Sabtu, 15 Juni 2013

Memahami Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Baru, Dosa yang Mendatangkan Maut.



Memahami Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Baru, Dosa yang Mendatangkan Maut. 



Oleh
Matius Soboliem, S. Th.

1 Yohanes 5:13-21 Pengetahuan akan hidup yang kekal 5:13 Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal. 5:14 Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya. 5:15 Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya. 5:16 Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa. 5:17 Semua kejahatan adalah dosa, tetapi ada dosa yang tidak mendatangkan maut. 5:18 Kita tahu, bahwa setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa; tetapi Dia yang lahir dari Allah melindunginya, dan si jahat tidak dapat menjamahnya.5:19 Kita tahu, bahwa kita berasal dari Allah dan seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat. 5:20 Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam Anak-Nya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal. 5:21 Anak-anakku, waspadalah terhadap segala berhala. 

Adakah dosa yang tidak dapat diampuni? Jika kita membaca 1 Yohanes 5: 16-17, jelas tidak ada masalah dalam memahami bahwa kita harus berdoa untuk saudara seiman yang berdosa. Sama dengan Yohanes, orang Kristen mengakui bahwa "semua kejahatan adalah dosa" dan dosa memisahkan rna nu sia dari Allah. Dengan demikian doa dan bimbingan yang lemah lembut tampaknya harus dilakukan jika kita melihat seorang saudara seiman berbuat dosa. Tetapi masalah yang ditimbulkan Yohanes adalah disebutkannya "dosa yang mendatangkan maut." di mana doa tidak dilakukan (bukan berarti doa itu salah, tetapi tidak ada gunanya). Dosa apakah itu? Dan kematian apakah yang dimaksudkan-jasmani atau rohani? Karena kita sendiri kadang-kadang jatuh ke dalam dosa, maka pertanyaan-pertanyaan di .uas memiliki arti praktis bagi kita masing-masing. Ini bukanlah sckadar memecahkan masalah akademis dari Kitab Suci. 

Ketika menyelidiki bacaan ini kita melihat, pertama, bahwa kalimat tersebut terdapat pada akhir Kitab 1 Yohanes, tepat setelah anjuran untuk berdoa (5:13-15). Menurut Yohanes, karena "kita tahu bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kit a minta kepada-Nya" maka kita harus berdoa untuk "saudara-saudara kita" yang berdosa. Yakobus menggunakan susunan yang serupa pada akhir suratnya. Setelah berbicara tentang doa penyembuhan (Yakobus 5:13-16), ia mencatat anjuran untuk berdoa yang diberikan oleh Elia (ayat 17-18 ), lalu berbicara tentang mengembalikan orang berdosa dari jalannya yang salah dan dengan demikian menyelamatkan orang itu dari maut (ayat 19-20). ltulah tujuan dari kitab yang ditulisnya. Susunan surat yang menyatakan pengharapan akan kesehatan ditambah dengan kalimat yang menyatakan tujuan pada penutup surat ini merupakan ciri khas dari salah satu bentuk surat berbahasa Yunani. Dengan demikian kita tidak merasa terkejut bahwa pada penutup suratnya Yohanes juga menuliskan suatu pengharapan akan kesehatan sebelum sampai pada pernyataan tujuannya yang terakhir (barangkali 5:20).   
 
Tetapi kehidupan dan kematian apakah yang sedang dibicarakan oleh Yohanes? Inilah pertanyaan kita yang hidup di zaman modern; bukan pertanyaan salah seorang pembaca Yohanes, karena kalimatnya yang singkat mengasumsikan bahwa mereka mengetahui apa yang sedang dibicarakannya. Kita hams mengungkap hal ini dari surat-suratnya selanjutnya. Kita lihat bahwa Kitab 1Yohanes menggunakan istilah "hidup" tiga belas kali, tujuh di antaranya dalam pasal ini. Karena yang dimaksudkannya adalah kehidupan rohani (kehidupan kekal) dalam setiap penggunaan lainnya dari istilah tersebut, maka kita menduga bahwa pengertiannya dalam teks ini juga sama. Seperti pada dua bacaan lainnya (keduanya dalam Yohanes 3:14), Yohanes menggunakan kata "maut" untuk menunjukkan ketaatan rohani, bukan kematian jasmani. jadi meskipun dalam Perjanjian Baru dosa dapat mengakibatkan kematian jasmani (1 Korintus 11:30; bandingkan Kisah Para Rasul 5:1-11; 1Korintus 5:5) dan penyakit jasmani (Yakobus 5:15-16), tampaknya bukan itu pengertlannya dalam bacaan ini. Hal ini secara khusus benar kareria dalam kitab Injil maupun surat-suratnya Yohanes menganggap kematian jasmani sebagai sesuatu yang telah ditaklukkan oIeh orang percaya (Yohanes 8:51; 11:26; 1Yohanes 3:14). 

