Rabu, 15 Agustus 2018

MENDISAIN BLACK THEOLOGY OF LIBERATION THEOLOGI PEMBEBASAN KULIT HITAM DALAM BENTUK CONPREHENSIF INTEGRATED

MENDISAIN BLACK  THEOLOGY  OF LIBERATION
THEOLOGI  PEMBEBASAN KULIT HITAM
DALAM BENTUK CONPREHENSIF INTEGRATED







Minggu, 12 Agustus 2018


MatiusSobolim
NIM: 16047




DiserahkanKepada:
Dr. Gunaryo Sudarmanto, D.Th
Sebagai Bagian Dari Tugas Mata Kuliah
Comprehensive & Integrated Systematic Theology



ISTITUT INJILI INDONESIA
Batu 17 April, 2017



A.    Latar Belakan
Desain bisa diterjemahkan sebagai seni terapan, aristektur dan berbagai pencapaian kreatif lainya. dalam sebuah kalimat sebuah “desain” bisa digunakan sebagai baik kata benda maupun kata kerja. sebagai kata keraja, “desain”  memiliki arti “proses untuk membuat dan menciptakan opjek baru”. sebagai kata benda desain digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal atau berbentuk benda nyata. Proses pada umumnya memperhitungkan aspek fungsi, estetika, dan berbagai macam aspek lainya dengan sumber data yang didapatkan dari riset, pemikiran, brainstorming, maupun dari desain yang sudah ada sebelumnya. Dalam hal ini penulis akan  Mendisain salah satu bentuk Teologi secara Konprehensif, mengintegrasikan Karya Penulisan James H. Cone Berjudul  A Black  Theology of Liberation Theologi Pembebasan Kulit Hitam.
Teologi Pembebasan Kulit Hitam adalah teologi yang dikembangkan oleh para teolog berkulit hitam dari gereja-gereja Kristen Protestan di Amerika Serikat. James Hal Cone adalah teolog kulit hitam yang memperkenalkan teologi hitam pertama kali. Para teolog hitam mencoba membaca Alkitab dan menekankan pada pembebasan orang berkulit hitam dari diskriminasi orang-orang berkulit putih. Menurut penulis, orang kulit hitam telah banyak merasakan pengalaman pahit yang seharusnya diperhatikan dalam proses berteologi. Pada waktu itu, yang mendominasi bidang teologi adalah teolog-teolog berkulit putih. Teologi hitam meyakini Yesus sebagai sahabat setia bagi semua manusia yang mengalami penindasan, penderitaan dan penghinaan tanpa memandang ras atau bangsa. Yesus dalam pandangan theology hitam datang untuk mengangkat dan meneguhkan martabat serta identitas orang hitam sebagai orang hitam. James Hal Cone dalam bukunya A Black Theology of Liberation yang ditulis tahun 1970, menyatakan bahwa Allah telah menggabungkan diri-Nya dalam perjuangan orang-orang berkulit hitam. Dengan demikian, Yesus dapat dikatakan sebagai Mesias Kulit Hitam (Black Messiah).[1]
       I.            Lahirnya Theology Hitam
Teologi Kulit Hitam lahir dikarenakan terjadinya “diskriminasi perkepanjangan dalam lugos dunia. Nasip yang mengenaskan dan pahit warga kulit hitan di Amerika Serikat tak kunjung kala, terjadi sepanjang abad. Sejarah kulit hitam di Amerika banyak mengalami pasang surut. Hampir warga kulit hitam yang hidup semua berasal dari benua Afrika. Nenekmoyang mereka di culik oleh AS dari Afrika, serta dibawa secara paksa ke Amerika dalam kondisi yang sangat mengenaskan. setibanya di Amerika mereka dijadikan budak secara paksa.[2]  Warga Kulit Hitam di Afrika tidak salah, hanya karena warna kulitnya saja mereka menjadi budak dan dihina habis-habisan. Sejak saat itu, kehidupan yang manis dan tenang menjadi impian yang sangat mustahil untuk dicapai. Alex Haley, Penulis besar AS menceriterakan secara terapik penderitaan warga kulit hitam di Amerika. Cerita menyedikan perbudakan di Amerika mulai terjadi sejak tahun 1691 para budak dari Afrika dibawa ke negeri ini pada abad ke 17 dan 18. Mereka dipekerjakan  di kebun Jagung dan Kapas, ladang tembakau dan beras. Maka, tidak bisa dipungkiri bahwa para budak Afrika ini memainkan peran penting dalam perekonomian Amerika Serikat.
Tenaga mereka dikuras dan keringat mereka di peras hingga titik terakhir dan dipaksa kerja keras dengan gaji yang sangat kecil. Bahkan wanita Afrika yang tenga hamil pun di paksa pekerja keras diladang dan perkebunan. Perempuan ini hanya memberikan hak asuh anak tiga sampai empat bulan untuk menyusui bayinya. oleh karena perbuatan semacam ini membuat para bayi mereka cepat meninggal dunia dengan mengenaskan. Penyiksaan terhadap Kunta sampai dengan keturunannya mendapat penyiksaan berulang-ulang kali merupakan makanan sehari-hari dan makan sehari keturunan berikutnya. Dalam pandangan orang kulit putih orang hitam tidak bertuhan. Jika orang kulit putih bersumpa bahwa budak kulit hitam berdusta maka budak tersebut akan memotong telinganya. Orang kulit hitam membunu kulit putih maka konsekwensinya adalah hukuman gantung. Jikalau seorang kulit putih membunuh kulit hitam hukumannya hanya dicambuk. Menulis dan membaca bagi orang hitam dilarang dan hukumnya ilegal. Memberi buku kepada orang hitam juga merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. Ingin mehirup udara bebas, hidu seperti layaknya manusia lain, namun itu hanya tinggal mimpi buruk. berkali-kali meloloskan diri namun tangan besi menindas. pada saat ketahuan orang kulit hitam melarikan diri, maka hukumannya  adalah tangan mereka di paku ke dinding dan mereka dipaksa makan telinga mereka sendiri. Berbagai tidakan keji orang kulit putih juga diceritakan dalam Novel ini.[3]
 Mereka dirampok dalam jumlah yang cukup fantastis, sekitar 11 Juta orang Afrika kulit hitam dari pantai barat Afrika sekitar tahun 1562 dan 1807. Nama julukan kulit hitam ialah Negro, definisinya sungguh menyakitkan dan mengandung unsur negatif. Manusia Kulit hitam itu seolah-olah menjadikan sebagai orang hutan (monyet). Kulit putih berangkapan bahwa orang brkulit hitam adalah keturunan monyet. Makan tidak boleh satu tempat dengan orang berkulit Putih. Tidak boleh naik bus bersama dengan orang kulit putih. Sampai saat ini, Amerika yang dewasa ini kita kenal dan mengklaim pembela Hak Asasi Manusia (HAM), tumbuh dan berkembang diatas penderitaan dan cucuran darah pada budak afrika. Namun anak cucu para budak ini yang berkembang di Amerika, namanyapun tidak pernah disebut untuk mendapat pujian, namun sebaliknya mereka masi tetap hidup dalam diskriminasi.
Berjalanya waktu dunia Amerika di resolusi oleh kekuatan Injil secara luar biasa namun, perbudakan adalah kesempatan dan diskriminasi merupakan lahan subur bagi orang kulit putih. Orang kulit putih sejak itu Injil bisa dikatakan sudah matang dan dewasa. Tetapi, Pikiran Imprealis, Klonialis, serta militeris yang membuat mata rohani mereka tertutup. oleh karena itu, mereka melihat firman Tuhan dengan lensa hermeneitik yang kabur. dengan demikian orang kulit putih melihat orang kulit hitam adalah dari spesies lain. Padahal, dalam Kisah Para Rasul 17: 28 Sebab didalam Dia kita hidup, kita bergerak,  kta ada, seperti yang telah dikatan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah juga. Hal-hal ini yang membuat Cone mendirikan suatu Theology Hitam.
    II.            Pemikiran Terhadap Theology Kulit Hitam
Menurut James H. Cone, Yesus Kristus tidak hanya datang untuk menebus dosa-dosa umat-Nya.  Dia datang ke dunia bukan melulu terkait soal keselamatan, dan pengorbanan, tapi juga memberi pembebasan. Pembebasan dari ekonomi, politik, atau sosial yang tidak adil.  Peran inilah yang digumuli oleh para teolog pembebasan.  Tidak itu saja, para Teolog pembebasan juga berjuang untuk menafsirkan ulang kabar Injil gereja mula-mula, di mana kekristenan secara politis dan budaya terdesentralisasi. Salah satu di antara sederet nama para teolog pembebasan adalah James Hal Cone.
James H. Cone dikenal banyak orang sebagai teolog “hitam” terkemuka di Amerika Serikat.  Dalam kesaksiannya, Dia dipanggil untuk melayani Tuhan di usia yang relatif muda, 16 tahun, dan menjadi seorang pendeta pada tahun berikutnya, 1954, ketika dia sedang studi di perguruan tinggi.  Perjuangan Cone membela kaumnya tidak hanya ketika dia menjadi seorang teolog, sebelumnya Cone juga berjuang melalui tulisan-tulisannya dengan menjadi seorang jurnalis untuk sekolah.  Dia juga terlibat aktif dalam serangkaian demo, termasuk  boikot bus di Montgomery yang diselenggarakan oleh Martin Luther King, Jr. Meskipun ia merasa tidak siap untuk mengorganisir umat layaknya dilakukan King namun dia sangat terinspirasi oleh karya King bagi kaumnya. Dengan mengusung “Teologi Pembebasan Hitam”, Cone berjuang keras bagi kemerdekaan rakyat “hitam” Afrika secara sosial, ras, filosofis dan teologis, seperti yang dilakukan King.  Kendati dengan cara berbeda, teolog yang memperoleh gelar Ph. D dari  Northwestern University ini ternyata mampu menghimpun kembali spirit “black power” untuk melawan ketidakadilan dan diskriminasi.  Untuk tujuan kemerdekaan kaumnya, Cone kemudian menggali ulang berita Injil, dan berusaha mencari kebenaran Alkitab terkait karya Allah bagi orang miskin dan tertindas. Mengawali teologinya, Cone mencari akar permasalahan dengan mempertanyakan kembali pengalaman-pengalaman Afrika-Amerika yang dialami, ditinjau dari segi teologis. Pertanyaan-pertanyan yang sama juga menghantarkan dia pada titik terang dalam kitab suci tentang unsur-unsur liberatif dalam kitab Keluaran, tradisi Israel dan teladan kehidupan Yesus. Namun, Alkitab bukan satu-satunya sumber yang membentuk teologi Cone. Menanggapi kritik dari para teolog kulit hitam lainnya  Cone mulai memanfaatkan sumber-sumber literatur lain tentang komunitas Kristen Afrika Amerika untuk karya teologisnya.
Bagi Cone teologi tidaklah universal, namun terikat dengan konteks sejarah tertentu.  Pemikiran inilah yang juga melatar-belakangi kritikannya terhadap teologi barat yang dianggap sangat abstrak.  Cone sendiri merumuskan teologi pembebasan dengan beranjak pada konteks pengalaman hitam,  dan penin-dasan. Dalam teologinya, teolog kelahiran 5 Agustus 1938  di Fordyce, Arkansas ini menggambarkan Yesus sebagai sosok suci yang dekat dengan orang miskin, tertindas, dan kebangkitan sebagai tindakan utama pembebasan.  Pandangan pandangan seperti itulah yang kemudian membentuk “Lensa hermeneutik” (sudut pandang penafsiran) terhadap Injil. Pengaruh teologi Cone terus meluas setelah penerbitan buku sebagai karya perdananya (1969). Ia dipandang sebagai teolog yang berperan sangat besar dalam munculnya teologi pembebasan di seluruh Dunia Ketiga dan membangun kepedulian orang untuk membebaskan kaum tertindas dari penderitaan politik, sosial, dan ekonomi. Tahun 1977 dalam bukunya Cone mengajak agar orang Kristen memiliki visi yang lebih jauh lagi.  Cone melihat teologi Kristen harus terus mengembangkan visinya untuk merangkul dunia lebih luas lagi melampaui keprihatinan kaum Hitam Amerika dan kekhasan iman Kristen. “Saya berpikir bahwa waktunya telah datang untuk teolog hitam dan orang gereja bergerak melampaui reaksi hanya untuk rasisme kulit putih di Amerika dan mulai untuk memperluas visi kita tentang kemanusiaan konstruksi sosial baru di seluruh dunia yang dihuni. Demi kemanusiaan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan menjadi kelompok-kelompok rasial dan nasional. “ seperti ditulis dalam bukunya “Cross Currents”. Sebagai hamba Tuhan dan Teolog James H Cone sangat produktif.  Ada begitu banyak karya fenomenal yang dihasilkan dari buah pikirnya.  Beberapa diantaranya adalah “Teologi Hitam & Black Power (1969)”; Teologi Pembebasan Hitam(1970), Kaum Tertindas (1975), dan Martin & Malcolm & Amerika: Mimpi atau Mimpi Buruk (1991).  Hampir keseluruhan karya Cone bernuansa teologi pembebasan.  Semua karyanya yang telah dibukukan juga telah diterjemahkan ke dalam sembilan bahasa.[4]James H. Cone, tokoh yang mengembangkan Teologi Hitam (Black Theology) di AS sejak akihr tahun 1960-an, diundang untuk menyampaikan kuliah tamunya. Ia sendiri sesungguhnya adalah dosen teologi sistematika di Union, New York. Menurut Cone, para budak Afrika yang menjadi Kristen di Amerika, mengalami ketegangan di dalam pemahaman iman mereka. Bagaimana mereka dapat menerima pengajaran bahwa Allah itu kasih apabila pada kenyataannya mereka menderita secara luar biasa di dalam perbudakan? Mengapa Allah membiarkan mereka menderita seperti itu? Memang sempat muncul teologi yang mengajarkan mereka agar tetap bersabar dalam penderitaan mereka itu, karena pada akhirnya mereka akan menerima ganjarannya di surga kelak. Tetapi teologi seperti ini tidak dapat mereka terima.
Menurut penelitian Cone, ada dua teks Alkitab yang menonjol bagi orang-orang kulit hitam, yaitu kitab Keluaran dan Mazmur 68:32 yang menurut mereka secara samar-samar mengacu kepada janji Allah untuk membebaskan para budak Afrika, “Dari Mesir orang membawa barang-barang tembaga, Etiopia bersegera mengulurkan tangannya kepada Allah.” Allah adalah pembebas kaum tertindas. Inilah dasar keyakinan orang-orang Afrika itu. Kalau Allah memang ada, Allah tidak akan membiarkan perbudakan terjadi dan berlangsung terus. Di dalam perjuangannya, orang-orang kulit hitam ini dipimpin oleh Martin Luther King, Jr., yang menekankan pendekatan anti-kekerasan yang diperolehnya dari Mahatma Gandhi. King memimpin gerakan anti-kekerasan secara radikal, meskipun itu berarti orang-orang kulit hitam itu harus menderita. “Tidak ada pembebasan sejati tanpa penderitaan,” demikian keyakinan mereka. Hal ini mengusik hati nurani orang-orang kulit putih, namun tidak sepenuhnya memuaskan orang-orang kulit hitam. Sebagian orang kulit hitam akhirnya malah menolak Amerika dan kekristenan. Mereka mengembangkan gagasan untuk memisahkan diri, membentuk sebuah negara yang terpisah di Amerika, atau malah kembali ke Afrika. Tokoh-tokoh seperti Malcolm X, mengritik King dan mengatakan bahwa kekristenan adalah agama orang kulit putih. “Bagaimana mungkin kamu menyembah Allah yang disembah orang kulit putih yang menindas kamu?” begitu Malcolm X menantang orang-orang kulit hitam. Tantangan ini membangkitkan kesadaran baru di kalangan orang kulit hitam dan pada tahun 1966 terbentuklah apa yang disebut sebagai “Black Power” – suatu gerakan di antara orang-orang kulit hitam yang mencoba membangkitkan kebanggaan mereka atas identitas mereka. Gerakan ini mencapai tujuannya ketika semakin banyak orang kulit hitam yang mencoba menantang semangat keunggulan orang-orang kulit putih. Gereja orang-orang kulit hitam yang selama ini mengajarkan “anugerah yang murah” dan spiritualitas yang dangkal, disentakkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang baru. “Anugerah yang murah” di sini jelas mengacu kepada gagasan yang dikemukakan oleh seorang teolog Jerman terkemuka, Dietrich Bonhoeffer, yang mengatakan betapa banyak gereja yang mengajarkan pengampunan tanpa pertobatan dan perubahan yang radikal di dalam diri orang yang mengaku dosa itu, sehingga anugerah pengampunan Allah itu menjadi murah. “Bagaimana mungkin pengampunan yang dibayar mahal oleh Allah dengan pengorbanan Anak-Nya sendiri dijadikan begitu murah oleh manusia?” begitu pertanyaan yang diajukan oleh Bonhoeffer. “Penderitaan memaksa kita berpikir, mencari makna,” kata Cone mengutip Feuerbach, seorang filsuf. “Kita (orang kulit hitam) harus menantang realitas penderitaan yang dihadapi sehari-hari dalam bentuk racial profiling (pemilah-milahan berdasarkan ras), kebrutalan polisi yang membuat banyak orang kulit hitam bulan-bulanan polisi atau bahkan dicari-cari kesalahannya hingga jumlah tahanan kulit hitam jauh melampaui proporsi mereka di Amerika Serikat,” kata Cone pula. Teologi Hitam James Cone telah membangkitkan kesadaran orang-orang kulit hitam terhadap iman mereka dan kenyataan sosial yang mereka hadapi sehari-hari. Mereka ditantang untuk menerjemahkan iman mereka secara konkret, sebab bila tidak demikian maka iman mereka menjadi hampa belaka atau malah mati.[5]

