Senin, 21 April 2014

APA ITU PEMISAHAN ALKITABIAH?


Apa itu pemisahan Alkitabiah?

Yesi Simbu, Anni Kobak, Matius Sobolim
Pemisahan Alkitabiah adalah pengakuan bahwa Allah telah memanggil orang-orang percaya keluar dari dunia dan untuk mempertahankan kesucian pribadi dan bersama di tengah budaya yang berdosa. Pemisahan Alkitabiah biasanya dipertimbangkan dalam dua bagian: pribadi dan gerejawi.

Pemisahan pribadi meliputi komitmen individu tsb. pada cara hidup yang saleh. Daniel mempraktekkan pemisahan pribadi ketika dia “berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja” (Daniel 1:8). Apa yang dilakukannya adalah pemisahan Alkitabiah karena standarnya adalah berdasarkan penyataan Allah dalam hukum Musa.

            Contoh modern dari pemisahan pribadi misalnya adalah keputusan untuk menolak undangan pesta di mana alkohol disajikan. Keputusan semacam ini mungkin dilakukan untuk mencegah pencobaan (Roma 13:14), untuk menjauhi “segala jenis kejahatan” (1 Tesalonika 5:22), atau untuk tetap konsisten dengan keyakinan pribadi (Roma 14:5).

            Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa anak Allah harus terpisah dari dunia, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya? Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut firman Allah ini: "Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku. Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu.” (2 Korintus 6:14-17; lihat juga 1 Petrus 1:14-16).

            Pemisahan gerejawi mencakup keputusan dari suatu gereja dalam kaitan hubungannya dengan organisasi lainnya, berdasarkan pada teologia atau praktek gereja. Pemisahan tersirat dalam kata “gereja.” Kata Yunani ekklesia berarti “kumpulan yang dipanggil keluar.” Dalam surat Yesus kepada jemaat Pergamus, Dia memperingatkan untuk tidak bertoleransi dengan mereka yang mengajarkan doktrin yang salah (Wahyu 2:14-15). Gereja harus terpisah, memutuskan hubungan dengan ajaran sesat. Contoh modern dari pemisahan gerejawi adalah sikap denominasi yang menolak kesatuan oikumenis untuk menghindari kesatuan dengan mereka yang murtad.

            Pemisahan Alkitabiah tidak mengharuskan orang-orang Kristen untuk tidak berhubungan dengan orang-orang tidak percaya. Sama seperti Yesus, kita harus berteman dengan orang-orang berdosa tanpa ambil bagian dalam dosa (Lukas 7:34). Paulus mengungkapkan pandangan yang seimbang soal pemisahan: “Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul. Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini …karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia ini” (1 Korintus 5:9-10). Dengan kata lain, kita ada di dalam dunia, namun bukan dari dunia.

            The Pilgrim’s Progress karya John Bunyan menyediakan contoh yang indah mengenai pemisahan Alkitabiah: Kristen dan Setiawan berjalan bersama melalui Kota Kesia-siaan, di mana ada sebuah Pasar, karena “jalan menuju Kota Surgawi harus melalui kota ini … orang yang menuju ke Kota itu, namun belum melalui kota ini harus keluar dari dunia.” Di Pasar itu orang-orang Kesia-siaan terheran-heran dengan kata-kata, pakaian dan nilai kehidupan sang Musafir. Fakta bahwa mereka adalah “orang-orang asing dan pendatang” (Ibrani 11:13) memisahkan mereka dari orang dunia.





Apa itu gereja?


Apa itu gereja?                           Matius Sobolim, S. Th 

        
Annikmas 
        Banyak orang yang memandang gereja sebagai gedung. Ini bukanlah pengertian Alkitab mengenai gereja. Kata gereja berasal dari kata bahasa Yunani “Ekklesia” yang didefinisikan sebagai “perkumpulan” atau “orang-orang yang dipanggil keluar.” Akar kata dari ”gereja” bukan berhubungan dengan gedung, namun dengan orang. Adalah ironis bahwa saat Anda bertanya kepada orang mereka pergi ke gereja apa, biasanya mereka akan mengatakan Baptis, Metodis, atau denominasi lainnya. Banyak kali mereka menunjuk pada denominasi atau pada bangunan. Baca Roma 16:5: “Salam juga kepada jemaat di rumah mereka...” Paulus menunjuk pada gereja di rumah mereka, bukan pada gedung gereja, namun kumpulan orang-orang percaya.

