Jumat, 05 Juni 2020

REKONSILIASI

REKONSILIASI
Ev. Matius Sobolim M. Th.

 








Istilah bahasa Indonesia 'damai' dalam beberapa bentuk digunakan sebagai padanan kata Ibrani kpr dan kata Yunani hilaskomai; mis Im 17:11 'mengadakan pendamaian', 1 Yoh 2:2 'Ia adalah pendamaian'. Damai dipakai juga sebagai padanan untuk katallage, mis Rm 5:10 'diperdamaikan dengan Allah'. Secara umum, pendamaian mengacu kepada karya Kristus yg menyelesaikan semua soal akibat dosa manusia, dan yg memulihkan hubungan manusia dengan Tuhan Allah.

 

I. Kebutuhan akan pendamaian
Keharusan akan kebutuhan pendamaian timbul karena tiga hal: dosa itu pada dirinya adalah universal, bobotnya teramat berat, dan ketidakmampuan manusia mengatasi dosa itu. Bahwa dosa universal terbukti dalam Alkitab; lih 1 Raj 8:46; Mzm 14:3; Pkh 7:20; Mrk 10:18; Rm 3:23 dan ay-ay lainnya. Bahwa bobot dosa teramat berat nampak dalam bagian-bagian yg menunjukkan betapa menjijikkan dosa itu bagi Allah, mis Hab 1:13; Yes 59:2; Ams 15:29; Mrk 3:29 (dosa yg tak terampuni); Mrk 14:2 1. Sebelum diperdamaikan dengan Allah, manusia hidup jauh dari Allah' (Kol 1:21), menghadapi penghakiman dan hukuman (Ibr 10:27).
Manusia tidak akan pernah mampu mengatasi atau menyelesaikan soal dosa ataupun menyembunyikan perbuatan dosanya (Bil 32:23), atau membersihkan diri dari dosa (Ams 20:9). Perbuatan atau amal apa pun tidak akan membenarkan manusia di hadapan Allah (Rm 3:20; Gal 2:16). Seandainya manusia harus tergantung pada dirinya sendiri, maka manusia tak akan pernah selamat. Mungkin bukti paling penting mengenai hal ini ialah fakta bahwa Kristus Anak Allah terpaksa datang ke dunia guna menyelamatkan manusia. Kenyataan memang demikian, melulu karena semua manusia adalah orang berdosa dan keadaannya fatal dan sangat menyedihkan.
II. Pendamaian dalam PL
Allah dan manusia menjadi sangat berjauhan karena dosa manusia, dan manusia tidak dapat menemukan jalan kembali. Tapi Allah berprakarsa dan menyediakan jalan. Dapat dikatakan bahwa dalam PL pendamaian diperoleh dengan mengadakan korban-korban, tapi sekali-kali tidak boleh dilupakan bahwa tentang darah pendamaian Allah telah berkata, 'Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu' (Im 17:11). Pendamaian diperoleh bukan oleh nilai apa pun yg terkandung dalam binatang yg dikorbankan, melainkan karena pengorbanan itu adalah jalan yg ditentukan sendiri oleh Allah bagi manusia untuk memperoleh pendamaian.
Pengorbanan itu menjelaskan beberapa kebenaran tertentu mengenai pendamaian. Korban sekali-kali tidak boleh tercela. Ini menandaskan mutlaknya perlu kesempurnaan. Pengorbanan menelan harkat kualitas Maha Akbar, karena pendamaian tidak mudah dan murah, dan bobot dosa sangat berat. Kematian korban adalah segi yg paling penting dari pengorbanan itu. Hal ini terungkap sebagian dalam kiasan darah, sebagian dalam sifat umum upacara pengorbanan itu, dan sebagian lagi dalam acuan-acuan lain mengenai pendamaian.
Dalam beberapa bagian PL pendamaian nampaknya diperoleh, atau paling tidak dimohonkan dengan cara lain disamping melalui upacara pengorbanan: tapi bagian-bagian ini juga mengacu kepada kematian sebagai jalan pendamaian. Maka dalam Kel 32:30-32 Musa berusaha mengupayakan adanya pendamaiaan karena dosa bangsa Israel, dengan cara memohon kepada Allah untuk menghapuskan namanya dari kitab yg ditulisnya. Artinya, kematiannya sendiri. Dalam Bit 25:6-8, 13 Pinehas mengupayakan adanya pendamaian dengan cara membunuh beberapa orang berdosa tertentu. Contoh-contoh lain dapat disebut. Tapi jelas, bahwa dalam PL telah dikenal bahwa kematianlah hukuman bagi orang berdosa (Yeh 18:20), namun dengan luwes Allah berkenan mengindahkan kematian seorang korban untuk menggantikan kematian seorang berdosa. Demikian jelas dan gamblangnya kebijaksanaan ilahi ini sehingga penulis Surat Ibr dapat menyimpulkan dengan berkata 'tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan' (Ibr 9:22).
III. Pendamaian dalam PB
Menurut PB pengorbanan-pengorbanan pada zaman dahulu itu bukanlah sumber utama bagi penghapusan dosa. Sebab hanya melalui kematian Kristus pelanggaran yg terjadi di bawah perjanjian pertama memperoleh penebusan (Ibr 9:15). Salib adalah pusat PB dan bahkan pusat seluruh Alkitab. Semua hal prasalib menuju ke salib. Dan semua hal sesudah salib menoleh ke salib. Justru tidak mengherankan jika terdapat sangat banyak ajaran mengenai salib. Para penulis PB tidak menyajikan suatu ajaran klise, melainkan menulis dari sudut pandang yg berbeda-beda dan memberi penekanan yg berbeda-beda pula. Mereka menyajikan beberapa segi dad pendamaian itu. Masing-masing menuliskan apa yg ia lihat, yg satu melihat lebih dari yg lain. Tapi mereka tidak melihat sesuatu yg berbeda. Selanjutnya, kita pertama-tama akan menalar apa yg dikatakan ajaran asasi dan umum mengenai pendamaian, kemudian beberapa hal yg diinformasikan kepada kita oleh salah satu penulis PB.
a. Pendamaian mengungkapkan kasih Allah kepada manusia
Para penulis PB sepakat bahwa pendamaian adalah hasil kerja kasih Allah. Pendamaian itu bukan sesuatu yg dipaksakan atau diperas oleh Anak yg penuh belas kasihan dari Bapak yg keras dan ogah, yg memang adil tapi tak dapat goyah. Pendamaian menunjukkan kasih Bapak sebagaimana kasih Anak. Paulus menerangkan bahwa 'Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa' (Rm 5:8). Yoh 3:16 berkata, 'Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan AnakNya'. Dalam Kitab-kitab Injil ditekankan bahwa Anak Manusia harus menderita (Mrk 8:31 dan ay-ay sejajar). Artinya, kematian Kristus bukan terjadi kebetulan: kematian-Nya berakar dalam suatu keharusan ilahi. Hal ini kita lihat juga dalam doa Yesus di Getsemane jadilah kehendak-Mu, ya Bapak!' (Mat 26:42). Dalam Ibr dikatakan bahwa 'oleh kasih karunia Allah, Ia (Kristus) mengalami maut bagi semua manusia' (Ibr 2:9). Pemikiran ini terbentang di sepanjang PB, dan baiklah kita mengingatnya dalam memikirkan cara (metode) terciptanya pendamaian.
b. Unsur pengorbanan dalam kematian Kristus
Pemikiran lain yg tersebar luas dalam PB ialah bahwa Kristus mati 'untuk menanggung hukuman dosa manusia'. Bukan bahwa orang jahat melulu memberontak melawan Dia, atau bahwa musuh-musuh-Nya melakukan makar terhadap Dia dan bahwa Ia tak sanggup menghadapi mereka. Tidak. Ia 'telah diserahkan karena pelanggaran kita' (Rm 4:25). Ia datang khusus untuk mati karena dosa-dosa kita. Darah-Nya ditumpahkan 'bagi banyak orang untuk pengampunan dosa' (Mat 26:28). Ia 'mengadakan penyucian dosa' (Ibr 1:3). 'Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib' (1 Ptr 2:24). 'Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita' (1 Yoh 2:2). Salib Kristus tak dapat dimengerti kecuali kita melihat bahwa di kayu salib Juruselamat berurusan dengan dosa umat manusia.
Dengan berbuat demikian Kristus memenuhi semua yg dilambangkan dalam pengorbanan yg lama, dan para penulis PB gemar memikirkan tentang kematian-Nya sebagai pengorbanan. Yesus sendiri menunjuk kepada darah-Nya sebagai 'darah perjanjian' (Mrk 14:24), yg menunjukkan kepada kita upacara pengorbanan guna memperoleh artinya. Justru bahasa Perjamuan Kudus sangat bersifat pengorbanan, yg mengacu kepada korban yg sempurna genap di kayu salib.
Paulus berkata, 'Yesus Kristus telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diriNya untuk kita sebagai persembahan dan korban yg harum bagi Allah' (Ef 5:2). Kadang-kadang Paulus menunjuk bukan kepada korban-korban secara umum, tapi kepada satu korban khusus, seperti dalam 1 Kor 5:7, 'Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus'.
Petrus berbicara tentang 'darah yg mahal, yaitu darah Kristus, yg sama seperti darah anak domba yg tak bernoda dan tak bercacat' (1 Ptr 1:19), yg menyatakan bahwa dalam satu segi kematian Kristus adalah pengorbanan. Yohanes Pembaptis berseru, 'Lihatlah Anak Domba Allah yg menghapus dosa dunia' (Yoh 1:29).
Pada abad pertama M hakikat dan makna pengorbanan dikenal di mana-mana, sehingga apa pun latar belakang seseorang ia akan mengerti hunjukan pada pengorbanan bila ia membacanya. Para penulis PB memanfaatkan hal ini dan menggunakan terminologi pengorbanan untuk mengungkapkan apa yg telah Kristus lakukan untuk manusia. Apa yg dilambangkan dalam korban-korban PL, bahkan lebih dari itu, Kristus telah menggenapinya tuntas dan seutuhnya dalam kematian-Nya.
c. Manusia diperdamaikan dengan Allah
Ada 4 perikop tentang pendamaian yg harus dipikirkan secara khusus, yaitu Rm 5:10 dab; 2 Kor 5:18 dab; Ef 2:11dab; Kol 1:20 dab. Dalam bh Yunani dipakai istilah katallage, kallasso dan apokatalasso. Gagasan pendamaian mencakup arti bahwa dua pihak yg sekarang telah didamaikan, tadinya berlawanan, dan sekarang perlawanan mereka sudah hapus. Menurut Alkitab orang berdosa adalah 'seteru Allah' (Rm 5:10; Kol 1:21; Yak 4:5). Bobot ay-ay ini dan ay-ay searti jangan diremehkan. Seteru jelas berarti lawan atau musuh tengik. Menurut Alkitab Allah sangat memusuhi segala sesuatu yg jahat.
Jalan mengatasi permusuhan ialah menyingkirkan penyebab timbulnya permusuhan itu. Dalam keadaan tertentu pihak yg bersalah boleh minta maaf, boleh membayar utangnya, boleh mengembalikan apa yg dia curi: tapi jalan pendamaian senantiasa bersifat menyingkirkan penyebab timbulnya permusuhan itu. Justru Kristus mati untuk meniadakan dosa manusia. Dengan cara demikian Ia menyingkirkan perseteruan manusia dengan Allah, Ia membuka jalan bagi manusia untuk kembali mendekati Tuhan: inilah pendamaian!
Sangat menarik bahwa PB tidak berkata Kristus mendamaikan Allah dengan manusia. Yg dikatakan dan ditekankan ialah pendamaian manusia dengan Allah. Dosa manusialah yg menyebabkan perseteruan itu, justru dosa manusialah yg harus digumuli. Manusia patut diajak, dengan perkataan 2 Kor 5:20, 'berilah dirimu didamaikan dengan Allah'. Atas dasar ini ada orang berpendapat bahwa karya Kristus yg mendamaikan hanya mempengaruhi manusia saja. Tapi pandangan ini tidak cocok dengan seluruh amanat PB sebagai satu kesatuan.
Kekudusan Allah menuntut adanya tembok pemisah antara Allah dan manusia. Jika masalah dosa diserahkan kepada manusia saja, maka ia tak akan acuh mengenai dosanya dan tidak merasakan perseteruan dengan Allah akibat dosa itu.
Tembok pemisah dibangun karena kekudusan Allah menuntut kesucian diri manusia. Bila pendamaian terjadi, kita tidak dapat berkata bahwa Allah terlepas dari pendamaian itu. Harus ada perubahan pada tuntutan hukuman dari Allah, jika murka Allah dengan segala yg tercakup dalam ungkapan itu tidak akan ditimpakan lagi ke atas manusia.
Hal ini tidak berarti bahwa ada perubahan dalam kasih Allah, apalagi dalam diri Allah. Alkitab sangat gamblang menandaskan bahwa kasih Allah kepada manusia tidak berubah, kendati apa pun diperbuat oleh manusia. Harus diingat, bahwa pekerjaan Kristus yg mendamaikan berakar dalam kasih Allah yg begitu besar kepada manusia. 'Ketika kita masih berdosa', maka pada saat itu 'Kristus telah mati untuk kita' (Rm 5:8). Kebenaran ini kukuh mantap. Tapi janganlah sekali-kali menganggap bahwa pendamaian melulu bersifat subyektif. Dalam arti tertentu pendamaian terjadi di luar diri manusia sebelum terjadi di dan atas diri manusia. Paulus berkata tentang Kristus, 'Oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu' (Rm 5:11). Pendamaian siap diberikan dan diberlakukan justru ditawarkan (karena pendamaian itu sudah ada dan tersedia) sebelum manusia menerimanya. Dengan kata-kata lain, pendamaian itu harus dilihat sebagai pasti dan positif hasilnya, baik pada pihak manusia maupun pada pihak Allah.
d. Pekerjaan Kristus dan murka Allah
Gagasan bahwa kematian Kristus menampung dan menanggung segenap murka Allah, sering dikecam oleh ahli-ahli modern sebagai 'tidak layak', tidak cocok dengan pengertian Kristen tentang Tuhan Allah.
Namun orang-orang pada zaman PL tidak menganggap gagasan ini sukar: bagi mereka 'Allah adalah ... Allah yg murka setiap hari' (Mzm 7:11). Mereka yakin bahwa dosa menimbulkan reaksi ilahi yg hebat sekali. Allah bukan lemah secara moral, Ia sangat tegas menentang kejahatan dalam segala bentuknya. Memang, Ia panjang sabar (Neh 9:17 dab), namun murka-Nya terhadap dosa adalah pasti. Menurut Bil 14:18, Tuhan yg panjang sabar sekali-kali tidak membebaskan orang yg bersalah dari hukuman. Justru dalam ay yg terkait dengan kemurahan Allah, disebut bahwa Ia menolak untuk melepaskan orang yg salah. Bagi orang zaman PL, bahwa Allah panjang sabar adalah sesuatu yg mengherankan, yg tidak bisa diharapkan dan yg menghasilkan hormat agamawi.