 III.            RANCANG BAGUN COMPREHENSIF INTEGRATED THEOLOGY PEMBEBASAN KULIT HITAM DAN AREA STUDI THEOLOGISNYA!
Teologi “pembebasan kulit hitam” adalah turunan dari teologi pembebasan  yang lahir di Amerika Selatan, kebanyakan bersifat humanistik, karena berusaha untuk mengaitkan pengajaran Kristen pada nasib orang miskin. Teologi pembebasan kulit hitam umumnya berfokus pada orang Afrika dan secara khusus pada orang Afrika-Amerika, agar dibebaskan dari segala macam perbudakan, diskriminasi, dan yang nyata terlihat ataupun yang hanya dapat dirasakan, baik dalam bidang sosial, politik, ekonomi, hukum ataupun agama di America.
Tujuan Theolgi Pembebasan Kulit Hitam: Tujuan dari teologi pembebasan kulit hitam ini adalah untuk “membuat Kekristenan menjadi nyata bagi kaum kulit hitam.” Kesalahan utama dalam teologi pembebasan kulit hitam ini justru terkait fokus dari teologi itu sendiri. Teologi pembebasan kulit hitam berusaha membawa Kekristenan pada usaha pembebasan dari masalah ketidakadilan sosial di dunia ini dan saat ini, bukannya untuk kehidupan setelah kematian nanti.
Metodologi Theology Hitam: Para teolog dari teologi pembebasan kulit hitam  beranggapan bahwa hal yang pertama yang tepat harus dengan “sudut pandang dari bawah”, artinya, “dimana terdapat penderitaan”; yang berarti dalam konteks penderitaan dari yang tertindas dan yang terbuang. Kita harus terpanggil untuk melihat dunia dari sudut pandang mereka. Sementara teologi tradisional meletakkan strukturnya pada filosofi, teologi pembebasan berjalan kepada ilmu sosial.
Doktrin Tentang  Allah: Allah berbicara kepada kaum kulit hitam dalam “kehitaman”-Nya, Dia tahu bahwa Dia adalah “pribadi.” Dalam masyarakat dimana terdapat orang yang tertindas sebab perbedaan warna kulit, Allah menerima warna kulit orang tersebut, menyerukan bahwa “hitam adalah indah.” Sifat Allah yang menonjol dalam teologi kulit hitam adalah kuasa dan kedaulatan-Nya; tidak mengherankan bahwa orang kulit hitam sebagian besar sadar sebagai sebuah kelompok yang kurang berkuasa. Atribut lain yang penting dari Allah adalah kebaikan-Nya. Roberts mengatakan bahwa Allah adalah absolut dalam kuasa dan kebaikan terhadap kaum kulit hitam. Kuasa yang absolut menjamin kemenangan yang terbaik dari yang baik, tetapi kebaikan absolut meyakinkan kita bahwa kuasa absolut tidak akan disalah gunakan.
Pribadi dan Karya Kristus: Orang kulit hitam melihat Yesus sebagai salah satu dari mereka, karena dalam Perjanjian Baru menggambarkan-Nya sebagai Seorang yang tertindas. Dia berkumpul dengan yang tertindas, pengemis dan tunawisma. Sebagai Mesias, Kristus adalah Raja. Ke-Raja-an ini bukan hanya masa yang akan datang. Para teolog kulit hitam sepakat dalam pandangan mereka bahwa Yesus adalah kulit hitam. Gagasan Cleage mengenai Yesus secara literal dan sejarah adalah dari golongan kulit hitam orang Ibrani. Orang kulit hitam menaruh pengharapan pada 1 Kor. 15:25, “Karena Ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai Allah meletakkan semua musuh-Nya di bawah kaki-Nya.” Pengajaran tentang Kristus sebagai Pembebas merupakan sebuah tema utama dalam teologi kulit hitam.
Eskatologi: Teologi kulit hitam adalah sebuah teologi pengharapan. Penekanannya lebih kepada realitas masa kini daripada masa yang akan datang yang tidak nyata. Janji upah yang akan datang (seperti sorga) atau penghukuman (neraka) sedikit pengaruhnya kepada orang yang lapar, yang diperkosa dan yang melarat. Cone mengatakan bahwa gagasan sorga tidak relevan dalam teologi kulit hitam. Orang Kristen tidak boleh membuang waktu merenungi dunia yang akan datang (jika ada). Orang Kristen sejati tidak akan menghabiskan waktu memikirkan sorga dan neraka, tetapi menggunakannya untuk memperjuangkan hak-hak manusia dan kebebasan.
Konsep Allah Dalam Teologi Afrika: Terdapat perbedaan pandangan tentang warna kulit Allah, apakah putih atau hitam, atau berwarna. Di Afrika Selatan, kekristenan “putih” sudah sangat ditegaskan. Hal-hal yang hitam sudah dihubungkan dengan yang jahat. Akibatnya, diperlukan sebuah konsep baru tentang Allah yang berbeda dari yang sudah ada. Sabelo Ntwase dan Basil Moore menyarankan sebuah konsep baru yaitu, kebebasan hubungan gambar Allah. “Allah bebas dikenal secara sepintas dan secara tidak sempurna dalam pengalaman kita sendiri. Tetapi Allah juga bebas diatas segala sesuatu yang kita sudah ketahui, bebas untuk melepaskan kita dari belenggu penindasan dalam seluruh kehidupan.”
Yesus Kristus Sebagai Pembebas: Satu perhatian utama dari orang Afrika adalah ancaman serangan roh-roh jahat. Pelepasan adalah satu tema yang umum diantara orang percaya dan yang tidak percaya. Maka, tidak heran untuk menemukan bahwa Yesus dilihat sebagai Juruselamat, Penebus dan Kuasa. Jelas sekali ini ada hubungan dengan konsep Kristus sebagai Pembebas. Yesus memiliki kuasa untuk membebaskan dari ketakutan, penyakit, dan roh jahat, seperti dari penindasan, rasisme dan eksploitasi.
Pandangan Teologi Afrika Tentang Keselamatan: Teolog Afrika, Manas Buthelezi, menerangkan karakter hidup sebagai “sakramental.” Hubungan manusia dengan Allah adalah sesuatu yang diberikan sepanjang kehidupannya. Untuk menjadi serupa dengan gambaran Allah, artinya bahwa orang tersebut mengekspresikan hubungan itu. Keselamatan adalah sebuah sakramen dengan jalan manusia menerima dan mengakui karunia-karunia Allah yang baik dan sempurna bahkan seandainya belum menerimanya dalam totalitas. Allah memberikan hal-hal yang baik, meskipun itu pada suatu waktu akhirnya kepada orang lain. Kepercayaan ini adalah salah satu aspek iman. Aspek lain dari iman adalah menerima orang lain sebagai umat manusia yang Allah sudah terima. Maka bagian iman yang krusial, termasuk melibatkan hubungan damai dengan orang yang mengeksploitasi.
Gereja dan Masyarakat: Julius Nyerere menyarankan bahwa gereja harus menerima perkembangan manusia yang terlibat dalam pemberontakan. Dunia sudah terbagi antara yang punya dan yang tidak punya, yang kaya dan yang miskin, yang beruntung dan yang rugi. Mereka adalah orang yang berkuasa dan yang tidak. Kaum minoritas tersisih oleh karena perbedaan warna kulit dan ras. Gereja semestinya tidak terus mengikuti masalah seperti itu. Gereja harus mendesak dunia untuk menjadi satu dan untuk memenangkan keadilan sosial.
 IV.            ANALISIS DAN KRITIK PENULIS TERHADAP THEOLOGY PEMBEBASAN KULIT HITAM AFRIKA AMERIKA
Dalam pembahasan diatas James Hal, Cone menegaskan bahwa, Yesus datang  bukan untuk menyelamatkan manusia dari perbudakan dosa saja. Melainkan Ia datang sebagai, Politikus, Sosialis, dan Rekonsiliator. Jadi, Theology pembebasan Kulit hitam disini James H. Cone, berusaha Mengintegrasikan secara Comprehensif masalah diskriminasi dan ketidak adilan sosial hukum dan politik, menjadi area studi, menjadi sumber utama (primer) dan Theology menjadi sember sekunder, artinya dari deduktif ke induktif. Alkitap sebagai pendukung, masalah diskriminasi, serta rasisme.
Tetapi, Dalam pandangan lensa hermeneutika kontras dengan pandangan Cone dan pandangan Yesus Kristus. Dalam hal ini penulis tidak membatasi kedatangan Yesus membawa visi besar untuk menyelamatkan manusia pastilah ada potensi yang bersifat multi dimensi, didalam Yesus Yakni: Allah mengaruniakan Yesus Nama diatas segalah Nama. Namun, pertanyaan Theologis yang paling kontradiktif adalah pengajaran Yesus Kristus.  Yesus mengajarkan sebaliknya: “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini” (Yoh 18:36).
