atas kehendak dan perasaan dengan memperbarui
akal budi. Teranglah yang pertama ada dalam ciptaan baru, sebagaimana ia yang
pertama ada pada mulanya, menurut gambar Khaliknya. Bagi manusia yang tidak
berdosa, merupakan sebuah kehormatan bahwa ia diciptakan menurut gambar Allah.
Namun, gambar itu rusak dan terhilang oleh karena dosa, dan diperbarui oleh
anugerah yang menguduskan. Karena itu, jiwa yang diperbarui sama seperti
keadaan awal Adam ketika ia diciptakan. Di dalam karya pengudusan yang
merupakan sebuah hak istimewa, tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang
bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau
orang merdeka (ay. Kolose 3:11). Sekarang sudah tidak ada lagi perbedaan yang
timbul karena adanya perbedaan negara atau perbedaan keadaan dalam kehidupan.
Menjadi kudus merupakan tugas bagi orang yang satu dan juga bagi yang lain,
seperti halnya menerima anugerah dari Allah untuk menjadi kudus adalah hak
istimewa bagi orang yang satu sama seperti bagi yang lain. Kristus datang untuk
merubuhkan semua tembok pemisah, supaya semua orang dapat berdiri sejajar di
hadapan Allah, baik dalam hal tugas maupun hak istimewa. Dan karena alasan ini,
yaitu karena Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu. Kristus adalah
segala-galanya bagi seorang Kristen, satu-satunya Tuhan dan Juruselamatnya, dan
segala pengharapan dan kebahagiaannya. Dan bagi orang-orang yang dikuduskan,
baik yang satu maupun yang lain, dan siapa pun mereka di dalam hal yang lain,
Dia adalah semua di dalam semua, Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir. Dia
adalah semua di dalam segala sesuatu bagi mereka.
6.
Menurut 1 dan 2 Tesalonika
Menurut
1 dan 2 Tesalonika, lebih menyoroti tentang dosa
yang bersifat merendahkan Roh Kudus atau memandang rendah terhadap karya Roh
Kudus. Dalam kehidupan manusia hari demi hari. Rasul Paulus dengan tegas
mengatakan dengan nada tegas bahwa “Janganlah padamkan Roh” (ay. 1 Tesalonika
5:19), sebab Roh anugerah dan permohonan inilah yang menopang kita dalam segala
kelemahan kita, yang mendampingi kita dalam segala doa dan ucapan syukur kita.
Orang Kristen dikatakan dibaptis dengan Roh Kudus dan dengan api. Ia bekerja
seperti api, dengan menerangi, menghidupkan, dan memurnikan jiwa-jiwa manusia.
Kita harus berhati-hati agar tidak memadamkan api kudus ini. Seperti api yang
akan padam kalau kehabisan bahan bakar, demikian pula kita akan memadamkan Roh
jika kita tidak menggugah roh kita, dan segenap batin kita, untuk mengikuti
pimpian-pimpinan Roh yang baik itu. Dan sama seperti api akan padam jika
disiram air, atau ditimbun dengan banyak kotoran, demikian pula kita harus
berhati-hati agar tidak memadamkan Roh Kudus dengan memanjakan diri dengan hawa
nafsu kedagingan, atau hanya memikirkan perkara-perkara duniawi.
Janganlah anggap rendah nubuat-nubuat
(ay. 1 Tesalonika 5:20). Sebab, jika kita mengabaikan sarana anugerah, maka
kita akan kehilangan Roh anugerah. Yang dimaksudkan dengan nubuat di sini
adalah mengajarkan firman, dan menafsirkan serta menerapkan Kitab Suci. Ini
tidak boleh kita anggap rendah, tetapi harus kita hargai dan nilai tinggi,
karena itu merupakan ketetapan Allah, yang ditetapkan oleh-Nya untuk memajukan
dan mengembangkan diri kita dalam pengetahuan dan anugerah, kekudusan dan
penghiburan. Kita tidak boleh menganggap rendah pengajaran, walaupun itu
sederhana, dan tidak disampaikan dengan kata-kata indah hikmat manusia, dan
walaupun kita tidak diberi tahu lebih daripada apa yang sudah kita ketahui
sebelumnya. Sungguh bermanfaat, dan sering kali perlu, bila pikiran kita
digugah, perasaan dan tekad hati kita dibangkitkan, kepada hal-hal yang sudah
kita ketahui merupakan kepentingan dan kewajiban kita.
Pemberitahuan mengenai Kemurtadan
(2:13-15). Ayat 13 Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah
karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya
telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam
kebenaran yang kamu percayai. 14 Untuk itulah Ia telah memanggil kamu oleh
Injil yang kami beritakan, sehingga kamu boleh memperoleh kemuliaan Yesus
Kristus, Tuhan kita. 15 Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran
yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis. (2
Tesalonika 2:13-15).
Penghiburan yang dapat dirasakan oleh
jemaat Tesalonika dalam menghadapi ngerinya kemurtadan ini (ay. 2 Tesalonika
2:13-14). Karena mereka dipilih untuk memperoleh keselamatan, dan dipanggil
untuk menerima kemuliaan. Perhatikan, ketika kita mendengar tentang kemurtadan
banyak orang, sungguh merupakan suatu penghiburan dan sukacita yang besar bahwa
masih ada sejumlah orang yang tersisa menurut pilihan kasih karunia, yang telah
bertekun dan akan terus bertekun. Secara khusus, kita harus bersukacita, jika
kita mempunyai alasan untuk berharap bahwa kita adalah bagian dari kumpulan
tersebut. Rasul Paulus menganggap dirinya wajib untuk bersyukur kepada Allah
dalam hal ini. Kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu.
Dia sudah sering mengucap syukur
karena mereka, dan ia masih terikat untuk mengucap syukur atas diri mereka. Dan
memang ada alasan yang kuat untuk itu, yaitu karena mereka dikasihi oleh Tuhan,
seperti yang tampak di dalam persoalan ini, yakni bahwa mereka aman dari
kemurtadan. Pemeliharaan terhadap orang-orang kudus ini disebabkan oleh. Kokohnya
pilihan kasih karunia (ay. 2 Tesalonika 2:13). Mereka dikasihi oleh Tuhan,
karena Allah telah memilih mereka dari mulanya. Ia telah mengasihi mereka
dengan kasih yang kekal. Mengenai pemilihan Allah ini kita dapat mengamati,
a. Waktunya yang kekal. Pemilihan ini dilakukan sejak dari
mulanya, bukan sejak permulaan Injil, melainkan sejak permulaan dunia, sebelum
dunia dijadikan (Ef. 1:4). Kemudian,
b. Tujuan mengapa mereka dipilih, yaitu untuk menerima
keselamatan, keselamatan yang utuh dan kekal dari dosa dan kesengsaraan, dan
menikmati segala sesuatu yang baik sepenuhnya.
Sarana untuk mencapai tujuan
ini, yaitu pengudusan oleh Roh dan dalam kepercayaan pada kebenaran. Dengan
begitu, ketetapan mengenai pemilihan ini menghubungkan tujuan dengan sarananya,
dan keduanya tidak boleh dipisahkan. Kita tidak dipilih oleh Allah karena kita
kudus, melainkan supaya kita dapat menjadi kudus. Karena kita telah dipilih
oleh Allah, maka kita tidak boleh hidup sekehendak hati kita. Namun jika kita
telah dipilih untuk menerima keselamatan sebagai tujuan kita, maka kita harus
mempersiapkan diri untuk hal itu dengan menguduskan diri, karena pengudusan
adalah sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Pengudusan ini terjadi
melalui pekerjaan Roh Kudus, sebagai pihak yang menguduskan, dan dengan iman,
sebagai bagian yang wajib kita kerjakan. Kepercayaan pada kebenaran harus ada,
karena tanpa hal itu tidak mungkin ada pengudusan yang sejati, atau ketekunan
di dalam kasih karunia, atau pemerolehan keselamatan. Iman dan kekudusan harus
bersama-sama, seperti halnya kekudusan dan kebahagiaan. Itu sebabnya,
Juruselamat kita berdoa bagi Petrus supaya imannya jangan gugur (Luk. 22:32),
dan bagi para murid-Nya (Yoh. 17:17), kuduskanlah mereka dalam kebenaran;
firman-Mu adalah kebenaran.
Kuasa panggilan Injil (ay. 2
Tesalonika 2:14). Sebagaimana mereka telah dipilih untuk menerima keselamatan,
maka begitu pula mereka dipilih untuk itu oleh Injil. Mereka yang
ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya (Rm. 8:30). Secara
lahiriah, Allah memanggil melalui Injil, dan panggilan ini dibuat menjadi berhasil
melalui pekerjaan di dalam batin yang dilakukan oleh Roh. Perhatikan, ke mana
pun Injil datang, ia memanggil dan mengundang orang untuk menerima kemuliaan.
Ini adalah sebuah panggilan untuk menerima kehormatan dan kebahagiaan, bahkan
kemuliaan Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu kemuliaan yang telah dibeli-Nya, dan
kemuliaan yang dimiliki-Nya, untuk diberikan kepada siapa saja yang mau percaya
kepada-Nya dan menaati Injil-Nya. Orang-orang yang demikian itu akan hidup
bersama Kristus, memandang kemuliaan-Nya, dan mereka akan dimuliakan bersama
Kristus dan turut ambil bagian di dalam kemuliaan-Nya. Dari sini, pembahasan
dilanjutkan dengan,
2) Suatu seruan untuk berdiri teguh dan bertekun. Sebab itu,
berdirilah teguh (ay. 2 Tesalonika 2:15). Perhatikan, Paulus bukan berkata,
“Kamu telah dipilih untuk menerima keselamatan, dan karena itu kamu boleh
berbuat seenaknya dan tetap aman,” melainkan, sebab itu berdirilah teguh.
Anugerah Allah di dalam memilih dan menetapkan kita sama sekali tidak berarti
bahwa kita boleh meninggalkan jerih payah dan usaha kita. Justru seharusnya hal
itu menyadarkan dan menarik kita supaya memiliki tekad dan kerajinan
sehebat-hebatnya. Begitu pula, Rasul Yohanes, setelah memberi tahu orang-orang
yang ditujunya di dalam suratnya bahwa mereka telah menerima pengurapan yang
akan tinggal tetap di dalam diri mereka, dan bahwa mereka harus tinggal di
dalam Dia (di dalam Kristus), menambahkan nasihat ini, sekarang tinggallah di
dalam Kristus (1Yoh. 2:27-28). Jemaat Tesalonika dinasihati supaya berdiri
teguh di dalam pengakuan Kristen mereka, supaya berpegang pada ajaran-ajaran
yang mereka terima, atau ajaran Injil, yang disampaikan oleh Rasul Paulus, baik
secara lisan maupun melalui surat. Pada saat itu kanon Alkitab masih belum
lengkap, sehingga beberapa hal disampaikan oleh para rasul melalui
khotbah-khotbah mereka, di bawah tuntunan Roh yang tidak mungkin keliru, dan
orang Kristen wajib menerimanya sebagai perkataan yang berasal dari Allah.
Beberapa hal yang lain
setelah itu dituliskan oleh mereka, sebagaimana Rasul Paulus telah menulis
surat yang pertama kepada jemaat Tesalonika ini, dan surat-surat ini ditulis
ketika para penulis ini digerakkan oleh Roh Kudus. Perhatikan, karena itu tidak
ada alasan untuk menganggap tradisi lisan di zaman kita ini sebagai memiliki
kuasa yang sama dengan tulisan-tulisan kudus, karena sekarang kanon Alkitab
sudah lengkap. Segala ajaran dan kewajiban seperti yang diajarkan oleh para
rasul yang diilhami Roh harus kita taati sungguh-sungguh. Dan kita tidak
memiliki bukti yang pasti mengenai segala sesuatu yang disampaikan oleh mereka
selain yang kita temukan ada di dalam Alkitab.
E. MENURUT SURAT
PENGGEMBALAAN
1.
Menurut Surat 1 dan 2 Timotius
Kemurtadan Dinubuatkan dan Kemerdekaan Kristen (4:1-5). Di
sini kita dapati sebuah nubuat Rasul Paulus tentang kemurtadan yang akan
terjadi di waktu-waktu kemudian, yang pernah ia katakan sebagai sesuatu yang
pasti akan datang dan harus diyakini adanya di antara orang Kristen (2Tes. 2).
Pertama. Di bagian penutup pasal sebelumnya, kita dapati
ringkasan rahasia ibadah kita. Oleh karena itu sangat tepat jika pada permulaan
pasal ini kita temukan juga rahasia kejahatan diuraikan singkat: Tetapi Roh
dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan
murtad dari iman. Roh yang dimaksudkan oleh Rasul Paulus adalah Roh dalam
Perjanjian Lama, atau Roh di dalam nabi-nabi Perjanjian Baru, atau keduanya.
Baik nubuat-nubuat mengenai antikristus maupun nubuat-nubuat mengenai Kristus
berasal dari Roh. Roh di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru berbicara
dengan jelas mengenai kemurtadan umum dari iman kepada Kristus dan ibadah yang
sejati kepada Allah. Hal ini akan terjadi di waktu-waktu kemudian, selama masa
penyelenggaraan Kristen, sebab masa-masa ini disebut waktu-waktu kemudian,
masa-masa berikutnya dari gereja, sebab rahasia kejahatan ini sudah mulai
bekerja sekarang ini. Ada orang yang akan murtad dari iman, atau akan ada yang
mundur dari iman. Sebagian orang, tidak semuanya. Sebab, di waktu-waktu yang
paling buruk sekalipun Allah tetap memiliki suatu sisa, menurut pilihan kasih
karunia.
Mereka akan murtad dari iman, iman yang telah disampaikan
kepada orang-orang kudus (Yud. 1:3), yang telah disampaikan sekaligus, yaitu
ajaran yang benar dari Injil. Mereka lalu mengikuti roh-roh penyesat, yaitu
orang-orang yang mengaku-ngaku dibimbing oleh Roh, namun yang tidak benar-benar
dipimpin oleh Roh. Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan
setiap roh (1Yoh. 4:1), yaitu siapa saja yang berpura-pura dibimbing oleh Roh.
Nah, amatilah di sini,
v Salah
satu contoh kemurtadan yang besar, yaitu memberikan perhatian kepada
ajaran-ajaran setan-setan, atau mengenai setan-setan. Yaitu ajaran-ajaran yang
mengajarkan penyembahan-penyembahan kepada orang-orang kudus dan malaikat-malaikat,
yang dijadikan sebagai ilah-ilah pengantara antara Allah yang kekal dan manusia
yang fana. Ilah-ilah ini seperti setan-setan yang dipanggil oleh para penyembah
berhala dan disembah mereka. Nah, ada gereja yang dengan jelas menunjukkan kesesuaian
dengan hal ini, yang merupakan salah satu dari langkah-langkah pertama menuju
kemurtadan besar, seperti penyimpanan berbagai benda peninggalan para martir
dengan penuh rasa cinta dan hormat, memberikan penghormatan ilahi kepada
benda-benda itu, membangun mezbah-mezbah, membakar ukupan, menguduskan
gambar-gambar dan tempat-tempat ibadah, serta memanjatkan doa-doa dan
puji-pujian untuk menghormati orang-orang kudus yang sudah meninggal.
Penyembahan setan-setan ini merupakan warisan dari bangsa kafir yang dihidupkan
kembali, yang adalah suatu gambaran dari binatang yang pertama (di dalam Kitab
Wahyu).
v Alat-alat
yang digunakan untuk memajukan dan menyebarluaskan kemurtadan dan khayalan ini.