Tapi orang yg yakin bahwa Allah murka terhadap dosa, yakin pula bahwa murka ini dapat dielakkan, biasanya melalui penyerahan korban terkait. Hal ini dapat terjadi bukan karena korban itu mengandung suatu kuasa, tapi karena Allah sendiri berkata, 'Allah telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian dengan pengantaraan nyawa' (Im 17:11).
Pengampunan tidak ditarik dari suatu ilah yg tidak mau memberikannya. Pengampunan adalah karunia dari Allah yg suka mengampuni. 'Ia bersifat penyayang, Ia mengampuni kesalahan mereka dan tidak memusnahkan mereka; banyak kali Ia menahan murka-Nya dan tidak membangkitkan segenap amarah-Nya' (Mzm 78:38). Manusia tidak dapat melakukan suatu apa pun untuk menangkis murka Allah. Allah sendiri yg menahan murka itu dan tidak membangkitkan amarah-Nya.
Ungkapan 'murka Allah' terdapat beberapa kali dalam PB. Tapi disamping itu ada bukti lain yg menyatakan bahwa Allah senantiasa gigih melawan kejahatan. Keadaan orang berdosa teramat buruk, karena ia salah di hadapan Allah. Tidak ada pada orang berdosa harapan lain kecuali penghakiman dan hukuman ilahi. Tidak penting apakah akan menyebut hal ini 'murka Tuhan' atau tidak, yg jelas itu adalah fakta. Namun Alkitab menyebutnya 'murka Allah' dan tidak ada ungkapan lain yg memuaskan.
Istilah 'pendamaian' dipakai dalam Rm 3:21-26. 'Oleh kasih karunia (kita) telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya'. Menurut Paulus setiap orang, baik Yahudi maupun non-Yahudi, telah kena hukuman, 'Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia' (Rm 1:18). Berkaitan dengan latar belakang ini Paulus memaparkan pekerjaan Kristus. Kristus mati bukan untuk menyelamatkan manusia dari maut yg tidak ada. Ia melepaskan dan menyelamatkan manusia dari bahaya maut yg benar-benar ada dan riil. Vonis hukuman telah dijatuhkan menimpa manusia. Dalam ps-ps pendahuluan Surat Rm dengan tegas Paulus menekankan murka Allah, adalah justru karena pekerjaan Kristus yg menyelamatkan pasti melepaskan orang berdosa dari murka itu. Hal ini diterangkan sebagai jalan pendamaian' (Yunani hilasterion), yg menggambarkan jalan Tuhan menyelesaikan kemelut masalah dosa manusia.
Dalam 1 Yoh 2:2 Yesus disebut 'pendamaian untuk segala dosa kita'. Dalam ay 1 Ia disebut 'pengantara pada Bapak'. Karena dibutuhkan pengantara dengan Allah, maka pasti manusia sudah dalam keadaan sangat berbahaya. Jadi pendamaian di sini adalah sama seperti di tempat-tempat lain, yg berarti Yesus menanggung murka Allah guna membebaskan manusia dari murka itu.
Tapi pandangan Alkitab tentang pendamaian tidak tergantung dari hanya beberapa ay tertentu saja. Pendamaian merupakan cerminan dari ajaran Alkitab sebagai keseluruhan. Pendamaian mengingatkan kita bahwa Allah sangat melawan segala kejahatan, bahwa sifat ilahi ini cocok disebut 'murka', dan bahwa murka itu dielakkan hanya melalui pekerjaan Kristus yg mendamaikan.
e. Kristus mati sebagai wakil manusia
Para ahli setuju, bahwa kematian Kristus adalah untuk orang lain. Jika dalam suatu pengertian Ia mati 'karena dosa', dalam pengertian lain Ia mati 'karena kita'. Bila kita berkata bahwa Kristus mati sebagai wakil, itu berarti bahwa Ia mati khusus untuk kita. Sebagai wakil kita Ia tergantung di kayu salib. Hal ini diungkapkan dalam 2 Kor 5:14, 'Satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati'. Kematian seorang wakil dihitung sebagai kematian mereka yg diwakili-Nya. Dalam 1 Yoh 2:1 Yesus disebut 'pengantara pada Bapak', maka pemikiran tentang perwakilan tersirat jelas, dan bagian ini segera dilanjutkan dengan uraian tentang kematian Kristus karena dosa. Salah satu tema pokok Surat Ibr ialah mengenai Yesus sebagai Imam Agung. Pemikiran ini diulangi beberapa kali. Apa pun yg lain yg dapat dikatakan mengenai seorang Imam Besar, yg jelas adalah Ia mewakili orang lain. Karena itu pemikiran tentang perwakilan dapat dikatakan sangat kuat dalam Surat Ibr ini.
f. Kematian Kristus sebagai pengganti
Walaupun banyak ahli modem tidak mau menerimanya, namun hal pengganti (substitusi) merupakan ajaran PB, bukan dalam satu dua tempat tapi di seantero PB. Menurut Mrk 10:45, 'Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang'.
Baik rincian maupun garis besar ay ini menunjuk pada gagasan pengganti. Dalam rinciannya istilah 'tebusan' mempunyai arti pengganti, dan kata depan anti ('bagi') juga dipakai dalam arti pengganti: dalam garis besarnya, manusia seharusnya mati, justru Kristus mati sebagai pengganti, dan manusia tidak harus mati lagi. Kebenaran yg sama dinyatakan oleh kutipan-kutipan PB dari Yes 53 mengenai Hamba yg menderita, karena tentang Dia dikatakan, 'la ditikam karena pemberontakan kita, Ia diremukkan karena kejahatan kita; ganjaran yg mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpa kan kepada-Nya, dan oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh ... Tuhan telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kits sekalian' (Yes 53:5).
Tersembunyinya semangat Kristus di Getsemane menunjuk pada hal yg sama. Ia berani, dan banyak yg jauh kurang layak daripada Dia juga telah menghadapi maut dengan tenang. Tersembunyinya semangat dan mencuatnya penderitaan itu tak dapat dipahami kecuali kita terima apa yg dikatakan Paulus, bahwa 'Dia yg tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karma kita' (2 Kor 5:21). Dalam kematian-Nya Ia menggantikan kita, dan jiwa-Nya yg suci tersembunyi dari pengenalan ini dengan orang-orang berdosa. Dan nampaknya hanya hal inilah yg dapat menjelaskan seruan, 'AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?' (Mrk 15:34).
Menurut Gal 3:13, 'Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita'. Ia menanggung kutuk atas kita, yg berarti Ia menggantikan kita. Pemikiran yg sama terdapat dalam Rm 3:21-26. Di situ Paulus mengembangkan gagasan bahwa keadilan Allah dimanifestasikan dengan cara melalui mana dosa diampuni, yakni salib. Ia tidak mengatakan -- seperti beberapa orang menganggap -- kebenaran Allah diperlihatkan dalam fakta bahwa dosa diampuni, tapi bahwa kebenaran itu diperlihatkan pada jalan melalui mana dosa diampuni.
Penebusan bukanlah ihwal melupakan dosa-dosa yg telah terjadi dahulu (Rm 3:25). Salib menunjukkan bahwa lah adalah benar sewaktu Ia pada saat yg sama membenarkan orang-orang yg percaya. Ini tentu berarti bahwa Allah benar dalam cara-Nya menangani soal dosa, dan ini persis sama dengan mengatakan bahwa Kristus menanggung hukuman dosa manusia. Pemikiran ini juga terdapat dalam ay yg berhubungan dengan menanggung atau memikul dosa, mis Ibr 9:28; 1 Ptr 2:24. Arti menanggung dosa dijelaskan dalam PL sebagai menanggung hukuman akibat dosa. Misalnya dalam Yeh 18:20dikatakan, 'Orang yg berbuat dosa, itu yg harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya'. Dan dalam Bil 14:34 mengembara di padang gurun digambarkan sebagai menanggung akibat kesalahan umat Israel. Jadi apabila Kristus disebut menanggung dosa kita, itu berarti bahwa Ia menanggung hukuman kita.
Penggantian mendasari kenyataan bahwa Kristus 'telah menyerahkan diriNya sebagai tebusan bagi semua manusia' (1 Tim 2:6). Istilah Yunani antilutron (tebusan) merupakan kata gabungan yg berarti pengganti tebusan. Dalam kamus Grimm-Thayer istilah ini diterangkan sebagai 'sesuatu berikan untuk mengganti sesuatu yg lain sebagai harga tebusannya'. Tidaklah mungkin membuang arti penggantian dari istilah ini. Pemikiran yg sama terdapat dalam nubuat sinis Kayafas, 'Lebih berguna bagi kita jika satu orang mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita ini binasa' (Yoh 11:50). Bagi Kayafas kata-kata itu merupakan kebijaksanaan politis belaka, tapi bagi Yohanes kata-kata itu mengandung nubuat bahwa Kristus akan mati ganti manusia.
Bukti-bukti di atas kendati tidak lengkap namun kuat dan antap. Tidak mungkin untuk menyangkal bahwa menurut PB penggantian adalah salah satu segi dari pekerjaan Kristus.
g. Segi-segi pendamaian lainnya dalam PB
Demikianlah pokok-pokok utama mengenai pendamaian yg terdapat di seluruh PB. Kebenaran-kebenaran lain yg penting telah dinyatakan oleh penulis-penulis tertentu (tapi tidak berarti bahwa kebenaran-kebenaran itu kurang layak diterima, melainkan hanyalah cara penggolongan saja). Paulus melihat di kayu salib jalan pelepasan. Manusia pada dasarnya adalah hamba dosa (Rm 6:17; 7:14), tapi dalam Kristus orang sudah menjadi merdeka (Rm 6:14, 22). Demikian pula melalui Kristus orang dimerdekakan dari daging, mereka telah menyalibkan daging' (Gal 5:24), karena 'keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh' (Gal 5:17) dan daging yg bukan dari Kristus pasti akan mati (Rm 8:13). Murka Allah nyata atas manusia yg menindas kebenaran (Rm 1:18), tapi Kristus melepaskan orang juga dari murka ini. Orang-orang percaya 'dibenarkan oleh darah-Nya', dan karena itu akan diselamatkan dari murka Allah (Rm 5:9).
Hukum Taurat dapat dipandang dari berbagai sudut, tapi menganggap hukum Taurat sebagai jalan untuk memperoleh keselamatan adalah mencelakakan. Hukum Taurat menunjukkan dosa seseorang kepada orang itu (Rm 7:7), dan bahwa memasuki persekutuan yg telah dirasuki dosa akan mematikan dia (Rm 7:9-11). Akibatnya ialah bahwa 'semua orang, yg hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk' (Gal 3:10); tapi 'Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat' (Gal 3:13). Bagi orang pada zaman purba kematian adalah musuh yg paling mengerikan, yg terhadapnya tak seorang pun dapat menang. Tapi Paulus menyanyikan lagu kemenangan dalam Kristus yg memberi kemenangan, bahkan atas maut (1 Kor 15:55-57). Jelas sekali bahwa Paulus melihat Kristus adalah Pelepas maha sanggup.
Ada banyak segi positif pendamaian. Tapi cukuplah menyebut penyelamatan, pembenaran, dan pengangkatan. Semua ini merupakan gagasan yg sangat berarti bagi Paulus. Dalam beberapa hal ia merupakan orang pertama yg menggunakan istilah-istilah tersebut. Jelas ia berpikir bahwa Kristus telah berbuat banyak untuk umat-Nya dalam kematian-Nya yg mendamaikan.
Bagi penulis Surat Ibr pemikiran utama ialah mengenai Kristus sebagai Imam Agung yg mulia. Penulis mengembangkan sepenuhnya gagasan tentang keunikan dan kesempurnaan pengorbanan Kristus. Berlawanan dengan korban-korban di atas mezbah-mezbah Yahudi yg dilayani oleh imam-imam keturunan Harun, maka korban Kristus dalam kematian-Nya adalah kekal sifatnya. Itu tidak akan pernah berubah. Kristus telah menyelesaikan tuntas segenap soal dosa manusia.
Dalam tulisan Yohanes terdapat pemikiran tentang Kristus sebagai penyataan khusus dari Bapak. Dia-lah diutus oleh Bapak, dan segala yg diperbuat-Nya harus diartikan dalam terang kenyataan ini. Jadi Yohanes melihat Kristus memenangkan pertarungan melawan kegelapan, mengalahkan si Jahat. Ia berbicara banyak tentang pelaksanaan maksud Allah dalam Kristus. Ia melihat kemuliaan yg benar pada salib di atas mana telah dilakukan pekerjaan akbar dan perkasa.
Dari semua ini jelas bahwa pendamaian berwawasan luas dan dalam. Para penulis PB berusaha sebisa mungkin menyajikan arti dari perbuatan ilahi yg agung ini, kendati dengan bahasa yg serba kurang. Ada hal-hal penting lainnya yg jumlahnya jauh lebih banyak daripada yg dikemukakan di atas. Tapi semua pokok yg telah dinyatakan itu adalah penting, dan tak boleh diabaikan. Dan janganlah sekali-kali menganggap bahwa pendamaian melulu hal negatif. Karya Kristus mengorbankan diriNya untuk menyingkirkan dosa, membuka jalan bagi kehidupan baru dalam Kristus. Dan kehidupan baru itu, buah hasil karya Kristus di atas salib, janganlah dipikirkan sebagai suatu rincian yg tak berarti. Kepada kehidupan yg baru itu tertuju segala sesuatu yg lain.
sobolimmatius@gmail.com
x
x

Kamis, 04 Juni 2020

REKONSILIAS SEBAGAI PENGGANTI

REKONSILIAS SEBAGAI PENGGANTI



Latar Belakang

        Perdamaian Yesus untuk kebaikan kitalah, dan sebagai ganti kita, Yesus Kristus menderita. Hal ini ditegaskan di sini dengan jelas dan utuh, dan dalam berbagai macam ungkapan penekanan. Kita lihat bersama-sama dengan seksama untuk memahami bahwa Yesus Kristus sebagai Tuhan yang merekonsiliasi.

