Arianisme
Oleh
Matius soboliem
Arius Heresy Tradisi |
Arianisme adalah sebuah pandangan kristologis yang dianut oleh para pengikut Arius, seorang presbiter Kristen yang hidup
dan mengajar di Alexandria, Mesir, pada awal abad ke-4. Arius mengajarkan bahwa berbeda
dengan Allah
Bapa, Allah Anak tidak sama-sama kekal dengan Sang Bapa. Ia mengajarkan
bahwa Yesus sebelum menjelma adalah makhluk ilahi, namun ia diciptakan oleh Sang Bapa
pada suatu saat tertentu -- dan oleh karenanya statusnya lebih rendah daripada
Sang Bapa. Sebelum penciptaan-Nya itu, Sang Putra tidak ada. Dalam bahasa yang
lebih sederhana, kadang-kadang dikatakan bahwa kaum Arian percaya bahwa Yesus,
dalam konteks ini, adalah suatu "makhluk". Kata yang digunakan dalam
pengertian aslinya adalah "makhluk ciptaan."
Konflik antara Arianisme dan keyakinan Trinitarian adalah konfrontasi doktriner besar
pertama dalam Gereja setelah agama Kristen dilegalisasikan oleh Kaisar Konstantin I. Kontroversi tentang Arianisme ini
meluas hingga sebagian besar dari abad ke-4 dan melibatkan sebagian terbesar
anggota gereja, orang-orang percaya yang sederhana dan para biarawan, serta
para uskup dan kaisar. Sementara Arianisme memang selama beberapa dasawarsa
mendominasi di kalangan keluarga Kaisar, kaum bangsawan Kekaisaran dan para
rohaniwan yang lebih tinggi kedudukannya, pada akhirnya Trinitarianismelah yang
menang secara teologis dan politik pada akhir abad ke-4. dan sejak saat itu
telah menjadi doktrin yang praktis tidak tertandingi di semua cabang utama
Gereja Timur dan Barat. Arianisme, yang diajarkan oleh misionaris Arian Ulfilas kepada suku-suku Jermanik, memang
bertahan selama beberapa abad di antara sejumlah suku Jermanik di Eropa barat,
khususnya suku-suku Goth dan Longobard tetapi sejak itu tidak memainkan peranan teologis yang
penting lagi.
Daftar
isi
|
Keyakinan
Karena kebanyakan bahan tertulis
tentang Arianisme pada masa itu ditulis oleh lawan-lawannya, terdapat kesulitan
untuk menetapkan sifat ajaran-ajaran Arius dengan persis sekarang. Surat Auxentius[1], seorang uskup Milano Arianis pada abad ke-4, mengenai misionaris Ulfilas, memberikan gambaran yang paling jelas tentang keyakinan
Arianis tentang sifat Tritunggal: Allah Bapa ("yang tidak
dilahirkan"), selamanya ada, terpisah dari Yesus Kristus yang lebih rendah
("anak tunggal"), yang dilahirkan untuk memberitakan kuasa Bapa. Sang
Bapa, yang bekerja melalui Sang Anak. Bapa dianggap sebagai "Allah sejati
satu-satunya." 1 Korintus 8:5-6 dikutip sebagai ayat buktinya:
"Sebab sungguhpun ada apa yang
disebut "allah", baik di sorga, maupun di bumi — dan memang benar ada
banyak "allah" dan banyak "tuhan" yang demikian — namun
bagi kita hanya ada satu Allah (theos) saja, yaitu Bapa, yang dari
pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan (kurios)
saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan
yang karena Dia kita hidup." (TB).
Konsili Nicea dan sesudahnya
Pada 321 Arius ditolak oleh sebuah sinode di Alexandria dengan tuduhan mengajarkan sebuah
pandangan yang heterodoks tentang hubungan antara Yesus dengan Allah Bapa.
Karena Arius dan para pengikutna mempunyai pengaruh yang besar di kalangan
sekolah-sekolah di Alexandria — yang sebanding dengan universitas-universitas
atau seminari-seminari modern — pandangan-pandangan teologis mereka pun
berkembang luas, khususnya di daerah Mediterania bagian timur. Pada 325 pertikaian ini telah berkembang menjadi cukup penting
sehingga Kaisar Konstantin mengumpulkan para uskup dalam apa yang kemudian
dikenal sebagai Konsili Nicea Pertama di Nicea (kini Iznik, Turki), yang
mengutuk doktrin Arius dan merumuskan Pengakuan Iman
Nicea, yang hingga
kini masih diucapkan dalam kebaktian-kebaktian di Gereja-gereja Katolik, Ortodoks, dan sebagian Protestan. Tema sentral Pengakuan Iman Nicea, yang digunakan untuk
menggambarkan hubungan antara Allah Bapa dan Allah Anak, adalah homoousios, yang berarti"sehakikat"
atau "mempunyai zat yang sama". ( Pengakuan Iman Athanasius lebih jarang digunakan namun lebih
jelas merupakan pernyataan anti-Arianis tentang Tritunggal.)
Konstantin mengasingkan mereka yang menolak
untuk menerima Pengakuan Iman Nicea — Arius sendiri, diaken Euzoios, dan para uskup Libya Theonas dari Ptolemais dan Secundus dari Mamarica — dan juga para uskup yang
menandatangani pengakuan iman itu namun menolak untuk bergabung dalam
pengutukan terhadap Arius, Eusebius dari Nikomedia dan Theognis dari Nicea. Kaisar juga memerintahkan semua
salinan dari Thalia, buku yang ditulis Arius untuk menguraikan
ajaran-ajarannya dibakar. Hal ini mengakhiri perdebatan
teologis terbuka selama beberapa tahun, meskipun di bawah permukaan perlawanan
terhadap Pengakuan Iman Nicea tetap berlanjut.
Keyakinan-keyakinan
agama berikut yang telah dibandingkan atau pernah dicap -- sebagian mungkin
keliru -- sebagai Arianisme, termasuk:
- Unitarian, yang percaya bahwa Allah itu satu dalam pengertian berlawanan dengan Tritunggal, dan banyak dari mereka yang percaya akan otoritas moral Yesus, namun bukan keilahiannya.
- Saksi Yehuwa, yang percaya bahwa Yesus memiliki pra-eksistensi manusiawi sebagai Logos.
- Christadelphia, yang percaya bahwa keberadaan Yesus sebelum kelahirannya harus dipahami dalam pengertian konseptual, sebagai "Logos", dan bukan secara harafiah.
- Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir dan kelompoknya, yang percaya akan "keesaan maksud" atau "kehendak" Ilahi tetapi Yesus adalah suatu makhluk ilahi yang terpisah dan lebih rendah kedudukannya daripada Allah Bapa.
- Isaac Newton, seorang Arianis tersembunyi; hal ini ironis karena ia adalah seorang fellow dari Trinity College di Cambridge, Inggris.