Dosa dalam Pengertian Alkitab
Matius Sobolim, S. Th. |
Dosa
itu apa? Istilah "dosa" muncul sangat banyak di dalam Alkitab, baik
di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
I.
Perjanjian
Lama
1.
Hatta
Kalau kita melihat istilah yang dipakai dalam bahasa Ibrani adalah "hatta". Istilah ini berarti jatuh dan mengurangi standard dari Tuhan yang suci (falling short of the standard of God). Jadi Allah telah menetapkan suatu standard. Pada waktu kita lepas, kita turun dari standard yang ditetapkan oleh Allah, itu disebut "hatta" (dosa), sehingga sebaiknya kita mengerti istilah dosa, bukan dengan cara dunia dalam pengertian hukum. Waktu berbicara tentang hukum berarti secara tidak sadar mereka sudah menyetujui bahwa fakta dosa sudah ada di dalam dunia.
Kalau kita melihat istilah yang dipakai dalam bahasa Ibrani adalah "hatta". Istilah ini berarti jatuh dan mengurangi standard dari Tuhan yang suci (falling short of the standard of God). Jadi Allah telah menetapkan suatu standard. Pada waktu kita lepas, kita turun dari standard yang ditetapkan oleh Allah, itu disebut "hatta" (dosa), sehingga sebaiknya kita mengerti istilah dosa, bukan dengan cara dunia dalam pengertian hukum. Waktu berbicara tentang hukum berarti secara tidak sadar mereka sudah menyetujui bahwa fakta dosa sudah ada di dalam dunia.
Perkembangan yang terakhir, baik di
Sorbone University di Paris, sebagai sekolah yang terbesar dan terkenal di
dunia Latin, maupun di beberapa sekolah yang tertinggi di Amerika seperti
Harvard dan Yale University, menunjukkan bahwa mereka berusaha untuk mencairkan
atau berusaha untuk mengurangi konsep-konsep tentang keseriusan dosa. Meskipun
demikian mereka tidak mungkin menolak bahwa fakta dosa itu memang ada di dalam
dunia. Berdasarkan pengertian akan fakta dosa secara serius, maka
agama mempunyai tempat dan akar yang cukup kuat dan tidak mungkin dapat dicabut
oleh kebudayaan manapun.
Dosa merupakan suatu fakta dan dalam pengertian hukum dunia
adalah pelanggaran terhadap sesuatu yang sudah secara perjanjian bersama
(konsensus) ditetapkan oleh ahli-ahli hukum agar menjadi patokan untuk mengatur
hidup sosial dan etika dalam masyarakat. Jikalau ahli-ahli hukum sudah
menyetujui secara konsensus lalu mencantumkan di dalam hukum suatu negara, maka
apa yang dicantumkan itu menjadi standard negara itu. Barangsiapa berbuat
sesuatu yang melanggar konsensus yang dicatat dalam hukum itu, disebut dosa. Di
sini saya melihat kelemahan dari semua negara, semua hukum dari dunia ini ialah
mereka hanya sanggup melihat dosa dari aspek yang paling rendah yaitu kelakuan
yang salah.
Sekali lagi, meskipun dalam hukum ditentukan perbedaan
hukuman atas kesalahan berencana atau yang tidak berencana, tetapi tidak ada
suatu hukum yang bisa langsung menghukum orang yang mempunyai niat atau rencana
di dalam hati namun belum melakukan sesuatu di luar. Maksudnya, jikalau
seseorang mempunyai hati yang ingin mencuri, tidak ada hukum di dunia yang
boleh langsung memenjarakan dia, kecuali dia sudah melaksanakannya. Dengan
demikian di seluruh dunia, pengertian hukum dan keadilan hanyalah dapat mengerti
dosa di dalam hal yang superficial (yang tampak di
permukaan). Dunia hanya mengerti dan menetapkan dosa berdasarkan sesuatu
perbuatan yang dianggap melanggar suatu konsensus tentang hukum.
Tetapi Alkitab tidak demikian. Alkitab berkata dengan jelas,
"yang membenci seseorang, sudah membunuh" (Matius
5:21-22). Di sini etika Kristen adalah
etika yang melampaui perbuatan yang nyata di dunia. Etika Kristen merupakan
etika yang langsung ditujukan kepada motivasi seseorang secara terbuka di
hadapan Tuhan. Allah sedemikian marah seperti api yang menyala-nyala. Allah
yang menembus hati sanubari manusia dan tidak melihat perbuatan di luar, tetapi
Dia melihat motivasi Saudara di dalam.
Dosa dan keadilan Allah, kebenaran Allah menuntut kepada
keseluruhan hidup kita, mulai dari motivasi di dalam, segala rencana di dalam,
pikiran di dalam, mentalitas di dalam, sikap yang setengah di dalam setengah di
luar, sampai perbuatan yang seluruhnya di luar. Semua ini dituntut oleh Tuhan.