Ø Hal
itu akan dilakukan dengan memanfaatkan kemunafikan dari orang-orang yang
berkata dusta, para kaki tangan dan utusan Iblis, yang memajukan
khayalan-khayalan ini dengan dusta dan pemalsuan serta mujizat-mujizat yang
palsu (ay. 1 Timotius 4:2). Hal ini dilakukan melalui kemunafikan mereka,
dengan mengaku-ngaku menghormati Kristus, namun pada waktu yang sama menyerang
semua jabatan-jabatan yang diurapi-Nya, serta merusak semua ketetapan-Nya. Hal
ini juga berkaitan dengan kemunafikan orang-orang yang hati nurani mereka
seperti diselar dengan besi hangat (ay. 1 Timotius 4:2, TL) atau yang hati
nuraninya memakai cap para penyesat atau sudah disesatkan, yaitu orang-orang
yang benar-benar telah kehilangan asas-asas utama mengenai kebajikan dan
kejujuran akhlak. Jika hati nurani orang sudah disesatkan, maka mereka tidak
akan pernah mampu mempertahankan kuasa untuk melakukan kebaikan bagi orang
banyak, tidak akan pernah mampu mempertahankan iman terhadap ajaran sesat,
tidak akan pernah mampu mempertahankan sisa-sisa rasa kemanusiaan dan belas
kasihan dan menyelubungi diri dengan kekejaman yang paling biadab dengan
berpura-pura memajukan kepentingan gereja.
Ø Bagian
lain dari ciri mereka adalah bahwa mereka melarang orang kawin. Meskipun
perkawinan adalah ketetapan Allah, mereka melarang para pemimpin jemaat untuk
menikah, dan berbicara dengan penuh celaan terhadap perkawinan. Mereka juga
melarang orang makan makanan tertentu, dan melakukan pantang pada waktu-waktu
tertentu sebagai ketetapan agama, hanya untuk melaksanakan kesewenang-wenangan
atas hati nurani manusia.
ü Kemurtadan
di waktu-waktu kemudian seharusnya tidak mengejutkan kita, karena sebelumnya
sudah dinyatakan dengan jelas oleh Roh.
ü Roh
itu adalah Allah sendiri, kalau tidak Ia tidak akan dapat melihat jauh ke depan
dengan pasti kejadian-kejadian yang masih jauh itu, yang bagi kita penuh
ketidakpastian dan tidak terduga, tergantung pada watak, suasana hati, dan hawa
nafsu manusia.
ü Perbedaan
antara nubuat Roh dan ramalan-ramalan para dukun penyembah berhala sangat besar
sekali. Roh berbicara dengan jelas, sedangkan para dukun penyembah berhala
selalu penuh keraguan dan ketidakpastian.
ü Sangat
menyenangkan untuk merenungkan bahwa tidak semua orang terlibat di dalam
kemurtadan itu, melainkan hanya sebagian orang saja.
ü Sudah
merupakan hal yang lazim bagi para penyesat dan pendusta untuk berpura-pura
mengikuti Roh, yang memberikan anggapan kuat bahwa kemungkinan besar hal
seperti inilah yang bekerja di antara kita.
ü Manusia
harus dikeraskan dan hati nuraninya dikeringkan lebih dulu sebelum mereka dapat
meninggalkan iman dan ditarik kepada pihak lain bersama mereka.
ü Tanda
bahwa manusia telah meninggalkan iman adalah ketika mereka memerintahkan orang
untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya telah dilarang Allah, seperti
penyembahan kepada orang-orang kudus dan malaikat-malaikat atau kepada
setan-setan, serta melarang apa yang sebenarnya diperbolehkan atau
diperintahkan Allah, seperti perkawinan dan makan.
Sesudah menyebut puasa-puasa mereka yang munafik, Rasul
Paulus mengambil kesempatan untuk menguraikan ajaran mengenai kebebasan Kristen,
yang kita nikmati di bawah Injil, mengenai memanfaatkan ciptaan Allah yang
baik, yaitu apa yang ketika di bawah hukum Taurat ada perbedaan antara makanan
yang halal dan haram (seperti jenis-jenis daging yang boleh mereka makan, dan
jenis-jenis yang tidak boleh mereka makan), semuanya kini sudah dihapuskan, dan
kita tidak boleh menyebut apa pun halal atau haram (Kis. 10:15). Amatilah
disini,
a. Kita
harus memandang makanan kita sebagai sesuatu yang diciptakan Allah. Kita
menerimanya dari Dia, dan itulah sebabnya harus kita gunakan untuk Dia.
b. Dalam
menciptakan hal-hal itu, Allah memberikan perhatian khusus kepada orang yang
percaya dan dan yang telah mengenal kebenaran, kepada orang-orang Kristen yang
baik, yang memiliki hak perjanjian atas makhluk-makhluk ciptaan itu, sedangkan
orang-orang lain hanya memiliki suatu hak umum atas mereka.
c. Segala
sesuatu yang diciptakan Allah harus diterima dengan pengucapan syukur. Kita
tidak boleh menolak karunia-karunia Allah, atau sibuk membuat pembedaan ketika
Allah tidak membedakan. Sebaliknya, kita harus menerimanya dan bersyukur,
mengakui kuasa Allah, Pencipta dari semua berkat itu, serta mengakui kemurahan
hati Allah Sang Pemberi dari semua itu: Karena semua yang diciptakan Allah itu
baik, dan suatu pun tidak ada yang haram (ay. 1 Timotius 4:4). Ayat ini dengan
jelas membebaskan kita dari semua pembedaan makanan yang ditentukan oleh hukum
Taurat, khususnya mengenai daging babi, yang tidak boleh dimakan oleh
orang-orang Yahudi, tetapi yang diperbolehkan bagi orang-orang Kristen sesuai
dengan ketentuan ini, karena semua yang diciptakan Allah itu baik, dst.
Amatilah, makhluk-makhluk ciptaan yang baik dari Allah itu menjadi baik adanya,
dan menjadi kebaikan ganda bagi kita, jika diterima dengan ucapan syukur, sebab
semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa (ay. 1 Timotius 4:5).
Sangatlah diinginkan agar ciptaan Allah yang kita pakai untuk nikmati,
dikuduskan terlebih dahulu. Nah, sekarang semua makanan itu sungguh telah
dikuduskan bagi kita,
d. Oleh
firman Allah. Bukan saja izin-Nya, yang memberikan kebebasan kepada kita untuk
menggunakan makhluk-makhluk ini sebagai makanan, tetapi juga janjinya untuk
memberi kita makan dengan makanan yang nyaman bagi kita. Ini berarti kenikmatan
yang kita peroleh dari makhluk ciptaan sudah dikuduskan kegunaannya oleh Allah.
e. Oleh
doa, yang memberkati makanan untuk kita makan. Firman Allah dan doa harus
disertakan di dalam semua tindakan dan urusan-urusan kita, dan kemudian kita
melakukan semuanya di dalam iman. Amatilah di sini,
§ Setiap
makhluk ciptaan adalah milik Allah, karena Ia menciptakan segalanya. Sebab
punya-Kulah segala binatang hutan (firman Allah), dan beribu-ribu hewan di
gunung, dan apa yang bergerak di padang adalah dalam kuasa-Ku (Mzm. 50:10-11).
§ Setiap
ciptaan Allah itu baik, ketika Allah yang mulia dan mahabahagia melihat segala
yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik (Kej. 1:31).
§ Berkat
Allah membuat setiap makhluk ciptaan menjadi makanan yang bergizi bagi kita.
Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari
mulut Allah (Mat. 4:4), dan karena itu tidak boleh ada yang ditolak.
§ Itulah
sebabnya kita harus memohon berkat-Nya melalui doa, dan dengan demikian
menguduskan makhluk-makhluk ciptaan yang kita terima melalui doa.
2.
Menurut Titus
Menurut Surat Titus tekanannya “Kemurtadan atau perlakuan terhadap
Orang-orang Murtad; Pemberkatan Rasuli (3:9-15), sini terdapat pokok bahasan kelima dan
terakhir dalam isi surat ini, yaitu apa yang harus dihindari Titus dalam
mengajar, bagaimana dia harus menangani orang yang murtad, disertai beberapa
pengarahan lain.
Pertama, Supaya
maksud Rasul Paulus menjadi lebih jelas dan lengkap, dan terutama supaya sesuai
dengan zaman dan keadaan di Kreta, dan dengan banyak penganut Yudaisme di sana,
dia memberi tahu Titus apa yang harus dihindarinya dalam mengajar (ay. Titus
3:9). Ada pertanyaan-pertanyaan yang memang perlu didiskusikan dan dijernihkan,
yang bisa meningkatkan pengetahuan yang bermanfaat, tetapi persoalan-persoalan
yang dicari-cari dan yang bodoh, yang tidak memberi kemuliaan bagi Allah dan
juga tidak membangun manusia, haruslah dielakkan. Beberapa orang mungkin
tampaknya berhikmat, tetapi sia-sia saja, seperti banyak di antara ahli-ahli
Taurat Yahudi, serta juga orang-orang terpelajar di zaman setelahnya, yang
memiliki banyak pertanyaan yang tidak cocok dan tidak ada gunanya bagi iman
maupun ibadah.
Hindarilah hal-hal seperti itu. Dan persoalan silsilah
(mengenai dewa-dewa, tutur beberapa orang, yang didengung-dengungkan para
pujangga kafir, atau yang begitu memicu rasa penasaran orang-orang Yahudi).
Memang ada beberapa pertanyaan yang layak dan bermanfaat untuk diselidiki
mengenai persoalan silsilah ini, untuk melihat penggenapan firman dalam
beberapa perkara, dan terutama mengenai kedatangan Kristus Sang Mesias. Namun,
semua persoalan silsilah yang hanya bertujuan untuk menyombong-nyombongkan
diri, memegahkan silsilah asal usul yang panjang, dan masih banyak lagi,
seperti yang sibuk dilakukan guru-guru Yahudi sehingga menyusahkan para
pendengar mereka, bahkan setelah Kristus sendiri sudah datang dan perbedaan
antara keluarga dan suku sudah dihapuskan.
Mereka ini seolah-olah ingin membangun lagi kebijakan
lama yang kini sudah dihapuskan. Dan percekcokan dan pertengkaran mengenai
hukum Taurat. Ada beberapa orang yang memihak pada tata cara ibadah dan upacara
seperti pada zaman Musa dulu, dan ingin supaya hal itu diteruskan di dalam
jemaat, padahal melalui Injil dan kedatangan Kristus hal-hal tadi sudah
digantikan dan dihapuskan. Titus tidak boleh menyetujui hal-hal seperti itu,
melainkan harus menghindari dan menentangnya: karena semua itu tidak berguna
dan sia-sia belaka. Semuanya itu termasuk dalam persoalan dan silsilah yang
bodoh, dan pertengkaran mengenai hukum Taurat. Hal-hal itu sama sekali tidak
mendidik dan tidak membangun kesalehan, malahan menghalanginya.
Agama Kristen dan perbuatan baik yang harus dipertahankan
akan menjadi lemah dan dirugikan karenanya, damai sejahtera jemaat terganggu,
dan kemajuan Injil terhambat. Perhatikanlah, para hamba Tuhan bukan hanya harus
mengajarkan hal-hal yang baik dan bermanfaat, tetapi juga menghindari dan
menentang hal-hal yang berlawanan dengan hal-hal itu, yang akan mencemari iman
dan menghambat kesalehan serta perbuatan baik. Jemaat juga hendaknya tidak gatal
telinga untuk mendengar hal-hal itu, melainkan harus menyukai dan memegang
teguh ajaran yang sehat, yang cenderung membangun.
Kedua. Akan
tetapi, karena akan ada pengajaran-pengajaran sesat dan bidat dalam jemaat,
Rasul Paulus kemudian mengarahkan Titus mengenai apa yang harus dilakukannya
bila hal itu terjadi, dan bagaimana harus menghadapinya (ay. Titus 3:10). Orang
yang meninggalkan kebenaran di dalam Kristus Yesus, yang mencetuskan pengajaran
palsu dan menyebarkannya untuk mencemari iman dalam hal-hal yang berat dan
penting, dan menghancurkan damai sejahtera jemaat mengenainya, setelah beberapa
cara untuk membuatnya bertobat gagal, haruslah dijauhi. “Nasihatilah dia lagi
dan lagi, sehingga, jika memungkinkan, dia bisa disadarkan kembali, dan engkau bisa
mendapatkan kembali saudaramu.
Tetapi, jika usahamu itu tidak juga membuatnya sadar,
maka supaya orang-orang lain tidak dirugikan, usirlah dia dari persekutuan, dan
peringatkan semua orang Kristen untuk menghindari dia.” Engkau tahu bahwa orang
yang semacam itu benar-benar sesat (tercerabut dari akar imannya) dan dengan
dosanya yang besar menghukum dirinya sendiri. Orang-orang yang tidak kunjung
sadar juga setelah diperingatkan, dan terus keras kepala dalam dosa dan
kekeliruan mereka, benar-benar sesat dan menghukum diri mereka sendiri. Mereka
mendatangkan penghukuman atas diri mereka sendiri, yang seharusnya ditimpakan
para pemimpin jemaat terhadap mereka. Mereka membuang diri mereka sendiri dari
jemaat, dan mengenyahkan persekutuan dengannya, dan dengan demikian menghukum
diri mereka sendiri.
Betapa jahatnya kesesatan yang nyata-nyata seperti itu,
sehingga tidak boleh sembarangan dituduhkan pada siapa pun, walaupun harus
benar-benar diwaspadai oleh semua orang. Orang yang benar-benar sesat sering
dikatakan sudah tumbang, suatu kiasan yang diambil dari gedung yang sudah
sangat hancur sehingga sulit, jika tidak bisa dibilang mustahil, untuk
diperbaiki dan ditegakkan lagi. Orang-orang yang telah murtad jarang dapat
dipulihkan kembali ke dalam iman sejati: begitu banyak kerusakannya dalam hal
penilaian akan kebenaran, serta teguhnya pendirian, yang tampak melalui
kesombongan, atau ambisi, atau kekerasan hati, atau keserakahan, atau kebusukan
yang karena itu haruslah diwaspadai: “Bersikaplah rendah hati, cintailah
kebenaran dan terapkanlah hal itu, dan kemurtadan yang membinasakan pun akan
terhindarkan.” Susah payah dan kesabaran harus dicurahkan terhadap orang-orang
yang berbuat kekeliruan besar itu. Mereka tidak begitu saja dibiarkan dan
langsung dijauhi, tetapi banyak sekali waktu dan sarana yang harus dipakai demi
pemulihan mereka. Sarana-sarana yang dipakai oleh jemaat, bahkan untuk
menghadapi orang-orang yang sesat pun, adalah dengan cara membujuk dan memberi
pengertian yang masuk akal. Orang-orang seperti itu harus diperingatkan,
diarahkan, dan ditegur. Begitu banyak nouthesia, peringatan atau nasihat ilahi,
yang harus dilayangkan.
Jika mereka tetap tegar tengkuk dan tidak bisa
disadarkan, maka jemaat memiliki kuasa dan juga wajib untuk mempertahankan
kemurniannya dengan memutuskan hubungan dengan anggotanya yang sudah sesat itu.
Tindakan disiplin itu, dengan restu dari Allah, bisa mendatangkan keberhasilan
dalam menyadarkan yang tersesat. Jika tidak demikian, maka kesalahan orang itu
akan menimpakan penghukuman yang semakin berat atas dirinya sendiri.
Rasul Paulus memaparkan lebih banyak lagi pengarahan (ay.