1. Orang Yahudi dengan orang bukan Yahudi satu sama lain. Ia telah mempersatukan
kedua pihak, dengan memperdamaikan dua kelompok manusia ini, yang tadinya cenderung saling menyakiti, saling membenci, dan saling mengecam. Yesus telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan. Tembok itu adalah hukum keupacaraan, yang menciptakan perselisihan yang besar itu, dan menjadi lambang keistimewaan orang Yahudi. Hukum ini disebut sebagai tembok pemisah, sebagai kiasan yang merujuk pada tembok pemisah yang ada di bait Suci, yang memisahkan pelataran untuk orang bukan Yahudi dengan pelataran yang hanya boleh dimasuki oleh orang Yahudi. Jadi, dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah melenyapkan perseteruan itu (ay. 15, KJV), melalui penderitaan-Nya sebagai manusia, untuk mengangkat kuasa hukum keupacaraan yang mengikat (dengan demikian, menyingkirkan penyebab perseteruan dan jarak antara kedua kelompok tersebut), yang di sini disebut sebagai hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, karena hukum ini mencakup sekumpulan besar ritual dan upacara lahiriah, dan terdiri dari banyak ketetapan dan petunjuk mengenai sisi lahiriah dari penyembahan ilahi.

        Semua upacara hukum telah dibatalkan oleh Kristus, karena telah digenapi di dalam Dia. Dengan menyingkirkan penghalang ini, Kristus membentuk sebuah jemaat yang terdiri dari orang-orang percaya, baik Yahudi maupun bukan Yahudi. Dengan demikian, Ia menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya. Ia membentuk kedua belah pihak menjadi satu kelompok yang baru, atau kumpulan umat Allah, mempersatukan mereka dengan diri-Nya sebagai kepala mereka, setelah mereka diperbarui oleh Roh Kudus, dan sekarang telah sepakat di dalam cara penyembahan yang baru menurut Injil, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera antara kedua belah pihak yang tadinya sangat berseteru.

2. Ada suatu permusuhan antara Allah dengan orang berdosa, baik Yahudi maupun bukan Yahudi, dan Kristus datang untuk menghapuskan permusuhan itu, dan untuk mendamaikan keduanya dengan Allah (ay. 16). Dosa melahirkan perselisihan antara Allah dan manusia. Kristus datang untuk mengatasi perselisihan itu dan mengakhirinya, dengan mendamaikan orang Yahudi dan orang bukan Yahudi yang sekarang dikumpulkan dan dijadikan satu tubuh itu dengan Allah yang telah dibuat murka dan dimusuhi. Ini dilakukan-Nya melalui salib, atau melalui pengorbanan diri-Nya sendiri di atas kayu salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu. Dia, yang telah disembelih atau dikorbankan, melenyapkan perseteruan yang tadinya ada di antara Allah dan orang-orang berdosa yang malang. Rasul Paulus lebih lanjut menggambarkan keuntungan besar yang diperoleh kedua belah pihak melalui perantaraan Tuhan Yesus Kristus (ay. 17).

        Kristus, yang telah membeli damai sejahtera di atas kayu salib, datang, sebagian di dalam wujud diri-Nya sendiri, kepada orang Yahudi, yang di sini dikatakan bahwa mereka selama ini dekat, dan sebagian di dalam diri rasul-rasul-Nya, yang telah diutus-Nya untuk memberitakan Injil kepada orang bukan Yahudi, yang dikatakan bahwa mereka selama ini jauh, dalam pengertian yang telah dijelaskan sebelumnya. Dan memberitakan damai sejahtera, atau mengungkapkan syarat-syarat untuk berdamai dengan Allah dan memperoleh kehidupan kekal. Perhatikan di sini, ketika para utusan Kristus menyampaikan pesan-pesan kebenaran-Nya, pada dasarnya itu sama saja seperti Dia sendiri yang melakukannya secara langsung. Dia dikatakan memberitakan Injil melalui mereka, sehingga barangsiapa menerima mereka berarti menerima Dia, dan siapa merendahkan mereka (yang bertindak atas amanat-Nya, dan menyampaikan pesan-Nya) berarti merendahkan dan menolak Kristus sendiri. Nah, yang dihasilkan oleh damai sejahtera ini adalah kebebasan yang dimiliki oleh baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi untuk datang kepada Allah (ay. 18).

        Karena oleh Dia, di dalam nama-Nya dan oleh karena pengantaraan-Nya, kita kedua pihak beroleh jalan masuk atau izin untuk masuk ke dalam hadirat Allah, yang telah menjadi Bapa yang diperdamaikan dengan keduanya. Takhta kasih karunia didirikan bagi kita untuk kita hampiri, dan kebebasan untuk mendekat kepada takhta itu diberikan kepada kita. Jalan kita diberikan melalui Roh Kudus. Kristus membeli bagi kita izin untuk datang kepada Allah, sedangkan Roh memberi kita hati yang rindu untuk datang dan kekuatan untuk datang, bahkan memberikan kasih karunia agar kita dapat melayani Allah dalam perkenan-Nya. Perhatikan, kita mendekat kepada Allah, melalui Yesus Kristus, dengan pertolongan Roh Kudus. Setelah jemaat Efesus diubahkan, dan memiliki kebebasan begitu rupa untuk menghampiri Allah, seperti halnya orang Yahudi, dan yang diberikan oleh Roh yang sama, mereka diberi tahu oleh Rasul Paulus, demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang (ay. 19). Ini disebutkannya untuk mempertentangkan apa yang dikatakannya mengenai mereka ketika mereka masih kafir, bahwa sekarang mereka bukan lagi tidak termasuk kewargaan Israel, dan tidak lagi seperti yang cenderung dikatakan oleh orang Yahudi mengenai semua bangsa di bumi selain mereka sendiri (yaitu, bahwa mereka adalah orang asing di hadapan Allah), melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, maksudnya, anggota jemaat Kristus, dan berhak menerima semua keistimewaan sebagai jemaat Kristus.

        Perhatikan, di sini jemaat diibaratkan sebagai sebuah kota, dan setiap orang berdosa yang diubahkan bebas untuk tinggal di kota itu. Jemaat juga diibaratkan sebagai sebuah rumah, dan setiap orang berdosa yang diubahkan menjadi penghuni rumah itu, menjadi anggota keluarga, hamba dan anak di dalam rumah Allah. Di ayat 20, jemaat diumpamakan sebagai sebuah bangunan. Para rasul dan nabi adalah dasar dari bangunan itu. Mereka disebut demikian dalam pengertian sampingan, karena Kristus sendirilah yang merupakan dasar yang utama. Namun lebih baik kita menafsirkannya sebagai ajaran yang disampaikan oleh para nabi Perjanjian Lama dan para rasul Perjanjian Baru. Kelanjutan dari pernyataan ini adalah, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia, baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi bertemu, dan menjadi satu jemaat, dan Kristus menopang bangunan itu dengan kekuatan-Nya. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, dst. (ay. 21). Semua orang percaya, yang membentuk seluruh bangunan itu, karena dipersatukan kepada Kristus melalui iman, dan dipersatukan di antara mereka sendiri melalui kasih Kristen, menjadi bait Allah yang kudus, menjadi kumpulan yang suci, di mana di dalamnya ada banyak persekutuan antara Allah dan umat-Nya. Seperti di dalam Bait Suci, mereka menyembah dan melayani Dia, sedangkan Ia menampakkan diri-Nya kepada mereka. Mereka mempersembahkan korban rohani kepada Allah, dan Ia mencurahkan berkat dan perkenan-Nya kepada mereka.

        Karena itu, bangunan ini, berdasarkan sifatnya, adalah sebuah bait, bait yang kudus. Karena jemaat merupakan tempat di mana Allah telah memilih untuk menaruh nama-Nya, dan jemaat menjadi bait yang seperti itu oleh kasih karunia dan kekuatan yang diturunkan dari-Nya sendiri – di dalam Tuhan. Karena dibangun di atas Kristus sebagai batu fondasinya, dan dipersatukan di dalam Kristus sebagai batu penjurunya, pada akhirnya jemaat secara keseluruhan akan dipermuliakan di dalam Dia sebagai batu penutup: Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan, dst. (ay. 22). Perhatikan, bukan hanya jemaat secara keseluruhan yang disebut sebagai bait Allah, tetapi juga jemaat yang berdiri sendiri. Dan bahkan setiap orang percaya yang sejati adalah bait Allah yang hidup, menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh. Sekarang Allah berdiam di dalam diri setiap orang percaya, karena mereka telah menjadi bait Allah melalui pekerjaan Roh yang mulia. Sekarang Dia tinggal di dalam mereka, supaya ini menjadi jaminan bahwa mereka tinggal bersama dengan Dia sampai pada kekekalan.


Ev. Matius Sobolim M. Th. 

DIDAMAIKAN ITU PENGGENAPAN NUBUATAN

DIDAMAIKAN ITU PENGGENAPAN NUBUATAN 

Ev. Matius Sobolim, M. Th.


1. Dinubuatkan.  Yesaya 53:5; Dan 9:24; (TB)  Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. 

I. Gambaran lebih jauh tentang penderitaan-penderitaan Kristus. Sebelumnya banyak yang sudah dikatakan, tetapi di sini lebih banyak lagi yang dikatakan, tentang keadaan rendah dan hina dina yang di dalamnya Ia menurunkan dan merendahkan diri-Nya, dan Ia taat hidup dalam keadaan itu bahkan sampai mati di kayu salib.

1. Ia ditimpa kesedihan dan kesengsaraan. Ia bertumbuh akrab dengan kesedihan dan kesengsaraan, dan tidak patang mundur karenanya. Jikalau kesedihan dan kesengsaraan diberi kepada-Nya maka Ia menanggungnya, dan tidak mempersalahkan garis hidup-Nya. Ia memikulnya, dan tidak undur darinya atau tenggelam di dalamnya. Beban itu berat dan jalannya panjang, namun Ia tidak lelah, tetapi bertahan sampai pada akhirnya, sampai Ia berkata, sudah selesai.

2. Ia terkena pukulan dan memar. Ia kena tulah, dipukul dan ditindas. Kesengsaraan-Nya meremukkan Dia. Ia merasa sakit dan pedih karena kesengsaraan itu memukul-Nya pada bagian yang paling lembut, terutama ketika Allah dihina, dan ketika Ia meninggalkan-Nya di atas kayu salib. Selama ini Ia dipukul dengan lidah, ketika orang mencari-cari kesalahan-Nya dan menentang Dia, menjelek-jelekkan nama-Nya, dan mengatakan segala macam yang jahat melawan-Nya. Pada akhirnya Ia dipukul dengan tangan, hantaman demi hantaman.

3. Ia dihiasi luka dan bilur-bilur. Ia dicambuk, bukan dengan batasan yang penuh belas kasihan dari hukum Yahudi, yang tidak boleh memberikan lebih dari empat puluh cambukan kepada penjahat-penjahat yang paling jahat, melainkan sesuai kebiasaan bangsa Romawi. Dan cambukan terhadap-Nya, tidak diragukan lagi, semakin keras lagi karena Pilatus meniatkannya sebagai padanan untuk penyaliban-Nya, namun ternyata itu hanya pendahuluan untuknya. Tangan, kaki, dan lambung-Nya terluka. Meskipun sudah digariskan sedemikian rupa supaya tak satu pun dari tulang-Nya dipatahkan, namun di bagian tubuh-Nya yang mana pun hampir tidak ada kulit yang utuh (betapa kita suka tidur dengan berbalut kulit yang utuh, sekalipun kita dipanggil untuk menderita bagi Dia). Sebaliknya, dari atas kepala-Nya, yang dimahkotai duri, sampai dengan telapak kaki-Nya, yang dipaku di kayu salib, tidak ada yang tampak selain luka-luka dan memar.

4. Ia diperlakukan secara tidak adil dan dilecehkan (ay. 7): Dia dianiaya, dilukai dan diperlakukan dengan kasar. Apa yang dituduhkan kepada-Nya, sama sekali Ia tidak bersalah atasnya. Apa yang ditimpakan kepada-Nya, tidak pantas Ia dapatkan, dan atas kedua hal ini Ia dianiaya dan dilukai. Dia ditindas baik dalam pikiran maupun tubuh. Karena dianiaya, Ia memasukkannya ke dalam hati, dan walaupun sabar, Ia tidak berlaku bodoh di bawah penganiayaan itu, tetapi berbagi air mata dengan orang-orang yang teraniaya, yang tidak mempunyai penghibur, sebab di pihak orang-orang yang menindas ada kekuasaan (Pkh. 4:1). Penindasan adalah penderitaan yang pedih. Penindasan sudah membodohkan banyak orang berhikmat (Pkh. 7:7). Tetapi Yesus Tuhan kita, meskipun dianiaya, ditindas, tetap menguasai jiwa-Nya.

5. Dia diadili dan dipenjarakan, seperti yang tersirat dalam pernyataan, sesudah penahanan dan penghukuman Ia terambil (ay. 8). Karena Allah menjadikan Dia dosa untuk kita, Ia didakwa sebagai penjahat. Ia ditangkap dan dibawa ke dalam penjara, dan dijadikan tahanan. Ia dihakimi, dituduh, diadili, dan dihukum sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku: Allah mengajukan tuntutan terhadap-Nya, menghakimi Dia sesuai dengan tuntutan itu, dan mengurung-Nya di dalam penjara kubur, yang di depan gerbangnya sebuah batu digulingkan dan dijadikan segel.

6. Ia terputus oleh kematian yang terlalu dini dari negeri orang-orang hidup, meskipun Ia sudah menjalani hidup yang paling berguna, melakukan begitu banyak perbuatan baik, dan semuanya itu sedemikian rupa sehingga orang akan cenderung berpikir bahwa karena beberapa dari perbuatan baik itulah mereka melempari-Nya dengan batu. Ia terkena tulah sampai mati, sampai ke kubur yang di situ Ia berbaring di antara orang-orang fasik (sebab Ia disalibkan di antara dua pencuri, seolah-olah Dialah yang paling buruk dari ketiganya), namun juga terbaring di antara orang-orang kaya (KJV), sebab Ia dimakamkan di sebuah makam milik Yusuf, seorang anggota Majelis Besar yang terhormat. Ia meninggal dengan orang fasik, dan sesuai dengan cara yang biasa dipakai untuk menangani penjahat seharusnya Ia dikuburkan bersama-sama mereka di tempat di mana Ia disalibkan. Walaupun begitu, Allah di sini sudah menyatakannya sebelumnya, dan pemeliharaan ilahi sudah mengaturnya, bahwa Ia akan dikuburkan bersama orang-orang yang tidak bersalah, dengan orang-orang kaya, sebagai tanda pembedaan antara Dia dan orang yang benar-benar pantas mati, bahkan dalam penderitaan-penderitaan-Nya.

