Selasa, 04 Juni 2013

Supremasi Alkitab: Inspirasi Verbal dan Ineransi Alkitab

-->
Supremasi Alkitab: Inspirasi Verbal dan Ineransi Alkitab


Oleh
 Matius Sobolim, S. Th. 


 
Allah Wene/ Alkitab




Alkitab sering dan bahkan sampai dengan saat ini menjadi problematika yang klasik dalam kekristenan karena pernyataan yang mengatakan bahwa Alkitab adalah firman Allah. Masalah ini timbul sebagai reaksi atas persoalan dogmatis yang seakan-akan memenjarakan pemikiran umat untuk bertanya: mengapa Alkitab disebut Firman Allah? Padalah Alkitab hadir dalam proses sejarah yang berarti bahwa Alkitab adalah karya manusia yang berdosa sehingga berimplikasi terhadap ketidaksempurnaan yang bisa terdapat dalam Alkitab. Maka, dengan sendirinya Alkitab tidak layak disebut Firman Allah karena mengandung kesalahan atau jauh dari kesempurnaan dalam standar Allah. Beberapa pertanyaan lain yang sering ditujukan kepada Alkitab seperti: apakah Alkitab berasal dari Allah? Bagaimana Alkitab ditulis? Apakah Alkitab bisa salah? Dan mengapa kita harus mengandalkan Alkitab?

Penelaahan yang bisa dilakukan untuk melihat kembali Alkitab sebagai hasil karya manusia yang berdosa [yang berpeluang kepada ketidaksempurnaan dalam Alkitab] dapat dilakukan melalui dua hal penting yaitu inspirasi dan ineransi Alkitab. Kedua istilah ini harus digunakan secara runtut dan koheren karena keduanya saling terkait satu dengan yang lainnya. Ketika kita memahami apa dan bagaimana inpirasi itu, dengan sendiri kita dapat memahami ineransi Alkitab. Artinya jika kita memahami bagai mana Alkitab itu diilhamkan, kita akan melihat bahwa tidak bisa salah atau benar adalah Firman Allah. Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut termaktub dalam dua istilah dalam sejarah lahirnya Alkitab, inspirasi Alkitab dan inspirasi Alkitab.
A.    Inspirasi Alkitab
Kata “inspirasi” ini memiliki makna khusus dalam term ini karena diambil dari istilah Alkitab dalam bahasa Yunani theopneustos (1 Tim.3:15-16) yang berarti dihembuskan Allah atau secara teologis dapat juga disebut diverbalkan Allah—verbal plenary. Oleh sebab itu pada umumnya, kata inspirasi Alkitab dimengerti sebagai pimpinan Roh Kudus atas para penulis Alkitab. Artinya ketika Alkitab ditulis, itu semua merupakan hasil karya Roh Kudus, sehingga meskipun Alkitab ditulis oleh kurang lebih 40 penulis yang berbeda dengan latar belakang profesi, lokasi, situasi sosial politik dan budaya yang berbeda-beda dalam kurun waktu lebih dari 1500 tahun. Namun hasilnya terlihat begitu menakjubkan, adanya suatu kesatuang yang utuh dan harminis nampak seperti ditulis oleh satu orang saja. Oleh sebab itu ispirasi biasanya didefinisikan sebagai sustu pengaruh supranatural Roh Kudus yang menggerakkan para penulis Alkitab dari nyata bahwa Alkitab berasal dari Allah, memiliki otoritas, tanpa salah, dan kekal. Ini adalah nilai-nilai ilahi. Jadi keutuhan yang menakjubkan dari Alkitab menjadi jelas bahwa itu adalah karya Roh Kudus.

Supremasi Alkitab datang dari Allah sendiri yang telah “menafaskan” Alkitab tersebut sehingga yang tanpa salah adalah tulisan dalam Alkitab, pada naskah aslinya, bukan orang yang menulis. Allah yang menjadi sumber segala tulisan dalam Alkitab. Sekalipun Alkitab ditulis oleh manusia, tidak dihasilkan oleh keinginan atau bukan hasil dari manusia (person) yang menulis tersebut tetapi atas dorongan Roh Kudus, mereka berbicara atas nama Allah (2 Pet. 1:21). Sekalipun dalam Alkitab terdapat juga unsur atau aspek manusia seperti gaya penulisan, pengalaman pribadi yang berkaitan, dan bahkan gaya bahasa juga berbeda, sudut pandang dan aspek lainnya, tetapi Allah dalam Roh Kudus mengawasi mereka sebagai hamba Allah yang hidup dan aktif.

Sekalipun demikian, tidak sedikit orang yang pemahaman yang keliru tentang inspirasi Alkitab. Ada beberapa istilah seperti inspirasi natural yang meniadakan unsur supranatural Roh Kudus dalam penulisan Alkitab, iluminasi spiritual, inspirasi parsial atau dinamis yang membedakan isi Alkitab dalam dua bagian, ada yang diilhamkan seperti hal-hal praktis yang berkaitan dengan iman sedangkan, yang berhubungan dengan sejarah tidak atau bisa salah. Pandangan lain yang keliru adalah inspirasi konseptual yang mengatakan bahwa Allah hanya mengispirasikan konsepnya saja sedangkan kata-kata dalam Alkitab adalah hasil dakehendak penulis tanpa dikontrol oleh Allah. Kebalikan dari teori ini, ada yang mengatakan bahwa penulis Alkitab hanya sekedar mesin tulis dimana setiap kata dan titik koma diucapkan oleh Allah atau didiktekan.

