Selasa, 22 April 2014

PENEBUSAN KRISTEN


Penebusan Kristen
           
ANIKMAS 

         Setiap orang membutuhkan penebusan. Kondisi alamiah kita diwarnai oleh kesalahan: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” Penebusan Kristus telah membebaskan kita dari kesalahan: “dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus” (Roma 3:23, 24).



            Manfaat penebusan meliputi hidup kekal (Wahyu 5:9-10), pengampunan dosa (Efesus 1:7), pembenaran (Roma 5:17), lepas dari kutukan Taurat (Galatia 3:13), diangkat menjadi anggota keluarga Allah (Galatia 4:5), bebas dari belenggu dosa (Titus 2:14; 1 Petrus 1:14-18), damai dengan Allah (Kolose 1:18-20), dan berdiamnya Roh Kudus di dalam diri kita (1 Korintus 6:19-20). Ditebus adalah diampuni, kudus, dibenarkan, diberkati, bebas, diangkat anak, dan didamaikan. Lihat pula Mazmur 130:7-8, Lukas 2:38; dan Kisah Rasul 20:28.




            Kata tebus berarti “dibeli.” Istilah ini khususnya digunakan dalam hubungannya dengan membebaskan seorang budak. Penerapan istilah ini pada kematian Kristus di atas salib menggambarkan hal ini dengan amat jelas. Jikalau kita “ditebus” maka keadaan kita sebelumnya adalah dalam perbudakan. Allah telah membeli kebebasan kita, dan kita tidak lagi berada di bawah penawanan dosa atau hukum Perjanjian Lama. Penggunaan penebusan secara metaforis ini adalah pengajaran dari Galatia 3:13 dan 4:5.




            Berhubungan dengan konsep Kristiani mengenai penebusan adalah istilah harga tebusan. Yesus membayar harga pembebasan kita dari dosa (Matius 20:28; 1 Timotius 2:6). KematianNya adalah untuk menggantikan hidup kita. Kenyataannya Kitab Suci amat jelas dalam hal bahwa penebusan hanya mungkin terjadi “melalui darahNya” (yaitu melalui kematianNya), Kolose 1:14.




            Jalan-jalan di surga dipenuhi oleh orang-orang yang dulunya adalah tawanan, yang tanpa jasa mereka sendiri, mendapatkan pengampunan dan kebebasan. Para budak dosa sekarang adalah orang-orang suci. Tidak heran mereka menyanyikan nyanyian baru – nyanyian pujian kepada sang Penebus yang telah disembelih (Wahyu 5:9). Kita dulunya adalah hamba-hamba dosa, dihukum untuk terpisah selama-lamanya dari Allah. Yesus membayar harga untuk menebus kita, menghasilkan kebebasan kita dari perbudakan dosa, dan penyelamatan kita dari konsekwensi kekal dari dosa itu.



APA ITU KESELAMATAN? APAKAH DOKTRIN KRISTEN MENGENAI KESELAMATAN


Apa itu keselamatan? Apakah doktrin Kristen mengenai keselamatan?

ANIKMAS 
Keselamatan adalah pembebasan dari bahaya atau penderitaan. Menyelamatkan adalah melepaskan atau melindungi. Kata ini mengandung makna kemenangan, kesehatan, atau kelangsungan hidup. Kadang Alkitab mempergunakan kata diselamatkan atau keselamatan untuk menunjuk pada kelepasan fisik yang bersifat sementara, seperti misalnya dilepaskannya Paulus dari penjara (Filipi 1:19).


            Lebih sering, kata keselamatan berhubungan dengan kelepasan rohani yang kekal. Ketika Paulus memberitahu kepala penjara Filipi bagaimana dia dapat diselamatkan, Paulus menunjuk pada keadaan yang kekal (Kisah 16:30-31). Yesus menyamakan diselamatkan dengan memasuki kerajaan Allah (Matius 19:24-25).



            Kita diselamatkan dari apa? Dalam doktrin Kristen mengenai keselamatan kita diselamatkan dari “murka”; yaitu dari penghakiman Allah terhadap dosa (Roma 5:9;1 Tesalonika 5:9). Dosa kita telah memisahkan kita dari Allah, konsekwensi dosa adalah kematian (Roma 6:23). Keselamatan dalam Alkitab menunjuk pada pelepasan dari konsekwensi dosa dan karena itu meliputi penghapusan dosa. Siapa yang menyelamatkan? Hanya Allah yang dapat menyingkirkan dosa dan melepaskan kita dari hukuman dosa (2 Timotius 1:9; Titus 3:5).



            Bagaimana Allah menyelamatkan? Dalam doktrin Kristen mengenai keselamatan Allah telah menyelamatkan kita melalui Kristus (Yohanes 3:17). Secara khusus, adalah kematian Yesus di atas salib dan kebangkitanNya yang menghasilkan keselamatan kita (Roma 5:10; Efesus 1:7). Kitab Suci jelas bahwa keselamatan adalah karena anugrah, hadiah yang kita tidak layak dapatkan dari Allah (Efesus 2:5, 8), dan hanya tersedia melalui iman di dalam Yesus Kristus (Kisah 4:12)



            Bagaimana kita menerima keselamatan? Kita diselamatkan melalui iman. Pertama-tama kita mesti mendengar Injil – kabar baik mengenai kematian dan kebangkitan Yesus (Efesus 1:13). Kemudian kita mesti percaya – menerima Yesus secara penuh (Roma 1:16). Hal ini meliputi pertobatan, perubahan pikiran mengenai dosa dan Kristus (Kisah 3:19), dan berseru kepada nama Tuhan (Roma 10:9-10, 13).