Jika demikian, dosa apakah (bukan perbuatan dosa tertentu melainkan kualitas dosa) yang mengakibatkan kematian rohani? Dalam Perjanjian Lama beberapa dosa mengakibatkan hukuman mati, sedang lainnya tidak (Bilangan 18:22; Ulangan 22:26). Secara khusus, pelanggaran perintah Allah secara disengajamengakibatkan kematian, sedangkan dosa yang tidak disengaja tidak mengakibatkan kematian (Imamat4:2, 13,22,27; 5:15; 17:18; Ulangan 15:27-31; Ulangan 17:12). Dibedakannya kedua dosa iru Juga merupakan sesuatu yang umum pada literatur Yahudi abad pertama. Meskipun semua referensi Perjanjian Lama ini menunjukkan kematian jasmani dari orang yang melakukan dosa tersebut, tidaklah mengejutkan jika Yohanes menafsirkan kembali konsep itu sebagai kehidupan dan kematian rohani, karena itulah yang menjadi pusat perhatiannya. 

Dalam hal ini Yohanes melihat pada Yesus, yang menyebutkan dosa yang tidak dapa t diampum (Markus 3:28 dan bacaan-bacaan yang sebanding). Dosa apakah itu? Bagi Yesus dosa itu adalah melihat pekerjaan Roh Kudus tetapi menyebutnya sebagai pekerjaan setan. Secara serupa, Yohanes merasa prihatin akan sekelompok orang yang murtad, mereka yang dulunya merupakan bagian dan masyarakat Kristen tetapi kemudian meninggalkannya. Apa dosa mereka? Mereka terus hidup dalam dosa (dan dengan dernikian membenarkan dosa tersebut), mereka saling membenci dan memisahkan diri dari teman-teman Kristen lainnya (dengan dernikian mereka tidak mempraktikkan perintah tentang kasih), mereka mengasihi dunia dan bahkan menyangkal bahwa Yesus telah "menjadi manusia" (barangkali penyangkalan bahwa Kristus benar-benar memiliki tubuh jasmani). Semua itu bukanlah kesalahan yang terjadi secara kebetulan atau tergelincir ke dalam dosa tertentu, melainkan sengaja menyimpang dari kobcnaran yang telah mereka alami dalam masyarakat Kristen. Meskipun mereka mungkin masih menganggap diri Kristen, Yohanes mengetahui bahwa nilai-nilai dan doktrin mereka bcrbeda dengan yang terdapat dalam kelompoknya. 

Jika dernikian, mengapa Yohanes tidak mengatakan bahwa kita harus berdoa bagi mereka? Jawabannya adalah karena doa semacam itu tidak ada gunanya. Masalahnya bukanlah doa itu salah. Meskipun Yohanes jelas tidak menghendaki orang Kristen berdoa agar orang-orang tersebut diampuni, ia memilih kata-katanya dengan hati-hati dan tidak melarang orang Kristen untuk melakukannya. Masalahnya adalah orang-orang tersebut tidak menyesal atau pun ingin bertobat. Seperti orang-orang yang digambarkan dalam Ibrani 6, mereka telah mengenal kebenaran dan men galami sepenuhnya apa yang menjadi milik Allah, tetapi mereka mengambil jalan yang menyimpang. Meskipun Allah pasti akan mengampuni mereka. jika mereka bertobat, tidak satu hal pun akan mengubah pikiran mereka. Mereka telah meninggalkan masyarakat Kristen yang benar. Mereka "mengetahui" bahwa mereka benar dan Yohanes salah. Berdoa agar mereka diampuni tak ada gunanya. Pengampunan diberikan kepada orang-orang yang menyesali dosa mereka, bukan yang dengan sengaja tetap hidup dalam dosa.

Tetapi bukan itu yang menjadi perhatian utama Yohanes. Inti pembicaraannya adalah orang Kristen luirus berdoa bagi jernaat Kristen lainnya yang berdosa. Mengapa mereka harus melakukan hal ini? Pertama, Allah tampaknya lebih suka memberikan pengampunan melalui pengakuan kepada orang lain dan doa orang lain (seperti dalam Yakobus 5:15-16). Secara psikologis hal ini membuat pertobatan menjadi jauh lebih nyata dan dengan dernikian lebih bertahan lama. Kedua, dosa har.us dianggap sebagai hal yang serius. Kesalahan hari ini, jika kita biarkan, dapat berubah menjadi tipu muslihat, dan saudara seiman kita akan semakin jauh dari Allah sehmgga akhirnya mereka terrnasuk dalam kelompok yang murtad. Saat untuk turun tangan bukanlah ketika seseorang telah menjadi keras hati dan menyimpang dari jalan Allah, tetapi ketika dosanya pertama kali kita lihat. Jika ada yang mendoakannya pada saat itu, maka ia akan hidup dan tidak akan semakin jauh dari Allah. 

Dengan demikian Yohanes menghendaki dua hal yang sering kali kurang dipraktikkan dalam gereja masa kini. Yang pertama adalah mengambil tanggung jawab atas kesejahteraan rohani dari ternan-teman Kristen; yaitu mengamati kesalahan (kita dapat "melihat" dosa; dosa itu tampak), menegur orang berdosa (Galatia 6:1-2), dan berdoa agar mereka mendapatkan pengampunan. Yang kedua adalah menganggap dosa sebagai hal yang serius, dan menyadari bahwa dosa itu benar-benar dapat.[1] menimbulkan konsekuensi yang serius jika kita tetap hidup di dalam-Nya. Dengan demikian kita harus hidup dalarn rasa takut yang benar di hadapan Allah dan memanggil orang lain untuk melakukan hal yang sama. Yohanes tidak ingin kita hidup dalam ketakutan bahwa kita telah melakukan dosa "yang mendatangkan maut," [2]karena rasa takut yang benar merupakan petunjuk mengenai pertobatan kita, dan hal itu berarti kita tidak melakukan dosa semacam itu. Yohanes ingin memanggil kita untuk terbuka satu sama lain sehingga kita dapat memberikan dan menerima tegman. Dengan demikian kita bukan saja akan saling menjaga dari pemberon takan yang disengaja dan akibatnya, melainkan juga saling menolong untuk berjalan dalam persekutuan yang erat dengan Allah yang adalah terang (1 Yohanes 1:5).  [3]






