Tampilkan postingan dengan label DOSA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DOSA. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 15 Juni 2013

DOSA DAN KETERHILANGAN



DOSA DAN KETERHILANGAN


Matius Soboliem, S. Th.



Dosa dan Fakta
Tidak menyadari adanya bahaya merupakan bahaya yang lebih besar daripada bahaya itu sendiri. Demikian juga kemasabodohan dan kesalahmengertian mengenai dosa adalah berbahaya seperti dosa itu sendiri.
Tuhan tidak membagi manusia ke dalam 2 kategori ketika Ia berkata, “Aku datang bukan untuk memanggil yang benar, tapi yang berdosa untuk bertobat.” Ini hanya sebuah ironi untuk orang berdosa yang tidak sadar akan keadaan mereka yang berdosa itu. Alkitab mengajar dengan jelas bahwa dosa adalah fakta yang dibukakan oleh Allah yang benar kepada manusia yang berdosa. Namun kesulitannya terletak pada bagaimana orang berdosa dapat mengerti dengan tepat akan keberdosaannya.

Karena dosa juga telah merusak pada aspek pengertian manusia. Itulah alasan mengapa Alkitab terus menerus mengajarkan bahwa satu-satunya jalan untuk menjadi sadar mengenai dosa manusia adalah melalui iluminasi Roh Kudus. Sejak zaman Renaisance pandangan dunia yang anthroposentris mengenai manusia alami telah mencoba untuk mengintepretasikan ‘Allah’ dan ‘jiwa’ melalui diri manusia sendiri yang berdosa sebagai titik pusat dari alam semesta.



Dengan menjunjung tinggi rasio sebagai alat mutlak untuk menemukan kebenaran dan menganggap natur sebagai tujuan akhir dari hasil yang dicapai untuk memecahkan semua problem manusia. Tapi sejarah menyatakan kesaksian yang jujur mengenai kegagalan manusia. Di bawah segala pencapaian hasil dangkal dalam ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, pendidikan, psikologi, filsafat, dan bahkan agama, ada penyebab, yang nyata dan konsisten, dari ketidakseimbangan dan masalah-masalah. Lingkungan kita padat dengan jiwa-jiwa yang kosong sementara berlimpah materi, penuh kekuatiran akan perang sementara pembicaraan mengenai perdamaian tidak berhenti, penuh dengan ketidakamanan sementara dihasilkan senjata-senjata yang tercanggih.



Bertambahnya angka bunuh diri sementara tersedia alat kehidupan yang lebih baik; kehancuran keluarga meningkat sementara kebebasan sex dan percintaan makin meluas. Kita sedang bermimpi dari Renaisance sampai abad 20 mengenai otonomi manusia yang lepas dari campur tangan Allah. Khususnya sejak abad 19, begitu banyak ideologi yang muncul untuk menciptakan satu optimisme modern yang naif, termasuk theologi liberal, evolusionisme dan komunisme. Semua ini gugur pada perang-perang yang menakutkan dalam abad 20. Demikian juga dengan revolusi internasional, politik, komunisme dan politik nasional, dan filsafat eksistentialisme. Semua mencoba untuk memecahkan persoalan manusia tapi sekarang kita tetap hidup dalam situasi kacau, tanpa tahu ke mana tujuan sejarah ini. Bagi zaman ini masalah intinya adalah mencari identitas manusia. Kita tetap berjuang untuk demokrasi, kebebasan, keadilan dan hak-hak manusia. Tidakkah ini tetap mengatakan kepada kita bahwa dosa dan keterhilangan adalah fakta yang tidak dapat disangkal? Tidak heran kalau Karl Barth berjuang melawan 2 profesor liberalnya, Adolf von Harnack dan William Hermann, yang mengajarkan persaudaraan umat manusia pada satu sisi, dan di sisi yang lain menyetujui invansi Jerman.



Tidak heran bila pemimpin liberal Dr. Fos**** harus mengakui bahwa kaum liberal telah mengabaikan pengajaran atas dosa, yang begitu konkrit, dan kaum konservatif lebih mengerti akan hal ini. Tidak heran bila Niebuhr harus menekankan kembali kepada pengajaran yang alkitabiah untuk mengerti dosa seperti yang dinyatakan oleh perang dunia, dalam bukunya The Nature and Destiny of Man. Ini juga menjadi alasan yang sama mengapa Tillich menulis dalam buku hariannya, dalam khotbahnya – untuk kaum militer dalam perang dunia yang pertama, “Saya tidak melihat kehancuran dari gedung-gedung dihadapanku, tapi kehancuran dari kebudayaan.” Kebudayaan kita tampaknya mati, bahkan Rusia dan Tiongkok setelah kemenangan mereka atas sistem politik yang lama dan setelah menjalankan komunisme untuk beberapa dekade, para pemimpin mereka merasa pentingnya suatu pembaharuan. Mereka tetap menghadapi banyak kesulitan untuk berjuang melawan diri sendiri.


Konsep yang Salah Mengenai Dosa
Meskipun manusia mencoba untuk lari dari fakta dosa, menawarkan dan menafsirkan ulang, manusia tetap tidak akan pernah dapat melarikan diri dari pernyataan Allah mengenai dosa dalam Alkitab. Alkitab mengajarkan dengan jelas bahwa dosa dimulai dari sejarah kejatuhan Adam, manusia pertama dan wakil dari umat manusia, dan kemudian memasuki dunia. Sebelum kita berpikir mengenai pengertian dosa, pertama mari kita melihat konsep yang keliru mengenai dosa.

