Minggu, 09 Juni 2013

ANALISIS ONTOLOGIS MENGENAI PEMIKIRAN THEOLOGIS: Suatu Studi Perbandingan Antara Theologi Antroposentris dan Theosentris



ANALISIS ONTOLOGIS MENGENAI PEMIKIRAN THEOLOGIS:
Suatu Studi Perbandingan Antara Theologi Antroposentris dan Theosentris


Oleh
Matius Soboliem, S. Th.



PENDAHULUAN
Bertentangan dengan persepsi pada umumnya yang percaya bahwa
kebanyakan pendeta tidak tertarik dengan theologi, maka paper ini akan membuktikan hal yang sebaliknya. Baru-baru ini, penulis mendapatkan kesempatan untuk memberikan
Sobolimmatius@gmail.com
kuliah tentang ‘pemikiran dasar theologis’ kepada sekelompok pendeta yang telah berpengalaman dalam melayani di gereja di China. Selama kuliah berjalan, penulis takjub ketika mendapati bahwa orang-orang tersebut mengekspresikan ketertarikan mereka yang sangat dalam akan theologi. Mulai dari peristiwa itulah penulis menyadari bahwa ada dua alasan mengapa para pendeta tersebut selama ini tidak begitu tertarik dengan theologi.

1.   Sebagian besar theolog lebih tertarik dengan keahlian berbicara yang tinggi dan memukau tanpa memperdulikan pemahaman orang lain. Mereka lebih mementingkan gengsi dan harga diri mereka dari pada hal-hal yang sifatnya praktis serta akademis lebih dari pada praktis. Selain dari pada gelar, karya tulis, dan seminar-seminar yang mereka lakukan, mereka tidak memberikan kontribusi yang baik dan praktis bagi gereja, juga tidak memiliki pelayanan yang berbuah di gereja dan juga di dalam komunitas kekristenan. Lebih lagi, sebagian besar dari presentasi mereka tidak memberikan apa-apa selain daripada perdebatan yang tidak penting, yang mengganggu pemikiran dan iman jemaat. Karena semangat perdebatan tersebut, mereka sering kali membuat perpecahan dan konflik di dalam gereja.

2.   Sebagian besar dari pemikiran theologis adalah tidak praktis, sulit untuk dimengerti atau dipahami. Bahkan banyak theolog yang justru berusaha untuk memperumit kebenaran yang sebenarnya sederhana, sehingga membuat Injil yang sederhana menjadi tidak berbuah sama sekali.

Kedua hal tersebut merupakan alasan-alasan mengapa para pendeta tidak menyukai theologi. Masalahnya sederhana, bukan terletak pada diri para pendeta yang tidak tertarik dengan theologi atau pelajaran theologis, melainkan pada pengajar theologi yang telah mengajarkan theologi dan pemikiran theologi dengan metodologi yang sama sekali tidak praktis. Karena hal inilah maka para pendeta tersebut kurang memiliki persiapan yang mendalam untuk bertheologi, dan menganggap bahwa usaha untuk bertheologi tidak menghasilkan banyak buah dalam pelayanan melainkan hanya membuang banyak biaya dan usaha, oleh sebab itu mereka merasa enggan untuk melibatkan diri dalam pendidikan theologi.

Faktanya, apabila seseorang yang berkecimpung dalam pemikiran theologi atau pendidikan theologi dapat mengejahwantahkan dan mengakomodasi theologi dengan menggunakan bahasa yang sederhana untuk menyampaikan pemikiran theologi, maka penulis percaya bahwa para pendeta tersebut akan mendengarkan dengan serius dan dengan segenap hati mereka untuk dapat melibatkan diri dalam pemikiran theologi dan pendidikan theologi dengan serius. Dengan demikian, para praktisi yang telah sangat berpengalaman tersebut dapat meningkatkan pelayanan mereka untuk suatu pelayanan yang lebih baik dan lebih besar untuk kemuliaan Tuhan dan membawa berkat yang besar bagi jemaat.

Berdasarkan komitmen dan keyakinan di atas maka paper ini ditulis sebagai usaha untuk menganalisa pemikiran dasar theologi dengan maksud untuk menyediakan sebuah fondasi dan kerangka kerja bagi para praktisi dan pendeta untuk mengkaji ulang prinsip-prinsip yang beroperasi dalam pelayanan mereka.


ANALISIS PROPOSISIONAL
          Paper ini akan berusaha menganalisis secara ontologis untuk mengkategorikan pemikiran-pemikiran theologi yang dewasa ini berkembang dalam kekristenan. Istilah analisis-ontologis membutuhkan penjelasan tersendiri. Istilah ontologis yang dipakai penulis dalam paper ini sebenarnya memiliki arti hal-hal yang mendasar, sederhana dan yang merupakan fondasi dari pemikiran, orientasi serta pemahaman seseorang akan iman dan praktiknya. Tujuan penulis adalah menggunakan metode semacam itu untuk membuat perbandingan kategorial akan metode berpikir, orientasi dan garis pemikiran seseorang yang secara sengaja atau pun tidak sengaja dilakukan untuk memahami theologi, iman, dan praktiknya.[1]



PELAJARAN UNTUK DIPELAJARI
Mengkategorikan pemikiran-pemikiran theologi tidaklah mudah. Di sebagian besar kasus kita mengetahui bahwa banyak sekolah pemikiran theologi, beberapa diantaranya baik dan banyak juga yang kurang baik. Secara tradisional, sejak zaman para rasul para theolog membagi pemikiran theologi ke dalam dua kategori, yaitu: Alexandrian dan Antiochian. Untuk memberikan sebuah pemahaman yang lebih baik, Gusto Gonzales, seorang sejarahwan theologi yang terkenal, mencoba merevisi pembagian sekolah-sekolah theologi dari dua kategori menjadi tiga kategori yaitu: Alexandrian (Origen and Clement.), Carthegian (Tertulian), Antiochian (Ireneaus), yang disebut dengan Theologi A, Theologi B, dan Theologi C.1 Menurut Gonzales, Theologi A mewakili golongan Aleksandria yang pemikirannya mengadopsi dasar filosofi sebagai fondasi theologi mereka; sedangkan Theologi B mewakili kelompok Karthago (Secara tradisional disebut Antiokhian) menggunakan dasar retorika dan hukum, dan Theologi C (sebuah pendekatan baru yang diperkenalkan oleh Gonzales) lebih menekankan kepada masalah-masalah pastoral sebagai dasar dari theologinya. Menurut penulis, Gonzales berhasil menyediakan suatu kerangka kerja yang lebih lengkap untuk penggolongan pemikiran theologi, dan karena itu ia menyediakan sebuah argumentasi akademik dan historis yang sangat kuat bagi kasusnya. Meskipun demikian, karena pendekatannya terlalu menekankan akademik dan anti tradisional, maka pendekatan tersebut tidak mendapatkan tanggapan yang mengesankan dan kurang direspon oleh kaum akademis, juga tidak menimbulkan perdebatan yang panas, dan kurang lebih lima tahun pendekatan ini hilang begitu saja.

Karena alasan itulah, paper ini tidak berusaha untuk membuat kategori lainnya demi menyusun sebuah pemikiran theologi yang khusus, akan tetapi paper ini ditulis untuk menyediakan sebuah pendekatan analisa metodologi terhadap orientasi dari pemikiran-pemikiran theologi secara umum di dalam analisa ontologis, dengan tujuan untuk melihat hal-hal yang memiliki kesamaan dan perbedaan. Oleh sebab itu, penulis berusaha untuk menghindari masalah-masalah kontroversial dengan membuat suatu kerangka kerja bagi pembaca agar pembaca memiliki sebuah ruang yang luas untuk melakukan refleksi untuk mengisi kekosongan dari pemikiran theologi mereka sendiri.

