Selasa, 04 Juni 2013

Corintus head Cafering

Corintus head Cafering

Oleh
Matius Soboliem, S. Th.

Bekas Bangunan Kota Korintus
Penyimpangan-penyimpangan dalam perkumpulan ibadah bersama (11: 2-16).

Setelah Paulus menyelesaikan masalah penyembahan berhala, Paulus meluruskan penyimpangan-penyimpangan dalam perkumpulan ibadah bersama. Pertama, tentang wanita yang tidak menggunakan tutup kepala pada waktu berdoa atau bernubuat(11: 2-16). Kedua, penyimpangan dalam merayakan perjamuan Tuhan (11:17-34). Ketiga, penyimpangan-penyimpangan dalam menggunakan karunia berbahasa roh dalam perkumpulan ibadah bersama (pasal 12-14).

A. Penyimpangan dimana wanita tidak menggunakan penutup kepala pada waktu berdoa atau bernubuat (11:2-16).

Ada bukti-bukti yang kuat dalam kebudayaan Yunani-Romawi kuno bahwa jika wanita-wanita mempersembahkan korban kepada dewa mereka biasanya memakai penutup kepala. Sebagai contoh: disebelah patung kaesar Agustus yang ditemukan di Korintus, terdapat patung seorang wanita yang sedang mempersembahkan persembahan korban dengan kepala yang ditutup dengan tudung.1 Kita juga bisa menyebutkan tentang pentingnya mezbah Cn. Domitius Ahenobarus yang ditemukan di Louvre yang sangat jelas sekali terlihat ada seorang wanita yang dengan kepala yang tertutup dengan tudung sedang mempersembahkan persembahan. Dalam gambar tersebut terlihat bahwa orang laki-laki tidak memakai penutup kepala dan disitu hanya ada seorang perempuan saja yang harus memakai penutup kepala karena bertugas untuk mempersembahkan korban.2 Hal ini adalah untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam ibadah. Selain itu ada bukti dari batu relief di museum Archeologi di Milan, dimana ada wanita yang sedang mempersembahkan korban yang memakai penutup kepala.3 Bukti dari literatur-literatur kuno juga banyak, seperti literatur yang ditulis oleh Livy (10.7.10) menunjukkan bahwa wanita harus memakai penutup kepala bukan hanya pada saat mempersembahkan korban saja tetapi pada saat menyampaikan nubuatan juga. Hal ini juga didukung oleh Varro (De Lingua Latina, 5.29.130) dan Juvenal (Sat. 6.390-392). 
 
Hal ini sama dengan praktek-praktek yang dilakukan oleh wanita-wanita Yahudi yang memakai penutup kepala dalam kehidupan sehari-hari atau dalam ibadah. Jadi dalam hal ini, Paulus tidak berusaha untuk memaksakan agar wanita-wanita Korintus memakai adat-kebiasaan Yahudi pada saat berdoa atau bernubuat, sebab bukti-bukti sangat banyak bahwa memakai penutup kepala pada saat mempersembahkan korban atau bernubuat adalah merupakan praktek yang umum berlaku dalam kebudayaan Yunani-Romawi kuno. Selain itu, juga ada literatur yang menyebutkan bahwa jika ada wanita yang dicukur pendek atau dengan rambut yang terurai kebawah, adalah merupakan hal yang memalukan jika dia muncul dalam tempat umum (Dio Chrysostom, 64.2f.).

Kemudian, permasalahan apa yang sedang dihadapi oleh Paulus dalam perikop ini. Gordon Fee memberi penjelasan bahwa latar belakang yang menyebabkan mereka tidak memakai penutup kepala pada waktu berdoa dan bernubuat adalah berhubungan dengan status mereka yang baru dalam Kristus, dimana mereka sudah menjadi manusia rohani. Dalam status seperti ini mereka sudah sama seperti malaekat karena sudah berbahasa malaekat, sehingga sekarang ini tidak lagi ada pemisahan jenis kelamin dan tidak lagi ada perbedaan status.4 Hal inilah yang sedang di responi oleh Paulus dalam perikop ini. 
 