Pertama, Alkitab tidak memberikan satu tempatpun bagi konsep pra-eksistansi kekal dari dosa. Dosa bukan suatu keberadaan kekal yang ada dengan sendirinya. Juga dosa maupun kejahatan bukan realitas yang berdiri sendiri. Demikian juga Iblis dan kuasa-kuasa kejahatan. Tidak ada apapun dan siapapun, hanya Allah sendiri yang ada dengan sendirinya dan merupakan realitas yang kekal. Hanya Allah yang tanpa awal dan akhir. Alkitab langsung menolak ontologi dualisme dalam agama.

Kedua, Alkitab tidak memberikan tempat bagi konsep bahwa dosa diciptakan atau sumber dari kejahatan. Kata "kejahatan" dalam Yesaya 45:7 (dalam terjemahan versi King James) harus dimengerti sebagai hukuman Allah dalam sejarah, sebagai manifestasi dari kebenaran dan pemerintahan-Nya kepada dunia yang berdosa, tapi bukan kejahatan secara ontologi ataupun moral.

Ketiga, Alkitab tidak memberikan tempat untuk Allah dipandang bertanggung jawab atas dosa. Mengenai hal ini, satu hal yang dapat kita lihat dari Alkitab adalah satu izin yang misterius untuk munculnya kejahatan sebagai akibat dari salah penggunaan akan kebebasan yang diciptakan di dalam makhluk-makhluk rohani, yang juga menjadi aspek dari gambar dan rupa Allah dan juga menjadi fondasi penting bagi moralitas, tetapi yang harus dipertanggungjawabkan pada keadilan dan penghakiman Allah.

Maka dosa muncul dari ciptaan sendiri. Sebagai ciptaan dari yang dicipta untuk melawan Pencipta mereka. Dalam hal ini, Yesus berkata, “Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.” (Yohanes 8:44).


Apakah Dosa Itu?
Sekarang kita memikirkan tentang dosa. Alkitab mengajarkan bahwa dosa lebih dari sekadar kegagalan etika. Untuk menyatakan dosa dengan sesuatu yang tidak tepat hanya mendangkalkan arti dosa itu.

Pertama, berbicara secara philologi, dosa berarti “tidak mencapai target.” Perjanjian Baru menggunakan kata hamartia untuk mengindikasikan bahwa manusia diciptakan dengan sebuah standar atau target sebagai tujuan dan arah hidup. Ini berarti kita harus bertanggung jawab kepada Allah. Ketika dosa datang, kita gagal untuk mencapai standar Allah. Setelah kejatuhan manusia, pandangan manusia mengenai target kehidupan menjadi kabur dan kehilangan kriteria arah hidup. Inilah alasan Allah untuk mengutus Anak-Nya untuk kembali menunjukkan standar itu dan menjadikan Dia sebagai kebenaran dan kesucian kita. Tujuan hidup manusia hanya dapat ditemukan kembali melalui contoh sempurna dari Kristus yang berinkarnasi.

Kedua, berbicara dari sudut posisi, dosa adalah satu perpindahan dari status yang mula-mula. Manusia diciptakan berbeda, dalam perbedaan posisi, dengan tujuan untuk menjadi saksi Allah, diciptakan antara Allah dan Iblis, baik dan jahat. Setelah kejatuhan setan, manusia diciptakan dalam kondisi netral dari kebaikan, yang dapat dikonfirmasikan melalui jalan ketaatan, diciptakan sedikit lebih rendah dari Allah tapi mempunyai dominasi atas alam, diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Ketaatan yang benar dari manusia di hadapan pemerintahan Allah adalah rahasia untuk mengatur alam, dan untuk mencapai tujuan benar dari kemuliaan natur pencipta dalam hidup manusia.



Segala pencobaan datang kepada manusia selalu dalam usaha mencoba untuk membawa manusia jauh dari posisi rencana Allah yang mula-mula. Kemudian datang kekacauan. Hal yang sama terjadi juga kepada malaikat tertinggi ata Alkitab mengatakan, “Mereka tidak mempertahankan status mereka yang pertama” untuk menjelaskan kejatuhan mereka. Inilah satu konsep yang benar dalam mengerti mengenai dosa.



Ketiga, dosa adalah penyalahgunaan kebebasan. Penghormatan terbesar dan hak istimewa yang Allah berikan kepada manusia adalah karunia kebebasan. Kebebasan menjadi satu faktor yang tidak bisa ditawar-tawar lagi sebagi fondasi dari nilai moral. Hasil moral hanya dapat berakar dalam kerelaan, tidak lahir karena paksaan. Arti kebebasan mempunyai dua pilihan: hidup berpusatkan Allah atau hidup berpusatkan diri sendiri. Ketika manusia menaklukkan kebebasannya di bawah kebebasan Allah, itulah pengembalian kebebasan kepada pemilik kebebasan yang mula-mula. Jenis pengembalian ini mencari kesukacitaan dari kebebasan dalam batasan kebenaran dan kebaikan Allah. Sejak Allah adalah realita dari kebaikan itu sendiri, segala macam pemisahan dari-Nya akan menyebabkan keburukan, dan juga hidup berpusatkan diri sendiri jelas penyebab dosa. Terlalu berpusat pada diri sendiri akan menjadi awal ketidakbenaran. Kebebasan tanpa batas dari kebenaran Allah akan menjadi kebebasan yang salah. Bukanlah suatu kebebasan yang dimaksudkan Yesus ketika Ia berkata, “Tidak seorangpun dapat mengikuti Aku tanpa menyangkal dirinya sendiri.”