                [1] Peter H Davids, Ucapan yang Sulit Dalam Perjanjian Baru, SAAT Malang, p. 272 .
                [2] Artikel Terkait : DOSA YANG TIDAK MENDATANGKAN MAUT, di http://www.sarapanpagi.org/dosa-yang-ti ... .html#p2287.
                [3] Peter H Davids, Ucapan yang Sulit Dalam Perjanjian Baru, SAAT Malang, p. 272  Artikel Terkait : DOSA YANG TIDAK MENDATANGKAN MAUT, di http://www.sarapanpagi.org/dosa-yang-ti ... .html#p2287.


Dosa Terhadap Roh Kudus


Dosa Terhadap Roh Kudus
Oleh : Matius Soboliem, S. Th. 




Markus 3:22-29
3:22 Dan ahli-ahli Taurat yang datang dari Yerusalem berkata: "Ia kerasukan Beelzebul," dan: "Dengan penghulu setan Ia mengusir setan." 3:23 Yesus memanggil mereka, lalu berkata kepada mereka dalam perumpamaan: "Bagaimana Iblis dapat mengusir Iblis? 3:24 Kalau suatu kerajaan terpecah-pecah, kerajaan itu tidak dapat bertahan, 3:25 dan jika suatu rumah tangga terpecah-pecah, rumah tangga itu tidak dapat bertahan. 3:26 Demikianlah juga kalau Iblis berontak melawan dirinya sendiri dan kalau ia terbagi-bagi, ia tidak dapat bertahan, melainkan sudahlah tiba kesudahannya. 3:27 Tetapi tidak seorang pun dapat memasuki rumah seorang yang kuat untuk merampas harta bendanya apabila tidak diikatnya dahulu orang kuat itu. Sesudah itu barulah dapat ia merampok rumah itu. 3:28 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semua dosa dan hujat anak-anak manusia akan diampuni, ya, semua hujat yang mereka ucapkan. 3:29 Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal." 3:30 Ia berkata demikian karena mereka katakan bahwa Ia kerasukan roh jahat.

Markus mencatat para ahli Taurat atau ahli dalam hukum Yahudi datang dari Yerusalem ke Galilea untuk menilai pekerjaan yang dilakukan Tuhan Yesus disana, seperti apa yang mereka dengar, terutama pelayananNya dalam mengusir setan. Namun para ahli Taurat membuat kesimpulan aneh : "Ia kerasukan Beelzebul," dan: "Dengan penghulu setan Ia mengusir setan." (Markus 3:22). (Beelzebul adalah nama dewa orang Kanaan yang berarti "Tuhan dari tempat yang tinggi", tapi disini digunakan orang-orang Yahudi untuk menunjukkan penguasa neraka, tempat kediaman setan-setan). Ketika Tuhan Yesus mengetahui hal itu, Ia mengungkapkan kemustahilan anggapan bahwa kuasa setan dapat diusir dengan pertolongan setan pula. Seanjutnya Yesus mengatakan bahwa orang yang menyimpulkan hal itu sebagai menghujat Roh Kudus. Mengapa? Karena dengan sengaja mereka menganggap kegiatan Roh Kudus berasal dari setan. 

Setiap macam dosa, setiap bentuk hujat atau umpat secara tersirat dinyatakan dapat diampuni bila dosa-dosa itu disesali. Tapi bagaimana jika seseorang harus menyesali hujatannya terhadap Roh Kudus? Apakah tidak ada pengampunan bagi mereka yang menyesali dosa itu? 


Jawabannya, sifat dasar dari dosa ini, yaitu orang yang melakukannya tidak tahu bahwa mereka berbuat dosa. Markus menceritakan pada para pembacanya mengapa Tuhan Yesus mengatakan bahwa para ahli Taurat itu menghujat Roh Kudus; karena mereka telah mengatakan "Ia kerasukan roh jahat" (Markus 3:30). Jadi, pada waktu Yesus memperingatakan tentang dosa yang tidak dapat diampuni, konteksnya adalah "tuduhan padaNya yang bekerjasama dengan Setan". Peringatan-Nya itu merupakan peringatan yang serius dan sangat menakutkan. 

Yesus ketika itu sedang menyatakan Hukum Kerajaan Allah, dan kesembuhan bagi yang sakit, yang dikuasai roh jahat dan ini merupakan tanda bahw hukum Kerajaan Allah hadir dan aktif dalam pelayananNya. "Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu." (Matius 12:28, lihat juga di Lukas 11:20).

