Kamis, 13 Oktober 2016

BERBAGAI PERSEMBAHAN DALAM ALKITAB

KINERJA YANG BERBEDA DI ALKITAB 
     Ev. Matius Sobolim, S. Th. M. Th 
          Mazmur bertanya, "Bagaimana saya menjawab semua kebaikannya kepada Tuhan?" (Mz 116: 12). Sebagai orang percaya yang telah menerima hidup, keselamatan, dan berkat mereka, kita juga layak untuk bertanya: bagaimana saya bisa menjawab semua kebajikan Allah yang telah Dia berikan kepada saya? 

Mungkin kita mengatakan bahwa membalas kebaikan penting Tuhan adalah berterima kasih padanya. Atau katakan klise: Ya, dengan memberikan hidup kita kepada-Nya. Tentu saja bagus, tetapi jelas tidak cukup. Alasan pertanyaannya adalah: bagaimana dan bagaimana? Apa yang bisa kita berikan atau berikan dari hidup kita kepada-Nya sebagai imbalan atas kebaikan-Nya? Hadiah atau persembahan tidak dimaksudkan dalam bentuk uang yang biasa disebut persembahan tunai yang diberikan setiap hari Minggu, tetapi juga dalam segala bentuk persembahan yang dapat kita berikan kepada-Nya sebagai rasa terima kasih atas kebaikan-Nya. Pertanyaannya, persembahan apa saja? Alkitab mengakui berbagai bentuk persembahan.
        Persembahan ritualnya sendiri dalam Alkitab dimulai ketika Kain dan Habel mempersembahkan pekerjaan mereka kepada Allah. Kain mempersembahkan sebagian hasil pertaniannya dan Ababel mempersembahkan putra sulungnya dari ladangnya. Alkitab menjelaskan, pengorbanan Habel diterima dan Allah mempertimbangkannya, sementara pengorbanan Kain tidak dapat diterima oleh Allah. Kain kemudian membenci saudaranya dan kemudian membunuhnya (Kejadian 4: 5-8).

Kitab Kejadian menceritakan Nuh yang memberikan karunia pembebasan dari murka Allah melalui air bah-Nya (Kej. 8: 20-22). Abraham setelah tiba di Kanaan segera membangun sebuah altar dan memanggil nama Tuhan (Kej. 12: 8). Yakub juga mengabdikan Allah setelah berpisah dengan ayah mertuanya (Kej. 31: 43-55). Semua karunia ini dilakukan dalam ritual ketika hukum tidak diberikan kepada orang Israel. Allah melalui Musa kemudian mengungkapkan jenis persembahan yang lebih khusus untuk diberikan kepada Israel sebagaimana dijelaskan dalam Imamat 1 - 7. 

Persembahan dalam Alkitab juga digambarkan sebagai pengorbanan yang dapat dikelompokkan sebagai berikut: Pertama: Ola, korban bakaran (Im 1: 1- 17), sebagai simbol penderitaan sebagai hukuman atas dosa yang dilemparkan kepadanya, dalam arti memurnikan kehidupan orang-orang yang berkurban dengan aroma. sebagai aroma yang harum. Tuan Kedua: Minkha, mengorbankan kurban (Im 2: 1-16; 5: 11-12), sebagai rasa terima kasih yang diberikan kepada niat baik sebagai pengganti semua keberadaannya. Ketiga: Khatta't, korban penghapus dosa dan juga disebut sebagai 'Asyam (korban kesalahan), yaitu, ketika seseorang dinyatakan najis karena ritual keagamaan atau secara tidak sengaja melakukan dosa (Im 4: 2, 13, 22, 27).

Keempat: Zevach dan Shelamin, persembahan damai atau pengorbanan syukur atau cinta sukarela kepada Allah (Imamat 7:12; 22:29; Bil 6:14; 15: 3, 8). Perjanjian Lama juga mengidentifikasi jenis persembahan lain, seperti persembahan pertama atau buah sulung (Kejadian 4: 4; Im 2:12; Neh 10:35), persembahan gelombang (Im. 6:20; Bil 5:15) dari pendapatan Israel. Persembahan atau pengorbanan yang disebutkan di atas dinyatakan oleh persediaan sapi (dari sapi jantan sampai merpati), tepung, minyak, kemenyan, dan garam. 

Persembahan dalam Perjanjian Baru Berbeda dengan yang di atas, Perjanjian Baru menegaskan bahwa persembahan korban dalam bentuk ternak atau barang-barang lainnya tidak lagi merupakan pendamaian dan kesalahan orang percaya. Seperti yang tertulis dalam buku Ibrani, tidak mungkin darah seekor lembu jantan atau darah seekor domba dapat menghapus dosa (Ibr 10: 4). Penebusan orang percaya dalam Perjanjian Baru hanya dilakukan dengan iman dengan mengklaim Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadinya. Melalui tubuh dan darah-Nya yang disalibkan di Golgota telah menjadi penebusan bagi dosa-dosa kita. 

Namun, Perjanjian Baru tidak membatalkan penawaran. Hanya persembahan dalam Perjanjian Baru yang tidak lagi menjadi korban, tetapi sebagai ungkapan terima kasih atas rahmat keselamatan yang telah diberikan Allah kepada penebusan. Kita harus bersyukur dan memberikan yang terbaik dari hidup kita untuk penebusan, keselamatan dan kehidupan kekal seperti yang Tuhan janjikan kepada kita. Selanjutnya, persembahan dalam Perjanjian Baru dapat dikategorikan ke dalam lima bentuk, yaitu: Pertama, persembahan hati dan mulut, dengan mengangkat pujian dan bibir yang memuliakan Allah dengan ucapan syukur (Ibr 13:15; Mz 28: 7; ). Kitab Efesus menulis, "dan berbicara satu sama lain dalam mazmur, nyanyian pujian, dan nyanyian rohani.
      Bernyanyilah dan bersoraklah bersama Allah dengan segenap hatimu "(Efesus 5: 19-20) Alkitab juga mengingatkan kita, dengan lidah kita memuji Allah (Yakobus 3: 5) Artinya, di semua tempat dan situasi kita tidak dapat menggunakan lidah dan mulut kita untuk hal-hal yang menyakiti Tuhan dan orang lain, tetapi itu digunakan untuk memuliakan Dia. Presentasi hati juga diungkapkan melalui kerinduan untuk selalu bergaul setiap hari melalui doa, penyembahan, dan membaca Alkitab.

Bentuk-bentuk presentasi hati lainnya dimanifestasikan melalui kerendahan hati menerima perkataan atau perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (Mat 6: 14-15; Luke 17: 4; Eph 4:32) "Pengorbanan perasaan" ini harus menjadi persembahan yang harum bagi Allah dengan terus melihat rencana Allah dan hak Allah untuk menegakkan keadilan untuk semua orang, tidak dengan cepat menanggapi kemarahan dan membalas kejahatan dengan kejahatan (Rm 12:19; Ibr 10:30) Kedua, persembahan tubuh, yang memelihara kemurnian hidup dengan tidak bertindak dosa-dosa Allah yang intim dan tidak menyenangkan. 

Kata-katanya mengatakan, "Karenanya, saudara-saudaraku, untuk karunia Allah, aku memuji kamu, agar kamu dapat mempersembahkan tubuhmu sebagai korban yang hidup, kudus dan dapat diterima oleh Allah: itu adalah ibadat sejatimu" (Rm 12: 1; : 27b). Ini dinyatakan di tempat lain, betapa pentingnya kita untuk menjaga tubuh. "Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus dan dalam ayat yang lain:" Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu? "(1 Kor 6: 13-15, 19-20). Kita sebagai orang percaya diminta untuk memelihara tubuh kudus karena Allah kita kudus (Imamat 20:26) Ketiga, persembahan waktu dan energi, dengan mengunjungi orang sakit, di penjara, memberi mereka kehausan dan penginapan (Mat 25: 31- 46) Waktu dan energi kita memberi kita kemuliaan Allah dengan mengunjungi dan mengungkapkan kasih bagi mereka yang menderita dan membutuhkan Kitab Yakobus menyatakan, "Kemurnian dan ketidakbenaran Bapa kita, adalah mengunjungi anak yatim dan janda dalam kesengsaraan mereka ( Yak 1: 27a). 