II. Gambaran penuh tentang makna dari penderitaan-penderitaan-Nya. Suatu misteri yang sangat besar bahwa orang yang sedemikian luhur harus mengalami penderitaan-penderitaan yang begitu keras. Dan wajarlah bila orang bertanya dengan terheran-heran, “Bagaimana terjadinya? Kejahatan apa yang telah dilakukan-Nya?” Musuh-musuh-Nya sungguh memandang Dia sebagai orang yang pantas menderita karena kejahatan-kejahatan-Nya. Dan, meskipun mereka tidak bisa mendakwakan apa-apa kepada-Nya, mereka mengira Dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah (ay. 4). Karena mereka membenci-Nya, dan menganiaya-Nya, mereka berpikir bahwa Allah yang berbuat demikian, bahwa Dia adalah musuh Allah dan Allah melawan Dia. Oleh karena itulah mereka menjadi lebih geram lagi terhadap-Nya, sambil berkata, Allah telah meninggalkan Dia, kejar dan tangkaplah Dia (Mzm. 71:11). Orang-orang yang pantas dipukul, dipukul oleh Allah, sebab karena Dialah para pembesar menetapkan keadilan. Seperti itulah mereka memandang-Nya kena pukul, pantas dijatuhi hukuman mati sebagai penghujat, penipu, dan musuh Kaisar. Orang-orang yang melihat-Nya tergantung di kayu salib tidak berusaha mencari tahu baik buruknya perkara-Nya, tetapi menganggap benar begitu saja bahwa Ia bersalah atas segala hal yang dituduhkan kepada-Nya dan bahwa karena itu pembalasan menuntut untuk tidak membiarkan-Nya hidup. Demikian pulalah teman-teman Ayub menganggap dia dipukul Allah, karena ada sesuatu yang tidak biasa dalam penderitaan-penderitaannya. Memang benar bahwa Kristus dipukul Allah (ay. 10) (atau, seperti sebagian orang membacanya, Ia adalah orang kepunyaan Allah yang dipukul dan dibuat menderita, Anak Allah, meskipun dipukul dan menderita), tetapi tidak dalam arti yang dimaksudkan orang-orang itu. Sebab, meskipun Ia menanggung derita semua ini,

1. Ia tidak pernah sedikit pun berbuat sesuatu yang pantas mendapat perlakuan keras seperti itu. Ia dituduh menyesatkan bangsa dan menabur hasutan, tetapi itu betul-betul keliru. Ia tidak berbuat kekerasan, sebaliknya, Ia berkeliling sambil berbuat baik. Dan, Ia disebut sebagai si penyesat, tetapi tidak pantaslah Ia digambarkan dengan watak itu. Karena tipu tidak ada dalam mulut-Nya (ay. 9), dan pada ayat inilah Rasul Petrus merujuk (1Ptr. 2:22). Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ia tidak pernah melakukan pelanggaran baik dalam perkataan maupun perbuatan, dan musuh-musuh-Nya pun tidak dapat menerima tantangan-Nya ini untuk menjawab, siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Hakim yang menghukum-Nya mengakui bahwa ia tidak menemukan kesalahan pada-Nya, dan perwira yang menjalankan hukuman atas-Nya mengakui dengan yakin bahwa Dia adalah orang benar.

2. Dalam penderitaan-Nya Ia berperilaku sedemikian rupa sehingga tampak benar bahwa Ia tidak menderita sebagai penjahat. Sebab, meskipun dianiaya dan membiarkan diri ditindas, Dia tidak membuka mulut-Nya (ay. 7), bahkan untuk membela diri sekalipun. Sebaliknya, Ia dengan bebas menawarkan diri untuk menderita dan mati bagi kita, dan sama sekali tidak menunjukkan keberatan. Hal ini menghilangkan aib salib, bahwa Ia dengan sukarela menyerahkan diri pada salib, untuk tujuan-tujuan yang agung dan kudus. Dengan hikmat-Nya Ia bisa saja menghindari hukuman itu, dan dengan kuasa-Nya Ia bisa saja menolak pelaksanaan hukuman itu. Tetapi ada tertulis demikian: Mesias harus menderita. Tugas ini Dia terima dari Bapa-Nya, dan karena itu Ia digiring seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian, tanpa kesulitan atau keengganan (Dia adalah Anak Domba Allah). Dan seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, bahkan di depan tukang jagal, demikianlah Ia tidak membuka mulut-Nya, yang menunjukkan bukan hanya kesabaran-Nya menghadapi penderitaan yang patut diteladani (Mzm. 39:10), dan kelemah-lembutan-Nya dalam menerima celaan (Mzm. 38:14), melainkan juga kepatuhan-Nya yang dilakukan dengan riang hati terhadap kehendak Bapa-Nya. Bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi. Sungguh, Aku datang. Dengan kehendak ini kita dikuduskan, bahwa Dia menjadikan jiwa-Nya sendiri, nyawa-Nya sendiri, sebagai korban bagi dosa kita.

3. Untuk kebaikan kitalah, dan sebagai ganti kita, Yesus Kristus menderita. Hal ini ditegaskan di sini dengan jelas dan utuh, dan dalam berbagai macam ungkapan penekanan.

(1) Sudah pasti bahwa kita semua bersalah di hadapan Allah. Kita semua telah berbuat dosa, dan telah kehilangan kemuliaan Allah (ay. 6): Kita sekalian sesat seperti domba, yang satu maupun yang lain. Seluruh bangsa manusia berbaring di bawah noda kerusakan asali, dan setiap orang terdakwa dengan banyak pelanggaran. Kita semua sudah tersesat dari Allah sebagai pemilik kita yang sah, mengasingkan diri dari Dia, dari tujuan-tujuan yang dirancangkan-Nya supaya kita bergerak ke arahnya, dan dari jalan yang ditetapkan-Nya supaya kita berjalan di dalamnya. Kita telah sesat seperti domba, yang cenderung berkeliaran, dan tidak bisa, kalau sudah tersesat, menemukan kembali arah jalan pulang. Itulah watak kita yang sebenarnya. Kita cenderung menyimpang dari Allah, tetapi juga tidak dapat kembali sendiri kepada-Nya. Hal ini disebutkan bukan hanya sebagai kejanggalan kita (bahwa kita tersesat dari padang rumput hijau dan menjadikan diri rentan dimangsa binatang buas), melainkan juga sebagai kesalahan kita. Kita membuat pelanggaran terhadap Allah dengan berjalan sesat dari-Nya, sebab kita sekalian menyimpang ke jalan kita masing-masing, dan dengan demikian menegakkan diri kita sendiri, dan kehendak kita sendiri, bertanding melawan Allah dan kehendak-Nya, yang merupakan kejahatan dosa. Bukannya berjalan dengan taat di jalan Allah, kita telah menyimpang secara sengaja dan keras kepala ke jalan kita sendiri, jalan yang disenangi hati kita sendiri, jalan yang kepadanya kita dipimpin oleh hawa nafsu kita yang bobrok. Kita sudah menegakkan diri untuk menjadi tuan atas diri kita sendiri, menjadi pengukir kehidupan kita sendiri, untuk melakukan apa yang kita mau dan mendapatkan apa yang kita ingini. Sebagian orang berpendapat bahwa itu menyiratkan jalan kita yang jahat, yang dibedakan dari jalan orang lain yang jahat. Para pendosa memiliki kesalahan mereka sendiri, dosa yang mereka sayangi, yang begitu mudah merintangi mereka, jalan mereka sendiri yang jahat, yang secara khusus mereka sukai dan yang dengannya mereka memberkati diri sendiri.

(2) Dosa-dosa kita adalah penderitaan dan kesengsaraan kita (ay. 4, KJV) atau, seperti yang dapat dibaca, penyakit dan luka-luka kita. Septuaginta membacanya, dosa-dosa kita, demikian pula dengan Rasul Petrus (1Ptr. 2:24). Kebobrokan-kebobrokan kita yang asali adalah sakit penyakit jiwa, keengganan yang sudah menjadi kebiasaan. Perbuatan-perbuatan kita yang melanggar adalah luka-luka jiwa, yang melukai hati nurani, jika tidak menghanguskan dan menumpulkannya. Atau dosa-dosa kita disebut sebagai penderitaan dan kesengsaraan kita, karena semua penderitaan dan kesengsaraan kita terjadi karena dosa-dosa kita, dan dosa-dosa kita pantas diganjar dengan segala penderitaan dan kesengsaraan kita, bahkan yang berada di luar batas dan bersifat kekal.

(3) Yesus Tuhan kita ditunjuk dan benar-benar melaksanakan karya penebusan dengan mempersembahkan diri-Nya sebagai korban bagi dosa-dosa kita, dan dengan demikian menyelamatkan kita dari hukuman akibat dosa.

[1] Ia ditunjuk untuk melakukannya, oleh kehendak Bapa-Nya, sebab TUHAN telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita sekalian. Allah memilih Dia untuk menjadi Juruselamat orang-orang berdosa yang malang, dan ingin supaya Dia menyelamatkan mereka dengan cara ini, dengan menanggung dosa-dosa mereka dan hukuman bagi dosa-dosa itu. Bukan idem – dengan cara yang sama yang seharusnya kita menderita, melainkan tantundem – apa yang lebih daripada yang sepadan untuk mempertahankan kehormatan dari kekudusan dan keadilan Allah dalam memerintah dunia. Cermatilah di sini, pertama, dengan cara apa kita diselamatkan dari kehancuran yang, karena dosa, akan menimpa kita, yaitu dengan menimpakan dosa-dosa kita pada Kristus, seperti dosa-dosa si pembawa korban ditimpakan pada korbannya, dan dosa-dosa seluruh Israael ditimpakan pada kambing jantan. Dosa-dosa kita dibuat untuk dipertemukan pada-Nya (demikian dalam tafsiran yang agak luas). Dosa-dosa semua orang yang akan diselamatkan-Nya, dari segala tempat dan di setiap zaman, bertemu pada-Nya, dan Ia dipertemukan dengan dosa-dosa itu. Dosa-dosa itu dibuat untuk jatuh menimpa-Nya (demikian sebagian orang membacanya), seperti orang-orang yang menyerbu Dia dengan pedang dan pentung untuk menangkap-Nya. Ditimpakannya dosa-dosa kita pada Kristus berarti diambilnya dosa-dosa itu dari kita. Kita tidak akan jatuh di bawah kutuk hukum Taurat jika kita berserah pada anugerah Injil. Dosa-dosa kita ditimpakan pada Kristus ketika Ia dibuat menjadi dosa (yaitu korban penghapus dosa) karena kita, dan menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan menjadi kutuk karena kita. Dengan demikian Ia menempatkan diri-Nya untuk mampu memberi kemudahan bagi orang-orang yang datang kepada-Nya dengan beban berat dosa. Lihat Mazmur 40:7-13. Kedua, oleh siapa hal ini ditetapkan. Tuhanlah yang menimpakan kejahatan-kejahatan kita pada Kristus. Tuhan merancangkan cara pendamaian dan keselamatan ini, dan Ia menerima korban pengganti yang akan dipersembahkan Kristus. Kristus diserahkan ke dalam maut oleh maksud dan rencana Allah. Tak seorang pun kecuali Allah yang mempunyai kuasa untuk menimpakan dosa-dosa kita pada Kristus, baik karena dosa itu diperbuat melawan Dia, dan kepada Allah-lah korban pemuasan harus dipersembahkan, maupun karena Kristus, yang kepada-Nya kejahatan itu akan ditimpakan, adalah Anak-Nya sendiri, Anak dari kasih-Nya, Yesus Anak-Nya yang kudus, yang tidak mengenal dosa. Ketiga, untuk siapa pendamaian ini dibuat. Kejahatan kita sekalianlah yang ditimpakan kepada Kristus. Sebab di dalam Kristus ada kebaikan yang memadai untuk keselamatan semua orang, dan penawaran yang sungguh-sungguh untuk keselamatan itu diberikan kepada semua orang, tanpa terkecuali, selain mereka yang mengecualikan diri mereka sendiri. Ini berarti bahwa jalan ini adalah satu-satu- nya jalan keselamatan. Semua orang yang dibenarkan, dibenarkan karena dosa-dosa mereka ditimpakan kepada Yesus Kristus. Dan, meskipun dosa itu begitu banyak, Ia sanggup menanggung beban semuanya.

[2] Ia mengambil tindakan untuk melakukannya. Allah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita. Tetapi apakah Kristus setuju melakukannya? Ya, benar. Sebab menurut sebagian orang, pembacaan yang benar untuk kata-kata berikutnya (ay. 7) adalah, hal itu dituntut, dan Ia memenuhi tuntutan itu. Keadilan ilahi menuntut korban pemuasan atau penebusan bagi dosa-dosa kita, dan Kristus bersedia memberikan korban pemuasan itu. Ia menjadi jaminan kita, bukan sebagai jaminan yang dari awal sama-sama terikat dengan kita, melainkan sebagai jaminan bahwa si terdakwa akan memenuhi tuntutan hukum: “Timpakanlah kutukan itu kepada-Ku, ya Bapa-Ku.” Dan karena itu, ketika ditangkap, Ia mengajukan syarat kepada orang-orang yang ke dalam tangan mereka Ia menyerahkan diri, yaitu bahwa murid-murid-Nya harus diperbolehkan pergi: Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi (Yoh. 18:8). Dengan tindakan-Nya sendiri secara sukarela, Ia menjadikan diri-Nya bertanggung jawab atas utang kita, dan untung bagi kita bahwa Ia bertanggung jawab. Dengan demikian Ia mengembalikan apa yang tidak dirampas-Nya.

(4) Setelah mengambil utang kita, Ia menjalani hukumannya. Salomo berkata: Sangat malanglah orang yang menanggung orang lain. Kristus, karena menjadi tanggungan bagi kita, betul-betul tertimpa kemalangan karenanya.