Bila ada orang yang memandang kesembuhan yang Dia lakukan terhadap tubuh dan jiwa manusia, tapi tetap bertahan pada pendirian bahwa Ia melakukan semua itu dengan bantuan setan, maka mata mereka tertutup erat-erat terhadap terang; bagi mereka terang telah berubah menjadi kegelapan dan yang baik telah menjadi jahat. Terrang tersedia bagi mereka yang mau menerimanya, namun bila ada yang menolak terang itu, dari mana lagi mereka dapat berharap memperoleh penerangan? 

Apakah Paulus berdosa melawan Roh Kudus pada waktu ia menganiaya orag-orang Kristen dan bahkan (menurut Kisah 26:11) memaksa mereka menyangkal imannya? Jelas tidak, karena sebagaimana dalam 1 Timotius 1:13 ia menulis "... karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman". Ia melakukannya "tanpa pengetahuan", karena itu Paulus telah mendapat belas kasihan. Namun bila ia telah melihat terang dalam perjalanannya ke Damsyik dan telah mendengar panggilan Tuhan yang telah bangkit, ia tetap menutup mata dan telinga serta tetap melakukan penganiayaan, maka itu merupakan "dosa kekal". 

Dan contoh lain bisa kita lihat bahwa ketika Tuhan Yesus diatas kayu salib, Ia berdoa mohon pengampunan untuk orang-orang yang telah menghujat-Nya atas dasar ketidaktahuan mereka: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Lukas 23:34). 

Maka pengertiannya : Pada saat seseorang telah diterangi oleh Roh Kudus sampai tahap dia dapat mengetahui bahwa Yesus sebagai benar-benar Kristus, dan kemudian orang itu menuduh Kristus berasal dari Setan, maka orang itu telah melakukan dosa yang tidak dapat diampuni.
Orang Kristen yang tulus dan merasa takut telah melakukan dosa yang semacam itu, menunjukkan bahwa dia sebenarnya tidak melakukan dosa itu. Orang yang telah melakukan dosa yang semacam itu, hatinya sangat keras dan tetap tinggal dalam dosa mereka dan tidak merasa bersalah pada waktu melakukannya.

Sebenarnya, di dalam kebudayaan dimana orang-orang tidak mau mengakui kedaulatan Allah di dalam hidup, orang-orang tetap enggan untuk terlalu jauh atau keterlaluan pada waktu mereka menghujat Allah dan Kristus. Meskipun Nama Kristus telah dipakai seenaknya dan injil dilecehkan dengan humor-humor dan komentar-komentar yang tidak pantas, orang-orang tetap tidak berani untuk mengaitkan Yesus dengan Setan. Meskipun okultisme dan setanisme memberikan kemungkinan yang berbahaya bagi seseorang untuk melakukan dosa yang tidak dapat diampuni itu, pada kasus seseorang menghujat Roh Kudus oleh karena ketidaktahuannya dan dia belum diterangi oleh Roh Kudus, maka dosa itu masih dapat diampuni.



Artikel terkait :
- DOSA-DOSA YANG MELAWAN ROH KUDUS, di http://www.sarapanpagi.org/dosa-dosa-me ... 9.html#p208
- DOSA YANG TIDAK DAPAT DIAMPUNI, di http://www.sarapanpagi.org/dosa-dosa-me ... 9.html#p209
Sumber :
- FF Bruce, Ucapan Yesus yang Sulit, SAAT Malang, p 88.
- R.C. SPROUL, Kebenaran-kebenaran DASAR IMAN KRISTEN Bab 54 p. 203-205










DOSA DAN KETERHILANGAN



DOSA DAN KETERHILANGAN


Matius Soboliem, S. Th.



Dosa dan Fakta
Tidak menyadari adanya bahaya merupakan bahaya yang lebih besar daripada bahaya itu sendiri. Demikian juga kemasabodohan dan kesalahmengertian mengenai dosa adalah berbahaya seperti dosa itu sendiri.
Tuhan tidak membagi manusia ke dalam 2 kategori ketika Ia berkata, “Aku datang bukan untuk memanggil yang benar, tapi yang berdosa untuk bertobat.” Ini hanya sebuah ironi untuk orang berdosa yang tidak sadar akan keadaan mereka yang berdosa itu. Alkitab mengajar dengan jelas bahwa dosa adalah fakta yang dibukakan oleh Allah yang benar kepada manusia yang berdosa. Namun kesulitannya terletak pada bagaimana orang berdosa dapat mengerti dengan tepat akan keberdosaannya.

Karena dosa juga telah merusak pada aspek pengertian manusia. Itulah alasan mengapa Alkitab terus menerus mengajarkan bahwa satu-satunya jalan untuk menjadi sadar mengenai dosa manusia adalah melalui iluminasi Roh Kudus. Sejak zaman Renaisance pandangan dunia yang anthroposentris mengenai manusia alami telah mencoba untuk mengintepretasikan ‘Allah’ dan ‘jiwa’ melalui diri manusia sendiri yang berdosa sebagai titik pusat dari alam semesta.