Sebagai respon atas pandangan-pandangan tersebut, Alkitab diteguhkan oleh Yesus sendiri sebagai firman yang hidup bahwa inspirasi Alkitab dilakukan secara menyeluruh sehingga tidak satu huruf pun yang akan berlalu atau tidak boleh dihilangkan sampai semuanya tergenapi [dalam Tuhan Yesus Kristus] (Mat. 5:17-18). Pernyataan ini merujuk kepada PL dimana huruf terkecil dalam bahasa Ibrani (yodh). Sedangkan dalam PB, Yesus Kristus, Firman yang hidup (Yoh. 1:1) itu sekaligus menjadi sumber inspirasi dan dalam penulisannya Roh Kudus terus bekerja sehingga pembuatan PB dalam kurun waktu 100 tahun tetap mejadi satu keutuhan. Paulus dalam semua tulisannya menggunakan kata Kitab Suci yang keseluruhannya diilhamkan oleh Allah tidak hanya merujuk kepada PL tetapi juga PB, semuanya bukan hasil karya manusia biasa tetapi yang ektra ordinary karena Roh Kudus berkarya di dalamnya. Kesaksian Yesus sendiri menjadi peneguhan Allah secara langsung terhadap seluruh Alkitab termasuk di dalamnya inspirasi verbal baik melalui Yesus sendiri maupun dalam kebiasaan bercerita masyarakan Yahudi.

B.     Ineransi Alkitab
Dari penjabaran tersebut di atas mengantar kita memahami apakah Alkitab bisa salah, mengandung kesalahan. Kita telah melihat bahwa ke-ada-an Alkitab bukan karena hasil karya manusia semata tetapi keseluruhannya adalah karya Roh Kudus melalui para penulis. Hal ini berarti bahwa otoritas tertinggi adalah Allah. Jika Allah yang bekerja dalam pembuatan Alkitab, Alkitab berkuasa dan tidak mengandung kesalahan sedikitpun. Namun dengan demikian, untuk alasan perumusan masalah dalam pertentangan akan ketidakbersalahan Alkitab, kita perlu menjabarkan bagian ini secara khusus untuk dapat memahaminya secara utuh.

Kata ineransi (inerrant) yang dalam arti sederhana tidak ada kesalahan. Namun dalam istilah teologis, tidak sesederhana itu. Kata ineransi dapat diartikan bahwa Alkitab memiliki kualitas bebas dari salah, kemungkinan untuk kesalahan, dan tidak dapat salah baik secara akademis, historis maupun spiritual. Untuk lebih jelas dapat dipahami melalui sebuah silogisme sederhana yang menacu pada topik sebelumnya bahwa Alkitab berasal dari Allah.

Premis 1: “Allah adalah benar.”
Premis 2: “Alkitab berasal (dinafaskan/diilhamkan) dari Allah.”
Silogisme: : Maka Alkitab adalah benar [karena diinspirasikan oleh Allah yang benar].

Sekalipun demikian, ineransi tidak menuntut kekauan bukan berarti kompromi terhadap kritik-kritik yang meragukan Alkitab karena Alkitab tidak bercerita tentang kebenaran melainkan kebenaran dapat dan termasuk proses penulisan Alkitab sepanjang masa tidak saling kontradiksi. Ineransi selalu merujuk kepada manuskrip yang asli yang berarti bahwa pada waktu fakta diketahui, Alkitab dalam tulisan aslinya, apabila diinterpretasikan dengan benar akan terlihat sepenuhnya benar dalam setiap pengajarannya yang berhubungan dengan segala aspek yang termaktub dalam seluruh aspek kehidupan manusia.

Dari silogisme di atas, maka segala kritik yang meragukan kewibawaan Alkitab sesungguh sekaligus menjadi keraguan secara langsung terhadap natur Allah. Hal ini bukan pembelaan skeptis tetapi sebuah koherensi yang runtut dalam keseluruhan Alkitab. Dengan demikian, ineransi Alkitab dapat dimengerti bahwa Alkitab benar dalam keselruhan dan dalam semua bagian, benar secara rohani, historis dan akademis, secara moral, maksud dan peneguhan tidak bisa salah. Allah berbicara kepada manusia dalam bahasa Alkitab (bisa disebut bahasa manusia) yang sepenuhnya adalah penyataan Allah sehingga tidak dapat dipertentangkan (secara umum pertentangan dalam iman dan penalaran).

Ketidak-kakuan dalam ineransi Alkitab dapat dilihat dalam beberapa hal bahwa ineransi mengijinkan adanya keragaman dalam gaya bahasa, keragaman rincian dalam menjelaskan peristiwa yang sama, untuk tidak menggunakan tata bahasa yang standar, ayat-ayat problematik. Ineransi juga tidak menuntut laoran kata demi kata dari suatu peristiwa dan juga tidak menuntut catatan itu mengajarkan kesalahan atau kontradiksi. Jadi, otoritas Alkitab tidak kurang dari otoritas Yesus Kristus sendiri karena Ia sendiri yang telah meneguhkan pengilhaman PL dan menyajikan dan menjanjikan PB. Kesaksian Yesus dan para rasul bersifat inerrant pada apa yang diajarkan. Alkitab yang ada saat ini adalah Firman Tuhan. Ineransi menjadi doktrin yang penting apabila dimengerti dengan benar. Alkitab berbicara secara akurat sesuai dengan kebenaran dalam semua
penyataannya; baik itu hal teologis, historis, geografis dan geologis.

Sekalipun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya kritik terhadap teori ineransi Alkitab ini. Mengenai kebenaran dalam Alkitab, Erantis menyimpulkan bahwa kesalahan-kesalahan dapat mengajarkan kebenaran. Hal ini tidak beralasan karena mereka mencampuradukan hal-hal kronologis dengan hal teologis. Dari pernyataan tersebut, muncul pernyataan bahwa apabila Alkitab tidak dapat dipercaya dalam hal kronologis hiistoris, Alkitab juga tidak dapat dipercaya dalam hal kebenaran akan berita keselamatannya. Hal ini sama dengan keraguan yang ditujukan terhadap karakter Allah berkaitan dengan problem kejahatan.

C.    Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penjabaran singkat mengenai inspirasi dan ineransi Alkitab tersebut diatas, ada beberapa term yang dapat dimasukan dalam sebuah silogisme ganda berikut:

Premis 1 : “Allah adalah benar.”
Premis 2 : “Yesus, Firman Allah yang hidup adalah Allah, tidak berdosa/salah.”
Premis 3 : “Alkitab berasal (dinafaskan/diilhamkan) dari Allah.”
Kesimpulan : “Jadi, Alkitab adalah Firman Allah yang tanpa salah karena diinspirasikan oleh Allah yang benar, dan diteguhkan oleh Yesus, Firman Allah yang hidup yang tidak berdosa.”



