Rabu, 05 Juni 2013

Visi Tuhan bagi Gereja



Visi Tuhan bagi Gereja
Matius 1.11-15 

oleh Matius Sobolim

Visi Allah


Meneliti akar dari kekurangan kuasa
Banyak orang Kristen yang mendengar firman Allah. Mereka memahami tantangan dalam Firman Allah tetapi menemukan bahwa mereka tak dapat menjalani kehidupan seperti itu. Banyak yang telah berusaha dan gagal, mencoba lagi dan terus gagal lagi sampai nyaris mencapai titik putus asa, "Bagaimana saya bisa hidup sesuai dengan isi khotbah ini? Aku ingin menjadi manusia seperti yang dikehendaki oleh Tuhan tetapi aku gagal." Melihat keputus-asaan dan frustrasi semacam ini, saya menemukan bahwa mungkin kita perlu kembali ke dasar kehidupan Kristen kita. Kita harus menguji lagi akar komitmen kita untuk melihat apakah ada sesuatu hal yang belum beres.

Itulah persoalan dasar yang akan dibahas dalam seri kelima khotbah ini. Seri ini adalah untuk menguji apakah landasan kekristenan kita kokoh. Kita mau memastikan bahwa tidak ada hal yang terlewatkan di tingkat landasan. Jika ada yang tidak ditangani maka akibatnya adalah hidup kita menjadi tanpa kuasa; kita dapat melihat apa yang ideal, tetapi kita tidak dapat melakukannya.
Tetapi apakah kita sudah melihat ideal yang harus dicapai itu? Khotbah yang pertama ini adalah untuk membantu kita untuk menangkap apa visi Yesus bagi Gereja. Gereja macam apakah yang ditebus oleh Yesus lewat kematianNya? Kita ini diharapkan untuk menjadi Jemaat seperti apa? Secara lebih khusus, pertanyaan yang akan dibahas adalah: Yesus menginginkan Anda menjadi apa? Atau, jika Anda masih belum sampai di sana, apa yang diinginkan oleh Yesus dari Anda? Apa yang Dia inginkan dari saya? Apa yang Dia inginkan dari kita? Ini adalah inti dari khotbah yang pertama ini.

Sesudah kita memahami apa yang Yesus kehendaki dari kita, dan melihat seberapa jauh jarak antara kita dengan tujuan itu, maka kita akan siap untuk masuk ke dalam empat khotbah selanjutnya, yang akan menangani dasar-dasar pemuridan. Landasan macam apakah yang Yesus inginkan di dalam hidup kita? Jika kita telah melewatkan sesuatu di tingkat landasan, maka seluruh masa depan kita menjadi tidak menentu. Hal yang terabaikan di tingkat dasar saat kita membuat komitmen akan datang menghantui kita setiap saat dan melumpuhkan kehidupan Kristen kita selanjutnya.

Harapan saya setelah seri khotbah ini tidak ada lagi yang akan ragu tentang bagaimana menjalani hidup yang berkemenangan. Kita tentu sudah lelah menjalani kehidupan Kristen yang selalu kalah. Kita juga lelah melihat orang lain menjalani kehidupan Kristen yang selalu diisi oleh kekalahan. Sudah saatnya bagi gereja untuk bangkit, dan hidup dalam kepenuhan yang sudah menjadi panggilan Allah kepada kita.

Visi Tuhan bagi Gereja, Perjanjian Baru, Ciptaan Baru
Tugas saya bukanlah untuk memberi Anda pendapat pribadi saya, atau ide-ide saya, melainkan untuk menjelaskan dengan sejujurnya apa ajaran Yesus, dan saya harap setiap dari Anda akan dengan teliti menguji apakah ini memang ajaran Yesus. Tertulis di dalam Matius 11:11-15,
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Surga lebih besar dari padanya. Sejak tampilnya Yohanes Pembaptis hingga sekarang, Kerajaan Surga diserong dan orang yang menyerongnya mencoba menguasainya. Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes dan jika kamu mau menerimanya ialah Elia yang akan datang itu. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!
Dari ajaran Yesus kita melihat bahwa yang terkecil adalah yang terbesar. Barangsiapa merendahkan dirinya sampai ke kedudukan yang terendah akan menjadi yang terbesar di dalam kerajaan Allah. Yesus, pada kenyataannya, telah merendahkan dirinya sampai ke titik nol. Seperti yang kita lihat di dalam Filipi 2, sekalipun dia sejajar dengan Allah, namun dia telah merendahkan dirinya dan mengambil rupa seorang hamba. Bahkan lebih dari itu, Dia rela mati di kayu salib. Dia telah merendahkan dirinya untuk mati dengan cara yang paling aib, mengalami bentuk kematian yang paling hina dan yang paling menyakitkan. Dia telah merendahkan dirinya bukan saja untuk menjadi seorang hamba dan mati tetapi dalam bentuk kematian yang dikhususkan untuk seorang penjahat; tidak ada tempat yang lebih rendah daripada itu. Karena Yesus telah mengambil tempat yang paling rendah - maka Allah meninggikannya, dan memberinya, seperti yang disebutkan dalam Filipi 2, "Nama di atas segala nama." Yesus, dengan rela hati menjadi yang terendah di dalam kerajaan. Setelah menjadi yang terendah, ia juga adalah yang terbesar di dalam kerajaan, sehingga menjadi lebih besar daripada Yohanes Pembaptis. Semuanya ini merupakan sebagian dari kekayaan ayat-ayat ini, tetapi masih ada kekayaan penting yang lain dari ayat-ayat ini.
Mengapa saya berkata bahwa masih ada hal-hal lain selain dari yang telah dirangkum di perikop sebelumnya? Nah mari kita perhatikan penjelasan berikut ini.

i. Pertama-tama, jika yang ingin disampaikan Yesus hanya itu, yaitu bahwa dia lebih besar daripada Yohanes Pembaptis, maka cara hal itu sampaikan sangatlah berbelit-belit. Demikian berbelit-belitnya cara penyampaian itu sehingga diragukan apakah hanya poin itu saja yang ingin dia sampaikan. Poin bahwa Yesus adalah lebih besar dari Yohanes Pembaptis sangatlah sulit untuk dilihat tanpa eksegese yang baik.