Paper ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama ditujukan kepada pembaca umum dengan tujuan untuk menyediakan sebuah kerangka pemikiran dasar yang sederhana untuk mengkategorikan pemikiran dasar theologi; sedangkan bagian kedua ditujukan untuk para pendeta dan mahasiswa theologi yang melakukan analisa secara mendalam dan komprehensif akan metode serta orientasi theologi mereka. Dengan menyediakan sebuah kerangka pemikiran dan struktur yang dapat diaplikasikan, penulis berharap mereka akan memiliki sistem iman dan kepercayaan yang berguna bagi pelayanan mereka. Penulis juga berusaha menyediakan beberapa ilustrasi pada bagian terakhir.



ANALISIS-ONTOLOGIS YANG SEDERHANA AKAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN THEOLOGIS

Dua Kategori Theologi
Berdasarkan analisa ontologis yang sederhana akan pemikiran theologi, kita akan menemukan bahwa ada dua kategori theologi, yaitu: orientasi theosentris dan orientasi antroposentris. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa orientasi theosentris berpusatkan pada Tuhan dan orientasinya adalah: “dari Allah, oleh Allah, dan untuk Allah,” seperti yang dikatakan oleh Paulus dalam Roma 11:36. Sebaliknya, orientasi Antroposentris memusatkan pemikirannya kepada manusia dan mengadopsi orientasi: “dari manusia, oleh manusia dan untuk manusia.”

Faktanya sederhana, ada dua rute orientasi, karena pemikiran theologi tidak pernah terlepas dari dua mata kapak, Allah dan manusia. Setiap orientasi selanjutnya dapat di bagi ke dalam dua bagian: 1) orientasi theosentris terdiri dari: i) genuine theocentric (theosentris murni), ii) dan quasi theocentric (seakan-akan theosentris), 2) sedangkan orientasi antroposentris dapat dibagi menjadi: i) pure anthropocentric (antroposentris murni) dan ii) quasi anthropocentric (seakan-akan antroposentris) atau pseudo theocentric.

Yang dimaksud dengan genuine theocentric adalah sebuah komitmen iman yang teguh terhadap orientasi theologi yang percaya bahwa semuanya berasal dari Tuhan, oleh Tuhan, dan untuk Tuhan. Sedangkan orientasi quasi theocentric, sekalipun memiliki sebuah kepercayaan yang teguh bahwa “segala sesuatu berasal dari Tuhan” akan tetapi disengaja atau pun tidak memasukkan unsur-unsur kepentingan manusia dalam proses pemikirannya sehingga membuat sifat dari teosentrisnya menjadi tidak murni.

Orientasi ini tampak seperti theosentris, tetapi sebenarnya jauh dari orientasi theosentris yang sebenarnya, oleh sebab itulah penulis menyebutnya sebagai quasi theocentric theology. Hampir sama, pure anthropocentric artinya adalah sebuah komitmen iman yang teguh terhadap orientasi theologi, yang percaya bahwa semuanya berasal dari manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Sedangkan quasi anthropocentric, sekalipun percaya bahwa “segala sesuatu berasal dari manusia” namun memerlukan Tuhan dalam proses pemikirannya, sehingga orientasi ini merupakan antroposentris yang tidak murni. Orientasi ini memiliki sifat yang bisa membuatnya menjadi theosentris, akan tetapi masih jauh dari theosentris yang murni, oleh sebab itu orientasi ini lebih tepat disebut sebagai “theosentris semu.” Faktanya, analisa detail masih mungkin apabila kita ingin melihat bagaimana setiap orientasi ini beroperasi dalam konteks theologi. Analisa berikut ini akan membantu kita untuk mengupas dua orientasi yang telah dipaparkan di atas serta bagaimana mereka beroperasi.


Kerangka Singkat Orientasi-orientasi dari Pemikiran Theologis
Kategori 1: Orientasi Theosentris
A. Genuine Theocentric Orientation
Dari Allah, oleh Allah, untuk Allah
B. Quasi-Theocentric Orientation:
i) Dari Allah, oleh Allah, untuk Allah
ii) Dari Allah, oleh manusia, untuk manusia
iii) Dari Allah, oleh manusia, untuk Allah

Kategori 2: Orientasi Antroposentris
A. Pure Anthropocentric Orientation
Dari manusia, oleh manusia, untuk manusia
B. Quasi Anthropocentric atau Pseudo Theocentric Orientation:
i) Dari manusia, oleh Allah, untuk manusia
ii) Dari manusia, oleh Allah, untuk Allah
iii) Dari manusia, oleh manusia, untuk Allah

Pada dasarnya, selain orientasi genuine theocentric semua orientasi lainnya baik sengaja atau pun tidak telah memasukkan unsur manusiawi dalam proposisi dan pengulasan theologi mereka. Oleh sebab itu, semua orientasi lainnya harus dikategorikan sebagai “quasi theocentric” atau “pseudo theocentric orientations.” Mereka telah memasukkan beberapa pemikiran theologis yang tidak murni dalam komitmen serta orientasi theologi mereka, dengan mengabaikan keabsolutan Tuhan serta tuntutan-Nya. Dengan menggunakan kerangka pemikiran yang demikian untuk mempresentasikan pemikiran theologi dewasa ini, kita harus mengakui hanya ada sedikit sekali genuine theocentric theology. Apa yang kita miliki sekarang ini sebagian besar adalah pure anthropocentric, pseudo theocentric, dan quasi theocentric. Ini adalah sebuah fakta yang harus membuat kita para pendeta dan orang percaya merasa prihatin!




MENGEMBANGKAN DAN MENGUMPULKAN KEMBALI ORIENTASI THEOSENTRIS DALAM PEMIKIRAN THEOLOGI

Klarifikasi atas Orientasi Theosentris
Kita harus mencatat bahwa ada perbedaan antara theologi dan divinity.2 Theologi didasarkan pada wahyu Allah, yang merupakan buah dari refleksi dan pembacaan umat Tuhan akan wahyu Allah. Tidak diragukan lagi, semua theologi pasti melibatkan aktivitas manusia, demikian juga theologi theosentris. Bahkan bisa dikatakan bahwa theosentrisitas harus melibatkan faktor-faktor serta pemikiran manusia dalam pengulasan theologinya. Dengan kata lain, orientasi theosentris adalah inklusifitas dari antroposentrisitas, dan theosentrisitas melibatkan faktor manusia. Ini adalah keajaiban dari anugerah Tuhan yang murah. Sebaliknya antroposentris kemungkinan adalah inklusifitas dari theosentris. Mengacu kepada fakta akan keterbatasan dan keberdosaan manusia, kapanpun manusia bertidak, akan selalu mengambil sentralitas dari pemikirannya serta mengesampingkan sentralitas dari Allah.

Inilah alasan, mengapa theosentrisitas adalah sangat penting, hanya ada satu cara, satu orientasi, dan satu pemikiran yang benar: Dari Tuhan, melalui/oleh Tuhan, untuk/bagi Tuhan. Inilah satu-satunya theocentric theology yang benar. Untuk lebih jelasnya kita menyebutnya sebagai “Genuine Theocentric Theology.”



