Kamis, 16 Januari 2014

Kamus Kompetensi: Integritas (Integrity)


NY ANNY , MATIUS SOBOLIM
Kamus Kompetensi: Integritas (Integrity)                       
Integritas (Integrity) adalah bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi, walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukan ini. Dengan kata lain, “satunya kata dengan perbuatan”. Mengkomunikasikan maksud, ide dan perasaan secara terbuka, jujur dan langsung sekalipun dalam negosiasi yang sulit dengan pihak lain.
Indikator Perilaku:
1.      Memahami dan mengenali perilaku sesuai kode etik
  • Mengikuti kode etik profesi dan perusahaan.
  • Jujur dalam menggunakan dan mengelola sumber daya di dalam lingkup atau otoritasnya.
  • Meluangkan waktu untuk memastikan bahwa apa yang dilakukan itu tidak melanggar kode etik.
2.      Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai (values) dan keyakinannya
  • Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai dan keyakinan.
  • Berbicara tentang ketidaketisan meskipun hal itu akan menyakiti kolega atau teman dekat.
  • Jujur dalam berhubungan dengan pelanggan.
3.      Bertindak berdasarkan nilai (values) meskipun sulit untuk melakukan itu
  • Secara terbuka mengakui telah melakukan kesalahan.
  • Berterus terang walaupun dapat merusak hubungan baik.
4.      Bertindak berdasarkan nilai (values) walaupun ada resiko atau biaya yang cukup besar
  • Mengambil tindakan atas perilaku orang lain yang tidak etis, meskipun ada resiko yang signifikan untuk diri sendiri dan pekerjaan.
  • Bersedia untuk mundur atau menarik produk/jasa karena praktek bisnis yang tidak etis.
  • Menentang orang-orang yang mempunyai kekuasaan demi menegakkan nilai (values).

MAKNA INTEGRITAS



Integritas dalam kamus berarti mutu, sifat, atau keadaan yg menunjukkan kesatuan yg utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yg memancarkan kewibawaan. Arti lainnya adalah kejujuran. Integritas juga adalah kualitas seseorang yang memiliki konsistensi dalam penerapan kejujuran, kehandalan, dan kesetiaan (honesty, truthfulness, fathfulness)  yang menyatu  dan nampak dalam tindakan atau usaha pencapaian tujuan tertentu dalam hidupnya.

Kita dapat melihat integritas dengan jelas dalam diri Daniel.   Ketika orang-orang muda disuruh untuk makan makanan raja, Daniel memilih untuk tidak menajiskan dirinya dengan makanan raja dan ia lebih memilih untuk makan sayuran dan minum air saja. Ketika raja menitahkan semua orang untuk menyembah patung raja, Daniel dan teman-temannya memilih untuk tidak tunduk dan tetap menyembah Allah. Daniel tetap berdoa kepada Allah sehari 3 kali.

Sebuah integritas adalah sebuah nilai yang dipelajari lewat proses. Bahkan didalam proses itu, akan sangat banyak tantangan dan resiko yang kemungkinan besar dapat menggagalkan niat kita dalam membangun integritas. Ketika Daniel tidak memilih untuk menyembah patung raja, dia bersama temannya dilemparkan dalam perapian yang menyala-nyala. Namun dia tetap memilih untuk itu. Mengacu pada kamus, integritas pada akhirnya akan memancarkan kewibawaan. Pada akhirnya, raja menilai bahwa Daniel dan temannya memiliki integritas yang tinggi. Oleh karena itu, raja malah menyuruh semua rakyat untuk menyembah Allah yang disembah oleh Daniel.