Argumen Paulus dalam perikop ini bisa ditelusuri sebagai berikut: ayat 2 adalah pembukaan dari bagian ini. Ayat 3 Paulus menjelaskan tentang kedudukan wanita dan pria dalam jema’at. Ayat 4-7, Paulus menyatakan tentang bagaimana seharusnya sikap wanita ketika berdoa dan bernubuat. Ayat 8-10, Paulus memberikan alasan mengapa wanita harus memakai penutup kepala. Ayat 11-12, Paulus menjelaskan status laki-laki dan perempuan dalam Tuhan. Ayat 13-15, Paulus mengajak agar mereka mempertimbangkan sendiri mana yang patut bagi seorang wanita yang sedang berdoa atau bernubuat. Ayat 16, Paulus memberikan gambaran tentang kebiasaan yang berlaku di seluruh gereja yang telah didirikan.

11:2. Aku harus memuji kamu, sebab dalam segala sesuatu kamu tetap mengingat akan aku dan teguh berpegang pada ajaran yang kuteruskan kepadamu.
Pembukaan dari perikop ini agak aneh, sebab Paulus memuji orang-orang Korintus tetapi pada ayat berikutnya menegur, sehingga pertanyaannya adalah tradisi yang manakh yang dimaksud oleh Paulus. Ada yang mengusulkan bahwa ini adalah ini adalah tradisi yang tidak sibutkan yang mereka memelihara sampai saat surat ini ditulis. Kemungkinan yang terbaik ialah bahwa ini adalah strategi Paulus untuk melihat sgi positip dari kehidupan orang-orang Korintus untuk menyapkan teguran yang akan dilakukan pada ayat berikutnya. Kemungkinan yang lain adalah bahwa Paulus memuji semangat mereka memelihara tradisi-tradisi yang Paulus ajarkan kepada mereka, inilah yang dipuji oleh Paulus. Dilain pihak ada yang hal-hal yang kurang tepat, inilah yang akan diluruskan oleh Paulus dalam ayat 3 dan seterusnya.

11:3. Tetapi aku mau supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan kepada dari Kristus ialah Allah.
Kata “tetapi” menunjukkan bahwa walaupun mereka sudah mengikuti tradisi dengan baik, tetapi ada yang kurang tepat dimana kelihatannya disebabkan oleh karena pengertian yang salah. Hal ini terlihat dari pembukaan ayat ini “tetapi aku mau supaya kamu mengetahui hal ini” Masalah apa yang terjadi dibalik argumen Paulus di ayat 3 ini: “Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan kepala dari Kristus ialah Allah.” Ayat ini telah menjadi perdebatan dari banyak ahli Perjanjian Baru, khususnya berkenaan dengan dengan masalah apa yang berada dibaliknya sehingga Paulus menyampaikan argumen di ayat ini?. Jawaban dari pertanyaan ini memang tergantung pada pengertian kata “kepala” (kefalh) dalam ayat ini. 
 
Pertama-tama kata ini berarti “sumber, terutama sumber hidup.”5 Dalam hal ini maka pengertian dari ayat ini adalah bahwa Kristus adalah sumber hidup laki-laki, laki-laki adalah sumber hidup dari perempuan dan Allah adalah sumber hidup dari Kristus. Pendapat ini bukannya tidak ada kesulitan, sebab bagaimana menjelaskan bahwa laki-laki adalah sumber hidup dari wanita?, atau bagaimana Allah sebagai sumber hidup dari Kristus? 
 
Yang kedua, pengertian dari “kepala” adalah “otoritas atas”6 Dalam hal ini maka permasalahan yang terjadi di Korintus adalah penolakan otoritas laki-laki berhubungan dengan status mereka yang baru sebagai “manusia rohani”. Penyimpangan ini sebenarnya sudah dirasakan ketika Paulus meresponi surat mereka di pasal 7, dimana ada wanita-wanita yang tidak melakukan tanggung-jawabnya sebagai isteri dalam melayani hubungan seksual bagi suami mereka (7: 3-5). Dihubungkan dengan pasal 11 ini, maka penyimpangan ini terjadi dalam ibadah bersama dimana wanita-wanita ini berdoa dengan tidak lagi menggunakan penutup kepala yang dalam kebudayaan Yunani-Romawi menjadi simbol tunduk kepada orang laki-laki. Dengan melakukan demikian maka mereka sebetulnya menolak otoritas laki-laki pada umumnya sebab semuanya sudah menjadi seperti malaekat dimana tidak ada lagi perbedaan status, bahkan tidak ada lagi apa yang dinamakan perbedaan jenis kelamin. Selain itu, jika wanita-wanita disini adalah orang-orang yang sudah menikah,7 maka tujuan dari perikop ini adalah bahwa Paulus sedang mengembalikan susunan secara hirarki dari struktur otoritas, bahwa suami adalah kepala dari isteri. Hal ini sejalan dengan ajaran Paulus di lain tempat, seperti di Epesus 5:22-23; Kolose 3:18, bahwa suami adalah kepala dari isteri. Oleh sebab itu isteri harus tunduk kepada suami seperti tunduk kepada Kristus. Dan Kristus harus tunduk kepada Allah Bapa sebagai otoritas yang tertinggi.

