Kamis, 04 Juni 2020

DIDAMAIKAN ITU PENGGENAPAN NUBUATAN

DIDAMAIKAN ITU PENGGENAPAN NUBUATAN 

Ev. Matius Sobolim, M. Th.


1. Dinubuatkan.  Yesaya 53:5; Dan 9:24; (TB)  Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. 

I. Gambaran lebih jauh tentang penderitaan-penderitaan Kristus. Sebelumnya banyak yang sudah dikatakan, tetapi di sini lebih banyak lagi yang dikatakan, tentang keadaan rendah dan hina dina yang di dalamnya Ia menurunkan dan merendahkan diri-Nya, dan Ia taat hidup dalam keadaan itu bahkan sampai mati di kayu salib.

1. Ia ditimpa kesedihan dan kesengsaraan. Ia bertumbuh akrab dengan kesedihan dan kesengsaraan, dan tidak patang mundur karenanya. Jikalau kesedihan dan kesengsaraan diberi kepada-Nya maka Ia menanggungnya, dan tidak mempersalahkan garis hidup-Nya. Ia memikulnya, dan tidak undur darinya atau tenggelam di dalamnya. Beban itu berat dan jalannya panjang, namun Ia tidak lelah, tetapi bertahan sampai pada akhirnya, sampai Ia berkata, sudah selesai.

2. Ia terkena pukulan dan memar. Ia kena tulah, dipukul dan ditindas. Kesengsaraan-Nya meremukkan Dia. Ia merasa sakit dan pedih karena kesengsaraan itu memukul-Nya pada bagian yang paling lembut, terutama ketika Allah dihina, dan ketika Ia meninggalkan-Nya di atas kayu salib. Selama ini Ia dipukul dengan lidah, ketika orang mencari-cari kesalahan-Nya dan menentang Dia, menjelek-jelekkan nama-Nya, dan mengatakan segala macam yang jahat melawan-Nya. Pada akhirnya Ia dipukul dengan tangan, hantaman demi hantaman.

3. Ia dihiasi luka dan bilur-bilur. Ia dicambuk, bukan dengan batasan yang penuh belas kasihan dari hukum Yahudi, yang tidak boleh memberikan lebih dari empat puluh cambukan kepada penjahat-penjahat yang paling jahat, melainkan sesuai kebiasaan bangsa Romawi. Dan cambukan terhadap-Nya, tidak diragukan lagi, semakin keras lagi karena Pilatus meniatkannya sebagai padanan untuk penyaliban-Nya, namun ternyata itu hanya pendahuluan untuknya. Tangan, kaki, dan lambung-Nya terluka. Meskipun sudah digariskan sedemikian rupa supaya tak satu pun dari tulang-Nya dipatahkan, namun di bagian tubuh-Nya yang mana pun hampir tidak ada kulit yang utuh (betapa kita suka tidur dengan berbalut kulit yang utuh, sekalipun kita dipanggil untuk menderita bagi Dia). Sebaliknya, dari atas kepala-Nya, yang dimahkotai duri, sampai dengan telapak kaki-Nya, yang dipaku di kayu salib, tidak ada yang tampak selain luka-luka dan memar.

4. Ia diperlakukan secara tidak adil dan dilecehkan (ay. 7): Dia dianiaya, dilukai dan diperlakukan dengan kasar. Apa yang dituduhkan kepada-Nya, sama sekali Ia tidak bersalah atasnya. Apa yang ditimpakan kepada-Nya, tidak pantas Ia dapatkan, dan atas kedua hal ini Ia dianiaya dan dilukai. Dia ditindas baik dalam pikiran maupun tubuh. Karena dianiaya, Ia memasukkannya ke dalam hati, dan walaupun sabar, Ia tidak berlaku bodoh di bawah penganiayaan itu, tetapi berbagi air mata dengan orang-orang yang teraniaya, yang tidak mempunyai penghibur, sebab di pihak orang-orang yang menindas ada kekuasaan (Pkh. 4:1). Penindasan adalah penderitaan yang pedih. Penindasan sudah membodohkan banyak orang berhikmat (Pkh. 7:7). Tetapi Yesus Tuhan kita, meskipun dianiaya, ditindas, tetap menguasai jiwa-Nya.

5. Dia diadili dan dipenjarakan, seperti yang tersirat dalam pernyataan, sesudah penahanan dan penghukuman Ia terambil (ay. 8). Karena Allah menjadikan Dia dosa untuk kita, Ia didakwa sebagai penjahat. Ia ditangkap dan dibawa ke dalam penjara, dan dijadikan tahanan. Ia dihakimi, dituduh, diadili, dan dihukum sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku: Allah mengajukan tuntutan terhadap-Nya, menghakimi Dia sesuai dengan tuntutan itu, dan mengurung-Nya di dalam penjara kubur, yang di depan gerbangnya sebuah batu digulingkan dan dijadikan segel.

