PEMIMPIN
YANG CERDAS BANYAK, TAPI YANG BIJAK SEDIKIT
oleh
Matius Sobolim
Tulisan berikut hendak mengangkat perspektif kecerdasan dan kebijaksanaan dalam
ranah kepemimpinan.
Banyak buku mengupas dan
mengklafikasikan tentang kecerdasan, di antaranya IQ (kecerdasan inteletual),
EQ (kecerdasan emosional), dan SQ (kecerdasan spiritual). Mengadalkan
kecerdasan intelektual semata menjadi pincang, tanpa keseimbangan dengan
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Demikian sebaliknya. Tiga
kecerdasan ini harus seimbang. Satu dan yang lainnnya saling mendukung.
Bagaimana dengan kaitan kategori
kecerdasan ini dengan kepemimpinan? Untuk menjadi pemimpin harus memiliki tiga
kecerdasan di atas, yakni IQ, EQ dan SQ. Gabungan ketiga kecerdasan ini diramu
menjadi LQ (kecerdasan kepemimpinan). Pemimpin yang memiliki LQ pasti pemimpin
yang bijaksana. Ia mengandalkan nalar, budi dan Tuhan.
Merindukan pemimpin yang cerdas
pasti mudah didapat. Ada banyak pemimpin yang memiliki tipikal smart negeri
ini. Itu bisa ditunjukkan dengan gelarnya yang lebih panjang daripada namanya.
Orang memiliki banyak gelar pasti orang cerdas. Radius pengetahuan di bidangnya
sangat luas. Meskipun kenyataan pemimpin yang memiliki gelar masih dalam tanda
petik, karena di negeri ini juga ada lembaga yang masih jual beli gelar.
Mendambakan pemimpin yang bijak
tidak mudah. Dari seribu calon pemimpin mungkin hanya ada satu yang bijak.
Pemimpin yang cerdas belum tentu
bijaksana. Tetapi pemimpin yang bijaksana pasti pemimpin yang cerdas. Pemimpin
yang cerdas banyak, tetapi pemimpin yang bijak sedikit. Itu sulitnya mencari
figur pemimpin sejati! Sejauh yang bisa kita lakukan mencari atau memilih figur
yang mendekati tipe pemimpin yang bijaksana.
Salomo sendiri merasa diri belum
cukup menjadi pemimpin. Karena itu Salomo berdoa kepada Tuhan untuk memberinya
hikmat kebijaksanaan (1 Raja-raja:3:5-14). Mengandalkan kecerdasan dan
kekuasaan sebuah keniscayaan. Ia memerlukan hikmat kebijaksanaan.
Semoga pelajaran Salomo “mewabah”
kepada para pemimpin. Sekalipun kekuasaan sudah dalam genggaman, tidak boleh
lupa mminta hikmat kebijaksanaan dari-Nya. Ya, ia mungkin CERDAS, tetapi belum
tentu BIJAKSANA! Di situ pula KEWIBAWAAN sang pemimpin yang dirindukan.***