            Gereja adalah Tubuh Kristus. Efesus 1:22-23 mengatakan, “Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.” Tubuh Kristus terdiri dari semua orang percaya mulai dari saat Pentakosta sampai saat Pengangkatan. Tubuh Kristus terdiri dari dua aspek:
1.      Gereja universal/sedunia yaitu gereja yang terdiri dari semua orang yang memiliki hubungan pribadi dengan Yesus Kristus. 1 Korintus 12:13-14 mengatakan “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh. Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota.” Kita melihat bahwa siapapun yang percaya adalah bagian dari tubuh Kristus. Gereja Tuhan yang sebenarnya bukanlah bangunan gereja atau denominasi tertentu. Gereja Tuhan yang universal/sedunia adalah semua orang yang telah menerima keselamatan melalui beriman di dalam Yesus Kristus.

2.      Gereja lokal digambarkan dalam Galatia 1:1-2, “Dari Paulus, seorang rasul, ... dan dari semua saudara yang ada bersama-sama dengan aku, kepada jemaat-jemaat di Galatia.” Di sini kita melihat bahwa di propinsi Galatia ada banyak gereja – apa yang kita sebut sebagai gereja lokal.   Gereja Baptis, gereja Lutheran, gereja Katolik, dll bukanlah Gereja sebagaimana gereja universal, namun adalah gereja lokal. Gereja universal/sedunia terdiri dari mereka-mereka yang telah percaya pada Yesus untuk keselamatan mereka. Anggota-anggota gereja universal/sedunia ini sepatutnya mencari persekutuan dan pembinaan dalam gereja lokal.

            Secara ringkas, gereja bukanlah bangunan atau denominasi. Menurut Alkitab, gereja adalah Tubuh Kristus – setiap mereka yang telah menempatkan iman mereka pada Yesus Kristus untuk keselamatan (Yohanes 3:16; 1 Korintus 12:13). Dalam gereja-gereja lokal terdapat anggota-anggota dari gereja universal/sedunia (Tubuh Kristus).



APA ARTI FRASA “SUAMI DARI SATU ISTRI” DALAM 1 TIMOTIUS 3:2 ?

 
Oleh 
Matius Sobolim, S. Th

Ada 3 kemungkinan penafsiran “suami dari satu istri” dalam 1 Timotius 3:2. (1) Ini berarti seorang yang berpoligami tidak memenuhi syarat menjadi penatua/diaken/pendeta. Ini adalah penafsiran yang paling harafiah dari frasa ini, namun kelihatannya tidak mungkin karena pada waktu Paulus menuliskan ini poligami sangat jarang. (2) Frasa ini dapat juga diterjemahkan “pria dengan satu perempuan.” Ini mengindikasikan bahwa seorang penilik jemaat (bishop) harus setia kepada perempuan yang dinikahinya. Penafisran ini lebih menfokuskan pada kemurnian moral daripada status pernikahan. (3).  Frasa ini juga dapat dipahami sebagai mengatakan bahwa yang agar dapat menjadi penatua/diaken/pendeta, seseorang hanya dapat menikah satu kali, kecuali kalau dia adalah seorang duda.

            Penafsiran (2) dan (3) adalah yang paling banyak diterima sekarang ini. Saya sendiri cenderung kepada penafsiran (2), khususnya karena Alkitab nampaknya mengijinkan perceraian dalam keadaan-keadaan khusus (Matius 19:9; 1 Korintus 7:12-16). Juga amat penting untuk membedakan seseorang yang bercerai dan menikah kembali sebelum dia menjadi menjadi Kristen dengan orang yang bercerai dan menikah kembali setelah menjadi Kristen. Saya tidak merasa bahwa seseorang yang memenuhi syarat tidak boleh menjadi pengurus gereja karena tindakan yang dilakukannya sebelum dia mengenal Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya. Meskipun saya tidak menganggap 1 Timotius 3:2 secara khusus mengenyampingkan orang yang sudah bercerai atau menikah kembali dari pelayanan sebagai penatua/diaken/pendeta, ada hal-hal lain yang harus dipertimbangkan.