6. Ia terputus oleh kematian yang terlalu dini dari negeri orang-orang hidup, meskipun Ia sudah menjalani hidup yang paling berguna, melakukan begitu banyak perbuatan baik, dan semuanya itu sedemikian rupa sehingga orang akan cenderung berpikir bahwa karena beberapa dari perbuatan baik itulah mereka melempari-Nya dengan batu. Ia terkena tulah sampai mati, sampai ke kubur yang di situ Ia berbaring di antara orang-orang fasik (sebab Ia disalibkan di antara dua pencuri, seolah-olah Dialah yang paling buruk dari ketiganya), namun juga terbaring di antara orang-orang kaya (KJV), sebab Ia dimakamkan di sebuah makam milik Yusuf, seorang anggota Majelis Besar yang terhormat. Ia meninggal dengan orang fasik, dan sesuai dengan cara yang biasa dipakai untuk menangani penjahat seharusnya Ia dikuburkan bersama-sama mereka di tempat di mana Ia disalibkan. Walaupun begitu, Allah di sini sudah menyatakannya sebelumnya, dan pemeliharaan ilahi sudah mengaturnya, bahwa Ia akan dikuburkan bersama orang-orang yang tidak bersalah, dengan orang-orang kaya, sebagai tanda pembedaan antara Dia dan orang yang benar-benar pantas mati, bahkan dalam penderitaan-penderitaan-Nya.

II. Gambaran penuh tentang makna dari penderitaan-penderitaan-Nya. Suatu misteri yang sangat besar bahwa orang yang sedemikian luhur harus mengalami penderitaan-penderitaan yang begitu keras. Dan wajarlah bila orang bertanya dengan terheran-heran, “Bagaimana terjadinya? Kejahatan apa yang telah dilakukan-Nya?” Musuh-musuh-Nya sungguh memandang Dia sebagai orang yang pantas menderita karena kejahatan-kejahatan-Nya. Dan, meskipun mereka tidak bisa mendakwakan apa-apa kepada-Nya, mereka mengira Dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah (ay. 4). Karena mereka membenci-Nya, dan menganiaya-Nya, mereka berpikir bahwa Allah yang berbuat demikian, bahwa Dia adalah musuh Allah dan Allah melawan Dia. Oleh karena itulah mereka menjadi lebih geram lagi terhadap-Nya, sambil berkata, Allah telah meninggalkan Dia, kejar dan tangkaplah Dia (Mzm. 71:11). Orang-orang yang pantas dipukul, dipukul oleh Allah, sebab karena Dialah para pembesar menetapkan keadilan. Seperti itulah mereka memandang-Nya kena pukul, pantas dijatuhi hukuman mati sebagai penghujat, penipu, dan musuh Kaisar. Orang-orang yang melihat-Nya tergantung di kayu salib tidak berusaha mencari tahu baik buruknya perkara-Nya, tetapi menganggap benar begitu saja bahwa Ia bersalah atas segala hal yang dituduhkan kepada-Nya dan bahwa karena itu pembalasan menuntut untuk tidak membiarkan-Nya hidup. Demikian pulalah teman-teman Ayub menganggap dia dipukul Allah, karena ada sesuatu yang tidak biasa dalam penderitaan-penderitaannya. Memang benar bahwa Kristus dipukul Allah (ay. 10) (atau, seperti sebagian orang membacanya, Ia adalah orang kepunyaan Allah yang dipukul dan dibuat menderita, Anak Allah, meskipun dipukul dan menderita), tetapi tidak dalam arti yang dimaksudkan orang-orang itu. Sebab, meskipun Ia menanggung derita semua ini,

1. Ia tidak pernah sedikit pun berbuat sesuatu yang pantas mendapat perlakuan keras seperti itu. Ia dituduh menyesatkan bangsa dan menabur hasutan, tetapi itu betul-betul keliru. Ia tidak berbuat kekerasan, sebaliknya, Ia berkeliling sambil berbuat baik. Dan, Ia disebut sebagai si penyesat, tetapi tidak pantaslah Ia digambarkan dengan watak itu. Karena tipu tidak ada dalam mulut-Nya (ay. 9), dan pada ayat inilah Rasul Petrus merujuk (1Ptr. 2:22). Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ia tidak pernah melakukan pelanggaran baik dalam perkataan maupun perbuatan, dan musuh-musuh-Nya pun tidak dapat menerima tantangan-Nya ini untuk menjawab, siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Hakim yang menghukum-Nya mengakui bahwa ia tidak menemukan kesalahan pada-Nya, dan perwira yang menjalankan hukuman atas-Nya mengakui dengan yakin bahwa Dia adalah orang benar.