Keempat, dosa adalah kuasa yang menghancurkan. Dosa tidak hanya gagal dalam pengaturan tapi lebih dari itu adalah kuasa yang mengikat terus menerus yang tinggal dalam orang berdosa. Paulus menggunakan bentuk tunggal dan bentuk jamak dari dosa dalam kitab Roma. Bentuk jamak dari dosa mengindikasikan perbuatan-perbuatan salah, tapi bentuk tunggal dari dosa berarti kuasa yang mengarahkan segala perbuatan dosa. Paulus mempersonifikasikan dosa sebagai kuasa yang memerintah dan prinsip yang mengatur kehidupan orang berdosa. Ia juga merusak semua aspek kehidupan kepada satu tingkatan di mana tidak ada satu aspek kehidupan pun yang tidak kena distorsi atau polusi. Inilah yang ditekankan dan dijelaskan Reformator. Berjuang melawan pengertian tidak lengkap mengenai kuasa dosa dalam Scholastisisme abad pertengahan. Dosa tidak hanya mencemarkan aspek kehendak, tapi juga berpenetrasi pada aspek emosi dan rasio. Tujuan utama dari kuasa penghancur ini untuk menyebabkan manusia menghancurkan diri sendiri dan membunuh diri sendiri seperti yang dikatakan Kierkegard, bahwa manusia dilahirkan dalam dosa. Satu-satunya kuasa yang kita miliki adalah kuasa untuk membunuh kita sendiri.

Kelima, dosa adalah penolakan terhadap kehendak Allah yang kekal. Akibat utama dari dosa tidak hanya merusak manusia tapi juga melawan kehendak Allah yang kekal melalui manusia. Inilah hal yang paling serius yang berhubungan dengan kesejahteraan rohani semesta. Calvin mengatakan, “Tiada yang lebih besar daripada kehendak Allah kecuali Allah sendiri.” Ciptaan alam semesta, keselamatan umat manusia dan kebahagiaan kekal semua ada oleh kehendak Allah. Sejak dosa menolak terhadap kehendak Allah maka orang Kristen harus sadar pentingnya ketaatan yang setia kepada kehendak Allah. Seperti Kristus mengajarkan murid-murid-Nya untuk berdoa, “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga.” Alkitab juga mengajarkan kita dalam 1Yohanes 2:17, bahwa dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.


Dosa dan Relasi Alam Semesta
Dosa tidak berhenti sebagai peristiwa saja tetapi terjadi perusakan yang lebih lanjut dalam orang berdosa dan menganggu seluruh susunan alam semesta.



Dosa menghancurkan hubungan-hubungan baik secara pribadi maupun semesta, termasuk hubungan Allah dengan manusia, manusia dengan manusia. Dalam suatu pengertian yang lebih dalam, dosa juga menghancurkan hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu dosa membuat mustahilnya hidup harmonis, tapi yang paling dalam adalah rusaknya hubungan manusia dengan Allah. Dari hak mula-mula yang kita miliki, kita diciptakan lebih tinggi dari alam. Alam diciptakan untuk manusia. Berarti manusia menikmati, menyukai, mengatur, memelihara dan menafsirkan alam dalam menjalankan fungsi kenabiannya.



Tapi dosa telah membalikkan manusia sebagai penghancur, musuh, bahkan penghancur alam. Menyelidiki alam dan menemukan kebenaran Allah yang tersembunyi di dalamnya adalah dasar ilmu pengetahuan, tetapi sejak timbulnya dosa, ilmu pengetahuan gagal untuk berfungsi sebagai alat untuk memuliakan Allah dan berbalik kepada kemungkinan digunakan sebagai alat setan untuk menghancurkan Allah dan manusia. Sebagai akibat rusaknya hubungan antar manusia, manusia kehilangan potensi untuk merefleksikan kasih dari Allah Tritunggal, yang menjadi model bagi komunitas manusia. Saling menghargai atau menghormati, saling percaya, saling melengkapi adalah ketidakmungkinan dalam masyarakat kita.



Sebaliknya kita melihat pemutlakan dari setiap individu sendiri untuk menolak orang lain dengan hidup berpusat pada diri sendiri yang menyebabkan tekanan dan sakit hati yang tanpa akhir dalam komunitas kita bahkan dalam hubungan internasional. Sebagai akibat dari hancurnya hubungan antara manusia dan diri sendiri, manusia menjadi musuhnya sendiri. Ia kehilangan semua damai rohani, perlindungan kekal, dan keyakinan akan arti hidup. Dan selanjutnya keberadaan manusia jadi sebuah pulau yang terisolasi dalam alam semesta, keberadaan yang lain menjadi neraka yang menyiksa dan kenihilan tampaknya sebagai suatu yang ada, yang menelan keberadaan kita ke dalam kenihilan. Semua terefleksi dalam eksistensialis atheistik modern.

Pemutusan hubungan yang paling serius dalam hubungan antara manusia dengan Allah, menjadi penyebab putusnya hubungan-hubungan yang lain. Ketika manusia dipisahkan dari Allah menjadi tanda tidak lagi ada relasi lain yang dapat diperbaiki. Tertutup semua kemungkinan damai tiap pribadi dalam roh dan damai universal di bumi. Seluruh abad 20 adalah ladang pelaksana dari ideologi abad 19 dan kita lihat tidak ada pengharapan sejati bagi masa depan kita, juga sekarang dalam dekade akhir dari abad ini. Kita tetap menghadapi ketidaktahuan akan kemungkinan masadepan. Tidakkah kini waktu yang tepat dibandingkan waktu lain untuk berpikir ulang dengan mendalam dan dengan tenang mengadakan evaluasi ulang? Segala kelemahan dari theologi yang muncul dari humanisme anthroposentris.

Alkitab mengatakan Allah adalah kasih, Allah adalah Hidup, Allah adalah Terang. Ia juga Allah dari Kebenaran, Kebaikan dan Kesucian. Apa model lingkungan yang kita miliki jika kita terpisah dari Allah yang sedemikian seperti yang dinyatakan dalam Kristus? Hanya satu kemungkinan yang tersedia bagi kita yaitu kebencian, kematian, kegelapan, penipuan, ketidakadilan, dan kerusakan-kerusakan yang jelas kita lihat pada zaman ini. Tidakkah kita harus mengakui bahwa ada gap besar antara mandat kultural Allah kepada manusia dengan hasil kultural yang dicapai manusia? Itulah dosa.


