Situs media informasi publik menyakut dengan bahan-bahan teologi dan materi-materi umum di masa kini oleh Ev. Matius Sobolim, S.Th
Rabu, 27 Februari 2019
LAPORAN LAPORAN
REFLEKSI MISI LAYANAN YUNUS
Sabtu, 16 Februari 2019
RENDAHNYA KESADARAN INTELEKTUAL MAHASISWA
RESIKO PROFESIONALISME YANG EFEKTIVE DAN RENDAH
Fasilitas yang tersedia, yang dapat diakses oleh siswa jauh lebih terbatas daripada siswa saat ini. "Siswa pertama ketika membaca buku sangat bersemangat karena keadaan yang menuntut mereka, dalam arti mereka didesak oleh yang berwibawa."
Ada beberapa faktor mengapa siswa tidak termotivasi untuk membaca, karena tidak ada kesadaran dan keinginan siswa untuk meningkatkan pengetahuan mereka dan untuk mendapatkan wawasan. Tidak adanya keinginan ini disebabkan oleh beberapa hal:
menganggap penting untuk
menambah pengetahuan
dengan membaca.
untuk mengekstraksi informasi
dari luar kelas.
3. Situasi sosial hari ini.
4. Perkembangan teknologi
Menjadi fokus utama
pekerjaan lain yang
harus dilakukan.
5. Hanpone sangat kuat dalam
menguasai pikiran,
perasaan, dan kemauan.
6. Hanpone mengontrol
24 jam dan tidak
memberikan
peluang kerja lain
kepada pengguna Hp.
Minggu, 17 Februari 2019 pukul 13.51 siang Materi ini terus berkembangkan.
KUDUS DAN KEKUDUSAN
KUDUS PENGUDUSAN
Ev. Matius Soboliem, M.Th
Kudus Pengudusan ;,Yunani: αγιασμος hagiasmos, Pengudusan. Artinya dipisahkan untuk pelayanan Allah. Makna dasar dari akar kata Ibrani gadesy antara lain: (i)'menyendirikan', (ii)'cemerlang'. Arti pertama mungkin menekankan kekudusan atau pengudusan dalam arti posisi, status, nisbah, dalam mana kata itu diterjemahkan 'terpotong', 'dipisahkan', 'disendirikan untuk penggunaan khusus', 'diserahkan untuk', atau'disucikan', 'dianggap keramat atau suci lawan dari yg biasa, tercemar atau sekuler'. Arti kedua mungkin menekankan penggunaannya berkaitan dengan keadaan, atau proses, yg dalam PB mengarah ke pemikiran tentang perubahan batin yg terjadi berangsur-angsur, yg menghasilkan kemurnian, kebenaran moral, dan pemikiran-pemikiran suci yg menyatakan diri dalam perbuatan-perbuatan lahiriah yg baik dan menurut kehendak Tuhan.
I. Dalam PL
Dua bentuk arti seperti diuraikan sesuai garis besar di atas barangkali secara umum dapat disebut yg keimaman dan yg kenabian. Tapi keduanya tidak bertentangan. Acuan utama keduanya ialah tertuju kepada Allah.
a. Tuhan dilukiskan suci dalam keagungan, lain dalam sifat kelainan-Nya, sangat jauh dari manusia, dosa dan dunia (bnd Kel 3:5; Yes 6:3 dab). Manusia dianjurkan untuk mengakui Tuhan semesta alam sebagai Yang Kudus (Yes 8:13). Dan Tuhan berfirman akan menguduskan diriNya sendiri dan akan dikuduskan di dalam atau oleh mereka. Artinya tuntutan kekuasaan-Nya yg berdaulat diakui (seperti Ia akan dipermuliakan, yaitu bahwa keagungan-Nya akan diakui lewat sikap dan hubungan umat-Nya dgn Dia). Sesuatu atau seseorang yg dikuduskan diakui sebagai yg disendirikan oleh Tuhan maupun manusia (mis sabat, Kej 2:3; mezbah, Kel 29:37; Kemah Pertemuan, Kel 29:44; jubah, Im 8:30; puasa, Yl 1:14; rumah, Im 27:14; padang, Im 27:17; umat, Kel 19:14; jemaat, Yl 2:16; imam, Kel 28:41). Ini tidak harus berarti menyangkut perubahan batin. Upacara ritual dari hukum Taurat membuka kemungkinan mengampuni pelanggaran, atas mana umat Tuhan, yg telah disendirikan oleh Tuhan agar menjadi milik-Nya saja untuk digunakan sebagai alat-Nya, bersalah.
b. Kendati hal-hal di atas terutama merupakan pengudusan lahiriah dan ritual saja, namun semua hal itu disertai kenyataan batiniah yg mendalam. Peringatan Tuhan, 'Hendaknya engkau kudus karena Aku kudus', menuntut tanggapan moral dan spiritual dari umat, suatu refleksi dari sifat-sifat moral-Nya mengenai kebenaran, kemurnian, kebencian terhadap kejahatan, minat yg penuh kasih terhadap kesejahteraan orang lain dalam ketaatan kepada kehendak-Nya; karena Yang Kudus dari Israel terlibat aktif demi kebaikan umat-Nya (Kel 19:4) yg telah dipisahkan dari yg jahat. Kekudusan-Nya adalah sekaligus transenden dan imanen (Ul 4:7; Mzm 73:28), dan umat juga harus memiliki ciri-ciri demikian. Para nabi sadar akan bahayanya pengudusan lahiriah saja, justru mereka mengingatkan umat agar selalu menghormati Tuhan; mereka bahkan melangkah lebih jauh lagi dengan menghinakan upacara-upacara'kudus'yg lahiriah yg tanpa kekudusan perbuatan (Yes 1:4-11; 8:13). Anak-anak Israel menghinakan kekudusan Tuhan dengan hidup tak suci di antara bangsa-bangsa. Mereka gagal menjalankan hukum kekudusan (Im 17-26) yg memadukan secara mengagumkan aspek-aspek moral dan ritual.
II. Dalam PB
Dalam Injil-injil Sinoptik penggunaan kata kerja 'menguduskan' dapat bersifat seremonial atau ritual. Tuhan Yesus berbicara tentang Bait Allah yg menguduskan emas, dan mezbah yg menguduskan persembahan korban (Mat 23:17,19). Di sini arti utamanya ialah pengudusan; emas dan persembahan diserahkan, disendirikan, dan dianggap secara khusus suci dan berharga oleh hubungannya dengan Bait Allah dan mezbah yg sudah suci.