Nah jika Anda sedang menyatakan suatu maksud, sangatlah penting bagi Anda untuk memastikan bahwa orang lain bisa memahami maksud Anda, jika tidak maka tidak ada gunanya menyatakannya, karena Anda masih belum menyatakan maksud apapun jika orang tidak mengerti apa yang sedang Anda katakan. Nah apakah orang-orang Yahudi memahami bahwa inilah yang sedang Yesus katakan? Sepertinya tidak. Apakah para murid memahaminya? Kemungkinan besar tidak juga. Namun yang lebih penting lagi adalah bahwa hal itu bertolak belakang dengan gaya penyampaian Yesus. Dia biasanya menyampaikan pernyataannya secara jelas. Dia tidak berbelit-belit.

Sebagai contoh, Dia memang menyatakan bahwa kesaksiannya lebih besar dari kesaksian Yohanes Pembaptis, yaitu, kesaksiannya berasal dari Bapanya. Hal ini disampaikan dengan terus terang. Mari kita simak hal itu di dalam Yoh. 5:36. Poin ini disampaikan dengan sangat jelas, tanpa memakai ucapan yang berbelit-belit yang menimbulkan pengertian yang salah. Yoh. 5:26,
Tetapi Aku mempunyai suatu kesaksian yang lebih penting dari pada kesaksian Yohanes, yaitu segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku, bahwa Bapa yang mengutus Aku. 

Lihat, dia menyatakan poinnya dengan jelas. "Aku mempunyai suatu kesaksian yang lebih penting dari pada kesaksian Yohanes." Ucapan yang sangat terus terang; tak ada kekaburan di dalamnya. Kesaksiannya lebih penting.

Ini karakteristik yang menyolok dari gaya penyampaian Yesus. Yesus menyatakan maksudnya dengan sangat jelas. Jika kita tidak bisa menangkap poinnya, bukanlah karena hal itu tidak disampaikan dengan jelas. Tetapi karena ketumpulan pemahaman rohani kita. Yesus membuat pernyataan yang hampir sama di dalam Lukas 11:32 - dia berkata bahwa pelayanannya lebih penting daripada pelayanan Yunus. Dia tidak berbelit-belit. Orang yang lebih besar daripada nabi Yunus ada di depan mata! Jika penduduk Niniwe bertobat mendengar khotbah Yunus, seharusnya Anda bertobat secara jauh lebih mendalam lagi saat mendengar pemberitaan yang disampaikan oleh Yesus. Jika saat Anda mendengarkan pemberitaan Yesus, Anda tidak bertobat, maka kesalahan Anda menjadi lebih besar daripada para penduduk Niniwe yang segera bertobat mendengarkan pemberitaan dari nabi Yunus. Jadi kita bisa melihat bahwa gaya penyampaian Yesus sangatlah berterus terang.

Jika maksud dari pernyataan - "Yohanes adalah yang terbesar dari antara semua orang yang dilahirkan oleh perempuan tetapi yang terkecil sekalipun di dalam kerajaan Allah lebih besar daripada dia" - hanyalah sekadar berarti "Aku lebih besar daripadanya", saya kira poin tersebut sangat sulit untuk diterima.

ii. Lebih dari itu, kita juga melihat hal berikut, bahwa Yesus di dalam ajarannya posisi yang terbesar dan yang terkecil itu tidak ditetapkan; Dia membiarkan posisi itu tetap terbuka bagi siapa saja. Kita dapat menemukan hal tersebut berulang kali di dalam Mat 18:4 atau Mat 20:27 dan ayat 28. Mungkin kita cukup melihat ayat yang belakangan ini. "Dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu..." Perhatikanlah bahwa Dia tidak berkata, "Barangsiapa ingin menjadi yang nomor dua di antara kamu..., karena Aku sudah menjadi yang terutama, maka menjadi yang nomor dua adalah pilihan yang tersedia buatmu." Jika Yesus bermaksud untuk berkata bahwa dia sudah menjadi yang terutama, maka tidak perlu dipersoalkan lagi siapa yang akan menjadi yang terutama di antara Anda karena Yesus tentu selalu menjadi yang terutama. Paling Anda hanya dapat menjadi yang kedua setelah dia.

Mat 20.27-28
"Dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."
Jadi Anda bisa lihat di sini, 'Barangsiapa ingin menjadi terkemuka...' Dia membiarkan posisi ini terbuka.