Dosa dan Keterhilangan
Akibat dari keterpisahan dari Allah jelas memimpin keberadaan orang berdosa ke dalam status keterhilangan, terhilang dari dukungan dan kehadiran Allah.

Pertama, dosa menyebabkan manusia tidak memenuhi kemuliaan Allah. Konsep Agustinus bahwa dosa sebagai kekurangan, harus lebih dimengerti sebagai akibat dosa dalam manusia daripada penafsiran mengenai dosa itu sendiri. Ketika dosa muncul, kemuliaan Allah langsung meninggalkan manusia. Ini berarti kehilangan hak istimewa manusia sebagai wakil Allah untuk menjadi reflektor kemuliaan-Nya. Kehilangan kemuliaan Allah dari manusia, membuat manusia berada dalam suatu kondisi yang sangat menyedihkan. Manusia akan hidup tanpa hormat dan kemuliaan, pendidikan akan menolak kebenaran, hak-hak manusia tidak mempunyai kebaikan, pengetahuan tanpa hikmat, pernikahan tanpa kasih, dan ilmu pengetahuan tanpa hati nurani/kesadaran, kebebasan tanpa kontrol. Inilah yang terefleksi dalam kitab Yehezkiel bahwa kemuliaan Allah bergerak secara perlahan-lahan dan meninggalkan Bait Allah. Berarti penghukuman Allah sudah dekat, akhir dunia sudah berada di ambang pintu.

Sejak zaman Renaisance, pandangan dunia yang anthroposentris mengenai manusia alami telah mencoba untuk mengintepretasikan ‘Allah’ dan ‘jiwa’ melalui diri manusia sendiri yang berdosa sebagai titik pusat dari alam semesta. Dengan menjunjung tinggi rasio sebagai alat mutlak untuk untuk menemukan kebenaran dan menganggap natur sebagai tujuan akhir dari hasil yang dicapai untuk memecahkan semua problem manusia. Tapi sejarah menyatakan kesaksian yang jujur mengenai kegagalan manusia. Di bawah segala pencapaian hasil dangkal dalam ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, pendidikan, psikologi, filsafat dan bahkan agama, ada penyebab, yang nyata dan konsisten, dari ketidakseimbangan dan masalah-masalah.

Lingkungan kita padat dengan jiwa-jiwa yang kosong sementara berlimpah materi, penuh kekuatiran akan perang sementara pembicaraan mengenai perdamaian tidak berhenti, penuh dengan ketidakamanan sementara dihasilkan senjata-senjata yang tercanggih. Bertambahnya angka bunuh diri sementara tersedia alat kehidupan yang lebih baik; kehancuran keluarga meningkat sementara kebebasan sex dan percintaan makin meluas. Kita sedang bermimpi dari Renaisance sampai abad 20 mengenai otonomi manusia yang lepas dari campur tangan Allah. Khususnya sejak abad 19, begitu banyak ideologi yang muncul untuk menciptakan suatu optimisme modern yang naif, termasuk theologi liberal, evolusionisme dan komunisme. Semua ini gugur pada perang-perang yang menakutkan dalam abad 20. Demikian juga dengan revolusi internasional, politik, komunisme dan politik nasional, dan filsafat eksistentialisme. Semua mencoba untuk memecahkan persoalan manusia tapi sekarang kita tetap hidup dalam situasi kacau, tanpa tahu ke mana tujuan sejarah ini. Bagi zaman ini masalah intinya adalah mencari identitas manusia. Kita tetap berjuang untuk demokrasi, kebebasan, keadilan, dan hak-hak manusia. Tidakkah ini tetap mengatakan kepada kita bahwa dosa dan keterhilangan adalah fakta yang tidak dapat disangkal kaum Injili di seluruh dunia menegaskan ulang kesungguhan dari fakta dan efek dosa seperti yang diajarkan dalam Alkitab. Penegasan ini lebih dari sekadar kebutuhan mendesak dalam era post-liberal dan post-modern, secara theologis dan sosia-politis. Dengan pengertian mendalam mengenai kebutuhan orang-orang berdosa akan keselamatan, cinta kasih berapi-api bagi orang berdosa, mari kita dengan setia memberitakan Injil ke dalam dunia yang berdosa.

“Bertobatlah karena Kerajaan Allah sudah dekat.” “Lihat Anak Domba Allah yang mengangkat dosa seluruh dunia.” Kata-kata pendahuluan yang agung dari Injil tetap berlaku sampai akhir zaman. Mari kita berseru, “Bertobatlah hai umat, koyakkan hatimu, bukan jubahmu!” kepada para pemimpin dan umat di dunia! Tinggikan salib Kristus yang menjadi pengharapan satu-satunya dari umat manusia, agar Roh Kudus mengiluminasikan generasi kita untuk menerima Kristus. Biarlah seluruh makhluk dengan rendah hati mengaku dosa di hadapan Allah, untuk membuka kembali pintu surga dan memohon belas kasihan dan pengampunan dari-Nya, yang akan menyembuhkan dunia yang berdosa.



 

Minggu, 09 Juni 2013

AKIBAT-AKIBAT DOSA



      AKIBAT-AKIBAT DOSA 
MATIUS SOBOLIM


Dosa Adam dan Hawa bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri tanpa kaitan. Akibat-akibatnya terhadap mereka, terhadap keturunanya dan terhadap dunia segera kelihatan.



    a.       Sikap manusia terhadap Allah

Perubahan sikap Adam dan Hawa terhadap Allah menunjukkan pemberontakan yang terjadi di dalam hati mereka 'bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman' (Kejadian 3:8 ), dan 'ditutupilah dirinya dengan cawat' (Kejadian 3 :7). Padahal manusia diciptakan untuk hidup di hadapan Allah dan dalam persekutuan dengan Dia. Tapi sekarang- setelah mereka jatuh ke dalam dosa – mereka gentar berjumpa dengan Allah (Bandingkan dengan Yohane 3:20). Rasa malu dan ketakutan yang sekarang merajai hati mereka.  

Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak (Yohanes 3:20 ). Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu (Kejadian 2:25). Bandingkan dengan Kejadian 3:7,10) menunjukkan bahwa perpecahan sudah terjadi.



b.      Sikap Allah terhadap manusia

Perubahan tidak terjadi pada sikap manusia terhadap Allah, tetapi juga pada sikap Allah terhadap mansuia. Hajaran, hukuman, kutukan dan pengusiran dari Taman Eden, semuanya menandakan perubahan itu. Dosa timbul pada satu pihak, tapi akibat-akibatnya melibatkan dua-pihak. Dosa itu menimbulkan amarah Allah dan memang harus demikian, sebab dosa bertentangan dengan hakikat Allah. Mustahil Allah masa bodoh terhadap dosa, karena mustahil pula Allah menyangkali diriNya sendiri.



c.       Akibat-akibatnya terhadap umat manusia



Sejarah umat manusia berikutnya melengkapi daftar kejahatan :
Kata Kain kepada Habel, adiknya: "Marilah kita pergi ke padang." Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia. Lamekh mengambil isteri dua orang; yang satu namanya Ada, yang lain Zila. Berkatalah Lamekh kepada kedua isterinya itu: "Ada dan Zila, dengarkanlah suaraku: hai isteri-isteri Lamekh, pasanglah telingamu kepada perkataanku ini: Aku telah membunuh seorang laki-laki karena ia melukai aku, membunuh seorang muda karena ia memukul aku sampai bengkak; sebab jika Kain harus dibalaskan tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh tujuh kali lipat (Kejadian 4:8, 19, 23,24). Maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka.Berfirmanlah TUHAN: "Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja."Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, Kejadian 6:2,3,5 Dan timbullah kejahatan yang merajalela itu mencapai kesudahannya dalam pemusnahan umat manusia, kecuali 8 orang :

            Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka."Berfirmanlah Allah kepada Nuh: "Aku telah memutuskan untuk mengakhiri hidup segala makhluk, sebab bumi telah penuh dengan kekerasan oleh mereka, jadi Aku akan memusnahkan mereka bersama-sama dengan bumi (Kejadian 6:7,13). Lalu mati binasalah segala yang hidup, yang bergerak di bumi, burung-burung, ternak dan binatang liar dan segala binatang merayap, yang berkeriapan di bumi, serta semua manusia. Matilah segala yang ada nafas hidup dalam hidungnya, segala yang ada di darat. Demikianlah dihapuskan Allah segala yang ada, segala yang di muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang melata dan burung-burung di udara, sehingga semuanya itu dihapuskan dari atas bumi; hanya Nuh yang tinggal hidup dan semua yang bersama-sama dengan dia dalam bahtera itu. Dan berkuasalah air itu di atas bumi seratus lima puluh hari lamanya (Kejadian 7:21-24).  

Kejatuhan manusia ke dalam dosa berakibat tetap dan menyeluruh tidak hanya menimpa Adam dan Hawa, tapi juga menimpa segenap keturunan mereka; dalam hal-ihwal dosa dan kejahatan terkandung solidaritas insani, yakni sama-sama langsung terhisap dalam perbuatan-perbuatan dosa itu dan menanggung segala akibatnya.



d.      Akibat-akibatnya terhadap alam semesta 


Akibat-akibat dari kejatuhan ke dalam dosa ini, meluas sampai ke alam semesta.
Lalu firman-Nya kepada manusia itu: "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu (Kejadian 3:17). Bandingkan dengan  Roma 8:20  Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya,

Manusia adalah mahkuta dari seluruh ciptaan, dijadikan menuurt gambar Allah, dan karena itu merupakan wakil Allah: Kejadian 1:26  Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."

Bencana kejatuhan manusia ke dalam dosa mendatangkan bencana atas alam semesta, yang tadinya atasnya manusia telah dikaruniai kuasa. Dosa adalah peristiwa dalam kawasan rohani manusia, tapi akibatnya menimpa seluruh alam semesta.



e.     Munculnya maut

Maut adalah rangkuman hukuman atas dosa. Inilah peringatan yang bertalian dengan larangan di Taman Eden : tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati (Kejadian 2:17 )."

Dan merupakan pengejawantahan langsung kutuk ilahi atas orang berdosa :
dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu."((Kejadian :19 ). 


Maut sebagai gejala alamiah, ialah prorandanya unsur-unsur kedirian manusia yang pada asalinya adalah utuh dan padu sejalin. Keporandaan terungkap sejelas-jelasnya dalam terpisahnya manusia dari Allah, yang nyata pada pengusiran manusia dari Taman Eden. Oleh karena dosa, manusia gentar menghadapi kematian : Aku akan menunjukkan kepada kamu siapakah yang harus kamu takuti. Takutilah Dia, yang setelah membunuh, mempunyai kuasa untuk melemparkan orang ke dalam neraka. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, takutilah Dia  (Lukas 12:5); dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut (Ibrani 2:15). [1]


[1] Penjelasan KEMATIAN AKIBAT DOSA, bisa dibaca di :
http://www.sarapanpagi.org/viewtopic.php?p=629#629 


Dosa dalam Pengertian Alkitab



Dosa dalam Pengertian Alkitab

Matius Sobolim, S. Th.