Theologi Antroposentris dan Kaitannya
Di dalam pembahasan tentang anthropocentric theology di bagian pertama, sudah dijelaskan bahwa orientasi antroposentris adalah sistem kepercayaan dalam pemikiran manusia yang memiliki kerangka pemikiran: Dari manusia, oleh manusia, dan untuk manusia. Seperti telah kita bahas sebelumnya, bahwa karena Tuhan adalah Sang Pencipta, maka antroposentisitas adalah mungkin diterapkan dalam konteks theosentrisitas, dan bukan sebaliknya. Dengan pemahaman yang demikian, maka orientasi antroposentris dapat dipahami dalam tujuh pendekatan. Untuk lebih memudahkan, penulis akan memaparkan analisa ini dalam kerangka pemikiran berikut ini:
1. Dari Tuhan, oleh Tuhan, untuk manusia.
2. Dari Tuhan, oleh manusia, untuk manusia
3. Dari Tuhan, oleh manusia, untuk Tuhan
4. Dari manusia, oleh manusia, untuk manusia
5. Dari manusia, oleh Tuhan, untuk manusia
6. Dari manusia, oleh Tuhan, untuk Tuhan
7. Dari manusia, oleh manusia, untuk Tuhan

Dari 7 pendekatan di atas, hanya poin 4, yang merupakan antroposentris murni, yang lainnya bisa dipahami dalam dua cara yaitu: pemikiran antroposentris yang memiliki orientasi antroposentris, atau pemikiran theosentris yang memiliki orientasi antroposentris. Kedua pendekatan di atas disebut “theocentric humanism” dan “humanistic theology,” atau “anthropo-theocentric thought orientation.” Dari luar semuanya terlihat sama, tetapi secara ontologis mereka hampir identik. Keduanya membawa nama Tuhan, akan tetapi menggunakan nama Tuhan dengan sia-sia, akhirnya diakhiri dengan manusia sebagai perhatian utama mereka. Untuk masalah ini akan dibahas secara lengkap berikut ini.
1. Theocentric Humanism
Semua theocentric humanism memiliki kesamaan karena diawali dengan Tuhan, akan tetapi dalam proses pemikiran dan metodologi, mereka selalu memasukkan faktor manusia dalam operasi mereka. Pendekatan pertama yang telah disebutkan di atas yaitu: Dari Tuhan, oleh Tuhan, untuk manusia; pendekatan kedua; Dari Tuhan, oleh manusia, untuk manusia, dan pendekatan ketiga, dari Tuhan, oleh manusia, untuk Tuhan, ketiga-tiganya salah memahami dan salah menggunakan theosentrisitas. Oleh sebab itu kita harus menyebut mereka sebagai “quasi theocentric theology.” Sekalipun mereka semua dimulai dengan Allah dan menjadikan Allah sebagai fondasi pemikiran mereka, akan tetapi, baik dalam arah dan cara kerja mereka, mereka selalu mementingkan manusia dan sentralitas manusia. Akibatnya, mereka semua berakhir dengan bentuk lain dari orientasi theosentris yang menggunakan metode manusia untuk menyelesaikan karya Allah atau membuat Allah sebagai alat untuk mencapai kemuliaan manusia.

2. Humanistic Theology
Apa yang dimaksud dengan humanistic theology adalah pemikiran theologis yang selalu dimulai dengan humanitas, akan tetapi dalam metodologi dan proses pemikiran theologi mereka berusaha untuk melibatkan Allah dan faktor-faktor ilahi, sehingga seakan-akan terlihat seperti theosentris. Sedangkan orientasi yang diekspresikan dalam pendekatan ke lima sebagai “Dari manusia, oleh Allah, untuk Allah, pendekatan ke enam:

Dari manusia, oleh Allah, untuk manusia, dan pendekatan ke tujuh: Dari manusia, oleh manusia, untuk Allah. Semua pendekatan tersebut pada dasarnya dimulai dengan antroposentris. Semua pendekatan tersebut menggunakan manusia sebagai fondasi pemikiran mereka, sekalipun mereka kemungkinan bergantung dan percaya kepada Allah, akan tetapi mereka menjadikan manusia sebagai perhatian utama mereka. Semua pemikiran tersebut harus dikategorikan pseudo theocentric theology3 karena semuanya tidak mengesampingkan natur keberdosaan manusia dalam usaha bertheologi mereka.

Sehingga, semua pendekatan tersebut mengandung tindakan manusia yang salah dan berdosa. Mereka berpikir bahwa selama manusia memiliki kehendak dan kegigihan yang cukup, maka Allah tidak dapat menggagalkan usaha manusia. Bahkan tanpa anugerah Allah sekalipun, segala sesuatu tetap dapat diselesaikan, karena manusia menghendakinya. Sekalipun Allah yang memutuskan, manusialah yang harus berencana dan berusaha. Allah tidak akan mengabaikan kerinduan dan kegigihan hati manusia. Apabila kita melakukan tugas kita, Allah pasti mendengarkan, Dia pasti akan memberi ganjaran bagi mereka yang mencari Dia. Mereka semua salah memahami kehendak Allah dan salah menafsirkan Firman Tuhan sehingga mereka disebut “pseudo theocentric theology.”4

UJIAN DAN ILUSTRASI ANTHPOSENTRIC THEOLOGY
Alkitab mengajarkan bahwa Tuhan kita adalah Penguji hati dan pikiran kita. Yesus suatu waktu mengatakan: Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu! (Mat. 6:22-23). Melihat konteks dari ayat ini, kita dapat mengatakan bahwa kalimat ini ditujukan bagi mereka yang sangat mengenal Hukum. Mereka adalah orang-orang yang “telah mendengar apa yang dikatakan... “Akan tetapi Yesus berkata, “Tetapi Aku berfirman kepadamu...” melihat konteks yang ada kita dapat mengatakan bahwa Yesus hanya menekankan dengan jelas apa yang telah diabaikan! Mereka perlu menguji kembali pemikiran dan orientasi mereka. Sebenarnya artikel ini tidak memberikan sesuatu yang baru, akan tetapi hanya berusaha untuk memunculkan apa yang sebenarnya telah ada dalam pikiran sebagian besar pedeta dan orang percaya supaya kita semua dapat melakukan refleksi dan instropeksi yang mendalam. Penulis berharap agar ilustrasi di bawah ini dapat menerangi kita agar kita dapat melakukan tugas kita untuk memperjelas sentralitas dari pemikiran theologi kita.

1.   Penjelasan Ilustrasi 1: “Dari Tuhan, oleh Tuhan, untuk Manusia” (bentuk operasi Pseudo Theocentric Theology)
Ketika sebuah khotbah mengakui bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan dan oleh Tuhan, akan tetapi dengan atau tanpa sengaja mengakui bahwa Tuhan dan pekerjaan-Nya dilakukan untuk kepentingan dan kemuliaan manusia, maka khotbah semacam itu yang mengklaim ketergantungannya kepada Tuhan, sebenarnya telah memanfaatkan Tuhan untuk kemuliaan Tuhan. Inilah yang diekspresikan dalam doa Yabez (1Taw. 4:10). Banyak orang Kristen tanpa sengaja jatuh ke dalam praktik semacam ini dan tersesat dalam kesalahan yang fatal. Hal inilah yang terjadi dalam “Theologi” Kemakmuran yang dipraktikkan oleh pengikut ajaran-ajaran Karismatik.

Kita harus ingat apa yang selalu Tuhan katakan bahwa Dia tidak akan membiarkan seorang pun merampas kemuliaan-Nya. Biarlah kita semua belajar dari Pemazmur yang mengatakan: Bukan kepada kami, ya TUHAN, bukan kepada kami, tetapi kepada nama-Mulah beri kemuliaan, oleh karena kasih-Mu, oleh karena setia-Mu! (Mzm. 115:1)
.

2.    Penjelasan Ilustrasi 2 dan 3: “Dari Allah, oleh manusia, untuk manusia” dan “dari Allah, oleh manusia, untuk Allah”
Kedua pemikiran ini mengambil Tuhan sebagai fondasi pemikiran mereka, akan tetapi semuanya tergantung kepada pekerjaan manusia untuk menggenapkan tujuannya yang ditujuan baik itu untuk Allah maupun manusia.

Apabila sebuah khotbah mengakui keabsolutan anugerah, karya, dan kuasa Ilahi, akan tetapi dengan atau tanpa sengaja berbicara tentang ketergantungannya kepada sinergisme antara pekerjaan manusia untuk memberikan kemuliaan baik itu bagi Allah maupun manusia, maka pendekatan seperti ini adalah bentuk yang lain lagi dari antroposentrisme yang mengatakan bahwa tanpa manusia, Tuhan tidak dapat melakukan apa pun juga. Sekalipun Allah adalah maha kuasa, akan tetapi tanpa kerja sama dari manusia semuanya akan menjadi sia-sia.