Apakah kaum kulit hitam (orang Afrika) dan khususnya orang Afrika-Amerika telah diperlakukan dengan tidak adil, curang dan kejam di dalam sejarah? Tentu saja ya! Haruskah salah satu buah dari Injil adalah berakhirnya rasisme, diskriminasi, prasangka, dan ketidaksetaraan? Lagi-lagi ya benar, tentu saja (Gal 3:28). Apakah pembebasan dari masalah ketidakadilan sosial adalah inti dari Injil? Tidak, bukan itu. Inilah pesan dari Injil: kita semua telah tercemar oleh dosa (Rom 3:23). Kita semua layak terpisah dari Allah dalam kekekalan (Roma 6:23). Yesus mati di kayu salib, mengambil alih hukuman yang sepantasnya ditimpakan kepada kita (2 Kor 5:21; 1 Yoh 2:2), dan malahan mengaruniakan keselamatan kepada kita. Yesus kemudian bangkit, menegaskan bahwa kematian-Nya adalah pembayaran yang memadai untuk hukuman atas dosa-dosa kita (1 Kor 15:1-4).
Jika kita beriman-percaya kepada Yesus sebagai Juru Selamat, maka semua dosa-dosa kita akan diampuni. Kita diberikan karunia agar bisa memasuki surga setelah kematian kita (Yoh 3:16). Inilah injil yang sebenarnya. Inilah yang seharusnya menjadi fokus kita. Inilah yang benar-benar dapat menyembuhkan “wabah penyakit” umat manusia. Ketika seseorang menerima Yesus sebagai Juru Selamat, dia menjadi ciptaan baru (2 Kor 5:17).
Roh Kudus yang berdiam di dalam hatinya memulai proses pengudusan supaya orang itu semakin serupa dengan Kristus (Rm 12:1-2). Hanya melalui transformasi spiritual inilah rasisme dapat benar-benar ditaklukkan. Teologi pembebasan kulit hitam ini tidak memadai karena teologi ini hanya mencoba menghilangkan gejala-gejala yang ada, tanpa mengatasi penyakitnya. Dosa yang sesungguhnya menjadi penyakitnya. Rasisme hanyalah salah satu dari banyak gejala penyakit ini. Pesan Injil adalah: Yesus mati di atas kayu salib untuk menebus dosa-dosa manusia. Keselamatan karena-Nya hanya tersedia melalui iman-percaya kepada-Nya. Berakhirnya rasisme akan menjadi hasil dari masyarakat yang benar-benar menerima Yesus Kristus sebagai Juru Selamat.
Namun, Injil sendiri tidak secara khusus membahas rasisme. Karena penekanannya yang terlalu berlebihan terhadap isu rasial, teologi pembebasan kulit hitam ini cenderung memisahkan komunitas orang Kristen kulit hitam dengan kulit putih. Ini benar-benar tidak alkitabiah. Kristus datang ke dunia untuk menyatukan semua yang percaya kepada-Nya dalam sebuah Gereja universal, Tubuh Kristus, di mana Dia menjadi kepalanya (Ef 1:22-23). Anggota dari Tubuh Kristus berbagi ikatan yang sama dengan seluruh orang Kristen lainnya, terlepas dari latar belakang, ras, ataupun kebangsaan mereka. “Supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan” (1 Kor 12:25).
Kita harus menjadi satu pikiran, dengan memiliki pikiran Kristus, dan memiliki satu tujuan, yaitu untuk memuliakan Allah dengan melaksanakan perintah Kristus untuk “pergi ke seluruh dunia,” memberitahu bangsa-bangsa tentang Dia, mengabarkan Injil, dan mengajar orang lain untuk taat kepada perintah-Nya (Mat 28:19-20). Yesus mengingatkan kita mengenai dua perintah yang terbesar: mengasihi Allah dan mengasihi orang lain seperti diri sendiri, terlepas dari ras apapun orang itu (Mat 22:36-40).
    V.            Presuposisi
Presuposisinya dalam Black Theology James H. Cone, menegaskan bahwa Yesus Sebagai Aktor Pembebas, Rekonsiliator, umat manusia terutama orang kulit hitam. Yesus Kristus sang sosialis, Humanis, Politikus. Yesus Kristus adalah sosok yang dihina, dianiaya, mengalami penderitaan memikul beban berat sampai disalipkan secara tidak manusiawi. Menurut James H Cone, Penderitaan Yesus Kristus sama dengan penderitaan warga kulit hitam Afrika Amerika, dari abad ke abad, dirantai, dicambuk, dipisahkan sebagai manusia yang berasal dari mahluk lain. Kerja Paksa, hak memandang sekeliling pun disita oleh aturan (undang-undang)  pemerintahan warga kulit putih.  Hak duduk bersama tidak ada tempat, bagi warga kulit hitam, makan minum diperlakukan tidak layak sebagai manusia pada umumnya . Itulah sebabnya,  James H.  Kone, berperangkapan  bahwa Yesus adalah solusi terakhir, hal tersebut ditekankan pada Black Theology. Dan selanjutnya Menurut James H. Cone, mengatakan bahwa makna Injil bagi orang kulit puti selama itu tidak jelas semakin kabur, baik: dalam pengajaran, penerapan, dan dalam pemberitaan Injil. Sebab selama berabad-abad, dari waktu ke waktu makna Injil sebenarnya dilengserkan oleh sistem kapitalis, militeris, modalis membuat menjadi manusia rakus angkuh, mementingkan diri-sendiri, dan menjadikan diri mereka orang kulit putih  sebagai gen utama dari semua ras. Hal- hal ini yang menyebabkan warga kulit putih sendiri secara tidak langsung Injil pun turut diperbudak, dikaburkan makna Injil yang sebenarnya, bahkan dikuburkan  secara dalam, memakai lapisan timbunan serentetan persoalan yang disebutkan diatas dan jelas sekali bahwa makna Injil yang sebenarnaya saat itu ada, namun tidak ada di permukaan. Kacamata rohani orang kulit puti sudah kabur saat itu kata Cone.  Dari sinilah ada tempat bagi warga kulit hitam untuk Rancang bagun Area Theolohy Hitam. Cone mengatakan bahwa Rancang Bagun Theology Hitam, bertujuan untuk belajar theology hitam, dan berteology secara terbuka. Karena menurut Jamen H Cone Theology Hitam adalah jawaban bagi orang kulit hitam, sebagai kekuatan untuk menghapus ketidak adilan sosial, bagi seluruh warga kulit hitam. Dan menanamkan, serta menemukan nilai-nilai kemanusian, yang adil dan beradap. Manusia yang berketuhanan dalam Yesus Kristus, sama seperti manusia pada umumnya di belahan dunia ini.  Theologi Kulit hitam perperan penting mengajarkan persatuan dan kesatuan warga kulit hitam dan kulit Putih. Teologi kulit hitam berpihak pada hikmat kebijaksanaan, bermufakatan untuk perwakilan orang kulit  hitam sebagai presentator atau ujung tompak, wakil kulit hitam di muka umum. Jadi, Menurut Jamens H Cone, Theology Pembebasan Kulit Hitam adalah solusi dalam segala serentetan aspeck kehidupan orang kulit hitam.
 VI.            Saran
Theology Pembebasan Kulit Hitam lahir melalui kesadaran, dari abad ke abad dari waktu ke waktu para sendikiawan kulit hitam, ilmuwan kulit hitam , dan para Theolog kulit hitam, bergumul untuk menemukan jati diri dan identitas sebagai manusia kulit hitam sebagai wakil Allah yang ada di bumi ini. Pada akhirnya James H. Cone, Menemukan suatu rancang bangun Theology Pembebasan Kulit Hitam (Area sutdi Theology Pembebasan Kulit Hitam.
Melalui lembaga ini orang kulit hitam sudah dan telah menemukan jati diri. Melalui survei kami baik, bacaan maupun pantauan langsung melalui sistem elektronika telah terpantau bahwa Theologi Kulit hitam, berpendirian jelas sampai saat ini, sudah terakreditasi di Amerika dan Di Afrika. Di beberapa Negara Kulit Hitam ada Teology Hitam yang berhaluan Injili sampai saat ini. Penilaian Kritik maupun sacaran dari siapun dipersilakan menangkapinya sebagaimana mestinya para teolog yang lain sudah mendahului kita dalam hal mengkritisi Black Theology. Namun Penulis sarankan bahwa dalam hal menangkapi, kritik dan saran terhadap Theology Pembebasan Kulit Hitam, harus menangkapi secara Comprehensif (menyeluruh) secara utuh dan tidak sepenggal penggal. Sebab para interpretator selama ini menilai dan menginterpretasi (menafsirkan) theology pembebasan kulit hitam dari sisi Negatifnya saja. Sedangkan sisi positifisme  terhadap latar belakang permasalahan munculnya teologi pembebasan kulit hitam belum di soroti. Secara kwantitas terlalu sedikit yang menilai hal-hal positif mengenai pemikiran Cone sebagai Pendiri Theology Pembebasan Kulit Hitam.
Adanya Theologi Pembebasan Kulit Hitam memberikan tempat bagi warga kulit hitam, secara penuh dalam menilai diri sendiri, menyampaikan dan menghargai pendapat orang lain sebagai mahkluk sosial, dan mematuhi hukum dan ham, serta menjunjung tinggi nilai-nilai, ineransi Alkitab,  Otoritas Alkitab,  Keapsahan, keautentikan Alkitab  serta pengilhaman Alkitab itu sendiri penuh dan bertanggung jawab.