            Kualifikasi pertama seorang penatua/diaken/pendeta adalah “tak bercacat” (1 Timotius 3:2). Kalau perceraian dan/atau pernikahan kembali mengakibatkan kesaksian buruk di gereja atau dalam masyarakat, maka mungkin persyaratan “tak bercacat” itu yang membuat dia tidak memenuhi syarat dan bukannya persyaratan “suami dari satu istri.” Seorang penatua/diaken/pendeta harus menjadi seseorang yang dapat dijadikan teladan untuk keserupaan dengan Kristus dan kepemimpinan yang rohani. Kalau perceraian dan/atau pernikahan kembali mencegah dia dari tujuan ini, maka mungkin dia tidak seharusnya duduk dalam posisi penatua/diaken/pendeta. Adalah penting untuk diingat bahwa sekalipun seseorang tidak layak melayani sebagai penatua/diaken/pendeta, hal ini bukan berarti bahwa dia bukan anggota yang berharga dari Tubuh Kristus. Setiap orang Kristen memiliki karunia rohani (1 Korintus 12:4-7) dan dipanggil untuk ambil bagian dalam membangun orang-orang percaya lainnya dengan karunia-karunia itu (1 Korintus 12:7). Seseorang yang tidak layak menjadi penatua/diaken/pendeta masih dapat mengajar, berkhotbah, melayani, berdoa, beribadah dan memainkan peran kepemimpinan yang penting dalam gereja. 





Apa cara yang tepat untuk baptisan?


Apa cara yang tepat untuk baptisan?
Jawaban yang paling sederhana untuk pertanyaan ini ditemukan dalam arti kata “baptis.” Kata ini berasal dari kata Yunani yang berarti “dimasukkan ke dalam air.” Karena itu baptisan dengan percik atau dengan menyiram adalah merupakan oksimoron, sesuatu yang bertentangan dengan diri sendiri. Baptisan dengan percik jadinya berarti “memasukkan seseorang ke dalam air dengan memercikkan air kepada mereka.” Baptisan, berdasarkan definisi yang terkandung di dalamnya harus merupakan tindakan menyelam.

            Baptisan menggambarkan identifikasi orang percaya dengan kematian, penguburan dan kebangkitan Kristus. “Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” (Roma 6:3-4). Diselam di dalam air menggambarkan dikuburkan bersama Kristus. Keluar dari dalam air menggambarkan kebangkitan Kristus. Dengan demikian, baptisan selam adalah satu-satunya metode baptisan yang menggambarkan dikuburkan bersama Kristus dan bangkit bersama Dia. Baptisan dengan percik atau disiram muncul karena praktek baptisan bayi yang tidak Alkitabiah. Untuk informasi lebih lanjut mengenai baptisan bayi, lihat “Apa kata Alkitab mengenai baptisan bayi?”

            Baptisan selam, sekalipun adalah merupakan cara yang paling Alkitabiah untuk mengidentifikasikan diri dengan Kristus, bukanlah (sebagaimana dipercaya oleh beberapa orang) syarat untuk keselamatan. Baptisan adalah penyataan ketaatan kepada perintah untuk bertobat dan dibaptiskan” (Kisah 2:38). Mereka yang percaya pada baptisan kelahiran kembali gagal untuk memahami bahwa adalah pertobatan yang merupakan syarat untuk keselamatan, bukan cara kita menyatakan pertobatan tsb. kepada dunia.


Kamis, 17 April 2014

Siapa yang menciptakan Allah? Dari mana datangnya Allah?

Siapa yang menciptakan Allah? Dari mana datangnya Allah?

Bertrand Russell, seorang ateis, menulis dalam bukunya ”Mengapa Saya Bukan Seorang Kristen” bahwa kalau benar bahwa segala sesuatu perlu penyebab, maka Allah juga perlu ada penyebab. Dari sini dia menyimpulkan bahwa jika Allah perlu ada penyebab, maka Allah bukan Allah (dan jikalau Allah bukan Allah, maka berarti tidak ada Allah). Pada dasarnya ini hanyalah suatu bentuk yang sedikit lebih tinggi dari pertanyaan anak-anak, ”Siapa yang membuat Allah?” Bahkan anak kecilpun tahu bahwa apa yang ada tidak berasal dari yang tidak ada, jadi jikalau Allah adalah ”sesuatu” maka pasti ada yang menyebabkan Allah, begitu bukan?