Penting untuk diingat bahwa integritas diri perlu diperjuangkan terus menerus seumur hidup. Sebab integritas diri bukan sesuatu yang sekali jadi dan dapat bertahan terus. Seseorang dapat memiliki suatu integritas dalam kurun waktu yang cukup lama, tetapi pada akhir hidupnya dia dapat berubah menjadi pribadi yang tidak memiliki integritas diri.  Dia tidak lagi mau menepati janji-janjinya. Perkataan dan perbuatannya tidak lagi selaras. Hal ini disebabkan karena integritas diri kita sangat ditentukan oleh seberapa dalam dan berkualitasnya spiritualitas yang kita miliki. Padahal spiritualitas sebagai bagian yang paling inti juga perlu senantiasa dirawat, dilatih, dikoreksi, ditempa dan diproses dalam persekutuan kita dengan Allah.

Simaklah kisah berikut ini : Shiji, karya sejarah gemilang yang ditulis oleh sejarawan jaman kuno, Shi Maqian, merupakan salah satu contohnya, mempertegas peribahasa kuno:  “Integritas seseorang berbicara dengan sendirinya.”  Peribahasa ini berasal dari biografi Jenderal Li dalam Shiji. Tertulis, “Jenderal Li tidak pandai berbicara. Namun, setelah kematiannya, orang-orang di seluruh pelosok negeri berkabung baginya karena kesetiaan dan ketulusan hatinya pada orang lain”. Itulah, integritas seseorang berbicara dengan sendirinya.

Kata-kata ini merujuk pada Li Guang, seorang jenderal terkenal pada masa Dinasti Xihan. Terkenal bijaksana dan berani, Jenderal Li membuat jasa besar dalam mempertahankan negeri dari serangan-serangan musuh. Selain kemahirannya dalam seni perang, dia juga dikenal amat memperhatikan para prajuritnya. Suatu hari ketika menempuh perjalanan di musim dingin, Jenderal Li melihat seorang prajurit dengan kaki penuh luka, berjalan penuh kesukaran. Dia segera turun dari pelana kudanya dan meminta prajurit itu untuk menunggang kudanya sambil menghibur prajurit itu dengan lembut. Semua prajurit lain yang menyaksikan kejadian ini, merasa tersentuh. Ketika berhenti beristirahat, ditemukan bahwa cadangan makanan bagi pasukan amat terbatas. Jenderal Li memberikan jatah makanannya kepada prajurit yang terluka dan tidur dengan perut kosong malam itu.

Ketulusan dan perhatian demikian memenangkan kepercayaan dari para prajurit. Meskipun Jenderal Li tidak bicara tentang hal ini, para prajuritnya sangat terkesan, maka mereka bertempur dengan gagah berani melawan pasukan musuh. Ketika terdengar Jenderal Li telah wafat, bahkan banyak rakyat sipil yang menangis. Shi Maqian mencatat hal ini dalam Shiji dan memuji integritas Jenderal Li. Pribadi yang berintegritas pasti akan menjadi berkat bagi banyak orang sebab kehidupannya terbukti dapat menjadi contoh atau teladan, yang mana kata-katanya sangat dipercaya dan segala tingkah-lakunya tanpa cacat cela.

Integritas diri perlu terus-menerus ditanamkan sedalam-dalamnya dengan sikap kasih dan pengajaran firman Tuhan. Ini berarti prinsip integritas merupakan aspek yang utama dalam kehidupan umat percaya. Sebab sikap yang berintegritas akan menghasilkan keselarasan dan konsistensi terhadap seluruh aspek dalam kepribadian kita. Sehingga apabila dia tertimpa berbagai pergumulan yang berat, kesusahan dan penderitaan; dia tetap teguh dan setia. Jika demikian integritas kita akan teruji pada saat kita mengalami berbagai tekanan, persoalan, kegagalan, perasaan kecewa dan penderitaan.  Sehingga dengan integritas diri, kita dapat layak menyapa dan memanggil nama Tuhan dalam doa yang kita panjatkan kepada Tuhan kemudian kita dimampukan untuk melakukan apa yang dikehendaki Allah.

Integritas, dapatkah diukur dan diramalkan?


Integritas, dapatkah diukur dan diramalkan?