Titus 3:12- 13). Di sini terdapat dua hal pribadi yang ditambahkannya: Supaya
Titus siap sedia untuk datang kepada Paulus di Nikopolis (yaitu kota yang
dikenal juga bernama Trake, di perbatasan dengan Makedonia), segera setelah
Artemas atau Tikhikus dikirim ke Kreta, untuk menggantikan tempatnya dan
mengurus jemaat-jemaat di sana saat Titus meninggalkan mereka. Rasul Paulus
tidak ingin meninggalkan mereka dalam keadaan mereka yang muda dan lemah tanpa
salah satu pemimpin untuk membimbing dan menjaga mereka. Tampaknya Titus
bukanlah diaken atau gembala tetap mereka, melainkan seorang pengabar Injil,
sebab jika begitu, Paulus tidak akan memanggilnya begitu saja untuk
meninggalkan tugasnya di sana.
Mengenai Artemas kita hanya membaca sedikit saja, tetapi
Tikhikus disebutkan dalam banyak kesempatan dengan penuh hormat. Paulus
memanggilnya sebagai saudara yang kekasih, hamba yang setia dan kawan pelayan
dalam Tuhan: dengan begitu, dia adalah orang yang pantas untuk mengemban tugas
tersebut. Saat Paulus menyuruh Titus, berusahalah datang kepadaku di Nikopolis,
karena sudah kuputuskan untuk tinggal di tempat itu selama musim dingin ini,
jelaslah bahwa surat itu tidak dikirim dari Nikopolis, seperti yang tersirat
dalam keterangan tambahan pada bagian akhir surat, sebab kalau begitu dia pasti
akan mengatakan, sudah kuputuskan untuk tinggal di tempat ini, bukannya di
tempat itu, selama musim dingin. Tugas pribadi lain yang diperintahkan pada
Titus adalah supaya dia menolong dua kawan seperjalanannya dengan
sebaik-baiknya dan memastikan bahwa mereka berkecukupan, supaya mereka tidak
kekurangan apa pun.
Hal ini dilakukan bukan hanya sebagai kewajiban biasa
saja, tetapi berdasarkan kesalehan kristiani, atas dasar rasa hormat terhadap
orang itu beserta pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka, yang kemungkinannya
ialah untuk mengabarkan Injil atau melayani jemaat dalam beberapa hal tertentu.
Zenas disebutkan sebagai ahli Taurat, dan apakah hal itu terkait dengan Taurat
atau hukum kerajaan Roma atau Taurat Musa, yang sudah menjadi keahliannya
selama beberapa waktu, di sini kurang begitu jelas. Apolos merupakan hamba yang
cakap dan setia. Menemani orang-orang seperti itu dalam sebagian perjalanan
mereka, dan menyediakan kebutuhan bagi pekerjaan dan perjalanan mereka,
merupakan pelayanan yang saleh dan bermanfaat. Untuk menggalakkan dan
menghimbau lebih lanjut lagi mengenai apa yang sudah dipaparkan Rasul Paulus
untuk diajarkan oleh Titus (ay. Titus 3:8), di sini diulanginya lagi: Dan
biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat
memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah
(ay. Titus 3:14).
Biarlah orang-orang Kristen, mereka yang sudah percaya
kepada Allah, belajar melakukan pekerjaan yang baik, terutama yang seperti ini,
mendukung para hamba Allah dalam pekerjaan pengabaran dan penyebaran Injil
sehingga dengan begitu, boleh mengambil bagian dalam pekerjaan mereka untuk
kebenaran (3Yoh. 1:5-8). Supaya hidup mereka jangan tidak berbuah. Kekristenan
bukanlah pengakuan iman yang tidak berbuah. Para pemeluknya harus penuh dengan
buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji
Allah. Tidaklah cukup bersikap tidak merugikan, tetapi mereka juga harus
bermanfaat, melakukan pekerjaan baik, serta menjauhi kejahatan. “Biarlah apa
yang kita lakukan menegakkan dan mengerjakan pekerjaan dan usaha yang jujur,
untuk memenuhi kebutuhan kita dan keluarga kita, supaya kita tidak menjadi
beban yang merugikan di dunia ini,” begitulah yang diartikan oleh sebagian
orang. Janganlah kita berpikir bahwa Kekristenan memberi kita surat keringanan.
Tidak begitu. Kekristenan membebankan kewajiban kepada kita untuk mencari
pekerjaan dan panggilan yang jujur, dan dengan demikian kita tinggal di hadapan
Allah.
Hal ini mendatangkan nama baik, memberi kehormatan bagi
agama dan kebaikan bagi manusia. Kita tidak akan menjadi anggota tubuh yang
tidak berbuah, tidak membebani dan menyusahkan orang lain, tetapi dimampukan
untuk membantu orang-orang yang berkekurangan. Kita harus melakukan pekerjaan
yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, tidak hidup seperti
benalu yang bergantung pada jerih payah orang, tetapi justru berbuah bagi
kebaikan orang banyak.
Rasul Paulus menutup suratnya dengan salam dan berkat
(ay. Titus 3:15). Meski mungkin tidak semua orang secara pribadi mengenal Titus
(setidaknya begitulah beberapa orang dari mereka), tetapi semuanya, melalui
Paulus, mengungkapkan kasih dan harapan baik mereka untuk Titus, dan dengan
demikian mengakuinya dalam pekerjaannya, serta mendorongnya untuk meneruskan
pekerjaan itu. Didukung sepenuh hati dalam doa orang-orang Kristen lainnya
merupakan penghiburan dan penguatan yang besar. Sampaikanlah salamku kepada
mereka yang mengasihi kami di dalam iman, atau karena imannya, yang merupakan
rekan-rekan seiman Kristen yang penuh kasih. Kekudusan, atau penggambaran rupa
Allah dalam apa saja, merupakan hal berharga yang menguatkan seluruh ikatan
lainnya, dan merupakan hal terbaik.
Kasih karunia menyertai kamu sekalian! Amin. Ini
merupakan berkat penutup, bukan hanya bagi Titus saja, tetapi bagi semua orang
setia yang bersama-sama dengannya, yang menunjukkan bahwa meskipun surat itu
ditujukan atas nama Titus dalam penulisannya, namun ditujukan untuk digunakan
oleh jemaat-jemaat di sana, dan bahwa mereka selalu ada dalam pikiran dan hati
Rasul Paulus saat dia menuliskannya. “Kasih karunia menyertai kamu sekalian,
kasih dan kebaikan Allah, dengan buah dan dampaknya, seturut dengan kebutuhan,
terutama kebutuhan rohani, serta pertambahan dan penghiburan semua itu, lebih
dan lebih lagi, ada dan dirasakan dalam jiwa kalian.” Inilah keinginan dan doa
Rasul Paulus, yang menunjukkan kasihnya pada mereka, perhatiannya bagi kebaikan
mereka, dan sarana untuk memperoleh dan menghantarkan hal yang dimintakannya
bagi mereka.
Perhatikanlah, kasih karunia merupakan hal utama yang
harus didambakan dan dimohonkan, bagi orang lain maupun bagi diri kita sendiri.
Kasih karunia pada intinya adalah segala hal yang baik. Amin menutup doa,
mengungkapkan keinginan dan harapan, supaya semua itu boleh dan akan terjadi.
C.
MENURUT SURAT-SURAT UMUM
1.
Manurut Kitab
Ibrani
Menurut Kitab Ibrani. Dalam perikop ini penulis Kitab Ibrani terus menekankan
kepada mereka atau para pembaca dalam bentuk berbagai nasihat dan peringatan
yang sungguh-sungguh sampai pada bagian penutup. Dan penulis Kitab Ibrani juga
kemudian mengutip sebuah nas dari Kitab Mazmur 95:7, tentang pentingnaya
nasihat. Apa yang dinasihatkannya kepada
mereka para pembaca, yaitu supaya mereka segera memperhatikan panggilan Yesus Kristus
saat ini. “Dengarlah suara-Nya, setujui, sepakati, dan pertimbangkanlah apa
yang dikatakan Allah di dalam Yesus Kristus kepadamu. Terapkanlah itu pada
dirimu sendiri dengan segala perasaan dan usaha yang pantas, dan mulailah
melakukannya hari ini juga, sebab esok mungkin sudah terlambat.”
Apa yang diperingatkannya kepada mereka, yaitu supaya
mereka tidak mengeraskan hati, tuli terhadap panggilan dan nasihat Kristus:
“Ketika Ia memberi tahu kamu tentang kejahatan dosa, kemuliaan kekudusan,
pentingnya menerima Dia dengan iman sebagai Juruselamatmu, janganlah tutup
telinga dan hatimu melawan suara seperti itu.” Perhatikanlah, mengeraskan hati
adalah sumber bagi semua dosa kita yang lain, artinya siap mebuka telingah
untuk kebenaran itu masuk dan membuat manusia berubah karakter keberdosaanya,
menjadi manusia yang beriman. Dalam hal ini kepada siapa ia memperingatkan
mereka, yaitu contoh umat Israel bapak leluhur mereka di padang gurun: Seperti
dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun. Ini merujuk pada nas
Kitab Suci yang luar biasa itu tentang tempat bernama Masa dan Meriba (Kel.
17:2-7). Masa pencobaan sering kali menjadi masa kegeraman.
Membuat Allah murka, ketika Ia sedang menguji Manusia,
sementara Manusia melihat bahwa hidup kitu sepenuhnya bergantung pada Dia,
adalah perbuatan membangkitkan amarah disertai dengan saksi. Dosa-dosa orang
lain, terutama saudara-saudara sekeliling kita, harus menjadi peringatan bagi
kita. Dosa-dosa dan penghukuman nenek moyang mereka harus mereka ingat, supaya mereka
tidak mengikuti contoh-contoh buruk nenekmoyang
mereka. Nah, berkenaan dengan dosa nenek moyang orang Yahudi, yang direnungkan
di sini, membawa para pembaca buku ini agar simak dan telaah.
a. Seperti apa keadaan nenek moyang mereka ini, ketika
mereka berbuat dosa seperti itu: mereka sedang berada di padang gurun, dibawa
keluar dari Mesir, tetapi belum masuk ke Kanaan, dengan memikirkannya saja
seharusnya dapat menahan mereka dari berbuat dosa.
b. Dosa yang atasnya mereka bersalah, mereka mencobai Allah
dan membuat-Nya murka. Mereka tidak mempercayai Allah, bersungut-sungut
terhadap Musa, dan tidak mau memperhatikan suara Allah.
c. Yang memperberat dosa mereka: mereka berdosa di padang
gurun, di mana mereka sungguh sangat bergantung langsung kepada Allah. Mereka
berdosa ketika Allah menguji mereka. Mereka berdosa ketika mereka melihat
pekerjaan-pekerjaan-Nya, yaitu pekerjaan-pekerjaan ajaib yang dilakukan untuk
membebaskan mereka dari Mesir, dan untuk memberi mereka persediaan dan penopang
hidup dari hari ke hari di padang gurun. Mereka terus berbuat dosa terhadap
Allah seperti itu selama empat puluh tahun. Kekejian ini teramat memperberat
dosa mereka.
Sumber dari dosa-dosa yang sangat
parah seperti itu adalah, Mereka sesat hati, dan kesesatan hati ini menimbulkan
banyak kesalahan lain dalam bibir dan hidup mereka. Mereka tidak mengenal
jalan-jalan Allah, meskipun Ia sudah berjalan mendahului mereka. Mereka tidak
mengenal jalan-jalan-Nya. Entah itu jalan-jalan pemeliharaan-Nya yang di
dalamnya Ia sudah berjalan menghampiri mereka, ataupun jalan-jalan perintah-Nya
yang di dalamnya mereka seharusnya berjalan menghampiri Allah. Mereka tidak
mencermati pemeliharaan-pemeliharaan-Nya ataupun menjalankan ketetapan-ketetapan-
Nya dengan cara yang benar.
Kebencian Allah yang wajar
dan besar terhadap dosa-dosa mereka, namun juga kesabaran besar yang
ditunjukkanNya terhadap mereka (ay. 10): Itulah sebabnya Aku murka kepada
angkatan itu. Semua dosa, terutama dosa yang dilakukan oleh orang-orang yang
mengaku umat Allah yang beroleh hak istimewa, tidak hanya membuat Allah murka
dan terhina, tetapi juga mendukakan Dia. Allah enggan
menghancurkan umat-Nya di dalam atau karena dosa mereka. Sudah lama Ia menunggu
untuk berbelas kasihan kepada mereka, arti lain adalah terlalu lama Allah
bersabar, agar supaya umat pilihan-Nya berbalik kepada jalan yang benar dan
menginsafi kasih karunia yang Allah karuniakan segala macam berkat Jasmani,
maupun rohani, di padang belantara tanpa mereka mengerjakan sesuatu dengan
tangan mereka sendiri secara mandiri.
Allah menyimpan catatan yang
tepat tentang berapa kali orang terus berbuat dosa terhadap Dia, dan mendukakan
Dia dengan dosa-dosa mereka. Tetapi pada akhirnya, jika mereka terus mendukakan
Roh Allah dengan dosa-dosa mereka, maka dosa-dosa mereka akan dibuat
mendukakan roh mereka sendiri, baik dengan cara dihakimi atau memohon belas
kasihan. Penghakiman yang tidak dapat diganggu gugat dijatuhkan atas mereka
pada akhirnya karena dosa-dosa mereka. Allah bersumpah dalam murka-Nya bahwa
mereka tidak akan masuk ke dalam tempat perhentian-Nya, entah perhentian Kanaan
duniawi ataupun sorgawi. Dosa, apabila terus dilakukan, akan menyalakan murka
ilahi, dan membakar hangus orang-orang berdosa. Murka Allah akan menyingkapkan
dirinya dalam keputusan yang benar untuk menghancurkan orang yang tidak mau
bertobat. Ia akan bersumpah dalam murkaNya, bukan dengan gegabah, melainkan
dengan benar, dan murka-Nya akan membuat mereka senantiasa dalam keadaan
gelisah. Tidak ada kesempatan beristirahat di bawah murka Allah.
Pelajaran apa yang dipetik penulis
Kitab Ibrani memetik dari contoh buruk dan mengerikan yang dilakukan oleh umat
pilihan Sllah itu (ay. 12-13). Ia memberikan peringatan yang semestinya
terhadap orang-orang Ibrani, dan mempertegasnya dengan suatu desakan yang penuh
kasih sayang. Ia memberikan peringatan yang semestinya kepada orang-orang
Ibrani. Kata yang dipakai adalah waspadalah, blepete – perhatikanlah itu. “Lihat sekelilingmu. Berjaga-jagalah
terhadap musuh-musuh baik di dalam maupun di luar dirimu. Berhati-hatilah. Kamu
sudah tahu apa yang membuat nenek moyangmu tidak dapat memasuki Kanaan, dan
yang membuat mayat mereka berserakan di padang gurun. Waspadalah, waspadalah,
waspadalah supaya kamu tidak jatuh ke dalam dosa, jerat, dan hukuman mengerikan
yang sama. Karena kamu tahu bahwa Kristus adalah Kepala jemaat, Pribadi yang
jauh lebih besar daripada Musa, maka penghinaan kamu terhadap-Nya pasti
merupakan dosa yang lebih besar daripada penghinaan mereka terhadap Musa. Jadi
kamu terancam hukuman yang lebih keras daripada mereka.” Perhatikanlah,
kehancuran orang lain harus menjadi peringatan bagi kita untuk waspada terhadap
penyebab kehancuran mereka.
Kejatuhan Israel haruslah
selamanya menjadi peringatan bagi semua orang yang datang setelah mereka. Sebab
semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh (1Kor. 10:11), dan harus kita
ingat. Waspadalah! Siapa yang mau sampai di sorga dengan selamat harus
memperhatikan dengan awas sekeliling mereka. Penulis Kitab Ibrani menegaskan
peringatan itu dengan suatu desakan yang penuh kasih sayang: “Hai
saudara-saudara, bukan hanya saudara-saudara dalam daging, melainkan juga di
dalam Tuhan. Saudara-saudara yang aku kasihi, bagi kesejahteraanmu telah lama
aku berjerih payah.” Dan di sini ia berbicara secara panjang lebar tentang hal
yang diperingatkannya: Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu
jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena
ia murtad
dari Allah yang hidup.