            Pertanyaan ini menjebak karena di dalamnya terselip asumsi yang salah bahwa Allah pasti berasal dari sesuatu dan kemudian bertanya dari mana datangnya Allah. jawabannya adalah bahwa pertanyaan seperti itu sama sekali tidak masuk akal. Pertanyaan seperti itu sama dengan mempertanyakan, ”Bagaimana bau warna biru?” Biru bukan termasuk sesuatu yang punya bau, sehingga dengan demikian pertanyaan itu sendiri mengandung kesalahan. Demikian pula, Allah tidak termasuk dalam kategori sesuatu yang diciptakan atau yang memiliki asal usul. Allah tidak memiliki penyebab dan tidak diciptakan – Allah berada begitu saja.

            Bagaimana kita mengetahui hal ini? Kita tahu bahwa dari tidak ada, tidak ada yang menjadi ada. Jadi kalau suatu saat, segala sesuatu betul-betul tidak ada, maka tidak ada sesuatu apapun yang akan menjadi ada. Tapi ternyata ada sesuatu yang berada. Karena tidak mungkin sama sekali tidak ada apa-apa, maka ada sesuatu yang harus selalu ada. Sesuatu yang selalu ada itu adalah yang kita sebut Allah.[1]




ROH ALLAH SEBAGAI ROH KREASI

ROH ALLAH SEBAGAI ROH KREASI

Umumnya kita mengaitkan Roh Kudus dengan soteriologi dan ekklesiologi. Dalam penyelamatan manusia berdosa dan dalam kehidupan bergereja, jelas peranan Roh Kudus sangat sentral. Roh Kudus-lah yang melahir-barukan orang-orang berdosa (Yoh 3:5; Tit 3:5), dan memberi hidup baru (Yoh 6:63; Rm 8:2). Dengan demikian Ia menciptakan suatu umat kudus yang memuliakan Allah dan yang membuat Allah bersukacita.

Kadang-kadang yang agak terlalaikan adalah penekanan pada peranan Roh Kudus dalam teologi penciptaan, padahal hakekat karya Roh Allah adalah penciptaan dan pembaruan ciptaan. Dalam segenap kisah penciptaan, pembaruan hidup, dan penciptaan baru, kita melihat Roh Allah berkarya secara aktif. Misalnya dalam narasi penciptaan, dikatakan "Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air" (Kej 1:2). Roh, yang diterjemahkan dari kata ruah (Ibr.) dapat berarti angin, nafas, dan roh. "Roh Allah yang melayang-layang," jelas mengindikasikan kekuatan Allah yang kreatif, yang memberi hidup, dan yang menopang kehidupan. Kata ini juga mengisyaratkan kedekatan Allah dan menandakan kehadiranNya. Dan itulah yang terjadi dalam kisah penciptaan: bukan hanya terciptanya sesuatu dari ketiadaan (creatio ex nihilo), tetapi juga terjadinya transformasi atas kondisi yang "belum berbentuk dan kosong" (tohu va vohu [Ibr.], yakni suatu kondisi kekacauan). Roh Allah adalah Roh kreasi. Dalam peranan Roh yang demikian, dapat kita mengerti bila dikatakan dalam Alkitab "Roh Allah telah membuat aku, dan nafas Yang Mahakuasa membuat aku hidup" (Ayub 33:4).

Sebagai Roh kreasi, Roh Allah juga adalah Roh yang menopang dan memperbarui ciptaan. "Oleh nafasNya langit menjadi cerah" (Ayub 26:13). "Apabila Engkau mengirim RohMu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi" (Mzm 104:30). "Mereka" yang disebutkan dalam ayat ini dijelaskan dengan rinci dalam Mzm 104, yakni seisi alam ciptaan Allah, seperti awan-awan, angin, bumi, samudera raya, gunung, bukit dan lembah, aneka satwa, dan pelbagai aktivitas manusia di dalamnya. Dan pemazmur mengatakan, di dalam segenap nyanyian semesta raya tersebut, Allah bersukacita (Mzm 104:31). Pembaruan ciptaan jelas berkaitan dengan peranan soteriologis dan ekklesiologis yang disebutkan di atas. Dan ini berujung kepada peranan eskatologis Roh Allah ketika Allah "menjadikan segala sesuatu baru" (Why 21:5). Roh Allah yang dicurahkan akan mengakibatkan "padang gurun akan menjadi kebun buah-buahan," di mana keadilan dan kebenaran akan menang (Yes 32:15-17). Hal ini diilustrasikan dengan baik oleh simbol kehidupan kembali tulang-belulang yang kering (Yeh 37:1-14).