Alkitab telah terbukti secara historis tanpa salah selama lebih dari 3500 tahun sejak pembuatannya hingga hari ini, tidak ada satu keraguanpun yang ditujukan kepada supremasi Alkitab yang bertahan selama itu. Tidak ada karya manusia yang bertahan lebih dari dua abad, semuanya mengalami permaharuan. Itu berarti bahwa Alkitab bukan karya manusia tetapi Allah, yang kekal. Akhirnya, ‘Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran (2Ti 3:16)”. Jangan mempertanyakan otoritas Alkitab karena dengan demikian kita mempertanyakan keberadaan Allah.


Sumber Pustaka:________________________________________
Enns, Paul, The Moody Handbook of Theology, terj., Malang: Literatur SAAT, 2010
Bruggen, Jacob van, Siapa yang Membuat Alkita?, Surabaya: Penerbit Momentum, 2010
Geisler, Norman, dan Ron Brooks, Ketika Alkitab Dipertanyakan, terj., Yogyakarta: Yayasan Andi, 2010

Pengantar Full Life - 2 Korintus

Pengantar Full Life - 2 Korintus
Pasal: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13       

Oleh 
Matius Sobolim
 
Pengantar 2  Korintus
 
 

Penulis          : Paulus
Tema             : Kemuliaan Melalui Penderitaan
Tanggal Penulisan: Tahun 55/56

Latar Belakang
Paulus menulis surat kiriman ini kepada jemaat di Korintus dan kepada
orang percaya di seluruh Akhaya (2Kor 1:1), dengan menyebut namanya
sendiri sebanyak dua kali (2Kor 1:1; 2Kor 10:1). Setelah mendirikan jemaat
di Korintus selama perjalanan misinya yang kedua, Paulus dan jemaat itu
sering berhubungan karena masalah dalam jemaat
 
 (Lihat 
 
"PENDAHULUAN SURAT 1KORINTUS" 08185).

Urutan hubungan ini dan latar belakang penulisan 2 Korintus adalah sebagai
berikut:

(1) Setelah beberapa kali berhubungan dan surat-menyurat yang awal di
    antara Paulus dengan jemaat itu (misalnya: 1Kor 1:11; 1Kor 5:9;
    1Kor 7:1), maka Paulus menulis surat 1 Korintus dari Efesus
    (awal tahun 55/56).

(2) Berikut, Paulus menyeberangi Laut Aegea menuju Korintus untuk
    menangani masalah yang berkembang dalam jemaat. Kunjungan ini di
    antara 1 dan 2 Korintus (bd. 2Kor 13:1-2) merupakan suatu kunjungan
    yang tak menyenangkan, baik bagi Paulus maupun bagi jemaat itu
    (2Kor 2:1-2).

(3) Setelah kunjungan ini, ada laporan disampaikan kepada Paulus di Efesus
    bahwa para penentang di Korintus itu masih menyerang pribadinya dan
    wewenang rasulinya, dengan harapan agar mereka dapat membujuk sebagian
    jemaat itu untuk menolak Paulus.

(4) Sebagai tanggapan terhadap laporan ini, Paulus menulis surat
    2 Korintus dari Makedonia (akhir tahun 55/56).

(5) Segera sesudah itu, Paulus mengadakan perjalanan ke Korintus lagi
    (2Kor 13:1), dan tinggal di situ selama lebih kurang tiga bulan
    (bd. Kis 20:1-3a). Dari situ ia menulis kitab Roma.

Tujuan
Paulus menulis surat ini kepada tiga golongan orang di Korintus.

(1) Pertama, ia menulis untuk mendorong mayoritas dalam jemaat di Korintus
    yang tetap setia kepadanya sebagai bapa rohani mereka.

(2) Ia menulis untuk menantang dan menyingkapkan rasul-rasul palsu yang
    terus-menerus berbicara menentang dia secara pribadi dengan harapan
    dapat meruntuhkan wibawa dan kerasulannya dan untuk memutarbalikkan
    beritanya.

(3) Ia juga menulis untuk menegur minoritas dalam jemaat yang sedang
    dipengaruhi oleh para lawan Paulus dan yang terus-menerus menolak
    wewenang dan tegurannya. Paulus meneguhkan kembali integritas dan
    wewenang rasulinya, menjelaskan motivasinya dan memperingatkan mereka
    terhadap pemberontakan yang lebih lanjut.

Kitab 2 Korintus berfungsi untuk mempersiapkan jemaat secara keseluruhan
untuk kunjungannya yang akan datang.

Survai
Kitab 2 Korintus mempunyai tiga bagian utama.

(1) Pada bagian pertama (pasal 1-7; 2Kor 1:1--7:16), Paulus mulai dengan
    mengucap syukur kepada Allah atas penghiburan yang dikaruniakan-Nya di
    tengah-tengah penderitaan untuk Injil, memuji jemaat Korintus karena
    mendisiplinkan orang yang berbuat dosa serius sambil mempertahankan
    integritas Paulus dalam kaitan dengan perubahan rencana perjalanannya.
    Dalam 2Kor 3:1--6:10 Paulus menyumbangkan pengertian yang paling
    luas dalam PB mengenai sifat yang benar dari pelayanan Kristen. Ia
    menekankan pentingnya pemisahan dari dunia ini (2Kor 6:11--7:1) dan
    mengungkapkan sukacitanya ketika mendengar dari Titus tentang
    pertobatan banyak anggota jemaat di Korintus yang sebelumnya telah
    menentang wewenangnya (pasal 7; 2Kor 7:1-16).

(2) Di pasal 8, 9; (2Kor 8:1-24 dan 2Kor 9:1-15), Paulus menasihati
    jemaat Korintus untuk menandingi kemurahan hati orang Makedonia yang
    dengan sepenuh hati telah menyumbangkan persembahan yang telah
    dikumpulkannya untuk orang Kristen yang menderita di Yerusalem.