B.     Kesimpulan
Theologi Hitam lahir, karena adanya diskriminasi yang berkepanjangan, dan tidak ada keadilan sosial bagi seluruh warga kulit hitam di kalangan Afrika, Amerika. Kemajuan di bidang ekonomi besar-besaran samapai menjadi negara adidaya dikarenakan ada pemeran utuma yang dimainkan di belakang layar yakni: “petani, buru kasar warga kulit hitam. Peranan yang dimainkan oleh warga kulit hitam di Amerika menjadi negara super power, namun tidak ada pengakuan sedikitpun dari pemerintahan. Warga kulit puti melakukan suatu penyangkalan rasis, serta diskriminasi, besar-besaran terjadi dalam segala zama. Adanya Theology pembebasan kulit hitam , maka terjadi revolusi mental di kalangan warga kulit hitam. Melalui Pendirian theology inipun,  juga membuat warga kulit hitam dimerdekakan. Dalam uraian diatas kita melihat bahwa, sebelumnya warga kulit puti sudah mengalami apa yang disebut transformasi misi Allah. Namun, mereka menggunakan lensa hermeneutika yang salah, akibatnya Injil Yesus Kristus diperbudak oleh sistem Eksploitasi hak hidup orang lain, militeris, imperialis dan klonial.
Dengan demikan, dalam theologi pembebasan kulit hitam, lebih menekankan pada diskriminasi, keadilan sosial, hukum dan hak-hak hidup orang kulit hitam.  Secara teologis James H. Cone, menegaskan penderitaan Yesus Kristus itu sama dengan penderitaan orang kulit hitam di segala zaman. Dan Cone menegaskan dalam theologynya bahwa Allah dipahami dalam konteks orang kulit hitam sebagai Allah yang hitam, dan Yesus Kristus sebagai kulit hitam. Menurut kone, surga bukan masa yang akan datang saja tetapi sekarang juga harus ada surga didalam kehidupan kita.
Dalam rancang bagun Theologisnya lebih menekankan kekinian, atau gereja saat ini. Dia tidak terlalu melihat masa yang akan datang. Hal-hal tersebut mempegaruhi para teolog yang lain mengkritis Cone, bahwa Theologinya mebuat pukulan telat terhadap Theologi orang Kulit Putih. Dengan demikian secara keseluruhan Theologi pembebasan kulit hitam adalah baik, sebab adanya pemikiran Teolog seperti Cone, yang membuat orang kulit hitam di bebaskan dari perbudakan. Orang Kulit Puti tudak hanya memperbudak warga kulit hitam, melainkan Injil tentang kerjaan Allah diperbudak sampai ratusan tahun. Seorang teolog Kulit hitam membongkar tirai besi yang menjadi tembok raksasa dengan berbagai macam cara sehingga sampai sekarang orang kulit hitam hidup sebagai orang yang merdeka seprti selayaknya manusia yang lain.
.......