2. Dalam penderitaan-Nya Ia berperilaku sedemikian rupa sehingga tampak benar bahwa Ia tidak menderita sebagai penjahat. Sebab, meskipun dianiaya dan membiarkan diri ditindas, Dia tidak membuka mulut-Nya (ay. 7), bahkan untuk membela diri sekalipun. Sebaliknya, Ia dengan bebas menawarkan diri untuk menderita dan mati bagi kita, dan sama sekali tidak menunjukkan keberatan. Hal ini menghilangkan aib salib, bahwa Ia dengan sukarela menyerahkan diri pada salib, untuk tujuan-tujuan yang agung dan kudus. Dengan hikmat-Nya Ia bisa saja menghindari hukuman itu, dan dengan kuasa-Nya Ia bisa saja menolak pelaksanaan hukuman itu. Tetapi ada tertulis demikian: Mesias harus menderita. Tugas ini Dia terima dari Bapa-Nya, dan karena itu Ia digiring seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian, tanpa kesulitan atau keengganan (Dia adalah Anak Domba Allah). Dan seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, bahkan di depan tukang jagal, demikianlah Ia tidak membuka mulut-Nya, yang menunjukkan bukan hanya kesabaran-Nya menghadapi penderitaan yang patut diteladani (Mzm. 39:10), dan kelemah-lembutan-Nya dalam menerima celaan (Mzm. 38:14), melainkan juga kepatuhan-Nya yang dilakukan dengan riang hati terhadap kehendak Bapa-Nya. Bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi. Sungguh, Aku datang. Dengan kehendak ini kita dikuduskan, bahwa Dia menjadikan jiwa-Nya sendiri, nyawa-Nya sendiri, sebagai korban bagi dosa kita.

3. Untuk kebaikan kitalah, dan sebagai ganti kita, Yesus Kristus menderita. Hal ini ditegaskan di sini dengan jelas dan utuh, dan dalam berbagai macam ungkapan penekanan.

(1) Sudah pasti bahwa kita semua bersalah di hadapan Allah. Kita semua telah berbuat dosa, dan telah kehilangan kemuliaan Allah (ay. 6): Kita sekalian sesat seperti domba, yang satu maupun yang lain. Seluruh bangsa manusia berbaring di bawah noda kerusakan asali, dan setiap orang terdakwa dengan banyak pelanggaran. Kita semua sudah tersesat dari Allah sebagai pemilik kita yang sah, mengasingkan diri dari Dia, dari tujuan-tujuan yang dirancangkan-Nya supaya kita bergerak ke arahnya, dan dari jalan yang ditetapkan-Nya supaya kita berjalan di dalamnya. Kita telah sesat seperti domba, yang cenderung berkeliaran, dan tidak bisa, kalau sudah tersesat, menemukan kembali arah jalan pulang. Itulah watak kita yang sebenarnya. Kita cenderung menyimpang dari Allah, tetapi juga tidak dapat kembali sendiri kepada-Nya. Hal ini disebutkan bukan hanya sebagai kejanggalan kita (bahwa kita tersesat dari padang rumput hijau dan menjadikan diri rentan dimangsa binatang buas), melainkan juga sebagai kesalahan kita. Kita membuat pelanggaran terhadap Allah dengan berjalan sesat dari-Nya, sebab kita sekalian menyimpang ke jalan kita masing-masing, dan dengan demikian menegakkan diri kita sendiri, dan kehendak kita sendiri, bertanding melawan Allah dan kehendak-Nya, yang merupakan kejahatan dosa. Bukannya berjalan dengan taat di jalan Allah, kita telah menyimpang secara sengaja dan keras kepala ke jalan kita sendiri, jalan yang disenangi hati kita sendiri, jalan yang kepadanya kita dipimpin oleh hawa nafsu kita yang bobrok. Kita sudah menegakkan diri untuk menjadi tuan atas diri kita sendiri, menjadi pengukir kehidupan kita sendiri, untuk melakukan apa yang kita mau dan mendapatkan apa yang kita ingini. Sebagian orang berpendapat bahwa itu menyiratkan jalan kita yang jahat, yang dibedakan dari jalan orang lain yang jahat. Para pendosa memiliki kesalahan mereka sendiri, dosa yang mereka sayangi, yang begitu mudah merintangi mereka, jalan mereka sendiri yang jahat, yang secara khusus mereka sukai dan yang dengannya mereka memberkati diri sendiri.

(2) Dosa-dosa kita adalah penderitaan dan kesengsaraan kita (ay. 4, KJV) atau, seperti yang dapat dibaca, penyakit dan luka-luka kita. Septuaginta membacanya, dosa-dosa kita, demikian pula dengan Rasul Petrus (1Ptr. 2:24). Kebobrokan-kebobrokan kita yang asali adalah sakit penyakit jiwa, keengganan yang sudah menjadi kebiasaan. Perbuatan-perbuatan kita yang melanggar adalah luka-luka jiwa, yang melukai hati nurani, jika tidak menghanguskan dan menumpulkannya. Atau dosa-dosa kita disebut sebagai penderitaan dan kesengsaraan kita, karena semua penderitaan dan kesengsaraan kita terjadi karena dosa-dosa kita, dan dosa-dosa kita pantas diganjar dengan segala penderitaan dan kesengsaraan kita, bahkan yang berada di luar batas dan bersifat kekal.

(3) Yesus Tuhan kita ditunjuk dan benar-benar melaksanakan karya penebusan dengan mempersembahkan diri-Nya sebagai korban bagi dosa-dosa kita, dan dengan demikian menyelamatkan kita dari hukuman akibat dosa.