Memberikan waktu dengan mengunjungi mereka, menghibur, dan berdoa bersama mereka yang sakit, dianiaya, atau menderita, yang sangat berharga bagi Allah. Selain itu, meskipun itu bukan hal utama, jika kita ingin meringankan beban kesedihan mereka dengan memberikan bantuan (makanan atau kebutuhan hidup lainnya), maka itu berarti kita telah memuliakan Tuhan. Keempat, pertunjukan langsung. Tuhan Yesus berkata bahwa ini adalah ungkapan yang lebih besar dari kasih orang percaya, yaitu, jika seseorang mengorbankan kehidupan kemuliaan Kristus dan juga untuk saudara dan saudari kita (Mat 10:39; Lukas 14:26; Yohanes 15:13; ). Ini ditunjukkan dalam kisah Stefanus, martir pertama yang dibunuh oleh orang-orang Farisi dengan melemparkannya dengan batu (Kisah Para Rasul 7: 54-60). Pengorbanan hidup untuk seseorang dinyatakan dalam 1 Yohanes 3:16, "Demikianlah kita mengenal kasih Kristus, bahwa Ia telah memberikan hidup-Nya bagi kita, jadi kita wajib menyerahkan hidup kita kepada saudara-saudari kita." Kesediaan berkorban dan menderita untuk orang lain dengan mengesampingkan pentingnya diri, itulah makna dari pengorbanan jiwa. Tetapi pertunjukan langsung juga dapat dilihat dalam bentuk ketika seseorang tetap setia kepada Tuhan dalam penderitaan penyakit yang mengancam jiwa, tanpa mengandalkan kekuatan mistis lainnya. Karena tidak sedikit yang percaya pada keputusasaan atau tidak mengerti rencana Tuhan yang indah baginya, akhirnya mengikuti cara penyembahan berhala untuk penyembuhan. 

Kelima, penyajian materi, dalam bentuk pasokan uang atau barang. Jika Perjanjian Lama mengajarkan persembahan berbagai korban dalam bentuk "barang", seperti sapi, hasil pertanian, tepung, minyak, dupa, dan garam (Im 1-7, 12: 14; Mi 6: 7) mengajarkan untuk membelanjakan uang mingguan (ke gereja ) untuk dikelola sesuai dengan niat Yesus dalam membangun dan memperluas kerajaan-Nya (1 Kor 16: 1-2). Penutupan Tidak ada yang bisa membandingkan penawaran satu sama lain. Kita tidak bisa mengatakan bahwa persembahan uang atau materi lebih berharga daripada persembahan dari mulut dengan memuji dan memberkati Tuhan. 

Demikian juga, memberikan waktu melalui kunjungan ke panti asuhan, rumah sakit, atau janda, tidak berarti lebih berharga bagi mata Allah daripada memuji ibadat pada ibadat hari Minggu. Semua bentuk persembahan saling melengkapi untuk menyenangkan Tuhan. Namun, dari keseluruhan persembahan ada persyaratan mutlak yang merupakan persembahan kudus bagi Allah. Tidak ada manfaatnya ketika kita menawarkan berbagai persembahan, tetapi tubuh kita didominasi oleh kenajisan dan dosa. Hanya dengan jelas, pengorbanan yang menyenangkan Tuhan seperti pengorbanan Habel yang dilakukan dengan iman.

Tuhan tahu kebaikan dan iman Habel (Ibr 11: 4). Dengan iman dan kebaikan yang didasarkan pada memberikan yang terbaik dari Allah melalui berbagai jenis persembahan di atas, sangat penting dalam penerimaan Allah atas apa yang kita berikan sebagai imbalan atas kebaikan-Nya. 

Rabu, 16 Maret 2016

PEMULIHAN CITRA DIRI

 

Pemulihan Citra Diri (Kejadian 1:26-28)

Pendahuluan
            Baru-baru ini miss univers diperoleh oleh seorang putri dari Afrika. Banyak orang komentar: sekarang miss univers penilainnya hanya seputar behavior dan bright tetapi tidak lagi ada beautiful. Alasannya karena orangnya hitam. Orang Indonesia umumnya atau mungkin kebanyakan melihat orang-orang yang berkulit putih dibilang cantik (karena itu iklan pemutih kulit banyak di tv), dan berambut lurus, makanya diiklan-iklan sampo pasti modelnya perempuan-perempuan yang berambut lurus, makanya tidak heran kalo salon-salon ribonding dan smuting rambut laku. Tetapi kalau di eropa atau amerika mungkin, mereka lebih suka kulit yang gelap, karena itulah mereka ada ruang sinar ultaraviolet, dan berjemur di pantai, tujuannya supaya kulit mereka dapat berwarna gelap. Setiap daerah punya beda-beda penilaian tentang kecantikan.
    Kebanyakan juga orang-orang mencari nilai dirinya dari orang-orang disekitarnya, makanya ga heran kalau kita menjadi produk orang-orang di sekitar kita. Contoh kalau merokok dibilang laki, kalau tidak ngerokok banci, makanya kita bangga kalau ngerokok, kalau pacaran ga cium-ciuman ampe raba-rabaan itu bukan pacaran, makanya kita pacaran cium-ciuman sampai raba-rabaan malah ada ampe hubungan badan. Ada juga yang bilang kalau pacaran gonta ganti itu baru maco, atau dibilang cantik bagi wanita. Akhirnya kita suka gonta ganti pacar. Biar dibilang maco atau cantik. Terus kalau tidak minum mabuk itu tidak zaman, makanya kita merasa ga bersalah kalau minum mabuk. Terus sekarang zamannya jejaringan social ada twitter dan facebook, akhirnya kita meresa bangga jika punya teman banyak kalau banyak teman di facbook atau twiter pada hal kenal juga tidak, tetapi itu suatu kebanggaan karena penilaian dari lingkungan kalau banyak teman berarti gaul. Banyak contoh yang menjelaskan kalau kita sebenarnya kebanyakan penilaian kita atau siapa diri kita adalah produk orang-orang di sekitar kita. Dan paling parah lagi, menurut Alktab manusia semakin jahat, sedangkan diri kita ditentukan oleh penilaian2 dari orang lain, apa jadinya? Jawabannya kita akan semakin jahat. Tetapi apa menurut Alkitab mengenai diri kita?
Kejadian 1:26-28
1.Isrimewa (berbeda dengan semua ciptaan)
2.Mencerminkan atau mencitrakan Allah
3. Mewakili Allah di bumi

I. Istimewa (berbeda dengan semua ciptaan). 
 Walaupun malikat lebih hebat dari kita, namun Allah tidak menciptakan malaikat seperti Allah, walupun gunung-gunung indah dan pantai yang membentang di hadapan mata kita, walau pun matahari dengan sinarnya dapat menghangatkan seluruh bumi ini, namun Allah tidak pernah berkata bahwa itu semua diciptakan serupa dengan-Nya. Walaupun beraneka ragam bungan yang indah yang pernah kita temui dan jenis-jenis binatang yang begitu banyak beraneka ragam, namun semuanya tidak diciptakan segambar dengan Allah. Hanya manusia yang diciptakan serupa dengan Allah.

Ini menunjukkan bahwa kita sangat istimewa dan Allah berkata dalam ayat 31 “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik…” NIV: it was very good” Jadi yang diciptakan Allah termasuk manusia adalah ciptaan yang sangat bagus di mata Allah. Tetapi manusia yang dari dulu, dari sejak jaman Adam dan Hawa, manusia ingin memiliki penilaian sendiri dan tidak mau hidup di bawah penilaian Allah. Allah berkata kepada Adam jangan makan buah pengetahuan. Jadi menurut Allah yang baik adalah jangan makan buah pengetahuan, tetapi Adam tidak mau hidup dibawah penilaian Allah, sehingga ia ingin menentukan penilaian sendiri sehingga ia makan buah pengetahuan supaya dia bisa menilai baik dan jahat menurutnya bukan menurut Allah. Sejak saat itu dan sampai sekarang kebanyakan orang lebih memilih penilaian yang diberikan manusia menjadi ukuran kita, atau kita sendiri buat ukuran atau nilai bagi diri kita sendiri.