Dengan menjunjung tinggi rasio sebagai alat mutlak untuk menemukan kebenaran dan menganggap natur sebagai tujuan akhir dari hasil yang dicapai untuk memecahkan semua problem manusia. Tapi sejarah menyatakan kesaksian yang jujur mengenai kegagalan manusia. Di bawah segala pencapaian hasil dangkal dalam ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, pendidikan, psikologi, filsafat, dan bahkan agama, ada penyebab, yang nyata dan konsisten, dari ketidakseimbangan dan masalah-masalah. Lingkungan kita padat dengan jiwa-jiwa yang kosong sementara berlimpah materi, penuh kekuatiran akan perang sementara pembicaraan mengenai perdamaian tidak berhenti, penuh dengan ketidakamanan sementara dihasilkan senjata-senjata yang tercanggih.



Bertambahnya angka bunuh diri sementara tersedia alat kehidupan yang lebih baik; kehancuran keluarga meningkat sementara kebebasan sex dan percintaan makin meluas. Kita sedang bermimpi dari Renaisance sampai abad 20 mengenai otonomi manusia yang lepas dari campur tangan Allah. Khususnya sejak abad 19, begitu banyak ideologi yang muncul untuk menciptakan satu optimisme modern yang naif, termasuk theologi liberal, evolusionisme dan komunisme. Semua ini gugur pada perang-perang yang menakutkan dalam abad 20. Demikian juga dengan revolusi internasional, politik, komunisme dan politik nasional, dan filsafat eksistentialisme. Semua mencoba untuk memecahkan persoalan manusia tapi sekarang kita tetap hidup dalam situasi kacau, tanpa tahu ke mana tujuan sejarah ini. Bagi zaman ini masalah intinya adalah mencari identitas manusia. Kita tetap berjuang untuk demokrasi, kebebasan, keadilan dan hak-hak manusia. Tidakkah ini tetap mengatakan kepada kita bahwa dosa dan keterhilangan adalah fakta yang tidak dapat disangkal? Tidak heran kalau Karl Barth berjuang melawan 2 profesor liberalnya, Adolf von Harnack dan William Hermann, yang mengajarkan persaudaraan umat manusia pada satu sisi, dan di sisi yang lain menyetujui invansi Jerman.



Tidak heran bila pemimpin liberal Dr. Fos**** harus mengakui bahwa kaum liberal telah mengabaikan pengajaran atas dosa, yang begitu konkrit, dan kaum konservatif lebih mengerti akan hal ini. Tidak heran bila Niebuhr harus menekankan kembali kepada pengajaran yang alkitabiah untuk mengerti dosa seperti yang dinyatakan oleh perang dunia, dalam bukunya The Nature and Destiny of Man. Ini juga menjadi alasan yang sama mengapa Tillich menulis dalam buku hariannya, dalam khotbahnya – untuk kaum militer dalam perang dunia yang pertama, “Saya tidak melihat kehancuran dari gedung-gedung dihadapanku, tapi kehancuran dari kebudayaan.” Kebudayaan kita tampaknya mati, bahkan Rusia dan Tiongkok setelah kemenangan mereka atas sistem politik yang lama dan setelah menjalankan komunisme untuk beberapa dekade, para pemimpin mereka merasa pentingnya suatu pembaharuan. Mereka tetap menghadapi banyak kesulitan untuk berjuang melawan diri sendiri.


Konsep yang Salah Mengenai Dosa
Meskipun manusia mencoba untuk lari dari fakta dosa, menawarkan dan menafsirkan ulang, manusia tetap tidak akan pernah dapat melarikan diri dari pernyataan Allah mengenai dosa dalam Alkitab. Alkitab mengajarkan dengan jelas bahwa dosa dimulai dari sejarah kejatuhan Adam, manusia pertama dan wakil dari umat manusia, dan kemudian memasuki dunia. Sebelum kita berpikir mengenai pengertian dosa, pertama mari kita melihat konsep yang keliru mengenai dosa.

Pertama, Alkitab tidak memberikan satu tempatpun bagi konsep pra-eksistansi kekal dari dosa. Dosa bukan suatu keberadaan kekal yang ada dengan sendirinya. Juga dosa maupun kejahatan bukan realitas yang berdiri sendiri. Demikian juga Iblis dan kuasa-kuasa kejahatan. Tidak ada apapun dan siapapun, hanya Allah sendiri yang ada dengan sendirinya dan merupakan realitas yang kekal. Hanya Allah yang tanpa awal dan akhir. Alkitab langsung menolak ontologi dualisme dalam agama.

Kedua, Alkitab tidak memberikan tempat bagi konsep bahwa dosa diciptakan atau sumber dari kejahatan. Kata "kejahatan" dalam Yesaya 45:7 (dalam terjemahan versi King James) harus dimengerti sebagai hukuman Allah dalam sejarah, sebagai manifestasi dari kebenaran dan pemerintahan-Nya kepada dunia yang berdosa, tapi bukan kejahatan secara ontologi ataupun moral.

Ketiga, Alkitab tidak memberikan tempat untuk Allah dipandang bertanggung jawab atas dosa. Mengenai hal ini, satu hal yang dapat kita lihat dari Alkitab adalah satu izin yang misterius untuk munculnya kejahatan sebagai akibat dari salah penggunaan akan kebebasan yang diciptakan di dalam makhluk-makhluk rohani, yang juga menjadi aspek dari gambar dan rupa Allah dan juga menjadi fondasi penting bagi moralitas, tetapi yang harus dipertanggungjawabkan pada keadilan dan penghakiman Allah.