[1] Ia ditunjuk untuk melakukannya, oleh kehendak Bapa-Nya, sebab TUHAN telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita sekalian. Allah memilih Dia untuk menjadi Juruselamat orang-orang berdosa yang malang, dan ingin supaya Dia menyelamatkan mereka dengan cara ini, dengan menanggung dosa-dosa mereka dan hukuman bagi dosa-dosa itu. Bukan idem – dengan cara yang sama yang seharusnya kita menderita, melainkan tantundem – apa yang lebih daripada yang sepadan untuk mempertahankan kehormatan dari kekudusan dan keadilan Allah dalam memerintah dunia. Cermatilah di sini, pertama, dengan cara apa kita diselamatkan dari kehancuran yang, karena dosa, akan menimpa kita, yaitu dengan menimpakan dosa-dosa kita pada Kristus, seperti dosa-dosa si pembawa korban ditimpakan pada korbannya, dan dosa-dosa seluruh Israael ditimpakan pada kambing jantan. Dosa-dosa kita dibuat untuk dipertemukan pada-Nya (demikian dalam tafsiran yang agak luas). Dosa-dosa semua orang yang akan diselamatkan-Nya, dari segala tempat dan di setiap zaman, bertemu pada-Nya, dan Ia dipertemukan dengan dosa-dosa itu. Dosa-dosa itu dibuat untuk jatuh menimpa-Nya (demikian sebagian orang membacanya), seperti orang-orang yang menyerbu Dia dengan pedang dan pentung untuk menangkap-Nya. Ditimpakannya dosa-dosa kita pada Kristus berarti diambilnya dosa-dosa itu dari kita. Kita tidak akan jatuh di bawah kutuk hukum Taurat jika kita berserah pada anugerah Injil. Dosa-dosa kita ditimpakan pada Kristus ketika Ia dibuat menjadi dosa (yaitu korban penghapus dosa) karena kita, dan menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan menjadi kutuk karena kita. Dengan demikian Ia menempatkan diri-Nya untuk mampu memberi kemudahan bagi orang-orang yang datang kepada-Nya dengan beban berat dosa. Lihat Mazmur 40:7-13. Kedua, oleh siapa hal ini ditetapkan. Tuhanlah yang menimpakan kejahatan-kejahatan kita pada Kristus. Tuhan merancangkan cara pendamaian dan keselamatan ini, dan Ia menerima korban pengganti yang akan dipersembahkan Kristus. Kristus diserahkan ke dalam maut oleh maksud dan rencana Allah. Tak seorang pun kecuali Allah yang mempunyai kuasa untuk menimpakan dosa-dosa kita pada Kristus, baik karena dosa itu diperbuat melawan Dia, dan kepada Allah-lah korban pemuasan harus dipersembahkan, maupun karena Kristus, yang kepada-Nya kejahatan itu akan ditimpakan, adalah Anak-Nya sendiri, Anak dari kasih-Nya, Yesus Anak-Nya yang kudus, yang tidak mengenal dosa. Ketiga, untuk siapa pendamaian ini dibuat. Kejahatan kita sekalianlah yang ditimpakan kepada Kristus. Sebab di dalam Kristus ada kebaikan yang memadai untuk keselamatan semua orang, dan penawaran yang sungguh-sungguh untuk keselamatan itu diberikan kepada semua orang, tanpa terkecuali, selain mereka yang mengecualikan diri mereka sendiri. Ini berarti bahwa jalan ini adalah satu-satu- nya jalan keselamatan. Semua orang yang dibenarkan, dibenarkan karena dosa-dosa mereka ditimpakan kepada Yesus Kristus. Dan, meskipun dosa itu begitu banyak, Ia sanggup menanggung beban semuanya.

[2] Ia mengambil tindakan untuk melakukannya. Allah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita. Tetapi apakah Kristus setuju melakukannya? Ya, benar. Sebab menurut sebagian orang, pembacaan yang benar untuk kata-kata berikutnya (ay. 7) adalah, hal itu dituntut, dan Ia memenuhi tuntutan itu. Keadilan ilahi menuntut korban pemuasan atau penebusan bagi dosa-dosa kita, dan Kristus bersedia memberikan korban pemuasan itu. Ia menjadi jaminan kita, bukan sebagai jaminan yang dari awal sama-sama terikat dengan kita, melainkan sebagai jaminan bahwa si terdakwa akan memenuhi tuntutan hukum: “Timpakanlah kutukan itu kepada-Ku, ya Bapa-Ku.” Dan karena itu, ketika ditangkap, Ia mengajukan syarat kepada orang-orang yang ke dalam tangan mereka Ia menyerahkan diri, yaitu bahwa murid-murid-Nya harus diperbolehkan pergi: Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi (Yoh. 18:8). Dengan tindakan-Nya sendiri secara sukarela, Ia menjadikan diri-Nya bertanggung jawab atas utang kita, dan untung bagi kita bahwa Ia bertanggung jawab. Dengan demikian Ia mengembalikan apa yang tidak dirampas-Nya.

(4) Setelah mengambil utang kita, Ia menjalani hukumannya. Salomo berkata: Sangat malanglah orang yang menanggung orang lain. Kristus, karena menjadi tanggungan bagi kita, betul-betul tertimpa kemalangan karenanya.