Sangat sering penulis mendengar orang Kristen berkata: Untung saya percaya, kalau tidak bagaimana mungkin saya bisa selamat! Untung saya berdoa, dan berdoa dengan tekun, apabila tidak, bagaimana saya dapat melakukan semuanya? Untunglah saya menyerahkan hidup saya, apabila tidak, bagaimana mungkin gereja ini bisa memiliki seorang pendeta yang baik? Perkataan-perkataan semacam itu mengandung pesan betapa pentingnya keterlibatan manusia dalam pekerjaan Tuhan dan keselamatan. Sangat antroposentris dalam pendekatan mereka! Pendekatan semacam ini sama sekali gagal dalam memahami theosentrisitas! Mereka mencoba memulai dengan iman dalam anugerah, akan tetapi berusaha menyelesaikannya dengan daging dan pekerjaan manusia! Menjadikan manusia sebagai yang paling penting (Gal. 3:3).
3.   Pejelasan Ilustrasi 4: “Dari manusia, oleh manusia, untuk manusia” (anthropocentric theology yang murni)
Pendekatan ini merupakan kasus dari orientasi antroposentris yang murni dimana semuanya berasal dari manusia, oleh manusia, dan untukmanusia. Tidak diragukan lagi ini adalah orientasi yang dilakukan oleh kaum Modernisme, Liberalisme dan orang tidak percaya yang menekankan manusia sebagai sumber dari segala sesuatu, yang awal (the alpha) dan yang akhir (the telos) dari segala sesuatu.

Nebukadnesar dalam kitab Daniel sangat cocok dengan ilustrasi ini. Ketika dia mendapatkan wahyu dari Allah dia sangat terkesan dengan nasehat yang diberikan oleh Daniel. Akan tetapi, dia menjadi lupa diri dan mengatakan: “Bukankah itu Babel yang besar itu, yang dengan kekuatan kuasaku dan untuk kemuliaan kebesaranku telah kubangun menjadi kota kerajaan?” (Dan. 4:30). Akhirnya dia dihalau dari antara manusia dan makan rumput seperti lembu (Dan. 4:33). Bagi mereka yang mengadopsi theologi antroposentris murni, Tuhan berfirman: Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. (Gal. 6:7). Theologi Antroposentris yang murni menurut Paulus adalah “Injil yang lain”.
4.   Penjelasan Ilustrasi 5: “Dari manusia, oleh Allah, untuk manusia”
Secara umum, semua agama percaya akan keberadaan Tuhan. Pada kenyataannya, tidak ada satu agama pun yang menolak keberadaan Tuhan. Secara sosiologis, tujuan dari agama adalah untuk memuaskan dan memenuhi kebutuhan manusia. Dari semua pandangan, budaya, sosiologis, ekonomi dan politik, agama hanyalah sebuah alat. Apabila para pendeta tidak berhati-hati, sudah pasti mereka akan jatuh ke dalam lubang keagamaan yang seperti ini dalam pelayanan mereka dengan menjadikan manusia sebagai dasar iman dan praktik pelayanannya, mempercayai Tuhan untuk mencapai keuntungan manusia. Semua praktik keagamaan, upacara-upacara, ibadah, doa, penyembahan dan persembahan hanyalah sekadar sebuah metode atau alat. Di dalam konteks yang semacam itu, Tuhan hanyalah sebuah simbol, jembatan, dan alat. Operasi yang semacam ini sengaja atau pun tidak membuat orang percaya menyangkali iman mereka akan keabsolutan Tuhan dan mengadopsi sinergisme dan sinkretisme dalam pekerjaan Injil. Inilah sebabnya kita sering menetapkan pikiran kita, menentukan arah dan mengambil jalan kita kita sendiri kemudian berdoa dengan tekun, berpuasa untuk meminta dan memaksa Tuhan agar memenuhi keinginan dan tuntutan kita supaya kita mendapatkan berkat dan kemuliaan. Apakah hal semacam ini dapat disebut sebagai antroposentris? Apabila operasi semacam itu ingin disebut dengan theosentris, maka paling tidak itu adalah sebuah bentuk dari pseudo theocentric.
Penjelasan Ilustrasi 6: “Dari manusia, oleh Allah, untuk Allah”
Ini merupakan bentuk dari pseudo theocentric theology yang paling sulit untuk dimengerti. Pendekatan ini tampaknya sudah salah dari awalnya. Menajdikan manusia sebagai fondasi dari pemikiran theologisnya, berusaha bergantung kepada Tuhan dan dilakukan untuk kemuliaan Tuhan. Faktanya, orientasi ini merupakan bentuk lain dari orientasi yang sebelumnya. Pada dasarnya orientasi ini menunjukkan ketidakmungkinannya, karena pemikiran theologis selalu diakhiri dengan apa yang dimulainya. Sebuah orientasi yang dimulai dengan manusia tidak dapat diakhiri dengan Allah.

 Dalam orientasi ini, Allah hanya merupakan simbol manusia. Itulah sebabnya orientasi ini dikategorikan sebagai “pseudo theocentric religion.” Ilustrasi untuk orientasi ini adalah Ananias dan Safira. Mereka melayani Allah karena keinginan mereka sendiri. Mereka juga mengakui apa yang merkea dapatkan dari Allah dan berusaha memuliakan Allah dengan persembahan mereka. Meskipun demikian, Allah yang memeriksa hati dan pikiran mengetahui bahwa dalam realitanya mereka menjadikan diri mereka sendiri sebagai tujuan akhir dari ibadah mereka dan mendapatkan hukuman kerna perbuatan mereka. Dalam analisa finalnya, orientasi ini adalah identik dengan orientasi kelima.

5.   Penjelasan Ilustrasi 7: “Dari manusia, oleh manusia, untuk Allah”
Ini merupakan orientasi yang paling sulit, theologi yang paling pseudo theocentric. Dimulai dengan manusia, percaya akan kemampuan manusia, akan tetapi ditujukan untuk kemuliaan Tuhan. Dari luar kelihatan sangat berusaha untuk theosentris, akan tetapi apabila dianalisa secara mendalam, kita akan melihat ketidakmungkinan dalam orientasi ini. Agama Kain adalah contoh dari praktik yang semacam ini. Dia datang kepada Allah, tidak merasa berdosa karena perbuatannya, dia memberikan persembahannya dan berasumsi bahwa Tuhan menerima persembahannya. Ketika dia mendapati bahwa persembahannya ditolak oleh Allah, dia menjadi marah dan membunuh adiknya. Bagi dia, agama adalah urusannya sendiri.