Nah, semua ini menunjukkan bahwa Yesus membuat pernyataan di dalam Mat. 11:11 ini dalam pengertian yang lebih luas. Dia menggunakan ungkapan yang serupa di sini. Orang yang menjadi yang terkemuka adalah barangsiapa yang menjadi yang terkecil, tetapi bahkan yang paling kecil sekalipun, yang terhina, masih lebih besar daripada Yohanes Pembaptis.
iii. Poin ketiga yang kita lihat adalah bahwa Yesus selalu mengidentifikasikan dirinya sebagai yang terkecil di dalam kerajaan. Dia tidak sekadar berkata, "Akulah yang terkecil." Dia juga menyebutkan orang-orang lain sebagai yang terkecil dan dia menyamakan dirinya dengan mereka yang menjadi yang terkecil di dalam kerajaan. Kita melihat hal itu, sebagai contoh, di dalam Luk. 9:48. Saya akan membacanya secara singkat saja kepada Anda. "Barangsiapa...," katanya kepada mereka, yaitu para murid, "Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." Di sini dia jelas tidak sedang merujuk kepada dirinya sendiri ketika berkata, "Barangsiapa..." Dia tidak sekadar berkata, "Akulah yang terkecil, jadi Akulah yang terbesar." Dia berkata, "Barangsiapa...," jadi kita tidak perlu, dan kita mestinya tidak boleh, mempersempit pengertian ini hanya kepada satu orang saja, yaitu hanya merujuk kepada Yesus saja.

Hal yang sama menyangkut identifikasi dirinya dengan yang terkecil, dapat Anda lihat di dalam Mat. 25:40, di saat penghakiman yang terkenal itu, di mana dia berkata, "Semua yang telah kamu perbuat atas sadudaraKu yang paling hina, telah kamu perbuat padaKu." Dia menyamakan dirinya dengan yang paling hina; walaupun 'yang paling hina' itu bukan diri-Nya. Apakah Anda memahaminya? Hal yang sama terlihat juga di dalam Mat. 25:45.

Jadi di dalam semua pernyataan itu kita mulai melihat bahwa Yesus memiliki tujuan yang jauh lebih luas serta tidak mempersempit makna ungkapan itu kepada dirinya sendiri.
iv. Nah hal apa lagi yang dapat kita lihat dari ini? Mari kita susun pertanyaan ini dengan cara lain. Yesus berkata bahwa yang terkecil dari kerajaan Allah lebih besar daripada Yohanes Pembaptis. Lalu siapakah yang terkecil itu? Jika kita berkata bahwa tidak ada orang lain yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis selain Yesus, maka pernyataan itu adalah salah jika dicocokkan dengan Perjanjian Baru. Mari pikirkan hal ini: Siapakah yang lebih besar - berdasarkan pengamatan atas fakta-fakta yang ada - rasul Paulus atau Yohanes Pembaptis? Saya pikir hanya beberapa orang yang akan meragukan bahwa Paulus lebih besar daripada Yohanes Pembaptis. Ini berarti pernyataan bahwa hanya Yesus yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis tentunya tidak benar. Rasul Paulus juga lebih besar daripada Yohanes Pembaptis. Penilaian akan fakta ini dapat dibenarkan dari segala aspek, entah dinilai dari kuasa pemberitaan Paulus, jangkauan pelayanannya, tanda-tanda yang dinyatakan melalui dia - dalam semua hal itu Paulus lebih besar dari Yohanes Pembaptis. Jika saya bertanya, "Siapakah yang lebih besar - rasul Petrus atau Yohanes Pembaptis?" Saya pikir Anda tentu akan berkata rasul Petrus lebih besar, dari segi jangkauan pelayanan, dari kuasa Allah yang bekerja melalui dia, baik dari perbuatan mau pun perkataannya. Inilah pokok pentingnya, kita mulai melihat bahwa sekalipun pernyataan itu secara mendasar adalah benar, bahwa Yesus tentulah lebih besar daripada Yohanes Pembaptis, namun pernyataan itu tidak dapat dipersempit hanya mengacu pada diri Yesus saja. Lalu bagaimana kita memahami persoalan ini?

Dilahirkan dari rahim perempuan vs dilahirkan dari Roh
Mari kita dengan teliti mencermati penelaahan eksegese kita. Apa yang sedang Yesus sampaikan di sini? Poin apa yang sedang Dia ungkapkan? Dia berkata bahwa kitab Taurat dan semua nabi, semuanya itu bernubuat sampai dengan tampilnya Yohanes. Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Yang terjadi selanjutnya adalah bahwa kerajaan Allah tampil di dalam pemberitaan Firman Allah. Dan sejak saat itu kerajaan Allah telah mengalami kekerasan. Kemudian Dia melanjutkan, dalam konteks ini, bahwa mereka yang terkecil di dalam kerajaan Allah, bahkan yang paling hina dari antara mereka, adalah lebih besar daripada Yohanes Pembaptis.

Dapatkah Anda melihat arah pembicaraan kita ini? Saya tadi mengatakan bahwa kita perlu menangkap visi Yesus bagi gerejaNya. Visi Yesus bagi gereja adalah: Di dalam kerajaan Allah, dengan kuasa Roh Kudus melalui ciptaan baru, setiap orang Kristen, setiap murid adalah lebih besar daripada Yohanes Pembaptis. Renungkan hal ini sejenak dan cobalah untuk  menyerap makna penting dari ucapan Yesus ini. Mungkin Anda mengira bahwa Anda.



Devinisi Visi


Visi

 Oloh
Matius Sobolim, S. Th. 