Oleh
Matius Sobolim, S. Th

Ny Anny dan Matius S
Sangat menarik untuk membahas apakah integritas dapat diukur dan diramalkan. Di
bawah ini ada beberapa panduan untuk mengukur “integrity in action“, yang lebih bersifat konkrit operasional, yang mudah diikuti sebagai panduan wawancara. Masalahnya, sampai seberapa jauh indikator tersebut dapat diterapkan, terutama pada posisi di bawah upper middle management. Karena, indikator di bawah ini bisa berjalan, jika memang banyak past experiences dari calon yang dinilai, banyak critical incidents dalam pengalaman hidupnya yang terkait dengan aspek tersebut. Misal, pernah mengalami peristiwa yang mengundang conflict of interest, pernah menjalani suatu tanggung jawab yang sulit, pernah harus mengambil keputusan yang tidak populer. Kalau sample nya terbatas, otomatis agak “sulit’ melakukan penilaian berkaitan dengan hal ini. Mengukur integrity, banyak terkait dengan moralitas seseorang. Namun demikian, banyak sekali perusahaan yang mencantumkan integrity sebagai aspek yang harus dimiliki oleh calon karyawan dan pimpinannya.
 
Walaupun sulit, dari hasil korespondensi dengan psikolog yang telah menamatkan PhD nya di UQ (University of Queensland), diilhami artikel ibu Eileen Rachman yang pernah dimuat di Kompas, serta pengalaman menilai sikap dan perilaku (termasuk integritas) bawahan di suatu perusahaan, saya akan mencoba merangkai apa, bagaimana serta mungkinkah integritas dapat diukur serta diramalkan.
1. Definisi integritas menurut kamus kompetensi
Integritas kerja adalah bertindak konsisten sesuai dengan kebijakan dan kode etik perusahaan. Memiliki pemahaman dan keinginan untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan dan etika tersebut, dan bertindak secara konsisten walaupun sulit untuk melakukannya.

2. Bagaimana menilai integritas bawahan/calon pimpinan?
a. Apakah kode etik telah dilaksanakan?
Setiap profesi mempunyai kode etik profesional yang harus dipatuhi. Etika ini harus tercantum dalam peraturan perusahaan dan dapat diobservasi dalam penilaian perilaku. Sebagai contoh: Pada salah satu perusahaan, tingkat kedalaman perilaku integritas bertingkat, dari 1 sampai 3 , disesuaikan dengan dimensi tingkat risiko yang harus dihadapi karena bertindak konsisten sesuai kode etik dan kebijakan.

Seseorang bisa saja pandai berkomunikasi dan menunjukkan bahwa integritasnya tinggi, namun dapat diuji dan dilakukan probing, aspek apa yang paling dijunjung tinggi dalam kode etiknya. Misalkan dengan menanyakan, apakah pernah mengalami kasus seputar etika, dan seberapa jauh keterlibatannya dalam kasus tersebut? Apabila tak terkait, bagaimana cara menyelesaikan kasus tersebut, jika yang terlibat adalah anak buahnya?

b. Bagaimana mengatasi conflict of interest
Setiap orang perlu menyesuaikan perilakunya dilapangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada situasi ini, seorang individu ada kemungkinan berhadapan dengan conflict of interest, bagaimana cara memecahkan masalahnya, yang dalam pemecahannya akan terkandung kadar integritasnya. Bagaimana dia menggunakan wewenangnya dalam menyelesaikan persoalan, sebaik apakah wewenang tersebut dimanfaatkan? Integritas pimpinan dapat diukur, bagaimana pimpinan memanfaatkan wewenangnya, dan mengambil risiko melakukan putusan dari yang populer maupun yang sama sekali tak populer.