            Definisi doktrin Kristen mengenai keselamatan berbunyi: “Pelepasan rohani dan kekal yang Allah secara langsung anugrahkan kepada mereka yang menerima syarat-syaratnya untuk bertobat dan beriman di dalam Yesus Kristus.” Keselamatan hanya tersedia di dalam Yesus saja (Yohanes 14:6; Kisah 4:12), dan hanya bergantung kepada penyediaan, kepastian dan jaminan Allah semata-mata.






Senin, 21 April 2014

MENGAPA PENTING UNTUK MENGIKUTI KEBAKTIAN?


Mengapa penting untuk mengikuti kebaktian?


MAHASISWA YAHUKIMO  
Alkitab memberi tahu kita bahwa kita perlu mengikuti kebaktian supaya kita dapat beribadah kepada Tuhan bersama dengan orang-orang percaya lainnya dan untuk mempelajari Firman Tuhan bagi pertumbuhan rohani kita (Kisah Rasul 2:42; Ibrani 10:25). Gereja adalah tempat di mana orang-orang percaya dapat mengasihi satu dengan yang lain (1 Yohanes 4:12), menasihati satu dengan yang lain (Ibrani 3:13), ”mendorong” satu dengan yang lain (Ibrani 10:24), melayani satu dengan yang lain (Galatia 5:13), mengajar satu dengan yang lain (Roma 15:14), saling menghormati (Roma 12:10), dan ramah serta penuh kasih mesra satu dengan yang lain (Efesus 4:32).

            Ketika seseorang percaya kepada Yesus untuk keselamatannya, dia menjadi anggota Tubuh Kristus (1 Korintus 12:27). Agar tubuh gereja dapat berfungsi sebagaimana mestinya, semua ”anggota tubuh” harus ada (1 Korintus 12:14-20). Demikian pula seorang percaya tidak dapat mencapai kedewasaan penuh secara rohani tanpa bantuan dan dorongan dari orang-orang percaya lainnya (1 Korintus 12:21-26). Oleh karena itu, mengkuti kebaktian, berpartisipasi dan bersekutu di gereja patutlah menjadi bagian dari kehidupan seorang percaya. Mengikuti kebaktian setiap minggu bukanlah sesuatu yang merupakan keharusan bagi orang-orang percaya, namun seseorang yang telah percaya pada Kristus seharusnya memiliki keinginan untuk menyembah Allah, belajar FirmanNya, dan bersekutu dengan orang-orang percaya lainnya.





Mengapa begitu banyak pemuka Kristen injili yang terlibat dalam skandal?


Mengapa begitu banyak pemuka Kristen injili yang terlibat dalam skandal?

MAHASISWA YAHUKIMO PAPUA  

Pertama-tama, adalah penting untuk melihat bahwa “begitu banyak” bukanlah merupakan penggambaran yang tepat. Dapat saja kelihatan bahwa banyak pemuka Kristen injili yang terlibat dalam skandal, namun hal ini adalah karena tingkat perhatian yang diberikan kepada skandal-skandal ini. Ada ribuan pemuka Kristen injili, pendeta, profesor, misionari, penulis dan para penginjil yang tidak pernah terlibat dalam hal-hal yang “dapat menimbulkan skandal.” Mayoritas utama dari para pemuka Kristen injili adalah laki-laki dan perempuan yang mencintai Allah, yang setia pada pasangan dan keluarga mereka, dan menangani kegiatan-kegiatan mereka dengan kejujuran dan integritas yang paling tinggi. Kegagalan dari beberapa orang tidak seharusnya digunakan untuk menyerang karakter dari semua.

            Sesudah mengatakan itu, tetap ada masalah di mana skandal kadang-kadang timbul di antara mereka yang mengaku sebagai Kristen injili. Ada pemuka-pemuka Kristen yang ternama yang kemudian ketahuan bahwa mereka berzinah atau melacur. Beberapa orang Kristen terbukti menggelapkan pajak dan keuangan. Mengapa hal ini terjadi? Ada tiga penjelasan utama: (1) Beberapa dari mereka yang mengaku sebagai orang Kristen injili sebetulnya palsu, (2) Beberapa pemuka Kristen injili ini membiarkan posisi mereka menjadikan mereka sombong, (3) Iblis dan pengikut-pengikutnya menyerang dan mencobai mereka yang duduk dalam kepemimpinan karena mereka tahu bahwa skandal yang menyangkut seorang pemimpin akan mendatangkan akibat yang dahsyat, baik pada orang Kristen maupun bukan Kristen.


1.    Beberapa orang-orang “Kristen injili” yang terlibat dalam skandal adalah para nabi palsu dan penipu. Yesus mengingatkan, “Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. ... Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka” (Matius 7:15-20). Para nabi palsu berpura-pura menjadi laki-laki dan perempuan yang saleh, dan kelihatan sebagai pemuka Kristen yang baik. Namun, “buah” (skandal) mereka mengungkapkan mereka dengan cara bertentangan dari klaim mereka sendiri. Dalam hal ini mereka mengikuti contoh dari Iblis, “Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang. Jadi bukanlah suatu hal yang ganjil, jika pelayan-pelayannya menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran. Kesudahan mereka akan setimpal dengan perbuatan mereka” (2 Korintus 11:14-15).

2.    Sudah jelas dalam Alkitab bahwa “Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan” (Amsal 16:18). Yakobus 4:6 mengingatkan kita, “… Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.” Alkitab berulang kali memperingatkan kita akan kecongkakan. Banyak pemimpin Kristen yang memulai pelayanan dengan rendah hati dan bersandar kepada Allah, namun setelah pelayanan ini bertumbuh dan berhasil, adalah mudah bagi para pemimpin ini untuk tergiur dan mengambil kemuliaan untuk diri sendiri. Pada akhirnya beberapa pemimpin Kristen injili ini, dengan berbasa basi kepada Allah, berusaha mendirikan dan membangun pelayanan mereka berdasarkan kekuatan dan hikmat mereka sendiri. Kebanggaan semacam ini berakhir pada kejatuhan. Allah, melalui nabi Hosea, memperingatkan, “Ketika mereka makan rumput, maka mereka kenyang; setelah mereka kenyang, maka hati mereka meninggi; itulah sebabnya mereka melupakan Aku.” (Hosea 13:6).

