Kamis, 17 April 2014

Apakah salah mempertanyakan Allah?

Apakah salah mempertanyakan Allah?
          Yang menjadi soal bukanlah apakah pantas bagi kita untuk mempertanyakan Allah, tapi dengan sikap apa – dan dengan alasan apa – kita mempertanyakan Dia. Pada dirinya sendiri bertanya kepada Allah tidaklah salah. Nabi Habakuk bertanya kepada Allah mengenai waktu dan cara pelaksanaan rencana Allah. Bukannya ditegur, Habakuk justru dijawab dengan sabar, dan sang nabi mengakhiri kitabnya dengan nyanyian pujian kepada Tuhan. Banyak pertanyaan diajukan kepada Allah dalam kitab Mazmur (Mazmur 10, 44, 74, 77). Semua ini adalah jeritan dari mereka yang teraniaya, yang sangat mengharapkan campur tangan dan keselamatan dari Allah. Sekalipun Allah tidak selalu menjawab pertanyaan kita dengan cara yang kita ingini, dari bagian-bagian Alkitab ini kita menyimpulkan bahwa pertanyaan yang tulus dari hati yang sungguh-sungguh diterima baik oleh Allah.

            Pertanyaan-pertanyaan yang tidak tulus, atau pertanyaan-pertanyaan dari hati yang munafik adalah merupakan soal yang berbeda. “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” (Ibrani 11:6) Setelah Raja Saul tidak menaati Allah, pertanyaan-pertanyaannya tidak dijawab (1 Samuel 28:6). Adalah berbeda sekedar ingin tahu mengapa Allah mengizinkan peristiwa-peristiwa tertentu dan secara langsung mempertanyakan kebaikan Allah. Meragukan adalah berbeda dari menanyakan kedaulatan Allah dan menyerang karakter Allah. Dengan kata lain, pertanyaan yang jujur bukanlah dosa, tapi hati yang pahit, tidak percaya atau memberontak, itu adalah dosa. Allah tidak takut dengan pertanyaan-pertanyaan. Allah mengundang kita untuk menikmati persekutuan yang dekat dengan Dia. Ketika kita “bertanya kepada Allah” itu harus dari hati yang rendah dan pikiran yang terbuka. Kita dapat bertanya kepada Allah, tapi jangan berharap untuk mendapat jawaban kecuali kalau kita betul-betul tertarik pada jawabanNya. Allah mengetahui hati kita, dan mengetahui apakah kita dengan sungguh-sungguh mencari Dia untuk menerangi kita. Sikap hati kita adalah yang menentukan apakah benar atau salah untuk bertanya kepada Allah.



Oleh: Matius Sobolim, S.Th 

Apakah atribut-atribut Allah? Bagaimanakah Allah itu?

Apakah atribut-atribut Allah? Bagaimanakah Allah itu?
          Kabar baik bagi kita, dalam kita berusaha menjawab pertanyaan ini, adalah bahwa banyak yang dapat kita ketahui mengenai Allah! Anda yang membaca penjelasan ini mungkin akan lebih jelas kalau Anda membaca seluruh penjelasan ini lebih dahulu dan kemudian mengulangi mempelajari bagian-bagian Alkitab yang disebutkan supaya mendapatkan pemahaman yang lebih jelas. Referensi-referensi Alkitab mutlak diperlukan karena tanpa otoritas Alkitab apa yang dikatakan di sini tidak lebih dari sekedar opini manusia yang sering salah mengerti Tuhan (Ayub 42:7). Kita tidak pernah dapat mengatakan dengan cukup betapa pentingnya bagi kita untuk mencoba mengerti siapa Tuhan itu! Kegagalan kita mengerti siapa Tuhan akan menyebabkan kita membentuk, mengikuti dan menyembah illah yang salah yang berlawanan dengan kehendakNya (Keluaran 20:3-5).