Dalam Tahun ………. Aku Melihat Tuhan Duduk Di Atas Tahta Yang Tinggi Dan Menjulang, Dan Ujung Jubahnya Memenuhi Bait Suci” (Yesaya 6:1).
A.    Pengantar
Apa sesungguhnya visi itu? Apakah visi itu adalah monopoli dari orang yang disebut visioner saja? Ada yang berkata bahwa pemimpin visioner sajalah yang memiliki visi, sedangkang visi itu tidak ada pada orang kebanyakan. Apa sebenarnya yang sedang terjadi? Hampir bisa diduga bahwa orang yang seperti ini cenderung mengatakan bahwa ia tidak memiliki visi  karena beberapa alasan. Pertama, Orang sering sulit mengetahui serta menemukan visi karena pada dasarnya mereka tidak memahaminya dengan baik. Kedua, Dari sudut pandang lain, orang juga sering tidak memahami apa dan di mana sumber visi itu, dari mana visi itu datang, bagaimana cara untuk mengetahuinya serta apa cara menggali serta mengembangkannya di dalam diri? Ketiga, visi itu sering disamakan dengan mimpi, sehingga orang sulit menemukannya. Dalam membahas pokok seputar VISI, maka ada tujuh pokok perbincangan yang akan didiskusikan dalam Bab ini. Ketujuh pokok percakapan itu adalah antara lain: 1. Apa sebenarnya VISI itu? 2. Karakteristik dari VISI.,  3. Tanda dari VISI., 4. Menggali VISI., 5. VISI dan IMAN., 6. Membagi VISI. dan 7.  Visi dan Perubahan. 
                                                                                                                      
  1. 1. APA SEBENARNYA VISI ITU?
Anda tentu telah mengetahui bahwa ada banyak definisi dan pemahaman tentang VISI dalam berbagai literatur. Istilah VISI  berasal dari kata VISION (Bahasa Inggris) yang berakar dari kata visoum (Middle English), dan vision (Old France) yang bersumber dari istilah Latin visio, visus, videre, yang arti dasarnya ialah “to see atau melihat.” Arti selengkapnya dari vision ini adalah “tindakan atau kekuatan melihat dengan mata; atau kemampuan intuisi melihat.” Visi dapat juga berarti “kemampuan melihat lebih dari keadaan normal, yaitu suatu kemampuan mental untuk mengimajinasi; dan kemampuan untuk melihat serta memahami sesuatu yang tidak terlihat oleh orang kebanyakan, dsb.” Visi seperti yang diterangkan di atas menjelaskan tentang kekuatan diri untuk melihat karena visi berarti melihat. Kini timbul pertanyaan, yaitu, dengan pengertian visi seperti ini, apakah ada kejelasan mengenai apa sebenarnya substansi visi itu? Barangkali pertanyaan ini dapat disederhanakan, yaitu, “kalau visi artinya melihat, apa sesungguhnya yang dilihat?” Visi yang artinya melihat ini sebenarnya tidak menjelaskan apa yang dilihat itu, sehingga pengertian tentang visi itu sendiri perlu diperjelas. Dari perspektif yang substantif, VISI dapat didefinisikan sebagai berikut: “VISI adalah kemampuan untuk melihat keinginan suci yang ditulis oleh Sang Pencipta di dalam batin (guna menjawab kebutuhan) yang berkaitan erat dengan pemenuhan hidup seseorang atau setiap individu bagi diri mau pun organisasi yang dipimpinnya.”  Defenisi visi yang diungkapkan di atas ini menunjuk kepada Allah sebagai sumber dan pemberi visi  yang dilakukan-Nya dengan menuliskannya di dalam batin setiap orang. Visi juga menjelaskan tentang kemampuan untuk melihat apa yang telah ditulis oleh Allah di dalam batin setiap orang tersebut. Visi yang diberikan oleh Allah ini memiliki tujuan yang pasti yaitu untuk pemenuhan hidup, baik kehidupan individu, rumah tangga mau pun kelompok dan kepemimpinan. Pemahaman definisi visi seperti ini dapat dihubungkan dengan pendapat George Barna yang mengatakan bahwa “Vision is a clear and precise mental portrait of preferable future, imparted by God to His chosen servants, based on accurate understanding of God, self and circumstances.” Pemahaman visi seperti yang ditegaskan oleh Barna ini bersifat ekslusif Kristen, yang juga menempatkan Allah sebagai sumber visi itu. Pada sisi lain ada penekanan yang diberikan pada sisi pemimpin, yang memiliki kemampuan untuk melihat visi dimaksud secara jelas, dimana akhirnya ia dapat mengetahui dengan pasti apa yang dinyatakan Allah mengenai masa depan  yang akan dimasuki kelak. Dalam kaitan dengan pengertian visi seperti yang diungkapkan di atas dan dihubungkan dengan kepemimpinan, maka dapat dikatakan bahwa, “Visi kepemimpinan adalah kemampuan pemimpin untuk melihat serta memahami keinginan suci yang ditulis oleh Allah di dalam batinnya bagi organisasi serta kepemimpinannya.” Pengertian visi seperti ini jelas menunjuk kepada Allah sebagai sumber visi, yang oleh kedaulatan-Nya ia menuliskan keinginan suci itu di dalam batin setiap pemimpin bagi organisasi serta kepemimpinannya. Di sini dapat ditemukan bahwa dalam visi itu ada kehendak Allah yang khusus bagi kepemimpinan seorang pemimpin. Pada sisi lain, visi juga dijelaskan sebagai kemampuan pemimpin untuk melihat secara jelas apa yang tertulis oleh Allah di dalam batinnya untuk dilakukannya. Dalam kaitan ini, Allah sering kali memberikan konfirmasi tentang visi yang ditulis-Nya itu melalui berbagai macam cara. Ia dapat menyatakan visi itu untuk dilihat oleh pemimpin melalui mimpi (Yusuf, Daniel, Paulus, dsb) atau penyataan intuitif langsung atau melalui peristiwa krusial seperti kepada Nehemia dengan berita kehancuran Yerusalem atau Esther dengan berita ancaman maut bagi bangsanya. Visi pun dapat dinyatakan melalui interaksi dinamis dalam kelompok orang  yang terlibat dalam suatu kepemimpinan yang berupaya menemukan jawaban bersama untuk mejawab pertanyaan “mengapa mereka ada sebagai suatu organisasi.” Kebenaran mengenai VISI ini ditegaskan oleh Andy Stanley, dengan mengatakan: “Visi-visi lahir dalam jiwa seorang pria atau perempuan yang dihadapkan kepada ketegangan tentang apa sebenarnya yang ada dan apa yang dapat terjadi.” Hal-hal yang dapat diperhatikan dalam penjelasan Stanley di atas adalah: Visi mulai terlihat dengan adanya kebutuhan terasa dihadapkan dengan kondisi yang tidak memuaskan. Dari sinilah VISI mulai menyatakan diri. Kebutuhan terasa dimaksud menunjuk kepada visi sebagai dasar untuk memberikan jawaban kepadanya. Kebutuhan terasa dan kondisi tidak memuaskan ini kemudian berkembang menjadi suatu gambaran mental yang jelas tentang “apa yang dapat terjadi dari apa yang ada.” Penyataan visi semakin menjadi jelas dengan adanya keyakinan yang kuat atas apa yang mungkin saja terjadi dari apa yang ada itu.  Dengan penyataan visi ini maka pemimpin kemudian dapat memahami visi yang tertulis oleh Allah di dalam batinnya.