Pada hal di mata Allah kita sungguh amat baik, tetapi sering kita melihat diri kita dan berkata ko saya jelek ya, kenapa, karena kita menilai diri kita berdasarkan penilaian orang lain atau manusia atau kita buat penilaian sesuai nilai yang dibuat oleh orang lain. Begitu juga sewaktu kita ikut-ikutan orang lain merokok, minum, gonta-ganti pacar kita dibilang tidak gaul, maka supaya kita tidak dibilang tidak gaul atau ketinggalan zaman, maka kita ikut mereka supaya dibilang gaul dan tidak ketinggalan zaman. Sering kita tinggalkan penilaian Allah. Pada hal yang tahu baik dan rusaknya kita itu ya pencipta kita. Ada kisah di Amerika, seritanya Ford, lagi lari pagi, di tengah jalan dia melihat ada seorang bapak yang sedang kebingungan karena mobilnya mogok dan ia samperin bapak ini, dia buka kap mobil ini tidak banyak waktu hanya sebentar mobil ini langsung hidup. Bapak ini, “ko kenapa begitu mudah bapak memperbaiki mobil ini?”,Ford memperkenalkan dirinya, bahwa dialah yang menciptakan mobil ini. Yang tahu baik tidak baiknya kita adalah yang menciptakan kita, jadi bukan orang lain, tetapi Allah. Jadi apa yang baik menurut Allah adalah yang baik buat kita. Ex: mobil dibuat oleh pembuatnya untuk dapat bergerak jika diisi bensin, tetapi kita mencoba menggerakkan mobil dengan cara kita sendiri, yaitu isi dengan air, maka yang ada mobil tersebut rusak. Demikian juga kita, kita akan baik jika kita menggunakan diri kita berdasarkan petunjuk pencipta kita, jika tidak, maka kita pasti rusak. Apa itu pentunjuknya: Hidup seturut apa yang ditunjukan buku penuntun dari pencipta kita, yaitu Alkitab.
  • Alkitab mengatakan bahwa kita itu very good, berarti kita keriting, lurus, putih, hitam, sipit, belo, pendek, tinggi. Dan lain-lain itu semua very good. Jadi katakanlah pada diri anda sendiri sambil lihat ceriman “I am very good”
  • Alkitab juga mengatakan bahwa kita adalah bait Allah 1 kor 3:16, 6:19-20. Karena kita bait Allah, dan kita adalah milik Allah, makanya kita tidak boleh merusak tubuh ini dengan rokok, narkoba, minuman keras dan kita harus menggunakan tubuh ini untuk memuliakan-Nya, bukan untuk melihat pornografi, melakukan seks di luar nikah, bukan untuk digunakan memuaskan nafsu, tetapi memakai tubuh ini untuk kemuliaan Allah. Karena tubuh kita adalah tempat tinggl Allah, bait Allah.
  • Alkitab juga mengatakan kasihilah sesamamu seperti kamu mengasihi dirimu sendiri. Manusia akan seperti manusia sewaktu dia melakukan perintah ini, tetapi jika tidak melakukannya, maka manusia tidak akan seperti manusia, tetapi bisa lebih jahat dari binatang, kayak setan. Tidak ada ibu singa mau bunuh anaknya sendiri, tetapi manusia, tega membuang anaknya sendiri ke tong sampah, tega menggugurkan anaknya sendiri, dan menuduh anaknya sendiri sebagai anak haram, pada hal yang berbuat orang tuanya yang disalahin anaknya. Manusia bisa saling membunuh hanya karena harga diri, tidak ada binatang seperti itu, itulah manusia akan menjadi seperti bukan manusia mungkin seperti setan sewaktu dia tidak melakukan buku panduan dari penciptanya, yaitu kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.
  • Alkitab juga mengatakan bahwa kamu harus merupakan pasangan yang seimbang (2 Kor. 6:14). Banyak orang Kristen yang mudah berpacaran dan bahkan menikah dengan orang yang tidak percaya, karena dia pikir tidak apa-apa semua agama sama.
  • Keberhasilan ukurannya adalah takut akan Tuhan. Salomo sudah memenuhi semua nilai2 manusia mengenai keberhasilan: berhikmat/pintar, berkuasa, memiliki harta materi yang banyak, memiliki istri yang banyak. Namun dia berkata semua sia2, hanya satu yang tidak sia2, takut akan Tuhan. Tetapi kebanyakan orang menilai keberhasilan berdasarkan takut akan Tuhan, tetapi kekayaan materi dan jabatan, karena itulah banyak orang menempuh kekayaan tanpa takut akan Tuhan, akibatnya banyak koropsi, keegoisan (memperkaya diri, walu pun dengan cara penindasan bagi orang lain), materialisme (membeli barang-barang mewah untuk menaikan nilai dirinya di mata lingkungan, karena nilai seseorang berdasarkan materi yang kita punya), Plagiat, saling menjatuhkan supaya dapat jabatan dan masih banyak lagi. Tetapi intinya yang membuat manusia menjadi tidak berharga dan menghacurkan kehidupan manusia dan bumi ini adalah karena penilaian kesuksesan bukan ukuranya adalah takut akan Tuhan. Jika, manusia sadar bahwa nilai kesuksesan adalah seberapa jauh kita takut akan Tuhan, maka manusia akan semakin dihargai dan bumi ini akan semakin terpelihara. Karena takut akan Tuhan adalah melakukan perintah-Nya dan perintah-Nya adalah “kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenal jiwamu dan dengan segenap akalmu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat. 22:37-39). Dan Tuhan menaruh manusia di bumi dengan tujuan supaya manusia mengusahakan dan memeliharanya (Kej. 2:15).
Jadi, banyak ayat-ayat di Alkitab yang sedang memberi petunjuk kepada kita bagaimana kita hidup, bukan bagaimana kita hidup sesuai dengan pandangan dari orang lain, tetapi seharusnya apa yang Alkitab katakan bagaimana saya harus hidup, supaya kita terlihat tetap istimewa. Tentunya istimewa di mata Tuhan, dan yang dapat mengatakan istimewa adalah yang menciptakan kita.

2. Mencerminkan atau mencitarakan Allah
Allah tidak terlihat, tidak ada yang bisa melihat Allah, namun Allah dapat dilihat dari manusia, karena manusia adalah ciptakan Allah yang serupa dengan Allah. Sebagai contoh, kalau kita suka marah, maka orang omong begini, kaya bapaknya suka marah-marah, kalau  cengeng, nanti orang bilang kayak mamanya cengeng atau manja. Atau kita sedang mencerminkan orang tua kita. Contoh saya tidak melihat dan tidak mengenal papa atau mama dari A tapi saya bisa menerka-nerka orang tuanya seperti apa dari perilaku A. ada peribahsa yang mengatakan buah kelapa tidak jatuh jauh dari pohonnya. Jadi anak ga jauh beda dari orang tuanya. Begitu juga kita, kita adalah ciptaan serupa dengan Allah, jadi seharusnya orang-orang disekitar kita dapat melihat kita seperti melihat pencipta kita. Tetapi sering kita tidak mencerminkan Allah atau mencitrakan Allah dalam diri kita, sehingga seakan-akan kita ini bukan ciptaan Allah yang serupa dengan Allah, tetapi ciptaan setan yang serupa dengan setan.

Manusia telah jatuh kedalam dosa, sehingga semua kepribadian manusia telah dinodai oleh dosa atau telah tertutupi oleh dosa. Seperti koin yang dibungkus kain, koin itu tetap koin walaupun dibungkus kain, tetapi kita tidak dapat melihat koin tersebut karena dibungkus oleh kain sehingga kita tidak dapat melihat koin tersebut tetapi yang kita lihat adalah kain pembungkus koin tersebut. Demikian juga dengan kita. Di dalam diri kita ada keserupaan dengan Allah, tetapi dosa telah menutupinya sehingga orang-orang di sekitar kita hanya melihat dosa kita. Dan semua manusia demikian. Sehingga manusia yang satu melihat manusia yang lain maka ia hanya melihat dosa, karena itu sewaktu manusia menilai bahwa dia jahat sebenarnya yang menilai juga jahat. contohnya, seperti mahasiswa sering demon karena melihat korupsi di DPR, tetapi sebenarnya mahasiswa juga sering korupsi di kampusnya. Dosa membuat keserupaan dengan Allah dalam diri manusia tidak terlihat.

Seperti Ford tadi begitu mudah membetulkan mobil yang rusak, karena dia yang membuat mobil tersebut. Demikian juga Allah, hanya Dia yang mengerti dan tahu bagaimana memulihkan citra diri kita, sehingga keserupaan dengan Allah itu terlihat. Tetapi bagaimana caranya: kita percaya pada-Nya, dan Alkitab berkata barangsiapa percaya Yesus maka dia akan diselamatkan. Diselamatkan ini bukan hanya berbicara setelah kita mati kita pasti masuk sorga setelah menerima Yesus, tetapi juga diselamatkan dari lumpur dosa, sehingga proses pemulihan keserupaan Allah dapat kembali terlihat dikit demi sedikit. Dan itu hanya dapat kita terima kalau kita percaya Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat kita. Namun kenapa harus menerima Yesus terlebih dahulu baru dapat diubahkan. Jawabannya: yang bisa memperbaiki kita adalah pencipta kita bukan kita, namun bagaimana caranya pencipta kita yang adalah Allah yang maha kudus dapat bergaul dengan yang berdosa. (baik tidak bisa bersatu dengan jahat, jika bersatu maka baik bukanlah baik tetapi jahat. jahat dan baik selalu berpisah. C.S. Lewis).

Ada jurang pemisah antara Allah dan manusia, yaitu dosa. Kekudusan Allah membuat Allah tidak dapat bergaul dengan manusia, dan keberdosaan manusia membuat manusia tidak dapat bertahan di hadapan Allah. Hanya melalui Yesus, yang adalah Allah menjadi manusia, dengan kemanusiaan-Nya Dia telah menggantikan hukuman yang harus kita terima, sehingga keadilan Allah terpuaskan saat Yesus disalibkan. Karena itulah status kita bukan lagi orang berdosa, karena hukuman telah ditanggung oleh Yesus. Nah karena kita bukan lagi orang berdosa maka Allah dengan leluasa memproses kita untuk kembali ke citra diri yang semula. Serupa segambar dengan Allah.   