1. Penyakit kitalah yang ditanggung-Nya, dan kesengsaraan kita yang dipikul-Nya (ay. 4). Ia tidak hanya tunduk pada kelemahan-kelemahan yang biasanya ada dalam kodrat manusia, dan pada malapetaka-malapetaka yang biasanya menimpa kehidupan manusia, yang sudah dibawa masuk oleh dosa, tetapi juga menjalani kesedihan-kesedihan di luar batas, ketika Ia berkata, hati-Ku sangat sedih. Ia membuat kesengsaraan-kesengsaraan pada saat ini menjadi berat untuk diri-Nya sendiri, supaya Ia bisa membuatnya ringan dan mudah untuk kita. Dosa adalah ipuh dan racun dalam penderitaan dan kesengsaraan. Kristus menanggung dosa-dosa kita, dan dengan demikian menanggung penyakit kita, mengambilnya dari kita, supaya kita tidak tertekan melebihi kemampuan kita. Hal ini dikutip dalam 17 untuk menjelaskan belas kasihan Kristus terhadap orang-orang sakit yang datang kepada-Nya untuk disembuhkan dan kuasa yang dikerahkan-Nya untuk menyembuhkan mereka.

2. Imelakukan ini dengan menderita bagi dosa-dosa kita (ay. 5): Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, untuk mengadakan pendamaian atas pemberontakan kita dan mengadakan tebusan bagi kita demi mendapatkan pengampunan atas pemberontakan kita itu. Dosa-dosa kita adalah duri di kepala-Nya, paku di tangan dan kaki-Nya, dan tombak di lambung-Nya. Luka dan memar adalah akibat-akibat dosa, apa yang pantas kita dapatkan dan apa yang kita timpakan pada diri kita sendiri (1:6). Luka dan memar ini, meskipun sangat menyakitkan, tidak akan mematikan. Kristus tertikam oleh karena pemberontakan kita, tersiksa atau menderita (kata yang digunakan adalah rasa sakit seorang perempuan yang sedang melahirkan) karena perlawanan dan pemberontakan kita. Dia diremukkan, atau dihancurkan, oleh karena kejahatan kita. Kejahatan kitalah yang menyebabkan kematian-Nya. Maksud yang sama juga dikatakan dalam ayat 8, karena pemberontakan umat-Ku Ia kena tulah, pukulan yang seharusnya menghantam kita dikenakan kepada-Nya. Dan demikianlah sebagian orang membacanya, Ia terputus karena kejahatan umat-Ku, yang kepada merekalah pukulan itu seharusnya, atau sepantasnya, dikenakan. Ia telah diserahkan pada kematian karena pelanggaran kita (Rm. 4:25). Itulah sebabnya dikatakan sesuai dengan Kitab Suci, sesuai dengan bacaan ini, bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita (1Kor. 15:3). Sebagian orang membacanya, karena pemberontakan umat-Ku, yaitu karena tangan fasik orang-orang Yahudi, yang mengaku sebagai umat Allah, Ia dipukul, disalibkan, dan dibunuh (Kis. 2:23). Akan tetapi, tidak diragukan lagi, kita harus memahaminya dalam pengertian sebelumnya, yang sangat diperkuat oleh nubuat malaikat tentang pekerjaan Mesias, yang secara khidmat disampaikan kepada Daniel, bahwa Ia akan melenyapkan kefasikan, mengakhiri dosa, dan menghapuskan kesalahan (Dan. 9:24).

(5) Yang dihasilkan dari hal ini bagi kita adalah damai sejahtera dan kesembuhan kita (ay. 5).

[1] Dengan cara ini kita memperoleh damai sejahtara: Ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepada-Nya. Dia, dengan tunduk pada ganjaran-ganjaran ini, menghancurkan permusuhan, dan menegakkan persahabatan, antara Allah dan manusia. Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib-Nya. Walaupun karena dosa kita sudah menjadi menjijikkan bagi kekudusan Allah dan mengundang murka bagi keadilan-Nya, melalui Kristus Allah diperdamaikan dengan kita, dan tidak hanya mengampuni dosa-dosa kita dan menyelamatkan kita dari kehancuran, tetapi juga membawa kita ke dalam persahabatan dan persekutuan dengan diri-Nya. Dengan demikian damai sejahtera (yaitu semua yang baik) datang kepada kita (Kol. 1:20). Dialah damai sejahtera kita (Ef. 2:14). Kristus menderita kesakitan supaya kita bisa tenang. Ia memberikan kepuasan pada keadilan Allah supaya kita mendapat kepuasan dalam pikiran kita sendiri, supaya hati kita gembira, karena mengetahui bahwa melalui Dia dosa-dosa kita diampuni.

[2] Dengan cara ini kita menerima kesembuhan, sebab oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh. Dosa bukan hanya sebuah kejahatan, yang karenanya kita dihukum mati dan yang untuknya Kristus mengadakan penebusan untuk memperoleh pengampunan bagi kita, melainkan juga sebuah penyakit, yang berkuasa langsung mematikan jiwa kita dan yang kesembuhan darinya disediakan Kristus untuk kita. Oleh bilur-bilur-Nya (yaitu penderitaan-penderitaan yang dijalani-Nya) Ia memperoleh bagi kita Roh dan anugerah Allah untuk mematikan kebobrokan-kebobrokan kita, yang merupakan penyakit jiwa kita, dan membuat jiwa kita ada dalam keadaan yang sehat, supaya jiwa kita layak melayani Allah dan siap untuk menikmati-Nya. Dengan ajaran salib Kristus, dan alasan-alasan kuat yang dengannya kita diperlengkapi untuk melawan dosa, kuasa dosa dihancurkan dalam diri kita dan kita dibentengi terhadap apa yang menimbulkan penyakit.