Dalam pengertian yg sejajar, namun yg lebih tinggi dan lebih rohani karena menyangkut lingkungan kepribadian, Kristus menguduskan diriNya sendiri bagi karya pengorbanan-Nya, Sang Bapak menguduskan Dia, dan Ia meminta pengikut-Nya 'menguduskan' (memandang dgn hormat, yg suci memberi tempat yg unik terhadap) Sang Bapak (Yoh 17:19; 10:36; Mat 6:9). Perluasan lebih lanjut dari pemikiran ini muncul dalam hal Kristus menguduskan umat dengan darah-Nya sendiri (Ibr 13:12) dan mungkin dalam Yoh 17:17 mengenai Bapak menguduskan orang percaya melalui firman kebenaran.
Bertalian dengan Yoh 17:17 kata 'mungkin' sengaja digunakan, karena ide 'pengudusan' di sini meluaskan artinya ke arah perubahan moral dan spiritual.
Surat Ibr menjembatani anti batiniah dan lahiriah dari pengudusan. Kristus oleh pengorbanan-Nya menguduskan saudara-saudaraNya tidak hanya dalam arti menyendirikan mereka, tapi juga dalam arti memperlengkapi mereka bagi ibadah dan pelayanan kepada Tuhan. Ia melakukan hal ini dengan mendamaikan dosa-dosa mereka (Ibr 2:17) dan menguduskan hati nurani mereka dari pekerjaan-pekerjaan maut (Ibr 9:13 dab). Pengudusan ini janganlah dimengerti terutama sebagai suatu proses, melainkan sebagai kenyataan yg digenapi, karena 'oleh satu korban Ia telah menyempurnakan untuk selamanya mereka yg dikuduskan' (Ibr 10:10,14).
Namun nasihat agar tumbuh dalam pengudusan bukannya tidak ada (lih Ibr 12:14, dimana kekudusan lebih menunjuk kpd keadaan ketimbang status).
Kendati 'pengudusan' dalam Ibr agak dekat dengan 'pembenaran' dalam Rm dan Gal, namun beda penggunaan kata 'pengudusan' dalam ketiganya janganlah dibesar-besarkan.
Paulus menggunakan 'pengudusan' dalam dua arti juga. Dalam beberapa hal ia mengartikannya status yg diberikan kepada orang percaya yg berada di dalam Kristus bagi pengudusan maupun pembenaran. Kata jabaran 'orang kudus' terutama mengacu kepada status mereka di dalam Kristus ('dikuduskan di dalam Kristus Yesus', 1 Kor 1:2; bnd 1 Ptr 1:2). Pengudusan yg diperoleh merupakan hak istimewa bagi suami istri dan anak-anak, jika salah seorang dari orangtua itu orang percaya; hal ini lagi-lagi merupakan pengudusan secara status (1 Kor 7:14).
Arti kedua dari pengudusan menurut Paulus, menyangkut ihwal perubahan moral dan spiritual orang percaya yg sudah dibenarkan, yg sudah dilahirkan kembali, dikaruniai hidup baru oleh Tuhan.
Kehendak Tuhan ialah pengudusan kita (1 Tes 4:3). Dan mengalami dikuduskan secara keseluruhan ialah menjadi serupa dengan citra Kristus, dan dengan demikian merasakan dalam pengalaman arti menjadi citra Allah. Kristus adalah isi dan norma hidup yg dikuduskan: hidup kebangkitan-Nya diciptakan kembali dalam diri orang percaya sementara ia bertumbuh di dalam anugerah dan mencerminkan kemuliaan Tuhannya.
Dalam pengalaman yg terus-menerus perihal pembebasan dari hukum secara harfiah, jiwa manusia dibebaskan oleh Roh Kudus (2 Kor 3:17, 18). Roh Kudus adalah penggerak dalam pengudusan manusia, tapi Ia bekerja melalui firman kebenaran dan doa iman, dan melalui persekutuan orang percaya (Ef 5:26) sementara mereka menguji diri sendiri dalam terang kasih Roh dan kekudusan yg tidak boleh tidak harus ada (Ibr 12:14). Iman, yg dilahirkan oleh Roh, menggenggam sarana pengudusan itu.
Sebagaimana pembenaran berarti pembebasan dari hukuman dosa, demikian pula pengudusan berarti pembebasan dari pencemaran, kekurangan dan kuasa dosa. Tapi dalamnya dan luasnya pembebasan dalam arti yg terakhir itu masih dipersoalkan. Doa permohonan supaya Tuhan menguduskan orang percaya sepenuhnya, sehingga jiwa, roh dan tubuh mereka terpelihara tanpa cacat sampai kedatangan Kristus, diikuti oleh pernyataan bahwa 'Ia yg memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya' (1 Tes 5:23, 24). Ini menimbulkan tiga pertanyaan penting.
a. Apakah Tuhan melakukan pengudusan menyeluruh seketika? Apakah pengudusan oleh iman berarti menerima pengudusan menyeluruh sebagai anugerah sama seperti pembenaran, sehingga orang percaya itu sekarang juga telah dibuat menjadi kudus, masuk untuk selama-lamanya ke dalam kekudusan yg nyata dan praktis adalah suatu keadaan? Beberapa orang mengemukakan bahwa dalam pengalaman krisis yg mengikuti pertobatan, kemanusiaan yg lama disalibkan sekali untuk selamanya, dan akar dosa dicabut atau prinsip dosa ditiadakan. Beberapa orang melangkah lebih jauh dan menekankan kebutuhan akan penerimaan dan perbuatan karunia-karunia Roh (terutama karunia lidah) sebagai bukti pekerjaan Roh itu. Yg lain memandang bahwa PB pasti menentang pandangan ini, dan bahwa adanya surat-surat rasul dengan pernyataan-pernyataan doktrin, alasan-alasan, himbauan dan nasihat, bertentangan dengan itu.
b. Apakah Tuhan melakukan pengudusan pada masa hidup orang percaya? Di kalangan mereka yg menekankan ciri krisis dari pengalaman pengudusan maupun mereka yg memandangnya lebih sebagai suatu proses, terdapat orang-orang yg menyatakan diri sudah mencapai derajat tinggi dari hidup yg dikuduskan itu. Dengan menggarisbawahi perintah seperti 'haruslah kamu sempurna' (Mat 5:48), dan tidak menafsirkan 'kesempurnaan' di sini dalam arti 'kedewasaan', maka mereka mengatakan bahwa kasih yg sempurna dapat dicapai dalam kehidupan kini di dunia ini.