3.    Iblis tahu bahwa dengan mempengaruhi pemuka Kristen injili untuk terlibat dalam skandal, Iblis dapat memperoleh dampak yang dahsyat. Sebagaimana perzinahan raja Daud dengan Betsyeba dan pembunuhan Uria yang diatur akhirnya mengakibatkan kerusakan besar dalam keluarga Daud dan segenap bangsa Israel – demikian pula banyak gereja atau pelayanan telah dirusakkan oleh kegagalan dari pemimpinnya. Banyak orang Kristen yang imannya menjadi lemah sebagai akibat kejatuhan pemimpinnya. Banyak orang bukan Kristen yang menggunakan kegagalan para pemimpinnya “Kristen” sebagai alasan mengapa mereka menolak keKristenan. Iblis dan para pengikutnya tahu akan hal ini, dan karena itu lebih mengarahkan serangan mereka kepada orang-orang dalam posisi kepemimpinan ini. Alkitab memperingati kita semua, “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” (1 Petrus 5:8 TB)

            Bagaimana kita menanggapi ketika seorang pemuka Kristen dituduh atau terjatuh dalam skandal? (1) Jangan dengarkan atau terima tuduhan yang tidak berdasar (Amsal 18:8, 17; 1 Timotius 5:19). (2) Gunakan cara-cara Alkitab untuk menegur mereka yang berdosa (Matius 18:15-17; 1 Timotius 5:20). Kalau dosa itu terbukti dan parah, pemimpin yang bersangkutan harus diminta melepaskan jabatannya (1 Timotius 3:1-13). (3) Ampuni mereka yang berdosa (Efesus 4:32; Kolose 3:13) dan ketika penyesalan terbukti, pulihkan mereka kepada persekutuan (Galatia 6:1; 1 Petrus 4:8). (4). Berdoa dengan setia untuk para pemimpin kita. Mengetahui masalah yang mereka harus hadapi, pencobaan yang mereka alami dan tekanan yang membebani mereka, kita harus berdoa untuk para pemimpin kita, mohon Allah menguatkan, melindungi dan menghibur mereka. (5) Yang paling penting, ambil kegagalan dari pemimpin Kristen injili sebagai peringatan untuk menempatkan iman kita kepada Allah, dan hanya kepada Allah. Allah tidak pernah gagal, tidak pernah berdosa dan tidak berdusta. “"Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!" (Yesaya 6:3).





MENGAPA ADA BEGITU BANYAK PERBEDAAN PENAFSIRAN DI ANTARA ORANG-ORANG KRISTEN?


Mengapa ada begitu banyak perbedaan penafsiran di antara orang-orang Kristen?

ANIKMAS  

Alkitab mengatakan bahwa ada “satu Tuhan, satu iman, satu baptisan,” (Efesus 4:5). Ayat ini menekankan kesatuan yang seharusnya ada dalam Tubuh Kristus karena kita didiami oleh “satu Roh” (ayat 4). Dalam ayat 3 Paul menyerukan kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran dan kasih – semuanya adalah hal yang diperlukan untuk mempertahankan kesatuan. Menurut 1 Korintus 2:10-13, Roh Kudus mengetahui pikiran Allah (ayat 11), yang diungkapkanNya (ayat 10) dan diajarkanNya (ayat 13) kepada orang-orang yang didiamiNya. Pekerjaan Roh Kudus yang demikian disebut pencerahan.

            Dalam dunia yang sempurna, setiap orang percaya akan dengan sungguh-sungguh mempelajari Alkitab (2 Timotius 2:15) dengan sikap doa dan bergantung pada pencerahan Roh Kudus. Sayangnya, ini bukan dunia yang sempurna. Tidak setiap orang yang memiliki Roh Kudus betul-betul mendengarkan Roh Kudus. Ada orang-orang Kristen yang mendukakanNya (Efesus 4:30). Tanyakan kepada pendidik – bahkan guru yang paling baikpun memiliki sejumlah murid yang suka membangkang yang tidak mau belajar apapun yang dilakukan oleh guru tsb. Jadi salah satu penyebab mengapa orang memiliki penafsiran yang berbeda terhadap Alkitab adalah karena ada orang-orang yang tidak mau mendengarkan sang Guru. Berikut ini adalah beberapa alasan lain mengenai perbedaan yang luas antara mereka yang mengajarkan Alkitab:

1.        Ketidakpercayaan.Faktanya adalah banyak yang mengklaim sebagai orang Kristen belum pernah dilahirkan kembali. Mereka mengenakan label “Kristen,” namun tidak pernah ada perubahan hati. Banyak yang mengajarkan Alkitab tanpa percaya bahwa Alkitab itu benar adanya. Mereka mengaku berbicara bagi Allah, namun hidup dalam keadaan tidak percaya. Kebanyakan penafsiran salah timbul dari sumber-sumber ini.

Adalah tidak mungkin untuk seorang yang tidak percaya untuk menafsirkan Alkitab secara benar. “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah,… dan ia tidak dapat memahaminya,” (1 Korintus 2:14). Seorang yang belum diselamatkan (seseorang yang tidak memiliki Roh Kudus) tidak dapat memahami kebenaran Alkitab. Dia tidak memiliki pencerahan. Selanjutnya, menjadi pendeta atau teologpun tidak menjamin keselamatan seseorang.

