VISI KRISTEN
Visi
adalah suatu gambaran jelas yang dilihat oleh seorang pemimpin tentang masa
depan bagi orang-orang dan organisasi yang ia pimpin. Visi artinya Allah
membawa setiap orang dari satu tempat ke tempat lain demi maksud-maksud-nya
bukan demi maksud-maksud kita sendiri. Di sini visi menjelaskan bahwa Allahlah
yang membawa kita kepada suatu tujuan yang
dikehendaki-Nya. Di sisi lain, visi
bukanlah tentang manusia saja. Visi adalah tentang Allah. Allah itulah pencipta
visi. Visi adalah menurut jadwal Allah, bukan jadwal kita atau jadwal pemimpin.
Jadi, saya mendorong para pembaca untuk bertahan dalam jangka panjang sebab
Allah tahu apa yang sedang Dia kerjakan. Dialah yang bijaksana, bukan kita.
Demikianlah Allah melakukannya menurut cara dan waktu-Nya sendiri. Percayalah
kepada Allah bahwa Dia akan memimpin dan mengarahkan kita kepada visi-Nya yang
akan dicapai melalui hidup dan pelayanan kita.
Matius Sobolim |
Visi menurut Wibisono. Visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan
cita-cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di
masa depan. Atau dapat dikatakan bahwa visi merupakan pernyataan want to be
dari organisasi atau perusahaan. Visi juga merupakan hal yang sangat krusial
bagi perusahaan untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka panjang. Dalam
visi suatu organisasi terdapat juga nilai-nilai, aspirasi serta kebutuhan
organisasi di masa depan seperti yang diungkapkan oleh Kotler yang dikutip oleh
Nawawi (2000:122), Visi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang
diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang ditawarkan, kebutuhan
yang dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat yang dilayani, nilai-nilai yang
diperoleh serta aspirasi dan cita-cita masa depan. Visi yang efektif antara lain harus memiliki karakteristik seperti :
1.
Imagible
(dapat di bayangkan).
2.
Desirable
(menarik).
3.
Feasible
(realities dan dapat dicapai).
4.
Focused (jelas).
5.
Flexible (aspiratif dan responsif terhadap
perubahan lingkungan).
6.
Communicable (mudah dipahami).
Visi
bagi organisasi atau perusahaan dapat digunakan sebagai:
1. Penyatuan tujuan, arah dan sasaran perusahaan
2. Dasar untuk pemanfaatan dan alokasi sumber daya serta pengendaliannya
3. Pembentuk dan pembangun budaya perusahaan (corporate culture).
1. Penyatuan tujuan, arah dan sasaran perusahaan
2. Dasar untuk pemanfaatan dan alokasi sumber daya serta pengendaliannya
3. Pembentuk dan pembangun budaya perusahaan (corporate culture).
- karena diimpartasi oleh TUHAN.
- Inkulturasi keluarga dan masyarakat. Tatkala seseorang individu berada di dalam rahim ibunya, ia dapat saja dipengaruhi oleh faktor “psikologi ibu” melalui prenatal influnces yang diimpartasi sang ibu. dapat dikatakan bahwa dari sisi psikologi ibu ini, nilai bawaan dasar pribadi ditanamkan, namun secara kultural, sasng bayi belumlah menjadi manusia budaya. Setelah sang bayi lahir, ia mulai memasuki proses budaya dengan dibudayakan dan berbudaya, sehingga ia menjadi manusia budaya dari suatu kelompok masyarakat. Pada tatanan ini, mulailah terlihat adanya pengaruh kebudayaan terhadap pembentukkan diri individu yang disebut inkulturasi atau enkulturasi. Yang dimulai dari pengaruh orang tua dan lingkungan keluarga. dalam kaitan ini, dapatlah dikatakan bahwa salah satu faktor dominan yang mempengaruhi kepribadian seseorang adalah keluarga dan masyarakat yang diwujudkan melalui inkulturasi ini. Pendidikan umum, yang mewarnai kecakapan berpikir. Di samping faktor inkulturasi, faktor pendidikan umum juga sangat mewarnai dasar, khasana, kemampuan dan cara berpikir setiap orang. Dengan demikian dapatlah dilihat bahwa pendidikan umum yang ditekuni seseorang sampai pada level apa pun dengan cara apa pun akan mewarnai serta mempengaruhi kepribadiannya secara umum pula. Dari sinilah akan terlihat bahwa kecenderunga berpikir, bersikap, berkata dan berbuat akan memperlihatkan keterpengaruhan pendidikan formal ini.