Tapi tuntutan-tuntutan yg tinggi dalam arti 'kesempurnaan tanpa dosa', biasanya mengecilkan baik bobot dosa maupun standar kehidupan moral yg dituntut. Dosa dirumuskan sebagai 'pelanggaran sukarela terhadap suatu hukum yg diketahui' (Wesley) ketimbang 'setiap kekurangan dalam penyesuaian dengan atau pelanggaran atas hukum Tuhan' (Westminster Shorter Catechism). Rumusan terakhir mencakup keadaan kita dan dosa-dosa akibat kelalaian maupun yg dilakukan terbuka dan sengaja. Pendapat lain, dengan menyetujui bahwa kekudusan yg tak terputuskan dan kesempurnaan tanpa cela itu tidaklah mungkin, menyatakan bahwa kendati demikian toh adalah mungkin mempunyai dengan sempurna motivasi yg sempurna, ialah kasih.
c. Apakah Tuhan akan melakukan pengudusan tanpa aktivitas orang percaya? Mereka yg mengecilkan bobot dosa dan standar kekudusan yg dituntut Tuhan, berada dalam bahaya memberi penekanan yg tidak tepat pada usaha manusia dalam pengudusan. Tapi ada ekstrim yg berlawanan juga, yaitu yg meletakkan keseluruhan tugas pengudusan melulu pada Tuhan. Tuhan diharapkan akan menghasilkan orang kudus dengan segera, atau mengisi seorang Kristen secara berangsur-angsur dengan anugerah atau Roh. Ini memerosotkan manusia menjadi hanya robot tanpa sikap moral, sehingga sebenarnya hanya melahirkan pengudusan tak bermoral, suatu gagasan yg kontradiktif. Mereka yg membela watak manusia menyangkal cara kerja Roh Kudus yg tidak berharkat pribadi sedemikian itu. Mereka juga hati-hati terhadap tuntutan bahwa Roh bekerja langsung melalui proses pikiran manusia secara tak disadari, ketimbang disadari.
Orang percaya tidak tahu betapa susahnya perjuangan melawan dosa (Rm 7-8; Gal 5), tapi harus sadar bahwa pengudusan terjadi tidak hanya oleh usahanya sendiri melawan kecenderungan-kecenderungan jahat yg ada pada dirinya sendiri. Ada perkembangan dalam penggenapan moral, tapi ada juga sesuatu yg secara misterius melakukan pengudusan di dalam dirinya. Bahkan hal itu bukanlah kerjasama belaka, dalam mana Roh dan orang percaya masing-masing menyumbang sesuatu. Tindakan itu dapat disebut baik karya Roh maupun karya orang percaya dalam rahasia anugerah. Tuhan, Roh itu, bekerja melalui pengakuan yg setia akan hukum kebenaran dan tanggapan orang percaya dalam kasih. Dan semuanya menghasilkan kedewasaan spiritual yg terungkap dalam menerapkan hukum kasih terhadap sesama.
Penggenapan pengudusan bagi orang percaya, yg oleh anugerah iman dalam karya Kristus, oleh Roh 'menguduskan diri sendiri' (1 Yoh 3:3), dinyatakan dengan jaminan kepastian: 'Kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yg sebenarnya' (1 Yoh 3:2).
Suatu proses menjadikan kudus atau suci dengan memisahkan. Dalam PL orang dan tempat dikuduskan, artinya dikhususkan untuk Tuhan melalui pemercikan dengan darah. Keadaan berdosa yang terus-menerus dari umat menuntut pengudusan ritual mereka untuk menjadi umat demi nama Allah. Roh Tuhan akan memberi mereka hati yang baru (Yer. 31:33; Yeh. 11:19).Dalam PB Yesus dikuduskan oleh Bapa dan diutus ke dunia (Yoh. 10:36), dan Anak ilu sendiri mempunyai murid-murid yang dikuduskan atau dikhususkan (Yoh. 17:17-18) Tetapi,Paulus mengajarkan bahwa untuk misi yang diletakkan atas para murid yang diutus, mereka harus hidup dalam kekudusan (Rm. 6:19) sehingga menghasilkan buah-buah Roh (Gal. 5:22-25).
Dalam pemikiran teologi kemudian pengudusan itu menunjuk pada suatu proses yang dimulai dengan baptisan, yang berlanjut dalam kehidupan yang ditopang oleh sakramen dan akhirnya disempurnakan pada penghakiman terakhir (Ef. 4:30).
BIBLIOGRAFI.
W Marshall, The Gospel Mystery of Sanctification, 1692, edisi 1955;
J Wesley, A Plain Account of Christian Perfection, edisi 1952;
C Hodge, Systematic Theology 3, 1871-1873;
J. C Ryle, Holiness, edisi 1952;
B. B Warfield, Perfectionism, 2 jld, 1931;
R. E. D Clarke, Conscious and Unconscious Sin, 1934;
N. H Snaith, The Distinctive Ideas of the Old Testament, 1944;
D. M Lloyd-Jones, Christ our Sanctification, 1952;
G. C Berkouwer, Faith and Sanctification, 1952; W. E Sangster, The Path to Perfection, 1957;
J Murray, Definitive Sanctification, CTJ 2, 1967, hlm 5; K. F. W Prior, The Way of Holiness, 1967. GW/S
Sabtu 19 Februari 2019 Jam 8:08 WIB. Posting Melalui Hanpone Notte 5 Desa Tlekung Kangsiran Putuk. Kota Batu Jawa Timur.
PENEBUSAN
PENEBUSAN
Ev. Matius Sobolim, M. Th
Penebusan; Tebus, dalam bahasa Yunaninya: λυτρον lutron; dari kata λυτρωσις lutrosis. λυτρωτης lutrotes; απολυτρωσις apolutrosis. Dosa telah merusak hubungan antara Allah dengan manusia, dan penebusan merupakan sarana, yang dengannya pendamaian berlangsung.