1. Penyakit kitalah yang ditanggung-Nya, dan kesengsaraan kita yang dipikul-Nya (ay. 4). Ia tidak hanya tunduk pada kelemahan-kelemahan yang biasanya ada dalam kodrat manusia, dan pada malapetaka-malapetaka yang biasanya menimpa kehidupan manusia, yang sudah dibawa masuk oleh dosa, tetapi juga menjalani kesedihan-kesedihan di luar batas, ketika Ia berkata, hati-Ku sangat sedih. Ia membuat kesengsaraan-kesengsaraan pada saat ini menjadi berat untuk diri-Nya sendiri, supaya Ia bisa membuatnya ringan dan mudah untuk kita. Dosa adalah ipuh dan racun dalam penderitaan dan kesengsaraan. Kristus menanggung dosa-dosa kita, dan dengan demikian menanggung penyakit kita, mengambilnya dari kita, supaya kita tidak tertekan melebihi kemampuan kita. Hal ini dikutip dalam 17 untuk menjelaskan belas kasihan Kristus terhadap orang-orang sakit yang datang kepada-Nya untuk disembuhkan dan kuasa yang dikerahkan-Nya untuk menyembuhkan mereka.

2. Imelakukan ini dengan menderita bagi dosa-dosa kita (ay. 5): Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, untuk mengadakan pendamaian atas pemberontakan kita dan mengadakan tebusan bagi kita demi mendapatkan pengampunan atas pemberontakan kita itu. Dosa-dosa kita adalah duri di kepala-Nya, paku di tangan dan kaki-Nya, dan tombak di lambung-Nya. Luka dan memar adalah akibat-akibat dosa, apa yang pantas kita dapatkan dan apa yang kita timpakan pada diri kita sendiri (1:6). Luka dan memar ini, meskipun sangat menyakitkan, tidak akan mematikan. Kristus tertikam oleh karena pemberontakan kita, tersiksa atau menderita (kata yang digunakan adalah rasa sakit seorang perempuan yang sedang melahirkan) karena perlawanan dan pemberontakan kita. Dia diremukkan, atau dihancurkan, oleh karena kejahatan kita. Kejahatan kitalah yang menyebabkan kematian-Nya. Maksud yang sama juga dikatakan dalam ayat 8, karena pemberontakan umat-Ku Ia kena tulah, pukulan yang seharusnya menghantam kita dikenakan kepada-Nya. Dan demikianlah sebagian orang membacanya, Ia terputus karena kejahatan umat-Ku, yang kepada merekalah pukulan itu seharusnya, atau sepantasnya, dikenakan. Ia telah diserahkan pada kematian karena pelanggaran kita (Rm. 4:25). Itulah sebabnya dikatakan sesuai dengan Kitab Suci, sesuai dengan bacaan ini, bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita (1Kor. 15:3). Sebagian orang membacanya, karena pemberontakan umat-Ku, yaitu karena tangan fasik orang-orang Yahudi, yang mengaku sebagai umat Allah, Ia dipukul, disalibkan, dan dibunuh (Kis. 2:23). Akan tetapi, tidak diragukan lagi, kita harus memahaminya dalam pengertian sebelumnya, yang sangat diperkuat oleh nubuat malaikat tentang pekerjaan Mesias, yang secara khidmat disampaikan kepada Daniel, bahwa Ia akan melenyapkan kefasikan, mengakhiri dosa, dan menghapuskan kesalahan (Dan. 9:24).

(5) Yang dihasilkan dari hal ini bagi kita adalah damai sejahtera dan kesembuhan kita (ay. 5).

[1] Dengan cara ini kita memperoleh damai sejahtara: Ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepada-Nya. Dia, dengan tunduk pada ganjaran-ganjaran ini, menghancurkan permusuhan, dan menegakkan persahabatan, antara Allah dan manusia. Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib-Nya. Walaupun karena dosa kita sudah menjadi menjijikkan bagi kekudusan Allah dan mengundang murka bagi keadilan-Nya, melalui Kristus Allah diperdamaikan dengan kita, dan tidak hanya mengampuni dosa-dosa kita dan menyelamatkan kita dari kehancuran, tetapi juga membawa kita ke dalam persahabatan dan persekutuan dengan diri-Nya. Dengan demikian damai sejahtera (yaitu semua yang baik) datang kepada kita (Kol. 1:20). Dialah damai sejahtera kita (Ef. 2:14). Kristus menderita kesakitan supaya kita bisa tenang. Ia memberikan kepuasan pada keadilan Allah supaya kita mendapat kepuasan dalam pikiran kita sendiri, supaya hati kita gembira, karena mengetahui bahwa melalui Dia dosa-dosa kita diampuni.

[2] Dengan cara ini kita menerima kesembuhan, sebab oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh. Dosa bukan hanya sebuah kejahatan, yang karenanya kita dihukum mati dan yang untuknya Kristus mengadakan penebusan untuk memperoleh pengampunan bagi kita, melainkan juga sebuah penyakit, yang berkuasa langsung mematikan jiwa kita dan yang kesembuhan darinya disediakan Kristus untuk kita. Oleh bilur-bilur-Nya (yaitu penderitaan-penderitaan yang dijalani-Nya) Ia memperoleh bagi kita Roh dan anugerah Allah untuk mematikan kebobrokan-kebobrokan kita, yang merupakan penyakit jiwa kita, dan membuat jiwa kita ada dalam keadaan yang sehat, supaya jiwa kita layak melayani Allah dan siap untuk menikmati-Nya. Dengan ajaran salib Kristus, dan alasan-alasan kuat yang dengannya kita diperlengkapi untuk melawan dosa, kuasa dosa dihancurkan dalam diri kita dan kita dibentengi terhadap apa yang menimbulkan penyakit.

(6) Yang dihasilkan dari hal ini bagi Kristus adalah kebangkitan dan pengangkatan-Nya pada kehormatan yang kekal. Hal ini membuat salib sama sekali bukan batu sandungan lagi. Ia menyerahkan diri-Nya untuk mati sebagai korban, sebagai anak domba. Dan untuk membuatnya jelas bahwa korban yang dipersembahkan-Nya, yaitu diri-Nya sendiri, diterima, kita diberi tahu di sini (ay. 8),

[1] Bahwa Ia dibebaskan: Sesudah penahanan dan penghukuman Ia terambil. Walaupun Ia dipenjara di dalam kubur di bawah hukum peradilan manusia, berbaring di sana karena ditangkap untuk utang kita, dan penghakiman tampaknya diberikan melawan-Nya, namun dengan perintah langsung dari sorga Ia diambil dari penjara kubur itu. Seorang malaikat diiutus dengan tujuan untuk menggulingkan batu di depan kubur dan membebaskan-Nya, yang dengannya penghakiman yang diberikan terhadap-Nya dibalikkan dan dicabut. Hal ini tidak hanya mendatangkan kehormatan bagi-Nya, melainkan juga penghiburan bagi kita. Sebab, setelah diserahkan karena pelanggaran kita, Ia dibangkitkan karena pembenaran kita. Jaminan dilepas berarti utang dihapus.

[2] Bahwa Ia diberi keutamaan: Tentang nasib-Nya siapakah yang memikirkannya? (KJV: Siapakah yang dapat memberitahukan keturunan-Nya). Siapakah yang dapat memberitahukan umur-Nya, atau keberlangsungan (demikian yang diartikan dari kata itu), masa hidup-Nya? Dia bangkit dan tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia. Dia yang telah mati sekarang hidup, dan hidup sampai selama-lamanya. Dan siapa yang dapat menggambarkan kekekalan yang ke dalamnya Ia bangkit, atau menghitung tahun-tahun dan masa-masanya? Dan Dia diangkat pada kehidupan kekal ini oleh karena pelanggaran umat-Nya, yang untuknya Ia menjadi taat sampai mati. Kita dapat memandangnya sebagai sesuatu yang menunjukkan masa kebergunaan-Nya, seperti Daud yang dikatakan melayani angkatannya, dan dengan demikian memenuhi tujuan hidup. Siapa yang bisa menyatakan betapa Kristus dengan kematian dan kebangkitan-Nya akan menjadi berkat yang besar bagi dunia? Sebagian orang memahami keturunannya sebagai keturunan rohani-Nya: Siapa yang dapat menghitung sejumlah besar orang yang bertobat, yang melalui Injil akan dilahirkan bagi-Nya, seperti embun di pagi hari?

Ketika ditinggikan seperti itu

Ia akan hidup untuk melihat

keturunan yang percaya dari anak-anak angkat-Nya, yang tak terhitung banyaknya;

bangsa yang ilahi yang melebihi bintang-bintang yang menghiasi ketinggian langit.

– Sir R. Blackmore

Mengenai keturunan-Nya ini, marilah kita berdoa, seperti Musa berdoa bagi Israel, TUHAN, Allah nenek moyang kami, kiranya menambahi mereka seribu kali lagi dari jumlah mereka sekarang dan memberkati mereka seperti yang dijanjikan-Nya kepada mereka (Ul. 1:11).


2. Dikabarkan oleh para malaikat pada waktu kelahiran Kristus (Lukas 2:14). Biarlah
manusia memperoleh sukacita ini: damai sejahtera di bumi, kehendak baik bagi manusia (KJV). Kehendak baik Allah dalam mengirim Sang Mesias membawa serta damai sejahtera di dunia bawah ini, mematahkan perseteruan yang ditimbulkan dosa antara Allah dan manusia, dan menetapkan kembali hubungan damai di antara keduanya.

Jika Allah berdamai dengan kita, semua damai sejahtera akan mengalir dari situ: hati nurani yang damai, damai dengan para malaikat, damai di antara bangsa Yahudi dan bangsa bukan-Yahudi. Damai di sini adalah bagi semua kebaikan, semua yang baik yang mengalir dari penjelmaan Kristus. Semua kebaikan yang kita miliki atau yang kita harapkan, semuanya bersumber pada kehendak baik atau perkenan Allah.

Dan jika kita mendapatkan penghiburan dari semua kebaikan itu, maka Dia harus memperoleh kemuliaan atas semuanya itu. Dan oleh karena itu juga, tidak akan ada damai sejahtera dan kebaikan dapat diperoleh melalui cara yang tidak sejalan dengan kemuliaan Allah, tidak melalui jalan dosa atau jalan lain apa pun, selain melalui seorang Pengantara. Inilah damai yang dinyatakan dengan penuh kekhidmatan. Karena itu, siapa pun yang mau, biarlah mereka datang dan menerima manfaat dari perdamaian yang ditawarkan Allah. Itulah damai sejahtera di bumi bagi manusia yang berkehendak baik (begitulah terjemahan beberapa salinan naskah), en anthrōpois eudokias; bagi manusia yang memiliki kehendak baik kepada Allah dan yang bersedia diperdamaikan, atau bagi manusia yang kepadanya Allah berkenan atau menyatakan kehendak baik-Nya, karena belas kasihan-Nya.

Lihatlah betapa tergugahnya perasaan para malaikat bagi manusia, akan kesejahteraan dan kebahagiaannya. Betapa senangnya para malaikat atas penjelmaan Anak Allah, walaupun Ia tidak mengambil rupa mereka. Jadi, tidakkah hati kita akan lebih tergugah lagi karena hal itu? Ini adalah pernyataan kesetiaan, yang disaksikan dan dibenarkan oleh kawanan malaikat yang tak terhitung jumlahnya, dan layak untuk diterima dengan baik, yaitu bahwa kehendak baik atau perkenan Allah kepada manusia adalah kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi, dan damai sejahtera di bumi.

3. Menghapuskan surat hutang dengan semua ketentuan-
ketentuannya perlu untuk;  Tubuh yang satu itu pertama-tama tubuh jasmaniah Kristus sendiri yang dikorbankan di salib, Kol 1:22; tetapi selanjutnya tubuh itu juga Tubuh "Mistik" Kristus, di mana bersatu-padulah seluruh anggota yang diperdamaikan satu sama lain, (Ef 2:16; Kol 2:14; 1Ko 12:12). 

1. Orang Yahudi dengan orang bukan Yahudi satu sama lain. Ia telah mempersatukan kedua pihak, dengan memperdamaikan dua kelompok manusia ini, yang tadinya cenderung saling menyakiti, saling membenci, dan saling mengecam. Yesus telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan. Tembok itu adalah hukum keupacaraan, yang menciptakan perselisihan yang besar itu, dan menjadi lambang keistimewaan orang Yahudi. Hukum ini disebut sebagai tembok pemisah, sebagai kiasan yang merujuk pada tembok pemisah yang ada di bait Suci, yang memisahkan pelataran untuk orang bukan Yahudi dengan pelataran yang hanya boleh dimasuki oleh orang Yahudi. Jadi, dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah melenyapkan perseteruan itu (ay. 15, KJV), melalui penderitaan-Nya sebagai manusia, untuk mengangkat kuasa hukum keupacaraan yang mengikat (dengan demikian, menyingkirkan penyebab perseteruan dan jarak antara kedua kelompok tersebut), yang di sini disebut sebagai hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, karena hukum ini mencakup sekumpulan besar ritual dan upacara lahiriah, dan terdiri dari banyak ketetapan dan petunjuk mengenai sisi lahiriah dari penyembahan ilahi. Semua upacara hukum telah dibatalkan oleh Kristus, karena telah digenapi di dalam Dia. Dengan menyingkirkan penghalang ini, Kristus membentuk sebuah jemaat yang terdiri dari orang-orang percaya, baik Yahudi maupun bukan Yahudi. Dengan demikian, Ia menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya. Ia membentuk kedua belah pihak menjadi satu kelompok yang baru, atau kumpulan umat Allah, mempersatukan mereka dengan diri-Nya sebagai kepala mereka, setelah mereka diperbarui oleh Roh Kudus, dan sekarang telah sepakat di dalam cara penyembahan yang baru menurut Injil, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera antara kedua belah pihak yang tadinya sangat berseteru.

2. Ada suatu permusuhan antara Allah dengan orang berdosa, baik Yahudi maupun bukan Yahudi, dan Kristus datang untuk menghapuskan permusuhan itu, dan untuk mendamaikan keduanya dengan Allah (ay. 16). Dosa melahirkan perselisihan antara Allah dan manusia. Kristus datang untuk mengatasi perselisihan itu dan mengakhirinya, dengan mendamaikan orang Yahudi dan orang bukan Yahudi yang sekarang dikumpulkan dan dijadikan satu tubuh itu dengan Allah yang telah dibuat murka dan dimusuhi. Ini dilakukan-Nya melalui salib, atau melalui pengorbanan diri-Nya sendiri di atas kayu salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.