(3) Pada pasal 10, 13; (2Kor 10:1--13:13), nada surat berubah. Di sini
    Paulus mempertahankan kerasulannya dengan menguraikan panggilannya,
    kualifikasi, dan penderitaannya sebagai seorang rasul yang benar.
    Dengan ini Paulus mengharapkan jemaat Korintus akan mengenal
    rasul-rasul palsu di antara mereka dan dengan demikian mereka dapat
    luput dari disiplin yang lebih lanjut ketika ia sendiri datang lagi.
    Paulus mengakhiri kitab 2 Korintus dengan satu-satunya ucapan berkat
    yang menyinggung Trinitas dalam PB (2Kor 13:14).

Ciri-ciri Khas
Empat ciri utama menandai surat ini:

(1) Kitab ini merupakan surat yang paling banyak memberitahukan riwayat
    hidup Paulus. Banyak petunjuk pada dirinya ini, dibuatnya dengan
    rendah hati, minta maaf dan bahkan dengan malu, tetapi karena terpaksa
    mengingat situasi yang ada di Korintus.

(2) Kitab ini melampaui semua surat kiriman lain dari Paulus dalam hal
    menyatakan kuatnya dan dalamnya kasih serta keprihatinan bagi anak
    rohaninya.

(3) Kitab ini berisi teologi yang paling lengkap dalam PB mengenai
    penderitaan Kristen (2Kor 1:3-11; 2Kor 4:7-18; 2Kor 6:3-10;
    2Kor 11:23-30; 2Kor 12:1-10) dan mengenai hal memberi secara
    kristiani (pasal 8-9; 2Kor 8:1--9:15).

(4) Istilah-istilah kunci, seperti: kelemahan, dukacita, air mata, bahaya,
    kesukaran, penderitaan, penghiburan, kemegahan, kebenaran, pelayanan,
    dan kemuliaan, menggarisbawahi sifat unik dari surat ini.
 

SUMBER-SUMBER DAN KRONOLOGI TENTANG PAPULUS

  PAULUS

oleh 
Matius Sobolim, S. Th. 





Image
Paulus




I. SUMBER-SUMBER DAN KRONOLOGI

(1) Sumber-sumber untuk biografi Paulus terutama adalah surat-surat Paulus dan Kisah Para Rasul. Adapun surat-surat yang pasti berasal dari Paulus adalah: Roma, 1 & 2 Korintus, Galatia, Filipi, 1 Tesalonika, Filemon, Surat 2 Tesalonika dan Kolose menurut kebanyakan para eksegit berasal dari Paulus pula. Pandangan soal surat Efesus itu terbagi. Surat-surat Gembala jelas dianggap sebagai tulisan sesudah Paulus. Kemudian mengenai pembedaan antara Kisah Para Rasul dan surat-surat Paulus orang akan mengutamakan surat-suratnya.

(2) Tidak sepucukpun surat Paulus yang diwariskan kepada kita mempunyai ketentuan tanggal yang pasti, sehingga memungkinkan pembuatan kronologi hidup Paulus yang tepat. Memang ada dua buah kepastian tanggal yang tepat di dalam Kisah Para Rasul:

(a) Kematian Herodes Agripa (tahun 44; Kisah Para Rasul 12:20-23)

(b) Periode jabatan Prokonsul Gallio (51/51 atau 52/53, Kisah Para Rasul 18:12-17). Apabila Paulus dihadapkan Gallio pada bulan Juni/Juli 52, maka dapat dikatakan, bahwa ia datang di Korintus menjelang akhir 50 atau awal 51.

Dengan demikian, konsili para Rasul (tahun 15 = Galatia 2:1-10) dapat ditentukan tanggalnya pada tahun 49 dan tobatnya Paulus yang ditentukan 14 (atau 17) tahun sebelumnya (Galatia 2:1; bandingkan: Galatia 1:18), yaitu sekitar tahun 35/36 atau 33/34.

Perjalanan misionarisnya yang ketiga barangkali dimulai pada tahun 53. Perjalanan itu berlangsung lebih kurang lima tahun. Tiga tahun dilakukannya di Efesus (Kisah Para Rasul 19:8,10; 20:31). Dan berakhirnya perjalanan itu di Yerusalem, dimana Paulus lalu ditangkap. Di Yerusalem dan di Kaisarea ia ditahan oleh Feliks (Kisah Para Rasul 24:23) dan Festus selama dua tahun (Kisah Para Rasul 24:27). Ia lalu dikirim ke Roma.

Musim semi tahun 61 ia tiba di Roma dan tinggal di dalam penjara menjalani hukuman yang agak ringan selama dua tahun (Kisah Para Rasul 28:17-31). Penahanan ini barangkali diakhiri dengan sebuah pelepasan (Filemon 1:22). Paulus lalu melanjutkan karyanya pada tahun-tahun berikut sampai pada pelaksanaan pembunuhannya. Pada tahun-tahun tersebut hanya ditemukan berita-berita dari surat-surat Gembala. Kebanyakan menyebutkan tahun 67 sebagai tahun kematian Paulus (sudah sejak Eusibius).

Surat-surat tertua (1/2 Tesalonika) ditulis tahun 51/52. Dan Galatia maupun 1 Korintus 54/57; 2Kor dari tahun 57; Roma ditulisnya akhir tahun 57 atau awal 58; surat-surat dari penjara sekitar tahun 61/63.

II. SEJARAH HIDUPNYA

(1) Asal dan masa mudanya. Paulus dilahirkan di Tarsus daerah Silisia, sebuah pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan Yunani (Kisah Para Rasul 21:39*). Ia berasal dari sebuah keluarga Yahudi (Filipi 3:5) yang berbahasa Aram (Kisah Para Rasul 13:9) dan kaya (Kisah Para Rasul 22:28).

Pada saat kematian Stefanus (tahun 33/34 atau 35/36) Paulus masih "seorang pemuda", artinya kira-kira baru umur 30 tahun sehingga ia diperkirakan lahir pada tahun-tahun pertama perhitungan waktu kristen.