Dalam PL korban dan persembahan ditetapkan dan berkembang dengan baik dalam periode pasca pembuangan, dengan makna untuk menyingkirkan sekat pemisah yang diakibatkan oleh dosa, yang telah memisahkan manusia dari kemurahan Allah. Korban-korban ditentukan oleh Allah yang maharahim demi pemulihan persahabatan, yang tidak mungkin dicapai oleh seorang individu melalui perbuatannya sendiri.
Pada zaman Makabe korban-korban binatang dianggap telah digantikan dengan nilai penebusan suatu penderitaan. Dalam kisah para martir Makabe, penderitaan mereka dianggap sebagai penebusan, bukan hanya bagi para penderitanya, melainkan juga bagi orang lain. Karena itu, anggota Makabe yang termuda di antara tujuh bersaudara, memohon kepada Allah agar melalui dirinya dan saudara-saudaranya murka Yang Mahakuasa, yang ditimpakan kepada umat Israel dapat diakhiri (2Mak. 7:38).
Dalam PB, penebusan dihubungkan dengan kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus, dan barangkali Dia sendiri telah memahami kematian-Nya yang akan segera terjadi dalam hubungannya dengan penebusan (Mrk. 10:45). Pada surat Paulus kepada jemaat Roma, sumber rahmat Allah dalam mendamaikan manusia adalah Yesus Kristus (Rm. 3:25), dan dalam Surat Ibrani, gagasan tentang korban digunakan; pencemaran karena dosa disucikan oleh darah korban yang tak berdosa. Darah ketaatan Kristus dan hidup yang dipersembahNya dicurahkan ke atas hati nurani kita yang berdosa, sehingga kita dapat menghampiri Allah dengan ketaatan yang sama.) Pelepasan oleh seorang 'penebus' dari suatu keburukan dengan membayar harganya. Hamba-hamba dapat dibebaskan atau ditebus dengan cara ini. Apabila seekor lembu menanduk seseorang hingga mati, si pemilik yang tidak menjaga lembunya itu harus dihukum mati juga, tetapi suatu harga tebusan dapat menyelamatkannya (Kel. 21:30). Sanak keluarganya yang berhak membayarkan harga tebusan itu disebut go'el dalam bahasa Ibrani, dan kata yang sama itu digunakan bagi Yahweh sebagai pelepas bangsa pilihan-Nya (Yes. 41:14).
Surat-surat PB menyatakan bahwa Kristus menebus manusia dari 'dunia jahat yang sekarang ini' (Gal. 1:4), atau dari 'perhambaan' si Iblis (Ibr. 2:14-15). Penebusan ini sudah terlaksana (Rm. 8:29), tetapi juga masih menantikan penyempurnaannya dengan pemusnahan kematian (Rm. 8:23). Sebagaimana dalam PL, penulis-penulis PB juga menyebutkan bahwa Allah menebus suatu bangsa bagi diri-Nya (Why. 5:9), dan kematian Kristus diberitakan sebagai penebusan umat manusia dari akibat atau hukuman dosa-dosa mereka (Gal. 3:15).Dalam aliran Gnostik ada ajaran tentang seorang penebus. Ia dibayangkan telah diutus untuk turun dalam penyamaran ke bumi dari alam rohani untuk menerangi umat manusia dengan pengetahuan (gnosis) tertentu mengenai identitas mereka sesungguhnya. Aliran Gnostik dalam lingkungan Kristen tidak melihat pekerjaan Kristus sebagai yang membebaskan dari dosa, tetapi lebih menuntun orang pada pengenalan diri sendiri.
Tebusan dalam LXX kata ini dipakai untuk sejumlah uang sebagai harga pembebasan seorang hamba (Im. 25:47-55). Inilah latar belakang dari ungkapan tentang Yesus dalam Mrk.10:45b: Anak Manusia datang untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Pikiran ini melanjutkan kalimat sebelumnya, bahwa Anak Manusia itu datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani. Penderitaan satu orang ini dipakai Allah untuk keuntungan yang lain. 'Banyak orang' berarti 'semua orang'. Dalam 4Mak. 17:2 dst. dikatakan bahwa para martir Yahudi menjadi tebusan bagi dosa-dosa bangsanya: mereka menderita ganti orang lain, tetapi sebagai wakil dan bukan sebagai ganti. Ada juga dalam Mrk. 10:45, itu suatu ingatan akan Dan. 7, di mana seorang Anak Manusia dipertahankan dan dinyatakan sebagai pemenang. Tetapi, Markus 10:45b harus dimengerti dalam terang ayat 45a: bahwa kemenangan itu hanya dicapai melalui penderitaan dan pelayanan.
Penebusan berarti pembebasan dari sesuatu yg jahat dengan pembayaran suatu harga. Artinya lebih dari sekedar pembebasan saja. Demikianlah tawanan-tawanan perang dapat dibebaskan berdasarkan pembayaran harga yg disebut uang tebusan (Yunani lutron). Dengan kata lutron dibentuklah secara khusus kelompok kata untuk menyatakan ide pembebasan berdasarkan pembayaran uang tebusan. Dalam lingkaran ide-ide ini kematian Kristus dapat dipandang sebagai 'suatu tebusan bagi orang banyak' (Mrk 10:45).
Budak-budak dapat dibebaskan dengan suatu proses pembayaran tebusan. Dalam upacara pembelian resmi oleh suatu ilah, maka untuk kebebasannya si budak harus membayar harga ke dalam perbendaharaan kuil. Kemudian ia harus mengalami upacara resmi yg khidmat, yg menyatakan bahwa ia telah dijual kepada ilah itu 'untuk kebebasan'. Secara teknis ia tetap budak ilah itu, dan karena itu beberapa kewajiban agamawi dapat dikenakan atasnya. Tapi sejauh bersangkutan dengan manusia, sejak itu ia merdeka. Atau, si budak dapat membayar saja harga itu kepada tuannya. Hal yg khas mengenai setiap bentuk pembebasan ialah pembayaran harga tebusan (lutron). 'Penebusan' adalah nama yg diberikan untuk prosesnya.