C.S. Lewis berpendapat dalam bukunya MERE CRISTIANITY: “Di satu sisi, kita tidak pernah boleh membayangkan bahwa usaha-usaha pribadi kita tanpa pertolongan Allah bisa diandalkan bahkan untuk membuat kita mampu bertahan selama 24 jam berikutnya sebagai orang yang bermoral. Jika Ia tidak menopang kita, tak seorang pun di antara kita yang bebas dari dosa yang menjijikkan. Di sisi lain, tidak ada derajat kekudusan atau heroisme yang sudah pernah dicapai oleh orang-orang suci yang paling agung yang tidak sanggup dikerjakan-Nya di dalam diri setiap kita pada akhirnya.”[1]

Bukankah ini juga yang dialami Rasul Paulus, dimana dia mengetahui hukum Allah, dia tahu yang baik, namun ia selalu menemukan dirinya melanggar apa yang ia ketahui tentang yang baik. Dan bukankah ini juga pada diri kita, kita semua tahu apa itu yang baik, tetapi pertanyaannya, apakah kita sudah melakukannya. Ini menunjukkan usaha kita tidak akan mampu untuk menjadikan kita berubah, hanya Dia yang menciptakan kita yang mengerti bagaimana kita berubah. Tetapi bukan berarti kita pasif, kita bisa, karena Allah memampukan kita untuk bisa melakukannya. Itu intinya. Kita berjuang untuk hidup sesuai kehendak-Nya karena kita yakin ada Allah yang tolong kita untuk dapat terus berjuang. Augustinus: saya bedoa karena Tuhan buat saya bisa berdoa. Itu perinsipnya. Setelah kita melakukan apa yang Tuhan kehendaki, maka kita sedang mencerminkan Allah kepada manusia disekitar kita. Seperti kita bercermin, di cermin itu bukanlah kita, tetapi pantulan dari diri kita. Demikian juga, kita tidak pernah menjadi Allah, tetapi orang lain dapat melihat pantulan diri Allah melalui diri kita.

3. Mewakili Allah
Allah berkuasa atas alam semesta, namun Allah telah menciptakan manusia serupa dengan Allah, maka manusia pun memiliki kuasa terhadap alam ini. Manusia adalah duta yang mempunyai kuasa dari Allah sebagai pemilik gambar Allah untuk mengatur alam ini, namun harus sesuai dengan kehendak Allah. Ex, duta besar yang dikirim Indonesia, maka duta besar itu punya kuasa dari pemerintahan Indonesia di Negara dimana ia dikirim, namun dia harus tetap mengikuti setiap keputusan dari pemerintahan Indonesia untuk dilaksanakan di Negara dimana ia diutus. Demikian juga dengan kita, kita punya kuasa dari Allah, tetapi untuk memuliakan Allah. Bukan untuk kepentingan diri sendiri. Allah memberikan otak, tujuannya supaya kita bisa berkuasa atas alam dengan otak kita untuk kita kembalikan kepada kemuliaan Allah. Tetapi nyatanya, banyak orang dengan otaknya berfikir untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya untuk memperoleh keuntungan pribadi, walaupun akibatnya, Lumpur sidoarjo, longsor d jawa barat, banjir yang henti-hentinya saat musim hujan di Jakarta, banyak lagi. Manusia merusak bumi dengan kekuasaan yang diberikan Allah padanya, pada hal Allah memberi perintah kepada manusia untuk mengusahakan dan memelihara bumi ini (Kej. 2:15). Dari hal kecil dahulu, kita memelihara bumi ini, yaitu kita mau buang sampah pada tempatnya.

Mungkin orang-orang disekitar kita suka membuang sampah sembarangan, maka kita jangan seperti dia, karena kita adalah gambar Allah yang seeprti Allah yang merawat dan memelihara bumi ini. Keadaan bumi ini rusak, karena manusianya rusak. Bumi ini tidak pernah dirusak oleh segerombolan gajah yang besar2, bumi ini tidak rusak karena segerombolan tikus, tetapi bumi ini rusak karena segerombolan manusia yang egois, yang hanya memikirkan dirinya sendiri, sehingga perusakan alam ada di mana-mana. Dan bukan itu saja, karena segerombolan manusia yang egois ini menyebabkan manusia yang lain ikut menderita. Dan keegoisan ini juga menjadikan kesenjangan antar manusia (ada yang miskin sekali dan ada yang kaya sekali) dan menyebabkan persaingan (saling menjatuhkan), iri hati, sampai akhirnya peperangan. Bumi hancur karena manusia rusak. Kita yang sudah tahu, mari kita menjadi wakil Allah di bumi. Kita berusaha untuk mewujudkan nilai2 Allah di mana kita berada.

Seperti apa yang dituliskan oleh C.S. Lewis: beberapa orang Kristen – orang-orang yang ternyata memiliki talenta-telenta yang tepat – harusnya menjadi para ekonom dan para politikus, dan semua ekonom dan politikus harus menjadi orang-orang Kristen, dan bahwa seluruh jerih payah mereka dalam bidang politik dan ekonomi harus diarahkan untuk memperaktekkan prinsip ‘perbuatlah kepada orang lain apa yang apa yang kau inginkan untuk diperbuat orang lain kepadamu.’ Jika itu terjadi, dan jika kita benar-benar siap melaksanakannya, maka kita akan cepat sekali menemukan solusi Kristen untuk masalah-masalah sosial kita.”[2]  “Saya bisa saja mengulangi ‘perbuatlah kepada orang lain apa yang kau inginkan untuk diperbuat orang lain kepadamu’ sampai wajah saya menghitam, tetapi saya tidak bisa benar-benar menjalankannya sebelum saya mengasihi sesama saya seperti diri sendiri: dan saya tidak bisa belajar untuk mengasihi sesama saya seperti diri sendiri sebelum saya belajar untuk mengasihi Allah: dan saya tidak bisa belajar mengasihi Allah kecuali dengan belajar menaati-Nya.”

Kita sedang mewakili Allah, mari kita terapkan prinsip2 atau nilai2 kristiani di mana pun kita berada, supaya bumi ini yang sudah rusak dapat melihat ada yang belum rusak, yaitu diri kita. Dan kita dapat menunda kerusakan bumi ini yang sedang menuju kepada kehancuran. Seperti garam yang dapat menunda kebusukan, dan terang yang dapat menerangi kegelapan, demikianlah kita dapat menunda kehancuran bumi ini dan menerangi bumi ini jika kita mau menerapakan nilai-nilai Allah di mana kita berada. Untuk menutup kotbah ini, saya akan menceritakan hasil wawancara Lee Strobel dengan William Neal Moore (seorang yang divonis hukuman mati oleh pengadilan). Bulan mei 1984. Pada waktu itu, Moore sedang dipenjara dalam sebuah sel, menantikan eksekusi hukuman mati dalam Penjara Negara Bagian Georgia. Selnya hanya berbatasan lorong dengan kursi listrik, di mana hidupnya sudah dijadwalkan akan dicabut dalam kurun waktu kurang dari tujuh puluh dua jam.

Kasusnya bukan kasuh seorang yang tidak besalah, yang diperlakukan secara tidak adil oleh sebuh system peradilan. Tak perlu dipertanyakan lagi, Moore adalah seorang pembunuh. Dia sendiri sudah mengakuinya. Sesudah melewatkan masa kecil yang diwarnai dengan kemiskinan dan kejahatan-kejahatan kecil, dia bergabung dengan Angkatan Darat dan kemudian menderita depresi karena kesulitan-kesulitan pernikahan dan keuangan yang menderanya. Suatu malam dia mabuk dan mendobrak masuk rumah Fredger Stapleton yang berusia 70 tahun. Stapleton diketahui oleh orang-orang di sekitarnya suka menyimpan banyak uang tunai di dalam kamar tidurnya.

Dari balik pintu kamarnya, Stapleton menembak dengan sebuah senapan, dan Moor membalas dengan menembak pistolnya. Stapleton tewas seketika, dan dalam hitungan menit Moore melarikan diri dengan membawa uang sejumlah $ 5.600. Seorang informan memberitahukan kepada polisi dan keeokan pagi dia ditangkap dalam trailernya di luar kota. Tertangkap dengan bukti di tangan, Moore mengakui kesalahanya dan dijatuhi hukuman mati. Dia sudah menyia-nyiakan hidupnya memasuki hidup penuh kekerasan, dan sekarang dia sendiri menghadapi akhir hidup melalui kekerasan.