Dia yang aktif, dia merasa memiliki hak untuk memaksa Allah menerima persembahannya, karena dia berusaha untuk memuliakan Allah. Demikian juga dengan kedua anak Harun, yang masing-masing mengambil perbaraannya, membubuh api ke dalamnya serta menaruh ukupan di atas api itu. Dengan demikian mereka mempersembahkan ke hadapan TUHAN api yang asing yang tidak diperintahkan-Nya kepada mereka. Faktanya sederhana: Tidak seorang pun dapat menyenangkan Allah tanpa anugrah Allah. Allah tidak dapat menerima api asing dan persembahan yang tidak kudus! (Im. 10:1)

Pada kenyataannya, ketika seseorang mengakui pekerjaan dan kemuliaan Tuhan, akan tetapi memulainya dengan manusia dan bergantung kepada usaha-usaha manusia, maka yang menjadi perhatian utamanya tidak lain hanyalah manusia dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, semuanya berasal dari manusia dan oleh manusia. Ini merupakan contoh yang sangat tepat akan kesalahan tafsir akan wahyu Allah dan keselamatan. Secara theologis, Tuhan, Sang Pencipta tidak membutuhkan ciptaan-Nya untuk membawa kemuliaan bagi diri-Nya sendiri. Menciptakan adalah tindakan Allah yang bebas. Ketika seseorang berusaha memasukkan pandangan pantheistik ke dalam pemahaman theologinya, maka aktivitas keagamaan menjadi tidak lebih dari sekadar usaha untuk memercikkan percikan ilahi di dalam manusia. Ini merupakan peneguhan akan divinitas manusia, menganggap manusia sebagai bagian dari Allah, dan bahkan Allah itu sendiri. Aktivitas keagamaan menjadi tidak lebih dari sekadar usaha untuk mebebaskan jiwa yang tertekan dari materi, kedagingan dan nafsu, untuk menaikkan jiwa manusia. Ini merupakan duplikasi dari mistisisme, materialisasi dari gnostisisme dalam praktik kontemplasi. Sebuah pengertiann yang sama sekali salah akan theologi theosentris, karena mereka memperlakukan spiritualitas yang sejati sebagai praktik spiritualitas dan lebih lanjut mengambil spiritualitas sebagai kehidupan spiritual, sebuah kegagalan umum dari theologi kontemporer.

AFIRMASI ORIENTASI REFORMED: KESIMPULAN
Tujuan penulis adalah untuk memaparkan kerangka pemahaman pemikiran theologi dalam kategori analitis. Dimulai dengan pernyataan yang jelas akan pembagian dari pemikiran theologi yang didasarkan pada asumsi ontologis dan proposisi, baik itu theosentris maupun antroposentris. Dengan menyediakan sebuah kerangka pemikiran yang tepat untuk merefleksikan dan mengevaluasi dengan benar metodologi, orientasi dan pemikiran theologi seseorang yang erat kaitannya dengan fondasi bertheologi dan pelayanan pastoral.

Faktanya, theologi theosentris yang benar harus merefleksikan lima prinsip paradigma reformasi dari abad ke 16 yaitu, sola scriptura, sola gracia, sola fide, solus Christus, and soli Deo gloria. Di atas fondasi theosentris yang kuat itulah theologi dipaparkan, yang sudah pasti mengandung humanitas tetapi bukan humanisme, usaha manusia tetapi bukan sentralitas manusia, yang selalu menekankan keabsolutan Tuhan dan anugerahnya yang berdaulat. Inilah pembacaan yang tepat akan doksologi Paulus yang theosentris yang berbunyi:

O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! (Rm. 11:33-36).

1.   Sebagian besar orang menganggap theologi dan divinitas adalah sama. Sebanrnya berbeda. Theologi adalah dimulai dengan Tuhan, sebuah tindakan iman yang dihasilkan dari panggilan Tuhan yang mulia kepada manusia di dalam intelektualnya dengan tujuan untuk mempelajari dan merefleksikan Firman dan karya Tuhan dalam sejarah manusia. Theologi merupakan respons yang setia dari manusia terhadap wahyu Allah. Sebaliknya, divinitas adalah tidakan manusia yang berusaha untuk menemukan Tuhan berdasarkan akan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Tuhan tanpa wahyu Tuhan. Divinitas merupakan hasil dari beroperasinya keagamaan manusia.

2.   Kenyataannya, orientasi ini harus dikategorikan sebagai Quasi Anthropocentric Theology karena bersifat antroposentris di fondasinya, akan tetapi tidak seterusnya demikian. Agar tetap konsisten, penulis menggunakan istilah Pseudo Theocentric Orientation untuk menggambarkan pemikiran semacam ini.

3.   Penulis tidak membedakan antara pemahaman yang innocent dengan kesalahtafsiran yang disengaja akan Firman Tuhan. Kapanpun seseorang mulai dengan Tuhan, kemudian memasukkan usaha manusia dalam proses orientasi pemikirannya, itu adalah kesalahan dalam memahami firman Tuhan. Oleh sebab itu hal ini dikategorikan sebagai Quasi Theocentric.

 Sekalipun demikian, ketika seseorang mulai dengan manusia, kemudian disengaja atau pun tidak memasukkan Tuhan dalam pemikiran theologinya, adalah juga kesalahan dalam menafsirkan firman Tuhan. Tindakan semacam itu mengambil metodologi dari orientasi Pseudo Theocentric. Keduanya berbeda dalam memulainya. Perbedaan ini dibuat berdasarkan setiap metodologi, arah dan orientasi pemikiran dalam sebuah pembahasan yang sederhana.


[1] Analisis Ontologis Mengenai Pemikiran Theologis (Pdt. Prof. Joseph Tong, Ph.D.)

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru – apa bedanya



Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru – apa bedanya


Oleh
Matius Soboliem, S. Th.





Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru – apa bedanya?




Perjanjian Lama meletakkan dasar untuk pengajaran-pengajaran dan peristiwa-peristiwa 
dalam Perjanjian Baru. Alkitab adalah wahyu progresif. Jikalau Anda melangkahi setengah
Anikmas
dari buku yang bagus dan berusaha untuk menamatkannya, Anda akan sulit untuk memahami para pemerannya, jalan ceritanya dan bagian akhirnya. Demikian pula, Perjanjian Baru hanya dapat dipahami secara utuh ketika dipandang sebagai sesuatu yang dibangun di atas dasar peristiwa-peristiwa, para pemeran, hukum, sistem persembahan, perjanjian dan berbagai janji Perjanjian Lama.

            Jika kita hanya memiliki Perjanjian Baru (PB) kita akan datang kepada Injil tanpa mengetahui mengapa orang-orang Yahudi mencari Mesias (Raja Penyelamat). Tanpa PL, kita tidak akan mengerti mengapa Mesias datang (lihat Yesaya 53); kita tidak dapat mengenali Yesus, orang Nazaret itu, sebagai Mesias melalui berbagai nubuat mendetil mengenai Dia (tempat kelahiranNya (Mikha 5:2); cara kematianNya (Mazmur 22, khusus ayat 1, 7-8, 14-18; Mazmur 69:21, dll), kebangkitanNya (Mazmur 16:10), dan banyak lagi detil pelayananNya (Yesaya 52:13; 9:2, dll).

            Tanpa PL kita tidak dapat memahami adat istiadat orang-orang Yahudi yang disebutkan secara sambil lalu dalam PB. Kita tidak akan dapat memahami pemutarbalikan yang dilakukan orang-orang Farisi terhadap hukum Allah saat mereka menambahkan kebiasaan mereka sendiri pada hukum itu. Kita tidak akan mengerti mengapa Yesus begitu marah ketika Dia menyucikan halaman Bait Allah. Kita tidak akan mengerti bahwa kita dapat menggunakan hikmat yang sama yang digunakan Kristus ketika berulang kali Dia menanggapi para seterunya (baik manusia maupun Iblis).

            Demikian pula halnya kitab-kitab Injil dan Kisah Para Rasul dalam Perjanjian Baru mencatat banyak penggenapan nubuat yang diutarakan ratusan tahun terdahulu dalam Perjanjian Lama. Banyak dari nubuat-nubuat ini berhubungan dengan kedatangan pertama dari Mesias. Dalam kelahiran, kehidupan, mujizat, kematian dan kebangkitan Yesus sebagaimana ditemukan dalam kitab-kitab Injil kita mendapatkan penggenapan dari nubuat-nubuat Perjanjian Lama yang bertalian dengan kedatangan yang pertama dari Mesias.



Detil-detil inilah yang mengokohkan klaim Yesus bahwa Dia adalah Kristus yang dijanjikan. Bahkan nubuat-nubuat dalam Perjanjian Baru (banyak di antaranya terdapat dalam kitab Wahyu) adalah berdasarkan nubuat yang terdahulu yang terdapat dalam kitab-kitab Perjanjian Lama. Nubuat-nubuat Perjanjian Baru ini berhubungan dengan peristiwa-peristiwa sekitar kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Kurang lebih dua dari tiga ayar Wahyu adalah berdasarkan ayat-ayat Perjanjian Lama.