(6) Yang dihasilkan dari hal ini bagi Kristus adalah kebangkitan dan pengangkatan-Nya pada kehormatan yang kekal. Hal ini membuat salib sama sekali bukan batu sandungan lagi. Ia menyerahkan diri-Nya untuk mati sebagai korban, sebagai anak domba. Dan untuk membuatnya jelas bahwa korban yang dipersembahkan-Nya, yaitu diri-Nya sendiri, diterima, kita diberi tahu di sini (ay. 8),

[1] Bahwa Ia dibebaskan: Sesudah penahanan dan penghukuman Ia terambil. Walaupun Ia dipenjara di dalam kubur di bawah hukum peradilan manusia, berbaring di sana karena ditangkap untuk utang kita, dan penghakiman tampaknya diberikan melawan-Nya, namun dengan perintah langsung dari sorga Ia diambil dari penjara kubur itu. Seorang malaikat diiutus dengan tujuan untuk menggulingkan batu di depan kubur dan membebaskan-Nya, yang dengannya penghakiman yang diberikan terhadap-Nya dibalikkan dan dicabut. Hal ini tidak hanya mendatangkan kehormatan bagi-Nya, melainkan juga penghiburan bagi kita. Sebab, setelah diserahkan karena pelanggaran kita, Ia dibangkitkan karena pembenaran kita. Jaminan dilepas berarti utang dihapus.

[2] Bahwa Ia diberi keutamaan: Tentang nasib-Nya siapakah yang memikirkannya? (KJV: Siapakah yang dapat memberitahukan keturunan-Nya). Siapakah yang dapat memberitahukan umur-Nya, atau keberlangsungan (demikian yang diartikan dari kata itu), masa hidup-Nya? Dia bangkit dan tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia. Dia yang telah mati sekarang hidup, dan hidup sampai selama-lamanya. Dan siapa yang dapat menggambarkan kekekalan yang ke dalamnya Ia bangkit, atau menghitung tahun-tahun dan masa-masanya? Dan Dia diangkat pada kehidupan kekal ini oleh karena pelanggaran umat-Nya, yang untuknya Ia menjadi taat sampai mati. Kita dapat memandangnya sebagai sesuatu yang menunjukkan masa kebergunaan-Nya, seperti Daud yang dikatakan melayani angkatannya, dan dengan demikian memenuhi tujuan hidup. Siapa yang bisa menyatakan betapa Kristus dengan kematian dan kebangkitan-Nya akan menjadi berkat yang besar bagi dunia? Sebagian orang memahami keturunannya sebagai keturunan rohani-Nya: Siapa yang dapat menghitung sejumlah besar orang yang bertobat, yang melalui Injil akan dilahirkan bagi-Nya, seperti embun di pagi hari?

Ketika ditinggikan seperti itu

Ia akan hidup untuk melihat

keturunan yang percaya dari anak-anak angkat-Nya, yang tak terhitung banyaknya;

bangsa yang ilahi yang melebihi bintang-bintang yang menghiasi ketinggian langit.

– Sir R. Blackmore

Mengenai keturunan-Nya ini, marilah kita berdoa, seperti Musa berdoa bagi Israel, TUHAN, Allah nenek moyang kami, kiranya menambahi mereka seribu kali lagi dari jumlah mereka sekarang dan memberkati mereka seperti yang dijanjikan-Nya kepada mereka (Ul. 1:11).


2. Dikabarkan oleh para malaikat pada waktu kelahiran Kristus (Lukas 2:14). Biarlah
manusia memperoleh sukacita ini: damai sejahtera di bumi, kehendak baik bagi manusia (KJV). Kehendak baik Allah dalam mengirim Sang Mesias membawa serta damai sejahtera di dunia bawah ini, mematahkan perseteruan yang ditimbulkan dosa antara Allah dan manusia, dan menetapkan kembali hubungan damai di antara keduanya.

Jika Allah berdamai dengan kita, semua damai sejahtera akan mengalir dari situ: hati nurani yang damai, damai dengan para malaikat, damai di antara bangsa Yahudi dan bangsa bukan-Yahudi. Damai di sini adalah bagi semua kebaikan, semua yang baik yang mengalir dari penjelmaan Kristus. Semua kebaikan yang kita miliki atau yang kita harapkan, semuanya bersumber pada kehendak baik atau perkenan Allah.

Dan jika kita mendapatkan penghiburan dari semua kebaikan itu, maka Dia harus memperoleh kemuliaan atas semuanya itu. Dan oleh karena itu juga, tidak akan ada damai sejahtera dan kebaikan dapat diperoleh melalui cara yang tidak sejalan dengan kemuliaan Allah, tidak melalui jalan dosa atau jalan lain apa pun, selain melalui seorang Pengantara. Inilah damai yang dinyatakan dengan penuh kekhidmatan. Karena itu, siapa pun yang mau, biarlah mereka datang dan menerima manfaat dari perdamaian yang ditawarkan Allah. Itulah damai sejahtera di bumi bagi manusia yang berkehendak baik (begitulah terjemahan beberapa salinan naskah), en anthrōpois eudokias; bagi manusia yang memiliki kehendak baik kepada Allah dan yang bersedia diperdamaikan, atau bagi manusia yang kepadanya Allah berkenan atau menyatakan kehendak baik-Nya, karena belas kasihan-Nya.