Hati yang tidak percaya
adalah hati yang jahat. Ketidakpercayaan
adalah dosa besar, ia membusukkan hati manusia. Hati yang jahat dan tidak percaya
adalah dasar dari semua dosa kita dalam meninggalkan Allah. Itu
merupakan langkah besar menuju kemurtadan. Sekali saja kita
membiarkan diri tidak mempercayai Allah, maka kemungkinan besar kita bisa
segera meninggalkan-Nya. Saudara-saudara seiman perlu diperingatkan terhadap kemurtadan.
Siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan
jatuh! Penulis Kitab Ibrani menambahkan nasihat yang baik pada peringatan itu,
dan menganjurkan mereka pada apa yang akan menjadi penangkal melawan hati yang
jahat dan tidak percaya ini, yaitu bahwa mereka harus menasihati seorang akan
yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan “hari ini” (ay. 13).
Manusia harus melakukan segala kebaikan yang dapat di lakukan satu terhadap
yang lain selama manusia bersama-sama, yang hanya untuk waktu sebentar saja dan
tidak pasti.
Karena hari esok bukanlah
milik kita, kita harus memanfaatkan hari ini sebaik-baiknya. Jika orang-orang
Kristen tidak saling menasihati setiap hari, maka mereka ada dalam bahaya
menjadi tegar hati karena tipu daya dosa. Ada banyak tipu daya di dalam dosa.
Dosa tampak bagus, tetapi sebenarnya kotor. Dosa tampak menyenangkan, tetapi
sebenarnya merusak. Dosa menjanjikan banyak hal, tetapi tidak melaksanakan
apa-apa. Tipu daya dosa itu membuat hati menjadi tegar. Satu dosa dibiarkan
akan mempersiapkan dosa lain. Setiap perbuatan dosa meneguhkan kebiasaan
berdosa. Berdosa melawan hati nurani adalah cara untuk mengebalkan hati nurani.
Oleh karena itu, harus menjadi kepedulian setiap orang untuk menasihat diri
sendiri dan orang lain supaya waspada terhadap dosa yang mendatangkan maut atau
dosa yang bersifat tidak dapat diampuni.
Penulis Kitab Ibrani
menghibur orang-orang yang tidak hanya memulai dengan baik, tetapi juga yang
bertahan dengan baik, dan bertekun sampai pada akhirnya (ay. 14): Karena kita
telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai
kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula. Hak istimewa orang-orang
kudus: mereka telah beroleh bagian di dalam Kristus, yaitu bagian di dalam Roh Yesus
Kristus, dan dalam kodrat Yesus Kristus, serta anugerah-anugerah yang
dilimpahkan oleh sang Yesus Kristus. Kemudian memiliki kebenaran Yesus Kristus,
dan hidup bersama Yesus Kristus. Mereka berkepentingan dalam segala kepunyaan Yesus
Kristus, dalam segala hal apa yang menyangkut Dia, dan dalam segala hal apa
yang telah Dia lakukan, atau dapat Dia lakukan.
Syarat utama dalam kehidupan
manusia mendapat hak istimewa itu, yaitu ketekunan setiap morang dalam mengakui
dan hidup dalam Yesus Kristus dan Kekristenan secara berani dan terang-terangan
sampai pada akhirnya. Bukan berarti bahwa mereka tidak akan bertekun, sebab
mereka dipelihara oleh kuasa Allah yang mahakuasa melalui iman supaya mereka
selamat, melainkan bahwa desakan untuk memperoleh keselamatan seperti itu
adalah suatu cara yang dengannya Yesus Kristus membantu umat-Nya untuk bertekun.
Hal ini akan membuat mereka waspada dan tekun, sehingga menjaga mereka dari
kemurtadan. Semangat yang sama yang dengannya orang-orang Kristen memulai di
jalan-jalan Allah harus mereka pertahankan dan buktikan sampai pada akhirnya.
Siapa yang memulai dengan
sungguh-sungguh, dengan segala perasaan dan bersemangat, tekad yang kudus, dan
kebergantungan yang disertai kerendahan hati, harus meneruskannya dengan
semangat yang sama. Banyak sekali orang pada awal pengakuan iman menunjukkan
keberanian dan keyakinan yang besar, tetapi mereka tidak berpegang teguh pada
iman itu sampai pada akhirnya. Ketekunan dalam iman adalah bukti terbaik dari
ketulusan iman kita. Penulis Kitab Ibrani kembali melanjutkan apa yang sudah
dia kutip sebelumnya dari Mazmur 95:7, dan ia menerapkannya langsung pada
orang-orang dari angkatannya (ay. 15-16). Tetapi apabila pernah dikatakan: Pada
hari ini, dan seterusnya, seolah-olah ia berkata, “Apa yang dikutip sebelumnya
dari Kitab Suci bukan hanya untuk masa-masa sebelumnya, melainkan juga untuk
kamu sekarang, dan untuk semua orang yang akan datang setelah kamu. Agar kamu
berjaga-jaga untuk tidak jatuh ke dalam dosa-dosa yang sama, supaya jangan kamu
jatuh ke dalam kutukan yang sama.” Rasul Paulus berkata kepada mereka bahwa
meskipun sebagian orang yang sudah mendengar suara Allah memang betul-betul
membangkitkan amarah-Nya, namun tidak semua orang berbuat demikian.
Meskipun sebagian besar
pendengar membangkitkan murka Allah dengan ketidakpercayaan mereka, namun ada
sebagian lain yang percaya pada apa yang disampaikan kepada mereka. Meskipun
mendengarkan firman adalah sarana biasa menuju keselamatan, namun, kalau tidak
didengarkan, itu akan membuat orang terbuka bagi murka Allah. Allah ingin
mempunyai umat sisa yang mau patuh pada suara-Nya, dan Ia akan memperhatikan
umat itu dan menyebut mereka dengan hormat. Seandainya pun umat sisa ini sampai
tertimpa musibah bersama-sama orang berdosa, namun mereka akan beroleh bagian
dalam keselamatan kekal, sedangkan para pendengar firman yang tidak
taat akan binasa selama-lamanya.
Penulis Kitab Ibrani
memberikan beberapa pertanyaan atas apa yang sudah disebutkan sebelumnya, dan
memberikan jawaban yang tepat untuknya (ay. 17-19): Dan siapakah yang Ia murkai
empat puluh tahun lamanya? Bukankah mereka yang berbuat dosa? Dan siapakah yang
telah Ia sumpahi ? Allah berduka hanya
terhadap umat-Nya yang berbuat dosa terhadap Dia, dan terus berbuat dosa. Allah
paling berduka dan murka dengan dosa-dosa yang dilakukan di depan umum oleh
kebanyakan orang dari suatu bangsa. Apabila dosa sudah mewabah, dosa itu membangkitkan
murka yang paling dahsyat. Meskipun Allah murka untuk waktu yang lama, dan
bersabar untuk waktu yang lama, namun ketika ditekan oleh beratnya kefasikan
yang merajalela di mana-mana, pada akhirnya Ia akan membebaskan diri-Nya dari
orang-orang yang melakukan pelanggaran secara umum dengan
penghakiman-penghakiman yang diberikan di hadapan umum.
Ketidakpercayaan (dengan
pemberontakan yang merupakan akibatnya) adalah dosa dunia yang membawa kutukan
besar, terutama jika dilakukan oleh mereka yang telah mendapat pewahyuan
tentang pikiran dan kehendak Allah. Dosa ini menutup hati Allah, dan menutup
gerbang-gerbang sorga bagi mereka. Dosa ini menempatkan mereka di bawah murka
dan kutukan Allah, dan meninggalkan mereka di situ. Sehingga dalam kebenaran
dan keadilan pada diri-Nya sendiri, Allah berkewajiban untuk mencampakkan
mereka untuk selama-lamanya di dalam api neraka yang kekal.
2.
Menurut Yakobus
Dalam
pasal ini Rasul Yakobus mengecam keinginan yang berlebihan, dan lidah yang
sombong dan semena-mena. Ia juga menunjukkan kewajiban dan keuntungan dari
mengekang lidah, karena kekuatan lidah untuk merusak. Orang yang terutama
mengaku beragama harus mengendalikan lidah mereka (ay. 1-12). Hikmat yang
sejati membuat orang lemah lembut dan menghindari perselisihan dan iri hati.
Dan dari sini hikmat sejati dapat dengan mudah dibedakan dari hikmat yang
bersifat duniawi dan munafik (ay. 13, sampai selesai). Mengendalikan Lidah
(3:1-12). Pasal sebelumnya menunjukkan bagaimana iman tanpa perbuatan adalah
iman yang tidak bermanfaat dan mati.
Jelas
tersirat dari apa yang pertama-tama disampaikan dalam pasal ini bahwa iman
seperti itu juga cenderung membuat orang angkuh dan semena-mena dalam perilaku
dan perkataan mereka. Orang yang menegakkan iman dengan cara yang dikecam dalam
pasal sebelumnya adalah orang yang paling mudah jatuh ke dalam dosa-dosa lidah
yang dikecam dalam pasal ini. Jadi orang-orang terbaik memang sungguh-sungguh
perlu diperingatkan supaya tidak menggunakan lidah mereka untuk berbuat
semena-mena, mencela, dan merusak. Oleh karena itu kita diajar. Untuk tidak
menggunakan lidah kita sampai berkuasa atas orang lain: Saudara-saudaraku,
janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru, (ay. ). Pertama. Perkataan ini tidak melarang kita untuk melakukan apa
yang kita bisa untuk membimbing dan mengajar orang lain dalam kewajiban mereka,
atau untuk menegur mereka atas apa yang salah dengan cara-cara kristiani.
Tetapi
kita tidak boleh bicara dan bertindak seperti orang yang senantiasa berkuasa.
Kita tidak boleh mengatur-atur seorang terhadap yang lain, sehingga menjadikan
perasaan kita sendiri sebagai patokan untuk menguji semua orang lain. Sebab
Allah memberikan berbagai macam karunia kepada manusia, dan mengharapkan dari
tiap-tiap orang sesuai dengan ukuran terang yang Ia berikan. “Oleh sebab itu,
janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi tuan” (atau guru, seperti
sebagian orang membacanya). “Janganlah bersikap menggurui, seperti pihak yang
berkuasa, dan hakim, tetapi berbicaralah dengan rendah hati dan dengan semangat
untuk belajar. Janganlah mencela satu sama lain, seolah-olah semua orang harus
mengikuti patokanmu.” Hal ini dipertegas dengan dua alasan.
1.
Orang yang mau menjadi seperti hakim dan pencela seperti
itu akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. Menghakimi orang lain hanya
akan membuat kita dihakimi dengan lebih keras dan berat (Mat. 7:1-2). Orang
yang ingin mencari-cari kesalahan orang lain, dan angkuh dalam mencela mereka,
hendaklah sadar bahwa Allah akan berlaku sama kerasnya dalam memperhitungkan
kesalahan yang mereka katakan dan lakukan.
2.
Alasan lain yang diberikan supaya kita tidak bersikap
menggurui adalah karena kita semua adalah orang-orang berdosa: Kita semua
bersalah dalam banyak hal (ay. 2). Kalau saja kita lebih memikirkan kesalahan-kesalahan
dan pelanggaran-pelanggaran kita sendiri, kita tidak akan begitu mudah
menghakimi orang lain. Sementara kita bersikap keras dalam mengecam apa yang
kita anggap salah dalam diri orang lain, kita tidak mempertimbangkan seberapa
banyak dalam diri kita sendiri yang secara wajar dianggap salah oleh orang
lain. Orang yang suka membenarkan diri biasanya menipu diri sendiri. Kita semua
bersalah di hadapan Allah. Jadi orang yang bermegah di atas kekurangan dan
kelemahan orang lain, sedikit memikirkan berapa banyak mereka sendiri melakukan
pelanggaran. Bahkan, bisa jadi kelakuan mereka sendiri yang sok berkuasa, dan
lidah mereka yang suka mencela itu, ternyata lebih buruk daripada
kesalahan-kesalahan apa saja yang mereka kecam dalam diri orang lain. Marilah
kita belajar untuk keras dalam menghakimi diri sendiri, tetapi bermurah hati
dalam menghakimi orang lain.
3.
Kita diajar untuk
mengendalikan lidah kita sehingga dapat membuktikan bahwa kita adalah manusia
yang sempurna dan lurus hati, orang yang sepenuhnya mengendalikan diri sendiri:
Barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang
dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. Tersirat di sini bahwa orang yang
hati nuraninya disadarkan akan dosa-dosa lidah, dan yang berusaha untuk
menghindarinya, adalah orang yang lurus hati, dan tidak diragukan lagi beroleh
tanda anugerah yang sesungguhnya. Akan tetapi, di sisi lain, jikalau ada
seorang menganggap dirinya beribadah, (seperti yang dinyatakan dalam pasal
pertama) tetapi tidak mengekang lidahnya, maka apa pun pengakuan mulutnya,
sia-sialah ibadahnya. Lebih jauh lagi, orang yang tidak bersalah dalam
perkataannya akan membuktikan dirinya sebagai orang Kristen yang tidak hanya
tulus, tetapi juga yang sudah sangat matang dan bertumbuh. Sebab hikmat dan
anugerah yang memampukan dia untuk mengendalikan lidahnya akan memampukan dia
juga untuk mengendalikan semua perbuatannya. Kita melihat hal ini digambarkan
dalam dua perbandingan:
a. Seperti mengendalikan dan mengarahkan gerakan-gerakan kuda,
dengan kekang yang dipasang pada mulutnya: Kita mengenakan kekang pada mulut
kuda, sehingga ia menuruti kehendak kita, dengan jalan demikian kita dapat juga
mengendalikan seluruh tubuhnya (ay. 3). Ada begitu besar keberingasan dan
keliaran dalam diri kita. Hal ini dengan sendirinya ditunjukkan oleh lidah,
sehingga lidah harus dikekang. Seperti yang dikatakan dalam Mazmur 39:2, “Aku
hendak menahan mulutku dengan kekang (atau, aku hendak mengekang mulutku)
selama orang fasik masih ada di depanku.” Semakin gesit dan hidup lidah kita,
semakin kita harus berusaha mengendalikannya. Jika tidak, sama seperti kuda
yang liar dan susah diatur akan membawa kabur penunggangnya, atau melemparkan
dia, demikian pula lidah yang liar akan melayani orang-orang yang dengan cara
serupa tidak dapat mengendalikannya. Sementara, jika tekad dan kewaspadaan,
dengan kuasa anugerah Allah, mengendalikan lidah, maka segala gerakan dan
tindakan seluruh tubuh akan dapat dengan mudah diatur dan dikendalikan.
b. Seperti mengendalikan kapal dengan cara mengendalikan
kemudinya dengan benar: Dan lihat saja kapal-kapal, walaupun amat besar dan
digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat
kecil menurut kehendak jurumudi. Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil
dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar (ay. 4-5).
Seperti halnya kemudi adalah bagian yang sangat kecil dari kapal, demikian pula
lidah adalah anggota yang sangat kecil dari tubuh. Tetapi jika kemudi
dikendalikan, maka kapal akan berjalan dan berbelok menurut kehendak si juru
mudi. Jadi, mengendalikan lidah dengan benar berarti, dalam banyak hal,
mengendalikan orang secara keseluruhan. Ada keindahan yang menakjubkan dalam
perbandingan-perbandingan ini, untuk menunjukkan bagaimana benda yang kecil
bisa mempunyai manfaat yang luar biasa. Maka dari itu, kita harus belajar untuk
berusaha lebih lagi dalam mengatur lidah kita dengan benar, karena meskipun
anggota tubuh yang kecil, lidah mampu melakukan kebaikan atau kerugian yang
besar. Oleh karena itu.