Salah satu aspek dalam teologi penciptaan yang perlu ditekankan ketika kita mengatakan Roh Allah sebagai Roh kreasi (yakni peranan Roh Kudus dalam karya penciptaan) adalah karyaNya dalam teologi kebudayaan, yakni karunia Roh kepada orang-orang tertentu dalam karya penciptaan seni-budaya. Roh Kudus bukan hanya menghasilkan buah kebenaran dan kebaikan dalam diri umatNya, tetapi dari Dia lahir pula buah-buah keindahan, seperti yang dikisahkan dalam pendirian Kemah Suci (Kel 35:30-36:2).

Pembuatan Kemah Suci dan segenap perangkat alat dan busana yang berkaitan dengan upacara dalam kemah tersebut dikerjakan dengan teliti dan dengan memperhatikan fungsi, simbolisme religius, dan keindahan. Pakaian imam, misalnya, disulam untuk menunjukkan kemuliaan dan keindahan (Kel 28:2). Karena itu Allah mengangkat Bezaleel, seorang seniman, dan memenuhinya dengan Roh Allah untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan religius dan artistik. Orang Israel pada saat itu hidup dalam masa sulit menghadapi musuh-musuh. Orang-orang terkenal biasanya muncul dari kancah peperangan dan kepemimpinan religius dan militer. Tetapi Bezaleel dikenal sebagai seorang seniman yang dipakai oleh Tuhan. Barangkali kita bertanya, untuk apa cerewet dengan pelbagai presisi dan keindahan artistik dalam situasi darurat demikian! Tetapi Allah tidak hanya memperhatikan fungsi bangunan dan pelbagai perangkat kudus. Dia juga menitik-beratkan pada keindahan dan kemuliaan? juga dalam situasi perang dan darurat seperti yang dialami Israel.
Bezaleel, dikatakan, dipenuhi oleh Roh Allah. Barangkali dia adalah orang pertama dalam Alkitab yang dicatat dipenuhi oleh Roh Allah. Dapat dipastikan Bezaleel adalah seorang yang memang mempunyai kepandaian artistik dan kemampuan rancang-bangun. (Jelas dipenuhi oleh Roh Allah, dalam konteks ini, bukan suatu mujijat yang mendadak mengubah seseorang yang tidak mengerti apa-apa soal arsitektur dan seni menjadi ahli bangunan dan seniman.) Bezaleel dipanggil, dipakai, dan diasah oleh Roh Allah untuk kian berkomitmen, berhasil, dan bermutu. Apa yang Roh Allah kerjakan dalam dirinya? Dikatakan, Roh Allah memberinya keahlian (yakni kemampuan artistik), pengertian (yakni kecerdasan yang berkaitan dengan bidang keahliannya), pengetahuan (yakni pengetahuan teoritis dan teknis) untuk "membuat berbagai rancangan supaya dikerjakan dari emas, perak dan tembaga; untuk mengasah batu permata supaya ditatah; untuk mengukir kayu dan untuk bekerja dalam segala macam pekerjaan yang dirancang itu." Atau seperti yang dikatakan oleh NIV, "to make artistic designs for work in gold, silver and bronze, to cut and set stones, to work in wood and to engage in all kinds of artistic craftsmanship." Bahkan kemudian dikatakan bahwa Roh Allah juga memampukan dia (bersama Aholiab) untuk mengajar orang lain. Jelas Bezaleel bukan sekedar tukang. Dia adalah seorang arsitek dan seniman yang cerdas, seseorang yang dipakai Allah bukan hanya untuk membangun karya seni, tetapi juga untuk mentranfser visi seni dan ilmu kepada orang lain