Namun, Willian Neal Moore yang sedang menghitung jam-jam terakhir sebelum jadwal esekusinya, bukan orang sama yang pernah membunuh  Fredger Stapleton. Sewaktu dipenjara, dua pimpinan gereja mengunjungi Moore atas permintaan ibunya. Mereka menceritakan kepadanya tentang belas kasihan dan pengharapan yang ditawarkan oelh Yesus Kristus. “Tidak seorang pun pernah bercerita kepadaku bahwa Yesus mencintai aku dan mati bagi ku,” Jawab Moore menjelaskan pada saat saya (Lee Strobel) mengunjunginya di Georgia. “Itulah cinta yang dapat kurasakan. Itulah cinta yang kuinginkan. Itulah cinta yang kubutuhkan” Pada hari itu, Moore menjawab ‘ya’ terhadap tawaran pengampunan dan kehidupan kekal gratis dari Yesus Kristus, dan segera dia dibaptiskan dalam sebuah bak mandi kecil yang digunakan oleh orang-orang percaya di dalam penjara itu. Dan Moore yang sekarang tidak pernah menjadi Moore yang dahulu lagi.

Selama enam belas tahun masa penantian pelaksanaan hukuman mati, Moore berperan seperti seorang penginjil di antara penghuni penjara yang lain. Dia memimpin pemahaman Alkitab dan mengadakan persekutaun doa. Dia menyediakan jasa konseling bagi para penghuni dan memperkenalkan banyak di antara mereka untuk beriman kepada Yesus. Beberapa gereja bahkan mengirimkan orang lain yang sedang menantikan pelaksanaan hukuman mati untuk konseling dengan dia. Dia mengikuti lusinan kursus Alkitab tertulis. Dia berhasil memperoleh pengampunan dari keluarga korbannya. Kemudian dia dikenal dengan nama “Si Pendamai (The Peacemaker)”, karena blok selnya yang dihuni sebagian besar oleh terpidana yang sudah menjadi Kristen melalui pengaruhnya, selalu merupakan blok sel yang paling aman, paling tenang dan paling teratur.

Sementara itu, saat eksekusi bagi Moore semakin mendekat. Secara legal, kasusnya memang sudah tidak mungkin ditolong lagi. Karena dia sudah mengaku bersalah, pada dasarnya tidak ada lagi isu-isu legal yang dapat memenangkan pembebasannya. Berulang kali, pengadilan memperkuat vonis matinya. Begitu mendalamnya trasformasi yang terjadi dalam diri Moore, tetapi orang-orang banyak pun mulai memperhatikannya. Ibu Teresa dan orang lain mulai berkampanye untuk menyelamatkan nyawanya. “Billy bukan lagi Billy yang dahulu lagi”, kata seorang terpidanan yang pernah bertemu dengan Moore dalam penjara: “Kalau Anda menghukum mati dia hari ini, Anda hanya membunuh sosok tubuh, tetapi sosok tubuh yang memiliki pikiran yang berbeda. Jadi, itu akan seperti mengesekusi orang keliru”

Sebuah editorial dalam harian Atlanta Journal and Constitution memuji dia, bukan hanya sebagai orang yang sudah diubahkan, melainkan juga sebagai “seorang agen perubahan bagi orang lain.” Editorial  tersebut memuat pernyataan: “Di mata banyak orang, dia adalah sosok orang suci.” Hanya beberapa jam sebelum Moore diikat pada kursi listrik, tak lama sebelum kepala Moore dicukur gundul supaya kabel-kabel elektroda itu dapat dikenakan ke atas kepalanya, pengadilan mengejutkan semua orang dengan mengeluarkan keputusan penundaan eksekusi.

Bahkan yang lebih mengherankan lagi, The Georgia Board of Pardon and Parole (Dewan Pengampunan dan Pengurangan Hukuman untuk Negara bagian Georgia) kemudian mengadakan pemungutan suara tertutup untuk menyelamatkan nyawanya, dengan mengubah hukumannya menjadi hukuman seumur hidup. Tetapi benar-benar menakjubkan – bahkan belum pernah terjadi dalam sejarah Georgia modern – adalah karena Dewan Pengampunan dan Pengurangan Hukuaman itu memutuskan bahwa Moore, seorang mantan pembunuh bersenjata yang mengakui kesalahannya, mengusulkan pembebesannya. Pada tanggal 8 November 1991, dia dibebaskan.

Saat saya (Lee Strobel) duduk bersama Moore di rumahnya yang menghadap kearah padang yang ditumbuhi oleh pohon-pohon cemara yang subur, saya bertanya kepadanya tentang sumber dari metamorfosanya (Moore) yang menakjubkan itu. “Tentunya system rehabilitas dalam penjara itu yang mengubah Anda bukan?” Tanya saya (Lee Strobel). Moore menjawab: “Bukan, bukan itu” jawabnya. “kalau begitu pasti program menolong diri sendiri, atau menolong diri sendiri ke sikap mental positif,” kata saya menebak.

Dengan tegas di menggelengkan kepalanya, “bukan, bukan itu juga.” “Prozac (merek obat penenang)? Transcendental Meditation? Konseling psikologis?” “Ayolah, Lee,” katanya, “Anda tahu bukan semua yang Anda sebut itu.” Dia benar. Saya tahu alasan sebenarnya. Saya hanya ingin mendengar dia mengatakan sendiri, “kalau begitu apa dong yang menyebabkan transformasi luar biasa yang terjadi dalam diri Billy Moore” Tanya saya (Lee Strobel). “Langsung dan sederhana saja, Yesus Kristus yang mengubah saya.” Katanya dengan bangga. “Dia mengubahku dengan cara-cara yang tidak mungkin kulakukan sendiri. Dia memberiku tujuan hidup. Dia menolongku melakukan hal yang benar. Dia memberiku hati dan perasaan terhadap sesamaku. Dia penyelamat jiwaku”

Kisah di atas menunjukkan bagaimana Tuhan dapat mengubah manusia kembali kepada citra diri mereka, yaitu gambar Allah, sehingga citra diri manusia sebagai gambar Allah dapat terlihat jelas kembali. Saya akan mengutip tulisannya Lee Strobel setelah ia selesai mewawancarai Moore. “itulah kuasa iman yang mengubah kehidupan manusia. Karena itu, tulis rasul Paulus, ‘siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang!’ Billy Moore yang orang Kristen itu sendiri tidak sama dengan Billy Moore si pembunuh, Allah sudah mengintervensi dengan pengampunan-Nya, dengan belas kasihan-Nya, dengan kuasa-Nya, dengan kehadiran Roh Kudus-Nya. Kasih karunia yang mengubahkan telah diberikan kepada Moore itu juga tersedia bagi setiap orang yang bertindak atas bukti nyata bagi Yesus Kristus dengan membuat keputusan untuk menerima-Nya sebagai pengampunan dan pimpinan-Nya. Tawaran itu menanti semua orang yang menjawab ya kepada Tuhan dan ajaran-ajaran-Nya.”

Marilah kita terima Tuhan Yesus dalam hati kita sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, maka kita akan diubahkan Tuhan/dipulihkan citra diri kita dan akan dijadikan Tuhan sebagai pengubah orang lain menjadi seperti semula, yaitu serupa segambar dengan Allah. Amin.

Bibliography

[1] Clive Staples Lewis. Mere Cristianity (Kekristenan Asali), (Bandung: Pioner Jaya, 2006), 279
[2] Ibid, 125
[3] Ibid, 130
[4] Lee Strobel, Pembuktian Atas Kebenaran Iman Kristiani, (Batam: Gospel Press, 2005), 321-324
[5] Bill Montgomery, “U.S. Supreme Court Halts Execution: Even Victim’s Family Pleaded For Mercy,” The Atlanta Journal and Constitution,  August 21, 1990 (Lee Strobeel, Pembuktian Atas Kebenaran Iman Kristiani…) 323
[6] “When Mercy Becomes Mandatory,” The Atlanta Journal and Constitution, August 16, 1990. (Lee Strobel,…) 323
[7] Lee Strobel,… hal 324







By Admin sobolimmatius@gmail.com

Penciptaan Manusia Menurut Gambar dan Rupa Allah

Penciptaan Manusia Menurut Gambar dan Rupa Allah


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Matius sobolim, S. Th
 Pemahaman tentang penciptaan manusia menurut gambar dan rupa Allah adalah hal yang penting, karena berdasarkan pemahaman tersebut, manusia akan menempatkan diri secara benar sebagai makhluk yang diciptakan dan akan menghormati Penciptanya sebagai Oknum yang berkuasa penuh di dalam hidupnya.  Kesalahan pengertian terhadap konsep penciptaan manusia, maka manusia akan menjadikan dirinya sebagai allah terhadap dirinya sendiri dan segala sesuatu yang berada di sekitarnya.