11:4. Tiap-tiap laki-laki yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang bertudung, menghina kepalanya.
Kata “tiap-tiap laki-laki” menunjuk kepada tiap-tiap laki-laki Kristen “yang berdoa dan bernubuat dengan kepala bertudung menghina kepalanya.” Kelihatan disini yang menjadi masalah adalah masalah dalam beribadah bersama dan bukan beribadah secara pribadi, sebab orang bisa berdoa pribadi, tetapi bernubuat biasanya dilakukan dalam konteks ibadah bersama. Ungkapan “menghina kepalanya” adalah kurang jelas apa yang dimaksud disini. Apakah mungkin Paulus sedang menyebutkan kebiasaan orang laki-laki yang melakukan penyembahan di kuil dewa dimana orang laiki-laki memakai mahkota dikepalanya sebagai simbol otoritas atas wanita.8 Sehingga pemakaian penutup kepala berarti menghina otoritasnya. Kemungkinan yang lain adalah, Paulus memakai argumen Perjanjian Lama, dimana Haman menutupi kepalanya dengan kain tanda berkabung (Est. 6:12. Walaupun demikian, konteks disini tidak mengijinkan kebiasaan di Perjanjian Lama diterapkan disini. Kemungkinan lain adalah bahwa “menghina kepala” disini berarti menghina Kristus sebagai kepala laki-laki. Kesulitan dengan pendapat ini adalah tidak jelas dalam hal apa laki-laki mengina Yesus. Kemungkinan lain adalah bahwa hal ini hanyalah bersifat hipothetis untuk mengontraskan antara masalah yang sedang dihadapi dalam perikop ini. Kemungkinan yang mana yang benar, sulit untuk diputuskan. Kemungkinan yang paling mungkin adalah kemungkinan pertama dalam argumen diatas, walaupun demikian tidak berarti bahwa pendapat itu tidak terdapat kesulitan.

11:5. Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. 11:6. Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya.

Ungkapan “tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat” menunjuk kepada saat mereka mengadakan ibadah bersama dimana masing-masing jema’at ada kesempatan untuk mengucapkan doa atau nubuatan. Walaupun dalam hal ini Paulus tidak membedakan hak antara laki-laki dan perempuan dalam berdoa dan bernubuat, namun kebiasaan yang berlaku dalam tradisi mereka tidak boleh dilanggar, bahwa wanita yang berdoa atau bernubuat harus memakai penutup kepala. Jika seorang wanita yang berdoa dan bernubuat tidak memakai penutup kepala maka sebab hal ini adalah merupakan penghinaan kepada kepalanya dan ia disamakan dengan perempuan yang dicukur rambutnya. Mengenai yang terakhir ini, nanti dalam ayat 6, Paulus menjelaskan bahwa jika seorang wanita menggunting rambutnya atau mencukurnya, hal ini adalah merupakan penghinaan baginya. Hal ini semua berhubungan dengan adat-istiadat yang berlaku di sana, dengan demikian lebih baik bagi wanita untuk menutupi kepalanya dengan tudung pada saat berdoa dan bernubuat. Selain itu, istilah “menghina kepalanya” bisa juga dimengerti dalam arti simbolis, yaitu bahwa wanita itu menghina kepalanya yanitu suaminya sendiri. Kalau hal ini benar, maka penolakan untuk memakai penutup kepala pada waktu berdoa dan bernubuat adalah sebagai expressi dari penolakan otoritas suami terhadap isteri. Kemungkinan ini sebenarnya didukung oleh konteksnya, berhubung dengan status mereka yang baru sebagai “wanita-wanita rohani” (ai pneumatikai).