Menjadi jelas bahwa karya Roh Kudus dalam hidup orang-orang percaya juga mencakup bidang kebudayaan. Bahkan penulisan Kitab Suci, sebagai sebuah karya seni, pun adalah inspirasi dari Roh Kudus. Karunia Roh Kudus tidak hanya menyangkut kemampuan administrasi, pembuatan mujijat, atau kemampuan verbal menyampaikan Firman Allah. Karunia Roh bagi orang percaya juga menyangkut bidang seni dan budaya. Roh Allah akan memakai dan akan kian memampukan umatNya agar dapat menghasilkan karya seni bermutu yang mengungkapkan keindahan yang membawa kebenaran dan kebaikan. Roh Allah adalah Roh kreasi. KaruniaNya akan menghasilkan karya-karya kreatif. Keyakinan ini seharusnya mendorong orang-orang Kristen untuk berani mengambil bagian dalam bidang seni-budaya untuk menghasilkan karya-karya dan kritik-kritik seni yang bermutu, misalnya, menjadi penyair, novelis, musisi, pelukis, seniman teater, sutradara, sastrawan, arsitek. Menjadi Bezaleel yang merancang bangunan dan karya kudus bukan hanya demi kegunaan tetapi juga demi kemuliaan dan keindahan, sehingga membuat Allah bersukacita menikmatinya. Sehingga kita pun dapat kian memahami Roh Kudus yang menjadi Penghibur kita (Yoh 16:7). Sebab Dia menghibur kita melalui kebenaran dan kebaikan, dan juga melalui keindahan.                                                                                                                                                                                                                                                          

















  Ev. Matius Sobolim, S. Th., M. Th.

Pernahkah orang melihat Allah?

Pernahkah orang melihat Allah?
Alkitab mengatakan bahwa tidak seorangpun pernah melihat Allah (Yohanes 1:18) kecuali Tuhan Yesus Kristus. Dalam Keluaran 33:20, Allah menyatakan, "Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat hidup." (Keluaran 33:20) Ayat-ayat Alkitab ini sepertinya bertentangan dengan bagian Alkitab lainnya di mana bermacam-macam orang “melihat” Allah. Misalnya, Keluaran 33:19-23 menggambarkan Musa berbicara kepada Allah “muka dengan muka.” Bagaimana mungkin Musa berbicara dengan Allah “muka dengan muka” kalau tidak seorangpun dapat melihat wajah Allah dan tetap hidup? Dalam contoh ini, kalimat “muka dengan muka” adalah kalimat figuratif yang mengindikasikan bahwa mereka berada dalam persekutuan yang amat dekat. Allah dan Musa berbicara satu kepada yang lain “sepertinya” mereka itu dua orang manusia yang bercakap-cakap secara akrab.

            Dalam Kejadian 32:30 Yakub melihat Allah menampakkan diri sebagai seorang malaikat – Dia tidak betul-betul melihat Allah. Orangtua Simson ketakutan ketika mereka menyadari bahwa mereka telah melihat Allah (Hakim-Hakim 13:22), namun mereka hanya melihat Dia dalam penampakannya sebagai seorang malaikat. Yesus adalah Allah dalam wujud manusia (Yohanes 1:1, 14) sehingga ketika orang-orang melihat Dia, mereka melihat Allah. Jadi, ya, Allah dapat “dilihat” dan banyak orang telah “melihat” Allah. Pada saat yang sama, tidak seorangpun pernah melihat Allah dalam segala kemuliaanNya. Dalam kondisi kita sebagai manusia yang jatuh, jika Allah benar-benar menyatakan diri kepada kita secara penuh, kita akan habis binasa. Karena itu Allah menutup diriNya dan menampakkan diri dalam rupa yang dapat kita “lihat.” Namun demikian, ini tidak sama dengan melihat Allah dalam segala kemuliaan dan kekudusanNya. Orang-orang mendapat penglihatan tentang Allah, gambar Allah, dan penampakan diri Allah – namun tidak seorangpun pernah melihat Allah dalam kesempurnaanNya (Kejadian 33:20).[1]



Matius Sobolim, S. Th




                [1] Baca lebih lanjut:http://www.gotquestions.org/Indonesia/melihat-Allah.html#ixzz2YWS83mXJ

KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ?

  KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ? Ev. Matius Sobolim, M. Th. ...