            Kita hanya dapat mengetahui apa yang Allah sendiri ungkapkan. Salah satu dari atribut atau qualitas Allah adalah “terang”, yang artinya hanya Dia sendiri yang dapat mengungkapkan informasi mengenai diriNya (Yesaya 60:19; Yakobus 1:17). Fakta bahwa Allah telah mengungkapkan pengetahuan mengenai diriNya sendiri tidak boleh diabaikan begitu saja, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku. (Ibrani 4:1). Ciptaan, Alkitab dan Sang Firman yang telah menjadi daging (Yesus Kristus) akan menolong kita untuk mengenal bagaimanakah Tuhan itu.

            Mari kita mulai dengan memahami bahwa Tuhan Allah adalah Pencipta kita dan kita adalah bagian dari ciptaanNya (Kejadian 1:1; Mazmur 24:1). Tuhan berfirman bahwa manusia diciptakan menurut gambarNya. Manusia melampaui segala ciptaan dan diberikan kuasa atas ciptaan lainnya (Kejadian 1:26-28). Ciptaan telah dikotori oleh “kejatuhan” namun tetap memberikan gambaran mengenai karya Tuhan (Kejadian 3:17-18; Roma 1:19-20). Dengan mempertimbangkan luasnya ciptaan Tuhan, kompleksitasnya, keindahan dan keteraturannya, kita dapat membayangkan keluarbiasaan Tuhan.

Beberapa nama Tuhan berikut ini dapat menolong kita dalam usaha kita mengerti seperti apakah Tuhan itu.

Elohim  – Yang kuat, illahi (Kejadian 1:1)
Adonai  – Tuhan, mengindikasikan hubungan antara Majikan dan hamba (Keluaran 4:10, 13)
El Elyon      – Yang Mahatinggi, Yang paling perkasa (Yesaya 14:20)
El Roi          – Yang kuat Yang melihat (Kejadian 16:13)
El Shaddai  – Allah yang Mahakuasa (Kejadian 17:1)
El Olam      – Allah yang kekal (Yesaya 40:28)
Yahweh     – TUHAN yang “adalah Aku”, artinya Allah yang berada dengan sendirinya dalam kekekalan (Keluaran 3:13,14)

            Mari kita melanjutkan mempelajari atribut-attibut lainnya dari Allah. Allah itu kekal, berarti Dia tidak berawal dan keberadaanNya tidak akan pernah berakhir. Dia kekal, tak terbatas (Ulangan 33:27; Mazmur 90:2; 1 Timotius 1:17). Allah itu tidak berubah, dan ini berarti Allah dapat dipercaya dan diandalkan (Maleakhi 3:6; Bilangan 23:19; Mazmur 102:26, 27). Allah tak terbandingkan, artinya tidak ada satupun yang seperti Dia dalam karya atau keberadaan; Dia tak ada taranya dan sempurna adanya (2 Samuel 7:22; Mazmur 86:8; Yesaya 40:25; Matius 5:48). Allah itu melampaui segala pengertian, artinya Dia tidak dapat diselami dan tidak dapat dipahami secara sempurna (Yesaya 40:28; Mazmur 145:3; Roma 11:33,34).

            Allah itu adil, artinya Dia tidak membeda-bedakan seorang dengan yang lain (Ulangan 32:4; Mazmur 18:31). Allah Mahakuasa, artinya Dia berkuasa atas segalanya, Dia dapat melakukan apa saja yang dikehendakiNya, namun apa yang dilakukanNya senantiasa sesuai dengan karakterNya (Wahyu 19:6; Yeremia 32:17, 27). Allah Mahahadir, artinya Dia senantiasa hadir dan Dia hadir di mana-mana, namun tidak berarti segalanya adalah Tuhan (Mazmur 139:7-13; Yeremia 23:23). Allah Mahatahu, artinya Dia mengetahui masa dulu, sekarang dan akan datang, bahkan segala yang kita pikirkan. Karena Dia mengetahui segala sesuatu, keadilannya selalu ditegakkan (Mazmur 139:1-5; Amsal 5:21).

            Allah itu Esa, artinya bukan saja tidak ada Allah lain, tapi juga berarti hanya Dia yang dapat memenuhi kebutuhan hati kita yang paling dalam, dan hanya Dia satu-satunya yang layak untuk kita sembah dan puja (Ulangan 6:4). Tuhan itu benar adanya, artinya Dia tidak bisa dan tidak akan membiarkan kesalahan. Karena kebenaran dan keadilanNya maka Yesus harus menanggung hukuman Tuhan karena dosa-dosa kita sehingga dosa-dosa kita dapat diampuni (Keluaran 9:27; Matius 27:45-46; Roma 3:21-26).

