Selasa, 01 April 2014

INTEGRITAS, DAPATKAH DIUKUR DAN DIRAMALKAN?

INTEGRITAS, DAPATKAH DIUKUR DAN DIRAMALKAN?
Sangat menarik untuk membahas apakah integritas dapat diukur dan diramalkan. Di bawah ini adabeberapa panduan untuk mengukur “integrity in action“, yang lebih bersifat konkrit operasional, yang mudah diikuti sebagai panduan   wawancara. Masalahnya, sampai seberapa jauh indikator tersebut dapat
 diterapkan, terutama pada posisi di bawah upper middle management. Karena, indikator di bawah ini bisa berjalan, jika memang banyak past experiences dari calon yang dinilai, banyak critical incidents dalam pengalaman hidupnya yang terkait dengan aspek tersebut. Misal, pernah mengalami peristiwa yang mengundang conflict of interest, pernah menjalani suatu tanggung jawab yang sulit, pernah harus mengambil keputusan yang tidak populer. Kalau sample nya terbatas, otomatis agak “sulit’ melakukan penilaian berkaitan dengan hal ini. Mengukur integrity, banyak terkait dengan moralitas seseorang. Namun demikian, banyak sekali perusahaan yang mencantumkan integrity sebagai aspek yang harus dimiliki oleh calon karyawan dan pimpinannya.    

  1.            Definisi integritas menurut kamus kompetensiIntegritas kerja adalah bertindak konsisten sesuai dengan kebijakan dan kode etik lembaga Memiliki pemahaman dan keinginan untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan dan etika tersebut, dan bertindak secara konsisten walaupun sulit untuk melakukannya.      

2.            Bagaimana menilai integritas bawahan/calon pimpinan?a.       

Apakah kode etik telah dilaksanakan?
 Setiap profesi mempunyai kode etik profesional yang harus dipatuhi. Etika ini harus tercantum dalam peraturan perusahaan dan dapat diobservasi dalam penilaian perilaku. Sebagai contoh: Pada salah satu perusahaan, tingkat kedalaman perilaku integritas bertingkat, dari 1 sampai 3 , disesuaikan dengan dimensi tingkat risiko yang harus dihadapi karena bertindak konsisten sesuai kode etik dan kebijakan. Seseorang bisa saja pandai berkomunikasi dan menunjukkan bahwa integritasnya tinggi, namun dapat diuji dan dilakukan probing, aspek apa yang paling dijunjung tinggi dalam kode etiknya. Misalkan dengan menanyakan, apakah pernah mengalami kasus seputar etika, dan seberapa jauh keterlibatannya dalam kasus tersebut? Apabila tak terkait, bagaimana cara menyelesaikan kasus tersebut, jika yang terlibat adalah anak buahnya? b.      Bagaimana mengatasi conflict of interestSetiap orang perlu menyesuaikan perilakunya dilapangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada situasi ini, seorang individu ada kemungkinan berhadapan dengan conflict of interest, bagaimana cara memecahkan masalahnya, yang dalam pemecahannya akan terkandung kadar integritasnya. Bagaimana dia menggunakan wewenangnya dalam menyelesaikan persoalan, sebaik apakah wewenang tersebut dimanfaatkan? Integritas pimpinan dapat diukur, bagaimana pimpinan memanfaatkan wewenangnya, dan mengambil risiko melakukan putusan dari yang populer maupun yang sama sekali tak populer. c.       Apakah seseorang bersifat sebagai risk taker atau risk avoider? Apakah seorang akan lari dari tanggung jawab? Atau berani pasang badan untuk mempertanggung jawabkan ? Untuk level operasional/first level management, kriteria kedisiplinan dan cooperative behaviour (yang bisa diterjemahkan sebagai ketaatan pada peraturan dan kesediaan bekerjasama untuk memenuhi tuntutan organisasi) sudah cukup mewakili perilaku kerja yang diinginkan melalui apa yang dinamakan “integrity” itu. Untuk level upper middle management memang perlu ada interview yang mendalam, untuk melihat seberapa jauh kecenderungan seseorang untuk berperilaku yang merugikan organisasi dan masyarakat luas, terutama untuk wewenang besar yang mereka miliki. Yang terkadang sulit diukur adalah keberanian mengambil risiko (dalam pengertian positif), yang terkadang dekat sekali artinya dengan mengambil keputusan diluar prosedur yang ada. Sebaliknya, pimpinan yang terlalu prosedural (cenderung cari aman dan berlindung dibalik prosedur) juga tidak akan efektif mendorong kemajuan organisasi. d.      Komitmen terhadap organisasi

Sejauh mana seorang pimpinan akan melakukan perubahan, mengembangkan anak buahnya untuk memajukan perusahaan? Bagaimana komitmennya terhadap organisasi, apakah seseorang berani melakukan hal sulit untuk kemajuan organisasi? Seorang pimpinan yang baik juga akan menjadi mentor bagi bawahannya, serta menyiapkan kaderisasi sebagai penggantinya kelak. e.       Perhatian terhadap sesame
Dalam menilai pendekatan ke manusia, diperlukan suatu data dan fakta, untuk mengetahui gambaran integritas seseorang. Hal ini memerlukan kepekaan dan kemampuan penilai/pewawancara, untuk melihat konteks dan framework seputar fakta yang dibicarakan dalam tanya jawab intensif.    
                        
   3.            Apakah mungkin dilakukan training untuk meningkatkan integrity? 

Melakukan observasi perilaku seperti bahasan di atas akan lebih mudah bila orang tersebut belum bergabung dengan perusahaan. Namun bagaimana apabila yang dinilai adalah seseorang yang akan mendapat kesempatan untuk menjadi pimpinan yang lebih tinggi? Pada umumnya penilaian dilakukan dengan metoda tertentu, dan melalui assessment center. Permasalahan yang sering muncul, adalah kekurangan orang sesuai yang dibutuhkan, ataupun kalau ada masih terdapat “gap” yang harus diperbaiki. Persoalan yang muncul adalah, bagaimana cara training yang tepat untuk menutup gap tersebut? Di satu sisi, integritas merupakan kunci kemajuan perusahaan, karena maju mundurnya perusahaan ditentukan oleh SDM nya, yang diharapkan menjunjung integritas tinggi. Disadari, bahwa perusahaan lebih mudah membuat orang pandai dengan meningkatkan skill nya, tetapi yang sulit adalah meningkatkan soft kompetensinya.
             Jika training untuk soft kompetensi begitu sulit, perlu dipikirkan membuat sistem manajemen dan budaya organisasi sedemikian rupa, sehingga tidak ada peluang bagi anggotanya untuk berperilaku “menyimpang”. Sistem yang terbuka, record yang lengkap, pertanggung jawaban yang jelas, reward dan sanksi yang tegas untuk perilaku kerja tertentu, akan dapat membantu terbentuknya “integrity in action” tersebut. Tumbuhnya sense of belonging dan komitmen yang tinggi terhadap organisasi juga kondusif dampaknya untuk mengurangi perilaku yang menyimpang. Kalau seseorang sudah merasakan bahwa organisasi tempat dia bekerja adalah bagian penting dari dirinya sendiri, maka dia tidak akan berperilaku merugikan bagi perusahaannya, karena berarti akan merugikan diri sendiri. Jadi situasi kerja demikian yang harus dibentuk, untuk meningkatkan integrity di tempat kerja, dibanding dengan pendidikan khusus tentang hal ini.Sumber data:
  1. Eileen Rachman. Meraba integritas, bisakah? Kompas. Experd, Jakarta, 2006
  1. Rayini, University of Queensland. Brisbane, 2006   
 x