Penciptaan manusia dalam kitab Kejadian pasal 1 bahwa Allah menciptakan manusia seturut gambar dan rupa Allah menjadikan manusia berbeda dengan ciptaan lainnya yang ada di taman Eden. Allah memiliki tujuan menciptakan manusia dan tujuan itu sudah diketahui oleh banyak orang. Namun alangkah baiknya apabila kebenaran itu diungkap dari Alkitab sendiri dalam hal ini Kitab Kejadian 1:26-28 tentang gambar dan rupa Allah.  Adapun judul penulisan ini adalah “Ekposisi Gambar Allah Menurut Penciptaan Manusia Berdasarkan Kejadian 1:26-28.”
Tujuan penulisan ini diharapkan dapat memberikan makna gambar Allah dalam penciptaan manusia, tujuan penciptaan manusia dan implikasi teologis gambar Allah berdasarkan Kejadian 1:26-28. Penulisan inimembeatsi teks hanya pada konteks Kejadian 1:26-28 dan peristiwa manusia belum jatuh ke dalam dosa. Penulisan ini mengusahakan pendekatan biblical research  dan didukung dengan buku-buku yang berhubungan dengan judul tersebut diatas.
BAB II
EKSPOSISI GAMBAR ALLAH MENURUT PENCIPTAAN MANUSIA  BERDASARKAN KEJADIAN 1:26-28
Asal Mula Manusia
Sebagai seorang Kristen harus mempercayai bahwa di dalam penciptaan manusia ada keterlibatan Allah.  Di dalam kejadian 1:26 “Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, kata menjadikan dalam ayat tersebut berasal dari bahasa Ibrani השׂע ‘asah yang berarti “menjadikan” atau “membuat” dengan memakai bahan.[1] Kata tersebut berbicara mengenai tubuh manusia yang diciptakan oleh Allah dengan menggunakan bahan yaitu debu tanah, “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah” (Kej. 2:7a) dan kata ארב bara’ yang berarti “menciptakan” dengan tidak memakai bahan,[2]  kata tersebut mengacu kepada jiwa manusia yang diciptakan Allah tanpa memakai bahan melainkan Allah langsung menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kej. 2:7b). kata berikut ialah yatsar yang berarti “membentuk”, bukan bertumbuh dan bertambah-tambah (Kej. 2:7).[3] Jadi dari ketiga kata tersebut dapat disimpulkan bahwa teori evolusi yang mengatakan “suatu jenis berkembang dan berubah sampai menjadi jenis baru yang lebih tinggi tingkatannya”,[4] hal itu merupakan kekeliruan karena Allah sendiri yang telah menciptakan manusia secara langsung baik dengan menggunakan bahan maupun tanpa menggunakan bahan. “Cerita Kitab Kejadian tentang penciptaan memberikan kepada manusia tempat mulia dalam alam semesta. Penciptaan manusia tidak hanya merupakan penutup dari segenap karya ciptaan Allah, tapi dalam penciptaan manusia itu sendiri terkandung penggenapan dan makna dari seluruh pekerjaan Allah pada kelima hari lainnya. Manusia diperintahkan memenuhi bumi dan menaklukkannya, dan manusia berkuasa atas semua makhluk.”[5] Teori evolusi dan teori penciptaan merupakan teori yang paling sering dibicarakan dan dipertentangkan. Untuk mengetahui kebenaran yang asli harus kembali kepada kebenaran Alkitab  secara menyeluruh bukan setengah-setengah. 
Makna Gambar dan Rupa dalam Kejadian 1:26-28
Kata tselem juga berarti sia-sia (vain), empty (kosong), image (gambar, patung, kesan, bayang-bayang), likeness (persamaan).  Pengertian dasar dari kata tselem adalah to shade (melindungi, membayangi, menaungi). Dalam budaya Timur Tengah, tselem digunakan untuk menyatakan suatu bentuk pemberhalaan terhadap suatu bentuk gambar atau patung.  Suatu figur yang represntatif untuk diberhalakan.
Penggunaan tselem dalam PL menjelaskan tentang gambar dalam konsep penciptaan (Kej. 1:26, 27; 9:6), gambar dalam konsep yang dilahirkan manusia (Kej. 5:3), penekanan tentang siapa yang membuhuh manusia, darahnya akan tertumpah sebab Allah membuat manusia menurut gambar-Nya (Kej. 9:5), patung-patung tuangan yang menjadi berhala (Bil. 33:52), gambar binatang yang diberhala (I Sam. 6:5, 11), patung-patung sembahan (II Raja 11:18; II Taw. 23:17; Yeh. 7:20; 16:17; Amos 5:26), gambar orang (Yeh. 23:14), hidup manusia yang hampa (Mzr. 39:7). Penggunaan demut dalam PL menjelaskan tentang rupa dalam konsep ciptaan (Kej. 1:26; 5:1), rupa dalam konsep keturunan yang dihasilkan manusia (Kej. 5:3), bagan (II Raja 16:10), gambar yang mirip dengan asli, kiasan (II Taw. 4:3), penyerupaan yang menyatakan kiasan (Mzr. 58:5), seperti yang menyatakan penggambaran (Yes. 13:4), serupa yang menyatakan perbandingan yang tidak sama (Yes. 40:18), menyerupai yang menyatakan kemiripan, atau nampaknya/seperti (Yeh. 1:5, 10, 13, 16, 22, 26; 8:2; 10:1, 10, 23:15; Dan. 10:18), berbentuk seperti (Yeh. 10:21).
Manusia pada dasarnya adalah makhluk ciptaan Allah yang paling spesial, karena Allah menciptakan manusia secara langsung, Allah membentuk manusia itu dengan memakai tangan Allah sendiri (Kej.2:7) “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” Tidak sama halnya dengan penciptaan makhluk lainnya, Allah menciptakan makhluk lainnya hanya dengan berfirman tanpa Allah membentuk langsung.
Allah juga memberikan kuasa kepada manusia atas mahkluk ciptaan yang lain (Kej. 1:26,28), ini juga merupakan salah satu bukti bahwa manusia itu berbeda dari makhluk ciptaan yang lainnya. Hal yang paling membedakan manusia dengan makhluk ciptaan yang lainnya ialah manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. “Di dalam bahasa Ibrani tidak ada kata sambung di antara kedua ungkapan tersebut; teks Ibrani hanya berbunyi “marilah Kita menjadikan manusia menurut gambar rupa Kita.” Baik Septuaginta[6] maupun Vulgata[7] memasukkan kata dan sehingga beri kesan bahwa “gambar” dan “rupa” mengacu kepada dua hal yang berbeda.”[8] Pada kenyataannya kedua kata tersebut tidak memiliki perbedaan yang begitu jauh melainkan kedua kata tersebut memiliki makna yang hampir sama, keduanya saling melengkapi satu sama lainnya. Terbukti kata tersebut dipakai bergantian di dalam penggambaran penciptaan manusia di dalam Kej. 1:27 memakai kata gambar “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya,”sedangkan di dalam Kej. 5:1 di gunakan kata rupa, “dibuatNyalah dia menurut rupa Allah.” Di dalam Kej. 1:26 dan Kej. 5:3 mengandung kedua kata tersebut tetapi dengan urutan yang berbeda, ada yang kata gambar yang terlebih dahulu dan ada pula kata rupa yang terlebih dahulu.   
Kata Ibrani untuk gambar ialah םלצ tselem yang diturunkan dari akar kata yang bermakna “mengukir” atau “memotong.” Maka kata ini bisa dipakai untuk mendeskripsikan ukiran berbentuk binatang atau manusia. Ketika diaplikasikan pada penciptaan manusia dalam Kejadian 1, kata tselem ini mengindikasikan bahwa manusia menggambarkan Allah, artinya manusia merupakan suatu representasi Allah. Kata Ibrani untuk rupa ialah תומד damuwth yang bermakna “menyerupai”. Jadi, orang bisa berkata bahwa kata damuwth di Kejadian 1 mengidentifikasikan bahwa gambar tersebut juga merupakan keserupaan, “gambar yang menyerupai Kita.” Kedua kata itu memberi tahu kita bahwa bahwa manusia mempresentasikan Allah dan menyerupai Dia dalam hal-hal tertentu.”[9]
 