            PL juga mengandung berbagai pelajaran yang dapat kita petik dari kehidupan banyak tokoh yang jatuh dalam dosa. Dengan mengamati kehidupan mereka kita dapat didorong untuk percaya kepada Allah apapun yang terjadi (Daniel 3) dan tidak berkompromi dalam hal-hal yang sepele (Daniel 1) sehingga pada akhirnya kita dapat setia dalam hal-hal yang besar (Daniel 6). Kita belajar bahwa paling baik mengaku dosa secepatnya dan dengan sungguh-sungguh serta bukannya melemparkan kesalahan (1 Samuel 15). Kita dapat belajar untuk tidak bermain-main dengan dosa karena dosa akan menerkam kita dan gigitannya mematikan (lihat Hakim-Hakim 13-16).

            Kita dapat belajar bahwa kita perlu bersandar (dan taat) kepada Allah jika kita mau mengalami kehidupan tanah-perjanjian Allah dalam hidup ini dan firdaus di kemudian waktu (Bilangan 13). Kita belajar bahwa jika kita membayangkan hal-hal berdosa, kita sementara mempersiapkan diri untuk berdosa (Kejadian 3, Yosua 6-7). Kita belajar bahwa dosa memiliki konsekwensi bukan hanya untuk diri kita sendiri, namun juga untuk orang-orang sekitar kita yang kita kasihi, dan sebaliknya, perbuatan baik kita bukan hanya berpahala untuk diri sendiri, namun juga untuk orang-orang yang ada di sekitar kita (Kejadian 3; Keluaran 20:5-6).



Dalam Perjanjian Baru kita memiliki teladan Petrus untuk kita pelajari – bahwa kita tidak boleh bersandar pada kekuatan kita sendiri karena kalau demikian kita AKAN gagal (Matius 26:23-41). Dalam kata-kata dari penyamun di salib, kita melihat bahwa melalui iman yang sederhana dan tulus kita akan diselamatkan dari dosa-dosa kita (Lukas 23:39-43). Kita juga melihat bagaimana ciri gereja Perjanjian Baru yang bersemangat (Kisah 2:41-47; 13:1-3, dll).

            Juga karena wahyu Alkitab bersifat progresif, Perjanjian Baru memperjelas pengajaran-pengajaran yang hanya dikiaskan dalam Perjanjian Lama. Kitab Ibrani menggambarkan bagaimana Yesus adalah Imam Besar yang sejati dan pengorbananNya yang sekali itu menggantikan semua korban yang hanya merupakan gambaran dari pengorbananNya.



Perjanjian Lama memberikan Hukum yang terdiri dari dua bagian: perintah dan berkat/kutuk yang bersumber dari ketaatan atau ketidaktaatan pada perintah-perintah itu. Perjanjian Baru memperjelas bahwa Allah memberi perintah-perintah ini untuk memperlihatkan kebutuhan manusia akan keselamatan dan bukan untuk menjadi jalan keselamatan (Roma 3:19).

            Perjanjian Lama menggambarkan sistem persembahan yang diberikan Allah kepada orang-orang Israel untuk secara sementara waktu menutupi dosa-dosa mereka. Perjanjian Baru memperjelas bahwa sistem ini hanyalah kiasan dari pengorbanan Kristus yang melaluinya keselamatan dapat diperoleh (Kisah 4:12, Ibrani 10:4-10). Perjanjian Lama memperlihatkan firdaus yang hilang; Perjanjian Baru memperlihatkan firdaus yang diperoleh kembali melalui Adam yang kedua (Kristus) dan bagaimana suatu hari itu akan dipulihkan kembali.



            Perjanjian Lama menyatakan bahwa manusia terpisah dari Allah karena dosa (Kejadian 3), dan Perjanjian Baru menyatakan bahwa manusia sekarang dapat dipulihkan kembali hubungannya dengan Allah (Roma 3-6). Perjanjian Lama menubuatkan kehidupan Mesias. Kitab-kitab Injil pada umumnya mencatat kehidupan Yesus dan Surat-Surat menafsirkan kehidupanNya dan bagaimana kita harus menanggapi segala yang telah dan akan dilakukanNya.



            Kembali, sekalipun Perjanjian Baru adalah gambar yang “lebih jelas,” Perjanjian Lama tidak kalah pentingnya. Selain meletakkan dasar untuk Perjanjian Baru, tanpa PL kita tidak memiliki dasar untuk menentang kesalahan pemutarbalikan politik dalam masyarakat kita di mana evolusi dipandang sebagai pencipta dari semua spesies selama jutaan tahun (dan bukannya hasil dari penciptaan Allah secara khusus dalam enam hari secara harafiah). Kita akan menerima bahwa pernikahan dan keluarga adalah struktur yang berevolusi yang harus terus berubah seiring dengan perubahan masyarakat, dan bukannya sebagai desain Allah untuk membesarkan anak-anak yang saleh dan untuk melindungi mereka yang kalau tidak akan dimanipulasi dan disalahgunakan (paling sering adalah perempuan dan anak-anak).

            Tanpa PL, kita tidak akan dapat mengerti janji-janji yang masih akan digenapi Allah terhadap bangsa Yahudi. Akibatnya, kita tidak dapat secara tepat melihat bahwa masa kesengsaraan besar adalah masa tujuh tahun di mana Allah akan secara khusus berkarya dengan bangsa Yahudi yang dulunya menolak kedatanganNya yang pertama namun akan menerima Dia pada kedatanganNya yang kedua kali. Kita tidak akan memahami bagaimana pemerintahan 1.000 tahun Yesus adalah sesuai dengan janji-janjiNya kepada orang-orang Yahudi dan juga bagaimana itu cocok dengan bangsa-bangsa bukan Yahudi. Kita juga tidak akan dapat melihat bagaimana bagian akhir dari Alkitab menyimpulkan hal-hal yang belum selesai yang dimulai di bagian awal dari Alkitab, bagaimana Allah akan memulihkan dunia ini menjadi firdaus sebagaimana yang direncanakanNya, dan bagaimana kita akan menikmati hubungan yang dekat dengan Allah secara pribadi sebagaimana yang terjadi di taman Eden.

            Secara ringkas, Perjanjian Lama meletakan dasar dan untuk mempersiapkan bangsa Israel untuk kedatangan Mesias yang akan mengorbankan diriNya bagi dosa-dosa mereka (dan bagi dosa-dosa dunia). Perjanjian Baru menceritakan kehidupan Yesus Kristus dan kemudian menoleh ke belakang kepada apa yang dilakukanNya dan bagaimana seharusnya kita menanggapi karunia hidup kekal dan menghidupi kehidupan kita dengan rasa syukur untuk segala yang telah diperbuatNya bagi kita (Roma 12). Kedua Perjanjian ini mengungkapkan Allah yang sama sucinya, sama pemurahnya dan sama adilnya, yang harus menghukum dosa namun ingin membawa orang-orang berdosa kepada diriNya melalui pengampunan yang hanya dimungkinkan melalui korban penebusan Kristus sebagai pembayaran untuk dosa. Dalam kedua Perjanjian, Allah mengungkapkan diriNya kepada kita dan bagaimana kita harus datang kepadaNya melalui Yesus Kristus. Dalam kedua Perjanjian kita mendapatkan segala yang kita perlukan untuk hidup kekal dan hidup yang saleh (2 Timotius 3:15-17).[1]


PERBEDAAN AGAMA KRISTEN DENGAN BIDAT KRISTEN (Gerakan Mormon, Saksi Yehova & Children of God)



PERBEDAAN AGAMA KRISTEN DENGAN BIDAT KRISTEN
(Gerakan Mormon, Saksi Yehova & Children of God)