  1. Argumen dari penciptaan (11:7-12).
Pada perikop ini Paulus memakai argumen dari penciptaan untuk mendukung argumen bahwa ketika berdoa dan bernubuat, wanita harus memakai penutup kepala, sedangkan yang laki-laki tidak. Walaupun demikian, argumen-argumen inipun sangat kompleks, yang tidak gampang untuk dimengerti.
Walaupun demikian argumen Paulus bisa ditelusuri sebagai berikut: ayat 7, merupakan alasan langsung dari argumen ayat 4-6. Ayat 8-9, Paulus memakai argumen dari penciptaan. Ayat 10, penerapan kepada situasi di Korintus. Ayat 11-12, perspektip Paulus tentang hubungan antara wanita dan laki-laki.

11:7. Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya, ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki.

Kata penghubung “sebab” menjelaskan alasan dari mengapa wanita harus memakai penutup kepala pada saat berdoa atau bernubuat sedangkan yang laki-laki tidak, karena “ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki.” Yang menjadi fokus dalam alasan Paulus disini adalah bahwa Paulus disini mengingatkan bahwa dengan tidak memakai penutup kepala pada saat berdoa atau bernubuat, seorang wanita tidak bisa mencerminkan kemuliaan laki-laki, karena dia telah bertindak tidak sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku. Yang dimaksud disini adalah bahwa wanita tidak lagi mau tunduk kepada suaminya akibat dari statusnya yang baru sebagai “manusia rohani” Paulus, dalam hal ini, nampaknya tidak merubah adat kebiasaan yang ada walaupun kebiasaan ini merupakan kebiasaan yang ada kaitannya dengan kebiasaan dalam kuil berhala, namun bagi Paulus kebiasaan ini termasuk pada hal-hal yang “nonessential”. Bahkan jika perubahan terhadap kebiasaan tersebut berkenaan dengan pemahaman yang keliru terhadap status mereka yang baru dalam Kristus, maka inilah alasannya Paulus melarang untuk merubah adat kebiasaan tersebut. Walaupun demikian Paulus pada akhirnya menjelaskan bahwa yang berlaku di seluruh jema’at-jema’at yang telah didirikan Paulus tidak berlaku peraturan seperti ini (ay. 16), hal ini berarti bahwa peraturan yang diberikan disini adalah bersifat situasional, khusus hanya di Korintus saja. Ungkapan “ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah” bahwa apa yang dilakukan oleh seorang wanita mempunyai dampak kepada kemuliaan laki-laki yang seharusnya menyinarkan kemuliaan Allah. Dengan demikian, ketundukan seorang wanita terhadap laki-laki adalah memancarkan kemuliaan kepala (suami) dan suami yang demikian menyinarkan kemuliaan Allah.

11:8. Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki. 11:9. Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan diciptakan karena laki-laki.
Kedua ayat ini adalah menjelaskan apa yang dikatakan Paulus di ayat 7c, bahwa wanita memancarkan kemuliaan laki-laki. Paulus memakai argumen dari Kejadian 2:23 dan 18-20, tentang bagaimana wanita diciptakan dan posisi yang ditetapkan oleh Allah. Ungkapan “perempuan diciptakan karena (untuk kepentingan) laki-laki”, seolah-olah menyiratkan status wanita yang lebih rendah, namun pada hakekatnya jika kita melakukan penafsiran yang tepat terhadap kisah penciptaan, maka pemahaman ini tidak terjadi. Paulus sendiri nanti di ayat 11-12 akan menjelaskan mengenai hal ini. Jadi dalam hal ini Paulus meneguhkan fakta bahwa laki-laki sebagai kepala dari isteri dan wanita adalah kemuliaanya, sebab wanita diciptakan untuk kepentingan laki-laki, yaitu sebagi penolong. Oleh sebab itu wanita perlu tetap tunduk kepada suaminya, seperti suami tunduk kepada Kristus.

11:10. Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat.
Kata penghubung “sebab itu” dalam bahasa Yunani dia touto : “untuk alasan inilah,” hal ini menunjuk kepada argumen sebelumnya yaitu bahwa wanita harus tetap tunduk kepada suaminya, maka “perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat.” Kata “harus” menunjukkan tekanan dari nasehatnya bahwa mereka harus mengenakan penutup kepala ketika berdoa atau bernubuat. Sedangkan kata “wibawa” dalam bahasa Yunaninya adalah e*xousia yang berarti “otoritas”, hal ini menegaskan bahwa peremuan harus memakai penutup kepala, sebab penutup kepala tersebut adalah simbol dari otoritas laki-laki. Sekali lagi disini penekanannya adalah kedudukan laki-laki sebagai kepala isteri dan menunjuk kepada status yang lebih rendah (subordination).
Ungkapan “karena para malaekat” , kemungkinan ini menunjuk kepada kisah malaekat malaekat yang sekarang ada di sorga adalah tunduk kepada Allah Pencipta mereka. Justru malaekat-malaekat yang tidak mau tunduk kepada Allah telah jatuh (Yes. 14: 12-21).