Hari ke-8 setelah lahir ia disunati (Filipi 3:5) dan diberi nama Saul (nama Romawi: Paulus: Kisah Para Rasul 13:9). Sejak kecil ia belajar bahasa Yunani, bahasa pergaulan di Tarsus. Sekitar umur 15 tahun ia diperkirakan datang ke Yerusalem dan menjadi pengikut seorang yang giat dari golongan kaum Farisi (Kisah Para Rasul 22:3; Galatia 1:14). Sesuai dengan kebiasaan Yahudi ia belajar mengerjakan salah satu pekerjaan tangan (ia adalah seorang pembuat kemah; Kisah Para Rasul 18:3) yang dilakukannya di tengah-tengah kesibukan karya kerasulannya, dan dipakainya untuk penghidupan (Kisah Para Rasul 18:3; 1 Korintus 4:12; 1 Tesalonika 2:9) sehingga ia tidak tergantung pada siapapun juga (1 Korintus 9:15).

(2) Paulus yakin, bahwa ia harus melakukan pengejaran terhadap para pengikut pewarta kristen purba. Yang paling penting adalah bertobatnya. Paulus sendiri menyatakan, bahwa ia bertobat karena digerakkan oleh sebuah wahyu khusus dari Kristus (1 Korintus 15:8; Galatia 1:15-16; bandingkan: Galatia 9:1). Pernyataan itu sesuai dengan kesaksian Kisah Para Rasul (Kisah Para Rasul 9:3-6; 22:6; 23:13-18). Di dalam wahyu khusus Kristus itu Paulus sekaligus dipanggil menjadi rasul orang kafir (bandingkan Roma 15:15-16; Galatia 2:7). Bagi Paulus panggilannya lewat wahyu khusus dari Kristus yang telah bangkit memberinya nilai kedudukan rasul yang sama dengan para Rasul terdahulu lainnya (2 Korintus 10:1-13; Galatia 1:1-2:21).

(3) Rasul. Menurut Galatia 1:17 Paulus segera pergi ke tanah Arab setelah pengalamannya di Damsyik. Artinya: ia pergi ke daerah kerajaan Nabati. Kemudian waktu, setelah ia pulang kembali ke Damsyik, ia lalu meninggalkannya lagi bukan atas kemauannya sendiri, melainkan ia harus mengungsi ke Yerusalem disebabkan oleh penguasa yang menjadi wakil raja Aretas (2 Korintus 11:32-33).

Tidak lama kemudian ia berangkat dari situ untuk pergi kembali ke daerah Siria dan Silisia tanpa mengadakan hubungan dengan jemaat-jemaat Yahudi (Galatia 1:18-24).

Dari Tarsus Paulus dibawa Barnabas ke Antiokhia. Kedua-duanya bekerja dengan rajin dan memperoleh hasil selama waktu setahun (Kisah Para Rasul 11:25-26). Dari situlah Paulus berangkat melakukan berbagai perjalanan misionaris.

(a) Perjalanan misionaris pertama (tahun 44-49; Kisah Para Rasul 13:1-14:28). Semula Paulus pergi bersama Barnabas ke Siprus. Kemudian mereka pergi ke Asia Kecil lewat Ikonium dan Listra ke Derbe. Mereka pulang lewat jalan keberangkatannya kembali ke Antiokhia. Masalah yang menjadi bahan pertentangan adalah: Apakah orang kristen asal kafir ikut dituntut memenuhi hukum Perjanjian Lama, terutama melaksanakan sunat. Hal itu diputuskan di dalam Konsili para Rasul (tahun 49) sesuai dengan pandangan Paulus. Sekaligus ia diakui sebagai rasul untuk orang-orang kafir, seperti Petrus untuk orang-orang Yahudi (Galatia 2:7).

(b) Perjalanan misionaris kedua (tahun 49-52; Kisah Para Rasul 15:36-18:22). Paulus pergi menuju benua Eropa lewat Asia Kecil dengan ditemani Silas dan Timotius. Paulus mendirikan sebuah jemaat yang hampir melulu terdiri dari orang kristen asal kafir (Kisah Para Rasul 16:11-40; 1 Tesalonika 2:2). Di Tesalonika Paulus menimbulkan sebuah permusuhan luar biasa dari pihak orang-orang Yahudi: Ia digugatkan ke pemimpin kota. Atas adanya gugatan itu Paulus harus meninggalkan kota dan melanjutkan perjalanan ke Athena. Ia sedih sekali (1 Tesalonika 3:3-4) dan setengahnya putus harapan (bandingkan: 1 Korintus 2:3) atas kegagalannya di Athena. Putusannya sudah tetap untuk meninggalkan jalan kefasihan serta kebijaksanaan manusiawi, waktu ia datang di Korintus (1 Korintus 2:2-3). Di situ ia tinggal di Galatia di rumah Akwila dan Priskila. Beberapa orang Yahudi dan banyak orang kafir ditobatkannya, terutama dari kalangan masyarakat rendahan (1 Korintus 1:26). Diperkirakan, bahwa pada pertengahan tahun 52 ia digugatkan oleh orang-orang Yahudi pada Gallio. Ia dituduh sebagai penyebar agama "yang melawan hukum". Gallio menolak gugatan mereka. Paulus lalu pergi ke Antiokhia.

(c) Dari Antiokhia Paulus berangkat untuk perjalanan misionarisnya yang ketiga (1 Korintus 53-58; Kisah Para Rasul 18:23; 21:14), yang dilakukannya melintasi Asia Kecil menuju ke Efesus. Di situ ia tinggal selama tiga tahun dan "ada banyak kesempatan baginya untuk melakukan pekerjaan yang besar dan penting" (1 Korintus 16:9). Di situ pula ditulisnya surat kepada jemaat di Galatia dan surat pertama kepada jemaat di Korintus. Ia terpaksa pergi karena timbulnya sebuah pengejaran. Kemudian ia datang di Korintus lewat Makedonia (Kisah Para Rasul 20:3). Ia berangkat ke Yerusalem membawa dana seraya dipenuhi berbagai macam pikiran (Kisah Para Rasul 20:13-21:17). Ia mengandung maksud untuk berada di Yerusalem pada hari Pentekosta. Di situ ia ditangkap karena menajiskan kenisah (Kisah Para Rasul 21:27-34).