4. Kita diajar untuk ngeri terhadap lidah yang liar sebagai
salah satu kejahatan terbesar dan paling merusak. Lidah yang liar dibandingkan
dengan sepercik api di antara banyak bahan yang mudah terbakar, yang akan
segera menyulut api dan menghanguskan semua yang ada di hadapannya: Lihatlah,
betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. Lidah pun adalah
api; ia merupakan suatu dunia kejahatan, dst. (ay. 5-6). Ada begitu banyak dosa
dalam lidah hingga lidah bisa disebut sebagai dunia kejahatan. Betapa banyak
kecemaran yang ditimbulkannya! Betapa besar dan mengerikan api yang disulutnya!
Demikianlah lidah mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai
sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh. Oleh karena itu perhatikanlah, ada
kecemaran dan noda yang besar dalam dosa-dosa lidah.
Nafsu-nafsu yang
mencemarkan disulutkan, dilampiaskan, dan dimanjakan oleh anggota tubuh yang
liar ini. Dan oleh lidah, seluruh tubuh sering kali diseret ke dalam dosa dan
kebersalahan. Oleh sebab itu Salomo berkata, janganlah mulutmu membawa engkau
ke dalam dosa (Pkh. 5:5).
Perangkap
yang kadang-kadang menjerat manusia karena lidah itu tidak tertahankan bagi
diri mereka sendiri dan merusak bagi orang lain. Lidah menyalakan roda
kehidupan kita. Perkara-perkara manusia dan masyarakat menjadi kacau-balau, dan
semuanya terbakar, oleh lidah manusia. Sebagian orang membacanya, setiap
angkatan terbakar oleh lidah. Tidak ada zaman di dunia ini, atau keadaan hidup,
entah pribadi atau umum, yang di dalamnya tidak ditemukan contoh ini. Sedang ia
sendiri dinyalakan oleh api neraka. Dari sini perhatikanlah, neraka mempunyai
andil yang besar dalam membesarkan api lidah lebih daripada yang disadari orang
pada umumnya.
Karena
rancangan-rancangan setanlah maka lidah manusia disulut. Iblis secara tegas
disebut sebagai pendusta, pembunuh, pendakwa saudara-saudara kita. Dan, setiap
kali lidah manusia dipakai untuk berdusta, membunuh, atau mendakwa, lidah
mereka dinyalakan oleh api neraka. Roh Kudus memang pernah turun dalam
lidah-lidah seperti nyala api (Kis. 2). Dan, apabila lidah itu dibimbing dan
dinyalakan oleh api sorga, ia menyalakan pikiran-pikiran yang baik,
perasan-perasaan yang kudus, dan ibadah yang menyala-nyala. Tetapi apabila
dinyalakan oleh api neraka, seperti halnya semua panas yang tidak pantas, maka
ia melakukan kerusakan, menimbulkan kegeraman dan kebencian, dan segala hal
yang memenuhi tujuan-tujuan Iblis.
Oleh
karena itu, sama seperti engkau ngeri terhadap nyala api, demikian pula engkau
harus ngeri terhadap perselisihan, cercaan, fitnah, kebohongan, dan segala hal
yang akan menyalakan api murka dalam rohmu sendiri atau roh orang lain. Akan
tetapi.
5. Selanjutnya kita diajar mengenai betapa sulitnya
mengendalikan lidah: Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta
binatang-binatang menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan
telah dijinakkan oleh sifat manusia. Tetapi tidak seorang pun yang berkuasa
menjinakkan lidah (ay. 7-8). Seolah-olah Rasul Yakobus berkata, “Singa, dan
binatang-binatang yang paling buas, serta kuda dan unta, dan makhluk-makhluk
yang paling kuat, telah dijinakkan dan dikendalikan oleh manusia.
Demikian
pula halnya dengan burung-burung, meskipun mereka liar dan tidak jinak, dan
sayap-sayap mereka senantiasa menjauhkan mereka dari jangkauan kita. Bahkan
ular, kendati dengan segala bisa dan kelicikannya, telah dijinakkan dan dibuat
tidak berbahaya. Binatang-binatang di laut pun telah ditangkap oleh manusia,
dan dibuat berguna bagi mereka. Makhluk-makhluk ini tidak saja sudah
ditaklukkan atau dijinakkan oleh mujizat (seperti singa-singa yang bertelut di
samping Daniel, bukan melahap dia, dan burung-burung gagak yang memberi makan
Elia, serta ikan besar yang membawa Yunus dari kedalaman laut ke tanah kering),
tetapi juga apa yang dibicarakan di sini merupakan sesuatu yang lazim terjadi.
Mereka ini tidak hanya sudah dijinakkan,
tetapi juga sudah menjadi jinak terhadap manusia. Sekalipun begitu, masih saja
lidah lebih buruk dari semua makhluk ini, dan tidak dapat dijinakkan oleh
kekuatan dan keahlian yang bermanfaat untuk menjinakkan makhluk-makhluk ini.
Tidak ada orang yang bisa menjinakkan lidah tanpa anugerah dan pertolongan
adikodrati.” Rasul Yakobus tidak bermaksud menggambarkannya sebagai hal yang
mustahil, tetapi sebagai hal yang luar biasa sulit. Oleh karena itu diperlukan
banyak kewaspadaan, usaha, dan doa untuk tetap mengendalikan lidah. Namun
kadang-kadang semua usaha ini pun masih saja kurang.
Sebab ia adalah sesuatu yang buas, yang tak
terkuasai, dan penuh racun yang mematikan. Binatang-binatang buas dapat
dipelihara dalam batas-batas tertentu, mereka dapat diatur dengan aturan-aturan
tertentu, dan bahkan ular dapat digunakan, sehingga meskipun berbisa, ia tidak
melukai. Tetapi lidah mudah menerobos semua batasan dan aturan, dan
menyemburkan racunnya pada satu atau lain kesempatan, meskipun kita sudah
bertindak dengan sangat hati-hati. Sehingga lidah bukan saja perlu diawasi,
dijaga, dan dikendalikan, sama seperti binatang buas, atau makhluk yang berbahaya
dan beracun, tetapi juga akan diperlukan jauh lebih banyak perhatian dan upaya
untuk mencegah semburan-semburan dan dampak-dampak yang merusak dari lidah.
Walaupun begitu.
6. Kita diajar untuk merenungkan bagaimana kita menggunakan
lidah kita di dalam agama dan dalam melayani Allah. Dengan permenungan ini,
kita juga diajar bagaimana menjaga lidah supaya tidak mengutuk, mencela, dan
melakukan apa saja yang jahat pada kesempatan-kesempatan lain: Dengan lidah
kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang
diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk.
Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi (ay. 9-10).
Betapa tidak masuk akal bahwa orang yang
menggunakan lidah mereka untuk berdoa dan memuji, tetapi juga menggunakannya
untuk mengutuk, memfitnah, dan sejenisnya! Jika kita memuji Allah sebagai Bapa
kita, itu seharusnya mengajar kita untuk berbicara yang baik-baik mengenai dan
ramah kepada semua orang yang mengenakan gambar-Nya. Lidah yang menyapa Yang
Ilahi dengan rasa hormat harus tetap dijaga setia, supaya jangan berbalik
kepada sesama dengan memakai bahasa yang mencerca dan mencaci maki. Dikatakan
tentang para Serafim yang memuji Allah, bahwa mereka tidak berani menghakimi
dengan kata-kata hujatan. Terlebih lagi, jika manusia mencela orang yang tidak
hanya mengenakan gambar Allah dalam indra-indra alami mereka, tetapi juga yang
diperbaharui menyerupai rupa Allah oleh anugerah Injil, maka ini merupakan
perbuatan bertentangan yang paling memalukan bagi pengakuan bibir mereka bahwa
mereka menghormati Yang Asali.
Hal ini tidak boleh demikian terjadi. Dan
jika permenungan-permenungan seperti itu selalu kita perhatikan, maka pasti
tidak akan terjadi yang demikian. Kesalehan dipermalukan jika hanya dipamerkan
tanpa ada kasih di dalamnya. Lidah menyangkal dirinya sendiri jika pada suatu
waktu ia berlagak memuja kesempurnaan-kesempurnaan Allah, dan mengembalikan
semuanya kepada Dia, sementara pada waktu lain ia mengutuk bahkan orang-orang
baik sekalipun jika mereka tidak memakai kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang
sama seperti yang digunakannya.
Lebih jauh lagi, untuk menegaskan permenungan
ini, Rasul Yakobus menunjukkan bahwa dampak-dampak yang berlawanan dari
penyebab yang sama itu dahsyat, dan tidak ditemukan di dalam alam, dan karena
itu tidak mungkin bersesuaian dengan anugerah: Adakah sumber memancarkan air
tawar dan air pahit dari mata air yang sama? Adakah pohon ara dapat
menghasilkan buah zaitun dan adakah pokok anggur dapat menghasilkan buah ara?
Demikian juga mata air asin tidak dapat mengeluarkan air tawar (ay. 11-12).
Agama yang benar tidak akan mengakui
tindakan-tindakan yang bertentangan. Dan orang yang betul-betul beragama tidak
akan pernah membiarkan adanya pertentangan entah dalam perkataan atau
perbuatannya. Berapa banyak dosa yang akan dicegah, dan berapa banyak orang
akan kembali bertobat, jika mereka senantiasa diingatkan untuk selalu setia
dengan diri mereka sendiri!
3.
Menurut Kitab 1 dan 2 Petrus
Peringatan
terhadap Kejahatan dan Kemunafikan (2:1-3). Rasul Petrus sejauh ini telah
menganjurkan kasih terhadap sesama, dan menyatakan keunggulan firman Allah yang
disebutnya benih yang tidak fana, yang hidup dan yang kekal. Ia melanjutkan
pembicaraannya, dan dengan sangat tepat memberikan nasihat penting berikut,
Karena itu buanglah segala kejahatan, dan seterusnya.
Dosa-Dosa
ini dapat merusak kasih dan juga menghambat keampuhan firman itu, sehingga
dengan demikian menghambat pembaharuan hidup kita juga. Ia menyarankan untuk
mengesampingkan atau menolak segala sesuatu yang jahat, seperti yang
diperlakukan orang terhadap pakaian yang rusak dan kotor, “Buanglah dengan rasa
jijik, dan jangan pernah mengenakannya lagi.” Dosa-dosa yang harus
dikesampingkan atau ditolak adalah,
a. Kejahatan,
yang bisa diartikan dengan lebih umum sebagai segala jenis kejahatan, seperti
yang disebutkan dalam Yakobus 1:21 dan 1 Korintus 5:8. Namun, dalam arti yang
lebih terbatas, kejahatan adalah amarah yang tersimpan di dada orang bodoh,
amarah yang sudah berurat akar dan memuncak, yang siap membakar orang itu untuk
merencanakan kejahatan, melakukan kejahatan, atau bergembira dengan kejahatan
yang menimpa orang lain.
b. Tipu
muslihat, atau penipuan melalui perkataan. Hal ini mencakup sanjungan yang
bersifat menjilat, kepalsuan, dan kata-kata khayal yang dengan licik memperdaya
orang lain karena ketidaktahuan atau kelemahannya, sehingga ia menderita
kerugian.
c. Segala
macam kemunafikan. Ini berarti berbagai jenis kemunafikan. Dalam hal agama,
kemunafikan adalah kebalikan dari kesalehan. Di dalam perilaku sehari-hari,
kemunafikan adalah kebalikan dari persahabatan, yang sering kali dilakukan
orang-orang yang suka memberikan pujian setinggi langit tanpa ketulusan,
membuat janji yang tidak pernah ditepati, atau pura-pura bersahabat padahal
mempunyai niat jahat di dalam hati mereka.
d. Segala
macam kedengkian. Yakni segala sesuatu yang dapat disebut kedengkian, yang
merasa gusar dengan kebaikan dan kesejahteraan orang lain, dengan kemampuan,
kemakmuran, kemasyhuran, atau keberhasilan orang lain.
e. Fitnah,
yakni kata-kata yang mencela, menentang, atau mencemarkan nama baik orang. Ini
juga disebut umpat (2Kor. 12:20, TL; Rm. 1:30).
Oleh sebab itu, ketahuilah bahwa, Orang-orang Kristen
terbaik perlu diperingatkan dan berhati-hati terhadap dosa-dosa paling buruk,
seperti kejahatan, kemunafikan, dan kedengkian. Mereka baru dikuduskan
sebagian, dan masih rapuh terhadap pencobaan. Segala pelayanan terbaik kita
kepada Allah tidak akan menyukakan hati-Nya ataupun menguntungkan diri kita apabila
kita tidak tulus dalam kewajiban kita terhadap manusia. Dosa-dosa yang
disebutkan di sini merupakan pelanggaran terhadap loh batu kedua. Semua ini
harus dikesampingkan, sebab jika tidak, kita tidak akan dapat menerima firman
Allah seperti seharusnya.
Ketika di sini dikatakan segala kejahatan, dan segala
tipu muslihat, maka ketahuilah bahwa bila satu dosa tidak dikesampingkan, maka
ini akan menghambat keuntungan rohani dan kesejahteraan kekal kita. Kejahatan,
kedengkian, kebencian, kemunafikan, dan fitnah, biasanya berjalan bersama.
Fitnah merupakan tanda bahwa kejahatan dan tipu muslihat ada berdiam dalam
hati. Dan bersama-sama, semua dosa tadi menghalang-halangi kita menerima
manfaat dari firman Allah.
Bagaikan tabib penuh hikmat, setelah menasihati tentang
pembersihan diri dari keinginan-keinginan jahat, Rasul Petrus melanjutkan
dengan menyebutkan makanan sehari-hari yang sehat, supaya tubuh dapat
bertumbuh. Kewajiban yang disarankan adalah terus-menerus dengan sepenuh tenaga
menginginkan firman. Di sini, istilah firman disebut dengan susu yang murni.
Dalam terjemahan LAI (TB) ditambahkan dan yang rohani, dalam terjemahan KJV
digunakan perkataan susu firman. Dengan demikian kita dapat memahami bahwa
inilah makanan yang tepat bagi jiwa, atau makhluk yang berakal budi, yang
dengannya akal budi, dan bukan tubuh jasmani, diberi gizi dan dikuatkan. Susu
firman ini haruslah murni, tidak dicemari oleh campuran yang dibubuhkan manusia
yang sering mencemari firman Allah (2Kor. 2:17). Sikap mereka dalam menginginkan
susu murni dari firman itu dinyatakan sebagai berikut: sama seperti bayi yang
baru lahir. Rasul Petrus mengingatkan mereka bahwa mereka sudah lahir baru.
Kehidupan baru membutuhkan makanan yang sesuai. Karena baru dilahirkan, mereka
harus merindukan susu firman. Bayi menginginkan susu ibu, dan keinginan mereka
akan susu itu amat kuat serta sering. Hal ini timbul karena rasa lapar yang
tidak tertahankan, dan diikuti dengan segala upaya yang mampu dilakukannya.
Seperti itulah orang-orang Kristen harus merindu kan firman Allah. Dengan cara
ini kita dapat bertumbuh, dan bertambah dalam kasih karunia dan pengenalan akan
Tuhan dan Juruselamat kita (2Ptr. 3:18). Keinginan kuat dan rasa kasih sayang
terhadap firman Allah merupakan bukti nyata tentang kelahiran baru seseorang.
