Senin, 21 April 2014

BAGAIMANA SEJARAH KEKRISTENA?


Bagaimana sejarah keKristenan?



ANIKMASS (ANI KOBAK,  MATIUS SBOLIM)

Sejarah KeKristenan – Permulaan Gereja

   Gereja dimulai 40 hari sesudah kebangkitan Yesus (sekitar 30 A.D.) Yesus sudah berjanji bahwa Dia akan mendirikan gerejaNya (Matius 16:18), dan dengan datangnya Roh Kudus pada hari Pentakosta (Kisah 2:1-4), Gereja (“kumpulan yang dipanggil keluar”) secara resmi dimulai. Tiga ribu orang menerima khotbah Petrus pada hari itu dan memilih untuk mengikuti Kristus.

            Petobat-petobat pertama kepada keKristenan adalah orang-orang Yahudi atau peganut-penganut Yudaisme, dan gereja berpusat di Yerusalem. Karena itu keKristenan pada mulanya dipandang sebagai sekte Yahudi, sama seperti orang-orang Farisi, Saduki, atau Essenes. Namun demikian, apa yang dikhotbahkan para Rasul berbeda secara radikal dari apa yang diajarkan oleh kelompok-kelompok Yahudi lainnya. Yesus adalah Mesias orang Yahudi (Raja yang Diurapi) yang datang untuk menggenapi Hukum Taurat (Matius 5:17) dan mendirikan Perjanjian Baru yang berdasarkan pada kematianNya (Markus 14:24). Berita ini, dan tuduhan bahwa mereka telah membunuh Mesias mereka sendiri, membuat banyak pemuka Yahudi menjadi marah, dan beberapa orang, seperti Saul dari Tarsus, mengambil tindakan untuk memusnahkan “Jalan” itu (Kisah 9:1-2).

            Adalah amat tepat untuk mengatakan bahwa keKristenan berakar pada Yudaisme. Perjanjian Lama meletakkan landasan bagi Perjanjian Baru dan tidak mungkin untuk memahami keKristenan secara penuh tanpa pengetahuan akan Perjanjian Lama (lihat kitab Matius dan Ibrani). Perjanjian Lama menjelaskan kebutuhan akan seorang Mesias, mengandung sejarah umat kepunyaan Mesias, dan menubuatkan kedatangan Mesias. Perjanjian Baru adalah mengenai datangnya Mesias dan karyaNya untuk menyelamatkan kita dari dosa. Dalam hidupNya, Yesus menggenapi lebih dari 300 nubuat yang terinci, membuktikan bahwa Dialah yang dinanti-nantikan oleh Perjanjian Lama.

Sejarah KeKristenan – Pertumbuhan Gereja Mula-Mula
            Tidak lama setelah Pentakosta, pintu gereja terbuka kepada orang-orang bukan Yahudi. Rasul Filipus berkhotbah kepada orang-orang Samaria (Kisah 8:5), dan banyak dari mereka yang percaya kepada Kristus. Rasul Petrus berkhotbah kepada rumah tangga Kornelius yang bukanlah orang Yahudi (Kisah 10) dan mereka juga menerima Roh Kudus. Rasul Paulus (mantan penganiaya gereja0 memberitakan Injil di seluruh dunia Greko-Romawi, sampai ke Roma sendiri (Kisah 28:16) dan bahkan mungkin sampai ke Spanyol.

            Pada tahun 70, tahun di mana Yerusalem dihancurkan, kitab-kitab Perjanjian Baru telah lengkap dan beredar di antara gereja-gereja. Untuk 240 tahun berikutnya, orang-orang Kristen dianiaya oleh Roma, kadang secara acak, kadang atas perintah pemerintah.

Pada abad kedua dan ketiga, kepemimpinan gereja mejadi makin hirakhis seiring dengan peningkatan jumlah. Beberapa ajaran sesat diungkapkan dan ditolak pada zaman ini, dan kanon Perjanjian Baru disepakati. Penganiayaan terus meningkat.

Sejarah KeKristenan – Bangkitnya Gereja Roma
            Kemudian pada tahun 312 A.D. Kaisar Roma, Konstantin mengaku mendapatkan pengalaman pertobatan. Sekitar 70 tahun kemudian, pada masa pemerintahan Theodosius, keKristenan menjadi agama resmi dari kekaisaran Romawi. Para Bishop diberi tempat terhormat dalam pemerintahan, dan pada tahun 400 A.D. istilah Romawi dan Kristen pada dasarnya sama.

            Setelah Konstantin, orang-orang Kristen tidak lagi dianiaya. Pada waktu itu, orang-orang tidak percaya yang mengalami penganiayaan, kecuali kalau mereka “bertobat” kepada keKristenan. Pertobatan yang dipaksa semacam ini mengakibatkan banyak orang yang bergereja tanpa mengalami perubahan hati yang sejati. Orang-orang ini membawa berhala-berhala mereka dan kebiasaan-kebiasaan mereka, dan gereja berubah: ikon-ikon, desain arsitektur yang ruwet, perjalanan ziarah, dan pemujaan orang-orang suci ditambahkan kepada ibadah gereja mula-mula yang sederhana. Kira-kira pada saat yang hampir sama, beberapa orang Kristen meninggalkan Roma dan memilih untuk tinggal secara terpencil sebagai biarawan, dan baptisan bayi diperkenalkan sebagai cara untuk menyucikan dosa asal.

            Dalam abad-abad berikutnya, berbagai konsili gereja dilakukan untuk menentukan doktrin resmi gereja, untuk mengecam perlakuan salah terhadap para pelayan Tuhan, dan untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Dengan makin melemahkan Kekaisaran Roma, gereja menjadi makin berkuasa dan makin banyak pertentangan antara gereja-gereja di Barat dan Timur. Gereja Barat (Latin), berpusat di Roma, mengklaim otoritas kerasulan terhadap semua gereja. Bishop Roma bahkan mulai menyebut diri “Paus” (Bapa). Hal ini tidak dapat diterima dengan baik oleh Gereja Timur (Gerika) yang berpusat di Konstantinopel. Perbedaan teologis, politis, prosedural dan bahasa mengakibatkan Perpecahan Besar pada 1054 di mana Gereja Katolik (Universal) Roma dan Gereja Ortodoks Timur saling mengucilkan satu dengan yang lainnya dan memutuskan hubungan.

Sejarah KeKristenan – Abad Pertengahan
            Selama Abad Pertengahan di Eropah, Gereja Katolik Roma terus memegang kekuasaan, dengan Paus sebagai pemegang kekuasaan atas semua jenjang kehidupan dan hidup seperti raja. Korupsi dan ketamakan dalam kepemimpinan gereja adalah hal yang umum. Dari tahun 1095 sampai 1204 para Paus mendukung serangkaian perang salib yang berdarah dan mahal dalam usaha untuk mengusir kaum kaum Muslimin dan membebaskan Yerusalem.

Sejarah KeKristenan - Reformasi
            Selama bertahun-tahun berbagai individu telah berusaha menyoroti penyalahgunaan teologis, politis, dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh Gereja Roma. Semua dibungkamkan dengan satu atau lain cara. Namun pada tahun 1517, seorang biarawan Jerman bernama Martin Luther mengambil sikap melawan Gereja, dan semua orang mendengarnya. Dengan Luther hadirlah Reformasi Prostestan, dan Abad Pertengahan berakhir.

Para Reformator, termasuk Luther, Calvin, and Zwingli, berbeda dalam banyak detil teologia, namun mereka konsisten dalam penekanan mereka akan Alkitab sebagai otoritas tertinggi yang melampaui tradisi gereja dan fakta bahwa orang-orang berdosa diselamatkan oleh anugrah melalui iman semata, bukan karena pekerjaan (Efesus 2:8-9).

Sekalipun Katolisisme muncul kembali di Eropah, dan serangkai peperangan antara Protestan dan Katolik terjadi, Reformasi berhasil meruntuhkan kekuasaan Gereja KaIolik Roma dan membantu membuka pntu kepada abad modern.

Sejarah KeKristenan – Abad Misi
Pada tahun 1790 sampai 1900 gereja memperlihatan minat yang luar biasa pada pekerjaan misi. Kolonisasi telah mebuka mata pada pentingnya misi dan industrialisasi menyediakan orang dengan kekuatan dana untuk mendanai para misionari. Para misionari pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil dan gereja berdiri di mana-mana.

Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.
 Sejarah KeKristenan – Permulaan Gereja
            Gereja dimulai 40 hari sesudah kebangkitan Yesus (sekitar 30 A.D.) Yesus sudah berjanji bahwa Dia akan mendirikan gerejaNya (Matius 16:18), dan dengan datangnya Roh Kudus pada hari Pentakosta (Kisah 2:1-4), Gereja (“kumpulan yang dipanggil keluar”) secara resmi dimulai. Tiga ribu orang menerima khotbah Petrus pada hari itu dan memilih untuk mengikuti Kristus.
            Petobat-petobat pertama kepada keKristenan adalah orang-orang Yahudi atau peganut-penganut Yudaisme, dan gereja berpusat di Yerusalem. Karena itu keKristenan pada mulanya dipandang sebagai sekte Yahudi, sama seperti orang-orang Farisi, Saduki, atau Essenes. Namun demikian, apa yang dikhotbahkan para Rasul berbeda secara radikal dari apa yang diajarkan oleh kelompok-kelompok Yahudi lainnya. Yesus adalah Mesias orang Yahudi (Raja yang Diurapi) yang datang untuk menggenapi Hukum Taurat (Matius 5:17) dan mendirikan Perjanjian Baru yang berdasarkan pada kematianNya (Markus 14:24). Berita ini, dan tuduhan bahwa mereka telah membunuh Mesias mereka sendiri, membuat banyak pemuka Yahudi menjadi marah, dan beberapa orang, seperti Saul dari Tarsus, mengambil tindakan untuk memusnahkan “Jalan” itu (Kisah 9:1-2).