Dia, yang telah disembelih atau dikorbankan, melenyapkan perseteruan yang tadinya ada di antara Allah dan orang-orang berdosa yang malang. Rasul Paulus lebih lanjut menggambarkan keuntungan besar yang diperoleh kedua belah pihak melalui perantaraan Tuhan Yesus Kristus (ay. 17). Kristus, yang telah membeli damai sejahtera di atas kayu salib, datang, sebagian di dalam wujud diri-Nya sendiri, kepada orang Yahudi, yang di sini dikatakan bahwa mereka selama ini dekat, dan sebagian di dalam diri rasul-rasul-Nya, yang telah diutus-Nya untuk memberitakan Injil kepada orang bukan Yahudi, yang dikatakan bahwa mereka selama ini jauh, dalam pengertian yang telah dijelaskan sebelumnya. Dan memberitakan damai sejahtera, atau mengungkapkan syarat-syarat untuk berdamai dengan Allah dan memperoleh kehidupan kekal. Perhatikan di sini, ketika para utusan Kristus menyampaikan pesan-pesan kebenaran-Nya, pada dasarnya itu sama saja seperti Dia sendiri yang melakukannya secara langsung.

Dia dikatakan memberitakan Injil melalui mereka, sehingga barangsiapa menerima mereka berarti menerima Dia, dan siapa merendahkan mereka (yang bertindak atas amanat-Nya, dan menyampaikan pesan-Nya) berarti merendahkan dan menolak Kristus sendiri. Nah, yang dihasilkan oleh damai sejahtera ini adalah kebebasan yang dimiliki oleh baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi untuk datang kepada Allah (ay. 18). Karena oleh Dia, di dalam nama-Nya dan oleh karena pengantaraan-Nya, kita kedua pihak beroleh jalan masuk atau izin untuk masuk ke dalam hadirat Allah, yang telah menjadi Bapa yang diperdamaikan dengan keduanya. Takhta kasih karunia didirikan bagi kita untuk kita hampiri, dan kebebasan untuk mendekat kepada takhta itu diberikan kepada kita. 

Jalan kita diberikan melalui Roh Kudus. Kristus membeli bagi kita izin untuk datang kepada Allah, sedangkan Roh memberi kita hati yang rindu untuk datang dan kekuatan untuk datang, bahkan memberikan kasih karunia agar kita dapat melayani Allah dalam perkenan-Nya. Perhatikan, kita mendekat kepada Allah, melalui Yesus Kristus, dengan pertolongan Roh Kudus. Setelah jemaat Efesus diubahkan, dan memiliki kebebasan begitu rupa untuk menghampiri Allah, seperti halnya orang Yahudi, dan yang diberikan oleh Roh yang sama, mereka diberi tahu oleh Rasul Paulus, demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang (ay. 19).

Ini disebutkannya untuk mempertentangkan apa yang dikatakannya mengenai mereka ketika mereka masih kafir, bahwa sekarang mereka bukan lagi tidak termasuk kewargaan Israel, dan tidak lagi seperti yang cenderung dikatakan oleh orang Yahudi mengenai semua bangsa di bumi selain mereka sendiri (yaitu, bahwa mereka adalah orang asing di hadapan Allah), melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, maksudnya, anggota jemaat Kristus, dan berhak menerima semua keistimewaan sebagai jemaat Kristus. Perhatikan, di sini jemaat diibaratkan sebagai sebuah kota, dan setiap orang berdosa yang diubahkan bebas untuk tinggal di kota itu. Jemaat juga diibaratkan sebagai sebuah rumah, dan setiap orang berdosa yang diubahkan menjadi penghuni rumah itu, menjadi anggota keluarga, hamba dan anak di dalam rumah Allah.

Di ayat 20, jemaat diumpamakan sebagai sebuah bangunan. Para rasul dan nabi adalah dasar dari bangunan itu. Mereka disebut demikian dalam pengertian sampingan, karena Kristus sendirilah yang merupakan dasar yang utama. Namun lebih baik kita menafsirkannya sebagai ajaran yang disampaikan oleh para nabi Perjanjian Lama dan para rasul Perjanjian Baru. Kelanjutan dari pernyataan ini adalah, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia, baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi bertemu, dan menjadi satu jemaat, dan Kristus menopang bangunan itu dengan kekuatan-Nya. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, dst. (ay. 21). Semua orang percaya, yang membentuk seluruh bangunan itu, karena dipersatukan kepada Kristus melalui iman, dan dipersatukan di antara mereka sendiri melalui kasih Kristen, menjadi bait Allah yang kudus, menjadi kumpulan yang suci, di mana di dalamnya ada banyak persekutuan antara Allah dan umat-Nya. Seperti di dalam Bait Suci, mereka menyembah dan melayani Dia, sedangkan Ia menampakkan diri-Nya kepada mereka. 

Mereka mempersembahkan korban rohani kepada Allah, dan Ia mencurahkan berkat dan perkenan-Nya kepada mereka. Karena itu, bangunan ini, berdasarkan sifatnya, adalah sebuah bait, bait yang kudus. Karena jemaat merupakan tempat di mana Allah telah memilih untuk menaruh nama-Nya, dan jemaat menjadi bait yang seperti itu oleh kasih karunia dan kekuatan yang diturunkan dari-Nya sendiri – di dalam Tuhan. Karena dibangun di atas Kristus sebagai batu fondasinya, dan dipersatukan di dalam Kristus sebagai batu penjurunya, pada akhirnya jemaat secara keseluruhan akan dipermuliakan di dalam Dia sebagai batu penutup: Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan, dst. (ay. 22). 

Perhatikan, bukan hanya jemaat secara keseluruhan yang disebut sebagai bait Allah, tetapi juga jemaat yang berdiri sendiri. Dan bahkan setiap orang percaya yang sejati adalah bait Allah yang hidup, menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh. Sekarang Allah berdiam di dalam diri setiap orang percaya, karena mereka telah menjadi bait Allah melalui pekerjaan Roh yang mulia. Sekarang Dia tinggal di dalam mereka, supaya ini menjadi jaminan bahwa mereka tinggal bersama dengan Dia sampai pada kekekalan. 


Selasa, 26 Mei 2020

KEBANGKITAN YESUS KRISTUS

KEBANGKITAN

   Ev. Matiussobolim, S. Th; M. Th

Latar Belakang
Ada berbagai kepercayaan mengenai kehidupan setelah mati di kalangan masyarakat umum dan cendekiawan di zaman Alkitab. Orang  Ibrani kuno menolak, baik penyembahan Baal orang Kanaan, yang dalam peribadahannya mengenal peringatan tahunan akan matinya dan bangkitnya ilah, maupun kepercayaan Yunani mengenai jiwa' yang kekal.

Tetapi, pengertian kebangkitan menurut PB hanya mempunyai sekadar beberapa petunjuk saja dalam PL. Gagasan tentang keadaan tidak berpengharapan yang tidak jelas di  syeol (Mzm. 88:3-5) mulai secara berangsur-angsur mendapatkan bentuk yang lebih kaya mengenai kehidupan sesudah kematian. Ayb.19:25-27 bergumul mencari suatu pandangan yang cocok dengan perasaan Ibrani bahwa tubuh manusia yang adalah bagian dari ciptaan Allah itu sesungguhnya 'sangat baik' (Kej. 1:3 1), dan oleh karena itu kehidupan tanpa 'tubuh' adalah tidak lengkap dan tidak memuaskan.

Lagi pula, karena keadaan di syeol itu adalah upah sepadan bagi orang jahat (Mzm. 49:14), mestinya orang baik harus mendapatkan bagian yang lebih baik. Dengan demikian, ada janji kebangkitan bagi Israel selaku bangsa (Yes. 26:19). orang-orang setia dari Yahweh, yang telah menderita akan bangkit sebagai ganjaran yang tepat (Dan. 12:2) dan mereka yang murtad akan dipermalukan dan mengalami kebinasaan kekal.

Dalam 2 Makabe ada harapan kebangkitan bagi mereka yang menderita (7:9), dan di masa hidup Yesus pandangan orang-orang Farisi juga demikian (tidak demikian pandangan orang Saduki) dan juga pandangan Yesus sendiri (Mrk. 12:18-27).Kebangkitan orang-orang percaya adalah bagian dari pengharapan Paulus pada akhir sejarah nanti. Paulus mengharapkan suatu perubahan sama sekali dari keadaan manusia (1Kor. 15:53-55).

BANGKIT, KEBANGKITAN

Ciri dan kejutan khas berita Kristen pertama ialah penekanannya pada kebangkitan. Pengkhotbah-pengkhotbah pertama yakin bahwa Kristus telah bangkit dan, karena itu, yakin bahwa orang-orang percaya akan bangkit pula pada waktunya. Hal ini membuat mereka bertentangan sama sekali dengan semua guru lain dari dunia kuno. Memang ada kebangkitan-kebangkitan pada agama lain, namun tidak satu pun yang sama dengan kebangkitan Kristus.

Pada umumnya semua kebangkitan lain itu merupakan dongeng-dongeng yang dihubungkan dengan pergantian musim dan dengan keajaiban musim semi pada tiap tahun. Tapi Injil-injil menceritakan Seorang Pribadi yang sungguh-sungguh mati, namun mengalahkan kematian dengan bangkit kembali.

Dan karena kebangkitan Kristus tidak sama dengan kebangkitan apa pun dalam kekafiran, maka benar pula bahwa sikap orang Kristen terhadap kebangkitan diri mereka sendiri, yang merupakan dampak wajar dari kebangkitan Tuhan, adalah sama sekali berbeda dari apa pun di dalam dunia kekafiran. Ciri khas pemikiran pada zaman itu ialah ketidakberdayaan menghadapi kematian. Jelas bahwa kebangkitan merupakan yg paling penting bagi iman Kristen.

Gagasan Kristen tentang kebangkitan harus dibedakan baik dari gagasan Yunani maupun dari gagasan Yahudi. Orang Yunani menganggap tubuh sebagai hambatan ke kehidupan sejati, dan mereka mengharapkan saatnya jiwa akan bebas dari kungkungannya. Mereka memahami hidup setelah mati sebagai keamartaan1) jiwa,'tapi mereka dengan kuat menolak segala gagasan tentang kebangkitan (bnd olok-olok atas khotbah Paulus dlm Kis 17:32).

Orang Yahudi meyakini teguh harkat-harkat tubuh dan menganggapnya tidak akan binasa. Jadi mereka berharap bahwa tubuh akan dibangkitkan. Tapi mereka berpikir bahwa yg dibangkitkan adalah tepat tubuh yg sama dengan tubuh yg mati (Apoc Bar 1.2). Orang Kristen berpikir tentang tubuh yg dibangkitkan, tapi sebagai yg diubah sedemikian rupa sehingga 'tepat guna' bagi kehidupan yg akan datang, yg begitu berbeda dari kehidupan kini (1 Kor 15:42 dab). Jadi, gagasan Kristen adalah khas.

I. Kebangkitan Dalam PB

Mengenai kebangkitan hanya sedikit dalam PL dan tidak mencolok. Orang-orang PB sangat praktis, memusatkan perhatian pada tugas menjalani hidup kini dalam pelayanan kepada Allah. Mereka hanya memberi sedikit perhatian tentang kehidupan yang akan datang. Lagipula jangan dilupakan bahwa mereka hidup sebelum kebangkitan Kristus, padahal kebangkitan itu adalah justru dasar doktrin ini. Kadang-kadang mereka menggunakan gagasan tentang kebangkitan untuk menyatakan harapan nasional mengenai kelahiran kembali bangsa (Yeh. 37).

Pernyataan yg paling jelas dan tegas mengenai kebangkitan pribadi adalah, 'banyak dari antara orang-orang yg telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk memperoleh hidup yang kekal, dan sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yg kekal' (Dan 12:2). Ini jelas membayangkan kebangkitan baik orang benar maupun orang jahat, dan juga melihat konsekuensi-konsekuensi yang kekal dari perbuatan manusia.

Ada bagian-bagian lain Alkitab yang membicarakan kebangkitan, terutama beberapa mazmur (Mzm 16:10; Mzm 49:14 ). Arti yang tepat dari perkataan Ayub yang terkenal itu (Ayb 19:25-27) masih merupakan pencarian, tapi sulit untuk memastikan bahwa di sini tidak ada gagasan tentang kebangkitan. Kadang-kadang nabi-nabi pun mengungkapkan gagasan itu (ump Yes 26:19).

Tapi dalam keseluruhannya PL berbicara sedikit saja tentang kebangkitan. Barangkali sebabnya adalah fakta bahwa ajaran mengenai kebangkitan terdapat di antara bangsa-bangsa seperti Mesir dan Babel. Dalam suatu kurun waktu ketika sinkretisme merupakan bahaya yang gawat, fakta itu nampaknya telah mencegah orang Ibrani untuk terlalu menaruh perhatian terhadap gagasan tentang kebangkitan.

Selama periode antara dua Perjanjian, ketika bahaya tidak begitu menekan, gagasan tentang kebangkitan lebih menonjol. Tidak dicapai kesepakatan mengenai itu, malah dalam zaman PB orang Saduki tetap menolak adanya kebangkitan. Tapi pada waktu itu kebanyakan orang Yahudi menerima gagasan tentang kebangkitan. Pada umumnya mereka menganggap bahwa tubuh-tubuh yg sama ini akan dikembalikan hidup sebagaimana adanya sekarang.

II. Kebangkitan Kristus

Dalam tiga peristiwa Kristus menghidupkan kembali orang mati (putri Yairus, putra janda dari Nain, dan Lazarus). Tapi itu tidak dianggap sebagai kebangkitan, melainkan hidup kembali. Tidak ada petunjuk bahwa seorang pun dari ketiganya mengalami lain kecuali kembali ke kehidupan yang telah mereka tinggalkan. Dan Paulus dengan tegas mengatakan, bahwa Kristus adalah 'yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal' (1 Kor 15:20).

Tapi keajaiban-keajaiban itu memperlihatkan bahwa Kristus adalah Tuan atas maut. Hal itu nyata lagi dalam fakta bahwa la bernubuat yang la akan bangkit pada hari yang ke-3 setelah disalibkan (Mrk 8:31; 9:3 1; 10:34). Hal ini adalah penting. Ini memperlihatkan bahwa Kristus adalah berdaulat dan berkuasa atas keadaan. Itu berarti pula bahwa kebangkitan adalah sangat penting, sebab kejujuran Tuhan Yesus terlibat di dalamnya.

Injil-injil menyaksikan bahwa Kristus disalibkan, mati dan dikuburkan. Juga menyaksikan bahwa pada hari yang ketiga kuburan yang di dalamnya Dia dikuburkan menjadi kosong. Dan bahwa malaikat-malaikat mengatakan kepada perempuan-perempuan tertentu, bahwa Yesus dibangkitkan, dan bahwa dalam jangka waktu beberapa minggu Ia muncul di depan para pengikut-Nya. Sering kali disangkal bahwa Yesus bangkit, tapi sangkalan itu sama sekali tidak dapat bertahan terhadap bukti-bukti berupa fakta-fakta nyata.