11:11. Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan. 11:12. Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah.
Dalam kedua ayat ini, Paulus mengembalikan semuanya pada perspektif yang benar, yaitu dari perspektif Tuhan. Hal ini berfungsi untuk mengingatkan pihak laki-laki agar tidak bertindak semena-mena seperti apa yang telah dilakukan oleh orang-orang laiki-laki dalam kebudayaan Yunani-Romawi. Untuk itu dia memulai pernyataannya dengan “dalam Tuhan. Kata ini adalah menunjuk kepada status mereka dalam Kristus, dimana harus memperlakukan wanita-wanita dalam perspektif Kristus. Alasannya adalah “tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan.” Artinya bahwa baik laki-laki dan perempuan adalah saling bergantung satu dengan yang lain, karena saling membutuhkannya. Jadi sekali lagi Paulus membawa argumennya dalam perspektif hubungan yang sesuai dengan rencana dan kehendakNya, yaitu bukannya hak yang harus diperjuangkan (emansipasi), tetapi agar mereka hidup saling mengasihi satu dengan yang lain. Perspektif Alllah ini dijelaskan lebih lanjut bahwa, segala-sesuatu berasal dari Allah, sehingga segala tindakan yang dilakukan haruslah demi kemuliaan nama Allah.

2. Argumen dari apa yang pantas dalam budaya setempat (11:13-16)
Dalam perikop ini, Paulus kembali pada argumennya di ayat 4-6, dan mengembalikan semua nasehatnya kepada pertimbangan mereka sendiri. Mereka diminta untuk mempertimbangkan dengan akal yang sehat (ay. 13), yaitu manakah yang pantas dilakukan dalam konteks budaya mereka. Walaupun demikian Paulus sudah barang tentu berharap bahwa mereka akan memperhatikan nasehatnya. Ragu akan langkah yang mereka ambil, Paulus masih menambah satu argumen lagi dari hukum alam (ay. 14-15). Di ayat 16, Paulus menyampaikan kebiasaan yang berlaku secara umum, baik di jema’at-jema’at yang didirikannya maupun di jema’at secara universal.

11:13. Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala tidak bertudung?
Dalam ayat ini, Paulus mengulangi apa yang telah dilakukan dalam pasal 10:15, agar mereka mempertimbangkan dengan memakai akal yang sehat. Disini kita melihat lagi, bagaimana Paulus memperlakukan jema’atnya sebagai manusia dan bukan sebuah benda yang bisa di atur, atau di manipulasi demi kepentingan seorang gembala. Perlakuan ini adalah penting bagi tugas penggembalaan agar pelayanan hamba Tuhan menjadi berkat bagi jema’atnya. Mereka diminta untuk mempertimbangkan: “Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala tidak bertudung?” Dalam pertanyaan rethoris ini, tersirat bahwa menurut budaya yang berlaku, adalah tidak patut bagi seorang perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala tidak bertudung. Jadi, mereka harus memakai tudung ketika berdoa kepada Allah.

11:14. Bukankah alam sendiri menyatakan kepadamu, bahwa adalah penghinaan bagi laki-laki, jika ia berambut panjang.
11:15. Tetapi bahwa adalah kehormatan bagi perempuan, jika ia berambut panjang? Sebab rambut diberikan kepada perempuan untuk menjadi penudung.
Paulus memakai argumen yang terakhir untuk meyakinkan bahwa wanita-wanita di Korintus bersedia menerima nasehatnya, yaitu argumen yang diambil dari alam. Yang dimaksud alam disini adalah menunjuk kepada hukum yang berlaku secara universal dalam alam ini bahwa: laki-laki memiliki rambut pendek, dan perempuan memiliki rambut panjang. Sekali lagi argumen disini yang menjadi fokusnya adalah bahwa seorang wanita memiliki rambut panjang, sebab “rambut diberikan kepada perempuan untuk menjadi penudung” Jadi sudah logislah kalau wanita sedang berdoa harus memakai penutup kepala. Sudah barang tentu, argumen dari hukum alam ini dipakai untuk mendukung argumen yang berkenaan dengan permasalahan yang terjadi di Korintus, sehingga hal ini bukan bersifat normatif.