Jika ada keinginan sebegitu rupa seperti yang dimiliki bayi akan susu, maka ini
membuktikan bahwa orang itu sudah lahir baru. Meskipun tergolong yang paling
sederhana, bukti ini sungguh pasti. Pertumbuhan dan pertambahan dalam hikmat
dan kasih karunia merupakan tujuan dan kerinduan setiap orang Kristen. Semua
sarana rohani bertujuan mencapai perbaikan dan peningkatan. Bila digunakan
dengan benar, firman Allah tidak membiarkan seseorang tetap sama seperti
sebelumnya, tetapi meningkatkan dan memperbaikinya.
Rasul Petrus menambahkan alasan yang diambil dari
pengalaman jemaat sendiri: jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan
(ay. 3). Ia tidak memperlihatkan keraguan, tetapi menegaskan bahwa orang-orang
Kristen yang baik ini telah mengecap kebaikan Allah, dan karena itu menuntut
mereka, “Kamu harus mengesampingkan dosa-dosa yang jahat ini (ay. 1). Kamu
harus merindukan firman Allah. Kamu harus bertumbuh dengan firman itu, sebab
kamu tidak dapat menyangkal bahwa kamu telah merasakan sendiri bahwa Tuhan itu
penuh rahmat.” Ayat berikutnya memastikan kepada kita bahwa Tuhan yang
dibicarakan di sini adalah Tuhan Yesus Kristus. Karena itu ketahuilah bahwa,
1) Yesus
Kristus Tuhan kita sangat penuh rahmat terhadap umat-Nya. Ia memang baik tidak
terhingga. Ia teramat baik hati, pemurah, dan penuh perhatian dan pengampun
terhadap orang-orang berdosa yang malang. Ia penuh belas kasihan dan baik
kepada mereka yang tidak layak menerimanya. Ia memiliki kepenuhan kasih karunia
di dalam diri-Nya.
2) Bahwa
Penebus kita itu penuh dengan rahmat paling mudah ditemukan dengan cara
mengecapnya sendiri. Indra pengecap harus langsung merasakan sendiri sesuatu
yang hendak dikecap. Kita tidak dapat mengecap dari jarak jauh seperti halnya
apabila kita melihat, mendengar, dan mencium bau sesuatu. Untuk dapat mengecap
kebaikan Kristus langsung sendiri, diri kita haruslah dipersatukan dengan-Nya
melalui iman. Baru sesudah itulah kita dapat mengecap kebaikan-Nya di dalam
semua pemeliharaan-Nya, di dalam semua urusan rohani kita, dalam semua
ketakutan dan pencobaan kita, di firman-Nya dan penyembahan kita setiap hari.
3) Yang
terbaik yang dimiliki hamba-hamba Allah dalam hidup ini tiada lain adalah
mengecap kasih karunia Kristus. Mengecap berarti mencicipi sedikit saja, tidak
mereguk banyak-banyak, sehingga tidak cukup memuaskan. Begitu jugalah halnya
dengan penghiburan Allah dalam hidup ini.
4) Firman
Allah merupakan sarana besar yang digunakan-Nya untuk menyingkapkan dan
menyampaikan kasih karunia-Nya kepada manusia. Orang-orang yang mereguk susu
murni firman-Nya, akan mengecap dan mengalami sebagian besar kasih karunia-Nya.
Dalam bergaul akrab dengan firman-Nya, kita harus senantiasa berusaha keras
untuk semakin memahami dan mengalami kasih karunia-Nya.
Setelah uraikan lebar panjang tentang dosa… Rasul Petrus,
memberi peringatan yang sudah seharusnya mengenai guru-guru palsu, yang bisa
menjadikan mereka tersesat. Untuk mencegah hal ini, Ia menggambarkan para
penyesat ini sebagai orang-orang yang tidak memiliki kesalehan dalam diri
mereka, dan sangat membahayakan orang lain (ay. 1-3). Ia meyakinkan mereka
tentang hukuman yang akan ditimpakan kepada para penyesat tersebut (ay. 3-6). Ia
memberi tahu kita betapa berlawanannya rencana Allah bagi orang-orang yang
takut akan Dia (ay. 7-9). Ia mengisi sisa pasal ini dengan lebih jauh
memberikan gambaran tentang para penyesat tersebut, untuk memperingatkan mereka
supaya waspada terhadap orang-orang itu. Siapa orang-orang itu!! Mereka adaah Nabi-nabi
Palsu dan Para Pemimpin yang Bejat (2:1-3a).
Pada akhir pasal sebelumnya, disebutkan mengenai
orang-orang kudus kepunyaan Allah, yang hidup pada zaman Perjanjian Lama dan
dipakai untuk mencatat perkataan Roh Kudus, dalam tulisan-tulisan kudus. Namun
pada permulaan pasal ini, ia memberi tahu kita bahwa pada saat itu pun di dalam
jemaat sudah ada nabi-nabi palsu bersama-sama dengan nabi-nabi yang sejati. Di
sepanjang zaman gereja, dalam keadaan apa pun, ketika Allah mengutus nabi-nabi
yang sejati, Iblis mengutus beberapa nabi palsu dalam Perjanjian Lama, serta
kristus-kristus palsu, rasul-rasul palsu, dan para guru penyesat dalam
Perjanjian Baru, untuk menyesatkan dan memperdayai. Mengenai hal ini
perhatikanlah,
1)
Tugas mereka adalah untuk membawa masuk
berbagai kekeliruan yang menghancurkan, pengajaran-pengajaran sesat yang
membinasakan, seperti halnya tugas para pengajar yang diutus Allah ialah
menunjukkan jalan kebenaran, jalan yang benar menuju kehidupan kekal. Ada
pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan selain praktik-praktik yang
membinasakan, dan guru-guru palsu rajin menyebarluaskan berbagai paham keliru
yang berbahaya.
2)
Pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan
biasa dimasukkan secara diam-diam, di bawah selubung dan topeng kebenaran.
Mereka yang memperkenalkan pengajaran-pengajaran sesat yang menghancurkan
menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka. Mereka menolak dan tidak mau
mendengar serta belajar dari Sang Guru Agung yang diutus Allah itu, sekalipun
Dialah satu-satunya Juruselamat dan Penebus umat manusia, yang telah membayar harga
yang cukup untuk menebus seluruh isi dunia orang berdosa sebanyak yang ada di
dalam dunia ini.
3)
Orang-orang yang memasukkan ajaran-ajaran
sesat yang berbahaya bagi orang lain itu segera (dan pasti) mendatangkan
kebinasaan atas diri mereka. Orang yang membinasakan diri sendiri akan binasa
dengan segera. Dan mereka yang begitu gigih menyebarkan berbagai kekeliruan
yang berbahaya bagi orang lain itu pasti akan dibinasakan dengan tiba-tiba, dan
tanpa dipulihkan.
Di
ayat kedua, ia melanjutkan untuk memberi tahu kita apa akibat dari hal itu
sehubungan dengan orang lain. Di sini kita bisa belajar dua hal yaitu.
1) Bahwa
para pemimpin yang bejat jarang kekurangan orang yang mengikuti mereka.
Sekalipun jalan yang menyimpang itu berbahaya, banyak orang yang rela berjalan
ke dalamnya. Orang meneguk kejahatan bagaikan air, dan senang hidup dalam
penyimpangan. Para nabi bernubuat palsu, dan umat-Ku menyukai yang demikian.
2) Tersebarnya
penyimpangan akan menimbulkan hujatan terhadap jalan kebenaran, yaitu jalan
keselamatan oleh Yesus Kristus, yang adalah jalan dan kebenaran dan hidup.
Agama Kristen berasal dari Allah yang benar sebagai penciptanya, menuntun
kepada kebahagiaan sejati berupa menikmati kebersamaan bersama Allah yang benar
sebagai tujuannya, dan mengerjakan kebenaran di dalam batin sebagai sarana agar
dikenan melayani Allah. Namun, jalan kebenaran ini dilanggar dan dihujat oleh
orang-orang yang menerima dan menyebarluaskan penyesatan-penyesatan yang
membinasakan. Hal ini telah dinubuatkan oleh Rasul Petrus sebagai hal yang
pasti akan terjadi. Jadi janganlah kita menjadi marah dengan adanya hal-hal ini
pada zaman kita, melainkan kita harus waspada supaya jangan memberikan
kesempatan kepada musuh untuk menghujat nama yang kudus itu, yang dengan-Nya
kita dipanggil, atau berbicara jahat tentang jalan yang menjadi pengharapan
kita untuk diselamatkan.
Perhatikan, berikutnya, rencana yang dipakai oleh para
penyesat untuk menarik banyak murid mengikuti mereka. Mereka menggunakan
ceritera-ceritera isapan jempol. Mereka membual, dan dengan kata-kata yang
muluk-muluk serta pidato yang fasih memperdaya hati orang yang polos, sehingga
mereka sepenuhnya tunduk pada pandangan-pandangan yang berusaha disebarkan oleh
para penyesat ini. Mereka menjual serta memberi diri kepada petunjuk dan
peraturan guru-guru palsu ini, yang mengambil untung dari orang-orang yang
mereka jadikan pengikut mereka yang baru, melayani diri sendiri dan
memanfaatkan mereka. Semua ini dilakukan dengan maksud serakah, dengan hasrat
dan rencana untuk mendapatkan lebih banyak kekayaan, atau hor mat, atau pujian,
dengan menambah jumlah pengikut mereka. Para pelayan Kristus yang setia, yang
menunjukkan jalan kebenaran kepada orang banyak, menghendaki keuntungan dan
manfaat bagi para pengikut mereka, supaya mereka dapat diselamatkan. Namun,
para guru penyesat ini hanya menginginkan dan bermaksud untuk mendapatkan
keuntungan dan kebesaran duniawi.
4.
Menurut 2 Petrus
Menurut
2 Petrus lebih mengedepankan Penghakiman Ilahi (2:3b-6). Orang cenderung
mengira bahwa apabila hukuman ditunda, tandanya akan ada pengampunan. Sedangkan
bila hukuman tidak segera dilaksanakan, artinya hukuman itu pasti sudah, atau
akan, dibatalkan. Namun Rasul Petrus memberi tahu kita bahwa betapapun
guru-guru palsu berhasil dan berbuah, dan sekalipun itu terjadi untuk sementara
waktu, namun hukuman telah lama tersedia bagi mereka. Allah sudah menetapkan
sejak dahulu bagaimana Dia akan berurusan dengan mereka. Orang-orang yang tidak
percaya semacam itu, yang berusaha memalingkan orang lain dari iman mereka,
telah dihukum, dan murka Allah ada pada mereka. Hakim yang adil itu dengan
segera akan menyatakan pembalasan. Hari celaka mereka sudah dekat, dan segala
sesuatu yang akan menimpa mereka datang segera. Untuk membuktikan pernyataan
ini, di sini disampaikan beberapa contoh mengenai penghakiman Allah yang adil,
dalam membalas orang berdosa, yang dimaksudkan supaya kita renungkan dengan
sungguh-sungguh.
Lihat
bagaimana Allah berurusan dengan para malaikat yang berbuat dosa. Tidak ada
keunggulan yang dapat membebaskan seorang berdosa dari hukuman. Jika para
malaikat, yang jauh mengungguli kita dalam hal kekuatan dan pengetahuan,
melanggar hukum Allah, maka putusan yang dijatuhkan oleh hukum akan ditimpakan
kepada mereka, tanpa ada belas kasihan atau keringanan, karena Allah tidak
menyayangkan mereka. Semakin unggul seorang pelanggar, semakin berat pula
hukumannya. Para malaikat ini, yang mengungguli manusia dalam hal kemuliaan
kodrat mereka, langsung dihukum. Tidak ada penundaan bagi mereka untuk beberapa
hari saja, tidak ada keistimewaan yang ditunjukkan kepada mereka.
Dosa
merendahkan dan menurunkan derajat orang yang melakukannya. Para malaikat di
sorga dibuang dari ketinggian keunggulan mereka, dan dilucuti dari segala
kemuliaan dan martabat mereka, atas ketidaktaatan mereka. Barangsiapa berdosa
terhadap Allah, melukai dirinya sendiri. Mereka yang memberontak terhadap Allah
di sorga semuanya akan dijebloskan ke neraka. Tidak ada tempat atau keadaan
yang terdapat di antara tingginya kemuliaan dan dalamnya kesengsaraan di mana
mereka boleh tinggal. Jika makhluk ciptaan berbuat dosa di sorga, maka mereka
harus menderita di neraka. Dosa adalah perbuatan kegelapan, dan kegelapan
adalah upah dosa. Gelapnya sengsara dan siksaan mengikuti gelapnya dosa. Mereka
yang tidak mau berjalan menurut terang dan tuntunan hukum Allah akan dilucuti
dari terang wajah Allah dan penghiburan hadirat-Nya. Seperti halnya dosa
mengikatkan manusia pada hukuman, begitu juga sengsara dan siksaan mencengkeram
manusia di bawah penghukuman. Kegelapan yang menjadi sengsara mereka menahan
mereka sehingga tidak bisa lepas dari siksaan mereka. Tingkat siksaan yang
terakhir tidak diberikan sampai hari penghakiman. Malaikat yang berbuat dosa,
sekalipun sudah berada di neraka, masih disimpan untuk dihakimi pada hari yang
besar itu.
Lihat
bagaimana Allah berurusan dengan dunia lama, dengan cara yang sama persis
sebagaimana Dia berurusan dengan para malaikat. Dia tidak menyayangkan dunia
lama. Di sini perhatikanlah.Banyaknya pelaku pelanggaran tidak lebih penting
untuk memberikan kelonggaran dibandingkan dengan beratnya pelanggaran yang ada.
Jika dosa dilakukan oleh semua orang, maka begitu juga hukumannya akan dijatuhkan
kepada semuanya. Namun. Jika ada beberapa orang benar saja, mereka akan dilindungi.
Allah tidak membinasakan orang baik bersama-sama dengan orang jahat. Di dalam
kemurkaan Dia mengingat rahmat. Barangsiapa menjadi pemberita kebenaran pada
zaman di mana kebobrokan dan kemerosotan sudah menjadi hal yang umum, yang
berpegang pada firman kehidupan dalam perilaku yang tidak bercela dan pantas
diteladani, akan dilindungi di zaman kehancuran atas seluruh manusia.
Allah
bisa memakai segala ciptaan ini sebagai alat pembalasan-Nya dalam menghukum
orang berdosa walau tadinya dibuat dan ditetapkan-Nya untuk melayani dan
memberikan manfaat bagi mereka. Ia membinasakan seluruh dunia dengan air. Namun
perhatikanlah. Apa yang menyebabkan semua ini terjadi, ialah karena dunia ini
adalah dunia orang-orang yang fasik. Kefasikan menempatkan manusia di luar
perlindungan ilahi, dan memperhadapkan mereka pada kebinasaan mutlak.
Lihat
bagaimana Allah berurusan dengan Sodom dan Gomora. Sekalipun mereka terletak di
suatu daerah yang menyerupai taman Tuhan, namun apabila di tanah yang begitu
subur mereka berlimpah-limpah dosanya, Allah dapat langsung membuat negeri yang
subur itu menjadi gersang dan daerah yang banyak airnya menjadi debu dan abu. Tidak
ada satu pun persatuan atau ikatan kerja sama politik yang dapat menahan
penghakiman dari orang berdosa. Sodom dan kota-kota di sekitarnya tidak lebih
aman oleh karena kuatnya pemerintahan mereka dibandingkan dengan para malaikat
oleh keunggulan kodrat mereka atau dunia purba dengan jumlah mereka yang besar.
Allah
bisa memakai ciptaan-ciptaan yang berlawanan untuk menghukum orang-orang
berdosa yang sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Ia membinasakan dunia purba
dengan air, sedangkan Sodom dengan api. Dia yang mencegah api dan air
mencelakakan umat-Nya (Yes. 43:2) dapat memakai yang mana pun untuk
membinasakan musuh-musuh-Nya, sehingga mereka tidak pernah aman.
