REKONSILIAS SEBAGAI PENGGANTI
Latar Belakang
Perdamaian Yesus untuk kebaikan kitalah, dan sebagai ganti kita, Yesus Kristus menderita. Hal ini ditegaskan di sini dengan jelas dan utuh, dan dalam berbagai macam ungkapan penekanan. Kita lihat bersama-sama dengan seksama untuk memahami bahwa Yesus Kristus sebagai Tuhan yang merekonsiliasi.
1. Orang Yahudi dengan orang bukan Yahudi satu sama lain. Ia telah mempersatukan
kedua pihak, dengan memperdamaikan dua kelompok manusia ini, yang tadinya cenderung saling menyakiti, saling membenci, dan saling mengecam. Yesus telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan. Tembok itu adalah hukum keupacaraan, yang menciptakan perselisihan yang besar itu, dan menjadi lambang keistimewaan orang Yahudi. Hukum ini disebut sebagai tembok pemisah, sebagai kiasan yang merujuk pada tembok pemisah yang ada di bait Suci, yang memisahkan pelataran untuk orang bukan Yahudi dengan pelataran yang hanya boleh dimasuki oleh orang Yahudi. Jadi, dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah melenyapkan perseteruan itu (ay. 15, KJV), melalui penderitaan-Nya sebagai manusia, untuk mengangkat kuasa hukum keupacaraan yang mengikat (dengan demikian, menyingkirkan penyebab perseteruan dan jarak antara kedua kelompok tersebut), yang di sini disebut sebagai hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, karena hukum ini mencakup sekumpulan besar ritual dan upacara lahiriah, dan terdiri dari banyak ketetapan dan petunjuk mengenai sisi lahiriah dari penyembahan ilahi.
Semua upacara hukum telah dibatalkan oleh Kristus, karena telah digenapi di dalam Dia. Dengan menyingkirkan penghalang ini, Kristus membentuk sebuah jemaat yang terdiri dari orang-orang percaya, baik Yahudi maupun bukan Yahudi. Dengan demikian, Ia menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya. Ia membentuk kedua belah pihak menjadi satu kelompok yang baru, atau kumpulan umat Allah, mempersatukan mereka dengan diri-Nya sebagai kepala mereka, setelah mereka diperbarui oleh Roh Kudus, dan sekarang telah sepakat di dalam cara penyembahan yang baru menurut Injil, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera antara kedua belah pihak yang tadinya sangat berseteru.
2. Ada suatu permusuhan antara Allah dengan orang berdosa, baik Yahudi maupun bukan Yahudi, dan Kristus datang untuk menghapuskan permusuhan itu, dan untuk mendamaikan keduanya dengan Allah (ay. 16). Dosa melahirkan perselisihan antara Allah dan manusia. Kristus datang untuk mengatasi perselisihan itu dan mengakhirinya, dengan mendamaikan orang Yahudi dan orang bukan Yahudi yang sekarang dikumpulkan dan dijadikan satu tubuh itu dengan Allah yang telah dibuat murka dan dimusuhi. Ini dilakukan-Nya melalui salib, atau melalui pengorbanan diri-Nya sendiri di atas kayu salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu. Dia, yang telah disembelih atau dikorbankan, melenyapkan perseteruan yang tadinya ada di antara Allah dan orang-orang berdosa yang malang. Rasul Paulus lebih lanjut menggambarkan keuntungan besar yang diperoleh kedua belah pihak melalui perantaraan Tuhan Yesus Kristus (ay. 17).
Kristus, yang telah membeli damai sejahtera di atas kayu salib, datang, sebagian di dalam wujud diri-Nya sendiri, kepada orang Yahudi, yang di sini dikatakan bahwa mereka selama ini dekat, dan sebagian di dalam diri rasul-rasul-Nya, yang telah diutus-Nya untuk memberitakan Injil kepada orang bukan Yahudi, yang dikatakan bahwa mereka selama ini jauh, dalam pengertian yang telah dijelaskan sebelumnya. Dan memberitakan damai sejahtera, atau mengungkapkan syarat-syarat untuk berdamai dengan Allah dan memperoleh kehidupan kekal. Perhatikan di sini, ketika para utusan Kristus menyampaikan pesan-pesan kebenaran-Nya, pada dasarnya itu sama saja seperti Dia sendiri yang melakukannya secara langsung. Dia dikatakan memberitakan Injil melalui mereka, sehingga barangsiapa menerima mereka berarti menerima Dia, dan siapa merendahkan mereka (yang bertindak atas amanat-Nya, dan menyampaikan pesan-Nya) berarti merendahkan dan menolak Kristus sendiri. Nah, yang dihasilkan oleh damai sejahtera ini adalah kebebasan yang dimiliki oleh baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi untuk datang kepada Allah (ay. 18).