C.     DAFTAR  RUJUKAN
ALKITAB Yaitu: Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam Terjemahan Baru yang diselenggarakan oleh
 Lembaga Alkitab Indonesia LAI,
James H. Cone Berjudul  A Black  Theology of Liberation Theologi  Pembebasan Kulit Hitam Anton Wessel. 2001. Memandang Yesus: Gambar Yesus dalam Berbagai Budaya.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 83-84.
_______________ Reformata Menyuarakan Kebenaran dan Keadilan.
Reformata.com. 2012  
________________http:www:// Google, Pencaraian kata Theologya Hitam.com


[1] Anton Wessel. 2001. Memandang Yesus: Gambar Yesus dalam Berbagai Budaya. Jakarta:BPK Gunung Mulia. hlm. 83,84.
[2] Roots. Diaga of and American family, Karya Alex Haley.
[3] Novel Roots berbeda dengan novel-novel lainnya, yang bersifat fantasi dan khalayan belaka. Novel ini adalah sebuah realita sejarah yang menyakitkan Roman yang ditulis berdasarkan data-data sejarah ini dengan gamlang menceritrakan keganasan dan kepuasan kulit putih, terhadap kulit hitam Afrika. Roman ini juga kemudian menjadi bukti kezaliman kulit putih terhadap warga kulit hitam Afrika yang diperbudak secara paksa. Ini bukan kejadian Prasejarah, namun terjadi sekitar 120-130 tahun yang lalu. indonesian arib.ir
[4] Copyright © 2004-2017 Reformata.com. All rights reserved
[5] Copyright ©1999-2002, Gereja Kristen Indonesia. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang. Address: Jl. Gading Indah III NF-1/20, Kelapa Gading Permai, Jakarta, Indonesia. Phone: 62 21 4530971 : Fax: 62 21 4502814

Sabtu, 31 Desember 2016

GELAR TEOLOGI

Ev. Matius Sobolim, M. Th. 

GELAR GELAR THEOLOGI
1. Sarjana Teologi, S.Th
2. 
Sarjana Pendidikan 
    Kristen S.Pdk
3. Magister Teologi (M.Th)  
4. Magister Pendidikan
    Kristen (M.Pdk).
5. Doktor Teologi (D.Th).   
6. Doktor Misi   (D. Mis)
7. Doktor Pendidikan Kristen (D. Pdk)
8.   Master Agama (MA)
9. Master Atrium (MAT)
10. Dokktor Pilosopi (P. Hd)
11. 

SURVEI MEMBUKTIKAN ORANG KRISTEN TIDAK MEMBACA ALKITA

 SURVEI MEMBUKTIKAN ORANG KRISTEN TIDAK MEMBACA ALKITA

 

1296012939_161085510_1-Gambar--SAMPUL-TAS-ALKITAB.jpg

Sebuah penelitian baru menunjukkan sebagian besar orang Kristen tidak membaca Alkitab setiap hari.
 
LifeWay Research menemukan bahwa 90 persen dari anggota gereja setuju dengan pernyataan, "Saya ingin menyenangkan dan menghormati Yesus dalam semua hal yang saya lakukan."
Tapi ketika ditanya secara pribadi berapa besar frekuensi mereka membaca  Alkitab ( di luar dari ibadah Gereja) :


- 19 persen menjawab "setiap hari."
- 26 persen mengatakan beberapa kali seminggu.
- 14 persen mengatakan mereka membaca Alkitab "sekali seminggu."
- 22 persen mengatakan "sekali sebulan" atau "beberapa kali dalam sebulan."
- 18 persen mengatakan "jarang / tidak pernah."


"Keterlibatan dengan Alkitab memiliki dampak di hampir setiap bidang pertumbuhan rohani," kata Ed Stetzer, presiden LifeWay Research,.


"Firman Allah adalah kebenaran, karena membaca dan mempelajari Alkitab merupakan kegiatan yang memiliki dampak paling besar terhadap pertumbuhan rohani," kata Stetzer. "Sayangnya, masih banyak anggota gereja yang tidak membaca Alkitab secara teratur. Anda tidak akan tumbuh jika Anda tidak mengenal Allah dan menghabiskan waktu di dalam Firman Allah. "

"Anda dapat mengikuti Kristus dan melihat Alkitab sebagai sumber kebenaran Anda," kata Stetzer. "Tetapi jika kebenaran itu tidak terserap dalam pikiran, aspirasi dan tindakan, Anda tidak sepenuhnya terlibat dengan kebenaran."

Matius Sobolim, M. Th

Kamis, 13 Oktober 2016

ALKITAB YANG DI INSPIRASIKAN (THE INSPIRATION OF THE BIBLE)

ALKITAB YANG DI-INSPIRASIKAN (THE INSPIRATION OF THE BIBLE)

Matius Sobolim, M. Th

         Bila kita berbicara tentang "inspirasi" Alkitab seringkali yang muncul dalam pemikiran kita bahwa kata ini ditujukan untuk menggambarkan kualitas dari penulis dari pada tulisan itu sendiri. Namun sebenarnya kata ini dengan jelas memberi arti utama pada tulisan itu sendiri. Jikalau kita memperhatikan definisi dari kata inspirasi dalam beberapa bahasa, maka kita akan mengerti dengan jelas kemana arah utama dari kata ini. Dalam bahasa latin, kata "inspirasi" berasal dari dua kata yaitu in dan spio yang berarti menghembuskan ke dalam.

         Dalam bahasa Ibrani kata inspirasi adalah Neshama dan Nismah yang berarti nafas. Dalam bahasa Yunani yang tertulis dalam 2 Timotius 3:16 ".... segala tulisan yang diilhamkan Allah" pasa graphe theo-pneustos, berarti Allah menafasi. Alkitab adalah diberikan melalui inspirasi Allah. Kata-kata yang ada dalam Alkitab itu adalah inspirasi (nafas) Allah. Dalam ayat di atas secara harfiah disebutkan bahwa Allah menafasi, artinya diinspirasikan oleh Allah. Disini digambarkan bagaimana  tulisan itu datang. Tulisan itu adalah produksi dari aktifitas yang kreatif dari nafas Ilahi. Walau manusia yang menulisnya, namun Allah- lah yang membawanya kepada kenyataan.

 Isi dan sifat dari tulisan itu sendiri telah ditentukan melalui kuasa dari Roh. Hal demikian inilah yang membuat tulisan itu layak untuk mengajar, menegur, memperbaiki dan mendidik orang pada kebenaran. Ide tentang "nafas Allah" atau "nafas Illahi" telah cukup dikenal dalam dunia Perjanjian Lama. Hal itu merupakan sebuah perbandingan (metafora) dalam mengaplikasikan aktifitas Ilahi, khususnya Roh Kudus. Mazmur 33:6, "Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranya." Ayub 33:4, "Roh Allah telah membuat aku, dan nafas yang Mahakuasa membuat aku hidup."
Teori-teori tentang inspirasi Masalah terbesar dalam sejarah penerimaan Alkitab adalah keraguan orang tentang keabsahan Alkitab yang semuanya adalah dinafasi Allah. Si A berkata, "Oh ya, Alkitab itu Firman Allah tetapi tidak semuanya." Si B berkata, "Alkitab itu adalah sebagian perkataan Allah dan sebagian lagi perkataan manusia." Dari keraguan dan kesalahan pengajaran dan keyakinan itu, maka muncullah beberapa teori tentang inspirasi.
  1. Inspirasi Natural. Teori ini mengajarkan bahwa Alkitab itu ditulis oleh orang baik dan setia. Mereka tidak dibimbing oleh Roh Kudus. Namun orang-orang ini adalah orang jenius dan bermoral tinggi. Dari ajaran ini kemudian berkembang sebuah keyakinan bahwa tulisan orang-orang terkenal, penginjil-penginjil besar adalah diinspirasikan oleh Allah.
  2. Inspirasi Konsep. Mengajarkan bahwa Allah memberikan pemikiran kepada para penulis dan mengizinkan mereka bertahun-tahun kemudian untuk mengungkapkan kembali pemikiran tersebut dalam kata-kata sendiri sesuai dengan buah pemikiran mereka.
  3. Inspirasi Parsial. Alkitab itu diinspirasikan (diwahyukan, diilhami) beberapa bagian tertentu saja.
  4. Inspirasi Okasional. Mengajarkan bahwa penulis Alkitab diinspirasikan oleh Allah kadang- kadang saja. Pada waktu mereka menulis tidak selamanya mereka dibimbing oleh Roh Kudus sehingga kadang-kadang mereka bisa terpengaruh oleh buah pemikiran mereka sendiri.
  5. Verbal Dictation Mengajarkan bahwa setiap kata yang ada dalam Alkitab itu adalah di diktekan oleh Allah. Seorang penulis itu bagaikan "mesin tik" artinya personalitas mereka tidak akan muncul dalam tulisan mereka.
Kita bisa bingung bila melihat pernyataan dari konsep-konsep palsu di atas. Namun ada hal yang mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan bagi kita bahwa dalam kebenaran tiada jalan tengah. Sesuatu itu pasti kasus atau bukan kasus. Sebuah garis itu lurus atau tidak lurus. "Alkitab itu diiinspirsikan oleh Allah, atau tidak diinspirasikan oleh Allah" jadi hanya ada dua pilihan. Bila tulisan dalam Alkitab itu tidak diinspirasikan oleh Allah, maka hal itu hanyalah produksi manusia belaka.
Paulus berkata, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik" (2 Timotius 3:16, 17).
Alkitab memastikan inspirasinya sendiri tanpa meragukan. Pengajaran yang benar tentang inspirasi Inspirasi Pleanary dan Inspirasi Verbal . Plenary berarti penuh, komplit, keseluruhan dari tiap-tiap bagian. Inspirasi Plenary menjelaskan bahwa setiap bagian dari Alkitab itu diwahyukan/mendapat wahyu yang sama, tidak ada yang berat sebelah. Inspirasi verbal mengungkapkan bahwa dokumen asli dari Alkitab telah dituliskan oleh manusia, dimana mereka diizinkan untuk menuliskan sesuai dengan kepribadian dan talenta yang mereka miliki.
 Namun saat mereka menulis, mereka berada di bawah pengawasan dan bimbingan Roh Kudus. Hasilnya setiap kata yang ada dalam naskah asli adalah yang sempurna dan tanpa kesalahan dan tepat seperti apa yang diinginkan Allah untuk diberikan kepada manusia. Mari kita perhatikan lebih teliti lagi 2 Timotius 3:16. "Tiap-tiap kitab yang diwahyukan Allah (TL), pasa graphe theopneustos (all scripture God-breathed). 
Dalam teks ada sesuatu yang dikatakan dinafasi oleh Allah yaitu tiap- tiap "kitab" yaitu kitab yang dituliskan. Yang dituliskan itu adalah perkataan dalam Alkitab yaitu nafas Allah. Inilah yang disebut dengan konsep inspirasi verbal. Dalam Perjanjian Lama lebih dari 3800 kali disebutkan bahwa kitab itu adalah Firman Allah.
Contoh, Keluaran 17:14; 2 Samuel 23:2; Yeremia 1:9. Yesus sendiri dengan jelas menganut konsep inspirasi verbal seperti yang Dia katakan dalam Matius 5:17, 18:"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi". Iota adalah huruf terkecil dalam bahasa Yunani. 
Disini Yesus mengungkapkan keyakinan yang teguh bahwa Perjanjian Lama adalah wahyu Ilahi, sebab itu setiap perkataan memiliki arti yang rohani. Kristus berjanji pada murid-muridNya bahwa perkataan akan pengabaran Injil akan diberikan pada mereka (Matius 10:19). Paulus memberi fakta melalui tulisannya bahwa apa yang dia tuliskan adalah perkataan Allah (1 Korintus 11:23).