Lihatlah betapa tergugahnya perasaan para malaikat bagi manusia, akan kesejahteraan dan kebahagiaannya. Betapa senangnya para malaikat atas penjelmaan Anak Allah, walaupun Ia tidak mengambil rupa mereka. Jadi, tidakkah hati kita akan lebih tergugah lagi karena hal itu? Ini adalah pernyataan kesetiaan, yang disaksikan dan dibenarkan oleh kawanan malaikat yang tak terhitung jumlahnya, dan layak untuk diterima dengan baik, yaitu bahwa kehendak baik atau perkenan Allah kepada manusia adalah kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi, dan damai sejahtera di bumi.

3. Menghapuskan surat hutang dengan semua ketentuan-
ketentuannya perlu untuk;  Tubuh yang satu itu pertama-tama tubuh jasmaniah Kristus sendiri yang dikorbankan di salib, Kol 1:22; tetapi selanjutnya tubuh itu juga Tubuh "Mistik" Kristus, di mana bersatu-padulah seluruh anggota yang diperdamaikan satu sama lain, (Ef 2:16; Kol 2:14; 1Ko 12:12). 

1. Orang Yahudi dengan orang bukan Yahudi satu sama lain. Ia telah mempersatukan kedua pihak, dengan memperdamaikan dua kelompok manusia ini, yang tadinya cenderung saling menyakiti, saling membenci, dan saling mengecam. Yesus telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan. Tembok itu adalah hukum keupacaraan, yang menciptakan perselisihan yang besar itu, dan menjadi lambang keistimewaan orang Yahudi. Hukum ini disebut sebagai tembok pemisah, sebagai kiasan yang merujuk pada tembok pemisah yang ada di bait Suci, yang memisahkan pelataran untuk orang bukan Yahudi dengan pelataran yang hanya boleh dimasuki oleh orang Yahudi. Jadi, dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah melenyapkan perseteruan itu (ay. 15, KJV), melalui penderitaan-Nya sebagai manusia, untuk mengangkat kuasa hukum keupacaraan yang mengikat (dengan demikian, menyingkirkan penyebab perseteruan dan jarak antara kedua kelompok tersebut), yang di sini disebut sebagai hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, karena hukum ini mencakup sekumpulan besar ritual dan upacara lahiriah, dan terdiri dari banyak ketetapan dan petunjuk mengenai sisi lahiriah dari penyembahan ilahi. Semua upacara hukum telah dibatalkan oleh Kristus, karena telah digenapi di dalam Dia. Dengan menyingkirkan penghalang ini, Kristus membentuk sebuah jemaat yang terdiri dari orang-orang percaya, baik Yahudi maupun bukan Yahudi. Dengan demikian, Ia menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya. Ia membentuk kedua belah pihak menjadi satu kelompok yang baru, atau kumpulan umat Allah, mempersatukan mereka dengan diri-Nya sebagai kepala mereka, setelah mereka diperbarui oleh Roh Kudus, dan sekarang telah sepakat di dalam cara penyembahan yang baru menurut Injil, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera antara kedua belah pihak yang tadinya sangat berseteru.

2. Ada suatu permusuhan antara Allah dengan orang berdosa, baik Yahudi maupun bukan Yahudi, dan Kristus datang untuk menghapuskan permusuhan itu, dan untuk mendamaikan keduanya dengan Allah (ay. 16). Dosa melahirkan perselisihan antara Allah dan manusia. Kristus datang untuk mengatasi perselisihan itu dan mengakhirinya, dengan mendamaikan orang Yahudi dan orang bukan Yahudi yang sekarang dikumpulkan dan dijadikan satu tubuh itu dengan Allah yang telah dibuat murka dan dimusuhi. Ini dilakukan-Nya melalui salib, atau melalui pengorbanan diri-Nya sendiri di atas kayu salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.

Dia, yang telah disembelih atau dikorbankan, melenyapkan perseteruan yang tadinya ada di antara Allah dan orang-orang berdosa yang malang. Rasul Paulus lebih lanjut menggambarkan keuntungan besar yang diperoleh kedua belah pihak melalui perantaraan Tuhan Yesus Kristus (ay. 17). Kristus, yang telah membeli damai sejahtera di atas kayu salib, datang, sebagian di dalam wujud diri-Nya sendiri, kepada orang Yahudi, yang di sini dikatakan bahwa mereka selama ini dekat, dan sebagian di dalam diri rasul-rasul-Nya, yang telah diutus-Nya untuk memberitakan Injil kepada orang bukan Yahudi, yang dikatakan bahwa mereka selama ini jauh, dalam pengertian yang telah dijelaskan sebelumnya. Dan memberitakan damai sejahtera, atau mengungkapkan syarat-syarat untuk berdamai dengan Allah dan memperoleh kehidupan kekal. Perhatikan di sini, ketika para utusan Kristus menyampaikan pesan-pesan kebenaran-Nya, pada dasarnya itu sama saja seperti Dia sendiri yang melakukannya secara langsung.