Menjadi seorang manusia berarti menjadi orang yang dicipta menurut peta dan
teladan Allah dan dicipta supaya dia berdiri dan bertanggung jawab secara
pribadi kepada Tuhan Allah. (To be a man as created under the image and the
likeness of God is to exist with oneself alone before God). Tidak ada yang lain
yang bisa menghalangi. Saya di hadapan Allah harus mempertanggungjawabkan
segala motivasi saya, semua bibit pikiran saya, semua sikap mentalitas saya,
semua sikap dan sifat pribadi saya, semua perkataan saya.
Ketotalan ini,
totalitas dan tanggung jawab ini, menjadikan kekristenan seperti apa yang
dikatakan Kierkegaard bahwa menjadi orang Kristen terlalu sulit, karena Allah bukan
menuntut hal-hal yang tampak di luar. Hukum-hukum di dunia terlalu rendah.
Mereka hanya bisa menunjukkan Saudara berdosa setelah mereka menemukan dan
membuktikan bahwa Saudara sudah berbuat, mengaku, atau sudah mengekspresikan
apa yang Saudara inginkan di dalam perbuatan yang merugikan orang lain. Tetapi
kekristenan dan iman Kristen bukan demikian. Ia telah menuntut keseluruhan
Saudara sampai ke dalam hati sanubarimu yang sedalam-dalamnya, sampai ke dalam
motivasi Saudara di hadapan Tuhan dimana orang tidak melihat Tuhannya. Menjadi
orang Kristen memang tidak mudah.
Di dalam dunia abad 20 terlalu banyak gereja yang ingin
mendapatkan anggota sebanyak mungkin, maka mereka menurunkan derajat mutu
kekristenan menjadi kekristenan yang mudah diterima, mudah dilaksanakan, namun
itu bukanlah kekristenan yang sejati. Turun lebih rendah daripada standard yang
telah ditetapkan oleh Tuhan, itulah dosa.
Alkitab memakai istilah ini 580 kali di dalam PL. Istilah
"hatta" merupakan suatu istilah yang begitu menyedihkan Tuhan. Orang
Kristen menunjukkan suatu hal yang tidak ada pada agama lain, yaitu Allah telah
menetapkan suatu standard bagi Saudara, sehingga Saudara tidak bisa hidup
sembarangan. Di dalam agama- agama yang lain, mereka mempunyai standard mereka
sendiri. Mereka mempunyai tujuan mereka sendiri dan tujuan yang mereka harapkan
itu berdasarkan diri mereka yang sudah jatuh ke dalam dosa, yang tidak mereka
sadari. Mereka ingin mencapai suatu hidup yang tinggi yang suci. Namun
bagaimanapun tingginya tujuan itu hanyalah merupakan hasil dari otak yang sudah
jatuh di dalam dosa. Sedangkan waktu Allah mengatakan "hatta",
berarti Saudara sudah lebih rendah daripada standard yang sudah ditetapkan oleh
Allah sendiri. Itu artinya dosa.
Dosa jangan hanya dimengerti sebagai mencuri, berzinah,
berjudi, main pelacur, atau mabuk-mabuk, itu memang tidak benar. Itu dosa,
Tetapi hal itu merupakan hal yang superfisial, yang ditujukan di luar. Tuntutan
Alkitab jauh lebih dalam dan lebih lengkap, secara totalitas daripada itu.
Suatu standard telah ditetapkan Allah bagi manusia sebagai syarat atau kriteria
tingkah laku dan moralitas manusia. Itu yang disebut kebenaran dan keadilan
Allah.
- Avon
Istilah kedua di dalam bahasa Ibrani adalah "avon". Ini berarti sesuatu "guilty" (kesalahan) atau suatu hal yang mengakibatkan kita merasa patut dihukum. Istilah ini sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Suatu perasaan di dalam diri kita yang menganggap diri cacat atau perasaan di dalam jiwa yang merasa diri kurang benar, sehingga kita selalu merasa mau menegur diri. Hal ini bersangkutpaut dengan fungsi hati nurani yang diberikan hanya kepada manusia saja. Tidak ada binatang yang mempunyai 'guilty feeling', tidak ada binatang yang bisa menegur diri karena merasakan sesuatu hal yang tidak benar yang sudah diperbuatnya. Tetapi manusia tidak demikian. Setelah Saudara berbuat kurang sopan terhadap seseorang, Saudara akan pikir lagi, "Wah, mengapa tadi saya berbuat begitu ya? Seharusnya saya tidak begini, tapi mengapa begini dan toh sudah begini lalu bagaimana atau terus begini?" Saudara mempunyai perasaan berhutang atau perasaan bahwa Saudara patut dihukum. Perasaan sedemikian berdasarkan suatu pikiran dari apa yang sudah Saudara kerjakan, lalu hal itu dikaitkan dengan diri Saudara sebagai status dalam keadaan patut dihukum, itu disebut "guilty", "avon".