Dosa itu apa? Istilah "dosa" muncul sangat banyak di dalam Alkitab, baik di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
       I.            Perjanjian Lama

1.      Hatta
            Kalau kita melihat istilah yang dipakai dalam bahasa Ibrani adalah "hatta". Istilah ini berarti jatuh dan mengurangi standard dari Tuhan yang suci (falling short of the standard of God). Jadi Allah telah menetapkan suatu standard. Pada waktu kita lepas, kita turun dari standard yang ditetapkan oleh Allah, itu disebut "hatta" (dosa), sehingga sebaiknya kita mengerti istilah dosa, bukan dengan cara dunia dalam pengertian hukum. Waktu berbicara tentang hukum berarti secara tidak sadar mereka sudah menyetujui bahwa fakta dosa sudah ada di dalam dunia.

Perkembangan yang terakhir, baik di Sorbone University di Paris, sebagai sekolah yang terbesar dan terkenal di dunia Latin, maupun di beberapa sekolah yang tertinggi di Amerika seperti Harvard dan Yale University, menunjukkan bahwa mereka berusaha untuk mencairkan atau berusaha untuk mengurangi konsep-konsep tentang keseriusan dosa. Meskipun demikian mereka tidak mungkin menolak bahwa fakta dosa itu memang ada di dalam dunia. Berdasarkan pengertian akan fakta dosa secara serius, maka agama mempunyai tempat dan akar yang cukup kuat dan tidak mungkin dapat dicabut oleh kebudayaan manapun.
 
Dosa merupakan suatu fakta dan dalam pengertian hukum dunia adalah pelanggaran terhadap sesuatu yang sudah secara perjanjian bersama (konsensus) ditetapkan oleh ahli-ahli hukum agar menjadi patokan untuk mengatur hidup sosial dan etika dalam masyarakat. Jikalau ahli-ahli hukum sudah menyetujui secara konsensus lalu mencantumkan di dalam hukum suatu negara, maka apa yang dicantumkan itu menjadi standard negara itu. Barangsiapa berbuat sesuatu yang melanggar konsensus yang dicatat dalam hukum itu, disebut dosa. Di sini saya melihat kelemahan dari semua negara, semua hukum dari dunia ini ialah mereka hanya sanggup melihat dosa dari aspek yang paling rendah yaitu kelakuan yang salah.

Sekali lagi, meskipun dalam hukum ditentukan perbedaan hukuman atas kesalahan berencana atau yang tidak berencana, tetapi tidak ada suatu hukum yang bisa langsung menghukum orang yang mempunyai niat atau rencana di dalam hati namun belum melakukan sesuatu di luar. Maksudnya, jikalau seseorang mempunyai hati yang ingin mencuri, tidak ada hukum di dunia yang boleh langsung memenjarakan dia, kecuali dia sudah melaksanakannya. Dengan demikian di seluruh dunia, pengertian hukum dan keadilan hanyalah dapat mengerti dosa di dalam hal yang superficial (yang tampak di permukaan). Dunia hanya mengerti dan menetapkan dosa berdasarkan sesuatu perbuatan yang dianggap melanggar suatu konsensus tentang hukum.

Tetapi Alkitab tidak demikian. Alkitab berkata dengan jelas, "yang membenci seseorang, sudah membunuh" (Matius 5:21-22). Di sini etika Kristen adalah etika yang melampaui perbuatan yang nyata di dunia. Etika Kristen merupakan etika yang langsung ditujukan kepada motivasi seseorang secara terbuka di hadapan Tuhan. Allah sedemikian marah seperti api yang menyala-nyala. Allah yang menembus hati sanubari manusia dan tidak melihat perbuatan di luar, tetapi Dia melihat motivasi Saudara di dalam.

Dosa dan keadilan Allah, kebenaran Allah menuntut kepada keseluruhan hidup kita, mulai dari motivasi di dalam, segala rencana di dalam, pikiran di dalam, mentalitas di dalam, sikap yang setengah di dalam setengah di luar, sampai perbuatan yang seluruhnya di luar. Semua ini dituntut oleh Tuhan. Menjadi seorang manusia berarti menjadi orang yang dicipta menurut peta dan teladan Allah dan dicipta supaya dia berdiri dan bertanggung jawab secara pribadi kepada Tuhan Allah. (To be a man as created under the image and the likeness of God is to exist with oneself alone before God). Tidak ada yang lain yang bisa menghalangi. Saya di hadapan Allah harus mempertanggungjawabkan segala motivasi saya, semua bibit pikiran saya, semua sikap mentalitas saya, semua sikap dan sifat pribadi saya, semua perkataan saya.

 Ketotalan ini, totalitas dan tanggung jawab ini, menjadikan kekristenan seperti apa yang dikatakan Kierkegaard bahwa menjadi orang Kristen terlalu sulit, karena Allah bukan menuntut hal-hal yang tampak di luar. Hukum-hukum di dunia terlalu rendah. Mereka hanya bisa menunjukkan Saudara berdosa setelah mereka menemukan dan membuktikan bahwa Saudara sudah berbuat, mengaku, atau sudah mengekspresikan apa yang Saudara inginkan di dalam perbuatan yang merugikan orang lain. Tetapi kekristenan dan iman Kristen bukan demikian. Ia telah menuntut keseluruhan Saudara sampai ke dalam hati sanubarimu yang sedalam-dalamnya, sampai ke dalam motivasi Saudara di hadapan Tuhan dimana orang tidak melihat Tuhannya. Menjadi orang Kristen memang tidak mudah.

Di dalam dunia abad 20 terlalu banyak gereja yang ingin mendapatkan anggota sebanyak mungkin, maka mereka menurunkan derajat mutu kekristenan menjadi kekristenan yang mudah diterima, mudah dilaksanakan, namun itu bukanlah kekristenan yang sejati. Turun lebih rendah daripada standard yang telah ditetapkan oleh Tuhan, itulah dosa.