            Adalah amat tepat untuk mengatakan bahwa keKristenan berakar pada Yudaisme. Perjanjian Lama meletakkan landasan bagi Perjanjian Baru dan tidak mungkin untuk memahami keKristenan secara penuh tanpa pengetahuan akan Perjanjian Lama (lihat kitab Matius dan Ibrani). Perjanjian Lama menjelaskan kebutuhan akan seorang Mesias, mengandung sejarah umat kepunyaan Mesias, dan menubuatkan kedatangan Mesias. Perjanjian Baru adalah mengenai datangnya Mesias dan karyaNya untuk menyelamatkan kita dari dosa. Dalam hidupNya, Yesus menggenapi lebih dari 300 nubuat yang terinci, membuktikan bahwa Dialah yang dinanti-nantikan oleh Perjanjian Lama.

Sejarah KeKristenan – Pertumbuhan Gereja Mula-Mula
            Tidak lama setelah Pentakosta, pintu gereja terbuka kepada orang-orang bukan Yahudi. Rasul Filipus berkhotbah kepada orang-orang Samaria (Kisah 8:5), dan banyak dari mereka yang percaya kepada Kristus. Rasul Petrus berkhotbah kepada rumah tangga Kornelius yang bukanlah orang Yahudi (Kisah 10) dan mereka juga menerima Roh Kudus. Rasul Paulus (mantan penganiaya gereja0 memberitakan Injil di seluruh dunia Greko-Romawi, sampai ke Roma sendiri (Kisah 28:16) dan bahkan mungkin sampai ke Spanyol.

            Pada tahun 70, tahun di mana Yerusalem dihancurkan, kitab-kitab Perjanjian Baru telah lengkap dan beredar di antara gereja-gereja. Untuk 240 tahun berikutnya, orang-orang Kristen dianiaya oleh Roma, kadang secara acak, kadang atas perintah pemerintah.

Pada abad kedua dan ketiga, kepemimpinan gereja mejadi makin hirakhis seiring dengan peningkatan jumlah. Beberapa ajaran sesat diungkapkan dan ditolak pada zaman ini, dan kanon Perjanjian Baru disepakati. Penganiayaan terus meningkat.

Sejarah KeKristenan – Bangkitnya Gereja Roma
            Kemudian pada tahun 312 A.D. Kaisar Roma, Konstantin mengaku mendapatkan pengalaman pertobatan. Sekitar 70 tahun kemudian, pada masa pemerintahan Theodosius, keKristenan menjadi agama resmi dari kekaisaran Romawi. Para Bishop diberi tempat terhormat dalam pemerintahan, dan pada tahun 400 A.D. istilah Romawi dan Kristen pada dasarnya sama.

            Setelah Konstantin, orang-orang Kristen tidak lagi dianiaya. Pada waktu itu, orang-orang tidak percaya yang mengalami penganiayaan, kecuali kalau mereka “bertobat” kepada keKristenan. Pertobatan yang dipaksa semacam ini mengakibatkan banyak orang yang bergereja tanpa mengalami perubahan hati yang sejati. Orang-orang ini membawa berhala-berhala mereka dan kebiasaan-kebiasaan mereka, dan gereja berubah: ikon-ikon, desain arsitektur yang ruwet, perjalanan ziarah, dan pemujaan orang-orang suci ditambahkan kepada ibadah gereja mula-mula yang sederhana. Kira-kira pada saat yang hampir sama, beberapa orang Kristen meninggalkan Roma dan memilih untuk tinggal secara terpencil sebagai biarawan, dan baptisan bayi diperkenalkan sebagai cara untuk menyucikan dosa asal.

            Dalam abad-abad berikutnya, berbagai konsili gereja dilakukan untuk menentukan doktrin resmi gereja, untuk mengecam perlakuan salah terhadap para pelayan Tuhan, dan untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Dengan makin melemahkan Kekaisaran Roma, gereja menjadi makin berkuasa dan makin banyak pertentangan antara gereja-gereja di Barat dan Timur. Gereja Barat (Latin), berpusat di Roma, mengklaim otoritas kerasulan terhadap semua gereja. Bishop Roma bahkan mulai menyebut diri “Paus” (Bapa). Hal ini tidak dapat diterima dengan baik oleh Gereja Timur (Gerika) yang berpusat di Konstantinopel. Perbedaan teologis, politis, prosedural dan bahasa mengakibatkan Perpecahan Besar pada 1054 di mana Gereja Katolik (Universal) Roma dan Gereja Ortodoks Timur saling mengucilkan satu dengan yang lainnya dan memutuskan hubungan.

Sejarah KeKristenan – Abad Pertengahan
            Selama Abad Pertengahan di Eropah, Gereja Katolik Roma terus memegang kekuasaan, dengan Paus sebagai pemegang kekuasaan atas semua jenjang kehidupan dan hidup seperti raja. Korupsi dan ketamakan dalam kepemimpinan gereja adalah hal yang umum. Dari tahun 1095 sampai 1204 para Paus mendukung serangkaian perang salib yang berdarah dan mahal dalam usaha untuk mengusir kaum kaum Muslimin dan membebaskan Yerusalem.

Sejarah KeKristenan - Reformasi
            Selama bertahun-tahun berbagai individu telah berusaha menyoroti penyalahgunaan teologis, politis, dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh Gereja Roma. Semua dibungkamkan dengan satu atau lain cara. Namun pada tahun 1517, seorang biarawan Jerman bernama Martin Luther mengambil sikap melawan Gereja, dan semua orang mendengarnya. Dengan Luther hadirlah Reformasi Prostestan, dan Abad Pertengahan berakhir.

Para Reformator, termasuk Luther, Calvin, and Zwingli, berbeda dalam banyak detil teologia, namun mereka konsisten dalam penekanan mereka akan Alkitab sebagai otoritas tertinggi yang melampaui tradisi gereja dan fakta bahwa orang-orang berdosa diselamatkan oleh anugrah melalui iman semata, bukan karena pekerjaan (Efesus 2:8-9).

Sekalipun Katolisisme muncul kembali di Eropah, dan serangkai peperangan antara Protestan dan Katolik terjadi, Reformasi berhasil meruntuhkan kekuasaan Gereja KaIolik Roma dan membantu membuka pntu kepada abad modern.

Sejarah KeKristenan – Abad Misi
Pada tahun 1790 sampai 1900 gereja memperlihatan minat yang luar biasa pada pekerjaan misi. Kolonisasi telah mebuka mata pada pentingnya misi dan industrialisasi menyediakan orang dengan kekuatan dana untuk mendanai para misionari. Para misionari pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil dan gereja berdiri di mana-mana.

Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

            Petobat-petobat pertama kepada keKristenan adalah orang-orang Yahudi atau peganut-penganut Yudaisme, dan gereja berpusat di Yerusalem. Karena itu keKristenan pada mulanya dipandang sebagai sekte Yahudi, sama seperti orang-orang Farisi, Saduki, atau Essenes. Namun demikian, apa yang dikhotbahkan para Rasul berbeda secara radikal dari apa yang diajarkan oleh kelompok-kelompok Yahudi lainnya. Yesus adalah Mesias orang Yahudi (Raja yang Diurapi) yang datang untuk menggenapi Hukum Taurat (Matius 5:17) dan mendirikan Perjanjian Baru yang berdasarkan pada kematianNya (Markus 14:24). Berita ini, dan tuduhan bahwa mereka telah membunuh Mesias mereka sendiri, membuat banyak pemuka Yahudi menjadi marah, dan beberapa orang, seperti Saul dari Tarsus, mengambil tindakan untuk memusnahkan “Jalan” itu (Kisah 9:1-2).
            Adalah amat tepat untuk mengatakan bahwa keKristenan berakar pada Yudaisme. Perjanjian Lama meletakkan landasan bagi Perjanjian Baru dan tidak mungkin untuk memahami keKristenan secara penuh tanpa pengetahuan akan Perjanjian Lama (lihat kitab Matius dan Ibrani). Perjanjian Lama menjelaskan kebutuhan akan seorang Mesias, mengandung sejarah umat kepunyaan Mesias, dan menubuatkan kedatangan Mesias. Perjanjian Baru adalah mengenai datangnya Mesias dan karyaNya untuk menyelamatkan kita dari dosa. Dalam hidupNya, Yesus menggenapi lebih dari 300 nubuat yang terinci, membuktikan bahwa Dialah yang dinanti-nantikan oleh Perjanjian Lama.

Sejarah KeKristenan – Pertumbuhan Gereja Mula-Mula
            Tidak lama setelah Pentakosta, pintu gereja terbuka kepada orang-orang bukan Yahudi. Rasul Filipus berkhotbah kepada orang-orang Samaria (Kisah 8:5), dan banyak dari mereka yang percaya kepada Kristus. Rasul Petrus berkhotbah kepada rumah tangga Kornelius yang bukanlah orang Yahudi (Kisah 10) dan mereka juga menerima Roh Kudus. Rasul Paulus (mantan penganiaya gereja0 memberitakan Injil di seluruh dunia Greko-Romawi, sampai ke Roma sendiri (Kisah 28:16) dan bahkan mungkin sampai ke Spanyol.

            Pada tahun 70, tahun di mana Yerusalem dihancurkan, kitab-kitab Perjanjian Baru telah lengkap dan beredar di antara gereja-gereja. Untuk 240 tahun berikutnya, orang-orang Kristen dianiaya oleh Roma, kadang secara acak, kadang atas perintah pemerintah.

Pada abad kedua dan ketiga, kepemimpinan gereja mejadi makin hirakhis seiring dengan peningkatan jumlah. Beberapa ajaran sesat diungkapkan dan ditolak pada zaman ini, dan kanon Perjanjian Baru disepakati. Penganiayaan terus meningkat.

Sejarah KeKristenan – Bangkitnya Gereja Roma
            Kemudian pada tahun 312 A.D. Kaisar Roma, Konstantin mengaku mendapatkan pengalaman pertobatan. Sekitar 70 tahun kemudian, pada masa pemerintahan Theodosius, keKristenan menjadi agama resmi dari kekaisaran Romawi. Para Bishop diberi tempat terhormat dalam pemerintahan, dan pada tahun 400 A.D. istilah Romawi dan Kristen pada dasarnya sama.