Di kalangan orang Ibrani situasinya berbeda, seperti dilukiskan dengan baik dalam Kel 21:28-30. Kalau seseorang mempunyai seekor lembu yg berbahaya, ia harus mengurungnya. Apabila lembu itu lepas dan menanduk seseorang sehingga mati, hukumnya jelas, 'lembu itu harus dilempari dengan batu sampai mati, dan pemiliknya pun harus dihukum mati'. Tapi ini bukanlah perkara pembunuhan yg disengaja. Tidak ada maksud jahat yg dipikirkan sebelumnya. Jadi ditetapkan bahwa suatu tebusan (Ibrani kofer) dapat 'dikenakan atasnya'. Ia dapat membayar dengan sejumlah uang, dan dengan demikian menebus hidupnya yg seharusnya telah hilang.
Kebiasaan-kebiasaan lain mengenai penebusan pada zaman kuno, melengkapi peri penebusan itu dengan hal-hal tertentu untuk menebus milik, dsb. Tapi ketiga hal yg telah disebut di atas adalah yg paling penting. Pada ketiga-tiganya terdapat hal yg sama, yaitu gagasan tentang kebebasan yg dijamin dengan pembayaran suatu harga. Di luar Alkitab kebiasaan itu secara praktis tidak berbeda. Kadang-kadang kata ini digunakan secara metaforis, tapi itu hanya memperjelas arti dasar kata itu. Pembayaran suatu harga untuk pembebasan adalah asasi dan khas.
Itulah yg membuat konsep penebusan begitu bermanfaat bagi orang Kristen purba. Yesus mengajar mereka bahwa 'barangsiapa berbuat dosa adalah hamba (Yunani 'budak') dosa' (Yoh 8:34). Selaras dengan ini, Paulus berpikir tentang dirinya sendiri sebagai 'bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa' (Rm 7:14), terjual di bawah kuasa tuan yg kejam. Ia mengingatkan orang-orang Roma bahwa dahulu mereka adalah 'budak-budak dosa' (Rm 6:17). Dari sudut pandang yg lain, manusia berada di bawah hukuman mati karena dosanya. 'Sebab upah dosa adalah maut' (Rm 6:23). Pendosa adalah budak. Pendosa pasti mati.
Bagaimanapun juga, dunia kuno memandang bahwa situasi manusia sangat membutuhkan penebusan. Tanpa penebusan berarti perbudakan akan berlanjut, hukuman mati akan dilaksanakan. Salib Kristus dilihat dengan latar belakang ini. Salib Kristus adalah harga yg dibayarkan untuk membebaskan budak-budak, untuk memerdekakan si terhukum.
Dalam metafora ini tetap ada ide tentang pembayaran harga. Tapi justru inilah yg dipersoalkan oleh beberapa orang, yg berpikir bahwa penebusan tidak lebih dari cara lain untuk mengatakan 'pembebasan'. Alasan utama untuk berpikir demikian, ialah beberapa bagian PL yg berkata bahwa TUHAN menebus umat-Nya (Kel 6:6; Mzm 77:16 dab; dll), dan tidak dapat dipikirkan bahwa Dia harus membayar suatu harga kepada seseorang. Tapi inilah kesalahpahaman. Memang kadang-kadang dalam PL TUHAN dipikirkan begitu kuat sehingga kekuatan segenap bangsa hanyalah barang kecil bagi-Nya, dan lagi 'penebusan' tidak disebut dalam ay-ay itu. Di mana dipakai penebusan, di situ ada pemikiran tentang usaha. TUHAN menebus 'dengan lengan yg terentang'. Dia menyatakan kekuatan-Nya. Karena Dia mengasihi umat-Nya maka Dia menebusnya dengan korban, yakni diriNya sendiri. Usaha-Nya dipandang sebagai 'harga' penebusan. Itulah sebabnya peristilahan 'penebusan' dipakai.
Istilah khas PB untuk penebusan ialah apolutrosis, suatu kata yg jarang muncul di lain tempat. Kata itu muncul 10 kali dalam PB, tapi hanya 8 kali dalam semua kepustakaan Yunani selebihnya. Ini mungkin menyatakan keyakinan orang Kristen purba, bahwa penebusan yg dikerjakan dalam Kristus adalah unik. Tapi itu tidak berarti sebagaimana orang berpikir, bahwa mereka mengerti penebusan hanyalah sebagai 'pembebasan'. Untuk itu mereka menggunakan kata rhuomai, 'membebaskan'. apolutrosis berarti pembebasan berdasarkan pembayaran harga tunai dan tuntas, dan harga itu adalah kematian Juruselamat sebagai tebusan. Ungkapan 'penebusan oleh darahNya' (Ef 1:7) menjelaskan bahwa darah Kristus dipandang sebagai harga tebusan. Halnya sama dengan Rm 3:24 dab, 'dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya'.
Dalam kutipan di atas Paulus menggunakan tiga metafora, yaitu metafora dari dunia pengadilan, dari dunia korban-korban, dan dari dunia perbudakan. Baiklah kita memusatkan perhatian pada yg terakhir. Paulus membayangkan suatu proses pembebasan, tapi dengan pembayaran suatu harga, yaitu darah Kristus. Dalam Ibr 9:15 penebusan juga dihubungkan dengan kematian Kristus. Kadang-kadang kita bertemu dengan penyebutan harta, tapi itu bukan penebusan, seperti dalam acuan-acuan tentang 'kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar' (1 Kor 6:19 dab; 7:22 dab). Ide dasarnya adalah sama. Kristus membeli manusia dengan mengorbankan darahNya. Dalam Gal 3:13 harga tebusan itu dirumuskan sebagai, 'menjadi kutuk karena kita'. Kristus menebus kita dengan menempati tempat kita, dengan memikul kutuk kita. Hal ini mengacu kepada ide tentang penggantian dalam penebusan, ide yg kadang-kadang memperoleh tekanan seperti dalam Mrk 10:45 ('tebusan bagi banyak orang').
Penebusan tidak hanya menengok ke belakang ke Golgota. Penebusan memandang ke depan ke kemerdekaan yg di dalamnya si tertebus berada. 'Kamu telah dibeli, dan harganya telah lunas dibayar', jadi Paulus dapat berkata, 'karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu' (1 Kor 6:20). Justru karena mereka telah ditebus dengan harga yg demikian itu, maka orang percaya harus menjadi milik Allah. Mereka harus memperlihatkan dalam hidup mereka, bahwa mereka tidak lagi tertawan di dalam perbudakan dari mana mereka telah dilepaskan. Mereka dinasihati supaya 'berdiri teguh di dalam kemerdekaan yg dengannya Kristus telah memerdekakan kita' (Gal 5:1).