Oleh
Matius Soboliem 

Pengertian Kata Bidat

Kata “BIDAT” berasal dari kata Arab yang mempunyai pengertian, Suatu ajaran atau aliran yang menyimpang dari ajaran resmi. Menurut DR. H. Berkhof dan DR. I.H. Enklaar, “Bidat ditinjau dari sudut Historis adalah persekutuan Kristen (yang kecil) yang dengan sengaja memisahkan diri dari Gereja besar dan ajarannya menekankan Iman Kristen secara berat sebelah, sehingga teologianya dan praktek kesalehannya pada umumnya membengkokkan kebenaran injil.[1]

Bid’at, bid’ah adalah sesuatu yang ditambahkan kepada apa yang tidak terdapat di dalam ketentuan-ketentuan yang sudah digariskan. Bida’ah adalah ajaran yang menyalahi ajaran yang benar. Sedangkan Bidat menurut Yunani kuno mempunyai pengertian “memilih, perbedaan pendapat”; dikalangan filsafat kata ini mempunyai perngertian “aliran, golongan”. Dalam Kisah Para Rasul 5:17 dan 15:5 kata ini diterjemahkan dengan istilah “mazhab, golongan”.[2]

Dalam bahasa Inggris terdapat dua istilah mengenai kata bidat, yaitu :
a) HERESY yang berarti semacam pendapat, pandangan atau credo yang berlawanan dengan credo atau pengakuan gereja. HERETIC yang berarti, orang yang berpandangan salah terhadap doktrin yang akan membawa efek negative dan juga dapat memutar-balikan kebenaran.

b) Cult yang berasal dari kata latin “CULTUS” mempunyai arti pemujaan, penyembahan dan ketaatan. Atau bisa juga disebut ajaran baru yang menyimpang dari ajaran ortodks, satu organisasi yang menyimpang dari kepercayaan, satu kepercayaan yang tidak konvensional, kepercayaan yang non-normatif, gerakan keagamaan baru.[3]

Ciri-Ciri Bidat

Pada umumnya cirri-ciri bidat adalah sebagai berikut :
a) Mengemukakan kebenaran baru
b) Mengemukakan penafsiran baru
c) Mengemukakan sumber otoritas yang non Alkitabiah
d) Mengemukakan Yesus yang lain
e) Mengemukakan doktrin yang berlawanan dengan keyakinan Kristen ortodoks
f) Mengemukakan kepalsuan
g) Mengkultuskan pimpinan bidat[4]

Disamping itu, penulis juga menemukan ciri-ciri bidat yang lain, dilihat dari Alkitab dalam kitab Wahyu 22:18, yang berarti apabila kita menambahkan sesuatu dalam firman Tuhan, malapetaka akan datang padanya karena tidak ada yang boleh menambahkan atau mengurangi isi Alkitab. Tetapi pada kenyataannya masih ada sekumpulan orang yang menambahkan atau bahkan mengurangi isi dari Alkitab yang sudah dikanonisasikan.

Ciri-ciri bidat yang menambahkan dan mengurangi isi Alkitab, yaitu :
1. Injil Plus; artinya, memiliki Kitab Suci yang sama, tetapi ditambah dengan kitab-kitab lain yang memiliki kuasa atau otoritas yang sama dengan Alkitab. Contohnya : Mormon dengan ajaran Joseph Smith, demikian juga dengan aliran saksi Jehova dengan Watch Towernya. Pengajar-pengajar saksi Jehovah tersebut memang membawa Alkitab juga ke rumah-rumah yang didatanginya. Namun, kemudian, mereka akan mempengaruhi jemaat dengan segala tipuan licik mereka yang mereka tuliskan pada majalah tersebut di atas.

2. Injil Minus, artinya ,memiliki Kitab Suci yang sama tetapi sebagian dari Alkitab tersebut dikeluarkan karena tidak sesuai dengan ajaran yang mereka anut. Contohnya : Marcionisme yang mengeluarkan kitab2 yang berbau Yahudi seperti Injil Matius.

Bidat Kristen Dari Masa Ke Masa

Melalui sejarah, dengan jelas terlihat bahwa Gereja selalu menghadapi ancaman musuh dari dua arah. Arah yang pertama adalah dari luar dan yang kedua adalah dari dalam. Ancaman musuh dari luar berbentuk nyata, seperti penganiayaan, pembunuhan, penghancuran dan lain-lain terhadap orang Kristen dan Gereja. Ancaman musuh dari dalam adalah ancaman yang sulit diduga, karena ia bagaikan musuh dari dalam selimut yang tanpa disadari akan membawa efek yang fatal bagi iman kepercayaan umat Kristen.

Ancaman dari dalam ini berbentuk ajaran-ajaran (doktrin) yang menyesatkan atau bidat-bidat yang mau menyelewengkan ajaran murni Alkitab. Bahaya ajaran-ajaran sesat ini bukan timbul pada abad-abad belakangan ini, melainkan sudah ada sejak Gereja didirikan. Dengan kata lain, keberadaan bidat seusia dengan keberadaan Gereja. Bidat-bidat tersebut sudah ada sejak abad pertama sampai dengan sekarang. Yang Penulis bandingkan dalam makalah ini adalah agama Kristen dengan bidat Kristen masa kini. Tetapi tidak ada salahnya kita mengetahui contoh bidat Kristen dari masa ke masa yang diambil dalam buku Pdt. Paulus Daun M.Div., M.Th., Bidat Kristen dari Masa-Ke Masa.

Bidat abad pertama ; Nomianisme, Asceticisme, Anti Resurrection / Anti Antasianisme, Gnosticisme. Bidat abad II dan III ; Ebionisme/Ebionitisme, Marcionisme, Nazarenes, Gnosticisme, Montanisme, Novationisme. Bidat abad IV dan V ; Arianisme, Apollinarianisme, Nestorianisme, Eutychianisme, Pelagianisme. Bidat abad VI s/d XVII ; Monothyletisme, Catharinisme, Waldeness, Joachimisme, Libertinesisme, Socinusisme. Dan terakhir adalah bidat masa kini, yang beberapa dari bidat tersebut, penulis akan membandingkan atau berusaha untuk menemukan perbedaan antara Agama Kristen dengan Bidat Kristen. Bidat pada masa kini ; Campbellisme, Gerakan Mormon, Saksi Yehova, Christian Science, The Worldwide Church of God, Christian Unitisme, Liberalisme / Modernisme, Unification Church (Moonies), Children of God.

Perbedaan Agama Kristen Dengan Bidat Kristen

A. Gerakan Mormon

Gerakan ini menyebut diri sebagai “Gereja orang –orang Kudus pada akhir zaman”. Gerakan ini didirikan oleh seorang Amerika yang bernama Joseph Smith pada tahun 1830. Joseph Smith dilahirkan pada tanggal 23 Desember 1805 di Sharon (Vermont A.S.). dilingkungan keluarga kaum tani yang miskin.[5]

Menurut pengakuan Josep Smith bahwa pada tahun 1823, dalam usia 18 tahun ia mendapat kunjungan dari malaikat yang bernama Moroni. Malaikat tersebut memberitahukannya bahwa pada tahun 420 sesudah Kristus di sebuah bukit dekat Manchester, suatu perkampungan yang terletak didaerah New York, pernah ditanam lempengan-lempengan emas. Dan disuruh malaikat untuk lempengan emas tersebut tertulis huruf-huruf Mesir. Untuk menterjemahkan huruf-huruf tersebut, ia mendapat bantuan Urium Thummim”, sebuah batu yang dipinjam dari malaikat. Setelah menterjemahkan, malaikat mengambil lempengan-lempengan emas tersebut. karya terjemahan ini kemudian dijadikan kitab suci kaum Mormon.[6]