            Setelah Konstantin, orang-orang Kristen tidak lagi dianiaya. Pada waktu itu, orang-orang tidak percaya yang mengalami penganiayaan, kecuali kalau mereka “bertobat” kepada keKristenan. Pertobatan yang dipaksa semacam ini mengakibatkan banyak orang yang bergereja tanpa mengalami perubahan hati yang sejati. Orang-orang ini membawa berhala-berhala mereka dan kebiasaan-kebiasaan mereka, dan gereja berubah: ikon-ikon, desain arsitektur yang ruwet, perjalanan ziarah, dan pemujaan orang-orang suci ditambahkan kepada ibadah gereja mula-mula yang sederhana. Kira-kira pada saat yang hampir sama, beberapa orang Kristen meninggalkan Roma dan memilih untuk tinggal secara terpencil sebagai biarawan, dan baptisan bayi diperkenalkan sebagai cara untuk menyucikan dosa asal.

            Dalam abad-abad berikutnya, berbagai konsili gereja dilakukan untuk menentukan doktrin resmi gereja, untuk mengecam perlakuan salah terhadap para pelayan Tuhan, dan untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Dengan makin melemahkan Kekaisaran Roma, gereja menjadi makin berkuasa dan makin banyak pertentangan antara gereja-gereja di Barat dan Timur. Gereja Barat (Latin), berpusat di Roma, mengklaim otoritas kerasulan terhadap semua gereja. Bishop Roma bahkan mulai menyebut diri “Paus” (Bapa). Hal ini tidak dapat diterima dengan baik oleh Gereja Timur (Gerika) yang berpusat di Konstantinopel. Perbedaan teologis, politis, prosedural dan bahasa mengakibatkan Perpecahan Besar pada 1054 di mana Gereja Katolik (Universal) Roma dan Gereja Ortodoks Timur saling mengucilkan satu dengan yang lainnya dan memutuskan hubungan.

Sejarah KeKristenan – Abad Pertengahan
            Selama Abad Pertengahan di Eropah, Gereja Katolik Roma terus memegang kekuasaan, dengan Paus sebagai pemegang kekuasaan atas semua jenjang kehidupan dan hidup seperti raja. Korupsi dan ketamakan dalam kepemimpinan gereja adalah hal yang umum. Dari tahun 1095 sampai 1204 para Paus mendukung serangkaian perang salib yang berdarah dan mahal dalam usaha untuk mengusir kaum kaum Muslimin dan membebaskan Yerusalem.

Sejarah KeKristenan - Reformasi
            Selama bertahun-tahun berbagai individu telah berusaha menyoroti penyalahgunaan teologis, politis, dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh Gereja Roma. Semua dibungkamkan dengan satu atau lain cara. Namun pada tahun 1517, seorang biarawan Jerman bernama Martin Luther mengambil sikap melawan Gereja, dan semua orang mendengarnya. Dengan Luther hadirlah Reformasi Prostestan, dan Abad Pertengahan berakhir.

Para Reformator, termasuk Luther, Calvin, and Zwingli, berbeda dalam banyak detil teologia, namun mereka konsisten dalam penekanan mereka akan Alkitab sebagai otoritas tertinggi yang melampaui tradisi gereja dan fakta bahwa orang-orang berdosa diselamatkan oleh anugrah melalui iman semata, bukan karena pekerjaan (Efesus 2:8-9).

Sekalipun Katolisisme muncul kembali di Eropah, dan serangkai peperangan antara Protestan dan Katolik terjadi, Reformasi berhasil meruntuhkan kekuasaan Gereja KaIolik Roma dan membantu membuka pntu kepada abad modern.

Sejarah KeKristenan – Abad Misi
Pada tahun 1790 sampai 1900 gereja memperlihatan minat yang luar biasa pada pekerjaan misi. Kolonisasi telah mebuka mata pada pentingnya misi dan industrialisasi menyediakan orang dengan kekuatan dana untuk mendanai para misionari. Para misionari pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil dan gereja berdiri di mana-mana.

Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

            Adalah amat tepat untuk mengatakan bahwa keKristenan berakar pada Yudaisme. Perjanjian Lama meletakkan landasan bagi Perjanjian Baru dan tidak mungkin untuk memahami keKristenan secara penuh tanpa pengetahuan akan Perjanjian Lama (lihat kitab Matius dan Ibrani). Perjanjian Lama menjelaskan kebutuhan akan seorang Mesias, mengandung sejarah umat kepunyaan Mesias, dan menubuatkan kedatangan Mesias. Perjanjian Baru adalah mengenai datangnya Mesias dan karyaNya untuk menyelamatkan kita dari dosa. Dalam hidupNya, Yesus menggenapi lebih dari 300 nubuat yang terinci, membuktikan bahwa Dialah yang dinanti-nantikan oleh Perjanjian Lama.
Sejarah KeKristenan – Pertumbuhan Gereja Mula-Mula
            Tidak lama setelah Pentakosta, pintu gereja terbuka kepada orang-orang bukan Yahudi. Rasul Filipus berkhotbah kepada orang-orang Samaria (Kisah 8:5), dan banyak dari mereka yang percaya kepada Kristus. Rasul Petrus berkhotbah kepada rumah tangga Kornelius yang bukanlah orang Yahudi (Kisah 10) dan mereka juga menerima Roh Kudus. Rasul Paulus (mantan penganiaya gereja0 memberitakan Injil di seluruh dunia Greko-Romawi, sampai ke Roma sendiri (Kisah 28:16) dan bahkan mungkin sampai ke Spanyol.

            Pada tahun 70, tahun di mana Yerusalem dihancurkan, kitab-kitab Perjanjian Baru telah lengkap dan beredar di antara gereja-gereja. Untuk 240 tahun berikutnya, orang-orang Kristen dianiaya oleh Roma, kadang secara acak, kadang atas perintah pemerintah.

Pada abad kedua dan ketiga, kepemimpinan gereja mejadi makin hirakhis seiring dengan peningkatan jumlah. Beberapa ajaran sesat diungkapkan dan ditolak pada zaman ini, dan kanon Perjanjian Baru disepakati. Penganiayaan terus meningkat.

Sejarah KeKristenan – Bangkitnya Gereja Roma
            Kemudian pada tahun 312 A.D. Kaisar Roma, Konstantin mengaku mendapatkan pengalaman pertobatan. Sekitar 70 tahun kemudian, pada masa pemerintahan Theodosius, keKristenan menjadi agama resmi dari kekaisaran Romawi. Para Bishop diberi tempat terhormat dalam pemerintahan, dan pada tahun 400 A.D. istilah Romawi dan Kristen pada dasarnya sama.

            Setelah Konstantin, orang-orang Kristen tidak lagi dianiaya. Pada waktu itu, orang-orang tidak percaya yang mengalami penganiayaan, kecuali kalau mereka “bertobat” kepada keKristenan. Pertobatan yang dipaksa semacam ini mengakibatkan banyak orang yang bergereja tanpa mengalami perubahan hati yang sejati. Orang-orang ini membawa berhala-berhala mereka dan kebiasaan-kebiasaan mereka, dan gereja berubah: ikon-ikon, desain arsitektur yang ruwet, perjalanan ziarah, dan pemujaan orang-orang suci ditambahkan kepada ibadah gereja mula-mula yang sederhana. Kira-kira pada saat yang hampir sama, beberapa orang Kristen meninggalkan Roma dan memilih untuk tinggal secara terpencil sebagai biarawan, dan baptisan bayi diperkenalkan sebagai cara untuk menyucikan dosa asal.

            Dalam abad-abad berikutnya, berbagai konsili gereja dilakukan untuk menentukan doktrin resmi gereja, untuk mengecam perlakuan salah terhadap para pelayan Tuhan, dan untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Dengan makin melemahkan Kekaisaran Roma, gereja menjadi makin berkuasa dan makin banyak pertentangan antara gereja-gereja di Barat dan Timur. Gereja Barat (Latin), berpusat di Roma, mengklaim otoritas kerasulan terhadap semua gereja. Bishop Roma bahkan mulai menyebut diri “Paus” (Bapa). Hal ini tidak dapat diterima dengan baik oleh Gereja Timur (Gerika) yang berpusat di Konstantinopel. Perbedaan teologis, politis, prosedural dan bahasa mengakibatkan Perpecahan Besar pada 1054 di mana Gereja Katolik (Universal) Roma dan Gereja Ortodoks Timur saling mengucilkan satu dengan yang lainnya dan memutuskan hubungan.

Sejarah KeKristenan – Abad Pertengahan
            Selama Abad Pertengahan di Eropah, Gereja Katolik Roma terus memegang kekuasaan, dengan Paus sebagai pemegang kekuasaan atas semua jenjang kehidupan dan hidup seperti raja. Korupsi dan ketamakan dalam kepemimpinan gereja adalah hal yang umum. Dari tahun 1095 sampai 1204 para Paus mendukung serangkaian perang salib yang berdarah dan mahal dalam usaha untuk mengusir kaum kaum Muslimin dan membebaskan Yerusalem.

Sejarah KeKristenan - Reformasi
            Selama bertahun-tahun berbagai individu telah berusaha menyoroti penyalahgunaan teologis, politis, dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh Gereja Roma. Semua dibungkamkan dengan satu atau lain cara. Namun pada tahun 1517, seorang biarawan Jerman bernama Martin Luther mengambil sikap melawan Gereja, dan semua orang mendengarnya. Dengan Luther hadirlah Reformasi Prostestan, dan Abad Pertengahan berakhir.

Para Reformator, termasuk Luther, Calvin, and Zwingli, berbeda dalam banyak detil teologia, namun mereka konsisten dalam penekanan mereka akan Alkitab sebagai otoritas tertinggi yang melampaui tradisi gereja dan fakta bahwa orang-orang berdosa diselamatkan oleh anugrah melalui iman semata, bukan karena pekerjaan (Efesus 2:8-9).

Sekalipun Katolisisme muncul kembali di Eropah, dan serangkai peperangan antara Protestan dan Katolik terjadi, Reformasi berhasil meruntuhkan kekuasaan Gereja KaIolik Roma dan membantu membuka pntu kepada abad modern.