Bukti pertama, yakni fakta nyata kuburan yang kosong. Keempat Injil sepakat mengenai hal ini. Ada yang mendalihkan bahwa murid-murid pergi ke kuburan yg salah, di mana seorang muda berpakaian putih berkata, 'la tidak di sini', yang berarti, Ia ada di kuburan yang lain'. Pada satu pihak itu adalah spekulasi semata-mata. Pada pihak lain menimbulkan macam-macam pertanyaan.

Adalah tidak mungkin, bahwa kuburan yang benar sama sekali dilupakan oleh semua orang, baik kawan maupun lawan. Dan apabila 'kuburan yang sebenarnya' maupun 'kuburan yang lain' itu memang masih berisikan mayat Yesus, kenapa penguasa dan lawan-lawan Yesus tidak menjadikan itu bukti untuk membuyarkan berita kebangkitan, yang justru sangat mereka tentang dan sangat memusingkan mereka?

Tapi kalau toh kosongnya kuburan Yesus itu harus dipermasalahkan, maka ada tiga kemungkinan: pertama, para sahabat Yesus menyingkirkan tubuh Yesus; kedua, para lawan Yesus menyingkirkan tubuh Yesus; ketiga, benar Yesus bangkit. Kemungkinan pertama sukar dipertahankan. Semua bukti menunjukkan bahwa tidak ada pikiran tentang kebangkitan dalam benak para murid.

Mereka mutlak tak berpengharapan pada sore hari Jumat Agung yg pertama itu. Mereka putus asa, kalah, bersembunyi karena ketakutan terhadap orang-orang Yahudi. Lagipula, Matius menceritakan bahwa penjaga ditempatkan di seberang kuburan Yesus, sehingga tidak mungkin mereka telah mencuri mayat Yesus, seandainya pun mereka ingin melakukannya.

Tapi ketidakmungkinan yang melengkapkan segala ketidakmungkinan ialah, bahwa murid-murid sendiri menderita karena memberitakan kebangkitan, sebagaimana Kis mencatat bahwa mereka menanggung derita karenanya. Beberapa orang dipenjarakan, dan Yakobus dihukum mati. Orang tidak akan mau memikul hukuman-hukuman demikian hanya demi menjunjung tinggi sesuatu yang mereka sendiri jelas ketahui adalah penipuan.

Harus pula dipertimbangkan, bahwa ketika agama Kristen menjadi masalah gawat, sehingga cukup alasan bagi para penguasa untuk membasminya, tentu para imam kepala telah siap untuk membayar informasi mengenai pencurian mayat Yesus. Tentang bayaran, kasus Yudas cukup menunjukkan bahwa seorang pengkhianat bisa dibeli di kalangan murid-murid. Dengan segala pertimbangan itu, mustahillah untuk beranggapan bahwa orang Kristen mencuri mayat Kristus.

Juga adalah sama sulitnya untuk mempertahankan pandangan, bahwa musuh-musuh Yesus memindahkan tubuh Yesus. Mengapa mereka harus melakukan itu? Jelas tidak ada alasan yg masuk akal. Seandainya mereka memang melakukannya, maka mereka sendiri telah membangkitkan berita kebangkitan, yang justru jelas terbukti mereka mati-matian membasminya. Lagipula penjaga kuburan akan jadi penghalang bagi mereka seperti bagi murid-murid.

Dan atas kemungkinan kedua, penolakan paling kuat dan menentukan ialah, kemustahilan mereka dapat atau mampu menunjukkan atau mengajukan mayat Yesus, sebagai satu-satunya bukti utuh dan sempurna bahwa mayat itu tidak bangkit, teristimewa pada pertama kalinya berita kebangkitan diberitakan.

Petrus dan sahabat-sahabatnya memberikan penekanan utama pada kebangkitan Tuhan Yesus. Jelas betapa kebangkitan itu memotivasi dan memacu pikiran mereka. Dalam situasi demikian, seandainya musuh-musuh mereka mempertunjukkan tubuh Yesus, maka agama Kristen pasti telah tenggelam jadi tertawaan besar. Bungkamnya orang Yahudi adalah sama bobotnya dan maknanya dengan wicaranya orang Kristen itu. Kemustahilan atau ketidakmampuan musuh-musuh Yesus untuk mempertunjukkan tubuh Yesus, menjadi bukti yang memeteraikan bahwa kemustahilan itu adalah mutlak!

Kedua kemungkinan di atas sama-sama tidak dapat diterima. Justru kebangkitan sebagai penyebab kuburan menjadi kosong mencolok khas sebagai kenyataan, benar dan mutlak. Ini diperkuat oleh penampakan-penampakan Yesus sesudah kebangkitan. Seluruhnya 10 kali penampakan dalam peristiwa yg berbeda-beda, yang direkam dalam lima cerita yg kita miliki (ke-4 Injil dan 1 Kor 15).

Memang sukar menyelaraskan cerita-cerita itu (namun bukan tidak mungkin, usaha dim Scofield Reference Bible, menunjukkan bahwa penyelarasan adalah mungkin). Kesulitan-kesulitan itu hanyalah menunjukkan bahwa cerita-cerita itu berdiri sendiri. Tidak ada pengulangan yg baku dari suatu cerita resmi. Dan ada kesesuaian yg mengesankan mengenai fakta-fakta pokok. Ada keanekaragaman dalam kesaksian-kesaksian utama.

Kadang-kadang 1 atau 2 orang melihat Tuhan Yesus, kadang-kadang jumlah yang lebih besar, ump ke-11 murid, lain kali sebanyak 500 orang. Baik laki-laki maupun perempuan termasuk dalam jumlah itu. Penampakan itu kebanyakan kepada orang-orang percaya, tapi penampakan kepada Yakobus barangkali merupakan kepada orang yg sampai pada saat itu tidak percaya.

Istimewa pentingnya adalah Paulus. Ia tidak mudah percaya, terpelajar dan sangat membenci orang Kristen. Dan ia tegas telah melihat sendiri Yesus setelah Yesus bangkit dari kematian. Paulus begitu pasti mengenai kebangkitan Yesus, sehingga ia mendasarkan seluruh sisa hidupnya pada kepastian. Tentang Paulus berkata Canon Kennett, 'dalam jangka waktu 5 thn pertama dari penyaliban Yesus, bukti kebangkitan Yesus dalam hemat paling sedikit seorang terpelajar, tak dapat dibantah' (Interpreter 5, 1908-1909, hlm 267).

Dalam semua hal ini janganlah dilupakan perubahan diri murid-murid. Sebagaimana dikemukakan di atas, mereka adalah orang-orang yg kalah total dan putus asa pada waktu penyaliban Yesus, tapi hanya beberapa hari kemudian sesudah itu mereka bersedia dijebloskan ke penjara bahkan mati demi Yesus. Mengapa ada perubahan itu? Orang tidak akan menempuh risiko sedemikian apabila mereka tidak benar-benar yakin akan kebenaran sesuatu. Murid-murid benar-benar yakin justru karena mereka adalah saksi mata.

Juga dapat ditambahkan bahwa keyakinan mereka tercermin dalam ibadah mereka. Mereka menghormati hari Tuhan, suatu peringatan mingguan tentang kebangkitan, sebagai ganti hari Sabat. Pada hari Tuhan mereka melaksanakan perjamuan suci, yg adalah bukan peringatan tentang Kristus yg mati, melainkan pengungkapan dan pernyataan terima kasih untuk berkat=berkat yg diberikan oleh Tuhan yg hidup dan menang berjaya. Sakramen mereka yg lain, baptisan, adalah mengingatkan bahwa orang percaya dikuburkan bersama Kristus dan dibangkitkan bersama Dia (Kol 2:12). Kebangkitan memberi makna kepada semua yg mereka lakukan.

Sering dikatakan bahwa Kristus tidak benar mati, melainkan jatuh pingsan. Kemudian dalam dinginnya kuburan la sadar kembali. Ini menimbulkan bermacam-macam pertanyaan. Bagaimana Kristus keluar dari kuburan? Apa yg terjadi kemudian atas Dia? Apa kegiatan-Nya sesudah itu? Kenapa la tidak segera ditangkap? Kapan Dia mati dan di mana dikuburkan? Dan pertanyaan-pertanyaan lain.

Di samping itu pendapat lain mengatakan bahwa murid-murid korban halusinasi. Tapi penampakan-penampakan setelah kebangkitan tidak dapat diterangkan dengan cara demikian. Halusinasi dialami orang dalam hal tertentu dan yg mencarinya. Tidak ada bukti bahwa hal itu terdapat di antara para murid. Dan sekali halusinasi mulai, akan cenderung untuk terulang terus; padahal sebaliknya, penampakan Yesus berhenti tiba-tiba. Halusinasi merupakan ihwal pribadi, padahal penampakan bahkan terhadap 500 orang terjadi sekaligus -- bersama-sama dan dalam suatu waktu yg sama melihat Tuhan Yesus. Jelas tidak ada gunanya menukarkan keajaiban pada aras fisik (kebangkitan tubuh) dengan keajaiban pada aras psikologis (halusinasi masal) yg dituntut oleh pandangan ini.

Pada zaman modern ini banyak ahli yg berkata bahwa kebangkitan dari kematian tidaklah mungkin, bahwa 'tulang-tulang Yesus beristirahat di tanah Palestina'. Mereka 'menerangkan' bahwa Yesus bangkit dalam pemberitaan Kristen, artinya: para murid mengerti bahwa sekalipun sudah mati la hidup melalui kematian, sehingga mereka boleh memberitakan la masih hidup. Yg lain 'menerangkan' kebangkitan sebagai perubahan dalam pikiran para murid. Orang-orang ini telah mengenal Yesus yg hidup dalam kebebasan penuh, sekarang mereka juga mengalami kebebasan demikian. Artinya, mereka mengerti bahwa walaupun Yesus mati, pengaruh-Nya masih hidup.

Tentang pandangan-pandangan berdasarkan filsafat di atas, ada dua hal yg perlu dikatakan. Pertama, Alkitab tidak berkata demikian. Alkitab tegas, gamblang dan pasti: Yesus mati, dikuburkan, lalu bangkit. Kedua, kesulitan besar di sini ialah hal moral. Pasti murid-murid percaya bahwa Yesus telah bangkit dan kepercayaan mereka mantap dan mutlak. Kebangkitan itulah tema pokok berita mereka dan yang memacu mereka.

Apabila Yesus mati dan tinggal mati, maka Allah telah membangun gereja atas penipuan, suatu kesimpulan yg tidak mungkin. Lagipula, pandangan-pandangan semacam itu mengabaikan kuburan yang kosong  bukti dan fakta nyata yang tidak terpungkiri. Juga perlu ditambahkan bahwa pandangan-pandangan filsafat itu merupakan pandangan modem (kendati didahului oleh 2 Tim 2:17 ), dan adalah jelas tidak merupakan bagian dari Kekristenan yang historis.

III. Kebangkitan Orang-orangrang
      Percaya

Bukan hanya Yesus yg bangkit, tapi pada satu hari semua orang juga akan bangkit. Yesus mematahkan ketidakpercayaan kelompok Saduki mengenai kebangkitan dengan pembuktian Alkitab yang sangat menarik (Mat 22:31,32). Kesepakatan umum PB ialah bahwa kebangkitan Kristus mendampakkan serta kebangkitan orang percaya. Yesus berkata, 'Aku-lah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati' (Yoh 11:25). Beberapa kali Yesus bicara tentang hal membangkitkan orang-orang percaya pada akhir zaman (Yoh 6:39, 40, 44, 54).

Orang Saduki sangat marah karena para rasul mengajarkan bahwa 'dalam Yesus ada kebangkitan dari antara orang mati' (Kis 4:2). Paulus berkata, 'Sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus' (1 Kor 15:21; bnd 1 Tes 4:14). Demikian juga Petrus berkata bahwa Allah 'telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yg penuh pengharapan' (1 Ptr 1:3).

Betapa jelas bahwa para penulis PB melihat kebangkitan Kristus sebagai suatu kejadian yg tidak berdiri sendiri. Itu adalah tindakan akbar Ilahi, suatu tindakan yg penuh konsekuensi bagi manusia. Dengan membangkitkan Kristus, maka Allah membubuhkan meterai yang mengukuhkan karya penebusan dan penyelamatan yg dilaksanakan Kristus di kayu salib. Allah memperlihatkan kuasa ilahi-Nya di depan dosa dan maut, dan sekaligus kehendak-Nya untuk menyelamatkan manusia. Jadi, kebangkitan orang percaya secara langsung adalah seutuhnya dampak dari kebangkitan Kristus Juruselamat. Kebangkitan begitu khas bagi orang percaya, sehingga Yesus mengatakan bahwa 'mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan' (Luk 20:36).

Tapi itu tidak berarti bahwa semua yg bangkit akan bangkit ke dalam berkat. Yesus bicara tentang 'kebangkitan untuk hidup yg kekal', tapi juga tentang 'kebangkitan untuk penghukuman' (Yoh 5:29). Ajaran PB jelas dan tegas bahwa semua akan bangkit, tapi mereka yang menolak Kristus akan mendapati kebangkitan sebagai kemutlakan yang teramat pahit. Bagi orang percaya adalah fakta, bahwa kebangkitan mereka berkaitan dengan kebangkitan Kristus, dan justru itulah yang mengubah keadaannya. Dalam terang karya penebusan-Nya untuk mereka, orang percaya menyambut kebangkitan dengan ketenangan dan kegembiraan.

Mengenai hakikat tubuh kebangkitan, Alkitab bicara hanya sedikit. Paulus menyebutnya 'tubuh rohaniah' (1 Kor 15:44), yang agaknya berarti sarana yg memenuhi kebutuhan roh. Dengan jelas ia membedakannya dari 'tubuh alamiah' yang sekarang kita miliki. Dapat disimpulkan bahwa tubuh kebangkitan yang memenuhi kebutuhan roh, dalam beberapa hal berbeda dari tubuh alamiah kita yg sekarang. Tubuh rohaniah memiliki kualitas-kualitas: tidak binasa, mulia, kuat (1 Kor.15:42).