- Pergaulan yang mewarnai hubungan-hubungan sosial. Faktor sosial dasar yang juga berpengaruh atas kepribadian seseorang dan setiap orang adalah pergaulan dengan teman sepermainan atau peer. Di samping faktor sosial yang diwariskan dari pengaruh kehidupan keluarga, pergaulan dengan peer juga memiliki kontribusi dalam pembentukan kepribadian individu. Karena itu, pengaruh atas kepribadian seseorang dapat ditelusuri balik kepada pergaulan dengan peer dalam lingkungan masyarakat di mana ia hidup dan berada pada awalnya.
Dalam
hubungan dengan uraian di atas ini, dapatlah dikatakan bahwa kebiasaan pribadi
yang menunjuk kepada bagaimana seseorang berpikir, bersifat, bersikap atau
berkehendak, berperasaan, berkata dan bertindak, dapat ditelusuri balik kepada
pengaruh-pengaruh yang melingkupi dirinya terutama pada masa kanak-kanak, dari
usia bayi, sampai masa remaja dan pemuda. Dengan demikian, dapatlah dikatakan
bahwa kadar keluhuran budi seseorang akan ditentukan oleh pengaruh nilai iman,
keluarga, pendidikan umum, pergaulan dan hubungan-hubungan di mana ia hidup dan
di besarkan. Dari sisi lain dapatlah dikatakan bahwa pengaruh-pengaruh di atas
inilah yang membentuk dan mengubah kepribbadian seseorang sehingga ia menjadi
apa adanya pada saat ini dengan ekpresi dirinya yang unik dan khas.
1.
PEMIMPIN
BERKARAKTER LUHUR
Firman Allah menegaskan bahwa “
orang yang berbudi luhur merancang hal-hal yang luhur, dan ia selalu bertindak
demikian” (Yesaya 32:8). Kebenaran dalam nubuatan Nabi Yesaya ini berbicara
tentang pribadi yang berbudi luhur, yang berpikir luhur, bersikap luhur dan
bertindak luhur yang akan terwujud dengan sendirinya secara konsisten.
Penekanan ini menerangkan tentang seseorang pribadi, yang apabila ia
berbudi luhur, ia akan membuktikannya dengan sifat, sikap, kata serta tindakan
yang luhur yang akan selalu menyatakan keluhurannya sebagai karakteristik
dirinya. Pada sisi lain, dalam kaitan ini dapat dilihat bahwa seorang individu
sesungguhnya memiliki kepribadian utuh yang ditandakan dengan karakter. yang menjelaskan tentang karakteristik
kepripadian individu dimaksud. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kepribadian diekspresikan melalui karakter dan karakter yang dibangun di atas
sejumlah faktor menunjukkan kadar nilai dari kepribadian. Jadi dapatlah
dikatakan bahwa apabila pemimpin memiliki karakter yang disebut “berbudi luhur”
maka pada tahap pertama, ia telah membangun kepribadiannya di atas nilai yang
luhur, dan dari nilai luhur ini, ia mengekspresikan karakternya yang
berkarakteristik “berbudi luhur” dimaksud dalam keseharian melalui pikiran,
sikap, sifat, kata serta perbuatannya. Dalam upaya menjelaskan hubungan yang
integral antara pemimpin dan karakternya, maka tulisan ini akan membahas
beberapa pokok penting, yaitu antara lain., Satu, Fondasi karakter individu
yang luhur; Kedua, Dinamika mengembangkan karakter yang luhur; yang diakhiri dengan
suatu rangkuman.
2.