Sebuah contoh kekacauan yang dihasilkan oleh ketidakpercayaan dapat dilihat dalam Yohanes 12:28-29. “Bapa, muliakanlah nama-Mu!" Maka terdengarlah suara dari sorga: "Aku telah memuliakan-Nya, dan Aku akan memuliakan-Nya lagi!" Orang banyak yang berdiri di situ dan mendengarkannya berkata, bahwa itu bunyi guntur. Ada pula yang berkata: "Seorang malaikat telah berbicara dengan Dia." Setiap orang mendengar hal yang sama, -pernyataan yang jelas dari surga- namun setiap orang mendengarkan apa yang mereka mau dengar.

2.      Tidak adanya pelatihan.Rasul Petrus memperingatkan mereka yang “memutarbalikkan” kitab Suci. Dia mengatakan bahwa pengajaran mereka yang salah terjadi, salah satunya karena mereka “tidak memahaminya” (2 Petrus 3:16). Timotius diberitahu untuk “Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu” (2 Timotius 2:15). Tidak ada jalan pintas untuk penafsiran yang tepat, kita harus belajar.

3.      Hermeneutika yang salah.Banyak kesalahan disebarluaskan hanya gara-gara gagal menerapkan hermeneutik (ilmu penafsiran Alkitab) yang tepat. Tidak mempertimbangkan konteks langsung dari suatu ayat dapat sama sekali merusak maksud dari ayat tsb. Mengabaikan konteks yang lebih luas dari pasal dan kitab, atau tidak memahami konteks historis/budaya juga dapat menimbulkan masalah.

4.      Mengabaikan keseluruhan Firman Allah.Apollos adalah seorang pengajar yang berkuasa dan fasih, namun dia hanya mengenal baptisan Yohanes. Dia tidak tahu mengenai Yesus dan keselamatan yang tersedia sehingga berita yang dikabarkannya tidak lengkap. Akwila dan Priskila “dengan teliti menjelaskan kepadanya Jalan Allah” (Kisah 18:24-28). Beberapa kelompok dan pribadi saat ini memiliki berita yang tidak lengkap karena mereka memusatkan perhatian pada bagian-bagian tertentu dari Firman Allah dan mengabaikan yang lain. Mereka gagal membandingkan ayat yang satu dengan ayat lainnya.

5.      Mementingkan dan membanggakan diri.Patut disayangkan, banyak penafsiran Alkitab adalah berdasarkan prasangka pribadi dan doktrin-doktrin kesayangan. Beberapa orang menemukan kesempatan untuk mempromosikan diri sendiri dengan mempromosikan “perspektif baru” mengenai Alkitab. Coba lihat gambaran para pengajar palsu dalam surat Yudas.

6.      Tidak dewasa.Ketika orang-orang Kristen tidak menjadi dewasa sebagaimana seharusnya, cara mereka menangani Firman Tuhan terpengaruh. “ Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, … Karena kamu masih manusia duniawi” (1 Korintus 3:2-3). Orang Kristen yang tidak dewasa tidak siap untuk “makanan keras” Firman Allah. Perhatikan bahwa bukti dari keduniawian orang-orang Korintus adalah perpecahan dalam gereja mereka (ayat 4).

7.       Penekanan yang berlebihan kepada tradisi.Beberapa gereja mengaku percaya pada Alkitab, namun penafsiran mereka selalu disaring melalui doktrin yang sudah diterima oleh gereja mereka. Ketika tradisi dan pengajaran bertentangan, tradisi dimenangkan. Ini secara efektif menghapuskan otoritas Firman Allah dan mengagungkan kepemimpinan gereja.

Untuk hal-hal yang hakiki, Alkitab sudah amat jelas. Tidak ada yang perlu diragukan mengenai keillahian Kristus, realita surga dan neraka, keselamatan oleh anugrah melalui iman. Pada hal-hal yang kurang penting, pengajaran Alkitab tidak sejelas itu, dan hal ini menghasilkan perbedaan penafsiran. Misalnya, kita tidak memiliki perintah langsung dari Alkitab mengenai frekwensi perjamuan kudus atau struktur pemerintahan gereja atau jenis musik apa yang digunakan. Orang-orang Kristen yang jujur dan tulus dapat memiliki penafsiran yang berbeda mengenai ayat-ayat yang berhubungan dengan hal-hal sepele.

Yang penting adalah bersikap dogmatik ketika Alkitab dogmatik dan jangan menjadi dogmatik ketika Alkitab tidak dogmatik. Gereja seharusnya mengikuti teladan yang ditinggalkan kepada kita oleh gereja mula-mula di Yerusalem. “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa” (Kisah 2:42). Ada kesatuan dalam gereja mula-mula karena mereka bertekun dalam pengajaran para rasul. Ketika kita kembali kepada pengajaran pada rasul, dan meninggalkan doktrin-doktrin lain, serta kepalsuan dan tipu muslihat yang sudah menyusup ke dalam gereja, akan ada lagi kesatuan dalam gereja.




MENGAPA ADA BEGITU BANYAK DENOMINASI KRISTEN?


Mengapa ada begitu banyak denominasi Kristen?