Tuhan Yesus mengajarkan bahwa tidak akan ada kawin-mawin setelah kebangkitan, dan dengan demikian tidak ada fungsi seksual (Mrk 12:25).
Menolong sekali memikirkan tubuh kebangkitan Kristus, sebab Yohanes berkata bahwa, 'kita akan menjadi sama seperti Dia' (1 Yoh 3:2), dan Paulus mengatakan bahwa'tubuh kits yg hina' akan diubah 'sehingga serupa dengan tubuh-Nya yg mulia' (Flp 3:21).

Tubuh kebangkitan Kristus dalam beberapa hal sama seperti tubuh alamiah, tapi dalam beberapa hal lain berbeda Demikianlah, pada beberapa peristiwa Dia dikenal dengan segera (Mat 27:9; Yoh 20:19 dab), tapi pada peristiwa-peristiwa lain tidak (khususnya perjalanan ke Emaus, Luk 24:16; bnd Yoh 21). la muncul tiba-tiba di tengah-tengah murid-murid yang berkumpul dengan pintu tertutup (Yoh 20:19); tapi sebaliknya la lenyap dari pandangan kedua orang di Emaus (Luk 24:31). la bicara tentang diriNya yg memiliki 'daging dan tulang' (Luk 24:39). Kadang-kadang Ia menikmati makanan (Luk 24:41-43) kendati makanan jasmaniah bukanlah kebutuhan bagi kehidupan di seberang kematian (I Kor 6:13). Dan adalah jelas, bahwa Tuhan Yesus yang telah bangkit dapat menyesuaikan diri dengan batasan-batasan kehidupan jasmani seturut kehendak-Nya. Hal itu memberi kesan, bahwa apabila kita bangkit kita akan memiliki kemampuan yang sama.

IV. Makna Doktrin Kebangkitan

Dalam Kristologi (ajaran mengenai Kristus) kebangkitan adalah sangat penting. Fakta bahwa Yesus bernubuat akan bangkit dari kematian pada hari yang ke-3, mempunyai siratan sangat penting bagi pribadi-Nya. Pribadi yg dapat berbuat demikian adalah Pribadi yg lebih besar daripada manusia biasa. Paulus menalar jelas kebangkitan Kristus sangat penting. 'Andaikata Kristus tidak dibangkitkan', katanya, 'maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.

Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, sia-sialah kepercayaan kamu; kamu masih hidup di dalam dosamu' (1 Kor 15:14, 17). Maksudnya ialah bahwa Kekristenan adalah Injil, dan Injil adalah kabar baik tentang bagaimana Allah mengutus AnakNya untuk menjadi Juruselamat manusia. Tapi jika Kristus tidak benar bangkit, maka kita tidak mempunyai jaminan bahwa keselamatan kita telah terselesaikan.

Jadi dengan demikian realitas kebangkitan Kristus mempunyai arti yang sangat dalam. Kebangkitan orang percaya juga penting. Pandangan Paulus ialah, bahwa jika orang mati tidak akan bangkit, maka kita boleh menerima semboyan 'marilah makan dan minum, sebab besok kita akan mati' (1 Kor 15:32). Bagi orang percaya kehidupan kini tidaklah berarti segala-galanya. Harapan mereka terletak di tempat lain (1 Kor 15:19). Dan harapan itulah yg memberikan kepada mereka perspektif dan makna kehidupan yg dalam.

Kebangkitan Kristus dihubungkan dengan keselamatan orang percaya seperti dikatakan, 'Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita' (Rom 4:25; bnd 8:33). Kebangkitan Kristus dihubungkan dengan tindakan yang pokok, yang dengannya orang percaya diselamatkan. Keselamatan bukanlah sesuatu yang terjadi terlepas dari kebangkitan.

Hubungan kebangkitan dengan keselamatan tidak pula berhenti di situ. Paulus bicara tentang keinginan mengenal Kristus 'dan kuasa kebangkitan-Nya' (Flp 3:10), dan ia mendesak orang Kolose, 'Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yg di atas (Kol 3:1). la sudah mengingatkan mereka bahwa mereka dikuburkan bersama dengan Kristus dalam baptisan, dan dalam sakramen yg sama mereka dibangkitkan bersama dengan Dia (Kol 2:12). Dengan kata lain, rasul melihat kuasa yang sama,  membangkitkan Kristus dari antara orang mati diberlakukan atas mereka yang menjadi milik Kristus. Kebangkitan terus terjadi.

Sobolim Matius

Sabtu, 23 Mei 2020

YESUS KRISTUS DAN POLITIKNYA

YESUS DAN POLITIKNYA

      Matius Soboliem, M. Th

       Yesus adalah seorang aktivis dan pembaharu politik. Walau Yesus tidak pernah membentuk Gereja atau Partai Politik, tetapi Yesus aktif melakukan gerakan moral untuk membarui, memperbaiki, bahkan dengan cara menggoyang kemapanan dan status quo pada zamannya. Selama hidup dan pelayanannya di dunia ini, tiga setengah tahun, Dia berjuang tanpa kenal takut menentang penjajahan Romawi dan pemerintahan “boneka” Romawi yakni Sanhedrin dan Imam Kepala yang diberikan wewenang terbatas memerintah Yahudi di Palestina.

         Yesus memproklamirkan agenda politik pembaharuannya, seperti terdapat dalam Lukas 4:18-19: “Roh Tuhan ada pada-Ku oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”

         Yang pertama menjadi perhatian Yesus adalah nasib orang miskin (menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin). Dalam seluruh pelayanan dan pengajaran Yesus, orang miskin menjadi fokus. Ingat ucapan-ucapannya: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Matius 5:3). “Juallah segala yang kau miliki dan bagi-bagikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga” (Matius 18:22). Pada hari penghakiman nanti, sikap terhadap orang miskinlah yang menentukan masuk tidaknya seseorang ke dalam hidup kekal (Matius 25:31:46).

         Yesus tahu bahwa akar utama kemiskinan adalah korupsi dan manipulasi yang merajalela pada semua lapisan masyarakat terutama pada birokrasi pemerintahan yang berpusat di Bait Allah. Dengan berani Yesus melakukan demo besar-besaran, untuk mereformasi Bait Allah. Ketika Yesus mengusir para pedagang dari Bait Allah di Yerusalem, Dia melakukan menyerang jantung kekuasaan yang ada pada waktu itu. Bait Allah pada waktu adalah kantor Imam Besar (eksekutif) Kantor Sanhedrin Legislatif), pusat peradilan (Yudikatif), Bank Sentral yang sudah dijadikan sebagai “sarang penyamun”.

         Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat yang mendengar peristiwa itu bermaksud membinasakan Yesus, tetapi mereka takut karena Yesus berdeminstrasi bersama orang banyak. Tetapi peristiwa itu menjadi alasan utama untuk menjadikan Yesus sebagai musuh utama kekuasaan, karena itu Dia harus dilenyapkan. Karena gerakan itulah Yesus terancam hukuman mati seperti tertulis dalam Yohanes 2:17, “Cinta untuk rumah-MU menghanguskan Aku.”

         Yesus juga menentang pendewaan Kaisar. Pada zaman itu Kaisar dianggap “Tuhan” yang harus dimuliakan dan diagungkan. Karena itulah Yesus mengajar murid-murid-Nya berdoa “Bapa kami yang di sorga; dikuduskanlah Nama-Mu; Datanglah Kerajaan-Mu; Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga”. Murid diajar untuk mengucapkan doa yang menentang sikap mengkultuskan (mensakralkan) Kaisar.

        Tuhan sajalah yang harus dikuduskan, raja, kehendak-Nya diikuti. Jadi doa ini sarat dengan perjuangan politik. Ketika Yesus ditanya tentang pajak kepada Kaisar (Negara), Dia mengatakan prinsip pemisahan Gereja dengan Negara. Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar; dan berikanlah kepada Allah yang wajib kamu berikan kepada Allah (Matius 22:21). Pengajaran ini juga dijadikan sebagai jerat untuk menjerat Yesus.

         Pada zaman Paulus orang Kristen merupakan sekte minoritas, yang status politiknya tidak jelas dan peran politiknya tidak ada. Bahkan, orang Kristen dianggap sebagai pengacau, karena mereka adalah pengikut Yesus yang belum lama dieksekusi penguasa Roma dengan hukuman mati (salib) dengan tuduhan “subersi”, karena Yesus menyatakan diri sebagai “raja” (Markus 15:26).

        Kekaisaran Romawi pada zaman itu bukanlah pemerintahan demokratis, di mana hak-hak sipil ditonjolkan. Kaisar-kaisar memposisikan diri sebagai dewa yang mengharuskan segenap rakyat sujud dan menyembah, kalau tidak taat akan dihukum. Ketika Paulus menulis suratnya, Nero adalah kaisar yang berkuasa, yang menganiaya orang Kristen, karena mereka menolak menyembah Kaisar. Ternyata, semakin dihambat, Kekristenan semakin merambat.

Justru dalam konteks sosial-politik yang amat memprihatinkan bagi umat Kristen itulah Paulus meletakkan landasan teologis sikap politik umat Kristen. Sebagai kelompok minoritas yang “lemah” orang Kristen pada saat itu tidak mempunyai kekutan yang berarti, kecuali kekuatan iman, untuk mempengaruhi jalannya pemerintahan dan proses politik.

         Tetapi Paulus justru mengingatkan orang Kristen di Roma agar tidak terpancing ke dalam dua sikap ekstrim, yang sering terjadi saat itu, yaitu: (1) gerakan radikal (gerakan politik bawah tanah) seperti dilakukan kamu “Zelot” yang melakukan perlawanan dengan cara-cara kekerasan, terorisme, untuk memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan Romawi, dan merebut kekuasaan. (2) gerakan askese (apolitik) yang menarik diri (ke gurun pasir) dari realitas sosial-kemasyarakatan atas dasar iman vertikal, yang menganggap segala yang berbau duniawi adalah dosa yang harus dihindari.

         Sikap Paulus adalah sikap moderat. Bagi Paulus, negara adalah “institusi illahi” (adivine institution) dengan kuasa yang datang dari Allah. Negara diciptakan Tuhan untuk menjalankan fungsi menciptakan keadilan, perlindungan, dan pelayanan public. Negara berfungsi mencegah terjadinya “hukum rimba” (yang kuat menelan yang lemah). Negara menjaga dunia ini agar tidak khaos (anarkhi). Karena itu Gereja juga dipanggil mengupayakan terciptanya damai (kesejahteraan) di dalam negara, karena dalam negara yang makmur dan damai, gereja dapat hidup lebih baik (Yeremia 29:7).

        Di Indonesia (pembukaan UUD 45) tugas pemerintah adalah melindungi negara dan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut memperjuangkan perdamaian dunia. Menurut Paulus, kepada pemerintah yang menjadi “pelayan-pelayan” dan “hamba-hamba” Allah, setiap orang harus takluk, hormat dan loyal (bdk. 1 Petrus 2:17). Untuk pemerintah seperti itu orang Kristen harus taat, seperti dalam hal membayar pajak (pribadi, bumi, kekayaan dll). Politik Paulus cenderung akomodatif dan moderat. Soalnya Paulus adalah seorang warga Roma, berbeda dengan Yesus, yang warga Yahudi, jajahan Roma. Tak heran jika politik Yesus berbeda dengan politik Paulus.

Melihat perkembangan terkini, sikap politik orang Kristen dapat dibagi atas tiga kelompok.

Pertama, mereka yang apolitik, yang menganggap politik sebagai urusan duniawi yang kotor yang tidak perlu dicampuri gereja yang dianggap sebagai lembaga yang mengursi sorga saja. Walau sudah banyak Gereja dan warga Kristen Indonesia yang meninggalkan persepsi (warisan Pietisme) ini, namun dalam batas tertentu masih banyak warga yang menganut pandangan demikian. Masih banyak tokoh dan warga gereja yang apolitik. Walau gereja bukanlah kekuatan politik, tetapi kekuatan moral, namun sikap apolitik terlalu ekstrim.

         Kedua, adalah kelompok yang ingin merebut kekuasaan politik (paling sedikit mempunyai kekuatan signifikan dalam struktur pemerintahan) agar dapat “menentukan jalannya negeri ini”. Kelahiran berbagai partai politik Kristen belakangan ini mungkin sebagian termasuk pada kategori yang kedua ini. Para pendiri partai Kristen itu barangkali ingin masuk dalam sistem kenegaraan melalui semangat “beriman dan berharap kepada Kristus”. Jika tidak sekarang, kapan lagi? Demikian menurut penganut pandangan ini.

        Agaknya, sikap seperti ini lahir dari pengalaman pahit penganut pandangan ini di mana orang Kristen di Indonesia dianggap sedang dimarginalkan bahkan dianiaya. Untuk membela nasib orang Kristen di Indonesia penganut pandangan ini “bermimpi” untuk masuk dalam struktur kekuasaan dalam rangka menentukan arah pemerintahan. Dari manakah konsep seperti ini masuk ke dalam gereja-gereja di Indonesia? Pengaruh kelompok fundamentalis-konservatif Kristen di Amerika khususnya yang disebut “Christian Right” (Kristen Kanan) amat sangat besar dalam pembentukan wawasan seperti itu. Kelompok ini sangat berpengaruh besar terhadap seluruh kebijakan Presiden Bush, khususnya kebijakan luar negeri.

         Ketiga, mereka yang berpendapat bahwa orang Kristen di Indonesia terpanggil sebagai garam dan terang dunia yang melalui iman Kristianinya dapat melakukan transformasi politik secara positif, kritis, kreatif, dan realistis. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) ada dalam posisi ini. PGI dan gereja-gereja arus utama, sebagaimana diperankan oleh World Council of Churches (WCC), dewan gereja-gereja di berbagai negara lain adalah menjadi kekuatan moral yang dapat melakukan transformasi dan perubahan sosial melalui kosep, pemikiran, gagasan dan berbagai gerakan.

          Politik Yesus tergolong kepada sikap ini. Gereja-gereja harus dapat menjadi pengkritik pemerintah apabila pemerintah tidak menjalankan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang adil. Gereja tidak dapat berdiam diri dalam dinamikan sosial-kemasyarakatan.

Gereja harus ikut mengusahakan kesejahteraan kota (bangsa) karena kesejahteraan kota (bangsa) adalah kesejahteraannya juga (Yeremia 29:7). Dalam kaitan ini gereja tidak boleh terkooptasi oleh kekuatan-kekuatan yang ada, termasuk kekuatan uang, kekuatan politik, kekuatan ideologi atau kekuatan dalam bentuk apapun.

Ev. Matius Sobolim, M. Th.

Dipublikasikan pada Hari Minggu tanggal 24 Mey 2020 di Gansiran Putuk Kota wisata Batu.