(4) Di penjara. (Kisah Para Rasul 16:19-40; 21:17-28:31). Dari Yerusalem Paulus dibawa ke Prokurator Feliks di Kaisarea dengan penjagaan kuat. Di situ ia tingGalatia dua tahun di dalam penjara. Waktu Festus menggantikan Feliks, Paulus naik banding pada Kaisar. Oleh sebab itu ia perlu dikirim ke (60) Roma (Kisah Para Rasul 23:23-28:14). Dari Roma ditulisnya surat-surat penjara: Efesus, Kolose, Filemon, dan barangkali juga Filipi. Dalam kedua surat terakhir menyingsinglah harapan akan pembebasan yang sudah dekat (Filipi 1:26; 2:24; Filemon 1:22). Kisah para Rasul nampaknya juga menyindir hal itu. Mengenai tahun-tahun terakhir hidup Paulus, -- di luar keterangan dari Klemens dari Roma --, kita hanya dapat mengetahuinya dari ungkapan-ungkapan yang secara kebetulan timbul di dalam surat-surat Gembala.

III. PRIBADINYA

(1) Pribadi manusiawi

Paulus hanya dapat ditangkap dari peristiwa yang disebut pengalamannya di Damsyik. Sampai pada kebatinannya yang sedalam-dalamnya ia terbawa oleh bimbingan Tuhan lewat wahyu Kristus (Galatia 1:15-16; 2:20; Filipi 3:12), menjadi "budak Kristus Yesus" (Roma 1:1; Galatia 1:1). Hubungannya dengan orang-orang lain secara keseluruhan ditentukan oleh pengalamannya akan Allah di Damsyik (1 Korintus 9:22; bandingkan: Roma 15:1-3; Filipi 2:1).

(2) Surat-surat Paulus itu pada pandangan pertama bermaksud menjadi bantuan bagi jemaat-jemaat yang bersangkutan. Itulah sebabnya, bahwa di dalam surat-surat itu hanya dibicarakan masalah-masalah tertentu yang sudah dipilihnya dan kadang-kadang dijawabnya dengan semangat yang meluap-luap. Oleh karenanya dapatlah ditangkap bahwa bukan hanya corak bahasa yang tidak sama tingginya, atau kalimat-kalimat yang dipotong secara mendadak dan lain-lain, melainkan juga ada pertentangan antara berbagai ungkapan di dalam masing-masing surat.

IV. THEOLOGI

(1) Sumber-sumbernya

Tidak dapat disangkal lagi adanya hubungan yang akrab sekali antara jalan pikiran Paulus dengan jalan pikiran Farisi Palestina (berpikir dalam istilah ganda yang saling berlawanan; uraian Alkitab; Roma 3:10-18; 1 Korintus 10:1-5; Galatia 4:21-26, 30). Perlu diperhitungkan pula pengaruh aliran-aliran apokaliptis tertentu (Roma 5:14; 1 Korintus 15:26-28, 45), maupun teologi yang kita temui di dalam Kitab-kitab Kumran. Berlawanan dengan karya-karya awal abad 20, kini dinilai lebih kecil ketergantungan Paulus pada kesalehan misteri Helenisme. Sebaliknya kini lebih jelas diakui, betapa kuat Paulus diwarnai oleh warisan rasuli lain yang lebih tua (1 Korintus 11:23-27; 15:3-7; Filipi 2:6-11; bandingkan: Roma 1:3-4). Di situ hubungan Paulus dengan Yesus yang menyejarah tetap merupakan masalah (2 Korintus 5:8).

(2) Pesan

Meskipun tidak mungkin memperkembangkan sebuah sistim theologinya lewat surat-suratnya, namun surat-surat itu menunjukkan pengertian-pengertian dasar tertentu, yang khas bagi Paulus. Secara menyeluruh kunci theologinya dibentuk dari Kristus yang disalibkan dan bangkit dari maut. Allah telah memanggil dan memberi kemampuan pada Paulus menjadi rasul Kristus (Galatia 1:15).

Oleh karena itu Kristus-lah satu-satunya isi Injilnya (Roma 1:16-17; 1 Korintus 1:17). Hanya di dalam Kristus berpancarlah pengetahuan Allah yang sebenarnya bagi Paulus (2 Korintus 4:6). Di dalam penderitaan dan kematian Kristus terletaklah wahyu akan kehendak Allah yang menyelamatkan dengan tanpa syarat (Roma 3:25; 8:3-4). Di dalam kebangkitan-Nya dan pemuliaanNya nampaklah tanda dan jaminan kemenangan tetap dari belas kasih illahi (Roma 8:31-39), yang bermaksud mendamaikan kita denganNya (2 Korintus 5:18-21).

Di dalam dasar itulah Paulus tidak lelah-lelahnya menekankan rahmat penebusan (Galatia 2:16*) yang diberikanNya secara gratis. Oleh rahmat itulah manusia dibebaskan dari tuntutan hukum yang tidak kenal ampun (Galatia 3:10,13; Kolose 2:14). Hanya iman manusia yang penuh percaya masih tetap merupakan jawaban yang sesuai dengan karya Tuhan yang penuh rahmat (Roma 1:17; 3:28; 4:18; dan lain-lain). Di sini tidak ada pertentangan dengan Yakobus 2:14-19 karena jelas dibuktikan oleh Roma 7:4; Galatia 5:22; Filipi 1:11 dan lain-lain. Umum mengakui hal ini. Karya keselamatan Allah yang tidak mengenal batas itu mengandung arti pula bagi Paulus, bahwa setiap orang selaku anggota umat manusia, ikut ambil bagian di dalam keselamatan illahi (Roma 5:12-19; 1 Korintus 15:21-23, 45-49). Seluruh umat manusia dipersatukan dan dibangun Kristus di dalam tubuhNya (Efesus 2:16; Kolose 1:18). Atas dasar itu kesatuan gereja merupakan salah satu puncak tertinggi dari perhatian rasul (1 Korintus 1:10; 3:3-4; 11:17-22; bandingkan: Roma 15:5; Filipi 2:1-5; Efesus 4:1-32). Akhirnya keseluruhan pelayanan bagi Allah ditanggung oleh kesadaran orang, bahwa ia ada di dalam perjalanan menuju Allah keselamatan itu dan menuju Yesus Kristus, Tuhannya (Filipi 1:23; 2:16). Meskipun harapannya atas kedatangan Kristus berubah (bandingkan: Filipi 1:23; 1 Tesalonika 4:15 dst.), namun bagi Paulus tetap ada sebuah kepastian, bahwa pada akhirnya Allah akan menjadi "segala dalam segalanya" (1 Korintus 15:24-28).