Catatan akhir:
  1. Frank E.G., The Meaning Of Inspiration (dalam Essay In Apologetics by Berth Thomson Ph.D & Wayne Jackson M.A.), page 168.
  2. Way Jackson M.A., The Holy Scriptures - Verbally Inspired (dalam Essay in Apologetics), page 169.
  3. R. A. Finlayson, Contemporary Ideas Of Inspiration (dalam Revelation and The Bible), hal 222.

WAHYU DAN INSPIRASI



WAHYU DAN INSPIRASI
(Revelation and Inspiration)
Ev. Matius Sobolim, M. Th

“Segala tulisan adalah diilhamkan Allah dan memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Timotius 3:16).    
Dua ayat terakhir dari 2 Petrus 1 mengatakan: “Bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.” (2 Petrus 1:20-21). Marilah kita melihat ini secara literal. Kata yang diterjemahkan “kehendak sendiri” di sini adalah idios. Dan idios adalah kata Yunani yang berarti “one's own private ownership.” Sedangkan kata yang diterjemahkan “ditafsirkan” di sini adalah epilusis, yang secara literal berarti “unloosing.” Ini menghubungkan dengan sumber originalnya. Dan “is” [dalam KJV] bukan penggunaan kata untuk “to be,” tetapi ginetai, berarti “come into being.” Jadi marilah kita menerjemahkan persis seperti yang Petrus tuliskan: “no prophecy came into existence, came into being, by one's private origination” – bukan datang dari padanya – “tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.”
Mari sekarang kita membuka 2 Timotius 3: 16: “Seluruh Kitab Suci” – dan “is” dalam [Alkitab KJV] Anda dicetak miring, yang berarti ini bukan asli dari bahasa aslinya – “seluruh Kitab Suci diberikan melalui inspirasi Allah” -- KJV (2 Timotius 3:16). Dan kata-kata ini adalah terjemahan dari satu kata, yaitu theopneustos, jadi “seluruh Kitab Suci theopneutos.” Di hadapan Allah dan Kristus Yesus…. aku berpesan dengan sungguh-sungguh kepadamu … Beritakanlah firman” (2 Timotius 4:1). Ada dua bagian untuk kata itu dan keduanya penuh arti. Setiap bagian yang terpisah memiliki arti sendiri. Gambaran yang diletakkan di balik theopneutos adalah seperti permainan seruling. Gambaran dari seorang pemain seruling adalah mereka meniup dan tiupan itu menjadi instrumen. “Seluruh Kitab Suci adalah nafas Allah (God-breathed) – Allah memainkan menjadi sebuah instrumen, tiupan menjadi instrumen, dan instrumen  itu adalah Kitab Suci. Kata ini, seperti yang saya katakan, dibagi menjadi dua bagian. Pertama berhubungan dengan pribadi yang meniup – yaitu sang Pemberi wahyu, yaitu Allah. Theos adalah kata Yunani untuk “Allah.” Ia meniup menjadi instrumen wahyu-Nya. Ketika Anda menggunakan kata “revelation” dan “inspirasi,” Anda sedang menggunakan kata-kata dari bahasa Latin. Kata Latin untuk “menyingkapkan”, “mewahyukan”, “menyatakan” adalah revelare. Dan bentuk substantif dari kata ini adalah revelatio. Dalam bahasa Yunani, kata kerja bahasa Yunani akan menjadi apokalupto yang memiliki arti yang sama persis dengan revelare dalam bahasa Latin. Dan kata apokalupsis adalah bentuk substantifnya yang berarti “pembukaan selubung,” “penyingkapan,” Apocalypse. Kita mengambil kata itu ke dalam bahasa Inggris. Jadi bagian pertama dari kata ini adalah  theos, Allah sang penyingkap, pemberi wahyu, Pribadi yang menyingkapkan kebenaran ini.
Bagian kedua dari kata ini, pneutos atau penuma, adalah kata untuk “menafaskan,” dan dalam bahasa Latin nya adalah “inspiratio.” Bentuk verbal dalam bahasa Latin, inspirare berarti “meniup ke dalam” (to breathe into). Dan substantif dari kata ini atau bentuk kata bendanya adalah inspiratio, “yang ditiupkan ke dalam.” Bahasa Yunani empeneo berarti “meniupkan ke dalam”; dan dalam bahasa Yunani klasik, kata ini berhubungan dengan pemain seruling. Ini adalah gambaran dari seluruh pernyataan substantif dari rasul Paulus. “Seluruh Kitab Suci adalah theopneutos,” dinafaskan Allah,  “melalui wahyu,” penyingkapan, penyataan kebenaran. Wahyu berhubungan dengan kebenaran yang manusia tidak akan pernah ketahui dengan kekuatan alami, atau dengan menggunakan kemampuan alaminya. Ini adalah penyingkapan, penyataan kebenaran yang manusia tidak akan pernah ketahui dengan kemampuan dirinya sendiri – bukan melalui reset, bukan melalui observasi, bukan melalui studi, bukan melalui pengalaman. Ia tidak pernah dapat mengetahuinya. Itu harus berasal dari Tuhan. Tuhan yang harus menyingkapkannya. Itulah wahyu, penyataan, apokalupsis, kebenaran ilahi yang diberikan kepada kita yang mana hanya Tuhan yang dapat mengetahuinya. Inspirasi berhubungan dengan transmisi kebenaran wahyu itu. Penyingkapan itu sendiri datang dari Allah; dan dalam mujizat, Roh Kudus Allah menghembuskan kebenaran ke dalam kata-kata, ke dalam Kitab Suci yang tertulis.  Wahyu Allah yang tertulis adalah inspirasi. 
Penciptaan dunia ini adalah wahyu. Tidak ada seorangpun di sana. Tidak ada seorangpun yang melihatnya. Kita mengetahuinya dalam penyingkapan dari Allah. Ini adalah wahyu. Ini menjadi inspirasi tatkala Musa menuliskan penyingkapan tentang bagaimana Allah menciptakan alam semesta ini pada mulanya. Musa menuliskannya tanpa salah, inerrancy, infallibility. Ketika Rasul Yohanes, di pulau Patmos, ia melihat visi dari wahyu Kristus (apokalupsis). Ini adalah kata pertama dalam Kitab Wahyu, yaitu  Apokalupsis, wahyu Yesus Kristus dalam seluruh kemuliaan agung-Nya. Dan wahyu yang disingkapkan kepada Rasul Yohanes adalah tentang kesudahan dunia, dan akhir dari sejarah. Segala hal yang berhubungan dengan akhir zaman ada di sana dalam bentuk panorama, dinyatakan di depan mata Rasul Yohanes. Itu adalah wahyu. Ini menjadi inspirasi, tatkala Yohanes dapat menuliskannya infalibel, benar, setia, dan tanpa salah. Jadi wahyu berhubungan dengan “isi” kebenaran, kebenaran ilahi dari Allah. Sedangkan inspirasi berhubungan dengan “transmisi” kebenaran itu, tulisan dari kebenaran Allah. 