1.1.1.      KARAKTERISTIK DARI VISI. dalam upaya untuk menjawab apa sebenarnya VISI itu, tercermin pada pertanyaan tentang “Apa saja yang merupakan karakteristik dasar dari VISI itu?” Pertanyaan tentang karakteristik visi ini dapat dijawab dengan menyimak penjelasan berikut:

1.1.2.      VISI bersifat Ilahiah, berasal dari Allah, yang menuliskan  keinginan suci di dalam batin setiap invidu. Rick Warren berkata, “You exist only because God wills that you exist. You were made by God and for God – and until you understand that, life will never make sense.”[12] Dalam kaitan ini, Alkitab memberikan contoh yang jelas melalui pemanggilan Yeremia dimana Allah sendirilah yang  memberikan konfirmasi kepadanya untuk memahami keinginan suci ini (Banding: Yeremia 1:4-10., Kolose 1:16b, dsb).


1.1.3.      VISI menjelaskan tentang ‘mengapa anda ber-ADA’ (esse), dan apa TUJUAN (purpose) keberadaan anda, serta ‘ke arah mana’ (life objective) hidup anda tertuju’ (yang berhubungan dengan bene esse atau kesejahteraan yang didambakan). Visi dalam pengertian ini menjelaskan tentang tujuan khusus keber-ada-an setiap individu yang memberikan sense of purpose dan fokus yang jelas kepadanya. Dengan demikian, apabila ia menemukan sense of purpose dan fokus ini, maka ia kemudian dapat menjadi berbeda dengan mencapai tujuan kehidupan bagi diri mau pun organisasi yang dipimpinnya. Dalam kaitan ini, anda harus memperhatikan faktor yang disebut di sini bila merumuskan visi itu.
1.      VISI bersifat dulu (life root), kini (now) dan besok (future)., untuk itu anda harus menggali, memimpikannya, dan melihatnya dengan jelas serta mengambilnya sebagai dasar bagi hidup dan kepemimpinan anda.
2.      VISI berkenan dengan kebutuhan dasar dari kehidupan; yang berhubungan dengan kepentingan “pribadi serta kepemimpinan dalam suatu organisasi.” Kebenaran ini menegaskan bahwa visi sejati akan bersifat obyektif, profitabel dan pragmatis bagi banyak orang, visi itu harus selalu membawa kebaikan dan kemanfaatan bagi banyak pihak, karena visi yang benar memiliki unsur altruistik.

3.      VISI membuka mata untuk melihat kekuatan saat ini dan hal-hal yang mungkin dicapai di masa depan, serta memberanikan untuk melompat ke air yang dalam. Visi sejati akan menolong setiap orang untuk memahami bahwa ia memiliki kekuatan dalam dirinya untuk bertindak maju memasuki masa depan.