- Pesha
Alkitab memakai istilah ketiga dalam bahasa Ibrani, yaitu "pesha". "Pesha" berarti semacam pelanggaran. Pelanggaran berarti ada suatu batas yang sudah ditetapkan, tetapi Saudara melewatinya atau sudah ada suatu standard namun bukan saja tidak bisa mencapai tetapi juga Saudara mau melawan atau melanggar. Maka pengertian ini bersangkut paut dengan suatu pengetahuan yang jelas, ditambah dengan kemauan yang tidak mau taat. Saya tahu apa itu baik, tapi saya sengaja melawan. Saya tahu batas sudah di situ, tetapi saya sengaja mau melewatinya. Tahu batas dan tahu tidak baik, tapi sengaja melewati, itu disebut "pesha".
Jadi disini kita melihat dosa dinyatakan oleh Alkitab, wahyu
Tuhan, begitu jelas di dalam ketiga aspek yang besar. Pertama, tidak mencapai
atau menyeleweng dari standard yang ditetapkan Allah. Kedua, merupakan suatu
hal yang salah atau sesuatu yang tidak seharusnya Saudara kerjakan, tapi
Saudara kerjakan. Waktu Saudara sadar, Saudara tahu sudah berlaku tidak benar.
Ketiga, adalah suatu pelanggaran yang sengaja dari seseorang. Kalau kita
meneliti semua yang menjadi pengalaman kita masing-masing, maka Saudara mau
tidak mau harus mengakui Firman Tuhan yang diwahyukan Tuhan dalam kitab suci
ini betul-betul benar.
- Perjanjian Baru
Dalam Alkitab PB ada 2 istilah dalam bahasa Yunani yang
penting sekali.
- Adikia
Adikia berarti perbuatan yang tidak benar. Hal ini merupakan perbuatan lahiriah atau dari luar, yang dinilai merupakan sesuatu perbuatan yang tidak benar sama seperti yang dikatakan oleh hukum- hukum dunia tentang orang bersalah. Di pengadilan ketika semua pemeriksaan sudah selesai, maka hakim akan memvonis, bahwa Saudara bersalah. Itulah "adikia", berarti Saudara sudah berbuat salah.
Tetapi Perjanjian Baru sama dengan Perjanjian Lama,
sama-sama wahyu yang diberikan oleh Allah yang suci, satu sumber, satu Roh
Kudus, satu Allah yang memberikan wahyu baik kepada Perjanjian Lama dengan
media bahasa Ibrani maupun kepada orang-orang di Perjanjian Baru dengan media bahasa
Yunani. Sumbernya satu, Allah yang satu, standard yang satu.
- Hamartia
Istilah kedua dalam Perjanjian Baru adalah "hamartia" yang artinya adalah kehilangan, meleset dari target atau sasaran yang ditetapkan. Jika saya melepaskan satu anak panah menuju pada satu sasaran yang sudah jelas, yaitu lingkaran tertentu yang harus dicapai, tetapi anak panah itu jatuh satu meter sebelum sasaran itu, maka itu disebut "hamartia". Sekali lagi saya berusaha untuk melepaskan panah, tetapi kini bukan tidak sampai, tapi terus lewat jauh dari target yang ditetapkan, itupun disebut "hamartia". Atau ketiga kalinya saya melepaskan panah, panah itu terbang menuju sasaran, namun menancap 2 cm dari sasaran, berhenti di pinggir target itu, itu tetap artinya "hamartia".
Jadi disini tidak peduli kurang
berapa meter, lebih berapa cm atau meleset hanya beberapa mm, itu semua
dianggap sama. Hanya mereka yang betul-betul kena dengan sasaran asli, itu yang
dianggap benar. Yang lain semua dianggap "hamartia". Dari kelima
istilah, tiga dalam bahasa Ibrani, di PL dan dua dalam bahasa Yunani, kita
melihat suatu gambaran yang jelas, manusia dicipta bukan untuk kebebasan yang
tanpa arah, tetapi manusia dicipta dengan standard yang sudah ditetapkan!
Tugas seumur hidup yang paling penting bagi Saudara ialah
menemukan target yang Tuhan tetapkan bagi Saudara demi kemuliaan Allah. Kalau
kita sudah tepat pada target yang Tuhan tetapkan bagi kita, barulah kita
menjadi satu manusia yang tidak ada pelanggaran atau tidak ada keadaan jatuh
dari standard asli, baru kita disebut orang benar, orang yang sesuai dengan
kehendak Allah. Saya harap melalui pembinaan seperti ini, kita mengoreksi
konsep-konsep yang tidak benar.