WAHYU ALLAH
Pertama kita akan berbicara tentang wahyu. Wahyu dibangun di atas tiga asumsi, yaitu: Pertama, bahwa Allah dapat dan mau berkomunikasi kepada manusia. Asumsi kedua, bahwa kebenaran yang dikomunikasikan adalah macam dan sifat kebenaran yang tidak pernah dapat diketahui manusia melalui observasi atau dengan akal, atau dengan menggunakan kemampuan alaminya. Sebagai contoh, matahari dapat melepuhkan kulit saya. Ini adalah pengalaman dan observasi. Tetapi dari mana asalnya matahari itu dan siapa yang meletakkan di langit sana, saya tidak akan pernah dapat mempelajarinya melalui observasi, bahkan astronom sekalipun juga tidak akan pernah dapat memahaminya. Semua yang dapat ia lakukan hanyalah berdasarkan apa yang dilihatnya. Tetapi ia tidak dapat menjelaskan asal-usulnya atau siapa yang menciptakannya. Itu harus diketahui melalui wahyu dari Allah. Itulah kebenaran ilahi yang tidak dapat dipelajari dengan kemampuan manusia. 
Ada tiga cara bagaimana Allah mengkomunikasikan kebenaran-Nya, yaitu bagaimana Allah menyingkapkan kebenaran ilahi-Nya:
1.      Pertama secara obyektif, melalui manifestasi eksternal. Dalam Kitab Keluaran dan Ulangan, dikatakan bahwa Allah menulis Sepuluh Perintah dengan jari-Nya sendiri. Ini adalah wahyu yang obyektif. Allah menulisnya di atas batu dengan jari tangan-Nya sendiri. Kisah dalam  Kitab Daniel, di tengah pesta Belsyazar, tangan Allah dan jari-jari Allah menulis di dinding. Itu adalah wahyu yang obyektif. Tentunya wahyu obyektif yang paling agung ditemukan dalam diri Yesus Kristus: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran… sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus” (1 Yohanes 1:14, 17). Seperti apakah Allah itu? Lihatlah Yesus. Bagaimana Allah bicara? Dengarkan Kristus. Bagaimana cara mengikut Tuhan? Ikutilah langkah kaki Tuhan Yesus. Itu adalah salah satu cara yang Allah gunakan untuk menyingkapkan kebenaran illahi-Nya, yaitu melalui apa yang tampak (outward), eksternal, manisfestasi obyektif.

2.      Kedua Allah menyingkapkan kebenaran illahi-Nya secara mistikal, melalui mimpi dan melalui visi. Ketika Anda membaca Kitab Yehezkiel, atau ketika Anda membaca Kitab Daniel, atau banyak kali dalam kehidupan orang-orang seperti Rasul Paulus, dan tentunya juga dalam kehidupan Rasul Yohanes di pulau Patmos, mereka melihat kebenaran illahi yang Allah wahyukan atau nyatakan dalam visi dan mimpi. Itu adalah cara kedua bagaiman Allah mewahyukan kebenaran illahi-Nya.


3.      Ketiga Allah mewahyukan kebenaran illahinya secara inwardly, bersifat subyektif.  Dalam Kitab II Raja-Raja pasal tiga, ketika Elisa mencari kehendak Tuhan, ia memanggil seorang pemetik kecapi. Dan ketika pemetik kecapi itu memainkan kecapinya, Firman Tuhan datang kepada Elisa. Dalam banyak kali, Alkitab mengatakan: “Dan datanglah Firman Allah kepada” penyampai pesan dan nabi, dan selalu seperti itu. Firman Allah datang kepada penyampai berita di dalam hatinya, secara subyektif. Ini adalah wahyu obyektif ketika tangan Allah menulis di dinding, yaitu dinding istana Belsyazar di Babilon. Ini adalah kebenaran wahyu Allah yang bersifat subyektif ketika Daniel menjelaskan apa arti kata-kata itu kepada raja. Itulah tiga cara yang Allah pakai untuk mewahyukan, mengkomunikasikan kebenaran illahi-Nya kepada manusia.
Selanjutnya, yang ketiga ada tiga karakteristik dari wahyu Allah, kebenaran illahi yang Allah singkapkan kepada manusia, yaitu;
1.      Wahyu itu selalu bersifat maju (onward). Penyampaiannya cenderung bersifat meningkat. Ini dikarakteristik oleh wahyu yang datang belakangan menyempurnakan wahyu sebelumnya.  Ini bersifat progresif. Perkembangan dan perluasannya selalu bersifat maju dan meningkat. Allah tidak pernah statis. Ia selalu dinamis dan bergerak. Selalu ada kemajuan dan peningkatan di dalam Tuhan.  Karya penciptaan-Nya diikuti dengan karya penebusan-Nya. Dan karya penebusan-Nya diikuti dengan pembenaran-Nya. Pembenaran-Nya diikuti dengan penyucian-Nya. Dan penyucian-Nya diikuti oleh pemuliaan-Nya. Selalu ada gerakan, perkembangan, peningkatan dalam pewahyuan Allah. Jadi isi Kitab Suci dibangun seperti aliran-aliran air yang dialirkan untuk menyatu ke dalam arus sungai utama, anak-anak sungai diarahkan untuk bergabung ke dalam sungai utama. Seperti itulah wahyu Allah. Kitab Ibrani mulai dengan seperti ini, “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya” (Ibrani 1:1, 2). Semua anak sungai ini diarahkan ke wahyu Allah yang final, komplit, dan penuh.
Atau Anda dapat membuat ilustrasi tentang wahyu Allah yang terus berkembang dan progresif ini dengan tulisan bergambar. Mula-mula orang-orang menulis dalam bentuk gambar-gambar. Anda menyebutnya “hieroglyphics.” Ketika Anda melihat kuburan kedap udara yang disegel di Mesir, di sana ada tulisan-tulisan dalam bentuk gambar. Tulisan itu disebut hieroglyphic. Ini ada pada zaman dulu. Hanya pada tahun-tahun terkemudian kita mulai menulis dengan menggunakan alfabet, tulisan abstrak. Tetapi mula-mula orang menulis dengan membuat gambar. Allah juga melakukan itu.  Mula-mula Allah menyimpan kebenaran-Nya dalam bentuk tipe-tipe dan simbol-simbol, ritual-ritual dan upacara-upacara, tatacara-tatacara dan hiasan yang orang dapat lihat pada baju yang dipakai oleh imam dan setiap hiasan itu memiliki arti; bagaimana hiasan-hiasan, kandil, meja sajian, mezbah, ritual, semua itu merupakan tipe atau lambang. Allah menyimpan kebenaran-Nya yang orang-orang dapat lihat ketika Ia memimpin semua itu ke dalam kebenaran akhir (ultimate truth). 
Anda dapat juga mengilustrasikan dengan cara lain. Perkembangan wahyu yang bersifat progesif ini seperti seorang anak yang dibentuk dan  dididik serta dibimbing untuk menjadi dewasa. Ketika anak itu menjadi remaja, ia harus dididik secara keras. Ia harus didisiplinkan. Dan membesarkan anak tanpa disiplin akan menghancurkan hidupnya di masa remaja. Anak itu perlu bimbingan dan harus didisiplinkan dengan keras. Seperti Alkitab berkata, “pukulan rotan atau berikan rotan dan pukullah anak.” Pada permulaan wahyu, Anda akan menemukan paksaan sebagaimana Yosua diperintahkan untuk melenyapkan orang Kanaan atau Saul diperintahkan untuk mencincang Agag dan orang-orang Amalek. Tetapi kemudian Alkitab akan membangun pendekatan dengan cara persuasi moral seperti yang sedang saya lakukan hari ini. Tidak mengikat dan tidak memukul Anda dengan rotan atau pedang, tetapi menyentuh hati Anda. Pewahyuan adalah seperti itu, ini bersifat progresif. Ini seperti anak yang bertumbuh menjadi dewasa. Saya pernah mendengar, suatu kali ada anak yang benar-benar nakal di Sekolah Minggu. Tetapi Minggu berikutnya ia begitu manis, baik, dan alim. Sehingga gurunya bertanya kepada anak-anak lainnya, “Apa yang kalian bisa katakan tentang dia?”  Dan anak-anak yang ada di kelas itu menjawab, “Ibu guru, kami tidak dapat berkata apa-apa tentang dia. Kami baru saja memukul hidungnya.” Itu lah disiplin untuk anak itu.
Apakah Anda ingat dengan kisah terkenal ini? Kisah tentang anak orang yang sangat kaya, yang nakal sekali ada di suatu department store. Ia sedang naik kuda-kudaan dan ibunya tidak dapat membujuknya untuk turun. Pihak department store tidak ingin menyinggung orang kaya itu. Oleh sebab itu mereka memanggil seorang psikolog untuk membujuk anak itu turun dari kuda-kudaan itu. Kemudian psikolog itu berbicara kepada anak kecil itu dan anak kecil itu pun akhirnya turun dari kuda-kudaan seperti yang dimintanya. Ketika mereka pulang, ibunya bertanya kepada anak itu, “Apa yang psikolog tadi katakan kepada kamu?” Dan anak kecil itu menjawab, “Psikolog itu berkata kepada saya, “Kamu harus turun dari kuda-kudaan itu sekarang, atau saya akan memukul kamu, sehingga kamu tidak dapat duduk selama satu minggu karena pantatmu sakit.” Jadi, seperti itulah cara Allah dalam memberikan wahyunya. Ini diberikan kepada kita sejauh kita dapat menerimanya. Dan mula-mula seperti anak kecil Tuhan mempimpin kita menuju kedewasaan. Itu adalah karakteristik pertama dari pewahyuan. Itu bersifat meningkat. Ada perkembangan di dalamnya.

2.      Karakteristik kedua dari pewahyuan adalah selalu memiliki tujuan di dalamnya. Selalu ada alasan di dalamnya. Mula-mula orang tua kita yang pertama membuat daun ara untuk menutupi ketelanjangan mereka, tetapi Tuhan berkata, “Jangan lakukan itu.” Dan Ia menumpahkan darah binatang di Taman Eden dan membuatkan pakaian dari kulit binatang itu untuk menutupi ketelanjangan orang tua kita yang pertama. Tentu ada maksud di dalamnya, ada tujuan di dalamnya.  Di pintu gerbang Taman Eden, para kerup mengajar orang tua pertama kita dan Habil dan keluarganya untuk membawa domba dan meletakkan di atas mezbah serta mengorbankannya sebagai korban persembahan kepada Tuhan. Jelas ada maksud di dalamnya. Dalam beribadah kepada Allah, dalam kemah dan bait suci yang indah, pelayanan bait suci, pelayanan kemah suci, simbol-simbol, semuanya itu mahamulia. Ketika waktunya sudah tiba, yaitu ketika antitipe dari tipe yang menggambarkan masa depan itu tiba, maka Kekristenan harus menanggalkan baju usangnya dan berjalan menuju kedewasaan. Namun wahyu itu, semuanya selalu memiliki tujuan. Itu lah teologi. Wahyu itu bergerak menuju maksud final dan akhirnya.