            Allah berdaulat, artinya Dia adalah Pemegang kekuasaan tertinggi. Semua ciptaanNya, sadar atau tidak sadar, tidak dapat merusak rencana-rencanaNya (Mazmur 93:1; 95:3; Yeremia 23:20). Allah itu Roh, artinya Dia tidak kelihatan (Yohanes 1:18, 4:24). Allah adalah Allah Tritunggal, artinya tiga tapi satu, sama secara substansi, setara dalam kuasa dan kemuliaan. Perhatikan bahwa dalam Matius 28:19, dalam bahasa Inggris, “nama” adalah dalam bentuk tunggal sekalipun dipakai untuk tiga pribadi berbeda-“Bapa, Anak, Roh Kudus” (Matius 28:19; Markus 1:9-11). Allah adalah kebenaran, artinya Dia tidak pernah bertentangan dengan diriNya sendiri, dan tidak dapat melakukan yang tidak benar dan tidak berbohong (Mazmur 117:2; 1 Samuel 15:29).

            Allah suci, artinya Dia tidak dapat bercampur dengan segala kerusakan moral dan menentang segala yang berdosa. Allah melihat kejahatan dan marah karenanya. Sering kali Alkitab menyebutkan api bersama-sama dengan kesucian. Allah dilukiskan sebagai api yang menghanguskan (Yesaya 6:3; Habakuk 1:13; Keluaran 3:2,4,5; Ibrani 12:29). Allah itu penuh anugrah – hal ini termasuk kebaikan, kemurahan, belas kasihan dan kasih – semua kata ini menggambarkan arti dari kebaikan Tuhan. Kalau bukan karena anugrah Tuhan, segala atribut Tuhan akan membuat kita terpisah daripadaNya. Kita bersyukur bahwa bukan demikian halnya karena Dia ingin mengenal setiap kita secara pribadi (Keluaran 22:27; Mazmur 31:20; 1 Petrus1:3; Yohanes 3:16; 17:3).

Ini adalah suatu usaha yang sederhana untuk menjawab sebuah pertanyaan besar. Kiranya Anda terus bersemangat untuk lebih mengenal Dia (Yeremia 29:13).




Oleh: Matius Sobolim, S. Th


Apakah Allah/Alkitab seksis?

Apakah Allah/Alkitab seksis?

          Seksisme adalah salah satu jender, biasanya laki-laki, mendominasi jender lainnya, biasanya perempuan. Alkitab mengandung banyak referensi pada perempuan yang dalam pemikiran modern kita terkesan diskriminatif terhadap kaum perempuan. Apakah ini berarti Allah, dan karena itu Alkitab, seksis? Kita harus mengingat bahwa Alkitab ketika menggambarkan tindakan tidak berarti Alkitab mendukung tindakan tsb. Alkitab menggambarkan laki-laki memperlakukan perempuan tidak lebih dari sebagai barang kepunyaan, namun ini tidak berarti Alkitab menyetujui tindakan itu. Bahkan dalam contoh-contoh di mana Alkitab memberi perintah yang berhubungan dengan perlakuan terhadap perempuan, hal itu tidak merupakan suatu indikasi dari standar yang dikehendaki Allah. Alkitab lebih berfokus pada memperbaharui jiwa kita daripada masyarakat kita. Allah mengetahui bahwa perubahan hati akan menghasilkan perubahan tingkah laku.