Sejarah KeKristenan – Abad Misi
Pada tahun 1790 sampai 1900 gereja memperlihatan minat yang luar biasa pada pekerjaan misi. Kolonisasi telah mebuka mata pada pentingnya misi dan industrialisasi menyediakan orang dengan kekuatan dana untuk mendanai para misionari. Para misionari pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil dan gereja berdiri di mana-mana.

Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

Sejarah KeKristenan – Pertumbuhan Gereja Mula-Mula
            Tidak lama setelah Pentakosta, pintu gereja terbuka kepada orang-orang bukan Yahudi. Rasul Filipus berkhotbah kepada orang-orang Samaria (Kisah 8:5), dan banyak dari mereka yang percaya kepada Kristus. Rasul Petrus berkhotbah kepada rumah tangga Kornelius yang bukanlah orang Yahudi (Kisah 10) dan mereka juga menerima Roh Kudus. Rasul Paulus (mantan penganiaya gereja0 memberitakan Injil di seluruh dunia Greko-Romawi, sampai ke Roma sendiri (Kisah 28:16) dan bahkan mungkin sampai ke Spanyol.
            Pada tahun 70, tahun di mana Yerusalem dihancurkan, kitab-kitab Perjanjian Baru telah lengkap dan beredar di antara gereja-gereja. Untuk 240 tahun berikutnya, orang-orang Kristen dianiaya oleh Roma, kadang secara acak, kadang atas perintah pemerintah.

Pada abad kedua dan ketiga, kepemimpinan gereja mejadi makin hirakhis seiring dengan peningkatan jumlah. Beberapa ajaran sesat diungkapkan dan ditolak pada zaman ini, dan kanon Perjanjian Baru disepakati. Penganiayaan terus meningkat.

Sejarah KeKristenan – Bangkitnya Gereja Roma
            Kemudian pada tahun 312 A.D. Kaisar Roma, Konstantin mengaku mendapatkan pengalaman pertobatan. Sekitar 70 tahun kemudian, pada masa pemerintahan Theodosius, keKristenan menjadi agama resmi dari kekaisaran Romawi. Para Bishop diberi tempat terhormat dalam pemerintahan, dan pada tahun 400 A.D. istilah Romawi dan Kristen pada dasarnya sama.

            Setelah Konstantin, orang-orang Kristen tidak lagi dianiaya. Pada waktu itu, orang-orang tidak percaya yang mengalami penganiayaan, kecuali kalau mereka “bertobat” kepada keKristenan. Pertobatan yang dipaksa semacam ini mengakibatkan banyak orang yang bergereja tanpa mengalami perubahan hati yang sejati. Orang-orang ini membawa berhala-berhala mereka dan kebiasaan-kebiasaan mereka, dan gereja berubah: ikon-ikon, desain arsitektur yang ruwet, perjalanan ziarah, dan pemujaan orang-orang suci ditambahkan kepada ibadah gereja mula-mula yang sederhana. Kira-kira pada saat yang hampir sama, beberapa orang Kristen meninggalkan Roma dan memilih untuk tinggal secara terpencil sebagai biarawan, dan baptisan bayi diperkenalkan sebagai cara untuk menyucikan dosa asal.

            Dalam abad-abad berikutnya, berbagai konsili gereja dilakukan untuk menentukan doktrin resmi gereja, untuk mengecam perlakuan salah terhadap para pelayan Tuhan, dan untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Dengan makin melemahkan Kekaisaran Roma, gereja menjadi makin berkuasa dan makin banyak pertentangan antara gereja-gereja di Barat dan Timur. Gereja Barat (Latin), berpusat di Roma, mengklaim otoritas kerasulan terhadap semua gereja. Bishop Roma bahkan mulai menyebut diri “Paus” (Bapa). Hal ini tidak dapat diterima dengan baik oleh Gereja Timur (Gerika) yang berpusat di Konstantinopel. Perbedaan teologis, politis, prosedural dan bahasa mengakibatkan Perpecahan Besar pada 1054 di mana Gereja Katolik (Universal) Roma dan Gereja Ortodoks Timur saling mengucilkan satu dengan yang lainnya dan memutuskan hubungan.

Sejarah KeKristenan – Abad Pertengahan
            Selama Abad Pertengahan di Eropah, Gereja Katolik Roma terus memegang kekuasaan, dengan Paus sebagai pemegang kekuasaan atas semua jenjang kehidupan dan hidup seperti raja. Korupsi dan ketamakan dalam kepemimpinan gereja adalah hal yang umum. Dari tahun 1095 sampai 1204 para Paus mendukung serangkaian perang salib yang berdarah dan mahal dalam usaha untuk mengusir kaum kaum Muslimin dan membebaskan Yerusalem.

Sejarah KeKristenan - Reformasi
            Selama bertahun-tahun berbagai individu telah berusaha menyoroti penyalahgunaan teologis, politis, dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh Gereja Roma. Semua dibungkamkan dengan satu atau lain cara. Namun pada tahun 1517, seorang biarawan Jerman bernama Martin Luther mengambil sikap melawan Gereja, dan semua orang mendengarnya. Dengan Luther hadirlah Reformasi Prostestan, dan Abad Pertengahan berakhir.

Para Reformator, termasuk Luther, Calvin, and Zwingli, berbeda dalam banyak detil teologia, namun mereka konsisten dalam penekanan mereka akan Alkitab sebagai otoritas tertinggi yang melampaui tradisi gereja dan fakta bahwa orang-orang berdosa diselamatkan oleh anugrah melalui iman semata, bukan karena pekerjaan (Efesus 2:8-9).

Sekalipun Katolisisme muncul kembali di Eropah, dan serangkai peperangan antara Protestan dan Katolik terjadi, Reformasi berhasil meruntuhkan kekuasaan Gereja KaIolik Roma dan membantu membuka pntu kepada abad modern.

Sejarah KeKristenan – Abad Misi
Pada tahun 1790 sampai 1900 gereja memperlihatan minat yang luar biasa pada pekerjaan misi. Kolonisasi telah mebuka mata pada pentingnya misi dan industrialisasi menyediakan orang dengan kekuatan dana untuk mendanai para misionari. Para misionari pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil dan gereja berdiri di mana-mana.

Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

            Pada tahun 70, tahun di mana Yerusalem dihancurkan, kitab-kitab Perjanjian Baru telah lengkap dan beredar di antara gereja-gereja. Untuk 240 tahun berikutnya, orang-orang Kristen dianiaya oleh Roma, kadang secara acak, kadang atas perintah pemerintah.
Pada abad kedua dan ketiga, kepemimpinan gereja mejadi makin hirakhis seiring dengan peningkatan jumlah. Beberapa ajaran sesat diungkapkan dan ditolak pada zaman ini, dan kanon Perjanjian Baru disepakati. Penganiayaan terus meningkat.

Sejarah KeKristenan – Bangkitnya Gereja Roma
            Kemudian pada tahun 312 A.D. Kaisar Roma, Konstantin mengaku mendapatkan pengalaman pertobatan. Sekitar 70 tahun kemudian, pada masa pemerintahan Theodosius, keKristenan menjadi agama resmi dari kekaisaran Romawi. Para Bishop diberi tempat terhormat dalam pemerintahan, dan pada tahun 400 A.D. istilah Romawi dan Kristen pada dasarnya sama.

            Setelah Konstantin, orang-orang Kristen tidak lagi dianiaya. Pada waktu itu, orang-orang tidak percaya yang mengalami penganiayaan, kecuali kalau mereka “bertobat” kepada keKristenan. Pertobatan yang dipaksa semacam ini mengakibatkan banyak orang yang bergereja tanpa mengalami perubahan hati yang sejati. Orang-orang ini membawa berhala-berhala mereka dan kebiasaan-kebiasaan mereka, dan gereja berubah: ikon-ikon, desain arsitektur yang ruwet, perjalanan ziarah, dan pemujaan orang-orang suci ditambahkan kepada ibadah gereja mula-mula yang sederhana. Kira-kira pada saat yang hampir sama, beberapa orang Kristen meninggalkan Roma dan memilih untuk tinggal secara terpencil sebagai biarawan, dan baptisan bayi diperkenalkan sebagai cara untuk menyucikan dosa asal.

            Dalam abad-abad berikutnya, berbagai konsili gereja dilakukan untuk menentukan doktrin resmi gereja, untuk mengecam perlakuan salah terhadap para pelayan Tuhan, dan untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Dengan makin melemahkan Kekaisaran Roma, gereja menjadi makin berkuasa dan makin banyak pertentangan antara gereja-gereja di Barat dan Timur. Gereja Barat (Latin), berpusat di Roma, mengklaim otoritas kerasulan terhadap semua gereja. Bishop Roma bahkan mulai menyebut diri “Paus” (Bapa). Hal ini tidak dapat diterima dengan baik oleh Gereja Timur (Gerika) yang berpusat di Konstantinopel. Perbedaan teologis, politis, prosedural dan bahasa mengakibatkan Perpecahan Besar pada 1054 di mana Gereja Katolik (Universal) Roma dan Gereja Ortodoks Timur saling mengucilkan satu dengan yang lainnya dan memutuskan hubungan.

Sejarah KeKristenan – Abad Pertengahan
            Selama Abad Pertengahan di Eropah, Gereja Katolik Roma terus memegang kekuasaan, dengan Paus sebagai pemegang kekuasaan atas semua jenjang kehidupan dan hidup seperti raja. Korupsi dan ketamakan dalam kepemimpinan gereja adalah hal yang umum. Dari tahun 1095 sampai 1204 para Paus mendukung serangkaian perang salib yang berdarah dan mahal dalam usaha untuk mengusir kaum kaum Muslimin dan membebaskan Yerusalem.

Sejarah KeKristenan - Reformasi
            Selama bertahun-tahun berbagai individu telah berusaha menyoroti penyalahgunaan teologis, politis, dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh Gereja Roma. Semua dibungkamkan dengan satu atau lain cara. Namun pada tahun 1517, seorang biarawan Jerman bernama Martin Luther mengambil sikap melawan Gereja, dan semua orang mendengarnya. Dengan Luther hadirlah Reformasi Prostestan, dan Abad Pertengahan berakhir.