Dosa-dosa
yang paling menjijikkan mendatangkan penghakiman yang paling menyedihkan.
Barangsiapa busuk kejahatannya, akan tampak nyata celakanya. Mereka yang luar
biasa berdosa di hadapan Tuhan harus bersiap menerima pembalasan yang paling
mengerikan. Hukuman bagi orang berdosa pada zaman yang terdahulu dirancang
sebagai contoh bagi orang-orang yang hidup sesudahnya. “Teladanilah mereka,
tidak hanya dalam hal masa hidup, tetapi juga di dalam langkah dan cara hidup
mereka.” Manusia yang hidupnya tidak saleh harus melihat apa yang akan menimpa
mereka apabila mereka terus hidup di jalan yang tidak kudus.
Marilah
kita mengambil hikmah dari semua contoh bagaimana Allah mengadakan pembalasan,
yang dicatat untuk menasihati kita, dan untuk mencegah kita untuk tidak
menjanjikan bagi diri sendiri bahwa kita akan bebas dari hukuman walaupun kita
hidup di dalam dosa. Penghakiman Ilahi (2:7-9). Ketika Allah menimpakan
kebinasaan atas orang fasik, Ia memerintahkan pembebasan bagi orang benar. Dan,
jika Ia menurunkan hujan api dan belerang ke atas orang jahat, Dia akan
menudungi kepala orang benar, dan mereka akan disembunyikan pada hari
murka-Nya. Mengenai hal ini kita memiliki contoh bagaimana Allah memelihara
Lot. Di sini perhatikanlah.
Ciri-ciri
yang dijelaskan tentang Lot. Ia disebut sebagai orang yang benar. Memang
demikianlah dia dalam hal kecenderungan hatinya secara umum dan di sepanjang
tindak-tanduknya. Allah tidak menilai orang benar atau tidak benar dari satu
perbuatan, melainkan dari jalannya kehidupan mereka secara umum. Di sini ada
seorang benar di tengah angkatan yang paling bejat dan tidak bermoral yang
semuanya sudah menjauh dari segala yang baik. Ia tidak mengikuti orang banyak
itu untuk berbuat jahat, tetapi di sebuah kota yang penuh ketidakbenaran ia
hidup lurus.
Akibat
dari dosa yang dilakukan orang lain terhadap orang benar ini. Sekalipun orang
yang berdosa bersukaria dalam kejahatannya, itu adalah suatu kesedihan dan
dukacita bagi jiwa orang benar. Dalam kumpulan orang buruk kita tidak bisa
menghindari rasa bersalah ataupun dukacita. Kiranya dosa orang lain
menggelisahkan kita, karena jika tidak demikian maka tidak mungkin kita sanggup
menjaga diri tetap murni.
Di
sini disebutkan secara khusus lamanya serta kelanjutan dari kesedihan dan
dukacita orang baik ini, yaitu setiap hari. Sekalipun terbiasa mendengar dan
melihat kejahatan mereka, itu tidak membuatnya senang akan hal tersebut,
ataupun melenyapkan rasa ngeri yang ditimbulkan oleh kejahatan itu. Inilah orang
benar yang dijaga Allah dari penghakiman yang mematikan, yang membinasakan
segala sesuatu di sekelilingnya. Dari contoh ini kita diajar untuk berpikir
bahwa Allah tahu bagaimana membebaskan umat-Nya dan menghukum para musuh-Nya.
Dapat diduga di sini bahwa orang benar pasti memiliki pencobaan dan godaan
mereka sendiri. Iblis dan antek-anteknya akan menghunjamkan masalah kepada
mereka, supaya mereka jatuh. Karena itu, apabila kita mau masuk sorga, pastilah
itu melewati banyak masa kesukaran. Jadi sudah menjadi tugas kitalah untuk
waspada dan bersiap-siap menghadapi segala kesukaran itu. Perhatikanlah di sini.
Tuhan
mengenal siapa kepunyaan-Nya. Dia telah memisahkan orang yang saleh untuk
diri-Nya. Jikalau hanya ada satu orang di dalam lima kota, maka Dia mengenal
orang itu, dan apabila jumlahnya lebih banyak maka Ia tidak dapat mengabaikan
ataupun melewatkan satu pun dari mereka. Hikmat Allah tidak pernah kehabisan
cara dan sarana untuk membebaskan umat-Nya. Umat-Nya sering kali kehabisan akal
dan tidak bisa melihat jalan, tetapi Dia dapat membebaskan dengan amat banyak
cara. Membebaskan orang saleh adalah pekerjaan Allah. Untuk pekerjaan itu,
perhatian-Nya tercurah baik pada hikmat-Nya untuk merancangkan caranya maupun
pada kuasa-Nya untuk melakukan penyelamatan dari pencobaan, supaya mereka
jangan terjatuh ke dalam dosa dan hancur akibat kesulitan mereka. Jadi,
tentulah apabila Dia sanggup menyelamatkan dari pencobaan, maka Dia sanggup
pula menjaga supaya jangan mereka terjatuh ke dalamnya apabila Ia tidak melihat
pencobaan-pencobaan semacam itu diperlukan.
Ada
perbedaan besar dalam cara Allah berurusan dengan orang saleh dan orang jahat.
Ketika Dia menyelamatkan umat-Nya dari kebinasaan, Dia menyerahkan para
musuh-Nya kepada kebinasaan yang setimpal. Orang yang tidak adil tidak mendapat
bagian dalam keselamatan yang dikerjakan Allah bagi orang benar. Orang-orang
jahat disimpan untuk disiksa pada hari penghakiman. Di sini kita melihat bahwa.
Kesimpulan
akhir dari pembahasan dari pasal dan ayat dari kitab 1 dan 2 Petrus bahwa ada suatu
hari ada penghakiman yang sangat dasyat. Allah telah menetapkan suatu hari,
pada waktu mana Ia akan menghakimi dunia. Orang berdosa yang tidak mau bertobat
dipelihara hanya untuk disimpan hingga pada hari ketika penghakiman Allah yang
adil dinyatakan.
D.
Menurut Surat-Surat Yohanes
Menurut Surat 1, 2 dan 3 Yohanes penekanannya
adalah lebih kepada Dosa Menghujat Roh Kudus (1Yohanes 5:14-17). Sebuah
hak istimewa dalam beriman kepada Kristus, yaitu bahwa doa kita akan dikabulkan:
Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa
kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya (ay. 14).
Kristus Tuhan membuat kita berani datang kepada Allah dalam semua keadaan,
dengan segala permohonan dan permintaan kita. Melalui Dia permohonan-permohonan
kita diakui dan diterima Allah. Pokok doa kita harus sesuai dengan kehendak
Allah yang sudah dinyatakan. Tidak pantas kita meminta apa yang bertentangan
entah dengan keagungan dan kemuliaan-Nya atau dengan kebaikan kita sendiri,
sebab kita adalah milik-Nya dan bergantung padanya. Sesudah itu, barulah kita
bisa yakin bahwa apa yang didoakan dengan iman akan didengar di sorga.
Keuntungan
yang kita peroleh dengan hak istimewa seperti itu: Dan jikalau kita tahu, bahwa
Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah
memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya (ay. 15). Sungguh
besar segala pembebasan, belas kasihan, dan berkat yang dibutuhkan oleh si pemohon
yang kudus. Mengetahui bahwa permohonan-permohonannya didengar atau diterima
sama baiknya dengan mengetahui bahwa permohonan-permohonan itu dikabulkan.
Oleh
sebab itu ia juga yakin pasti dikasihani, diampuni, atau dinasihati,
dikuduskan, dibantu, dan diselamatkan (atau akan diperlakukan demikian) sepasti
ia diperbolehkan untuk meminta dari Allah. Petunjuk untuk berdoa dalam
kaitannya dengan dosa-dosa orang lain: Kalau ada seorang melihat saudaranya
berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa
kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang
berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut:
tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa (ay. 16). Di sini kita dapat
mencermati bahwa,
Pertama.
Kita harus berdoa bagi orang lain seperti juga bagi diri kita sendiri. Bagi
saudara-saudara kita sesama manusia, supaya mereka dicerahkan, dipertobatkan,
dan diselamatkan. Bagi saudara-saudara kita yang mengakui iman Kristen, supaya
mereka tulus, supaya dosa-dosa mereka diampuni, dan supaya mereka dibebaskan
dari yang jahat dan dari hukuman-hukuman Allah, dan dipelihara di dalam Kristus
Yesus. Kedua. Ada pembedaan yang besar dalam hal kekejian dan kebersalahan
dosa: Ada dosa yang mendatangkan maut (ay. 16), ada dosa yang tidak
mendatangkan maut (ay. 17). (a). Ada dosa yang mendatangkan maut.
Semua
dosa, berkenaan dengan kelayakan dan hukumannya, mendatangkan maut. Upah dosa
ialah maut, dan terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu
yang tertulis dalam kitab hukum Taurat (Gal. 3:10). Tetapi ada dosa yang
mendatangkan maut sebagai lawan dari dosa yang dikatakan di sini tidak
mendatangkan maut. Oleh sebab itu, (b). Ada dosa yang tidak mendatangkan maut.
Ini pasti mencakup semua dosa yang oleh ketetapan ilahi atau manusiawi dapat
berdampingan dengan hidup. Dalam ketetapan manusiawi, dosa itu dapat
berdampingan dengan hidup duniawi atau jasmani, sementara dalam ketetapan
ilahi, dosa itu dapat berdampingan dengan hidup jasmani atau hidup rohani
secara Injil.
Ada
dosa-dosa yang, oleh ketetapan manusia yang benar, tidak mendatangkan maut,
misalnya seperti berbagai macam bentuk ketidakadilan, yang dapat dihukum tanpa
kematian si penjahat. Sebagai lawannya, ada dosa-dosa yang, oleh ketetapan yang
benar, mendatangkan maut, atau dapat mencabut hidup secara sah, seperti yang
kita sebut dengan kejahatan yang diancam dengan hukuman mati. Lalu ada
dosa-dosa yang, oleh ketetapan ilahi, mendatangkan maut, entah maut jasmani
atau rohani dan Injil. Pertama, dosa-dosa yang mendatangkan atau dapat
mendatangkan maut jasmani. Dosa-dosa seperti itu mungkin dilakukan entah oleh
orang yang jelas-jelas munafik, seperti Ananias dan Safira, atau, seperti yang
kita tahu, oleh saudara-saudara yang betul-betul Kristen, seperti ketika Rasul
Paulus berkata tentang anggota-anggota jemaat Korintus yang bersalah, sebab itu
banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal
(1Kor. 11:30).
Bisa
jadi ada dosa yang mendatangkan maut jasmani di antara orang-orang yang mungkin
tidak dihukum bersama dengan dunia. Dosa seperti itu, saya katakan, adalah,
atau bisa jadi, mendatangkan maut jasmani. Ketetapan hukum ilahi di dalam Injil
tidak secara pasti atau khusus mengancam maut untuk dosa-dosa yang lebih kasat
mata, yang diperbuat oleh anggota-anggota Kristus, tetapi dosa-dosa itu hanya
diancam dengan suatu hukuman Injil. Karena Tuhan menghajar orang yang
dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak (Ibr. 12:6).
Ada
ruang yang tersisa untuk hikmat atau kebaikan ilahi, atau bahkan kerasnya
Injil, untuk menentukan seberapa jauh hukuman atau cambuk dapat berlanjut. Kita
tidak bisa mengatakan ini, tetapi adakalanya hukuman itu dapat (in terrorem –
sebagai peringatan bagi orang lain) berlanjut bahkan sampai pada kematian.
Kemudian, kedua, ada dosa-dosa yang, oleh ketetapan ilahi, mendatangkan maut
rohani dan Injil, yaitu yang tidak sesuai dengan hidup rohani dan Injil, dengan
hidup rohani di dalam jiwa dan dengan hak Injil untuk mendapat hidup yang di
atas. Seperti itulah dosa orang yang pada saat ini tidak mau bertobat dan
percaya. Tidak mau bertobat dan percaya yang terus berlanjut sampai akhir sudah
pasti akan berujung pada kematian kekal, seperti juga menghujat Roh Allah,
dengan menyangsikan kesaksian yang telah diberikanNya mengenai Kristus dan
Injil-Nya.
Ini
juga termasuk kemurtadan sepenuhnya dari terang dan bukti yang meyakinkan dari
kebenaran agama Kristen. Inilah dosa-dosa yang menimbulkan kesalahan yang
pantas diganjar dengan kematian kekal. Lalu sampailah kita pada, Penerapan
petunjuk doa ini menurut jenis-jenis dosa yang sudah dibedakan seperti itu. Doa
seharusnya meminta hidup: Hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan
memberikan hidup kepadanya. Hidup harus diminta dari Allah. Dia adalah Allah
atas hidup. Dia memberikan hidup kapan dan kepada siapa seperti yang
dikehendaki-Nya, dan mengambilnya entah dengan ketetapan atau pemeliharaan-Nya,
atau kedua-duanya, sebagaimana yang dipandang-Nya pantas. Dalam hal dosa saudara
seiman, yang tidak (dengan cara yang sudah disebutkan) mendatangkan maut, kita
dalam iman dan pengharapan boleh berdoa bagi dia, dan khususnya bagi kehidupan
jiwa dan tubuhnya. Akan tetapi, dalam hal dosa yang mendatangkan maut dengan
cara-cara yang sudah disebutkan, kita tidak diperbolehkan untuk berdoa. Mungkin
maksud dari ucapan Rasul Yohanes, tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus
berdoa, tidak lebih dari, “Aku tidak bisa menjanjikan kamu apa-apa dalam hal
itu. Tidak ada dasar untuk berdoa dengan iman.”
Hukum-hukum
keadilan harus dijalankan, demi keamanan bersama dan kepentingan umat manusia:
dan bahkan saudara seiman yang bersalah dalam perkara seperti itu harus
diserahkan pada keadilan umum (yang dasarnya bersifat ilahi), dan pada saat
yang sama juga diserahkan pada belas kasihan Allah.
Penghapusan
hukuman-hukuman Injil (sebagaimana itu bisa disebut), atau pencegahan kematian
(yang tampaknya memang sudah menjadi akibat, atau yang ditimpakan karena, suatu
dosa tertentu), dapat didoakan hanya dengan syarat tertentu, yaitu asalkan hal
itu sejalan dengan hikmat, kehendak, dan kemuliaan Allah bahwa hukuman-hukuman
itu harus dihapus, dan khususnya kematian seperti itu dicegah.
Kita
tidak dapat berdoa supaya dosa-dosa orang yang tidak mau bertobat dan tidak
percaya harus diampuni, selama mereka masih begitu, atau supaya belas kasihan
terhadap hidup atau jiwa, yang mengandaikan pengampunan dosa, dapat diberikan
kepada mereka, selama mereka terus seperti itu. Tetapi kita bisa berdoa supaya
mereka bertobat (dengan menganggap bahwa mereka tidak termasuk dalam dunia yang
tidak mau bertobat), supaya mereka diperkaya dengan iman kepada Kristus, dan
dari situ berdoa meminta semua belas kasihan lain yang menyelamatkan.
Kalau
ada orang yang tampak melakukan penghujatan terhadap Roh Kudus yang tak dapat
diampuni, dan telah murtad sepenuhnya dari kuasa-kuasa yang menerangi dan
meyakinkan dari agama Kristen, tampaknya mereka tidak perlu didoakan sama
sekali. Sebab yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api
yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka (Ibr. 10:27). Yang
terakhir inilah tampaknya yang terutama dimaksudkan Rasul Yohanes dengan
sebutan dosa yang mendatangkan maut. Lalu.