            Pada masa Perjanjian Lama seluruh dunia bersifat patriakal. Status sejarah tsb sangatlah jelas – bukan hanya di dalam Kitab Suci, namun juga dalam peraturan sosial yang mengatur kebanyakan masyarakat di dunia. Berdasarkan sistim nilai modern dan pandangan manusia duniawi, hal itu disebut “seksis.” Allahlah yang menentukan keteraturan dalam masyarakat, bukan manusia, dan Dialah Sumber dari berlakukan prinsip-prinsip otoritas. Namun demikian, sama seperti semua yang lain, manusia yang berdosa telah mengacaukan keteraturan ini. Hal ini mengakibatkan ketidaksetaraan dalam posisi laki-laki dan perempuan sepanjang jalannya sejarah. Pengabaian dan diskriminasi yang kita dapatkan dalam dunia bukanlah sesuatu yang baru. Hal itu adalah akibat dari kejatuhan manusia dan masuknya dosa – yang adalah pemberontakan melawan Allah. Oleh karena itu kita dapat dengan benar mengatakan bahwa istilah dan praktik “seksisme” adalah akibat dari – produk dari – dosa umat manusia. Pewahyuan Alkitab secara progresif mengarahkan kita pada penyelesaian untuk seksisme, dan juga untuk semua kebiasaan berdosa dari umat manusia.

            Untuk mendapatkan dan mempertahankan keseimbangan rohani antara posisi otoritas yang telah ditetapkan Allah, kita perlu melihat kepada Alkitab. Perjanjian Baru adalah penggenapan dari Perjanjian Lama, dan di dalamnya kita mendapatkan prinsip-prinsip yang memberitahukan kita jalur otoritas yang benar dan penyelesaian untuk dosa, penyakit dari seluruh umat manusia, dan hal itu meliputi diskriminasi berdasarkan jender.

            Salib Kristus adalah penyeimbang yang agung. Yohanes 3:16 mengatakan, “Barangsiapa” dan ini adalah sebuah pernyataan yang meliputi semuanya dan tidak mengabaikan seorangpun berdasarkan posisinya dalam masyarakat, kemampuannya berpikir atau jender. Kita juga mendapatkan bagian Alkitab dalam surat Galatia yang memberitahukan kita kesempatan yang sama bagi kita untuk keselamatan. “Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua, yang dibaptis (diidentifikasikan) dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” (Galatia 3:26-28). Di salib tidak ada seksisme.

            Alkitab bukan seksis. Karena Alkitab dengan tepat menggambarkan akibat dosa. Alkitab mencatat segala jenis dosa: perbudakan dan perhambaan serta kegagalan dari para pahlawan yang agung. Namun Alkitab juga memberi jawaban dan penyelesaian untuk dosa-dosa melawan Allah dan aturan-aturan yang ditetapkanNya. Jawaban itu? Hubungan yang benar dengan Allah. Perjanjian Lama memandang ke depan kepada pengorbanan yang paling agung, dan setiap kali suatu pengorbanan untuk dosa dilakukan, hal itu mengajarkan perlunya pendamaian dengan Allah. Dalam Perjanjian Baru, “Anak Domba yang mengangkut dosa isi dunia” dilahirkan, mati, dikuburkan dan bangkit kembali dan kemudian naik ke tempatNya di surga, dan di sana Dia berdoa syafaat untuk kita. Melalui percaya kepadaNyalah penyelesaian untuk dosa ditemukan dan hal itu termasuk dosa seksisme.

            Tuduhan seksisme terhadap Alkitab adalah berdasarkan ketidakpengertian akan Kitab Suci. Ketika laki-laki dan perempuan menempati tempat yang telah Allah tetapkan bagi mereka dan hidup sesuai dengan “Demikianlah Firman TUHAN,” maka akan ada keseimbangan yang indah antara jender. Keseimbangan itulah yang dimulai oleh Allah dan akan diselesaikan Allah. Ada banyak perhatian yang tidak pantas yang diberikan kepada berbagai produk dosa dan bukannya pada akar dosa. Hanya ketika ada pendamaian pribadi dengan Allah melalui TUHAN Yesus Kristus maka kita mendapatkan kesetaraan yang sejati. “Kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:32)

Adalah juga penting untuk memahami bahwa perbedaan peranan yang diberikan Alkitab kepada laki-laki dan perempuan bukanlah seksisme. Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa Allah menginginkan para lelaki untuk berperan sebagai pemimpin dalam gereja dan keluarga. Apakah ini membuat perempuan lebih rendah? Sama sekali bukan. Apakah perempuan kurang pintar, kurang mampu dan dipandang lebih rendah dalam pandangan Allah? Sama sekali tidak! Yang dimaksudkan adalah bahwa dalam dunia yang sudah dinodai dosa ini, haruslah ada aturan dan otoritas. Allah telah menetapkan fungsi otoritas demi kebaikan kita. Seksisme adalah penyalahgunaan dari peranan-peranan itu … bukan soal adanya peranan-peranan itu.