11:16. Tetapi, jika ada orang yang mau membantah, kami maupun Jemaat-jemaat Allah tidak mempunyai kebiasaan yang demikian.

Paulus sekarang sampai pada akhir argumennya, dan dalam ayat ini Paulus menyampaikan kebiasaan yang berlaku di jema’at yang didirikannya maupun di jema’at-jema’at secara universal. Kata penghubung “tetapi” menunjuk kepada hal yang bertentangan dengan hal sebelumnya, bahwa “jika ada orang yang mau membantah (filoneiko yang berarti orang yang suka berdebat untuk kepentingan perdebatan itu sendiri),” hal ini menunjuk kepada mereka yang mungkin tidak puas dengan argumen Paulus dan masih mau berdebat lagi, maka Paulus memakai argumen yang terakhir bahwa “kami maupun Jemaat-jemaat Allah tidak mempunyai kebiasaan yang demikian.” Artinya bahwa kebiasaan untuk memakai tutup kepala, tidak dilakukan dalam jema’at-jema’at yang didirikan, maupun jema’at secara universal. Walaupun demikian karena konteks di Korintus menurut Paulus perlu memakai maka Paulus mengharapkan bahwa mereka lebih baik menghargai kebiasaan setempat. Sebenarnya, permasalahannya bukan hanya sekedar masalah kebudayaan setempat, tetapi masalah penyimpangan pemahaman secara theologis tentang apa artinya menjadi manusia rohani, sehingga bertindak melawan kebiasaan yang ada. Bagi Paulus sudah jelas bahwa hal ini bukanlah bersifat normatif, tetapi bersifat situasional.





1 D.W.J.Gill, “The Importance of Roman Portraiture for Head-Coverings in 1 Corinthians 11:2-16,” TynB 41 (190) 245-260. Lebih lanjut Gill menulis bahwa memakai penutup kepala bukanlah merupakan kebiasaan dari wanita-wanita yang menghadiri penyembahan berhala, hanya dipakai oleh wanita yang mengambil bagian secara aktif dalam penyembahan tersebut (hlm. 248).



2 Lihat gambar tersebut di Ben Witherington, Conflict and Community in Corinth, hlm. 233.



3R.M.Oglivie, The Romans and their Gods (New York: Norton, 1969) 41.



4 Gordon Fee, 1 Corinthians, 498.



5 Pendapat ini telah dipertahankan oleh S. Bedale, The Meaning of kefalh in the Pauline Epistle, JTS 5 (1954) 211-215. Menurut Bedale, dalam literatur Yunani jarang sekali kata kefalh mempunyai arti lain dari ini. Walaupun demikian pengertian ini hanya salah satu saja dari banyak arti yang ada. Ahli-ahli lain yang mendukung arti diatas adalah, R. Scroggs, “Paul and the Eschatological Women: Revisited,” JAAR 42 (1974) 534; Idem, “The Classical Concept of ‘head’ as ‘Source’ di dalam bukunya, Serving Together: A Biblical Study of Human Relationship (ed. G. Gabelein Hull; New York, 1987). B dan A. Mickelsen, “The ‘Head’ of the Epistle” CT 25 (1981) 264-267. Gordon Fee, 1 Corinthians, 501-505.



6 W. Grudem, “Does kepalh (“Head”) Mean “Source” or “Authority over” in Greek Literature? A Survey of 2,336 Examples” TrinJ n.s. 6 (1985) 38-59. Arndt and Gingrich, Greek-English Lexicon, (Chicago: University of Chicago Press, 1979) 430. Ben Witherington, Conflict and Community in Corinth, hlm.231-240; S.T. Lourie, “1 Corinthians XI and Ordination of Women as Ruling Elders,” PTR 19 (1921) 113-130. Selain itu, ahli-ahli Perjanjian baru seperti Barret dan Conzelman juga mendukung pendapat ini.



7 Kata wanita yang digunakan dalam ayat ini adalah gunaiko dimana juga berarti “isteri”


8 Apuleius, Met. 11:10 (Loeb, 555).