4.1.1.   TANDA DARI VISI. Setelah mempelajari karakteristik visi seperti yang telah diuraikan, sekarang anda dapat merpindah untuk melihat tanda dari visi. Ada beberapa tanda yang dapat menolong untuk mengidentifikasi VISi itu. Tanda-tanda itu adalah sebagai berikut:
1.      VISI biasanya berteriak keras (di dalam batin) tetapi tidak terucapkan, karena bertalian erat dengan kebutuhan mendasar yang akan membawa keuntungan bagi diri dan orang lain. Tanda pertama ini menerangkan bahwa apa yang disebut visi itu memiliki kekuatan yang sangat mempengaruhi batin setiap individu. Kekuatan dari visi ini membuat individu dimaksud menjadi sadar bahwa ia memiliki sesuatu yang harus diperjuangkan, walau pun pada awalnya ia sulit membaginya kepada orang lain.
2.      VISI itu akan terus menerus mendebarkan batin dengan frekuensi yang semakin tinggi. Visi sejati selalu akan memberikan dinamika bagi individu (pemimpin), dimana ia akan terus menyala dan menjadi dinamis oleh visi itu.
3.      VISI bersifat tunggal sebagai dasar bagi fokus satu-satunya dalam hidup dan kepemimpinan. William Beausay II berkata, “Satu adalah angka yang kuat.” Seseorang dapat saja memiliki beberapa visi bagi diri, rumah tangga mau pun pekerjaan atau karir dan kepemimpinan, tetapi setiap visi dimaksud harus bersifat tunggal, sehingga ia dapat difahami dan dikerjakan secara terfokus.
4.      VISI mendorong untuk menetapkan perhatian yang menjurus ke satu arah (tujuan)., yang menjelaskan tentang adanya ‘sense of purpose.’ Dalam kaitan ini visi yang memberi fokus itu mendorong sehingga pemimpin memahami tujuan yang untuknya visi itu diberi.
5.      VISI menyemangati naluri berpikir yang terus menalar mencari jalan ke luar ke fokus (yang membara dalam batin dan benak) untuk menjawab setiap kebutuhan terkait.
6.      VISI selalu selaras dengan potensi riil yang ada pada seseorang.  Potensi riil ini sering belum disadari sekarang, tetapi ada tanda-tandanya yang jelas. Dengan kata lain visi itu dapat disebut  visi sejati karena selaras dengan potensi riil dalam diri individu (pemimpin).
4.1. 2. MENGGALI VISI. Setelah menggumuli dan mengenal tanda-tanda dari visi
kini timbul pertanyaan lain, bagaimana menggali, menemukan, serta mengembangkan visi (keinginan suci) yang tertulis oleh Allah di dalam batin anda itu? dalam upaya menggali visi, hal pertama yang harus dibuat dari perspektif Kristen ialah berdoa, dimana Anda secara khusus menyatakan kepada ALLAH tentang kerinduan untuk menemukan tulisan tangan-Nya di dalam batin. Berdoa berarti mengadakan perenungan introspektif di hadapan Allah untuk menemukan jawaban atas pertanyaan mengenai keinginan suci (visi) yang telah ditulis-Nya di dalam batin. Ada beberapa beberapa langkah yang harus ditempuh dengan melihat tanda-tanda praksisnya seperti di bawah ini:
1.      Awalilah dengan mencermatilah keinginan terdalam yang adalah keinginan suci.” Keinginan suci ini harus dibedakan dari keinginan biasa, yang ada pada kebanyakan orang. Ingatlah bahwa keinginan suci ini bersifat khusus dan selalu berhubungan dengan kebutuhan pokok yang terasa.[18] Untuk membedakannya dengan keinginan biasa, cermatilah nilai-nilai bagi keinginan itu dan cocokanlah dengan potensi terpendam dalam diri Anda.[19]
2.      “Salurkanlah keinginan suci tersebut dengan jalan mengalimatkannya dengan kalimat berbobot. Contoh bagi kalimat berbobot dimaksud dapat dilihat dengan membandingkan pernyataan berikut: ‘Saya ingin banyak uang, hidup senang,’ dan ‘Saya mau memperkaya orang lain’.”[20] Apabila Anda telah mengalimatkan visi maka anda sedang berpindah dari suatu ide kepada konsep. Konsep ini adalah sebagai lambang fakta, yang dengannya akan terwujud kenyataan yang didambakan secara riil nanti. Sebagai contoh, anda dapat merangkum pernyataan visi sebagai berikut: “…………. ada untuk memuliakan Allah dengan memperkaya banyak orang.” Perhatikanlah ini, “…….. ada” menunjuk kepada subyek yang substantif, yang keberadaannya adalah untuk memuliakan Allah. “Memuliakan Allah” menunjuk kepada utopi; dan “memperkaya banyak orang,” menunjuk kepada tujuan operasi kerja dari pribadi mau kepemimpinan dalam suatu organisasi.
3.      Sebagai dasar untuk melangkah membuat “suatu perencanaan strategis” guna melaksanakan visi anda dimaksud, maka anda membuat sebuah potret tentang bagaimana anda mengerjakan dan mengalami pemenuhan (menggapai) visi dimaksud” (sekarang di suatu masa yang akan datang) sebagai langkah kegenapan visi anda itu.[21] Membuat potret masa depan diawali dengan membuat skenario masa depan sebagai dasar untuk membangun suatu perencanaan strategis (strategic planning).[22] Dengan adanya perancanaan strategis ini, anda dapat mengetahui dengan pasti akan visi, misi, fokus dan inti bisnis kepemimpinan yang menjelaskan tentang tugas-tugas yang akan dikerjakan mencapai tujuan yang telah dicanangkan dalam organisasi yang anda pimpin.

4.1.2.   VISI DAN IMAN. Iman sangatlah diperlukan dalam upaya menetapkan dan melaksanakan VISI. Iman di sini merupakan pengukur keabsahan visi dan penentu pelaksaannya. Kini timbul pertanyaan, apa sebenarnya IMAN itu, dan apa hubungannya dengan VISI? Dalam perspektif Kristen, Kitab Suci secara gambling menegaskan, “Iman adalah bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibrani 11:1). Di sini iman menjelaskan tentang visi sebagai sesuatu yang memiliki dasar pembuktian. Merumuskan hubungan ini lebih jauh, dapat dikatakan bahwa IMAN adalah VISI, yaitu “Melihat hal yang ingin kita capai, jauh sebelum itu ada” (J.C. Bowling). Beberapa unsur penting dari hubungan VISI dan IMAN (Iman dan Visi) dapat dijelaskan sebagai berikut ini:

1.      IMAN adalah dasar bagi VISI, yang merupakan landasan bagi pencapaian gambaran “mimpi masa depan” yang didambakan.[23] Dapat dikatakan bahwa iman menjadikan visi sebagai suatu kenyataan, dan iman memastikan bahwa visi adalah sejati.

2.      IMAN meneguhkan VISI, dan berperan sebagai BUKTI bahwa visi yang didasarkan atas iman itu adalah nyata (riil), dapat dikerjakan serta dapat dicapai. Dalam kaitan ini, visi menjadi pasti sepasti iman akan TUHAN, dan ada hal-hal nyata yang akan dilakukan untuk mencapai hal-hal nyata lainnya di masa depan yang juga pasti.