Hakikat Manusia
Salah satu keserupaan manusia dengan Allah ialah manusia diberi kekuasaan oleh Allah atas binatang dan atas seluruh bumi ini merupakan aspek dari gambar Allah. Maksud Allah memberikan kekuasaan kepada manusia agar manusia menjadi serupa dengan Allah, dalam hal memiliki kekuasaan atas bumi. Yang membedakan manusia dan Allah ialah manusia berkuasa atas segala makhluk ciptaan Allah yang di bumi karena diberi kuasa oleh Allah sedangkan Allah adalah pemilik kekuasaan tertinggi atas segala makhluk di bumi karena Dia adalah sang pencipta. Jadi pada hakikatnya manusia merupakan cerminan dari beberapa sifat Allah.
Ada dua tahapan dalam penciptaan manusia, Allah membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan napas hidup agar menjadi makhluk hidup (Kej. 2:7), yang hasilnya adalah tunggal, yaitu manusia yang berupa satu kesatuan.  Tanah adalah bahan kebendaan dan napas Allah yang memberi hidup.  Unsur kebendaan menghasilkan saluran darah, otak, otot dan sebagainya.  Unsur bukan kebendaan menghasilkan jiwa, roh, hati nurani, kemauan, kesadaran, dan sebagainya.  Tanpa kesatuan dari kedua hal tersebut, masing-masing tidak dapat berfungsi.[10] 
Manusia diciptakan dari materi (debu tanah) dan non-materi (napas hidup dari Allah) yang menjadi satu kesatuan.  Kematian memisahkan badan dari roh (Yak. 2:26).  Ibrani  4:12, “Firman tidak memisahkan jiwa dari roh tetapi firman itu menembus sehingga membagi jiwa dan roh, bagian yang terdalam dari manusia.”  Dengan maksud, firman tidak meninggalkan apa pun yang tersembunyi dari manusia. I Tesalonika 5:23,  nampaknya bagian bukan materi terdiri dari jiwa dan roh.  Tekanan ayat ini adalah kesempurnaan penyucian.  Tidak ada tempat yang tersembunyi dari bagian non-materi manusia yang tidak disucikan oleh Allah  (Bdg. I Kor. 15:44; II Kor. 7:1; I Pet. 2:11; Mark. 12:30; Ibr. 10:3).
Setara Namun Berbeda
Laki-laki dan perempuan diciptakan Allah setara nanum berbeda, setara dalam keberadaan sebagai manusia, berbedaan dalam keberadaan jenis kelamin (Kej. 1:27).
1.        Dan Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya.
2.        Menurut gambar Allah Ia menciptakan mereka.
3.        Laki-laki dan perempuan Ia menciptakan mereka.
Laki-laki dan perempuan sama martabatnya di hadapan Allah sebagai manusia, sebelum maupun sesudah kejatuhan (Kej. 5:2), sebagai penyandang gambar Allah.
1.        Dan menciptakan Allah manusia menurut gambar-Nya.
2.        Menurut gambar Allah Ia menciptakan dia.
Manusia, laki-laki dan perempuan, diciptakan menurut gambar Allah dalam posisi setara tanpa hierarki. Martabat manusia terletak dalam keberadaannya sebagai gambar Allah.  Kesetaraan laki-laki dan perempuan juga terlihat dalam mandat yang sama dari TUHAN untuk beranak cucu dan menguasai alam (Kej. 1:26, 28-29).  Laki-laki tidak diciptakan untuk berada di atas perempuan atau sebaliknya.  Sehingga sebenarnya kesertaan manusia (laki-laki dan perempua) telah dimulai sejak manusia diciptakan, namun dalam perkembangan sejarah hidup manusia, memberikan kesan bahwa derajat kaum perempuan direndahkan.
Tujuan Penciptaan Manusia
Memiliki Hubungan Dengan Ciptaan Lain
Allah tidak menciptakan manusia dari seekor binatang, tetapi dari debu tanah.  Penciptaan yang demikian dengan tegas menolak teori evolusi yang mengatakan bahwa manusia berevolusi dari binatang hingga menjadi manusia.  Manusia terpisah dari binatang, tetapi menjadi bagian dari tatanan ciptaan, sehingga relasi antara manusia dengan ciptaan yang lain mendapat penekanan penting dalam Alkitab.[11]  Manusia yang diciptakan Allah memiliki dua aspek, yaitu debu tanah dan meniupkan napas hidup ke dalamnya sehingga menyebabkan manusia menjadi makhluk hidup.  Ungkapan yang sama juga dikenakan kepada hewan (1:21, 24; 2:19), tetapi hewan tidak diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.[12]  Manusia yang dibentuk, baik Adam maupun Hawa adalah manusia yang dewasa (adam), bukan melalui proses perkembangan menjadi dewasa. Kadang janji-janji Allah dikaitkan dengan perjanjian yang diberikan dalam konteks tanah dan ibadah umat Allah kadang berhubungan dengan bumi yang dihidupi.  Ketika manusia pertama kali jatuh dalam dosa, kutukan dikenakan kepada tanah (Kej. 3:17-18), dosa mencemari negeri (Ul. 24:4).  Setelah negeri dicemari oleh dosa, ia memuntahkan penduduknya (Im. 18:25,28).  Di pihak lain, Yerusalem menjadi simbol gunung TUHAN, di mana segala bangsa akan naik untuk beribadah kepada Allah (Yes. 2:2-4).  Saat itu, damai meliputi negeri, integritas umat akan dipulihkan, dan singa akan berbaring dengan anak lembu (Yes. 11:6-9). Dunia menjadi area kehidupan manusia yang dapat membahagiakan manusia, tetapi karena dosa, dunia menjadi penjara bagi manusia.[13]
Adam, manusia pertama, diberikan kuasa untuk menamai dan mengkategorikan semua jenis binatang, akan tetapi tidak ada satu pun yang pantas berperan sebagai penolong yang sepadan, “Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia” (Kej. 2:20).  Memberi nama adalah menempatkan dalam suatu rencana bagi segala sesuatu dan menujukkan keunggulan Adam dari segala ciptaan yang lain.  Memberi nama adalah kelanjutan pekerjaan Allah yang dikerjakan oleh manusia.  Dalam hal inilah manusia memiliki relasi yang terikat dengan alam.[14]
Memiliki Hubungan Dengan Sesama
Hanya manusialah yang diciptakan Allah untuk dapat memenuhi kepuasan dan kebutuhan dasar manusia, oleh sebab itu, Allah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan (Kej. 1:27).  Manusia diciptakan untuk berelasi dan saling melengkapi dalam kasih.  Kedua-duanya sama derajat di hadapan Allah.  Perkawinan diperkenalkan oleh Allah kepada manusia sebagai lembaga yang utama dan monogami (laki-laki dan perempuan), keduanya menjadi satu daging.
Dalam Perjanjian Lama, manusia tidak dilihat secara terpisah atau sendiri-sendiri, tetapi sebagai anggota-anggota yang bertanggung jawab dari satu keluarga atau suku bangsa.  Seorang individu adalah seorang anggota keluarga atau suku bangsa, yang termasuk dalam satu marga, dipersatukan dalam satu suku, yang semuanya berada dalam kesatuan dari seluruh kaum Israel (Yos. 7:16-18).  Panggilan Allah juga datang kepada individu-individu untuk demi kepentingan kelompok.  Abraham dipanggil untuk meninggalkan kesenangan hidup keluarga dan negerinya agar menjadi berkat bagi sarana berkat bagi banyak orang (Kej. 12:1-3).  Musa dipanggil untuk hidup dekat dengan Allah agar menjadi berkat bagi bangsa Israel (Kel. 24:2).  Imam Besar masuk ke dalam ruang maha kudus seorang diri demi tugas untuk banyak orang (Im. 16:17-19).  Para nabi dipanggil untuk melayani bangsa Israel dan Yehuda.[15]
Tujuan Kemuliaan dan  Rencana Allah
Segala sesuatu tentu ada tujuannya, demikian pula dengan penciptaan manusia. Allah menciptakan manusia tentunya dengan maksud dan tujuan yang berbeda dengan makhluk ciptaan lainnya. Tujuan Allah dalam penciptaan manusia ialah:
1.        Untuk Kemuliaan Allah
Tujuan utama penciptaan manusia yaitu untuk kemuliaan Allah. Itulah sebabnya manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Maksud dari segambar dan serupa dengan Allah untuk menyatakan kemuliaan melalui kehidupan manusia (Rom. 11:36)
2.        Untuk Menggenapi Rencana Allah
Dari awal penciptaan Allah memberkati manusia Adam dan Hawa dalam sebuah pernikahan dan berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” Dalam Kejadian 1:28 mengandung beberapa rencana Allah bagi kehidupan manusia.  Dimulai dengan kata  beranakcuculah disini memiliki dua pengertian: Pertama, beranakcucu secara jasmani yaitu menghasilkan keturunan secara fisik, untuk menggenapi rencana Allah di dalam dunia ini. Kedua, dari bahasa aslinya הרפ parah yang dalam terjemahan bahasa Inggrisnya fruitful yang berarti berhasil, pertemuan yang berhasil baik, bermanfaat, subur dan penuh keberhasilan. Rencana Allah dalam kehidupan manusia untuk mendapat berkat, berguna bagi sesama, menjadi berkat, dan penuh dengan keberhasilan.
Kata bertambah banyak dalam bahasa aslinya הבר rabah yang dalam terjemahan bahasa Inggrisnya multiply memiliki pengertian mengalikan dan melipat gandakan. Allah ingin manusia mengembangkan segala sesuatu yang telah Allah berikan atau percayakan kepadanya sebagai contoh talenta yang telah Tuhan berikan dikembangkan untuk melayani Dia, kepandaian yang dipercayakan digunakan  untuk memuliakan nama Allah, karunia digunakan untuk membangun tubuh Kristus. Beranakcucu dan bertambah banyak adalah bagian rencana Allah untuk memenuhi bumi dan memuliakan diri-Nya.
Implikasi Teologis Tentang Gambar Allah
Gambar Allah Menyatakan Kepribadian[16]
Gambar menyatakan keserupaan bentuk, yang menunjukkan bahwa bentuk luar manusia mengambil bagian dari penggambaran Allah.  Rupa menitikberatkan kepada kesamaan daripada tiruan, sesuatu yang mirip dalam hal-hal yang tidak diketahui melalui pancaindera.  Dalam hal ini, manusia menjadi saksi kekuasaan Allah atas ciptaan dan bertindak sebagai wakil penguasa.  Dengan demikian, kekuasaan manusia mencerminkan kekuasaan Allah sendiri atas ciptaan, yang melibatkan kreativitas dan tanggung jawab manusia.
Gambar Allah menunjuk kepada keberadaan manusia yang berkepribadian dan bertanggung jawab di hadapan Allah, yang pantas mencerminkan Penciptanya dalam pekerjaan yang ia lakukan, serta mengenal dan mengasihi Dia dalam segala perbuatan mereka.  Tubuh manusia dianggap sebagai sarana yang tepat untuk kehidupan rohani. Allah menciptakan manusia dan mengenalnya (Mzr. 139:13-16), memeliharanya (Ayub 10:12), dan menuntunnya menuju akhir hidupnya.
Gambar Allah  sebagai Tanggung Jawab[17]
Orang sering beranggapan bahwa gambar kemiripan manusia dengan Penciptanya yang dinyatakan dalam gambar Allah, terletak pada karakteristik manusia yang membedakannya dari binatang, seperti rasio, kekekalan dan konsepnya, dan perasaan moral.  Seperti yang dijelaskan oleh Eichrodt, bahwa keunikan manusia sebagai gambar dan rupa Allah terletak pada kesadaran diri dan kemampuannya untuk menentukan diri.  Namun menurut, Yonky Karman, persoalan bagi teologi biblika adalah kategori-kategori gambar Allah itu diimpor dari luar konteks.  Von Rad, menyatakan bahwa dalam kontek Timur Dekat kuno, “tselem-gambar” dapat dimaksud sebagai bentuk fisik yang mewakili kehadiran seorang penguasa.  Raja yang memiliki kekuasaan di luar daerahnya, dapat diwakili oleh patung dirinya sebagai representasi kehadirannya di daerah itu. 
Berdasarkan analogi ini, penciptaan manusia menurut gambar Allah, secara negatif menyangkal manusia sama dengan Allah.  Gambar Allah bukanlah Allah.  Semulia-mulia manusia, ia tetap bukan Allah hanya gambar-Nya saja, yang ternyata hanya berasal dari debu tanah (Kej. 2:7) dan kembali kepada debu (Kej. 3:7).  Jika ia memanipulasi untuk dirinya berbagai bentuk ketaatan dan dedikasi orang lain yang seharusnya untuk Tuhan, maka ia mencuri kemuliaan Allah. 
Gambar Allah bersifat fungsional, yang mana manusia ditempatkan di bumi untuk menunjukkan kedaulatan Allah atas dunia ciptaan dengan cara menaklukkan dan berkuasa atas bumi (Kej. 28).  Manusia memiliki relasi yang istimewa dengan Allah, penguasa bumi sebenarnya, berkenaan dengan kewajibannya mewakili Yang Mahakuasa untuk menguasai alam.  Menguasai alam memiliki pemahaman hidup harmoni dengan alam sebelum Kejatuhan dan belum ada unsur keserakahan manusia untuk menguras alam (Kej. 1-2).  Menguasai alam juga berarti mempelajari hukum-hukumnya, menyelidikinya, mengeksporasinya.  Ini bukanlah pekerjaan yang ringan, sehingga diperlukan keseriuasan dan kekuatan manusia.  Manusia menjalankan kekuasaannya tetapi terbatas pada yang didapat dari Penciptanya dan semua usaha harus mendatangkan kesejahteraan bagi semua orang bukan hanya segelintir orang saja. 
 