Para Reformator, termasuk Luther, Calvin, and Zwingli, berbeda dalam banyak detil teologia, namun mereka konsisten dalam penekanan mereka akan Alkitab sebagai otoritas tertinggi yang melampaui tradisi gereja dan fakta bahwa orang-orang berdosa diselamatkan oleh anugrah melalui iman semata, bukan karena pekerjaan (Efesus 2:8-9).

Sekalipun Katolisisme muncul kembali di Eropah, dan serangkai peperangan antara Protestan dan Katolik terjadi, Reformasi berhasil meruntuhkan kekuasaan Gereja KaIolik Roma dan membantu membuka pntu kepada abad modern.

Sejarah KeKristenan – Abad Misi
Pada tahun 1790 sampai 1900 gereja memperlihatan minat yang luar biasa pada pekerjaan misi. Kolonisasi telah mebuka mata pada pentingnya misi dan industrialisasi menyediakan orang dengan kekuatan dana untuk mendanai para misionari. Para misionari pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil dan gereja berdiri di mana-mana.

Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

Pada abad kedua dan ketiga, kepemimpinan gereja mejadi makin hirakhis seiring dengan peningkatan jumlah. Beberapa ajaran sesat diungkapkan dan ditolak pada zaman ini, dan kanon Perjanjian Baru disepakati. Penganiayaan terus meningkat.
Sejarah KeKristenan – Bangkitnya Gereja Roma
            Kemudian pada tahun 312 A.D. Kaisar Roma, Konstantin mengaku mendapatkan pengalaman pertobatan. Sekitar 70 tahun kemudian, pada masa pemerintahan Theodosius, keKristenan menjadi agama resmi dari kekaisaran Romawi. Para Bishop diberi tempat terhormat dalam pemerintahan, dan pada tahun 400 A.D. istilah Romawi dan Kristen pada dasarnya sama.

            Setelah Konstantin, orang-orang Kristen tidak lagi dianiaya. Pada waktu itu, orang-orang tidak percaya yang mengalami penganiayaan, kecuali kalau mereka “bertobat” kepada keKristenan. Pertobatan yang dipaksa semacam ini mengakibatkan banyak orang yang bergereja tanpa mengalami perubahan hati yang sejati. Orang-orang ini membawa berhala-berhala mereka dan kebiasaan-kebiasaan mereka, dan gereja berubah: ikon-ikon, desain arsitektur yang ruwet, perjalanan ziarah, dan pemujaan orang-orang suci ditambahkan kepada ibadah gereja mula-mula yang sederhana. Kira-kira pada saat yang hampir sama, beberapa orang Kristen meninggalkan Roma dan memilih untuk tinggal secara terpencil sebagai biarawan, dan baptisan bayi diperkenalkan sebagai cara untuk menyucikan dosa asal.

            Dalam abad-abad berikutnya, berbagai konsili gereja dilakukan untuk menentukan doktrin resmi gereja, untuk mengecam perlakuan salah terhadap para pelayan Tuhan, dan untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Dengan makin melemahkan Kekaisaran Roma, gereja menjadi makin berkuasa dan makin banyak pertentangan antara gereja-gereja di Barat dan Timur. Gereja Barat (Latin), berpusat di Roma, mengklaim otoritas kerasulan terhadap semua gereja. Bishop Roma bahkan mulai menyebut diri “Paus” (Bapa). Hal ini tidak dapat diterima dengan baik oleh Gereja Timur (Gerika) yang berpusat di Konstantinopel. Perbedaan teologis, politis, prosedural dan bahasa mengakibatkan Perpecahan Besar pada 1054 di mana Gereja Katolik (Universal) Roma dan Gereja Ortodoks Timur saling mengucilkan satu dengan yang lainnya dan memutuskan hubungan.

Sejarah KeKristenan – Abad Pertengahan
            Selama Abad Pertengahan di Eropah, Gereja Katolik Roma terus memegang kekuasaan, dengan Paus sebagai pemegang kekuasaan atas semua jenjang kehidupan dan hidup seperti raja. Korupsi dan ketamakan dalam kepemimpinan gereja adalah hal yang umum. Dari tahun 1095 sampai 1204 para Paus mendukung serangkaian perang salib yang berdarah dan mahal dalam usaha untuk mengusir kaum kaum Muslimin dan membebaskan Yerusalem.

Sejarah KeKristenan - Reformasi
            Selama bertahun-tahun berbagai individu telah berusaha menyoroti penyalahgunaan teologis, politis, dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh Gereja Roma. Semua dibungkamkan dengan satu atau lain cara. Namun pada tahun 1517, seorang biarawan Jerman bernama Martin Luther mengambil sikap melawan Gereja, dan semua orang mendengarnya. Dengan Luther hadirlah Reformasi Prostestan, dan Abad Pertengahan berakhir.

Para Reformator, termasuk Luther, Calvin, and Zwingli, berbeda dalam banyak detil teologia, namun mereka konsisten dalam penekanan mereka akan Alkitab sebagai otoritas tertinggi yang melampaui tradisi gereja dan fakta bahwa orang-orang berdosa diselamatkan oleh anugrah melalui iman semata, bukan karena pekerjaan (Efesus 2:8-9).

Sekalipun Katolisisme muncul kembali di Eropah, dan serangkai peperangan antara Protestan dan Katolik terjadi, Reformasi berhasil meruntuhkan kekuasaan Gereja KaIolik Roma dan membantu membuka pntu kepada abad modern.

Sejarah KeKristenan – Abad Misi
Pada tahun 1790 sampai 1900 gereja memperlihatan minat yang luar biasa pada pekerjaan misi. Kolonisasi telah mebuka mata pada pentingnya misi dan industrialisasi menyediakan orang dengan kekuatan dana untuk mendanai para misionari. Para misionari pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil dan gereja berdiri di mana-mana.

Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

Sejarah KeKristenan – Bangkitnya Gereja Roma
            Kemudian pada tahun 312 A.D. Kaisar Roma, Konstantin mengaku mendapatkan pengalaman pertobatan. Sekitar 70 tahun kemudian, pada masa pemerintahan Theodosius, keKristenan menjadi agama resmi dari kekaisaran Romawi. Para Bishop diberi tempat terhormat dalam pemerintahan, dan pada tahun 400 A.D. istilah Romawi dan Kristen pada dasarnya sama.
            Setelah Konstantin, orang-orang Kristen tidak lagi dianiaya. Pada waktu itu, orang-orang tidak percaya yang mengalami penganiayaan, kecuali kalau mereka “bertobat” kepada keKristenan. Pertobatan yang dipaksa semacam ini mengakibatkan banyak orang yang bergereja tanpa mengalami perubahan hati yang sejati. Orang-orang ini membawa berhala-berhala mereka dan kebiasaan-kebiasaan mereka, dan gereja berubah: ikon-ikon, desain arsitektur yang ruwet, perjalanan ziarah, dan pemujaan orang-orang suci ditambahkan kepada ibadah gereja mula-mula yang sederhana. Kira-kira pada saat yang hampir sama, beberapa orang Kristen meninggalkan Roma dan memilih untuk tinggal secara terpencil sebagai biarawan, dan baptisan bayi diperkenalkan sebagai cara untuk menyucikan dosa asal.

            Dalam abad-abad berikutnya, berbagai konsili gereja dilakukan untuk menentukan doktrin resmi gereja, untuk mengecam perlakuan salah terhadap para pelayan Tuhan, dan untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Dengan makin melemahkan Kekaisaran Roma, gereja menjadi makin berkuasa dan makin banyak pertentangan antara gereja-gereja di Barat dan Timur. Gereja Barat (Latin), berpusat di Roma, mengklaim otoritas kerasulan terhadap semua gereja. Bishop Roma bahkan mulai menyebut diri “Paus” (Bapa). Hal ini tidak dapat diterima dengan baik oleh Gereja Timur (Gerika) yang berpusat di Konstantinopel. Perbedaan teologis, politis, prosedural dan bahasa mengakibatkan Perpecahan Besar pada 1054 di mana Gereja Katolik (Universal) Roma dan Gereja Ortodoks Timur saling mengucilkan satu dengan yang lainnya dan memutuskan hubungan.

Sejarah KeKristenan – Abad Pertengahan
            Selama Abad Pertengahan di Eropah, Gereja Katolik Roma terus memegang kekuasaan, dengan Paus sebagai pemegang kekuasaan atas semua jenjang kehidupan dan hidup seperti raja. Korupsi dan ketamakan dalam kepemimpinan gereja adalah hal yang umum. Dari tahun 1095 sampai 1204 para Paus mendukung serangkaian perang salib yang berdarah dan mahal dalam usaha untuk mengusir kaum kaum Muslimin dan membebaskan Yerusalem.

Sejarah KeKristenan - Reformasi
            Selama bertahun-tahun berbagai individu telah berusaha menyoroti penyalahgunaan teologis, politis, dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh Gereja Roma. Semua dibungkamkan dengan satu atau lain cara. Namun pada tahun 1517, seorang biarawan Jerman bernama Martin Luther mengambil sikap melawan Gereja, dan semua orang mendengarnya. Dengan Luther hadirlah Reformasi Prostestan, dan Abad Pertengahan berakhir.

Para Reformator, termasuk Luther, Calvin, and Zwingli, berbeda dalam banyak detil teologia, namun mereka konsisten dalam penekanan mereka akan Alkitab sebagai otoritas tertinggi yang melampaui tradisi gereja dan fakta bahwa orang-orang berdosa diselamatkan oleh anugrah melalui iman semata, bukan karena pekerjaan (Efesus 2:8-9).

Sekalipun Katolisisme muncul kembali di Eropah, dan serangkai peperangan antara Protestan dan Katolik terjadi, Reformasi berhasil meruntuhkan kekuasaan Gereja KaIolik Roma dan membantu membuka pntu kepada abad modern.

Sejarah KeKristenan – Abad Misi
Pada tahun 1790 sampai 1900 gereja memperlihatan minat yang luar biasa pada pekerjaan misi. Kolonisasi telah mebuka mata pada pentingnya misi dan industrialisasi menyediakan orang dengan kekuatan dana untuk mendanai para misionari. Para misionari pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil dan gereja berdiri di mana-mana.

Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

            Setelah Konstantin, orang-orang Kristen tidak lagi dianiaya. Pada waktu itu, orang-orang tidak percaya yang mengalami penganiayaan, kecuali kalau mereka “bertobat” kepada keKristenan. Pertobatan yang dipaksa semacam ini mengakibatkan banyak orang yang bergereja tanpa mengalami perubahan hati yang sejati. Orang-orang ini membawa berhala-berhala mereka dan kebiasaan-kebiasaan mereka, dan gereja berubah: ikon-ikon, desain arsitektur yang ruwet, perjalanan ziarah, dan pemujaan orang-orang suci ditambahkan kepada ibadah gereja mula-mula yang sederhana. Kira-kira pada saat yang hampir sama, beberapa orang Kristen meninggalkan Roma dan memilih untuk tinggal secara terpencil sebagai biarawan, dan baptisan bayi diperkenalkan sebagai cara untuk menyucikan dosa asal.
            Dalam abad-abad berikutnya, berbagai konsili gereja dilakukan untuk menentukan doktrin resmi gereja, untuk mengecam perlakuan salah terhadap para pelayan Tuhan, dan untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Dengan makin melemahkan Kekaisaran Roma, gereja menjadi makin berkuasa dan makin banyak pertentangan antara gereja-gereja di Barat dan Timur. Gereja Barat (Latin), berpusat di Roma, mengklaim otoritas kerasulan terhadap semua gereja. Bishop Roma bahkan mulai menyebut diri “Paus” (Bapa). Hal ini tidak dapat diterima dengan baik oleh Gereja Timur (Gerika) yang berpusat di Konstantinopel. Perbedaan teologis, politis, prosedural dan bahasa mengakibatkan Perpecahan Besar pada 1054 di mana Gereja Katolik (Universal) Roma dan Gereja Ortodoks Timur saling mengucilkan satu dengan yang lainnya dan memutuskan hubungan.

Sejarah KeKristenan – Abad Pertengahan
            Selama Abad Pertengahan di Eropah, Gereja Katolik Roma terus memegang kekuasaan, dengan Paus sebagai pemegang kekuasaan atas semua jenjang kehidupan dan hidup seperti raja. Korupsi dan ketamakan dalam kepemimpinan gereja adalah hal yang umum. Dari tahun 1095 sampai 1204 para Paus mendukung serangkaian perang salib yang berdarah dan mahal dalam usaha untuk mengusir kaum kaum Muslimin dan membebaskan Yerusalem.

Sejarah KeKristenan - Reformasi
            Selama bertahun-tahun berbagai individu telah berusaha menyoroti penyalahgunaan teologis, politis, dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh Gereja Roma. Semua dibungkamkan dengan satu atau lain cara. Namun pada tahun 1517, seorang biarawan Jerman bernama Martin Luther mengambil sikap melawan Gereja, dan semua orang mendengarnya. Dengan Luther hadirlah Reformasi Prostestan, dan Abad Pertengahan berakhir.

Para Reformator, termasuk Luther, Calvin, and Zwingli, berbeda dalam banyak detil teologia, namun mereka konsisten dalam penekanan mereka akan Alkitab sebagai otoritas tertinggi yang melampaui tradisi gereja dan fakta bahwa orang-orang berdosa diselamatkan oleh anugrah melalui iman semata, bukan karena pekerjaan (Efesus 2:8-9).

Sekalipun Katolisisme muncul kembali di Eropah, dan serangkai peperangan antara Protestan dan Katolik terjadi, Reformasi berhasil meruntuhkan kekuasaan Gereja KaIolik Roma dan membantu membuka pntu kepada abad modern.

Sejarah KeKristenan – Abad Misi
Pada tahun 1790 sampai 1900 gereja memperlihatan minat yang luar biasa pada pekerjaan misi. Kolonisasi telah mebuka mata pada pentingnya misi dan industrialisasi menyediakan orang dengan kekuatan dana untuk mendanai para misionari. Para misionari pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil dan gereja berdiri di mana-mana.

Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

            Dalam abad-abad berikutnya, berbagai konsili gereja dilakukan untuk menentukan doktrin resmi gereja, untuk mengecam perlakuan salah terhadap para pelayan Tuhan, dan untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Dengan makin melemahkan Kekaisaran Roma, gereja menjadi makin berkuasa dan makin banyak pertentangan antara gereja-gereja di Barat dan Timur. Gereja Barat (Latin), berpusat di Roma, mengklaim otoritas kerasulan terhadap semua gereja. Bishop Roma bahkan mulai menyebut diri “Paus” (Bapa). Hal ini tidak dapat diterima dengan baik oleh Gereja Timur (Gerika) yang berpusat di Konstantinopel. Perbedaan teologis, politis, prosedural dan bahasa mengakibatkan Perpecahan Besar pada 1054 di mana Gereja Katolik (Universal) Roma dan Gereja Ortodoks Timur saling mengucilkan satu dengan yang lainnya dan memutuskan hubungan.
Sejarah KeKristenan – Abad Pertengahan
            Selama Abad Pertengahan di Eropah, Gereja Katolik Roma terus memegang kekuasaan, dengan Paus sebagai pemegang kekuasaan atas semua jenjang kehidupan dan hidup seperti raja. Korupsi dan ketamakan dalam kepemimpinan gereja adalah hal yang umum. Dari tahun 1095 sampai 1204 para Paus mendukung serangkaian perang salib yang berdarah dan mahal dalam usaha untuk mengusir kaum kaum Muslimin dan membebaskan Yerusalem.

Sejarah KeKristenan - Reformasi
            Selama bertahun-tahun berbagai individu telah berusaha menyoroti penyalahgunaan teologis, politis, dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh Gereja Roma. Semua dibungkamkan dengan satu atau lain cara. Namun pada tahun 1517, seorang biarawan Jerman bernama Martin Luther mengambil sikap melawan Gereja, dan semua orang mendengarnya. Dengan Luther hadirlah Reformasi Prostestan, dan Abad Pertengahan berakhir.

Para Reformator, termasuk Luther, Calvin, and Zwingli, berbeda dalam banyak detil teologia, namun mereka konsisten dalam penekanan mereka akan Alkitab sebagai otoritas tertinggi yang melampaui tradisi gereja dan fakta bahwa orang-orang berdosa diselamatkan oleh anugrah melalui iman semata, bukan karena pekerjaan (Efesus 2:8-9).

Sekalipun Katolisisme muncul kembali di Eropah, dan serangkai peperangan antara Protestan dan Katolik terjadi, Reformasi berhasil meruntuhkan kekuasaan Gereja KaIolik Roma dan membantu membuka pntu kepada abad modern.

Sejarah KeKristenan – Abad Misi
Pada tahun 1790 sampai 1900 gereja memperlihatan minat yang luar biasa pada pekerjaan misi. Kolonisasi telah mebuka mata pada pentingnya misi dan industrialisasi menyediakan orang dengan kekuatan dana untuk mendanai para misionari. Para misionari pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil dan gereja berdiri di mana-mana.

Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

Sejarah KeKristenan – Abad Pertengahan
            Selama Abad Pertengahan di Eropah, Gereja Katolik Roma terus memegang kekuasaan, dengan Paus sebagai pemegang kekuasaan atas semua jenjang kehidupan dan hidup seperti raja. Korupsi dan ketamakan dalam kepemimpinan gereja adalah hal yang umum. Dari tahun 1095 sampai 1204 para Paus mendukung serangkaian perang salib yang berdarah dan mahal dalam usaha untuk mengusir kaum kaum Muslimin dan membebaskan Yerusalem.
Sejarah KeKristenan - Reformasi
            Selama bertahun-tahun berbagai individu telah berusaha menyoroti penyalahgunaan teologis, politis, dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh Gereja Roma. Semua dibungkamkan dengan satu atau lain cara. Namun pada tahun 1517, seorang biarawan Jerman bernama Martin Luther mengambil sikap melawan Gereja, dan semua orang mendengarnya. Dengan Luther hadirlah Reformasi Prostestan, dan Abad Pertengahan berakhir.

Para Reformator, termasuk Luther, Calvin, and Zwingli, berbeda dalam banyak detil teologia, namun mereka konsisten dalam penekanan mereka akan Alkitab sebagai otoritas tertinggi yang melampaui tradisi gereja dan fakta bahwa orang-orang berdosa diselamatkan oleh anugrah melalui iman semata, bukan karena pekerjaan (Efesus 2:8-9).

Sekalipun Katolisisme muncul kembali di Eropah, dan serangkai peperangan antara Protestan dan Katolik terjadi, Reformasi berhasil meruntuhkan kekuasaan Gereja KaIolik Roma dan membantu membuka pntu kepada abad modern.

Sejarah KeKristenan – Abad Misi
Pada tahun 1790 sampai 1900 gereja memperlihatan minat yang luar biasa pada pekerjaan misi. Kolonisasi telah mebuka mata pada pentingnya misi dan industrialisasi menyediakan orang dengan kekuatan dana untuk mendanai para misionari. Para misionari pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil dan gereja berdiri di mana-mana.

Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

Sejarah KeKristenan - Reformasi
            Selama bertahun-tahun berbagai individu telah berusaha menyoroti penyalahgunaan teologis, politis, dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh Gereja Roma. Semua dibungkamkan dengan satu atau lain cara. Namun pada tahun 1517, seorang biarawan Jerman bernama Martin Luther mengambil sikap melawan Gereja, dan semua orang mendengarnya. Dengan Luther hadirlah Reformasi Prostestan, dan Abad Pertengahan berakhir.
Para Reformator, termasuk Luther, Calvin, and Zwingli, berbeda dalam banyak detil teologia, namun mereka konsisten dalam penekanan mereka akan Alkitab sebagai otoritas tertinggi yang melampaui tradisi gereja dan fakta bahwa orang-orang berdosa diselamatkan oleh anugrah melalui iman semata, bukan karena pekerjaan (Efesus 2:8-9).