3.      VISI yang dibangun di atas iman menjelaskan tujuan organisasi dan meneguhkan untuk berjalan ke depan mencapainya. Dengan adanya visi, maka individu (pemimpin) dapat melihat tujuan yang jelas ke depan,  serta dapat mengetahui apa-apa saja yang patut dikerjakan untu mencapai tujuan dimaksud.

4.      VISI dan IMAN meneguhkan kepemimpinan, sehingga pemimpin dapat memimpin orang lain yang diawali dengan membagi visi. Dengan adanya visi (kepemimpinan) maka pemimpin dengan sendirinya memiliki kuasa untuk memimpin, karena dengan visi dimaksud ia dapat membuat sesuatu terjadi. Dengan visi yang sama, ia  pun dapat menggerakan orang lain (bawahan) untuk bertindak secara sinergis dengan berbagi visi dimaksud. Dengan berbagi visi, pemimpin dapat memastikan bahwa upaya memimpinnya (leadership attempt) pasti akan terlaksana.


5.      VISI dan IMAN memastikan masa depan bertujuan, meneguhkan harapan mencapainya, karena VISI dan IMAN adalah “FAITH LEAP.”[24] Dengan adanya visi bertujuan ini, individu (pemimpin) dapat melihat jalan ke masa depan yang memberikan kekuatan dan memberanikannya untuk melompat ke dalam peluang (melompat ke air yang dalam), mencipta masa depan yang cerah.

6.      VISI dan IMAN memberi semangat untuk membangun motivasi tinggi dan mendukung guna mengatasi tantangan bersama untuk maju secara konsisten.[25]

4.1.3.   MEMBAGI VISI. Telah dikatakan sebelumnya bahwa VISI memiliki kekuatan yang ampuh untuk mengangkat dan membawa seseorang ke atas serta ke depan. Secara khusus dapat dikatakan bahwa, VISI memberi kuasa bagi pelaksanaan kepemimpinan, karena itu, VISI KEPEMIMPINAN itu harus dibagi. Dalam kaitan ini, visi harus dilihat sebagai api yang membinarkan kekuatan yang menghangatkan. Bill Newman mengatakan: “Visi adalah seperti api unggun di perkemahan, dimana orang-orang akan berkumpul mengelilinginya, karena di sana ada cahaya, energi, kehangatan dan kebersamaan.” Visi yang memiliki kekuatan seperti yang digambarkan di sini menjelaskan bahwa visi dapat dibagi, sehingga menjadi milik semua orang. Sekarang bagaimana VISI itu dapat Anda bagi? Visi itu dapat dibagi dengan memperhatikan langkah penting berikut ini.

1.      Gunakanlah visi itu untuk melihat gambaran suatu akhir dengan jelas, sebagai dasar untuk melibatkan orang lain. Aristoteles berkata, “Jiwa tidak dapat berpikir tanpa adanya suatu gambaran.”  Dalam kaitan ini, visi memberi kemampuan untuk membuat dan membagi gambar visi, pemimpin dapat membuat visualisasi profil masa depan serta siap membaginya kepada orang lain.
2.      Perhatikanlah perubahan yang akan terjadi dengan adanya gambaran akhir atau gambaran profil masa depan dari visi ini, dan keuntungan apa yang saja yang akan dicapai, serta alasan kuat untuk mencapainya. Dengan gambaran akhir ini, seorang pemimpin dapat mengetahui secara pasti tentang apa yang dapat dan harus dilakukan untuk menggapai visi itu.
3.      Anda dapat berbagi visi itu dengan memberikan gambaran masa depan secara jelas. Dengan gambaran masa depan yang jelas ini anda memiliki alat untuk mengambarkan masa depan. dimana Anda juga dapat membangunkan keyakinan dan semangat semua orang yang anda pimpin bahwa visi dimaksud dapat dicapai secara bersama.
4.      Kunci untuk berbagi VISI dalam perspektif Kristen memiliki kekuatan khas. Kekuatan khas ini adalah seperti yang dikatakan oleh Larry Crabb, bahwa “Suatu visi yang dibagi berkenan dengan bagaimana seseorang adanya dan dapat menjadi kemudian, memiliki kuasa apabila Roh Kudus telah berbicara kepada jiwanya.”[26] Di sini terlihat jelas bahwa Roh Kudus sendirilah yang meneguhkan visi di dalam jiwa seorang pemimpin. Di atas visi inilah pemimpin dapat membangun gambaran masa depan yang bisa diungkapkannya secara dinamis oleh pertolongan Roh Kudus.

5.      Kebenaran tentang berbagi visi yang memiliki daya dorong kuat ini ditegaskan oleh Burt Nanus dengan mengatakan, “Tidak ada mesin penggerak organisasi ke arah ekselensi dan sukses jangka panjang dari pada membagi secara luas suatu visi yang atraktif, bermanfaat, dan dapat dilaksanakan untuk mencapai masa depan.”[27] Dari uraian Burt Nanus ini dapat dikatakan dengan tegas bahwa visi harus dirumuskan secara atraktif, pragmatis dan aplikatif yang olehnya pemimpin dapat membaginya kepada orang yang dipimpinnya. Berbagi visi seperti inilah yang menyebabkan adanya daya dorong yang menggerakan semua komponen organisasi untuk terlibat aktif dalam kinerja kepemimpinan.