Alkitab memakai istilah ini 580 kali di dalam PL. Istilah "hatta" merupakan suatu istilah yang begitu menyedihkan Tuhan. Orang Kristen menunjukkan suatu hal yang tidak ada pada agama lain, yaitu Allah telah menetapkan suatu standard bagi Saudara, sehingga Saudara tidak bisa hidup sembarangan. Di dalam agama- agama yang lain, mereka mempunyai standard mereka sendiri. Mereka mempunyai tujuan mereka sendiri dan tujuan yang mereka harapkan itu berdasarkan diri mereka yang sudah jatuh ke dalam dosa, yang tidak mereka sadari. Mereka ingin mencapai suatu hidup yang tinggi yang suci. Namun bagaimanapun tingginya tujuan itu hanyalah merupakan hasil dari otak yang sudah jatuh di dalam dosa. Sedangkan waktu Allah mengatakan "hatta", berarti Saudara sudah lebih rendah daripada standard yang sudah ditetapkan oleh Allah sendiri. Itu artinya dosa.

Dosa jangan hanya dimengerti sebagai mencuri, berzinah, berjudi, main pelacur, atau mabuk-mabuk, itu memang tidak benar. Itu dosa, Tetapi hal itu merupakan hal yang superfisial, yang ditujukan di luar. Tuntutan Alkitab jauh lebih dalam dan lebih lengkap, secara totalitas daripada itu. Suatu standard telah ditetapkan Allah bagi manusia sebagai syarat atau kriteria tingkah laku dan moralitas manusia. Itu yang disebut kebenaran dan keadilan Allah.
    1. Avon
                  Istilah kedua di dalam bahasa Ibrani adalah "avon". Ini berarti sesuatu "guilty" (kesalahan) atau suatu hal yang mengakibatkan kita merasa patut dihukum. Istilah ini sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Suatu perasaan di dalam diri kita yang menganggap diri cacat atau perasaan di dalam jiwa yang merasa diri kurang benar, sehingga kita selalu merasa mau menegur diri. Hal ini bersangkutpaut dengan fungsi hati nurani yang diberikan hanya kepada manusia saja. Tidak ada binatang yang mempunyai 'guilty feeling', tidak ada binatang yang bisa menegur diri karena merasakan sesuatu hal yang tidak benar yang sudah diperbuatnya. Tetapi manusia tidak demikian. Setelah Saudara berbuat kurang sopan terhadap seseorang, Saudara akan pikir lagi, "Wah, mengapa tadi saya berbuat begitu ya? Seharusnya saya tidak begini, tapi mengapa begini dan toh sudah begini lalu bagaimana atau terus begini?" Saudara mempunyai perasaan berhutang atau perasaan bahwa Saudara patut dihukum. Perasaan sedemikian berdasarkan suatu pikiran dari apa yang sudah Saudara kerjakan, lalu hal itu dikaitkan dengan diri Saudara sebagai status dalam keadaan patut dihukum, itu disebut "guilty", "avon".

    1. Pesha
                  Alkitab memakai istilah ketiga dalam bahasa Ibrani, yaitu "pesha". "Pesha" berarti semacam pelanggaran. Pelanggaran berarti ada suatu batas yang sudah ditetapkan, tetapi Saudara melewatinya atau sudah ada suatu standard namun bukan saja tidak bisa mencapai tetapi juga Saudara mau melawan atau melanggar. Maka pengertian ini bersangkut paut dengan suatu pengetahuan yang jelas, ditambah dengan kemauan yang tidak mau taat. Saya tahu apa itu baik, tapi saya sengaja melawan. Saya tahu batas sudah di situ, tetapi saya sengaja mau melewatinya. Tahu batas dan tahu tidak baik, tapi sengaja melewati, itu disebut "
      pesha". 
Jadi disini kita melihat dosa dinyatakan oleh Alkitab, wahyu Tuhan, begitu jelas di dalam ketiga aspek yang besar. Pertama, tidak mencapai atau menyeleweng dari standard yang ditetapkan Allah. Kedua, merupakan suatu hal yang salah atau sesuatu yang tidak seharusnya Saudara kerjakan, tapi Saudara kerjakan. Waktu Saudara sadar, Saudara tahu sudah berlaku tidak benar. Ketiga, adalah suatu pelanggaran yang sengaja dari seseorang. Kalau kita meneliti semua yang menjadi pengalaman kita masing-masing, maka Saudara mau tidak mau harus mengakui Firman Tuhan yang diwahyukan Tuhan dalam kitab suci ini betul-betul benar.
  1. Perjanjian Baru
Dalam Alkitab PB ada 2 istilah dalam bahasa Yunani yang penting sekali.
    1. Adikia
      Adikia berarti perbuatan yang tidak benar. Hal ini merupakan perbuatan lahiriah atau dari luar, yang dinilai merupakan sesuatu perbuatan yang tidak benar sama seperti yang dikatakan oleh hukum- hukum dunia tentang orang bersalah. Di pengadilan ketika semua pemeriksaan sudah selesai, maka hakim akan memvonis, bahwa Saudara bersalah. Itulah "adikia", berarti Saudara sudah berbuat salah.
Tetapi Perjanjian Baru sama dengan Perjanjian Lama, sama-sama wahyu yang diberikan oleh Allah yang suci, satu sumber, satu Roh Kudus, satu Allah yang memberikan wahyu baik kepada Perjanjian Lama dengan media bahasa Ibrani maupun kepada orang-orang di Perjanjian Baru dengan media bahasa Yunani. Sumbernya satu, Allah yang satu, standard yang satu.
    1. Hamartia
      Istilah kedua dalam Perjanjian Baru adalah "hamartia" yang artinya adalah kehilangan, meleset dari target atau sasaran yang ditetapkan. Jika saya melepaskan satu anak panah menuju pada satu sasaran yang sudah jelas, yaitu lingkaran tertentu yang harus dicapai, tetapi anak panah itu jatuh satu meter sebelum sasaran itu, maka itu disebut "hamartia". Sekali lagi saya berusaha untuk melepaskan panah, tetapi kini bukan tidak sampai, tapi terus lewat jauh dari target yang ditetapkan, itupun disebut "hamartia". Atau ketiga kalinya saya melepaskan panah, panah itu terbang menuju sasaran, namun menancap 2 cm dari sasaran, berhenti di pinggir target itu, itu tetap artinya "hamartia".
            Jadi disini tidak peduli kurang berapa meter, lebih berapa cm atau meleset hanya beberapa mm, itu semua dianggap sama. Hanya mereka yang betul-betul kena dengan sasaran asli, itu yang dianggap benar. Yang lain semua dianggap "hamartia". Dari kelima istilah, tiga dalam bahasa Ibrani, di PL dan dua dalam bahasa Yunani, kita melihat suatu gambaran yang jelas, manusia dicipta bukan untuk kebebasan yang tanpa arah, tetapi manusia dicipta dengan standard yang sudah ditetapkan!