Surat Paulus kepada Jemaat di Filipi



Surat Paulus kepada Jemaat di Filipi

oleh 

Matius Soboliem, S. Th. 


 
 
sisa-sisa kota Filipi
 
Surat Paulus kepada Jemaat di Filipi adalah surat yang ditulis oleh Rasul Paulus untuk jemaat Kristen yang ada di kota Filipi.[1] Surat ini dikelompokkan sebagai surat-surat dari penjara bersama-sama dengan surat Paulus kepada jemaat di Efesus, Kolose, dan Filemon.[2]
Bagian pengantarnya menyebutkan bahwa Paulus dibantu oleh rekan sekerjanya yaitu Timotius dalam pengiriman surat kepada jemaat Filipi.[3] Surat ini terutama ditujukan kepada semua orang percaya yang tinggal di Filipi dengan para penilik jemaat dan diaken.[3]
Walaupun surat ini ditulis dalam penjara tetapi Paulus tetap mengucap syukur dan berdoa bagi jemaat di Filipi karena ia tetap yakin akan iman jemaat di sana.[3]

Daftar isi

Ayat-ayat terkenal

  • Filipi 4:4: Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!
  • Filipi 4:6: Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.
  • Filipi 4:13: Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.

Latar Belakang

Kota Filipi

Kota Filipi dulunya bernama Krenides.[2] Kredines dalam bahasa Yunani adalah krene yang artinya mata air.[2] Kota ini terletak di daerah pedalaman Yunani tepatnya di Via Egnatia yakni satu jalan yang menjadi penghubung antara daerah timur dan baratRomawi.[2] Nama Filipi berasal dari nama seorang raja Makedonia, Filipus II, yang melakukan penyerangan antara tahun 360-356 SM dan berhasil menaklukkan kota ini.[2]

Banyak dari penduduk kota Filipi adalah para budak dan veteran perang.[2] Penyebabnya, pada tahun 42 SM telah terjadi peperangan antara Brutus dan Kassius melawan Antonius dan Oktavianus yang dimenangkan Antonius dan Oktavianus.[2] Perang terulang kembali pada tahun 31 SM kali ini Oktavianus mengalahkan Antonius dan diangkat menjadi kaisar.[2] Orang-orang yang mendukung Antonius pun dibuang ke Filipi.[2] Tidak mengherankan bila para budak, veteran perang, penduduk pribumi dan para pemimpin kota berbaur di kota ini.[2]
Sementara itu, kelompok orang-orang Yahudi ditemukan sangat sedikit jumlahnya di Filipi.[2] Terbukti dengan tidak ditemukannya rumah ibadah Yahudi kecuali sebuah rumah sembahyang yang terletak di luar kota.[2] Keterangan ini berdasarkan laporan Paulus tentang perjalanannya di Filipi sebagaimana yang tercatat dalam Kisah Para Rasul 16:13.[2] Kota Filipi adalah kota yang pertama kali dikunjungi Paulus dalam perjalanannya di Eropa.[2]

Penulis, Tempat, dan Waktu

Penulis surat ini adalah Paulus.[2] Pada waktu menuliskan surat ini, Rasul Paulus sedang berada di dalam penjara (Filipi 1:7,14,17).[1] Lokasi penjaranya tidak diketahui dengan pasti.[1] Muncul beberapa dugaan bahwa Paulus mungkin ditempatkan di penjara Roma, Kaisarea atau Efesus.[1] Namun demikian, bila mengacu pada Filipi 1:22, yang menyebutkan tentang 'istana kaisar' maka besar kemungkinan penjara yang dimaksud adalah penjara di kota Roma.[1]

Keadaan Jemaat

Jemaat Filipi didirikan Paulus sekitar tahun 49-50.[1] Jemaat di Filipi terdiri dari orang-orang Kristen bukan Yahudi (Kisah Para Rasul 16:33b), orang -orang Yahudi yang sudah menjadi Kristen (Kisah Para Rasul 16:13) dan disebutkan pula orang-orang yang takut akan Tuhan (Kisah Para Rasul 16:14).[2] Hubungan Paulus dengan jemaat ini terjalin dengan baik bahkan jemaat Filipi menyatakan kesediaan mereka untuk memberikan dukungan finansial terhadap pelayanan Paulus melalui perantaraan Epafroditus.[1] Namun demikian, di dalam kehidupan berjemaat di Filipi rupanya ada sekelompok orang yang menentang Paulus seperti tertulis dalam Kisah Para Rasul 1:27-30; 2:21.[1] Paulus menyatakan kritikannya kepada orang-orang ini secara tajam dalam Filipi 3:2.[1] Cukup banyak wanita menjadi anggota jemaat di Filipi. Di antara mereka adalah Sintikhe dan Euodia yang seringkali tidak sehati dan sepikiran dalam pelayanannya.[4]

Maksud dan Tujuan

untuk memberikan nasihat kepada jemaat filipi karena dikota filipi terjadi suatu perpecahan sehingga paulus menuliskan surat ini dan diutus seorang anak rohaninya untuk mengantar surat tersebu...sebab paulus saat itu sedang dalam penjara.

Struktur Surat

Struktur Surat Paulus kepada jemaat Filipi adalah sebagai berikut:[5]
A. Pembukaan (1:1-11)
1. Salam (1:1-2)
2. Ucapan Syukur dan Doa (1:3-11)
B. Kesaksian dan Nasihat-nasihat (1:12-2:30)
1. Kesaksian tentang Paulus (1:12-26)
2. Nasihat-nasihat untuk Gereja (1:27-2:18)
  • Nasihat untuk keteguhan iman (1:27-30)
  • Nasihat untuk merendahkan diri (2:1-4)
  • Kristus sebagai teladan (2:5-11)
  • Nasihat agar tetap taat (2:12-18)
3. Kesaksian tentang Timotius dan Epafroditus(2:19-30)
  • Tentang Timotius (2:19-24)
  • Tentang Epafroditus (2:25-30)
C. Peringatan tentang Ajaran-ajaran Sesat dan pengalaman Paulus serta kehidupannya sebagai teladan (3:1-21)
1. Peringatan tentang bermegah diri (3:1-3)
2. Kehidupan Paulus, dulu dan kini : Sebuah Jawaban bagi Yudaisme (3:4-11)
3. Peringatan tentang Kesempurnaan ( 3:12-16)
4. Kehidupan Paulus sebagai Sebuah Keteladanan (3:17)
5. Peringatan melawan Pengajar-pengajar Sesat (3:20-21)
6. Kehidupan Paulus: Harapan akan dunia yang akan datang (3:20-21)
7. Nasihat-nasihat Terakhir ( 4:1-9)
E. Ucapan terima kasih atas keramahan orang -orang Filipi (4:10-20)
G. Penutup (4:21-23).