 Oleh: MaSobolim, S. Th

Apakah Allah mengubah pikiranNya?

Apakah Allah mengubah pikiranNya?
            Maleakhi 3:6 menyatakan, “Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan lenyap.” Demikian pula Yakobus 1:17 memberitahukan kita, “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.” Makna dari Bilangan 23:19 amatlah jelas, “Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta, bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?” Tidak, Allah tidak mengubah pikiranNya. Ayat-ayat ini menegaskan bahwa Allah tidak berubah dan tidak dapat diubah.

            Namun ini nampaknya bertolakbelakang dengan apa yang diajarkan dalam ayat-ayat lain, seperti misalnya Kejadian 6:6, “maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.” Demikian pula Yunus 3:10 yang mengatakan, “Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Iapun tidak jadi melakukannya.” Keluaran 32:14 juga mengatakan, “Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancangkan-Nya atas umat-Nya.” Ayat-ayat ini bebicara mengenai Tuhan “menyesali” sesuatu, dan kelihatan bertolakbelakang dengan ayat-ayat yang mengatakan bahwa Allah tidak berubah. Namun demikian, analisa lebih dalam dari ayat-ayat ini mengungkapkan bahwa ini bukanlah indikasi yang sebenarnya bahwa Allah dapat berubah. Dalam bahasa aslinya, kata yang diterjemahkan “menyesal” adalah ungkapan dalam bahasa Ibrani yang berarti “berbelas kasihan.” Merasa kasihan untuk sesuatu hal bukan berarti ada perubahan yang terjadi, hal itu hanya menyatakan kesedihan untuk sesuatu yang telah terjadi.

            Pertimbangkan Kejadian 6:6 bahwa, “menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi.” Ayat ini selanjutnya mengatakan, “…dan hal itu memilukan hati-Nya.” Ayat ini mengatakan bahwa Allah menyesal telah menciptakan manusia. Namun jelas bahwa Dia tidak mengubah keputusanNya. Sebaliknya, melalui Nuh Dia mengijinkan manusia tetap ada. Kenyataan bahwa kita masih hidup sekarang ini adalah bukti nyata bahwa Allah tidak mengubah pikiranNya soal menciptakan manusia. Juga konteks dari ayat ini adalah gambaran mengenai keadaan manusia yang hidup dalam dosa, dan dosa manusialah yang memicu kesedihan Allah, bukan keberadaan manusia. Pertimbangkan apa yang dikatakan oleh Yunus 3:10, …“maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Iapun tidak jadi melakukannya.” Kata menyesal di sini adalah kata yang sama dalam Bahasa Ibrani yang berarti “berbelas kasihan.” Mengapa Allah berbelas kasihan kepada orang-orang Niniwe? Karena mereka bertobat, dan sebagai hasilnya, mereka berubah dari tidak taat kepada ketaatan. Allah sama sekali konsisten. Allah akan menghukum Niniwe karena kejahatan mereka. Namun Niniwe menyesal dan mengubah cara hidup mereka. Sebagai hasilnya Allah berbelas kasihan kepada Niniwe, semua ini tetap konsisten dengan karakterNya.

            Roma 3:23 mengajar kita bahwa semua orang sudah berdosa dan tidak mencapai standar Allah. Roma 6:23 mengatakan bahwa konsekwensi dari semua ini adalah kematian (rohani dan jasmaniah). Jadi penduduk Niniwe pantas untuk dihukum. Setiap kita juga menghadapi situasi yang sama karena pilihan manusia untuk berdosalah yang memisahkan kita semua dari Allah. Manusia tidak dapat meminta Allah bertanggung jawab untuk kesulitannya. Karena itu adalah berlawanan dengan karakter Allah kalau Dia tidak menghukum penduduk Niniwe saat mereka terus berdosa. Namun orang-orang Niniwe berbalik menjadi taat, dan karena itu Allah memilih untuk tidak menghukum mereka sebagaimana yang semula direncanakan. Apakah perubahan dari orang-orang Niniwe mewajibkan Allah tetap melakukan apa yang direncanakan? Sama sekali tidak! Allah tidak punya kewajiban kepada manusia. Allah baik dan adil, dan Dia memilih untuk tidak menghukum orang-orang Niniwe karena pertobatan mereka. Paling sedikit ayat ini sebetulnya justru menunjukkan bahwa Allah tidak berubah karena kalau Allah tidak menyelamatkan orang-orang Niniwe, hal itu justru bertentangan dengan karakter Allah.