ANIKMAS  



            Bangkitnya denominasi dalam iman Kristen dapat ditelusuri kembali kepada Reformasi Protestan, gerakan untuk “mereformasi” gereja Katolik Roma pada abad 16, di mana dari gerakan ini lahir empat bagian atau tradisi utama Protestanisme: Lutheran, Reformed, Anabaptis dan Anglikan. Dari keempat tradisi ini, denominasi lainnya bertumbuh dalam abad-abad berikutnya. Denominasi Lutheran dinamai menuruti Martin Luther dan mengikuti pengajarannya. Metodis mendapat nama mereka karena pendiri mereka, John Wesley, terkenal dengan “metode-metode” untuk pertumbuhan rohani. Presbiterian dinamakan berdasarkan pandangan mereka soal kepemimpinan gereja – kata Yunani untuk penatua adalah presbuteros. Orang-orang Baptis mendapatkan nama mereka karena mereka selalu menekankan pentingnya baptisan. Setiap denominasi memiliki doktrin atau penekanan yang sedikit berbeda dari yang lainnya, seperti misalnya, cara baptisan, Perjamuan Kudus bagi semua orang atau hanya bagi mereka yang kesaksiannya dapat diteguhkan oleh para pemimpin gereja, kedaulatan Allah vs. kehendak bebas dalam soal keselamatan; masa depan Israel dan gereja; peran perbuatan baik dalam keselamatan, pengangkatan orang percaya pra-tribulasi vs pasca-tribulasi; karunia “tanda-tanda ajaib” dalam zaman modern, dan seterusnya dan seterusnya. Inti dari perpecahan ini tidak pernah soal Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, melainkan perbedaan yang tulus dari orang-orang yang saleh, sekalipun bukan tanpa cacat, orang-orang yang berusaha menghormati Allah dan mempertahankan kemurnian doktrin berdasarkan hati nurani mereka dan pemahaman mereka akan FirmanNya.

            Zaman sekarang ada banyak dan beraneka denominasi. Denominasi “utama” yang mula-mula sebagaimana yang disebutkan di atas telah menetaskan berbagai cabang seperti Sidang Jemaat Allah, Kemah Injil, Nazarene, Evangelical Free, gereja-gereja Alkitabiah yang bersifat berdiri sendiri, dan lain-lainnya. Beberapa denominasi menekankan perbedaan kecil dalam doktrin, namun yang lebih sering mereka hanya berbeda dalam pola ibadah demi untuk memuaskan selera dan preferensi yang berbeda di antara orang-orang Kristen. Namun jangan salah, kita, sebagai orang-orang percaya, harus sehati dalam hal-hal yang mendasar dalam iman kita, namun di luar itu ada kebebasan mengenai bagaimana orang Kristen beribadah bersama. Kebebasan ini menyebabkan begitu banyak “rasa” keKristenan. Gereja Presbiterian Mbale, Uganda memiliki pola ibadah yang berbeda dari Gereja Presbiterian Denver, namun sikap doktrin mereka adalah serupa. Keanekaragaman adalah hal yang baik, bercerai berai bukanlah hal yang baik. Kalau dua gereja berbeda secara doktrin, dialog dan diskusi mengenai Firman Allah mungkin dibutuhkan. Cara “besi menajamkan besi” (amsal 27:17) seperti ini menguntungkan semua. Kalau ada perbedaan dalam hal gaya dan bentuk, tidak ada masalah kalau keduanya tetap terpisah. Pemisahan semacam ini tidak menyingkirkan tanggung jawab orang-orang Kristen untuk saling mengasihi (1 Yohanes 4:11-12) dan pada dasarnya dipersatukan dalam Kristus (Yohanes 17:21-22).

            Ketika mencari gereja, orang percaya seharusnya mulai dengan Pernyataan Iman dari gereja itu. Apa yang dipercaya dan dipraktekkan oleh gereja harus sejalan dengan doktrin yang dijabarkan oleh Alkitab. Apa yang kita cari adalah kumpulan orang-orang percaya di mana Injil Kristus diberitakan, otoritas Alkitab sebagai kebenaran yang mengatur, kesempurnaan Alkitab diakui, di mana kita bisa bertumbuh dalam hubungan kita dengan Tuhan, di mana kita dapat saling melayani dengan karunia-karunia rohani kita, mengabarkan Injil dan memuliakan Allah. Gereja penting adanya dan semua orang percaya harus menjadi bagian dari kelompok yang memenuhi kriteria tsb. di atas. Kita membutuhkan relasi yang hanya dapat ditemukan dalam kumpulan orang-orang percaya, kita membutuhkan dukungan yang hanya dapat ditawarkan oleh gereja, dan kita perlu melayani Allah dalam masyarakat dan juga secara pribadi.
            Bangkitnya denominasi dalam iman Kristen dapat ditelusuri kembali kepada Reformasi Protestan, gerakan untuk “mereformasi” gereja Katolik Roma pada abad 16, di mana dari gerakan ini lahir empat bagian atau tradisi utama Protestanisme: Lutheran, Reformed, Anabaptis dan Anglikan. Dari keempat tradisi ini, denominasi lainnya bertumbuh dalam abad-abad berikutnya. Denominasi Lutheran dinamai menuruti Martin Luther dan mengikuti pengajarannya. Metodis mendapat nama mereka karena pendiri mereka, John Wesley, terkenal dengan “metode-metode” untuk pertumbuhan rohani. Presbiterian dinamakan berdasarkan pandangan mereka soal kepemimpinan gereja – kata Yunani untuk penatua adalah presbuteros. Orang-orang Baptis mendapatkan nama mereka karena mereka selalu menekankan pentingnya baptisan. Setiap denominasi memiliki doktrin atau penekanan yang sedikit berbeda dari yang lainnya, seperti misalnya, cara baptisan, Perjamuan Kudus bagi semua orang atau hanya bagi mereka yang kesaksiannya dapat diteguhkan oleh para pemimpin gereja, kedaulatan Allah vs. kehendak bebas dalam soal keselamatan; masa depan Israel dan gereja; peran perbuatan baik dalam keselamatan, pengangkatan orang percaya pra-tribulasi vs pasca-tribulasi; karunia “tanda-tanda ajaib” dalam zaman modern, dan seterusnya dan seterusnya. Inti dari perpecahan ini tidak pernah soal Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, melainkan perbedaan yang tulus dari orang-orang yang saleh, sekalipun bukan tanpa cacat, orang-orang yang berusaha menghormati Allah dan mempertahankan kemurnian doktrin berdasarkan hati nurani mereka dan pemahaman mereka akan FirmanNya.