Sabtu 16 Februari 2018
posting melaui Hanpone android Note 5 di Gangsiran Putuk Batu Jawa Timur.
BIBLIOGRAFI
LAE, hlm 318 dab; L Morris, The Apostolic Preaching of the Cross3, 1965, bab 1, TWNT; B. B Warfield, The Person and Work of Christ, (red.) S. G Craig, 1950, bab 9; O Procksch, F Buchsel, TDNT 4, hlm 328-356; C Brown dll, NIDNTT 3, hlm 177-223. LM/BS/HAO
Jumat, 15 Februari 2019
KEKUDUSAN ALLAH
KEKUDUSAN ALLAH
Ev. Matius Sobolim, M. Th.
ALLAH ADALAH KUDUS
Undang-undang Kekudusan (Im. 17-20) merupakan suatu ikhtisar ketetapan-ketetapan ritual dan moral yang didasarkan pada kekudusan Allah (Im. 19:2). Kemungkinan Undang-undang Kekudusan itu digunakan oleh imam-imam dan orang Lewi sebagai pengajaran. Dalam PB kekudusan yang dimiliki Bait Yerusalem dianggap sebagai kuail umat Kristen (1Kor. 3:16-17); namun, terutama Yesus disebut kudus (Luk. 1:35), sebagaimana Ia disebut pada awal pemberitaan-Nya (Kis. 3:14), dan seperti Ia menyapa Bapa-Nya (Job. 17:11). Gereja juga kudus (Ef. 2:19-22), didiami oleh Roh Kudus karena itu, setiap perilaku yang merusak hubungan ini dicela (Rm. 5:5; 2Kor. 6:16-17).
Digunakan dalam Doa Bapa Kami (Mat. 6:9) dengan anti menghormati sebagai yang kudus. Istilah-istilah yg prinsipal adalah gadosy dan (Ibrani) dan hagios (Yunani). Terjemahan yg lazim bagi keduanya adalah kudus, walaupun kadang-kadang keduanya diterjemahkan dengan 'suci'. Perbedaan antara kudus dan suci tidaklah gamblang, justru bisa benar mengatakan bahwa bila yg dipikirkan adalah kualitas hakiki Tuhan dan manusia, maka dipakailah istilah kudus; istilah suci menekankan akibat daripada sikap yg menjurus kepada kesucian.
Dalam bahasa Ibrani Qadosy dapat berarti 'terpisah' (dikhususkan) atau 'terpotong dari', digunakan terhadap keadaan terlepasnya seseorang atau suatu benda (supaya Tuhan dapat memakainya, dan dgn demikian terhadap keadaan orang atau obyek yg dilepas itu). Hagios mempunyai dasar pemikiran yg sama mengenai keterpisahan dan kesucian terhadap Allah. Kata 'mahakudus' dalam Kis 2:27 dan kata 'kudus' dalam Why 15:4 adalah terjemahan dari kata Yunani hosios (di tempat lain diterjemahkan 'suci' atau 'saleh'), suatu kata yg mengandung arti hubungan yg benar dengan Allah, mungkin juga dalam pengertian kekasih.
a. Kekudusan Allah
Istilah kudus didalam PL sama dengan di PB, dipakai dalam pengertian tertinggi terhadap Allah. Istilah itu menunjuk, pertama, kepada keterpisahan Allah dari ciptaan dan bahwa Ia mengungguli ciptaan itu. Demikianlah 'kudus' menggambarkan transendensi Allah. Yahweh, karena 'kekudusan'-Nya berdiri bertentangan dengan ilah-ilah (Kel 15:11) demikian juga dengan seluruh ciptaan (Yes 40:25). ALLAH.
Istilah itu juga menunjuk kepada hubungan, dan mengandung arti ketentuan Allah untuk memelihara kedudukanNya sendiri terhadap makhluk-makhluk bebas lainnya. Itu adalah pengesahan Allah sendiri, 'sifat dalam mana Yahweh menjadikan diriNya sendiri ukuran mutlak bagi diriNya sendiri' (Godet). Istilah itu tidak hanya menjelaskan perbedaan Allah dan manusia (Hos 11:9), itu adalah sama artinya dengan 'Allah yg tertinggi', dan terutama menekankan sifat Allah yg sangat menakutkan (Mzm 99:3).
Karena kekudusan meliputi setiap keistimewaan sifat Allah, maka hal itu dapat disifatkan sebagai: demikianlah Allah adanya. Sebagaimana sinar matahari mencakup semua warna dalam spektrumnya dan menjadi cahaya (terang) demikianlah dalam penyataan diriNya sendiri, semua sifat Allah menjadi satu dalam kekudusan; untuk maksud itu maka kekudusan pernah disebut: 'sifat dari segala sifat' yg kesatuannya mencakup segala sifat Allah. Untuk mengerti keberadaan dan perangai Allah sebagai hanya kumpulan kesempurnaan yg abstrak, berarti membuat Allah tidak riil. Di dalam Allah dari Alkitab, kesempurnaan hidup berfungsi dalam kekudusan.
Karena itu dapatlah dimengerti mengapa kekudusan khas disifatkan dalam Kitab Suci untuk setiap Oknum Allah Tritunggal, Bapak (Yoh 17:11), Anak (Kis 4:30) dan khususnya bagi Roh Kudus sebagai yg menyatakan dan yg mengaruniakan kekudusan Allah kepada ciptaan-Nya.
b. Kekudusan Allah dalam hubungan dengan umat-Nya
Umat Allah adalah kudus karena mereka dimurnikan melalui Kristus dan mereka hanya kepunyaan Allah. Dengan bantuan Roh Kudus mereka menjaga dirinya dari dosa, dan hidup hanya untuk Allah. Segala sesuatu yang terpisahkan (dikhususkan) dari kebiasaan atau hal-hal yang duniawi adalah 'kudus'. Karena itu, di atas semuanya, Allah adalah kudus (Yes. 6:3), dan kekudusan-Nya diperluas kepada manusia yang berada dalam transaksi dengan-Nya (mis. imam-imam di Bait Allah) dan segala peralatan yang mereka gunakan serta perayaan-perayaan yang mereka rayakan (Im. 23). PL menggunakan kata 'kudus' atas orang yg dinobatkan bagi maksud-maksud agamawi. Misalnya para imam yg ditahbiskan dalam upacara istimewa, juga seluruh umat Israel sebagai satu bangsa yg disucikan bagi Allah tidak sama dengan bangsa-bangsa lain. Jadi hubungannya dengan Allah menjadikan Israel satu bangsa kudus, dan dalam pengertian ini 'kudus' mengacu kepada pengungkapan tertinggi hubungan perjanjian Israel dan Allah. Jalan pikiran ini tidak terlepas dari PB, sebagaimana dalam 1 Kor 7:14, di mana suami yg tidak beriman dikuduskan karena hubungannya dengan istri yg beriman demikian sebaliknya.