Rasul
Yohanes tampak berpendapat bahwa ada dosa yang tidak mendatangkan maut. Jadi,
semua kejahatan adalah dosa (ay. 17). Akan tetapi, seandainya semua kejahatan
mendatangkan maut (karena kita semua pernah sedikit banyak berbuat jahat
terhadap Allah atau manusia, atau kedua-duanya, dengan menghilangkan dan
mengabaikan sesuatu yang sudah semestinya mereka dapatkan), maka mutlak kita
semua harus diserahkan kepada maut. Tetapi karena tidak demikian halnya (sebab
saudara-saudara seiman, kalau kita berbicara secara umum, memiliki hak untuk
hidup), maka pasti ada dosa yang tidak mendatangkan maut. Meskipun tidak ada
dosa ringan (sebagaimana yang diterima pada umumnya), tetapi ada dosa yang
diampuni, dosa yang tidak menuntut kewajiban penuh untuk diganjar dengan
kematian kekal. Seandainya tidak demikian, tidak mungkin orang bisa dibenarkan
dan dapat terus berada dalam keadaan yang dibenarkan. Ketetapan atau perjanjian
Injil akan memperpendek, mempersingkat, atau membatalkan kesalahan dosa.
Rasul Yohanes, setelah memberi pandangan
bahwa bahkan orang-orang yang sudah beroleh persekutuan sorgawi ini sekalipun
masih berdosa yang bersifat tidak terampuni, oleh karena itu ia melanjutkan
dengan membenarkan anggapan itu. Ini dilakukannya dengan menunjukkan
akibat-akibat yang mengerikan jika kita menyangkal kebenaran ini, untuk ini secara khusus ada dua:
Pertama. Jika kita berkata, bahwa kita tidak
berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada sama sekali
di dalam diri kita (ay. 8). Kita harus berhati-hati supaya tidak menipu diri kita
sendiri dalam menyangkali dosa-dosa kita atau berdalih bagi dosa-dosa kita.
Semakin kita melihat dosa-dosa kita, semakin kita akan menghormati dan
menghargai obat penawarnya.
Jika kita menyangkalnya, kebenaran tidak ada
di dalam kita, entah kebenaran yang menentang penyangkalan itu (kita berdusta
dalam menyangkal dosa kita), atau kebenaran agama, dua-duanya tidak ada di
dalam kita. Agama Kristen adalah agama orang-orang berdosa, orang-orang yang
sudah berdosa, dalam diri mereka dosa lebih banyak masih melekat atau masih tinggal
dalam kehidupan mereka. Sedangkan Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang
senantiasa bertobat, senantiasa merendahkan diri karena dosa dan mematikan
dosa, terus-menerus beriman, bersyukur, dan mengasihi Sang Penebus, dan juga
menantikan dengan penuh harapan dan sukacita kedatangan hari penebusan yang
mulia, ketika orang percaya akan sepenuhnya dan pada akhirnya dibebaskan, dan
dosa dihapuskan untuk selama-lamanya.
Kedua. Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada
berbuat dosa, maka kita membuat Roh Kudus menjadi pendusta dan firman-Nya tidak
ada di dalam kita (ay. 10). Menyangkali dosa tidak hanya menipu diri kita
sendiri, tetapi juga menghina kehormatan Allah. Penyangkalan itu menantang
kebenaran-Nya. Ia sudah begitu banyak memberi bukti tentang dosa dunia dan
melawan dosa dunia. Berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya (bertekad demikian dalam
hati-Nya): Aku takkan mengutuk bumi ini lagi (seperti yang baru-baru ini
dilakukan-Nya) karena manusia, sebab atau sekalipun (mengikuti seorang
cendekiawan, Uskup Patrick) yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak
kecilnya (Kej. 8:21).
Allah telah bersaksi tentang adanya dosa yang
terus berlanjut dan keberdosaan dunia dengan menyediakan korban yang memadai
dan mujarab untuk dosa, yang akan dibutuhkan di segala zaman. Dan Allah telah
bersaksi tentang berlanjutnya keberdosaan orang-orang percaya sendiri dengan
mengharuskan mereka untuk senantiasa mengakui dosa-dosa mereka, dan membasuh
diri mereka dengan iman dalam darah korban itu. Oleh karena itu, jika kita
berkata bahwa kita tidak berdosa atau belum berdosa, maka firman Allah tidak
ada di dalam kita, tidak ada di dalam pikiran kita sehingga kita dapat
mengenalnya, tidak pula ada di dalam hati kita sehingga berpengaruh dalam perilaku
kita. Hidup semacam ini perluh menyuntik kebenaran, kejujuran, agara supaya di
sken virus dusta untuk lebih refres dan befungsi kembali atau normal seperti
semula. Jika tidak menyuntikan virus kebenaran maka tidak ada penyesalan
terhadap dusta yang berakar dalam kehidupannya dan selalu saja melawan Roh
Kudus tanpa batas semaunya sendiri. Pendusta, pembohong, pemburit, adalah golongan
pemberontak anti kebenaran. Orang
semacam ini dosanya berat dan tidak ada lagi pengampunan terhadap perbuatan dusta
yang tidak terpuji itu. Konsekwensinya adalah menerima hukum an kekal atau
murkah Allah, untuk selama – lamanya.
[1] Lembaga Alkitab Indinesia (Jakarta:
2002) 15.
[2] (lih G. F Moore, Judaism, 2,
1927-1930, hlm 103)
[3] Yesus, Pengadilan), dan di Golgota
(Mat 27:39; Luk 23:39).
[4] Kamus Alkitab Versi 1. 2.1 Oleh Sabda
dan Tim Alkitab. Android. Sabda.orang
[5]
Beble Works version 7, Morphology Ginkhrick, blas fhmia plespemia) dari kata blasfhmi,a.
[6] Budyo Pantoro, Sintaksis Bahasa Yunani Perjanjian Baru (Malang: Sekolah Tinggi
Alkitab Nusantara, 2008 ) 49.
[7] Hati adalah mata
air, perkataan adalah aliran airnya (ay. 34), yang diucapkan mulut meluap dari
hati, seperti aliran air meluap dari mata air. Hati yang jahat dikatakan
meluapkan kejahatannya seperti mata air meluapkan airnya (Yer. 6:7). Mata air
yang keruh dan sumber yang kotor, seperti yang dikatakan Salomo (Ams. 25:26),
pasti akan mengeluarkan aliran yang kotor dan berlumpur.
Perkataan yang jahat merupakan buah yang
alami dan nyata dari hati yang jahat. Hanyalah garam anugerah yang dibubuhkan
ke dalam mata air yang akan memulihkan air itu, yang akan memperindah perkataan
dan memurnikan percakapan yang rusak. Inilah yang mereka inginkan, namun hati
mereka jahat, jadi bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik,
sedangkan kamu sendiri jahat? Mereka adalah keturunan ular beludak, begitulah
yang dikatakan Yohanes Pembaptis (3:7), dan mereka masih tetap sama,
sebab dapatkah orang mengganti warna
kulitnya? Orang banyak memandang orang-orang Farisi sebagai keturunan
orang-orang kudus, namun Kristus memanggil mereka keturunan ular beludak,
keturunan ular tua, yang memusuhi Kristus dan Injil-Nya. Nah, apakah yang dapat
diharapkan dari keturunan ular beludak kecuali sesuatu yang berbisa dan
berbahaya? Dapatkah ular beludak tidak berbisa? Perhatikanlah, hal-hal yang
buruk dapat diharapkan dari orang-orang yang jahat, seperti kata peribahasa
kuno, "Dari orang fasik timbul kefasikan" (1Sam. 24:14). Orang bebal
mengatakan kebebalan (Yes. 32:6).
Orang yang dengan sendirinya jahat tidak
mempunyai kecakapan maupun kehendak untuk mengatakan hal-hal yang baik, seperti
yang seharusnya dikatakan. Kristus ingin murid-murid-Nya tahu dengan orang
seperti apa mereka harus bergaul, supaya mereka tahu apa yang harus mereka
cari. Mereka seperti Yehezkiel di tengah-tengah kalajengking (Yeh. 2:6), dan
karena itu, jika mereka disengat atau digigit, janganlah mereka menganggapnya
aneh.
[8] Oleh karena itu,
Yesus Tuhan kita langsung menunjuk kepada sumber permasalahannya, dan
menyembuhkan mereka. Biarlah hati kita dikuduskan terlebih dulu, maka hal itu
nanti juga akan tampak dalam perkataan kita.
[9] Jika pohonnya baik,
buahnya juga akan baik. Jika yang terutama bertakhta di dalam hati adalah
anugerah, maka bahasa yang keluar adalah bahasa yang dipakai oleh orang yang
takut akan Tuhan. Sebaliknya, jika yang bertakhta di dalam hati adalah hawa
nafsu, maka itulah yang akan meluap ke luar. Paru-paru yang sakit mengeluarkan
nafas yang menusuk, demikian pula, bahasa orang menunjukkan asal bangsanya dan
roh macam apa yang dimilikinya.
Tumbuhkanlah pohon yang baik, maka buahnya
pun akan baik (KJV), milikilah hati yang murni, maka kamu pun akan memiliki
bibir yang bersih dan hidup yang suci. Kalau tidak, maka pohonnya akan jelek
dan buahnya pun demikian.
Kita bisa menumbuhkan pohon yang baik dengan
batang yang jelek apabila kita mencangkokkan batang jelek itu pada tunas dari
pohon yang baik, dan buahnya pun akan menjadi baik. Tetapi jika pohonnya sama,
maka di mana pun kita menanamnya dan bagaimanapun kita menyiramnya, buahnya
pasti akan tetap jelek."
Perhatikanlah, jika hati kita tidak diubah,
maka hidup kita tidak akan pernah dapat diperbarui. Orang-orang Farisi enggan
mengungkapkan pikiran-pikiran mereka yang jahat tentang Yesus Kristus, namun
Kristus di sini menunjukkan betapa sia-sianya mereka berusaha menyembunyikan
akar kepahitan yang ada di dalam diri mereka, yang menopang segala kegetiran
dan kedengkian mereka itu, apabila mereka tidak berusaha mematikannya.
Perhatikanlah, kita harus berusaha untuk menjadi orang yang benar-benar baik daripada
hanya tampak baik dari luarnya saja.
[10] Orang yang baik mempunyai
perbendaharaan yang baik dalam hatinya, dan dari sana keluarlah hal-hal yang
baik, pada saat diperlukan. Belas kasihan, penghiburan, pengalaman, pengetahuan
yang baik, perasaan-perasaan yang baik, dan tekad-tekad yang baik, semuanya ini
adalah perbendaharaan yang baik di dalam hati. Firman Allah bersemayam di sana,
hukum Allah tertulis di sana, dan kebenaran-kebenaran ilahi diam dan berkuasa
di sana, semuanya ini merupakan harta karun yang berharga dan sesuai, yang
tersimpan dengan aman dan tersembunyi dengan baik, seperti
persediaan-persediaan yang disimpan tuan rumah yang baik, yang siap digunakan
kapan pun diperlukan. Seorang yang baik, yang diperlengkapi secara demikian,
akan mengeluarkan perbendaharaan yang baik, seperti Yusuf yang mengeluarkan
persediaan-persediaannya. Ia akan mengatakan dan melakukan sesuatu yang baik,
untuk kemuliaan Allah dan untuk membangun orang lain (Ams. 10:11, 13-14, 20-21,
31-32).
[11] Hawa nafsu dan
kejahatan yang tinggal dan berkuasa di dalam hati adalah perbendaharaan yang
jahat, dan dari perbendaharaan itulah orang berdosa mengeluarkan perkataan dan
perbuatan yang buruk, yang membawa penghinaan bagi Allah dan menyakiti orang
lain (Kej. 6:5, 12; Mat. 15:18-20; Yak. 1:15). Tetapi perbendaharaan yang fasik
(Ams. 10:2) akan menjadi perbendaharaan bagi murka yang akan datang.
[12] Betapa terperincinya
pertanggungjawaban yang diminta atas dosa lidah pada hari penghakiman itu.
Bahkan setiap kata atau percakapan sia-sia yang diucapkan orang harus
dipertanggungjawabkannya. Hal ini menunjukkan:
[13] Betapa terperincinya
pertanggungjawaban yang diminta atas dosa lidah pada hari penghakiman itu.
Bahkan setiap kata atau percakapan sia-sia yang diucapkan orang harus
dipertanggungjawabkannya. Hal ini menunjukkan:
[14] Orang yang mengaku
beribadah, tetapi tidak mengekang lidah mereka, akan didapati menipu diri
mereka sendiri dengan ibadah yang sia-sia (Yak. 1:26). Sebagian orang berpikir
bahwa Kristus di sini merujuk kepada perkataan Elifas, "Mulutmu sendirilah
yang mempersalahkan engkau, bukan aku" (Ayb. 15:6), atau mungkin lebih
tepatnya, kepada perkataan Salomo, "Hidup dan mati dikuasai lidah"
(Ams. 18:21).
[15] Dalam Bahasa Yunani yang diluar
Perjanjian Baru istilah ini, elegcw /elegkho, berarti “memperlihatkan”,
mempermalukan, membuktikan, menghina, mendakwa, atau menyangkal kata ini, 17
atau 18 disebutkan dalam Perjanjian Baru. Kata ini dipakai karena ada arti”
menunjukkan dosa orang supaya ia bertobat.
[16] Carson, 533-534) dan Beasley- Murray
.280).
[17] Deve Hagelberg, tafsiran Injil Yohanes pasal 13-21, dari Bahasa Yunani, outwz gar
hgapesen o qeoz ton kosmon karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini
(Yokjakarta: 2004 ) 128-129.
[18] Ibid, 133.
[19] Ibid hal, 134.
[20]
Julukan ini juga dipakai dalam pasal 15:26 dan 16:13. Menurut Carson
(hal. 500) agama Yahudi juga memakai julukan ini, tetapi dalam karangan Yahudi
“Roh Kebenaran” perlawan dan setara dengan “roh penyelewengan”. Menurut
Theologi agama Yahudi, “dua Roh” itu berada didalam setiap hati manusia, dan
dua-duanya berusaha untuk mengalahkan yang lain dan orang yang menguasai orang
yang mereka diami. Konsep tersebut jauh berbeda dengan yang dimaksudkan oleh
Yohanes. Roh Allah diceritakan dalam Yoh. 1:32-33; 3:5-8.
[21] Istilah ini (kosmoz /kosmos) dibahas
dalam catatan kaki dibawa bahasan psl 3:16.
[22]
William Bareclay, Pemahaman
Alkitab setiap Hari,(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003 ) 2 62-263.
[23] Hagelberg,Tafsiran Yohanes dari bahasa Yunani (Yokjakarta: BPK Gunung Mulia, 2001) 225.
[24] Moris mengamati suatu perubahan dalam
pemakaian istilah dunia. Dalam ayat 10a dan ayat 10b kata tersebut berarti
“semesta alam atau “bumi” tetapi dalan ayat 10c kata dunia berubah dan berarti “manusia yang selalu melawan Allah”.
[25]
Tetapi semuanya itu akan mereka lakukan terhadap kamu karena nama-Ku, sebab
mereka tidak mengenal Dia, yang telah mengutus Aku.
[26] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap hari, Injil Yohanes 8-21, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia 2003 )299-300.
[27] Acts and Monuments, oleh Fox, jld. 1,
(hlm. 808).
[28] Ds. J.J.W. Gunning, Tafsiran Alkitab, Surat Galatia. (Jakarta. BPK Gunung Mulia, 2001)44.
[29] Ibid. Gunning, J.J. W, hal. 45
[30] Ibid. Gunning, J.J. W, hal. 45