            Zaman sekarang ada banyak dan beraneka denominasi. Denominasi “utama” yang mula-mula sebagaimana yang disebutkan di atas telah menetaskan berbagai cabang seperti Sidang Jemaat Allah, Kemah Injil, Nazarene, Evangelical Free, gereja-gereja Alkitabiah yang bersifat berdiri sendiri, dan lain-lainnya. Beberapa denominasi menekankan perbedaan kecil dalam doktrin, namun yang lebih sering mereka hanya berbeda dalam pola ibadah demi untuk memuaskan selera dan preferensi yang berbeda di antara orang-orang Kristen. Namun jangan salah, kita, sebagai orang-orang percaya, harus sehati dalam hal-hal yang mendasar dalam iman kita, namun di luar itu ada kebebasan mengenai bagaimana orang Kristen beribadah bersama. Kebebasan ini menyebabkan begitu banyak “rasa” keKristenan. Gereja Presbiterian Mbale, Uganda memiliki pola ibadah yang berbeda dari Gereja Presbiterian Denver, namun sikap doktrin mereka adalah serupa. Keanekaragaman adalah hal yang baik, bercerai berai bukanlah hal yang baik. Kalau dua gereja berbeda secara doktrin, dialog dan diskusi mengenai Firman Allah mungkin dibutuhkan. Cara “besi menajamkan besi” (amsal 27:17) seperti ini menguntungkan semua. Kalau ada perbedaan dalam hal gaya dan bentuk, tidak ada masalah kalau keduanya tetap terpisah. Pemisahan semacam ini tidak menyingkirkan tanggung jawab orang-orang Kristen untuk saling mengasihi (1 Yohanes 4:11-12) dan pada dasarnya dipersatukan dalam Kristus (Yohanes 17:21-22).

            Ketika mencari gereja, orang percaya seharusnya mulai dengan Pernyataan Iman dari gereja itu. Apa yang dipercaya dan dipraktekkan oleh gereja harus sejalan dengan doktrin yang dijabarkan oleh Alkitab. Apa yang kita cari adalah kumpulan orang-orang percaya di mana Injil Kristus diberitakan, otoritas Alkitab sebagai kebenaran yang mengatur, kesempurnaan Alkitab diakui, di mana kita bisa bertumbuh dalam hubungan kita dengan Tuhan, di mana kita dapat saling melayani dengan karunia-karunia rohani kita, mengabarkan Injil dan memuliakan Allah. Gereja penting adanya dan semua orang percaya harus menjadi bagian dari kelompok yang memenuhi kriteria tsb. di atas. Kita membutuhkan relasi yang hanya dapat ditemukan dalam kumpulan orang-orang percaya, kita membutuhkan dukungan yang hanya dapat ditawarkan oleh gereja, dan kita perlu melayani Allah dalam masyarakat dan juga secara pribadi.



            Zaman sekarang ada banyak dan beraneka denominasi. Denominasi “utama” yang mula-mula sebagaimana yang disebutkan di atas telah menetaskan berbagai cabang seperti Sidang Jemaat Allah, Kemah Injil, Nazarene, Evangelical Free, gereja-gereja Alkitabiah yang bersifat berdiri sendiri, dan lain-lainnya. Beberapa denominasi menekankan perbedaan kecil dalam doktrin, namun yang lebih sering mereka hanya berbeda dalam pola ibadah demi untuk memuaskan selera dan preferensi yang berbeda di antara orang-orang Kristen. Namun jangan salah, kita, sebagai orang-orang percaya, harus sehati dalam hal-hal yang mendasar dalam iman kita, namun di luar itu ada kebebasan mengenai bagaimana orang Kristen beribadah bersama. Kebebasan ini menyebabkan begitu banyak “rasa” keKristenan. Gereja Presbiterian Mbale, Uganda memiliki pola ibadah yang berbeda dari Gereja Presbiterian Denver, namun sikap doktrin mereka adalah serupa. Keanekaragaman adalah hal yang baik, bercerai berai bukanlah hal yang baik. Kalau dua gereja berbeda secara doktrin, dialog dan diskusi mengenai Firman Allah mungkin dibutuhkan. Cara “besi menajamkan besi” (amsal 27:17) seperti ini menguntungkan semua. Kalau ada perbedaan dalam hal gaya dan bentuk, tidak ada masalah kalau keduanya tetap terpisah. Pemisahan semacam ini tidak menyingkirkan tanggung jawab orang-orang Kristen untuk saling mengasihi (1 Yohanes 4:11-12) dan pada dasarnya dipersatukan dalam Kristus (Yohanes 17:21-22).
            Ketika mencari gereja, orang percaya seharusnya mulai dengan Pernyataan Iman dari gereja itu. Apa yang dipercaya dan dipraktekkan oleh gereja harus sejalan dengan doktrin yang dijabarkan oleh Alkitab. Apa yang kita cari adalah kumpulan orang-orang percaya di mana Injil Kristus diberitakan, otoritas Alkitab sebagai kebenaran yang mengatur, kesempurnaan Alkitab diakui, di mana kita bisa bertumbuh dalam hubungan kita dengan Tuhan, di mana kita dapat saling melayani dengan karunia-karunia rohani kita, mengabarkan Injil dan memuliakan Allah. Gereja penting adanya dan semua orang percaya harus menjadi bagian dari kelompok yang memenuhi kriteria tsb. di atas. Kita membutuhkan relasi yang hanya dapat ditemukan dalam kumpulan orang-orang percaya, kita membutuhkan dukungan yang hanya dapat ditawarkan oleh gereja, dan kita perlu melayani Allah dalam masyarakat dan juga secara pribadi.