Sekalipun Katolisisme muncul kembali di Eropah, dan serangkai peperangan antara Protestan dan Katolik terjadi, Reformasi berhasil meruntuhkan kekuasaan Gereja KaIolik Roma dan membantu membuka pntu kepada abad modern.

Sejarah KeKristenan – Abad Misi
Pada tahun 1790 sampai 1900 gereja memperlihatan minat yang luar biasa pada pekerjaan misi. Kolonisasi telah mebuka mata pada pentingnya misi dan industrialisasi menyediakan orang dengan kekuatan dana untuk mendanai para misionari. Para misionari pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil dan gereja berdiri di mana-mana.

Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

Para Reformator, termasuk Luther, Calvin, and Zwingli, berbeda dalam banyak detil teologia, namun mereka konsisten dalam penekanan mereka akan Alkitab sebagai otoritas tertinggi yang melampaui tradisi gereja dan fakta bahwa orang-orang berdosa diselamatkan oleh anugrah melalui iman semata, bukan karena pekerjaan (Efesus 2:8-9).
Sekalipun Katolisisme muncul kembali di Eropah, dan serangkai peperangan antara Protestan dan Katolik terjadi, Reformasi berhasil meruntuhkan kekuasaan Gereja KaIolik Roma dan membantu membuka pntu kepada abad modern.

Sejarah KeKristenan – Abad Misi
Pada tahun 1790 sampai 1900 gereja memperlihatan minat yang luar biasa pada pekerjaan misi. Kolonisasi telah mebuka mata pada pentingnya misi dan industrialisasi menyediakan orang dengan kekuatan dana untuk mendanai para misionari. Para misionari pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil dan gereja berdiri di mana-mana.

Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

Sekalipun Katolisisme muncul kembali di Eropah, dan serangkai peperangan antara Protestan dan Katolik terjadi, Reformasi berhasil meruntuhkan kekuasaan Gereja KaIolik Roma dan membantu membuka pntu kepada abad modern.
Sejarah KeKristenan – Abad Misi
Pada tahun 1790 sampai 1900 gereja memperlihatan minat yang luar biasa pada pekerjaan misi. Kolonisasi telah mebuka mata pada pentingnya misi dan industrialisasi menyediakan orang dengan kekuatan dana untuk mendanai para misionari. Para misionari pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil dan gereja berdiri di mana-mana.

Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

Sejarah KeKristenan – Abad Misi
Pada tahun 1790 sampai 1900 gereja memperlihatan minat yang luar biasa pada pekerjaan misi. Kolonisasi telah mebuka mata pada pentingnya misi dan industrialisasi menyediakan orang dengan kekuatan dana untuk mendanai para misionari. Para misionari pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil dan gereja berdiri di mana-mana.
Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

Sejarah KeKristenan – Gereja Modern
Saat ini Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan mereka yang rusak, sebagaimana dilakukan pula oleh Katolik dan Lutheran. Gereja injili berdiri sendiri dan berakar kuat dalam teologia Reformed. Gereja juga menyaksikan bangkitnya Pentakostalisme, gerakan Karismatik, oikumenisme dan berbagai ajaran sesat.
Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

Sejarah KeKristenan – Apa Yang Kita Pelajari Dari Sejarah Kita
Kalaupun kita hanya belajar satu hal dari sejarah Gereja, kita perlu mengenali pentingnya “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya (Kolose 3:16). Setiap kita bertanggung jawab untuk mengetahui apa kata Alkitab dan untuk hidup menaatinya. Ketika gereja melupakan apa yang diajarkan Alkitab dan mengabaikan pengajaran Yesus, kekacauan merajalela.
Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.

Saat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah “mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.


Sejarah krKristenan pada dasarnya adala sejarah peradaban Barat. KeKristenan memiliki pengaruh yang luas dalam masyarakat umum – kesenian, bahasa, politik, hukum, kehidupan keluarga, penanggalan, musik, dan cara berpikir kita semua ini telah diwarnai oleh pengaruh keKristenan hampir 2000 tahun lamanya. Karena itu kisah tentang Gereja adalah sesuatu yang penting untuk diketahui.

APAKAH ORANG KRISTEN MERAYAKAN HARI SABAT ?


Apakah orang-orang Kristen merayakan hari Sabat?

ANIKMAS
Sering dikatakan bahwa ”Allah menetapkan Sabat di Eden” karena hubungan antara Sabat dan penciptaan dalam Keluaran 20:11. Sekalipun berhentinya Allah bekerja pada hari ke tujuh (Kejadian 2:3) memberi pertanda untuk hukum mengenai Sabat di kemudian hari, tidak ada catatan Alkitab mengenai Sabat sebelum umat Israel meninggalkan Mesir. Dalam Alkitab tidak ada indikasi bahwa memelihara hari Sabat dilakukan pada zaman Adam sampai Musa.


            Firman Tuhan jelas bahwa memperingati Sabat adalah tanda khusus antara Allah dan Israel. “Lalu naiklah Musa menghadap Allah, dan TUHAN berseru dari gunung itu kepadanya: "Beginilah kaukatakan kepada keturunan Yakub dan kauberitakan kepada orang Israel: Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku. Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi.” (Keluaran 19:3-5).
            “Maka haruslah orang Israel memelihara hari Sabat, dengan merayakan sabat, turun-temurun, menjadi perjanjian kekal. Antara Aku dan orang Israel maka inilah suatu peringatan untuk selama-lamanya, sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, dan pada hari yang ketujuh Ia berhenti bekerja untuk beristirahat." (Keluaran 31:16-17).



            Dalam Ulangan 5 Musa mengulangi sepuluh hukum kepada generasi yang baru dari bangsa Israel. Di sini, setelah memerintahkan untuk memperingati Sabat dalam ayat 12-14, Musa memberikan alasan mengapa Sabat diberikan kepada bangsa Israel, “Sebab haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat” (Ulangan 5:15).



            Perhatikan kata itulah sebabnya. Maksud Allah dalam memberi Sabat kepada orang-orang Israel bukan supaya mereka dapat mengingat penciptaan, namun supaya mereka mengingat perbudakan mereka di Mesir dan pembebasan dari Tuhan. Perhatikan peraturan untuk memelihara Sabat: Seseorang yang berada di bawah hukum Sabat tidak boleh meninggalkan rumahnya pada hari Sabat (Keluaran 16:29), tidak boleh menyalakan api (Keluaran 35:3), dan tidak boleh membuat orang lain bekerja (Ulangan 5:14). Orang yang melanggar Sabat dijatuhi hukuman mati (Keluaran 31:15; Bilangan 15:32-35).



            Perjanjian Baru memperlihatkan empat hal penting kepada kita: 1) Setiap kali Tuhan Yesus menampakkan diri dalam tubuh kebangkitanNya dan harinya disebut, selalu adalah hari pertama dalam minggu itu (Matius 28:1, 9, 10; Markus 16:9; Lukas 24:1, 13, 15; Yohanes 20:19, 26). 2). Satu-satunya waktu di mana Sabat disebut dari Kisah Rasul sampai Wahyu, selalu adalah untuk maksud penginjilan kepada orang-orang Yahudi dan biasanya berlokasi di sinagog (Kisah Rasul 13-18). Paulus menulis, “ Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat” (1 Korintus 9:20). Paulus tidak pergi ke sinagog untuk bersekutu dan membangun orang-orang suci, tapi untuk memenangkan dan menyelamatkan yang terhilang. 3) Begitu Paulus mengatakan, “Mulai dari sekarang aku akan pergi kepada bangsa-bangsa lain" (Kisah 18:6) Sabat tidak pernah lagi disinggung. Dan 4) sebagai ganti menasihatkan ketaatan pada hari Sabat, bagian-bagian lain dari Pejanjian Baru justru mengindikasikan sebaliknya (termasuk satu kekecualiaan pada point ke 3 yang ditemukan dalam Kolose 2:16).



            Memperhatikan lebih lanjut point ke 4 di atas akan memperlihatkan bahwa tidak ada kewajiban bagi orang-orang Kristen Perjanjian Baru untuk memelihara Sabat, dan juga memperlihatkan bahwa hari Minggu sebagai hari ”Sabat Kristen” tidaklah Alkitabiah. Sebagaimana didiskusikan sebelumnya, hanya satu kali Sabat disebutkan setelah Paulus mulai menfokuskan diri pada orang-orang kafir, “Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus” (Kolose 2:16-17). Sabat orang Yahudi telah dihapuskan di atas salib ketika Kristus “menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita” (Kolose 2:14).
            Ide ini diulangi lebih dari satu kali dalam Perjanjian Baru: “Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri. Siapa yang berpegang pada suatu hari yang tertentu, ia melakukannya untuk Tuhan. Dan siapa makan, ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia mengucap syukur kepada Allah. Dan siapa tidak makan, ia melakukannya untuk Tuhan, dan ia juga mengucap syukur kepada Allah” (Roma 14:5-6). “Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah, bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya? Kamu dengan teliti memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang tetap dan tahun-tahun” (Galatia 4:9-10).



            Ada beberapa yang mengklaim bahwa perintah dari Konstantinus pada A.D. 321 “mengubah” Sabat dari hari Sabtu ke hari Minggu. Pada hari apakah gereja mula-mula berkumpul untuk beribadah? Alkitab tidak pernah menyebut orang-orang percaya berkumpul untuk bersekutu atau beribadah pada hari Sabat (Sabtu) manapun. Namun demikian, ada ayat-ayat yang dengan jelas menyebut hari pertama dalam minggu itu. Contohnya, Kisah Rasul 20:7 menjelaskan bahwa “Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti” (Kisah 20:7). Dalam 1 Korintus 16:2 Paulus menasihati orang-orang percaya di Korintus “Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing—sesuai dengan apa yang kamu peroleh—menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah” (1 Korintus 16:2). Karena Paulus menyebut persembahan ini sebagai ”pelayanan” dalam 2 Korintus 9:12, pengumpulan ini pastilah berhubungan dengan ibadah Minggu dari jemaat Kristen. Secara historis, Minggu, bukan Sabtu, adalah hari di mana biasanya orang-orang Kristen berkumpul di gereja, dan kebiasaan ini dapat ditelusuri kembali sampai abad pertama.
            Hari Sabat diberikan kepada Israel, bukan kepada gereja. Hari Sabat tetap adalah hari Sabtu, bukan hari Minggu dan tidak pernah diubah. Namun Sabat adalah bagian dari Hukum Taurat Perjanjian Lama, dan orang-orang Kristen bebas dari belenggu Hukum Taurat (Galatia 4:1-26; Roma 6:14). Orang Kristen tidak perlu memelihara Sabat – baik itu Sabtu ataupun Minggu. Hari pertama dalam minggu itu, hari Minggu, hari Tuhan (Wahyu 1:10) memperingati ciptaan baru di mana Kristus adalah Pemimpin kita yang sudah bangkit. Kita tidak perlu mengikuti Sabat dari Musa – beristirahat, namun kita sekarang bebas mengikuti Kristus yang bangkit – melayani. Rasul Paulus mengatakan bahwa masing-masing orang Kristen harus memutuskan apakah akan beristirahat pada hari Sabat, “Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri” (Roma 14:5) Kita beribadah kepada Tuhan setiap hari, bukan hanya pada hari Sabtu atau Minggu.