            Ayat-ayat Alkitab yang menggambarkan Allah sepertinya “mengubah pikiranNya” adalah upaya manusia untuk menjelaskan tindakan Allah. Allah mau melakukan sesuatu, namun sebaliknya Dia justru melakukan yang lain. Bagi kita, hal ini sepertinya berubah. Namun bagi Allah yang Mahakuasa dan berdaulat, itu bukanlah perubahan. Allah selalu tahu apa yang Dia mau lakukan. Allah juga tahu apa yang Dia harus lakukan untuk membuat manusia melakukan apa yang Dia ingin mereka lakukan. Allah mengancam untuk menghancurkan Niniwe, Dia tahu bahwa hal itu akan mengakibatkan Niniwe bertobat. Allah mengancam untuk menghancurkan Israel, dan Dia tahu bahwa Musa akan berdoa syafaat bagi mereka. Allah tidak menyesali keputusanNya, namun sedih karena respon dari sebagian orang terhadap keputusan-keputusanNya. Allah tidak mengubah pikiranNya, namun bertindak konsisten sesuai dengan FirmanNya sebagai respon terhadap tindakan kita.




Oleh: Matius Sobolim, S. Th

Apakah Allah mengasihi semua orang atau hanya orang Kristen?

Apakah Allah mengasihi semua orang atau hanya orang Kristen?

            Dalam pengertian tertentu Allah mengasihi semua orang di seluruh dunia (Yohanes 3:16, 1 Yohanes 2:2; Roma 5:8). Kasih ini bukan kasih yang bersyarat – kasih ini berdasarkan fakta bahwa Allah adalah kasih (1 Yohanes 4:8, 16). Kasih Allah pada semua umat manusia mengakibatkan Allah menunjukkan kemurahanNya dengan tidak segera menghukum mereka karena dosa mereka (Roma 3:23; 6:23). Kalau Allah tidak mengasihi semua orang, kita semua akan ada dalam neraka saat ini juga. Kasih Allah kepada dunia ini dimanifestasikan dengan memberi kesempatan kepada orang untuk bertobat (2 Petrus 3:9). Namun demikian, kasih Allah akan dunia ini tidak membuat Dia mengabaikan dosa. Allah juga adalah Allah yang adil (2 Tesalonika 1:6). Dosa tidak akan dibiarkan untuk selama-lamanya (Roma 3:25-26).

            Perbuatan kasih kekal yang paling utama dinyatakan dalam Roma 5:8, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” Siapapun yang mengabaikan kasih Allah, yang menolak Kristus sebagai Juruselamat, yang menolak Juruselamat yang sudah membeli dia (2 Petrus 2:1) – orang itu akan mengalami murka Allah untuk selama-lamanya (Roma 1:18), bukan kasihNya (Roma 6:23). Allah mengasihi semua orang secara tanpa syarat dengan menunjukkan kemurahanNya kepada semua orang. Secara bersyarat Allah mengasihi hanya mereka yang beriman kepada AnakNya untuk keselamatan (Yohanes 3:36). Hanya mereka yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat akan mengalami kasih Allah untuk selama-lamanya.

            Apakah Allah mengasihi semua orang? Ya. Apakah Allah mengasihi orang-orang Kristen lebih daripada orang bukan Kristen? Tidak. Apakah Allah mengasihi orang-orang Kristen dengan cara yang berbeda dari orang-orang bukan Kristen? Ya. Allah mengasihi semua orang secara setara dalam pengertian Dia bermurah hati kepada semua orang. Allah hanya mengasihi orang-orang Kristen dalam pengertian bahwa orang-orang Kristen mendapatkan anugrah dan kemurahanNya selama-lamanya – janji kasihNya untuk selama-lamanya di Surga. Adalah kasih Allah pada semua orang yang harusnya menarik kita untuk menerima kasihNya yang kekal.