Tugas seumur hidup yang paling penting bagi Saudara ialah menemukan target yang Tuhan tetapkan bagi Saudara demi kemuliaan Allah. Kalau kita sudah tepat pada target yang Tuhan tetapkan bagi kita, barulah kita menjadi satu manusia yang tidak ada pelanggaran atau tidak ada keadaan jatuh dari standard asli, baru kita disebut orang benar, orang yang sesuai dengan kehendak Allah. Saya harap melalui pembinaan seperti ini, kita mengoreksi konsep-konsep yang tidak benar.

Jika Saudara mengikuti kebaktian puluhan ribu kali atau ratusan kali di gereja setiap minggu, tetapi teologi Saudara tidak dibereskan, kalau iman Saudara tidak dibereskan oleh firman Alkitab sendiri, Saudara menjadi orang Kristen yang terus terjerumus di dalam konsep- konsep yang salah, maka segiat apapun tidak ada gunanya karena Saudara belum pernah menemukan target itu apa, belum pernah menemukan definisi yang benar itu apa. Pengertian-pengertian yang mengoreksi membuat kita mendapatkan suatu integrasi yang betul-betul lengkap dan mengerti Firman Tuhan dengan baik lalu membuat pelayanan kita menjadi baik.

Dari "hatta", "avon", "pesha", "adikia", "hamartia" ini, arti istilah dosa dalam seluruh Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru begitu jelas bahwa kalau standard yang ditetapkan oleh Tuhan kita lepas atau kita kurangi atau belum kita capai disebut oleh Tuhan sebagai dosa.

Seumur hidup saya harus bertanya, "Tuhan sudahkah saya mencapai standard yang telah Tuhan tetapkan bagi saya?" Kalau belum, saya masih banyak kekurangan yang dianggap dosa oleh Tuhan. Demikian juga dengan Saudara. Namun pada zaman ini, orang bukan saja tidak mau mencapai standard yang lebih tinggi, malahan minta diturunkan supaya cocok dengan pasaran sekarang.

Kekristenan yang sedemikian tidak berpengharapan. Kekristenan akan dirusak, akan digerogoti. Pada saat saya berkata demikian, orang mengkritik, "Pendeta ini suka mengkritik, merasa hanya dia yang benar, yang lain tidak benar." Jika Saudara belum pernah tahu betul- betul apa itu "benar", Saudara tidak akan pernah sadar bahwa Saudara pasti tidak akan menemukan yang tidak sempurna itu sebagai yang tidak sempurna. Mungkin setelah saya meninggal baru orang mengerti apa yang sudah saya kerjakan semasa saya hidup, tapi sudah terlambat.

Satu zaman ini akan digerogoti oleh pengertian-pengertian tidak sempurna, tidak tepat, sehingga kekristenan akan dirusakkan oleh mereka yang disebut pemimpin-pemimpin gereja. Kapan iman Kristen akan diluruskan kembali? Kapankah kita bertobat dan setia kepada firman Tuhan, dimana seluruh dunia akan lenyap tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya? Hari ini kita boleh melihat orang tidak senang terhadap pembahasan semacam ini, tetapi saya berkata, "Suatu hari gereja yang tidak selalu setia kepada firman Tuhan harus diadili terlebih dahulu. Dan pada saat itu sudah terlambat" Allah tidak mengadili berdasarkan seberapa banyak pendengar Saudara atau seberapa pandainya Saudara. Tidak! Allah akan bertanya, "Apa yang Saudara ajarkan?"

Saudara yang menjadi guru Sekolah Minggu, jangan kira Saudara masuk kelas untuk menipu anak-anak agar mereka diam dan tidak bermain di kelas, itu bukan guru Sekolah Minggu; jangan kira Saudara menjadi majelis dapat bergaya dengan memakai dasi di hari Minggu seperti malaikat bersayap dua. Jangan kira Saudara sudah lulus dari sekolah teologi, Saudara dapat berkotbah, lalu Saudara merasa begitu penting, begitu hebat berdiri di atas mimbar. Setiap kalimat yang tidak beres, harus Saudara pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Setiap ajaran yang Saudara tidak pertanggungjawabkan sungguh-sungguh akan merusak orang lain dan pada akhirnya gereja akan dirugikan, iman Kristen akan diubah oleh pengertian yang tidak benar. Saudara harus berdiri untuk dihukum oleh Tuhan.

Dengan sikap seperti inilah akhirnya saya dengan gentar melayani Tuhan dan terus-menerus mendidik dan berkata kepada murid-murid saya, "Hati-hati, berkotbahlah sesuai dengan firman Tuhan saja, bukan semau sendiri. Jangan mengganti firman Tuhan dengan ilmu pendidikan! Jangan mengganti firman Tuhan dengan ilmu jiwa! Jangan mengganti firman Tuhan dengan cara-cara dunia yang anthroposentris! firman Tuhan adalah firman Tuhan!"[1]