            Ketika mencari gereja, orang percaya seharusnya mulai dengan Pernyataan Iman dari gereja itu. Apa yang dipercaya dan dipraktekkan oleh gereja harus sejalan dengan doktrin yang dijabarkan oleh Alkitab. Apa yang kita cari adalah kumpulan orang-orang percaya di mana Injil Kristus diberitakan, otoritas Alkitab sebagai kebenaran yang mengatur, kesempurnaan Alkitab diakui, di mana kita bisa bertumbuh dalam hubungan kita dengan Tuhan, di mana kita dapat saling melayani dengan karunia-karunia rohani kita, mengabarkan Injil dan memuliakan Allah. Gereja penting adanya dan semua orang percaya harus menjadi bagian dari kelompok yang memenuhi kriteria tsb. di atas. Kita membutuhkan relasi yang hanya dapat ditemukan dalam kumpulan orang-orang percaya, kita membutuhkan dukungan yang hanya dapat ditawarkan oleh gereja, dan kita perlu melayani Allah dalam masyarakat dan juga secara pribadi.


Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama kita mesti membedakan antara 1) denominasi dalam tubuh Kristus dan 2) bidat-bidat dan ajaran-ajaran sesat bukan Kristen. Presbiterian dan Lutheran adalah denominasi Kristen; Mormon dan Saksi-Saksi Yehovah adalah ajaran sesat (kelompok-kelompok yang mengakui Kristen namun menolak satu atau lebih inti iman Kristen); Islam dan Shintoisme adalah agama yang sama sekali berbeda.

BOLEHKAH PEREMPUAN MELAYANI SEBAGAI PENDETA/ PENGKHOTBAH? APA KATA ALKITAB MENGENAI PEREMPUAN?


Bolehkah perempuan melayani sebagai 
Pendeta/pengkhotbah? Apa kata Alkitab mengenai 
perempuan yang melayani?