Kesaksian kehidupan moralnya tidak baik. Ia memegang pandangan poligami, dan mengajurkan para pengantunya untuk mengambil istri banyak. Ia sendiri mempunyai beberapa istri. Dia mengawini empat wanita sekaligus dan menyebut perkawinan ini sebagai “perkawinan rohani”. Setelah dia meninggal, Brigham Yong menggantikannya dan mempunyai pandangan yang sama. Brigham mempunyai 28 istri dan 56 anak. Jumlah istri yang masih hidup sewaktu ia meninggal adalah 17 orang. [7]

Pada tahun 1831, Gerakan Mormon mengumumkan pengajaran mereka dalam 13 (tiga belas) pasal kepercayaan, antara lain adalah :
a) Allah. Allah adalah superman yang mempunyai badan dan dapat dilihat dan diraba. Allah adalah adam yang sudah disempurnakan. Orang-orang yang beriman setelah meninggal dunia akan sama seperti adam menjadi ilah dan ilah itu masing-masing mempunyai istri yang dikawini semasa di dunia.

b) Kristus. Yesus adalah anak adam dan maria. Yesus di Kana menikah dengan Marta dan Mariam, sehingga dapat melihat keturunannya sebelum disalibkan (Yes.53:10). Allah lebih besar dari Kristus, Kristus lebih besar dari Roh Kudus yang menjadi pesuruhNya. Joseph Smith adalah keturunan dari Tuhan Yesus.

c) Roh Kudus. Roh kudus itu semacam benda yang kekal keberadaannya yang dialurkan dari atas dan menyebar keberbagai tempat.

d) Allah Tritunggal. Allah adalah satu pribadi, Yesus Kristus juga satu pribadi, demikian pula dengan Roh Kudus. Mereka mimiliki pribadi yang berbeda-beda. Mereka bukan Allah Tritunggal, melainkan tiga Allah.

e) Dosa. Menurut orang-orang Mormon, Adam terpaksa berbuat dosa dengan makan buah pengetahuan baik dan jahat. Karena jika Adam tidak makan buah itu, maka ia tidak mungkin mengetahui hal yang baik dan jahat dan tidak mungkin pula ia mempunyai keturunan. Dengan demikian berarti bahwa ia tidak mentaati perintah Allah yang menghendaki manusia beranak-cucu untuk memenuhi bumi ini.

f) Keselamatan. Menurut pendapat mereka, kematian Yesus tidak dapat menyelamatkan orang lain, melainkan hanya Adam. Keselamatan yang sesungguhnya hanya diperoleh melalui ketaatan pada peraturan-peraturan, sakramen-sakramen Mormon dan perbuatan baik.

g) Gereja. mereka berpendapat bahwa gereja Mormon merupakan gereja satu-satunya yang sejati dan benar.

h) Pernikahan. Mormon mengajarkan praktek poligami dan berpendapat bahwa hubungan suami-istri tidak terbatas hanya di dunia ini, melainkan juga sampai ke akhirat.[8]
i) Akitab. Mereka mengajarkan bahwa ada tiga buku yang mempunyai otoritas yang sejajar dengan Alkitab, yaitu : Kitab Mormon, Doktrin Perjanjian, Mutiara yang bernilai.

j) Penghakiman. Orang yang tidak termasuk dalam Gerakan Mormon akan diadili, demikian juga orang-orang yang menerima sakramen-sakramen dari Gereja lain.



Tanggapan

· Penulis sangat tidak setuju dalam ajaran mormon yang sangat bertentangan dengan ajaran Agama Kristen yang sebenarnya. Mereka mengatakan bahwa Allah mereka dapat diraba dan orang yang meninggal akan sama seperti adam yaitu menjadi ilah. Kita percaya bahwa dalam Agama Kristen percaya pada Allah yang esa, dan tentunya sifat-sifat Allah itu sendiri antara lain tidak dapat dilihat, disentuh atau bahkan diraba. Karena Allah adalah pribadi yang berbentuk Roh, tentunya kita harus meyakini hal ini bahwa Roh tidak dapat diraba. Dalam kitab Kejadian 1:2 juga tertulis bahwa “Roh Allah melayang-melayang”, yang berarti bentuk dari Allah itu sendiri adalah Roh.

· Bahkan pada saat meninggal mereka percaya bahwa mereka akan mendapatkan istri dari istri yang mereka nikahi dalam dunia. Tentu hal ini sangat bertentangan, karena pada saat kita meninggal, kita tidak lagi dalam tubuh jasmani tetapi berbentuk Roh, yang tentunya tidak dapat diraba. Bahkan berhubungan seks pun tidak akan bisa.

· Yesus adalah anak dari Yusuf dan Maria (Matius 1), bukan dari hubungan adam dan maria. Dan memakai akal sehat pun tidak dapat kita telusuri, karena adam dan maria hidup di dua zaman yang berbeda. Bahkan dalam Alkitab pun, adam hidup dalam Perjanjian Lama, sedangkan Maria hidup dalam Perjanjian Baru. Dan itu sudah melewati beberapa ratus tahun lamanya. Jadi sangat tidak masuk akal apabila Yesus adalah hasil dari Adam dan Maria.

· Allah yang kita sembah adalah esa tetapi juga Allah tritunggal, yang berarti kedudukan antara Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Anak adalah sama, tidak ada yang lebih besar, tidak ada yang lebih rendah. Hal ini yang paling sulit dimengerti bagi orang belum percaya, bahkan juga bagi orang yang percaya. Begitu pula dengan Roh kudus. Roh kudus bukanlah benda, tetapi pribadi yang sama dengan Allah Bapa dan Allah Putra. Dan ini sangat berlawanan pada keyakinan Gerakan Mormon yang mengatakan bahwa mereka mempunyai tiga Allah.

· Bagaiamanapun juga Adam tetap mempunyai pilihan dalam kitab Kejadian 3. Dia mempunyai pilihan untuk dapat memakan buah itu atau tidak, dan Allah hanya menguji ketaatan Adam dalam menaati perintah Allah. Tetapi pada akhirnya Adam sendiri yang tidak taat, dia menyimpang dari perintah Allah yang sudah ditetapkan sejak awal. Dan pada akhirnya Adam dan Hawa jatuh dalam dosa. Memang awalanya mereka digoda iblis, tetapi bagaimanapun juga Adam dan Hawa tetap mempunyai pilihannya sendiri untuk dapat memakan buah terlarang itu atau tidak.

· Perbuatan baik tidak akan bisa menyelamatkan, karena apabila kita hidup dan ditimbang antara perbuatan baik dan jahat, tentunya perbuatan jahat kita yang lebih berat. Karena manusia tidak luput dari yang namanya perbuatan jahat, sehingga dalam sehari saja pasti manusia berbuat dosa. Baik dalam pikiran maupun dalam perbuatan, sehingga tidak masuk akal dengan berbuat baik, manusia dapat diselamatkan.

· Apabila memang Yesus adalah manusia biasa, mungkin penulis juga setuju bahwa Yesus tidak bisa menyelamatkan seluruh umat manusia dari dosa yang sudah diperbuatnya. Tetapi Yesus itu adalah Allah sendiri, sehingga Ia juga mampu menyelamatkan seluruh umat manusia. Yesus adalah Allah, Yesus adalah Sang Pencipta (Yoh.1).

· Agama Kristen sangat menentang poligami. Pada saat Allah menciptakan manusia dalam kitab Kejadian 1 dan 2, sangat jelas ide Allah tentang pernikahan yang diikat oleh satu orang pria dan satu orang wanita. Itulah sebabnya Allah menciptakan Adam dan Hawa. Dan Allah tidak menciptakan manusia yang lain. Sehingga memang sejak awal ide Allah tentang pernikahan bukan poligami maupun bukan polyandry. Bahkan dalam salah satu perintah Allah yang tertulis dalam Keluaran 20:17, mengatakan bahwa jangan menginginkan istri orang lain. Jelas disini, Allah ingin kita hanya mempunyai satu istri, atau satu suami

KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ?

  KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ? Ev. Matius Sobolim, M. Th. ...