APAKAH ALKITAB MENYARATKAN ORANG-ORANG KRISTEN MEMELIHARA SABAT?


Apakah Alkitab mensyaratkan orang-orang Kristen memelihara Sabat?
         

ANIKMAS 

         Dalam Kolose 2:16-17 Rasul Paulus menyatakan, “Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus.” Demikian pula Roma 14:5 mengatakan, “Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri.” Ayat-ayat ini amat jelas bahwa bagi orang-orang Kristen memelihara Sabat adalah soal kebebasan rohani, bukanlah perintah Allah. Memelihara Sabat adalah hal yang Allah perintahkan untuk kita tidak saling menghakimi. Memelihara Sabat adalah soal yang setiap orang Kristen perlu yakini secara penuh dalam benak mereka masing-masing.

            Dalam pasal-pasal permulaan kitab Kisah Para Rasul, orang-orng Kristen mula-mula didominasi oleh orang-orang Yahudi. Ketika orang-orang bukan Yahudi mulai menerima anugrah keselamatan melalui Yesus Kristus, orang-orang Kristen menghadapi dilema. Aspek mana dari Hukum Musa dan tradisi Yahudi yang harus diajarkan kepada orang-orang bukan Yahudi untuk mereka taati? Para rasul berkumpul dan membicarakan soal itu dalam persidangan Yerusalem (Kisah 15). Keputusannya adalah, “Sebab itu aku berpendapat, bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah, tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah” (Kisah 15:19-20). Memelihara Sabat bukanlah salah satu perintah yang menurut para Rasul perlu untuk diterapkan kepada orang-orang percaya yang bukan orang Yahudi. Tidak dapat dibayangkan bahwa para Rasul akan lalai memasukkan memelihara Sabat kalau itu masih merupakan perintah Allah kepada orang-orang Kristen.

            Kesalahan umum dalam perdebatan soal memelihara Sabat adalah konsep bahwa Sabat adalah hari untuk beribadah. Kelompok-kelompok seperti Adven Hari Ketujuh percaya bahwa Allah menuntut ibadah gereja dilakukan pada hari Sabtu, hari Sabat. Ini bukanlah perintah Sabat. Perintah Sabat adalah jangan bekerja pada hari Sabat (Keluaran 20:8-11). Tidak pernah ada dalam Alkitab hari Sabat diperintahkan sebagai hari untuk beribadah. Ya, orang-orang Yahudi dalam Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dan zaman modern menggunakan hari Sabtu sebagai hari untuk beribadah, namun itu bukanlah hakekat dari perintah Sabat. Dalam kitab Kisah Rasul, ketika suatu pertemuan dikatakan dilakukan pada hari Sabtu, pertemuan itu adalah orang-orang Yahudi, bukan Kristen.

            Kapan orang-orang Kristen mula-mula berkumpul? Kisah 2:46-47 memberi jawabannya, “ Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” Kalau ada hari di mana orang-orang Kristen berkumpul secara rutin, itu adalah hari pertama dalam minggu itu (hari Minggu kita), bukan pada hari Sabat (Kisah 20:7,1 Korintus 16:2). Untuk menghormati kebangkitan Kristus pada hari Minggu, orang Kristen mula-mula memperingati hari Minggu, bukan sebagai “hari Sabat Kristen,” namun sebagai hari khusus untuk beribadah dan untuk memuliakan Yesus Kristus.

            Apakah ada sesuatu yang salah dengan beribadah pada hari Sabtu, hari Sabat? Sama sekali tidak! Kita harus menyembah Allah setiap hari, bukan hanya pada hari Sabtu atau Minggu! Banyak gereja sekarang ini memiliki kebaktian baik pada hari Sabtu maupun Minggu. Di dalam Kristus ada kebebasan (Roma 8:21; 2 Korintus 3:17; Galatia 5:1). Apakah orang Kristen perlu memelihara hari Sabat, yaitu tidak bekerja pada hari Sabtu? Kalau seorang Kristen merasa dipanggil untuk melakukan itu, tentu saja (Roma 14:5). Namun demikian, mereka yang memilih untuk memelihara Sabat tidak boleh menghakimi mereka yang tidak memelihara Sabat (Kolose 2:16). Lebih lanjut lagi, mereka yang tidak memelihara Sabat harus berhati-hati, jangan menjadi batu sandungan (1 Korintus 8:9) bagi mereka yang memelihara Sabat. Galatia 5:13-15 meringkaskan soal ini: “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!" Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan.”


APAKAH ALKITAB MASIH RELEVAN PADA ZAMAN INI?


Apakah Alkitab masih relevan pada zaman ini? 

Oleh: Matius Soboliem, S. Th  

Kamus menawarkan defiinisi berikut ini untuk ”agama” – ”kepercayaan kepada Allah atau illah yang biasanya diwujudkan dalam perbuatan dan upacara; suatu sistim kepercayaan, penyembahan, dll., seringkali dengan kode etik tertentu.” Dalam terang definisi ini, Alkitab ada berbicara mengenai agama yang diatur, dan dalam banyak kasus, tujuan dan dampak dari ”agama yang diatur” bukanlah sesuatu yang menyenangkan Tuhan. Berikut ini adalah beberapa contoh di mana agama yang diatur dicantumkan.

            Kejadian 11:1-9: Barangkali ini adalah contoh yang paling awal mengenai agama yang diatur, para keturunan Nuh mengorganisasikan diri mereka untuk membangun menara karena percaya bahwa jikalau mereka dapat membangun menara yang cukup tinggi mereka dapat diselamatkan. Mereka percaya bahwa kesatuan mereka lebih penting daripada hubungan mereka dengan Allah. Allah turun tangan dan mengacaukan bahasa mereka sehingga memecahkan agama ini.

            Keluaran 6 dan seterusnya: Allah telah menjanjikan Abram (Abraham) hubungan yang khusus antara keturunannya dan Allah. Namun kita melihat bahwa hal ini ”diatur” untuk sebuah bangsa diawali pada saat keluaran dan terus berlanjut sepanjang sejarah orang-orang Israel. Sepuluh Hukum, Tabernakel, sistim korban, dll, semua diatur oleh Allah untuk diikuti oleh orang-orang Israel. Studi lebih lanjut terhadap Perjanjian Baru memperjelas bahwa tujuan akhir dari agama ini adalah untuk membawa para pengikutnya kepada Kristus (Galatia 3; Roma 7). Namun demikian, banyak yang salah mengerti dan menyembah elemen-elemennya dan bukannya Allah yang sejati.

            Hakim-Hakim dan seterusnya: Banyak konflik yang dialami oleh orang-orang Israel melibatkan konflik dari agama yang diatur. Contoh-contohnya meliputi Baal (Hakim-Hakim 6; 1 Raja-Raja 18); Dagon (1 Samuel 5), Molekh (2 Raja-Raja 23:10). Allah menggunakan agama-agama ini untuk menyatakan kuasaNya dengan mengalahkan mereka.

            Kitab-Kitab Injil: Orang-orang Farisi dan Saduki mewakili agama yang diatur pada zaman Kristus. Yesus terus menerus menegur kesalahan pengajaran mereka dan kemunafikan cara hidup mereka. Banyak dari antara mereka yang bertobat dari agama yang diatur ini – Paulus adalah salah satu contoh.

            Surat-surat: Ada kelompok-kelompok yang mencampur-adukkan Injil dengan tuntutan-tuntutan perbuatan-perbuatan baik tertentu. Mereka juga mendesak dan menekan orang-orang percaya untuk mengubah dan menerima agama baru ini. Jemaat-jemaat di Galatia dan Kolose diperingatkan soal ini.

Wahyu: Bahkan pada zaman akhir agama yang diatur akan memiliki dampak yaitu saat Antikristus mendirikan satu agama untuk seluruh dunia.

            Pada umumnya hasil dari ”agama yang diatur” adalah mengacaukan orang dari rencana Allah. Namun demikian, Alkitab juga berbicara mengenai orang-orang Kristen yang diorganisir (orang-orang percaya) yang adalah merupakan bagian dari rencanaNya. Dia menyebut mereka gereja-gereja. Penggambaran dalam Kitab Kisah Rasul dan Surat-Surat memberi petunjuk bahwa gereja perlu diatur dan saling bergantung satu dengan yang lain. Organisasi menghasilkan perlindungan, produktifitas dan kemampuan untuk menjangkau keluar (Kisah Rasul 2:41-47).

            Dalam hal ini gereja lebih tepat disebut ”relasi yang diatur.” Tidak ada kemauan untuk mencari Allah (Allahlah yang telah menjangkau mereka). Tidak ada kesombongan (semua diterima karena anugerah). Sepantasnyalah tidak ada percekcokan mengenai kepemimpinan (Kristus adalah Kepala – Kolose 1:18). Seharusnya tidak ada prasangka (Kita semua satu di dalam Kristus – Galatia 3:28). Masalahnya bukanlah soal diatur. Yang menjadi masalah adalah sekedar mengikuti agama.




KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ?

  KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ? Ev. Matius Sobolim, M. Th. ...