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan teks yang membedakan manusia dan Allah ialah manusia berkuasa atas segala makhluk ciptaan Allah yang di bumi karena diberi kuasa oleh Allah sedangkan Allah adalah pemilik kekuasaan tertinggi atas segala makhluk di bumi karena Dia adalah sang pencipta. Jadi pada hakikatnya manusia merupakan cerminan dari beberapa sifat Allah.
Tujuan penciptaan manusia berdasarkan konteks Kejadian 1:26-28 yaitu manusia diciptakan untuk berhubungan dengan ciptaan yang lain dan juga kepada sesama manusia dimana Allah menghendaki manusia beranakcucu dan bertambah banyak memenuhi bumi. Allah menciptakan manusia untuk memenuhi rencana-Nya dan seluruh makhluk ciptaan-Nya memiliakan Dia.
Gambar Allah yang ada pada manusia mencerminkan kepribadian Allah sebelum manusia jatuh dalam dosa. Dan manusia yang diciptakan segambar Allah memiliki tanggung jawab untuk menaklukkan segala ciptaan-Nya sebagai tanggung jawab atas kedaulatan Allah sebagai wakilnya di muka bumi.

Apa artinya manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah

Pertanyaan: Apa artinya manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:26-27)?

Matius Sobolim, S.Th
Jawaban: Pada hari terakhir dari penciptaan, Allah berkata, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita” (Kejadian 1:26).

Dengan demikian, Allah mengakhiri pekerjaanNya dengan satu “sentuhan pribadi.” Allah membentuk manusia dari debu tanah dan memberinya hidup dengan menghembuskan nafasNya sendiri (Kejadian 2:7). Dengan demikian, manusia memiliki keunikan dibanding dengan ciptaan-ciptaan lainnya, yaitu memiliki bagian materi (tubuh) dan non-materi (jiwa/roh).

Memiliki “gambar” atau “rupa” Allah, dalam pengertian yang paling sederhana, berarti manusia dibuat menyerupai Allah.

Adam tidak serupa dengan Allah dalam arti memiliki darah dan daging. Alkitab berkata bahwa “Allah itu Roh” (Yohanes 4:24) dan karena itu memiliki keberadaan tanpa tubuh. Namun, tubuh Adam mencerminkan hidup Allah karena diciptakan dengan kesehatan yang sempurna dan tidak tunduk kepada kematian.

Gambar Allah menunjuk pada bagian non-material dari manusia. Hal ini membedakan manusia dari binatang dan memampukan manusia mengemban “kekuasaan,” sebagaimana direncanakan Allah (Kejadian 1:28), dan memampukan manusia berkomunikasi dengan PenciptaNya. Keserupaan ini termasuk dalam hal mental, moral dan sosial.

Secara mental, manusia diciptakan sebagai makhluk yang rasional dan berkehendak – dengan kata lain, manusia dapat menggunakan pikirannya dan bisa memilih. Ini adalah refleksi dari akal budi dan kebebasan Allah.

Setiap kali seseorang menciptakan mesin, menulis sebuah buku, melukis pemandangan, menikmati simponi, menjumlahkan hitungan, atau menamai binatang peliharaan, dia menyatakan fakta bahwa ia diciptakan menurut gambar Allah.

Secara moral, manusia diciptakan dalam kebenaran dan kepolosan yang sempurna, suatu refleksi dari kesucian Allah. Allah melihat semua yang diciptakanNya (termasuk manusia) dan mengatakan, “sangat baik” (Kejadian 1:31). Hati nurani kita atau “kompas moral” itu sisa dari keadaan yang asli itu.

Ketika seseorang menaati hukum, berbalik dari kejahatan, memuji kelakuan baik, atau merasa bersalah, orang itu meneguhkan fakta bahwa ia diciptakan menurut gambar Allah.

Secara sosial, manusia diciptakan untuk bersekutu. Hal ini mencerminkan ketritunggalan Allah dan kasihNya. Di taman Eden, relasi manusia yang terutama itu dengan Allah (Kejadian 3:8 menyiratkan persekutuan dengan Allah), dan Allah menciptakan perempuan pertama karena "tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja” (Kejadian 2:18).

Setiap kali seseorang menikah, berteman, memeluk anak kecil, mengikuti kebaktian, dia menyatakan bahwa ia diciptakan menurut gambar Allah.

Karena diciptakan menurut gambar Allah, Adam memiliki kebebasan untuk memilih. Meskipun dia diberikan pribadi yang suci, Adam memilih berdosa dan memberontak melawan PenciptaNya. Dengan berbuat demikian, dia mencemarkan gambar Allah yang ada dalam diriNya, dan mewariskan keserupaan yang rusak itu pada semua keturunannya, termasuk kita (Roma 5:12).

Saat ini, kita masih memiliki gambar Allah (Yakobus 3:9), namun harus menanggung bekas-bekas dosa. Secara mental, moral, sosial dan fisik, kita memperlihatkan efek-efek dari dosa.

Kabar baiknya, ketika Allah menebus seseorang, Dia mulai memulihkan gambar Allah yang asli itu, menciptakan “manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya” (Efesus 4:24; lihat pula Kolose 3:10).



Apa artinya manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:26-27)?