 Oleh: Matius Sobolim, S. Th 

Apakah Allah mendengar/menjawab doa-doa orang berdosa/tidak percaya?

Apakah Allah mendengar/menjawab doa-doa 

orang berdosa/tidak percaya?

          Yohanes 9:31 menyatakan, “Kita tahu, bahwa Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa, melainkan orang-orang yang saleh dan yang melakukan kehendak-Nya.” Juga dikatakan bahwa “satu-satunya doa yang Allah dengar dari orang berdosa adalah doa untuk diselamatkan.” Sebagai akibat dari bagian Kitab Suci ini, sebagian orang percaya bahwa Allah tidak mendengar dan/atau tidak akan pernah menjawab doa-doa dari orang yang tidak percaya. Ayat-ayat Alkitab berikut ini menggambarkan bahwa Allah mendengar dan menjawab doa-doa orang yang tidak percaya. 1 Yohanes 5:14-15 memberitahukan kita bahwa Allah menjawab doa-doa kita berdasarkan apakah yang diminta itu sesuai dengan kehendakNya atau tidak. Prinsip ini, mungkin, dapat diterapkan pada orang-orang tidak percaya. Jika seorang tidak percaya berdoa kepada Allah sesuai dengan kehendakNya, tidak ada yang menghalangi Allah menjawab doa tsb – sesuai dengan kehendakNya.

            Dalam menganalisa ayat-ayat ini kebanyakan ada hubungannya dengan doa. Dalam satu atau dua peristiwa kita melihat Allah menjawab jeritan hati (tidak dikatakan apakah seruan itu diarahkan kepada Allah atau bukan). Dalam beberapa kasus kelihatannya doa itu dikombinasikan dengan penyesalan. Namun dalam kasus lainnya, doa tsb. hanyalah merupakan doa minta berkat atau kebutuhan jasmani, dan Allah menjawabnya, baik karena kasihan maupun sebagai jawaban atas permintaan yang tulus atau iman dari orang itu. Berikut ini adalah beberapa bagian Alkitab yang berhubungan dengan doa dari orang yang tidak percaya.



*      Orang-orang Niniweh; Yunus 3:5-10; agar Niniweh luput dari bencana.
*      Hagar dan Ismael; Kejadian 21:14-19; bukan sekedar doa, namun suatu jeritan hati demi anaknya yang hampir mati.
*      Ahab, 1 Raja-Raja 21:17-29; khususnya ayat 27-29; Ahab berpuasa dan meratapi nubuat Elia mengenai keturunannya. Allah menjawab dengan tidak menimpakan malapetaka pada zaman Ahab.
*      Wanita dari daerah Tirus dan Sidon; Markus 7:24-30; supaya Yesus melepaskan anaknya dari roh jahat.
*      Kornelius, seorang perwira Roma; Kisah Rasul 10, apa yang didoakan tidak disebut (Kisah 10:30) namun dia ditunjukkan jalan keselamatan.
            Allah sudah membuat suatu janji yang berlaku untuk semua orang (baik yang sudah diselamatkan atau yang belum) seperti dalam Yeremia 29:13: “Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati.” Inilah yang terjadi dengan Kornelius dalam Kisah 10:1-6. Namun ada banyak janji yang berdasarkan konteks dari ayat-ayat tsb. hanya berlaku bagi orang-orang Kristen. Karena orang-orang Kristen telah menerima Yesus, kita dinasihati untuk dengan berani datang ke tahta anugrah untuk menerima pertolongan pada saat kita membutuhkannya (Ibrani 4:14-16). Kita diberitahu bahwa ketika kita meminta berdasarkan kehendak Allah, Dia mendengar dan memberi apa yang kita minta (1 Yohanes 5:14-15). Ada begitu banyak janji lainnya bagi orang Kristen yang juga berhubungan dengan doa (Matius 21:22; Yohanes 14:13; 15:7). Jadi, ya, ada contoh-contoh di mana Allah tidak menjawab doa dari orang yang tidak percaya. Pada saat yang sama, dalam anugrah dan kemurahanNya, Allah juga dapat campur tangan dalam kehidupan orang-orang yang belum percaya untuk menjawab doa-doa mereka.