c. Apakah seseorang bersifat sebagai risk taker atau risk avoider?
Apakah seorang akan lari dari tanggung jawab? Atau berani pasang badan untuk mempertanggung jawabkan ?
Untuk level operasional/first level management, kriteria kedisiplinan dan cooperative behaviour (yang bisa diterjemahkan sebagai ketaatan pada peraturan dan kesediaan bekerjasama untuk memenuhi tuntutan organisasi) sudah cukup mewakili perilaku kerja yang diinginkan melalui apa yang dinamakan “integrity” itu.
Untuk level upper middle management memang perlu ada interview yang mendalam, untuk melihat seberapa jauh kecenderungan seseorang untuk berperilaku yang merugikan organisasi dan masyarakat luas, terutama untuk wewenang besar yang mereka miliki. Yang terkadang sulit diukur adalah keberanian mengambil risiko (dalam pengertian positif), yang terkadang dekat sekali artinya dengan mengambil keputusan diluar prosedur yang ada. Sebaliknya, pimpinan yang terlalu prosedural (cenderung cari aman dan berlindung dibalik prosedur) juga tidak akan efektif mendorong kemajuan organisasi.
d. Komitmen terhadap organisasi.

Sejauh mana seorang pimpinan akan melakukan perubahan, mengembangkan anak buahnya untuk memajukan perusahaan? Bagaimana komitmennya terhadap organisasi, apakah seseorang berani melakukan hal sulit untuk kemajuan organisasi? Seorang pimpinan yang baik juga akan menjadi mentor bagi bawahannya, serta menyiapkan kaderisasi sebagai penggantinya kelak.

e. Perhatian terhadap sesama
Dalam menilai pendekatan ke manusia, diperlukan suatu data dan fakta, untuk mengetahui gambaran integritas seseorang. Hal ini memerlukan kepekaan dan kemampuan penilai/pewawancara, untuk melihat konteks danframework seputar fakta yang dibicarakan dalam tanya jawab intensif.

3. Apakah mungkin dilakukan training untuk meningkatkan integrity?
Melakukan observasi perilaku seperti bahasan di atas akan lebih mudah bila orang tersebut belum bergabung dengan perusahaan. Namun bagaimana apabila yang dinilai adalah seseorang yang akan mendapat kesempatan untuk menjadi pimpinan yang lebih tinggi? Pada umumnya penilaian dilakukan dengan metoda tertentu, dan melalui assessment center. Permasalahan yang sering muncul, adalah kekurangan orang sesuai yang dibutuhkan, ataupun kalau ada masih terdapat “gap” yang harus diperbaiki.

 Persoalan yang muncul adalah, bagaimana cara training yang tepat untuk menutup gap tersebut? Di satu sisi, integritas merupakan kunci kemajuan perusahaan, karena maju mundurnya perusahaan ditentukan oleh SDM nya, yang diharapkan menjunjung integritas tinggi. Disadari, bahwa perusahaan lebih mudah membuat orang pandai dengan meningkatkan skill nya, tetapi yang sulit adalah meningkatkan soft kompetensinya.
 
Jika training untuk soft kompetensi begitu sulit, perlu dipikirkan membuat sistem manajemen dan budaya organisasi sedemikian rupa, sehingga tidak ada peluang bagi anggotanya untuk berperilaku “menyimpang”. Sistem yang terbuka, record yang lengkap, pertanggung jawaban yang jelas, reward dan sanksi yang tegas untuk perilaku kerja tertentu, akan dapat membantu terbentuknya “integrity in action” tersebut. Tumbuhnya sense of belonging dan komitmen yang tinggi terhadap organisasi juga kondusif dampaknya untuk mengurangi perilaku yang menyimpang. Kalau seseorang sudah merasakan bahwa organisasi tempat dia bekerja adalah bagian penting dari dirinya sendiri, maka dia tidak akan berperilaku merugikan bagi perusahaannya, karena berarti akan merugikan diri sendiri. Jadi situasi kerja demikian yang harus dibentuk, untuk meningkatkan integrity di tempat kerja, dibanding dengan pendidikan khusus tentang hal ini.
 
Sumber data:
1.     Eileen Rachman. Meraba integritas, bisakah? Kompas. Experd, Jakarta, 2006
  1. Rayini, University of Queensland. Brisbane, 2006