3.      Karakteristik ketiga dari wahyu adalah – homogeneous. Ia memiliki kontinuitas. Ia memiliki keserasian antara satu dengan yang lain secara menyeluruh. Tidak ada yang saling kontradiksi antara yang satu dengan yang lainnya, tetapi ia memiliki tekstur  homogeneous di dalam keseluruhannya. Anda mengetahui bahwa di dalam segala sesuatu Allah bekerja. Seluruh alam semesta memperlihatan pikiran yang agung dari sang Mahakuasa.  Hukum-hukum yang sama dapat Anda temukan di atas bumi ini, di bulan atau di Mars atau di Saturnus atau di Galaksi Bima Sakti kita. Di manapun di alam semesta ini Anda menemukan ciptaan, Anda menemukan suatu penyataan pikiran illahi yang sama. Seperti itulah wahyu itu. Itu seperti matematika. Tidak ada kontradiktif yang paling sederhana baik dalam geometri atau dalam kalkulus atau dalam cabang-cabang ilmu matematika lainnya. Itu semua sama. Apa yang terselubung di satu tempat mungkin tersingkap di tempat lain, tetapi itu semua selalu sama atau memiliki kesatuan. Jadi itu lah wahyu Allah. Tidak ada sesuatu yang ada di satu tempat bertentangan dengan yang ada di tempat lain.  Itu selalu homogeneous. Seluruhnya bersifat kontinuitas. Itu adalah sesuatu yang luar biasa yang ditemukan di dalam Firman Allah. Itulah Tuhan. Ia menjadikan demikian. Dan Anda menemukan pikiran-Nya, perluasan pikiran-Nya di dalam Kitab Suci.


INSPIRASI KITAB SUCI
1.      Teori Inspirasi yang Salah
Sekarang kita sampai pada masalah inspirasi, yaitu transmisi kebenaran illahi, mujizat Roh Kudus yang memimpin para penulis untuk mencatat kebenaran Allah tanpa salah. Ada tiga teori inspirasi, yang menurut saya itu tidak benar;
a.       Teori “rasionalistik.” Kaum rasionalis tidak percaya tentang pribadi Allah. Ia tidak percaya hal-hal yang bersifat supranatural, dan baginya Alkitab dihasilkan oleh pikiran dan kemampuan serta kejeniusan manusia belaka. Baginya inspirasi yang ada dalam diri penulis Alkitab adalah hal yang sama yang Anda dapat temukan dalam inspirasi genius dari Homer atau Cicero atau Dante atau Milton atau Shakespeare atau para penulis literatur besar lainnya. Baginya tidak ada perbedaan antara Alkitab dengan literatur manusia lainnya.

b.      Teori kedua dari inspirasi, saya menyebutnya “fractional.”  “Fractional” adalah teori yang mengajarkan bahwa bagian-bagian tertentu dari Alkitab diinspirasikan, tetapi bukan keseluruhan Alkitab. Mereka akan berkata bahwa Alkitab berisi Firman Tuhan. Mereka akan berkata beberapa kata adalah Firman Tuhan, tetapi Alkitab secara keseluruhan bukan Firman Tuhan. Itulah ide mereka tentang inspirasi Alkitab.

c.       Teori ketiga ini adalah teori yang sangat menggelikan, yaitu teori “mekanis.” Ini disebabkan oleh karena liberalisme menyerang iman umat Allah yang percaya Alkitab, sehingga mereka berkata bahwa kita percaya dalam teori “mekanis” tentang inspirasi.  Bahwa Allah mendiktekan firman Allah dan Ia sebagai Pendiktenya sedangkan penulis Alkitab menulis sama seperti yang didiktekan Tuhan. Semua teori ini bagi saya adalah teori tentang inspirasi Alkitab yang sangat menggelikan.

  
2.      Teori Inspirasi yang Alkitabiah
Ini lah yang saya pikirkan tentang inspirasi Alkitab, wahyu Allah yang tertulis. Saya berpikir Roh Kudus -- seperti menurut kesaksian Alkitab sendiri -- Roh Kudus adalah pembimbing supranatural untuk para penulis ketika mereka menuliskan kebenaran illahi, yaitu wahyu illahi itu. Dan mereka menulis di bawah inspirasi Roh Allah, di bawah pimpinan Roh Kudus, di bawah hembusan Roh Allah. Mereka menuliskannya infallibility dan inerrantly. Jadi, itulah cara yang saya percaya. Itu tidak berarti bahwa Allah tidak menggunakan manusia. Ia menggunakan manusia ini sejauh yang Ia mau. Misalnya semak yang menyala tetap semak biasa atau burung gagak yang mengirimkan roti kepada Elia tetap lah seperti burung biasa lainnya namun dipakai Tuhan sebagai alatnya. 
Sebagai contoh, Alkitab berkata bahwa Musa mempelajari semua ilmu seni dan ilmu pengetahuan di Mesir. Ketika berada di istana ia telah dididik tentang hukum-hukum dan pemerintahan. Dan ketika Anda membaca legalisasi Mosaik, Anda dapat melihat pikiran orang yang sudah terlatih di bidang hukum, itulah Musa. Yesaya adalah pengkhotbah di istana. Ia menyampaikan nubuatannya dengan gaya puisi yang luar biasa. Ia memberikan ikhtisar yang agung setelah ia menyampaikan nubuatannya. Saya pikir, tidak ada literatur  yang sama mulianya dengan khotbah Yesaya. Amos, di sisi lain, pemberita untuk suatu bangsa. Dan ketika Anda membaca Kitab Amos, Anda akan merasa seperti ada di ladang. Allah menggunakan mereka berdua. Puisi Daud yang luar biasa, seorang pemuji Israel, Allah menggunakan dia. Tuhan menggunakan Daud untuk menyatakan dan menuliskan penyataan illahi-Nya.  Allah menggunakan Salomo orang yang paling berhikmat di dunia untuk menulis amsal-amsal. Dr. Lukas – ia memiliki kegemaran untuk mengadakan suatu riset. Dan ketika ia menulis Injil Lukas dan juga ketika ia menulis Kisah Para Rasul, ia menghubungkan fakta dengan mengadakan penelitian secara seksama yaitu dengan menanyai setiap saksi dan semua sumber dari kebenaran yang akan ia tuliskan. Rasul Paulus yang adalah Saulus dari Tarsus adalah seorang rabinik, murid Talmudik di sepanjang pendidikannya. Ia diajar langsung oleh Gamaliel, cucu dari Hillel dan seorang rabi yang agung. Dan ketika Anda membaca surat-surat Paulus, Anda sedang membaca tulisan seorang teolog. Ia berbicara seperti sedang mendidik orang di sekolah teologi. Allah menggunakan dia. Itu adalah cara penulisan wahyu, menurut kemampuan dan karunia yang orang itu miliki dalam pimpinan Roh Kudus.
Dapatkah saya berkata tentang hal yang sama di jaman modern ini? Phillips Brooks adalah seorang pengkhotbah budayawan. Dan di sana di Trinity Church di Boston, selama bertahun-tahun ia menyampaikan firman Allah untuk kalangan akademisi, pembelajar, dan budayawan Boston. Itulah Phillips Brooks dari Boston. Billy Sunday dari Chicago  memberitakan firman Tuhan di jalanan dengan cara yang mengejutkan dunia. White Sox seorang pemain basball yang bertobat, tanpa pendidikan, ia menyampaikan firman Tuhan juga seperti itu. Walaupun mereka berbeda-beda, namun Roh Kudus memakai mereka semua -- seorang ahli budaya seperti Phillips Brooks, dan yang menekankan masalah keterikatan oleh dunia, hukuman neraka dan kutukan yang dikhotbahkan oleh Billy Sunday. Itu adalah cara Allah melakukannya. Ia menggunakan manusia menurut kemampuannya. Dan inspirasinya adalah Roh Kudus yang memimpin orang itu untuk menuliskan kebenaran.
Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa inspirasi memiliki tiga karakteristik, yaitu; (1) Inspirasi yang benar selalu bersifat plenary. Ini menunjukkan bahwa keseluruhan Alkitab diinspirasikan. Plenary ini bukan berarti bahwa hanya bagian-bagian tertentu yang diinspirasikan, tetapi seluruh Firman Allah adalah nafas Allah. (2) Inspirasi bersifat verbal. Ini dalam bentuk bahasa. Ini juga dalam bentuk kata-kata. Setiap kata diinspirasikan; bukan hanya pikiran, atau bukan usaha penulis untuk menuliskan pengalaman subyektifnya, tetapi setiap kata dinafaskan oleh Tuhan. Tidak ada musik dan melodi tanpa not.  Tak ada matematika tanpa angka-angka (fugures), dan tak ada Kitab Suci tanpa kata-kata. Dan jika Kitab Suci diinspirasikan, dan dinafaskan oleh Allah, maka setiap kata diinspirasikan Tuhan, dinafaskan Tuhan. Dan (3) yang terakhir adalah inspirasi firman Allah bukan hanya plenary, atau secara keseluruhan, atau secara verbal saja, atau kata perkata, atau menggunakan bahasa; tetapi sepenuhnya adalah supranatural. Ini bukan apa yang dapat manusia biasa tuliskan: “Sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah” (2 Petrus 1:21).

KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ?

  KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ? Ev. Matius Sobolim, M. Th. ...