Sifat dasar yang
luhur
Telah disinggung sebelumnya, bahwa karakter sangat erat
hubungannya dengan kepribadian setiap individu. Substansi kepribadian setiap
orang memiliki ego (diri, hakikat diri), yang dibangun di attas temperamen
yang merupakan bawaan lahir. Ego memiliki (dimiliki) tubuh, jiwa, roh yang
menjadikan manusia sebagai manusia (yang hidup, yang bukan binatang), dengan
kesatuan psiko-somatik (jiwa/roh/tubuh) utuh tidak terpisahkan. Ego yang
dimotori oleh temperamen mempengaruhi kepribadian yang melibatkan pikiran
(intelek/ kognisi), perasaan (emosi) dan kehendak (volisi) yang beroperasi
secara mekanis dan integral. Di sini jelas terlihat bahwa secara substatif,
manusia disebut manusia karena ia memiliki ego yang ada menyatu
pada tubuh/jiwa/roh, yang olehnya manusia adalah seorang pribadi dengan
kepribadian utuh. Ego diwarnai oleh temperamen. yang
merupakan bawaan lahir, yang memberi pengaruh dasar awal terhadap sifat, sikap,
pikiran, perasaan dan kehendak serta tindakan setiap individu. Kenyataan
manusia seperi inilah yang menjadikannya manusia berpribadi, dengan
kepribadian sepesifik, khas serta unik. Pada tataran selanjutnya, perlu
disadari bahwa “Kepribadian seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor
genetika yang nampak pada temperamen atau bawaan lahir, lingkungan, dan
pengalaman hidup individu.” Di sini terlihat bahwa ada faktor kepribadian dan
pengaruh terhadap kepribadian setiap orang yang tidak dapat diubah atau
dipengaruhi, karena merupakan destini. Faktor-faktor
dimaksud secara dominan mempengaruhi kepribadian, tanpa dapat diubah, karena
sifatnya yang tetap, namun hanya dapat disikapi.
Menghubungkan kepribadian dengan karakter, perlu diawali
dengan menegaskan bahwa ego (ke-AKU-an) yang membentuk seseorang sebagai
manusia pribadi adalah bagian dari genetika dan bawaan lahir setiap orang yang
menjadikan kepribadian dengan temperamen yang permanen dan tidak berubah. Tatkala
seorang individu mengekspresikan dirinya, maka ia sedang menyatakan
“karakteristik kepribadiannya” yang dari padanya dapat terlihat karakter khusus
yang dimilikinya. Dari sisi ini terlihat faktor pengaruh terhadap kepribadian
setiap individu yang dialami, diperoleh dan dijalani dalam lingkungan kehidupan
di mana setiap orang berada dan dibesarkan. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa kepribadian yang permanen itu ditandakan dengan karakter khas yang
dipengaruhi sejumlah faktor. Kepribadian yang didominasi oleh karakter inilah
yang menyebabkan karakter memiliki sifat “dapat berubah.” Dengan adanya sifat ini pada karakter, maka
karakter setiap orang dapat dikembangkan menjadi lebih baik dari apa yang ada
padanya, karena karakter adalah ekspresi dari kepribadian. Dalam upaya mengembangkan karakter menjadi
lebih baik, maka landasan yang kuat yang harus dipahami adalah otoritas
nilai. Yang menjadi anutan setiap
orang. Otoritas bagi nilai ini adalah antara lain, TUHAN, keluarga, guru,
pemimpin atau atasan, sahabat baik, dan sebagainya, yang menjelaskan bahwa
“sesuatu yang dominan baik positif atau pun negatif” akan mempengaruhi karakter
individu. Nilai-nilai agung yang dapat
dijadilakan landasan dan tolok ukur bagi “pribadi yang berbudi luhur” dapat
diidentifikasi pada aspek berikut di bawah ini.
Kebenaran
yang berperan sebagai dasar bagi kepercayaan (iman atau kredo), serta
landasan etika dan moral (sikap hati sebagai penggrak perbuatan atau agenda).
Landasan utama bagi nilai individu mau pun masyarakat yang berakar dari adalah
kepercayaan atau apa yang dipercayai, ini sangat berhubungan dengan kebenaran
sebagai dasar bagi iman. Dalam kaitan ini, kebenaran macam apa pun yang
dipercayaai akan sangat mempengaruhi kadar kepercayaan atau iman yang berujung
pada terwujudnya integritas diri.
Mencermati dari perspektif Kristen, kebenaran yang adalah dasar kepercayaan
dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, Kebenaran azali adalah milik
TUHAN (YHWH) Allah (Elohim) dan yang hanya ada pada Allah. Kebenaran azali
milik Allah ini adalah “kudus” (Imamat 11:44-45; I Petrus 1:15-16). Kebenaran
azali TUHAN Allah ini adalah bagian dari hakikat (essence), sifat khas
(attributes) dan tindakan TUHAN Allah. Kebenaran azali ini hanya ada pada
manusia