Maka dosa muncul dari ciptaan sendiri. Sebagai ciptaan dari yang dicipta untuk melawan Pencipta mereka. Dalam hal ini, Yesus berkata, “Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.” (Yohanes 8:44).


Apakah Dosa Itu?
Sekarang kita memikirkan tentang dosa. Alkitab mengajarkan bahwa dosa lebih dari sekadar kegagalan etika. Untuk menyatakan dosa dengan sesuatu yang tidak tepat hanya mendangkalkan arti dosa itu.

Pertama, berbicara secara philologi, dosa berarti “tidak mencapai target.” Perjanjian Baru menggunakan kata hamartia untuk mengindikasikan bahwa manusia diciptakan dengan sebuah standar atau target sebagai tujuan dan arah hidup. Ini berarti kita harus bertanggung jawab kepada Allah. Ketika dosa datang, kita gagal untuk mencapai standar Allah. Setelah kejatuhan manusia, pandangan manusia mengenai target kehidupan menjadi kabur dan kehilangan kriteria arah hidup. Inilah alasan Allah untuk mengutus Anak-Nya untuk kembali menunjukkan standar itu dan menjadikan Dia sebagai kebenaran dan kesucian kita. Tujuan hidup manusia hanya dapat ditemukan kembali melalui contoh sempurna dari Kristus yang berinkarnasi.

Kedua, berbicara dari sudut posisi, dosa adalah satu perpindahan dari status yang mula-mula. Manusia diciptakan berbeda, dalam perbedaan posisi, dengan tujuan untuk menjadi saksi Allah, diciptakan antara Allah dan Iblis, baik dan jahat. Setelah kejatuhan setan, manusia diciptakan dalam kondisi netral dari kebaikan, yang dapat dikonfirmasikan melalui jalan ketaatan, diciptakan sedikit lebih rendah dari Allah tapi mempunyai dominasi atas alam, diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Ketaatan yang benar dari manusia di hadapan pemerintahan Allah adalah rahasia untuk mengatur alam, dan untuk mencapai tujuan benar dari kemuliaan natur pencipta dalam hidup manusia.



Segala pencobaan datang kepada manusia selalu dalam usaha mencoba untuk membawa manusia jauh dari posisi rencana Allah yang mula-mula. Kemudian datang kekacauan. Hal yang sama terjadi juga kepada malaikat tertinggi ata Alkitab mengatakan, “Mereka tidak mempertahankan status mereka yang pertama” untuk menjelaskan kejatuhan mereka. Inilah satu konsep yang benar dalam mengerti mengenai dosa.



Ketiga, dosa adalah penyalahgunaan kebebasan. Penghormatan terbesar dan hak istimewa yang Allah berikan kepada manusia adalah karunia kebebasan. Kebebasan menjadi satu faktor yang tidak bisa ditawar-tawar lagi sebagi fondasi dari nilai moral. Hasil moral hanya dapat berakar dalam kerelaan, tidak lahir karena paksaan. Arti kebebasan mempunyai dua pilihan: hidup berpusatkan Allah atau hidup berpusatkan diri sendiri. Ketika manusia menaklukkan kebebasannya di bawah kebebasan Allah, itulah pengembalian kebebasan kepada pemilik kebebasan yang mula-mula. Jenis pengembalian ini mencari kesukacitaan dari kebebasan dalam batasan kebenaran dan kebaikan Allah. Sejak Allah adalah realita dari kebaikan itu sendiri, segala macam pemisahan dari-Nya akan menyebabkan keburukan, dan juga hidup berpusatkan diri sendiri jelas penyebab dosa. Terlalu berpusat pada diri sendiri akan menjadi awal ketidakbenaran. Kebebasan tanpa batas dari kebenaran Allah akan menjadi kebebasan yang salah. Bukanlah suatu kebebasan yang dimaksudkan Yesus ketika Ia berkata, “Tidak seorangpun dapat mengikuti Aku tanpa menyangkal dirinya sendiri.”

Keempat, dosa adalah kuasa yang menghancurkan. Dosa tidak hanya gagal dalam pengaturan tapi lebih dari itu adalah kuasa yang mengikat terus menerus yang tinggal dalam orang berdosa. Paulus menggunakan bentuk tunggal dan bentuk jamak dari dosa dalam kitab Roma. Bentuk jamak dari dosa mengindikasikan perbuatan-perbuatan salah, tapi bentuk tunggal dari dosa berarti kuasa yang mengarahkan segala perbuatan dosa. Paulus mempersonifikasikan dosa sebagai kuasa yang memerintah dan prinsip yang mengatur kehidupan orang berdosa. Ia juga merusak semua aspek kehidupan kepada satu tingkatan di mana tidak ada satu aspek kehidupan pun yang tidak kena distorsi atau polusi. Inilah yang ditekankan dan dijelaskan Reformator. Berjuang melawan pengertian tidak lengkap mengenai kuasa dosa dalam Scholastisisme abad pertengahan. Dosa tidak hanya mencemarkan aspek kehendak, tapi juga berpenetrasi pada aspek emosi dan rasio. Tujuan utama dari kuasa penghancur ini untuk menyebabkan manusia menghancurkan diri sendiri dan membunuh diri sendiri seperti yang dikatakan Kierkegard, bahwa manusia dilahirkan dalam dosa. Satu-satunya kuasa yang kita miliki adalah kuasa untuk membunuh kita sendiri.