Oleh: Matius Sobolim, S. Th 

MENGAPA ALLAH TIDAK TERUS MELAKUKAN MUJIZAT SEBAGAIMANA YANG DILAKUKANNYA DALAM ALKITAB?

APAKAH ALLAH MASIH BERBUAT MUJIZAT? MENGAPA ALLAH TIDAK TERUS MELAKUKAN MUJIZAT SEBAGAIMANA YANG DILAKUKANNYA DALAM ALKITAB?

          Ketika Allah melakukan mujizat-mujizat yang ajaib dan dahsyat bagi orang-orang Israel, apakah semua itu mengakibatkan mereka menaati Dia? Tidak, orang-orang Israel tetap saja tidak taat dan memberontak melawan Allah sekalipun mereka telah melihat semua mujizat tsb. Orang yang sama yang melihat Allah membelah Laut Merah kemudian meragukan apakah Allah mampu menaklukkan para penghuni Tanah Perjanjian. Bacalah perumpamaan dalam Lukas 16:19-31. Dalam kisah ini si orang di dalam neraka meminta kepada Abraham supaya dia mengirim Lazarus kembali dari antara orang mati untuk memberi peringatan kepada saudara-saudaranya. Abraham memberitahukan orang itu, “Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati." (Lukas 16:31).

            Yesus melakukan tak terhitung banyaknya mujizat, namun mayoritas yang amat besar tetap tidak percaya kepadaNya. Jikalau Allah melakukan mujizat-mujizat pada jaman sekarang sebagaimana yang dilakukannya di masa lalu, hasil yang sama akan pula terjadi. Orang akan terkagum-kagum dan percaya Allah untuk waktu yang singkat. Iman mereka dangkal dan akan menghilang begitu sesuatu yang tidak diharapkan atau yang ditakuti terjadi. Iman yang berdasarkan mujizat bukanlah iman yang dewasa. Allah melakukan mujizat yang terbesar sepanjang sejarah dengan datang ke dalam dunia dalam diri Manusia Yesus Kristus untuk mati di salib untuk dosa-dosa kita (Roma 5:8) supaya kita dapat diselamatkan (Yohanes 3:16). Allah masih melakukan mujizat – hanya saja banyak di antaranya terjadi tanpa mendapatkan perhatian atau sama sekali disangkali. Namun demikian, kita tidak membutuhkan lebih banyak mujizat. Yang kita perlukan adalah percaya pada mujizat keselamatan melalui iman dalam Yesus Kristus.

            Konsep penting lain yang perlu dipahami adalah fakta bahwa tujuan dari mujizat adalah untuk meneguhkan identitas dari sang pembuat mujizat. Kisah 2:22 menyatakan, “Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu.” Hal yang sama dikatakan mengenai para Rasul, “Segala sesuatu yang membuktikan, bahwa aku adalah seorang rasul, telah dilakukan di tengah-tengah kamu dengan segala kesabaran oleh tanda-tanda, mujizat-mujizat dan kuasa-kuasa” (2 Korintus 12:12). Saat ini kita memliki kebenaran mengenai Yesus sebagaimana tercatat dalam Kitab Suci. Kita memiliki tulisan dari para Rasul dalam Kitab Suci. Yesus dan para Rasul, sebagaimana dicatat dalam Kitab Suci, adalah batu penjuru dan dasar iman kita (Efesus 2:20). Dalam pengertian ini mujizat tidak lagi perlu karena berita dari Yesus dan para RasulNya telah dibuktikan dan dicatat secara akurat dalam Kitab Suci. Ya, Allah masih melakukan mujizat. Pada saat yang sama kita tidak perlu mengharapkan mujizat terjadi pada jaman sekarang ini dengan cara yang sama yang terjadi dan dicatat dalam Alkitab.




Matius Sobolim, S. Th 

KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ?

  KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ? Ev. Matius Sobolim, M. Th. ...