Dia dikatakan memberitakan Injil melalui mereka, sehingga barangsiapa menerima mereka berarti menerima Dia, dan siapa merendahkan mereka (yang bertindak atas amanat-Nya, dan menyampaikan pesan-Nya) berarti merendahkan dan menolak Kristus sendiri. Nah, yang dihasilkan oleh damai sejahtera ini adalah kebebasan yang dimiliki oleh baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi untuk datang kepada Allah (ay. 18). Karena oleh Dia, di dalam nama-Nya dan oleh karena pengantaraan-Nya, kita kedua pihak beroleh jalan masuk atau izin untuk masuk ke dalam hadirat Allah, yang telah menjadi Bapa yang diperdamaikan dengan keduanya. Takhta kasih karunia didirikan bagi kita untuk kita hampiri, dan kebebasan untuk mendekat kepada takhta itu diberikan kepada kita. 

Jalan kita diberikan melalui Roh Kudus. Kristus membeli bagi kita izin untuk datang kepada Allah, sedangkan Roh memberi kita hati yang rindu untuk datang dan kekuatan untuk datang, bahkan memberikan kasih karunia agar kita dapat melayani Allah dalam perkenan-Nya. Perhatikan, kita mendekat kepada Allah, melalui Yesus Kristus, dengan pertolongan Roh Kudus. Setelah jemaat Efesus diubahkan, dan memiliki kebebasan begitu rupa untuk menghampiri Allah, seperti halnya orang Yahudi, dan yang diberikan oleh Roh yang sama, mereka diberi tahu oleh Rasul Paulus, demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang (ay. 19).

Ini disebutkannya untuk mempertentangkan apa yang dikatakannya mengenai mereka ketika mereka masih kafir, bahwa sekarang mereka bukan lagi tidak termasuk kewargaan Israel, dan tidak lagi seperti yang cenderung dikatakan oleh orang Yahudi mengenai semua bangsa di bumi selain mereka sendiri (yaitu, bahwa mereka adalah orang asing di hadapan Allah), melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, maksudnya, anggota jemaat Kristus, dan berhak menerima semua keistimewaan sebagai jemaat Kristus. Perhatikan, di sini jemaat diibaratkan sebagai sebuah kota, dan setiap orang berdosa yang diubahkan bebas untuk tinggal di kota itu. Jemaat juga diibaratkan sebagai sebuah rumah, dan setiap orang berdosa yang diubahkan menjadi penghuni rumah itu, menjadi anggota keluarga, hamba dan anak di dalam rumah Allah.

Di ayat 20, jemaat diumpamakan sebagai sebuah bangunan. Para rasul dan nabi adalah dasar dari bangunan itu. Mereka disebut demikian dalam pengertian sampingan, karena Kristus sendirilah yang merupakan dasar yang utama. Namun lebih baik kita menafsirkannya sebagai ajaran yang disampaikan oleh para nabi Perjanjian Lama dan para rasul Perjanjian Baru. Kelanjutan dari pernyataan ini adalah, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia, baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi bertemu, dan menjadi satu jemaat, dan Kristus menopang bangunan itu dengan kekuatan-Nya. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, dst. (ay. 21). Semua orang percaya, yang membentuk seluruh bangunan itu, karena dipersatukan kepada Kristus melalui iman, dan dipersatukan di antara mereka sendiri melalui kasih Kristen, menjadi bait Allah yang kudus, menjadi kumpulan yang suci, di mana di dalamnya ada banyak persekutuan antara Allah dan umat-Nya. Seperti di dalam Bait Suci, mereka menyembah dan melayani Dia, sedangkan Ia menampakkan diri-Nya kepada mereka. 

Mereka mempersembahkan korban rohani kepada Allah, dan Ia mencurahkan berkat dan perkenan-Nya kepada mereka. Karena itu, bangunan ini, berdasarkan sifatnya, adalah sebuah bait, bait yang kudus. Karena jemaat merupakan tempat di mana Allah telah memilih untuk menaruh nama-Nya, dan jemaat menjadi bait yang seperti itu oleh kasih karunia dan kekuatan yang diturunkan dari-Nya sendiri – di dalam Tuhan. Karena dibangun di atas Kristus sebagai batu fondasinya, dan dipersatukan di dalam Kristus sebagai batu penjurunya, pada akhirnya jemaat secara keseluruhan akan dipermuliakan di dalam Dia sebagai batu penutup: Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan, dst. (ay. 22). 

Perhatikan, bukan hanya jemaat secara keseluruhan yang disebut sebagai bait Allah, tetapi juga jemaat yang berdiri sendiri. Dan bahkan setiap orang percaya yang sejati adalah bait Allah yang hidup, menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh. Sekarang Allah berdiam di dalam diri setiap orang percaya, karena mereka telah menjadi bait Allah melalui pekerjaan Roh yang mulia. Sekarang Dia tinggal di dalam mereka, supaya ini menjadi jaminan bahwa mereka tinggal bersama dengan Dia sampai pada kekekalan.