Kelima, dosa adalah penolakan terhadap kehendak Allah yang kekal. Akibat utama dari dosa tidak hanya merusak manusia tapi juga melawan kehendak Allah yang kekal melalui manusia. Inilah hal yang paling serius yang berhubungan dengan kesejahteraan rohani semesta. Calvin mengatakan, “Tiada yang lebih besar daripada kehendak Allah kecuali Allah sendiri.” Ciptaan alam semesta, keselamatan umat manusia dan kebahagiaan kekal semua ada oleh kehendak Allah. Sejak dosa menolak terhadap kehendak Allah maka orang Kristen harus sadar pentingnya ketaatan yang setia kepada kehendak Allah. Seperti Kristus mengajarkan murid-murid-Nya untuk berdoa, “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga.” Alkitab juga mengajarkan kita dalam 1Yohanes 2:17, bahwa dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.


Dosa dan Relasi Alam Semesta
Dosa tidak berhenti sebagai peristiwa saja tetapi terjadi perusakan yang lebih lanjut dalam orang berdosa dan menganggu seluruh susunan alam semesta.



Dosa menghancurkan hubungan-hubungan baik secara pribadi maupun semesta, termasuk hubungan Allah dengan manusia, manusia dengan manusia. Dalam suatu pengertian yang lebih dalam, dosa juga menghancurkan hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu dosa membuat mustahilnya hidup harmonis, tapi yang paling dalam adalah rusaknya hubungan manusia dengan Allah. Dari hak mula-mula yang kita miliki, kita diciptakan lebih tinggi dari alam. Alam diciptakan untuk manusia. Berarti manusia menikmati, menyukai, mengatur, memelihara dan menafsirkan alam dalam menjalankan fungsi kenabiannya.



Tapi dosa telah membalikkan manusia sebagai penghancur, musuh, bahkan penghancur alam. Menyelidiki alam dan menemukan kebenaran Allah yang tersembunyi di dalamnya adalah dasar ilmu pengetahuan, tetapi sejak timbulnya dosa, ilmu pengetahuan gagal untuk berfungsi sebagai alat untuk memuliakan Allah dan berbalik kepada kemungkinan digunakan sebagai alat setan untuk menghancurkan Allah dan manusia. Sebagai akibat rusaknya hubungan antar manusia, manusia kehilangan potensi untuk merefleksikan kasih dari Allah Tritunggal, yang menjadi model bagi komunitas manusia. Saling menghargai atau menghormati, saling percaya, saling melengkapi adalah ketidakmungkinan dalam masyarakat kita.



Sebaliknya kita melihat pemutlakan dari setiap individu sendiri untuk menolak orang lain dengan hidup berpusat pada diri sendiri yang menyebabkan tekanan dan sakit hati yang tanpa akhir dalam komunitas kita bahkan dalam hubungan internasional. Sebagai akibat dari hancurnya hubungan antara manusia dan diri sendiri, manusia menjadi musuhnya sendiri. Ia kehilangan semua damai rohani, perlindungan kekal, dan keyakinan akan arti hidup. Dan selanjutnya keberadaan manusia jadi sebuah pulau yang terisolasi dalam alam semesta, keberadaan yang lain menjadi neraka yang menyiksa dan kenihilan tampaknya sebagai suatu yang ada, yang menelan keberadaan kita ke dalam kenihilan. Semua terefleksi dalam eksistensialis atheistik modern.

Pemutusan hubungan yang paling serius dalam hubungan antara manusia dengan Allah, menjadi penyebab putusnya hubungan-hubungan yang lain. Ketika manusia dipisahkan dari Allah menjadi tanda tidak lagi ada relasi lain yang dapat diperbaiki. Tertutup semua kemungkinan damai tiap pribadi dalam roh dan damai universal di bumi. Seluruh abad 20 adalah ladang pelaksana dari ideologi abad 19 dan kita lihat tidak ada pengharapan sejati bagi masa depan kita, juga sekarang dalam dekade akhir dari abad ini. Kita tetap menghadapi ketidaktahuan akan kemungkinan masadepan. Tidakkah kini waktu yang tepat dibandingkan waktu lain untuk berpikir ulang dengan mendalam dan dengan tenang mengadakan evaluasi ulang? Segala kelemahan dari theologi yang muncul dari humanisme anthroposentris.

Alkitab mengatakan Allah adalah kasih, Allah adalah Hidup, Allah adalah Terang. Ia juga Allah dari Kebenaran, Kebaikan dan Kesucian. Apa model lingkungan yang kita miliki jika kita terpisah dari Allah yang sedemikian seperti yang dinyatakan dalam Kristus? Hanya satu kemungkinan yang tersedia bagi kita yaitu kebencian, kematian, kegelapan, penipuan, ketidakadilan, dan kerusakan-kerusakan yang jelas kita lihat pada zaman ini. Tidakkah kita harus mengakui bahwa ada gap besar antara mandat kultural Allah kepada manusia dengan hasil kultural yang dicapai manusia? Itulah dosa.