ANIKMASS 


Barangkali tidak ada isu yang lebih diperdebatkan dalam gereja sekarang ini dibanding dengan isu mengenai perempuan yang melayani sebagai Pendeta/pengkhotbah. Karena itu sangat penting untuk tidak memandang isu ini sebagai laki-laki melawan perempuan. Ada perempuan-perempuan yang percaya bahwa perempuan tidak sepatutnya melayani sebagai Pendeta dan bahwa Alkitab membatasi pelayanan dari para perempuan, dan ada pula laki-laki yang percaya bahwa perempuan dapat melayani sebagai Pendeta dan tidak ada batasan bagi perempuan yang melayani. Ini bukan soal chauvinisme atau diskriminasi. Isu ini adalah soal penafsiran Alkitab.
1 Timotius 2:11-12 mengatakan, “Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri.” Dalam gereja Allah menetapkan fungsi yang berbeda pada laki-laki dan perempuan. Ini adalah karena cara umat manusia diciptakan (1 Timotius 2:13) dan cara dosa masuk ke dalam dunia (2 Timotius 2:14). Allah, melalui tulisan dari Rasul Paulus, membatasi perempuan dari pelayanan pengajaran rohani yang memberikan dia otoritas atas laki-laki. Hal ini membatasi perempuan dari pelayanan sebagai Pendeta, yang meliputi berkhotbah, mengajar dan memiliki otoritas rohani atas laki-laki.
         Pandangan terhadap pendeta perempuan dalam pelayanan yang seperti ini mendapatkan banyak “keberatan.” Keberatan yang umum adalah bahwa Paulus membatasi perempuan dari mengajar karena pada abad pertama perempuan biasanya tidak berpendidikan. Namun demikian, 1 Timotius 2:11-14 sama sekali tidak menyinggung status pendidikan. Kalau pendidikan menjadi kualifikasi untuk pelayanan, mayoritas murid Yesus mungkin sekali tidak akan memenuhi syarat. Keberatan kedua yang sering diutarakan adalah bahwa Paulus hanya membatasi perempuan-perempuan Efesus dari pelayanan (1 Timotius ditulis kepada Timotius yang adalah Pendeta dari gereja di Efesus). Kota Efesus terkenal dengan kuil Artemis, seorang dewi Roma/Yunani. Dalam penyembahan kepada Artemis, perempuan adalah pemegang kekuasaan. Namun demikian, kitab 1 Timotius sama sekali tidak menyinggung tentang Artemis. Paulus juga tidak menyinggung penyembahan pada Artemis sebagai dalih dari larangan dalam 1 Timotius 2:11-12.
       Keberatan ketiga adalah Paulus hanya merujuk pada suami dan isteri, bukan laki-laki dan perempuan secara umum. Kata-kata Bahasa Yunani dalam 1 Timotius 2:11-14 dapat merujuk pada suami dan isteri. Namun demikian, arti dasar dari kata-kata tsb. adalah laki-laki dan perempuan. Lebih lanjut lagi, kata-kata bahasa Yunani tsb juga digunakan dalam ayat 8-10. Apakah hanya suami-suami yang boleh berdoa dengan menadahkan tangan yang suci tanpa marah dan perselisihan (ayat 8)? Apakah hanya para isteri yang yang harus berpakaian dengan sopan, melakukan perbuatan baik dan beribadah kepada Allah (ayat 9-10)? Tentu tidak. Jelas bahwa ayat 8-10 merujuk pada laki-laki dan perempuan secara umum dan bukan hanya suami dan isteri. Tidak ada sesuatupun dalam konteksnya yang mengindikasikan adalah peralihan kepada suami dan isteri dalam ayat 11-14.
          Keberatan lain yang sering diutarakan terhadap pendeta/pengkhotbah perempuan adalah dalam hubungannya dengan Miryam, Debora, Hulda, Priskila, Phebe, dll – para perempuan yang memegang posisi kepemimpinan dalam Alkitab. Keberatan ini lalai memperhatikan beberapa faktor penting. Debora adalah satu-satunya hakim perempuan di antara 13 hakim-hakim laki-laki. Hulda adalah satu-satunya nabiah yang disebutkan dalam Alkitab di antara sekian banyak nabi-nabi laki-laki. Satu-satunya koneksi Miryam kepada kepemimpinan adalah karena dia adalah saudara perempuan dari Musa dan Harun. Kedua perempuan yang paling tekenal dalam zaman Raja-Raja adalah Atalya dan Izebel dan mereka tidak dapat disebut sebagai teladan perempuan yang rohani.
         Dalam kitab Kisah Para Rasul pasal 18 Priskila dan Akwila diperkenalkan sebagai hamba-hamba Kristus yang setia. Nama Priskila disebut lebih dahulu, kemungkinan besar mengindikasikan bahwa dalam pelayanan dia lebih “utama/penting” dibanding dengan suaminya. Sekalipun demikian, Priskila sama sekali tidak dikatakan berpartisipasi dalam aktifitas pelayanan yang bertolak belakang dengan 1 Timotius 2:11-14. Priskila dan Akwila membawa Apolos ke rumah mereka dan mereka berdua memuridkan dia dan menjelaskan Firman Tuhan kepada Apolos dengan lebih akurat (Kisah Rasul 18:26).
         Dalam Roma 16:1, bahkan jika Phebe dianggap sebagai “diaken perempuan” dan bukan “hamba,” ini tidak mengindikasikan bahwa Phebe adalah guru dalam jemaat. “Dapat mengajar” adalah salah satu persyaratan penatua dan bukan diaken (1 Timotius 3:1-13; Titus 1:6-9). Penatua/penilik jemaat/diaken digambarkan sebagai “suami dari satu isteri,” “disegani dan dihormati oleh anak-anaknya,” dan “mempunyai nama baik.” Lebih dari itu, dalam 1 Timotius 3:1-13 dan Titus 1:6-9, kata ganti maskulin digunakan secara eksklusif untuk menunjuk pada para penatua/penilik jemaat/diaken.
         Struktur 1 Timotius 2:11-14 membuat “alasannya” menjadi sangat jelas. Ayat 13 dimulai dengan “karena” dan memberikan “penyebab” dari apa yang Paulus uraikan dalam ayat 11-12. Mengapa perempuan tidak bileh mengajar atau memiliki otoritas atas laki-laki? Karena “Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa. Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa” (1 Timotius 2:13-14). Inilah alasannya. Tuhan terlebih dahulu menciptakan Adam baru kemudian menciptakan Hawa sebagai “penolong” bagi Adam. Urut-urutan penciptaan ini memiliki penerapan universal dalam keluarga (Efesus 5:22-33) dan gereja. Fakta bahwa Hawa tergoda juga diberikan sebagai alasan mengapa perempuan tidak melayani sebagai pendeta atau memiliki otoritas rohani atas laki-laki. Hal ini menyebabkan beberapa orang yang percaya bahwa perempuan lebih gampang tegoda dan tertipu. Ini adalah anggapan yang bisa diperdebatkan … namun jika perempuan lebih gampang tergoda dan ditipu, mengapa mereka diizinkan untuk mengajar anak-anak (yang muda ditipu) dan perempuan lainnya (yang seharusnya juga lebih mudah ditipu)? Ini bukanlah yang dikatakan oleh ayat tsb. Perempuan tidak boleh mengajar atau memiliki otoritas rohani atas laki-laki karena Hawa tergoda. Sebagai akibatnya, Allah memberi kepada laki-laki otoritas utama untuk mengajar di gereja.
         Perempuan memiliki kelebihan dalam karunia keramah-tamahan, kemurahan, mengajar dan menolong. Sering kali pelayanan gereja tergantung pada para perempuan. Perempuan dalam gereja tidak dibatasi hanya kepada doa di depan umum atau bernubuat (1 Korintus 11:5), namun hanya dibatasi dari memiliki otoritas rohani atas laki-laki. Alkitab tidak pernah membatasi perempuan dari mempraktekkan karunia-karunia Roh Kudus (1 Korintus 12). Perempuan, sama seperti laki-laki, dipanggil untuk melayani orang-orang lain, menyatakan buah Roh (Galatia 5:22-23), dan untuk memproklamirkan Injil kepada mereka yang terhilang (Matius 28:18-20; Kisah Rasul 1:8; 1 Petrus 3:15). Tuhan telah menentukan bahwa hanya laki-laki yang melayani dalam posisi yang memberi otoritas untuk pengajaran rohani dalam gereja. Hal ini bukan karena laki-laki lebih bisa mengajar atau karena perempuan lebih rendah derajatnya atau kurang pintar. Ini sekedar adalah cara Tuhan mengatur bagaimana gereja untuk berfungsi. Laki-laki dipanggil untuk menjadi teladan dalam kepemimpinan rohani, dalam hidup dan kata-kata mereka. Perempuan diberi peranan yang otoritasnya lebih rendah. Perempuan didorong untuk mengajar sesama perempuan (Titus 2:3-5). Alkitab juga tidak melarang perempuan dari mengajar anak-anak. Satu-satunya aktifitas yang perempuan dibatasi adalah mengajar atau memiliki otoritas rohani atas laki-laki. Secara logis ini membatasi perempuan dari pelayanan sebagai pendeta/pengkhotbah. Ini sama sekali tidak berarti perempuan kurang penting, tapi ini justru memberikan para perempuan fokus pelayanan yang lebih sesuai dengan karunia yang Tuhan sudah berikan pada mereka.

KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ?

  KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ? Ev. Matius Sobolim, M. Th. ...