Pokok-pokok Teologi

Bersukacita di tengah Penderitaan

Di tengah penderitaan yang dialami jemaat Kristen di Filipi, Rasul Paulus meminta mereka tetap bersukacita.[2] Paulus mengangkat pengalaman pribadinya sebagai seorang pemberita Injil yang harus dipenjara oleh karena Injil yang disampaikannya.[2] Akan tetapi, dalam penderitaan ia tetap masih dapat bersukacita karena Injil itu mendapatkan kemajuan.[2] Banyak orang dalam penjara yang kemudian menjadi percaya setelah mendengarkan Injil yang Paulus beritakan.[2]
Ia juga mengangkat tokoh-tokoh lain seperti Kristus (Filipi 2:5-11), Timotius (Filipi 2:19-24), dan Epafroditus (Filipi 2:19-30).[2] Ketiganya diangkat sebagai contoh yang patut diteladani jemaat.[2] Yesus harus mengalami penderitaan sebelum akhirnya ditinggikan oleh Allah (Filipi 2:6-11).[2] Ini menjadi penghiburan bagi jemaat bahwa jika mereka hidup dalam kesetiaan pada Allah maka mereka juga akan ditinggikan.[2] Sementara itu, Timotius rela memberi diri menjadi pemberita Injil demi Kristus dan Epafroditus yang bahkan hampir mati ketika memberitakan Injil (Filipi 2:21,23).[2]
Lebih khusus, Paulus mendorong jemaat untuk memandang kepada Kristus yang tidak membalas perbuatan buruk orang tetapi mempercayakan semua kepada Allah.[2] Yang perlu dilakukan jemaat adalah menunjukkan sikap bersahabat kepada semua orang (Filipi 2:8) dan tetap teguh dalam iman (Filipi 1:27,28).[2]

Ancaman Perpecahan

Euodia dan Sintikhe adalah dua orang perempuan yang terlibat dalam jemaat dan menjabat sebagai diaken.[2] Akan tetapi di antara keduanya sering terjadi perselisihan yang dikhawatirkan akan merusak persekutuan di antara anggota jemaat di Filipi.[2] Akibat perselisihan di antara mereka pun dapat membuat pertumbuhan jemaat ini menjadi terhambat.[2] Paulus melihat penyebab dari semua itu adalah kurangnya rasa rendah hati dan semangat bersekutu dalam jemaat terlebih khusus dalam diri kedua perempuan tersebut.[2] Oleh karena itu, Paulus meminta kepada mereka untuk menunjukan sikap rendah hati dan juga kepada semua pihak yang terkait dengan perselisihan kedua perempuan itu agar segera menyelesaikan persoalan yang ada.[2] Paulus mengangkat sebuah nyanyian tentang Kristus yang mau merendahkan diri-Nya bahkan taat sampai mati di atas kayu salib.[2] Dengan nyanyian Kristus ini, Paulus mengajak jemaat untuk memiliki kasih yang rendah hati, siap dan tetap satu sekalipun diperhadapkan dengan penderitaan.[3] Demikianlah jemaat di Filipi dipanggil untuk meneladan Yesus.[2]

Ancaman Ajaran sesat

Dalam Filipi pasal 3, Paulus menyerang orang-orang dalam jemaat di Filipi yang sudah terpengaruh oleh lawan-lawan Paulus.[2] Mengenai lawan-lawan Paulus ini, beberapa tokoh muncul dengan pendapatnya masing-masing.[1] Ada yang mengatakan Paulus sedang berhadapan dengan orang-orang Kristen yang menganut aliran Gnostisisme atau para misionaris Yahudi.[1] Ada juga yang menyebutkan bahwa yang dikecam Paulus adalah orang-orang Kristen Yahudi yang masih berpegang pada Taurat agar mendapatkan keselamatan.[1] Sementara pendapat lain menyebutkan Paulus sedang berpolemik dengan Yudaisme, Libertinisme dan kemurtadan.[1] Namun yang diketahui dengan jelas adalah Paulus sedang melawan misionaris Yahudi yang disebutnya 'anjing-anjing' dalam Filipi 3:2-11.[1] Ini mengindikasikan bahwa ada sejumlah orang yang telah berhasil masuk ke dalam jemaat dan memberikan pengaruh negatif pada anggota jemaat.[2] Oleh sebab itu Paulus pada pasal selanjutnya menasihatkan jemaat agar tidak membiarkan diri disesatkan orang-orang itu.[2] Jemaat harus tetap teguh dalam Tuhan sebab kedatangan-Nya sudah tidak lama lagi (Filipi 4:1,5b).[2]

Referensi

  1.  Bambang Subandrijo. 2010, Menyingkap Pesan-pesan Perjanjian Baru 1. Bandung: Bina Media Informasi. hlm. 38-39.
  2. l Samuel B.Hakh. 2010. Perjanjian Baru: Sejarah, Pengatar dan Pokok-pokok Teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi. Hlm. 182-183.
  3.  Willi Marxsen. 2006, Pengantar Perjanjian Baru: Pendekatan Kritis terhadap Masalah-masalahnya. Jakarta: BPK Gunung Mulia. hlm. 60.
  4. } Merrill Tenney. 1995, Survey Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas. hlm. 400.
  5.  Gerald F. Hawthorne. 1983, Word Biblical Commentary : Phillippians. Texas :Word Books Publisher. hlm. xlix.

KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ?

  KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ? Ev. Matius Sobolim, M. Th. ...