6.      VISI DAN PERUBAHAN. Telah dibincangkan sebelumnya bahwa visi yang adalah keinginan suci memberikan kemampuan untuk memahami kehendak Allah dan melihat ke depan akan apa yang akan terjadi. Kondisi ini dapat disebut sebagai “perubahan.” Perubahan dapat dijelaskan sebagai keadaan yang dinamis yang terus bergerak ke arah bentuk yang baru ke depan. Perubahan ini dapat berbentuk berubahan internal atau pun perubahan eksternal, yang menyangkut perubahan esensi, bentuk, makna, fungsi dan peran yang dapat terjadi secara penuh maupun setengah, mengganti, modifikasi, dan sebagainya. Mengaitkan perubahan dimaksud dengan visi, maka Rick Warren mengatakan, “Visi adalah kemapuan untuk menilai dengan tepat perubahan-perubahan yang terjadi dewasa ini dan menarik manfaat dari perubahan-perubahan tersebut.” Mencermati apa yang diuraikan oleh Rick Warren ini dapatlah dikatakan bahwa dengan keinginan suci pemberian Allah (visi), pemimpin dapat belajar untuk melihat adanya perubahan-perubahan pesat yang terjadi dan menyesuaikan strategi serta tindakannya untuk melangkah secara baru menjawab tantangan perubahan dengan menginisiasi perubahan ke depan. Dalam kaitan ini, pemimpin perlu peka terhadap kondisi perubahan dalam arti yang sebenarnya. Hal inilah yang dikatakan oleh Rick Warren bahwa “visi adalah perasaan peka terhadap setiap kesempatan[28] Menghadapi kondisi perubahan dimaksud, ada dua hal yang dapat dikerjakan secara simultan yaitu:

7.      Mengembangkan sikap kepekaan terhadap masa depan. Dalam upaya mengembangkan kepekaan terhadap masa depan maka ada beberapa langkah yang perlu di cermati. Langkah-langkah tersebut adalah  antara lain:

a)      Membangun pendekatan yang konstruktif sebagai upaya mengidentifikasi hakikat, bentuk, dan kadar perubahan yang sedang terjadi .
b)      Mendefinisikan perubahan dengan melihat gejala-gejala dan mengadakan isolasi dari hakikat, bentuk dan makna perubahan yang sesungguhnya.
c)      Mengantisipasi konflik yang terjadi akibat dari setiap perubahan dan memberikan batas sekat kepadanya sehingga tidak membawa akibat negatif.
d)     Memberi arah yang tegas untuk mengendalikan perubahan terarah seseuai dengan visi yang ada untuk menciptakan masa depan yang di dambakan.
e)      Mencipta skenario masa depan menjawab tuntutan perubahan.[29] Menagani perubahan yang sedang terjadi, pemimpin bertanggung jawab untuk mencipta skenario untuk menghadapi masa depan yang telah dicanangkan. Skenario masa depan itu dapat dilakukan dengan mengambil langkah berikut ini:
f)       Menegaskan kembali akan visi yang telah ditetapkan untuk menetapkan arah yang jelas ke masa depan.
g)      Menggali info dari pengalaman masa lalu terhadap isu yang berkaitan dengan visi untuk mempelajari kecenderungan-kecenderungan yang akan ditimbulkan oleh perubahan.
h)      Menemukan indikator dari apa yang telah terjadi guna menemukan jawaban bagi apa yang mungkin terjadi nanti.
i)        Menetapkan langkah-langkah strategis yang akan ditempuh ke depan untuk membawa perubahan, sehingga anda tidak digilas oleh perubahan itu.

B.     RANGKUMAN.
            Di sini telah didiskusikan tentang VISI dengan  mempertanyakan apakah sebenarnya VISI itu, apa pula karakteristik dan tanda-tanda-nya serta hubungannya dengan iman, serta bagaimana menggali dan membaginya di tengah perubahan yang nyata. Pokok-pokok dimaksud telah dijabarkan secara rinci sehingga diharapkan bahwa setiap aspek dari visi sudah menjadi jelas bagi anda. Kiranya anda dapat memahami, memiliki dan membatinkannya dalam hidup, yang menjadi landasan bagi anda untuk melaksanakannya. Telah ditegaskan bahwa visi dapat diumpamakan seperti api kecil yang dapat membakar hutan rimba dengan akibat yang dahyat. Dengan kekuatan visi, seorang individu (pemimpin) dapat melihat rencana Allah, ia dapat mamahami masa lalu yang memberikan kepastian tentang kebenaran visi masa kini untuk melangkah ke depan. Dengan visi seorang individu (pemimpin) dapat melihat masa depan dengan jelas dan ia pun akan mampu untuk mengajak orang lain untuk berjalan bersama-sama memasukinya. Bagaimana seseorang pemimpin dapat mengajak orang lain untuk turut bersama dengannya menuju ke masa depan? Hal penting yang perlu dilakukan seorang pemimpin untuk melibatkan orang yang dipimpinnya dengan visi kepemimpinan yang TUHAN berikan kepadanya, ialah:
1.      Berdoalah dengan tekun atas apa yang perlu diketahui dari TUHAN Allah berkenan dengan visi yang diberikannya.
2.      Berpikirlah sejernih mungkin untuk mencari secara introspektif dengan sensitivitas rohani yang tinggi.
3.      Berpikirlah sebesar (berpikir besar) dan seluas (berpikir mendalam) mungkin untuk memahami, dengan melihatnya secara jelas melalui gambaran mental yang lengkap.
4.      Kembangkanlah visi dimaksud melalui suatu gambaran mental dengan melakukan ‘brain storming’ untuk pemahaman lengkap.
5.      Padukan dengan nilai-nilai Anda untuk menetapkan suatu rumusan visi pribadi atau kepemimpinan.

Sekarang Anda telah memiliki suatu pernyataan visi, yang olehnya anda dapat berbagi dan mengajak orang lain untuk memahaminya serta mengikut Anda ke depan.

KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ?

  KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ? Ev. Matius Sobolim, M. Th. ...