Dosa dan Keterhilangan
Akibat dari keterpisahan dari Allah jelas memimpin keberadaan orang berdosa ke dalam status keterhilangan, terhilang dari dukungan dan kehadiran Allah.

Pertama, dosa menyebabkan manusia tidak memenuhi kemuliaan Allah. Konsep Agustinus bahwa dosa sebagai kekurangan, harus lebih dimengerti sebagai akibat dosa dalam manusia daripada penafsiran mengenai dosa itu sendiri. Ketika dosa muncul, kemuliaan Allah langsung meninggalkan manusia. Ini berarti kehilangan hak istimewa manusia sebagai wakil Allah untuk menjadi reflektor kemuliaan-Nya. Kehilangan kemuliaan Allah dari manusia, membuat manusia berada dalam suatu kondisi yang sangat menyedihkan. Manusia akan hidup tanpa hormat dan kemuliaan, pendidikan akan menolak kebenaran, hak-hak manusia tidak mempunyai kebaikan, pengetahuan tanpa hikmat, pernikahan tanpa kasih, dan ilmu pengetahuan tanpa hati nurani/kesadaran, kebebasan tanpa kontrol. Inilah yang terefleksi dalam kitab Yehezkiel bahwa kemuliaan Allah bergerak secara perlahan-lahan dan meninggalkan Bait Allah. Berarti penghukuman Allah sudah dekat, akhir dunia sudah berada di ambang pintu.

Sejak zaman Renaisance, pandangan dunia yang anthroposentris mengenai manusia alami telah mencoba untuk mengintepretasikan ‘Allah’ dan ‘jiwa’ melalui diri manusia sendiri yang berdosa sebagai titik pusat dari alam semesta. Dengan menjunjung tinggi rasio sebagai alat mutlak untuk untuk menemukan kebenaran dan menganggap natur sebagai tujuan akhir dari hasil yang dicapai untuk memecahkan semua problem manusia. Tapi sejarah menyatakan kesaksian yang jujur mengenai kegagalan manusia. Di bawah segala pencapaian hasil dangkal dalam ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, pendidikan, psikologi, filsafat dan bahkan agama, ada penyebab, yang nyata dan konsisten, dari ketidakseimbangan dan masalah-masalah.

Lingkungan kita padat dengan jiwa-jiwa yang kosong sementara berlimpah materi, penuh kekuatiran akan perang sementara pembicaraan mengenai perdamaian tidak berhenti, penuh dengan ketidakamanan sementara dihasilkan senjata-senjata yang tercanggih. Bertambahnya angka bunuh diri sementara tersedia alat kehidupan yang lebih baik; kehancuran keluarga meningkat sementara kebebasan sex dan percintaan makin meluas. Kita sedang bermimpi dari Renaisance sampai abad 20 mengenai otonomi manusia yang lepas dari campur tangan Allah. Khususnya sejak abad 19, begitu banyak ideologi yang muncul untuk menciptakan suatu optimisme modern yang naif, termasuk theologi liberal, evolusionisme dan komunisme. Semua ini gugur pada perang-perang yang menakutkan dalam abad 20. Demikian juga dengan revolusi internasional, politik, komunisme dan politik nasional, dan filsafat eksistentialisme. Semua mencoba untuk memecahkan persoalan manusia tapi sekarang kita tetap hidup dalam situasi kacau, tanpa tahu ke mana tujuan sejarah ini. Bagi zaman ini masalah intinya adalah mencari identitas manusia. Kita tetap berjuang untuk demokrasi, kebebasan, keadilan, dan hak-hak manusia. Tidakkah ini tetap mengatakan kepada kita bahwa dosa dan keterhilangan adalah fakta yang tidak dapat disangkal kaum Injili di seluruh dunia menegaskan ulang kesungguhan dari fakta dan efek dosa seperti yang diajarkan dalam Alkitab. Penegasan ini lebih dari sekadar kebutuhan mendesak dalam era post-liberal dan post-modern, secara theologis dan sosia-politis. Dengan pengertian mendalam mengenai kebutuhan orang-orang berdosa akan keselamatan, cinta kasih berapi-api bagi orang berdosa, mari kita dengan setia memberitakan Injil ke dalam dunia yang berdosa.

“Bertobatlah karena Kerajaan Allah sudah dekat.” “Lihat Anak Domba Allah yang mengangkat dosa seluruh dunia.” Kata-kata pendahuluan yang agung dari Injil tetap berlaku sampai akhir zaman. Mari kita berseru, “Bertobatlah hai umat, koyakkan hatimu, bukan jubahmu!” kepada para pemimpin dan umat di dunia! Tinggikan salib Kristus yang menjadi pengharapan satu-satunya dari umat manusia, agar Roh Kudus mengiluminasikan generasi kita untuk menerima Kristus. Biarlah seluruh makhluk dengan rendah hati mengaku dosa di hadapan Allah, untuk membuka kembali pintu surga dan memohon belas kasihan dan pengampunan dari-Nya, yang akan menyembuhkan dunia yang berdosa.



 

KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ?

  KALAU YESUS ADALAH ALLAH, BAGAIMANA DIA BERDOA KEPADA ALLAH DAN APAKAH YESUS BERDOA KEPADA DIRINYA SENDIRI ? Ev. Matius Sobolim, M. Th. ...