Tapi konsepsi mengenai kekudusan berkembang, sejalan dengan penyataan Allah, dari luar ke dalam, dari yg bersifat upacara kepada kenyataan; maka 'kudus' mendapat arti etis yg kuat, dan ini adalah maknanya, yg nyaris satu-satunya makna dalam PB. Para nabi memproklamirkan kekudusan sebagai penyataan sendiri oleh Allah, kesaksian yg Ia terapkan pada diriNya sendiri dan segi yg Ia kehendaki supaya makhluk ciptaan-Nya mengenal Dia demikian. Dan para nabi menyatakan bahwa Allah menghendaki untuk mengkomunikasikan kekudusan-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya, dan sebaliknya Ia menuntut kesucian dari mereka. Apabila 'Aku ini kudus adanya', demikianlah pernyataan Allah sendiri yg mengangkat hakikat diriNya mengungguli makhluk ciptaan-Nya, demikianlah 'hendaknya kamu kudus' adalah seruan Allah bagi makhluk ciptaan-Nya, supaya mereka dapat menjadi orang yg mengambil bagian dalam kekudusan-Nya (Ibr 12:10). Kekudusan Allah dikaruniakan kepada jiwa manusia, pada saat ia dilahirkan kembali, dan itulah yg menjadi sumber dan landasan bagi tabiat yg suci.
Kristus dalam hidup dan sifat-sifat-Nya adalah teladan tertinggi kekudusan Allah. Dalam Dia keadaan kudus bahkan lebih daripada hanya tidak berdosa: itu adalah penyerahan-Nya yg seutuhnya kepada kehendak dan maksud Allah, dan untuk itu Yesus menguduskan diriNya sendiri (Yoh 17:19). Kekudusan Kristus adalah ukuran bagi sifat orang Kristen dan jaminannya, 'Sebab Ia yg menguduskan dan mereka yg dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu' (Ibr 2:11).
Dalam PB petunjuk rasuli bagi orang Kristen ialah orang-orang kudus (hagioi). Istilah ini terus dipakai sebagai petunjuk umum, sekurang-kurangnya sampai zaman Ireneus dan Tertulianus (abad 3 sM), kendati sesudah itu dalam pemakaian gerejawi derajatnya merosot menjadi gelar yg diperoleh sebagai kehormatan. Walaupun anti utamanya adalah hubungan dengan pribadi, toh juga menggambarkan sifat, dan terutama sifat seperti sifat Kristus. Di mana-mana dalam PB ditekankan anti kekudusan secara etis bertentangan dengan hal-hal yg kotor. Kekudusan ialah panggilan tertinggi bagi orang Kristen dan tujuan daripada hidupnya. Pada Hari Kiamat, menurut Kitab Suci, ada dua kategori manusia yaitu yg benar dan yg jahat.
c. Makna eskatologis mengenai kekudusan
Kitab Suci menekankan kemantapan sifat moral (Why 22: 11), juga menekankan segi pembalasan dari kekudusan Allah, yg mencakup dunia dalam penghakiman. Berdasarkan hakikat Allah, hidup diatur sedemikian rupa sehingga dalam kekudusan terdapat 'sejahtera', dalam dosa terdapat 'kutuk'. Karena kekudusan Allah tidak bisa membuat dan mengindahkan suatu alam semesta di mana dosa dapat tumbuh dengan sempurna, maka kualitas pembalasan dalam pemerintahan Allah menjadi jelas. Tapi pembalasan itu bukanlah akhir dari segala sesuatu; kekudusan Allah menjamin bahwa akan ada perbaikan akhir, suatu palingenesia, suatu regenerasi dalam bidang moral. Eskatologi Alkitab berjanji bahwa kekudusan Allah akan membersihkan alam semesta, lalu menciptakan langit baru dan bumi baru dimana terdapat kebenaran (2 Ptr 3:13).
Kekudusan Allah adalah mutlak kekal dan abadi. Jaka Allah menuntut manusia Kudus, maka perintah itu tidak bisa dibatasi oleh manusia. Karena Esensi Allah adalah Kudus dalam keabadian.
Sabtu 16 Februari 2019 di Gangsiran Butuk desa Telekund Kecamatan Junerjo, Kota Wisata Batu. Provinsi Jawa Timur. Posting Melalui HP Android untuk kepentingan pengembangan sekaligus memahami arti dan seluruh isi Firman Allah tentang Kekudusan ALLAH; Ditinjau dari sudut pandang Alkitab.
sobolommatius@gmail.com
BIBLIOGRAFI.
A Murray, Holy in Christ, 1888;
R Otto (trJ. W Harvey), The Idea of theHoly,1946; ERE, 6, hlm 731-759; W. E Sangster, The Path to Perfection, 1943;
H Seebass, C Brown, di NIDNTT 2, hlm 223-238; TDNT 1, hlm 88-115, 122: 3, hlm 221-230; 5, hlm 489-493; 7, hlm 175-185. RAF/P.
KEKUDUSAN ALLAH
Ev. Matius Sobolim, M. Th.