Jika Saudara mengikuti kebaktian puluhan ribu kali atau
ratusan kali di gereja setiap minggu, tetapi teologi Saudara tidak dibereskan,
kalau iman Saudara tidak dibereskan oleh firman Alkitab sendiri, Saudara
menjadi orang Kristen yang terus terjerumus di dalam konsep- konsep yang salah,
maka segiat apapun tidak ada gunanya karena Saudara belum pernah menemukan
target itu apa, belum pernah menemukan definisi yang benar itu apa.
Pengertian-pengertian yang mengoreksi membuat kita mendapatkan suatu integrasi
yang betul-betul lengkap dan mengerti Firman Tuhan dengan baik lalu membuat
pelayanan kita menjadi baik.
Dari "hatta", "avon", "pesha",
"adikia", "hamartia" ini, arti istilah dosa dalam seluruh
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru begitu jelas bahwa kalau standard yang
ditetapkan oleh Tuhan kita lepas atau kita kurangi atau belum kita capai disebut
oleh Tuhan sebagai dosa.
Seumur hidup saya harus bertanya, "Tuhan sudahkah saya
mencapai standard yang telah Tuhan tetapkan bagi saya?" Kalau belum, saya
masih banyak kekurangan yang dianggap dosa oleh Tuhan. Demikian juga dengan
Saudara. Namun pada zaman ini, orang bukan saja tidak mau mencapai standard
yang lebih tinggi, malahan minta diturunkan supaya cocok dengan pasaran
sekarang.
Kekristenan yang sedemikian tidak berpengharapan.
Kekristenan akan dirusak, akan digerogoti. Pada saat saya berkata demikian,
orang mengkritik, "Pendeta ini suka mengkritik, merasa hanya dia yang
benar, yang lain tidak benar." Jika Saudara belum pernah tahu betul- betul
apa itu "benar", Saudara tidak akan pernah sadar bahwa Saudara pasti
tidak akan menemukan yang tidak sempurna itu sebagai yang tidak sempurna.
Mungkin setelah saya meninggal baru orang mengerti apa yang sudah saya kerjakan
semasa saya hidup, tapi sudah terlambat.
Satu zaman ini akan digerogoti oleh pengertian-pengertian
tidak sempurna, tidak tepat, sehingga kekristenan akan dirusakkan oleh mereka
yang disebut pemimpin-pemimpin gereja. Kapan iman Kristen akan diluruskan
kembali? Kapankah kita bertobat dan setia kepada firman Tuhan, dimana seluruh
dunia akan lenyap tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya? Hari ini kita
boleh melihat orang tidak senang terhadap pembahasan semacam ini, tetapi saya
berkata, "Suatu hari gereja yang tidak selalu setia kepada firman Tuhan
harus diadili terlebih dahulu. Dan pada saat itu sudah terlambat" Allah
tidak mengadili berdasarkan seberapa banyak pendengar Saudara atau seberapa
pandainya Saudara. Tidak! Allah akan bertanya, "Apa yang Saudara
ajarkan?"
Saudara yang menjadi guru Sekolah Minggu, jangan kira
Saudara masuk kelas untuk menipu anak-anak agar mereka diam dan tidak bermain
di kelas, itu bukan guru Sekolah Minggu; jangan kira Saudara menjadi majelis
dapat bergaya dengan memakai dasi di hari Minggu seperti malaikat bersayap dua.
Jangan kira Saudara sudah lulus dari sekolah teologi, Saudara dapat berkotbah,
lalu Saudara merasa begitu penting, begitu hebat berdiri di atas mimbar. Setiap
kalimat yang tidak beres, harus Saudara pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
Setiap ajaran yang Saudara tidak pertanggungjawabkan sungguh-sungguh akan
merusak orang lain dan pada akhirnya gereja akan dirugikan, iman Kristen akan
diubah oleh pengertian yang tidak benar. Saudara harus berdiri untuk dihukum
oleh Tuhan.
Dengan sikap seperti inilah akhirnya saya dengan gentar
melayani Tuhan dan terus-menerus mendidik dan berkata kepada murid-murid saya,
"Hati-hati, berkotbahlah sesuai dengan firman Tuhan saja, bukan semau
sendiri. Jangan mengganti firman Tuhan dengan ilmu pendidikan! Jangan mengganti
firman Tuhan dengan ilmu jiwa! Jangan mengganti firman Tuhan dengan cara-cara
dunia yang anthroposentris! firman Tuhan adalah firman Tuhan!"[1]