Karena oleh Dia, di dalam nama-Nya dan oleh karena pengantaraan-Nya, kita kedua pihak beroleh jalan masuk atau izin untuk masuk ke dalam hadirat Allah, yang telah menjadi Bapa yang diperdamaikan dengan keduanya. Takhta kasih karunia didirikan bagi kita untuk kita hampiri, dan kebebasan untuk mendekat kepada takhta itu diberikan kepada kita. Jalan kita diberikan melalui Roh Kudus. Kristus membeli bagi kita izin untuk datang kepada Allah, sedangkan Roh memberi kita hati yang rindu untuk datang dan kekuatan untuk datang, bahkan memberikan kasih karunia agar kita dapat melayani Allah dalam perkenan-Nya. Perhatikan, kita mendekat kepada Allah, melalui Yesus Kristus, dengan pertolongan Roh Kudus. Setelah jemaat Efesus diubahkan, dan memiliki kebebasan begitu rupa untuk menghampiri Allah, seperti halnya orang Yahudi, dan yang diberikan oleh Roh yang sama, mereka diberi tahu oleh Rasul Paulus, demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang (ay. 19). Ini disebutkannya untuk mempertentangkan apa yang dikatakannya mengenai mereka ketika mereka masih kafir, bahwa sekarang mereka bukan lagi tidak termasuk kewargaan Israel, dan tidak lagi seperti yang cenderung dikatakan oleh orang Yahudi mengenai semua bangsa di bumi selain mereka sendiri (yaitu, bahwa mereka adalah orang asing di hadapan Allah), melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, maksudnya, anggota jemaat Kristus, dan berhak menerima semua keistimewaan sebagai jemaat Kristus.
Perhatikan, di sini jemaat diibaratkan sebagai sebuah kota, dan setiap orang berdosa yang diubahkan bebas untuk tinggal di kota itu. Jemaat juga diibaratkan sebagai sebuah rumah, dan setiap orang berdosa yang diubahkan menjadi penghuni rumah itu, menjadi anggota keluarga, hamba dan anak di dalam rumah Allah. Di ayat 20, jemaat diumpamakan sebagai sebuah bangunan. Para rasul dan nabi adalah dasar dari bangunan itu. Mereka disebut demikian dalam pengertian sampingan, karena Kristus sendirilah yang merupakan dasar yang utama. Namun lebih baik kita menafsirkannya sebagai ajaran yang disampaikan oleh para nabi Perjanjian Lama dan para rasul Perjanjian Baru. Kelanjutan dari pernyataan ini adalah, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia, baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi bertemu, dan menjadi satu jemaat, dan Kristus menopang bangunan itu dengan kekuatan-Nya. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, dst. (ay. 21). Semua orang percaya, yang membentuk seluruh bangunan itu, karena dipersatukan kepada Kristus melalui iman, dan dipersatukan di antara mereka sendiri melalui kasih Kristen, menjadi bait Allah yang kudus, menjadi kumpulan yang suci, di mana di dalamnya ada banyak persekutuan antara Allah dan umat-Nya. Seperti di dalam Bait Suci, mereka menyembah dan melayani Dia, sedangkan Ia menampakkan diri-Nya kepada mereka. Mereka mempersembahkan korban rohani kepada Allah, dan Ia mencurahkan berkat dan perkenan-Nya kepada mereka.
Karena itu, bangunan ini, berdasarkan sifatnya, adalah sebuah bait, bait yang kudus. Karena jemaat merupakan tempat di mana Allah telah memilih untuk menaruh nama-Nya, dan jemaat menjadi bait yang seperti itu oleh kasih karunia dan kekuatan yang diturunkan dari-Nya sendiri – di dalam Tuhan. Karena dibangun di atas Kristus sebagai batu fondasinya, dan dipersatukan di dalam Kristus sebagai batu penjurunya, pada akhirnya jemaat secara keseluruhan akan dipermuliakan di dalam Dia sebagai batu penutup: Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan, dst. (ay. 22). Perhatikan, bukan hanya jemaat secara keseluruhan yang disebut sebagai bait Allah, tetapi juga jemaat yang berdiri sendiri. Dan bahkan setiap orang percaya yang sejati adalah bait Allah yang hidup, menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh. Sekarang Allah berdiam di dalam diri setiap orang percaya, karena mereka telah menjadi bait Allah melalui pekerjaan Roh yang mulia. Sekarang Dia tinggal di dalam mereka, supaya ini menjadi jaminan bahwa mereka tinggal bersama dengan Dia sampai pada kekekalan.
Ev. Matius Sobolim M. Th.