ALLAH ADALAH KUDUS
Dalam bahasa Ibrani Qadosy dapat berarti 'terpisah' (dikhususkan) atau 'terpotong dari', digunakan terhadap keadaan terlepasnya seseorang atau suatu benda (supaya Tuhan dapat memakainya, dan dgn demikian terhadap keadaan orang atau obyek yang dilepas itu). Hagios mempunyai dasar pemikiran yg sama mengenai keterpisahan dan kesucian terhadap Allah. Kata 'mahakudus' dalam Kis 2:27 dan kata 'kudus' dalam Why 15:4 adalah terjemahan dari kata Yunani hosios (di tempat lain diterjemahkan 'suci' atau 'saleh'), suatu kata yang mengandung arti hubungan yg benar dengan Allah, mungkin juga dalam pengertian kekasih.
a. Kekudusan Allah
Istilah kudus didalam PL sama dengan di PB, dipakai dalam pengertian tertinggi terhadap Allah. Istilah itu menunjuk, pertama, kepada keterpisahan Allah dari ciptaan dan bahwa Ia mengungguli ciptaan itu. Demikianlah 'kudus' menggambarkan transendensi Allah. Yahweh, karena 'kekudusan'-Nya berdiri bertentangan dengan ilah-ilah (Kel 15:11) demikian juga dengan seluruh ciptaan (Yes 40:25). ALLAH.
Istilah itu juga menunjuk kepada hubungan, dan mengandung arti ketentuan Allah untuk memelihara kedudukanNya sendiri terhadap makhluk-makhluk bebas lainnya. Itu adalah pengesahan Allah sendiri, 'sifat dalam mana Yahweh menjadikan diriNya sendiri ukuran mutlak bagi diriNya sendiri' (Godet). Istilah itu tidak hanya menjelaskan perbedaan Allah dan manusia (Hos 11:9), itu adalah sama artinya dengan 'Allah yg tertinggi', dan terutama menekankan sifat Allah yg sangat menakutkan (Mzm 99:3).
Karena kekudusan meliputi setiap keistimewaan sifat Allah, maka hal itu dapat disifatkan sebagai: demikianlah Allah adanya. Sebagaimana sinar matahari mencakup semua warna dalam spektrumnya dan menjadi cahaya (terang) demikianlah dalam penyataan diriNya sendiri, semua sifat Allah menjadi satu dalam kekudusan; untuk maksud itu maka kekudusan pernah disebut: 'sifat dari segala sifat' yg kesatuannya mencakup segala sifat Allah.
Karena itu dapatlah dimengerti mengapa kekudusan khas disifatkan dalam Kitab Suci untuk setiap Oknum Allah Tritunggal, Bapak (Yoh 17:11), Anak (Kis 4:30) dan khususnya bagi Roh Kudus sebagai yg menyatakan dan yg mengaruniakan kekudusan Allah kepada ciptaan-Nya.
b. Kekudusan Allah dalam hubungan dengan umat-Nya
Umat Allah adalah kudus karena mereka dimurnikan melalui Kristus dan mereka hanya kepunyaan Allah. Dengan bantuan Roh Kudus mereka menjaga dirinya dari dosa, dan hidup hanya untuk Allah. Segala sesuatu yang terpisahkan (dikhususkan) dari kebiasaan atau hal-hal yang duniawi adalah 'kudus'.
Tapi konsepsi mengenai kekudusan berkembang, sejalan dengan penyataan Allah, dari luar ke dalam, dari yg bersifat upacara kepada kenyataan; maka 'kudus' mendapat arti etis yg kuat, dan ini adalah maknanya, yg nyaris satu-satunya makna dalam PB. Para nabi memproklamirkan kekudusan sebagai penyataan sendiri oleh Allah, kesaksian yg Ia terapkan pada diriNya sendiri dan segi yg Ia kehendaki supaya makhluk ciptaan-Nya mengenal Dia demikian. Dan para nabi menyatakan bahwa Allah menghendaki untuk mengkomunikasikan kekudusan-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya, dan sebaliknya Ia menuntut kesucian dari mereka.
Kristus dalam hidup dan sifat-sifat-Nya adalah teladan tertinggi kekudusan Allah. Dalam Dia keadaan kudus bahkan lebih daripada hanya tidak berdosa: itu adalah penyerahan-Nya yg seutuhnya kepada kehendak dan maksud Allah, dan untuk itu Yesus menguduskan diriNya sendiri (Yoh 17:19). Kekudusan Kristus adalah ukuran bagi sifat orang Kristen dan jaminannya, 'Sebab Ia yg menguduskan dan mereka yg dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu' (Ibr 2:11).
Dalam PB petunjuk rasuli bagi orang Kristen ialah orang-orang kudus (hagioi). Istilah ini terus dipakai sebagai petunjuk umum, sekurang-kurangnya sampai zaman Ireneus dan Tertulianus (abad 3 sM), kendati sesudah itu dalam pemakaian gerejawi derajatnya merosot menjadi gelar yg diperoleh sebagai kehormatan.
Walaupun anti utamanya adalah hubungan dengan pribadi, toh juga menggambarkan sifat, dan terutama sifat seperti sifat Kristus. Di mana-mana dalam PB ditekankan anti kekudusan secara etis bertentangan dengan hal-hal yg kotor. Kekudusan ialah panggilan tertinggi bagi orang Kristen dan tujuan daripada hidupnya. Pada Hari Kiamat, menurut Kitab Suci, ada dua kategori manusia yaitu yg benar dan yg jahat.
c. Makna eskatologis mengenai kekudusan
Kitab Suci menekankan kemantapan sifat moral (Why 22: 11), juga menekankan segi pembalasan dari kekudusan Allah, yg mencakup dunia dalam penghakiman. Berdasarkan hakikat Allah, hidup diatur sedemikian rupa sehingga dalam kekudusan terdapat 'sejahtera', dalam dosa terdapat 'kutuk'.
Kekudusan Allah adalah mutlak kekal dan abadi. Jaka Allah menuntut manusia Kudus, maka perintah itu tidak bisa dibatasi oleh manusia. Karena Esensi Allah adalah Kudus dalam keabadian.
KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ?
KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ? Ev. Matius Sobolim, M. Th. ...
-
VISI DAN MISI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DI PERGURUAN TINGGI ...
-
Tuhan Yesus FINALITAS KRISTUS SEBAGAI TUHAN DAN JURUSELAMAT A. Yesus Kristus adalah Pusat dari Kekristensan Kekristena...
-
RINGKASAN KITAB KEJADIAN 1-15 Nama : Loani Yovena kobak Mata Kuliah : PL ...